Anda di halaman 1dari 69

BAB I

GENERATOR SINKRON
(ALTERNATOR)

1.1 Pendahuluan
Generator sinkron (sering disebut alternator) adalah mesin listrik yang
digunakan untuk mengubah energi mekanik (gerak) menjadi energi listrik dengan
perantara induksi medan magnet. Perubahan energi ini terjadi karena adanya
pergerakan relatif antara medan magnet dengan kumparan generator. Pergerakan
relatif adalah terjadinya perubahan medan magnet pada kumparan jangkar (tempat
terbangkitnya tegangan pada generator) karena pergerakan medan magnet terhadap
kumparan jangkar atau sebaliknya. Alternator ini disebut generator sinkron (sinkron
= serempak) karena kecepatan perputaran medan magnet yang terjadi sama dengan
kecepatan perputaran rotor generator. Alternator ini menghasilkan energi listrik
bolak balik (alternating current, AC) dan biasa diproduksi untuk menghasilkan listrik
AC 1-fasa atau 3-fasa.

1.2 Konstruksi Generator Sinkron


Generator ini mempunyai dua komponen utama yaitu stator (bagian yang
diam) dan rotor (bagian yang bergerak). Bentuk gambaran sederhana konstruksi
generator sinkron diperlihatkan pada gambar 1.1, gambar 1.2, dan gambar 1.4.

Gambar 1.1 Bentuk sederhana konstruksi generator sinkron

1
Gambar 1.2 Bentuk konstruksi stator pada generator sinkron

Dengan memperhatikan gambar 1.1 dan 1.2, maka konstruksi stator inii terdiri dari :
1. Kerangka atau gandar dari besi tuang untuk menyangga inti jagkar.
2. Inti jangkar dari besi lunak / baja silicon,
3. Alur / parit / slot dan gigi tempat meletakan belitan (kumparan)bentuk alur ada
yang terbuka, setengah tertutup dan tertutup
4. Belitan jangkar terbuat dari tembaga, yang diletakan pada alur.
Pada generator sinkron yang berkapasitas besar, arus DC diberikan pada
lilitan rotor untuk mengahasilkan medan magnet rotor, sedangkan kumparan jangkar
tempat terbangkitnya tegangan terletak di stator. Rotor ini diputar oleh prime mover
(penggerak mula) agar terjadi perpotongan medan magnet yang berubah ubah pada
kumparan jangkar di stator. Dengan adanya perpotongan medan magnet yang
berubah-ubah ini, maka timbul tegangan induksi pada kumparan jangkar generator.
Kumparan jangkar yang ada di stator biasanya disebut belitan stator atau
kumparan stator. Untuk generator 3-fasa biasanya kumparan dapat dirangkai dalam
2 jenis sebagai berikut.
1. Belitan satu lapis (single layer winding), dengan 2 macam bentuk, yaitu:
a. Mata rantai (cocertis or chain winding)
b. Gelombang (wawe)
2. Belitan dua lapis ( double layer winding), dengan 2 macam bentuk pula, yaitu:
a. Jenis Gelombang (wawe)
b. Jenis gelung (lap)
Gambaran bentuk lilitan stator dalam membentuk kutup magnet pada stator untuk
menyesuaikan dengan kutup magnet rotor diperlihatkan pada gambar 1.3.

2
Gambar 1.3 Rangkaian belitan jangkar di stator generator sinkron

a) Rotor salient (kutub menonjol) pada generator sinkron

(b) Rotor silindris (silinder) (c) Penampang rotor kutup silindris


Gambar 1.4 Bentuk konstruksi rotor pada generator sinkron

3
Kutup magnet yang biasa digunakan pada rotor generator sinkron ada 2 jenis
bentuk sebagai berikut.
1. Kutup sepatu atau menonjol (salient).
Kutub menonjol terdiri dari inti kutub, badan kutub dan sepatu kutub. Kumparan
medan dililitkan pada badan kutub. Pada sepatu kutub juga dipasang kumparan
peredam (damper winding). Kumparan kutub dari tembaga, badan kutub dan
sepatu kutub dari besi lunak.
2. Kutup silindris (non salient).
Kutup ini terdiri dari alur-alur dan gigi yang yang dipasang untuk menempatkan
kumparan medan.
Gambaran bentuk konstruksi rotor kutup sepatu dan kutup silindris pada generator
sinkron diperlihatkan pada gambar 1.4.
Pemilihan konstruksi rotor tergantung dari kecepatan putar penggerak mula,
frekuensi dan rating daya generator. Pada kutub sepatu (salient), kutub magnet
menonjol keluar dari permukaan rotor. Rotor kutub sepatu ini biasanya digunakan
untuk rotor dengan empat atau lebih kutub. Karena kutup rotornya banyak, maka
biasanya rotor ini digerakkan dengan kecepatan yang rendah.
Pada kutub silindris (non salient), konstruksi kutub magnet rata dengan
permukaan rotor yang membentuk seperti silinder. Rotor silinder ini umumnya
digunakan untuk rotor dua kutub dan empat kutub. Rotor ini biasanya digerakkan
dengan kecepatan tinggi sehingga genetor yang menggunakan kutup ini biasanya
disebut juga dengan turbo generotor. Generator dengan kecepatan 1500 rpm ke atas
pada frekuensi 50 Hz dengan rating daya sekitar 10 MVA biasanya menggunakan
rotor silinder. Sementara untuk daya dibawah 10 MVA dan kecepatan rendah maka
digunakan rotor kutub sepatu. Generator-generator ini biasanya membentuk medan
magnet dengan bantuan kumparan yang dililitkan pada rotornya, kemudian
kumparan ini diberi sumber DC dengan sistem pengaturan yang baik sehingga besar
arus yang melewati kumparan dapat diatur untuk mengatur kuat medan yang akan
dihasilkan rotor. Bentuk konstruksi generator kutup silindris lengkap dengan sistem
pemasukan arus medannya diperlihatkan pada gambar 1.5.

4
Gambar 1.5 Konstruksi generator kutup silindris dengan sistem pemasukan
arus medannya

Ada 2 cara pemasukan Arus DC (sebagai arus medan) ke rangkaian medan


rotor untuk membentuk medan magnet pada kumparan rotor, yaitu:
1. Menyuplai daya DC ke rangkaian rotor dari sumber DC eksternal (biasanya
berupa batere dari luar) dengan sarana slip ring dan sikat. Bila generator ini
hanya menerima sumber DC dari luar untuk start awal saja, maka sumber DC
sebagai penguat kumparan medan selanjutnya diambil dari keluaran generator itu
sendiri (setelah sumber dari batere dilepas) dengan cara merubah keluaran AC
generator ini menjadi DC (disearahkan sebelum dimasukkan ke kumparan medan
pada rotor)

5
2. Menyuplai daya DC dari sumber DC khusus yang ditempelkan langsung pada
batang rotor generator sinkron. Sumber DC ini biasanya dari generator DC yang
ditempel pada rotor generator sinkron.

6
1.3 Generator Sinkron Sebagai Pembangkit Energi Listrik
Generator sinkron banyak digunakan sebagai pembangkit energi listrik
berkapasitor besar, seperti yang diterapkan pada PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga
Air), PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap), PLTG (Pembangkit Listrik Tenaga
Gas), PLTN (Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir), dan pembangkit listrik lainnya.
Pada PLTA, generator digerakkan oleh tenaga air. Air ini ditampung pada
sebuah dam dan dialirkan melalui pipa ke turbin generator untuk memutar turbin
tersebut, sehingga rotor generator berputar. Akibat perputaran rotor pada generator
ini, maka timbul tegangan pada kumparan jangkar generator. Bentuk gambaran
penggunaan generator pada PLTA ini diperlihatkan pada gambar 1.6 dan 1.7.

Gambar 1.6 Penggunaan generator pada PLTA

Gambar 1.7 Hubungan generator dan turbin pada PLTA

Pada PLTU, generator digerakan oleh tenaga uap air yang dipanaskan
dengan bahan bakar batu bara. Uap air yang dihasilkan dialirkan dengan tekanan

7
yang tinggi untuk memutar turbin generator. Bentuk gambaran penggunaan
generator pada PLTU ini diperlihatkan pada gambar 1.8.

Gambar 1.8 Penggunaan generator pada PLTU

Gambar 1.9 Penggunaan generator pada PLTN

Pada PLTN, zat radioaktif (bahan nuklir) digunakan sebagai bahan bakar
untuk menghasilkan erergi panas yang besar. Reaksi nuklir yang terjadi pada PLTN
dikontrol oleh bahan moderator (air biasa, air berat atau grafit) sehingga proses
pelepasan energi karena reaksi nuklir dapat dikendalikan. Energi panas yang
dihasilkan oleh reaksi nuklir ini digunakan untuk memanaskan air. Uap air
bertekanan tinggi yang dihasilkan karena proses pemanasan ini dialirkan untuk
memutar turbin generator. Karena energi yang dihasilkan oleh reaksi nuklir ini

8
sangat besar, maka pada PLTN ini dapat digunakan generator berkapasitas besar
untuk membakitkan energi listrik. Bentuk gambaran PLTN diperllihatkan pada
gambar 1.9.

Gambar 1.10 Penggunaan kincir angin sebagai pembangkit energi listrik

Pada pembangkit listrik tenaga angin, kincir angin dihubungkan ke turbin


generator. Ketika kincir berputar ditiup angin, turbin juga ikut berputar dan
menggerakkan rotor generator, sehingga menghasilkan energi listrik pada kumparan
jangkar generator. Bentuk gambaran penggunaan kincir angin sebagai pembangkit
energi listrik diperlihatkan pada gambar 1.10.

1.4 Medan Magnet


Medan magnet yang dipunyai suatu benda dapat terbuat secara alami (magnet
alam) atau medan magnet yang sengaja dibuat oleh manusia (magnet buatan).
Magnet buatan ini dapat dibuat dengan cara menggosokkan magnet lain ke benda
yang mudah dijadikan magnet atau dengan melewatkan arus listrik ke sebuah
kumparan yang mudah dijadikan magnet. Magnet buatan ini bisa dibentuk dalam
beberapa bentuk yang fleksibel sesuai dengan keinginan Jadi dapat dkatakan bahwa,
magnet buatan adalah magnet yang dipunyai oleh suatu benda berasal dari hasil
kreasi/buatan manusia, sedangkan medan magnet alamiah merupakan sifat magnet
yang tercipta secara alamiah pada benda tersebut.
Sumber medan magnet alami dipolalisasikan menjadi 2 kutup, yaitu kutub
utara dan kutub selatan, seperti halnya kutup magnet bumi yang diperlihatkan pada
gambar 1.11. Bila dibuat pula suatu magnet batangan yang mempunyai dua kutup

9
(kutup Utara dan Selatan), maka garis gaya dari suatu megnet batang ini adalah
berupa garis-garis tertutup, seperti yang diperlihatkan pada gambar 1.12. Jika garis-
garis gaya yang terjadi pada magnet ini digambarkan, maka akan terlihat garis-garis
gaya ini keluar dari kutub Utara magnet dan masuk ke kutub Selatan magnet
(perlihatkan pada gambar 1.12).

Gambar 1.11 Kutup magnet bumi

Gambar 1.12 Bentuk garis-garis gaya magnet yang terjadi pada magnet batang

Medan magnet buatan dapat diproduksi dengan perantaraan arus elektrik. Ini
terjadi saat arus melewati suatu penghantar (kawat yang bisa dilewati arus listrik),
maka disekitar penghantar tersebut akan terjadi medan magnet Bentuk gambaran
proses terjadinya medan magnet dari berbagai benda yang menghasilkan medan
magnet diperlihatkan pada gambar 1.13.

10
Gambar 1.13 Macam-macam bentuk garis gaya magnet yang dihasilkan dari
bermacam bentuk benda penghasil magnet

Dari gambar 1.13 pada kutup batang dan kutup bumi, terlihat bahwa arah
garis gaya magnet muncul dari kutup utara dan masuk ke kutup selatan. Dengan
memperhatikan gejala ini , maka dapat pula ditentukan bahagian mana dari kutup
utara dan kutup selatan dari setiap bahan yang menghasilkan medan magnet.

Gambar 1.14 Macam-macam bentuk magnet yang umum dibuat

Magnet mempunyai kekuatan yang disebut kuat medan magnet. Dari magnet
ini timbul garis-garis gaya magnet yang dapat mempengaruhi benda di sekitarnya,
terutama bahan-bahan yang mudah dipengaruhi medan magnet, seperti besi dan
bahan sejenisnya. Gambaran bentuk benda magnet yang telah umum dibuat
diperlihatkan pada gambar 1.14.

11
Medan magnet dapat didefinisikan sebagai berasal dari gerakan/perpindahan
energi seperti yang dikemukakan pada Hukum Lorentz. Standar satuan energi
magnet ini adalah kuat medan magnet atau rapat fluks magnet (B). Standart
internasional untuk rapat fluks magnet ini adalah Tesla, sedangkan satuan unit medan
magnet yang lebih kecil adalah Gauss dimana 1 Tesla = 10.000 Gauss.
Bila ditinjau dalam masalah medan listrik terhadap medan magnet, maka
dapat digambarkan dengan Hukum Lorentz sebagai berikut.

(1.1)

yang mana :
F = gaya gerak magnet
qE = kuat medan listrik
qv = arah gerak
B = kuat magnet (rapat fluks magnet)

Gambar 1.15 Bentuk hubngan antara energi listrik yang dihasilkan oleh
medan magnet atau sebaliknya.
Proses hubungan antara terjadinya gerakan penghantar dengan kecepatan ‘v’
di dalam area bermedan magnet, ditunjukkan oleh arah v dan B pada gambar 1.15,

12
dimana B adalah kuat medan magnet yang terjadi di dalam area tersebut. Kuat arus
listrik yang terjadi pada gambar 1.15 akan sebanding dengan kuat medan magnet
yang dihasilkan.

1.5 Listrik dan Magnet

Gambar 1.16 Proses terjadinya gaya gerak magnet pada kawat berarus listrik

Gambar 1.17 Bentuk medan magnet yang terjadi pada berbagai jenis inti
magnet

Aliran listrik merupakan arus listrik yang mengalir melalui suatu penghantar
(konduktor) yang berasal dari kutub positif menuju kutub negatif. Aliran listik yang
mengalir di penghantar ini akan menghasilkan medan magnet di sekeliling
penghantar tersebut.Pada gambar 1.16 diperlihatkan arah arus listrik pada suatu
penghantar yang ditunjukan oleh arah I1 dengan arah medan magnet yang dihasilkan
di sekeliling penghantar bergerak berlawanan arah jarum jam. Arah medan magnet

13
yang dihasilkan oleh berbagai bentuk benda selanjutnya diperlihatkan pada gambar
1.17.
Jika sebuah penghantar berupa kawat dibentuk menjadi kumparan (lilitan),
maka besarnya gaya gerak magnet (F) yang terjadi di sekitar kawat sebanding
dengan besarnya arus dan jumlah lilitan kawat tersebut, seperti yang dijelaskan pada
rumus berikut ini.
F = N.i (1.2)

Selanjutnya, besarnya intensitas medan magnet yang terjadi di kumparan tersebut


sebanding dengan besarnya gaya gerak magnet yang terjadi dan berbanding terbalik
dengan panjang inti magnet yang digunakan. Persamaan ini diperlihatkan dengan
rumus sebagai berikut ini.
N .i F
H= = (1.3)
l l

dimana :
H = Intensitas medan magnet (Amp. Lilit/meter)
F = Gaya gerak magnet (Amper lilitan)
N = Jumlah lilitan
i = Kuat arus (Amper)
l = Panjang rata-rata inti (meter)

Kekuatan medan magnet dapat digambarkan berdasarkan kerapatan fluks


magnet yang terjadi pada inti magnet. Disamping banyaknya rapat fluks magnet yang
terjadi sangat dipengaruhi oleh kuat intensitas medan magnet yang terjadi, maka ia
juga sangat dipengaruhi dan ditentukan oleh permeabilitas dari bahan yang
digunakan. Ini dapat dijabarkan dengan rumus sebagai berikut.
B = µ0 .H (1.4)

Dari penjabaran rumus di atas terlihat bahwa intensitas medan magnet sangat

tergantug dari banyaknya lilitan kumparan dan besarnya arus listrik yang mengalir

pada kumparan itu. Makin kuat intensitas medan magnet ini, maka makin besar pula

kekuatan medan magnet yang dirasakan.

14
Banyaknya fluks magnet yang terjadi akan berbanding lurus dengan rapat

fluks yang terjadi pada inti dan luas penampang inti, seperti yang diberikan pada

rumus di bawah ini.

ϕ = B. A (1.5)
dimana :
B = Rapat fluks
µ = µ0 x µr (Permeabilitas bahan)
µ0 = Permeabilitan absolut = 4 x (3.14) x 10-7
µr = Permeabilitas relatif bahan (tergantung dari jenis bahan)

Dikenal 3 macam sifat kemagnetan bahan yaitu Ferromagnetik,


Paramagnetik, dan Diamagnetik. Bahan ferromagnetik juga disebut sebagai bahan
magnetik karena merupakan bahan yang dapat ditarik dengan kuat oleh magnet dan
dapat dimagnetkan, contoh : besi, baja, nikel, kobalt.
Bahan yang lain selain bahan ferromagnetik disebut sebagai bahan non-magnetik,
yang terdiri dari :
1. Bahan paramagnetik, merupakan bahan yang ditarik dengan lemah oleh magnet
dan tidak dapat dimagnetkan.
. Contoh : alumunium, platina
2. Bahan diamagnetik, merupakan bahan yang ditolak dengan lemah oleh magnet
dan tidak dapat dimagnetkan
Contoh : seng, bismuth
Berikut ini diberikan beberapa nilai permeabilitas bahan (pada kerapatan
fluks 0,002 T) sebagai berikut.
1. Besi magnet = 200
2. Nikel = 100
3. Permalloy (78,5% nikel, 2% kromium) = 8.000
4. Mumetal (75% nikel, 2% kromium, 5% tembaga, 18% besi) = 20.000
Untuk lebih memperjelas, maka diberikan contoh berikut ini.
Contoh soal 1.1
Sebuah penghantar listrik dilalui arus listrik 3A. Penghantar ini berbentuk
kumparan yang melilit sebuah inti besi sebanyak 1000 lilitan. Inti besi yang dililit

15
panjangnya 10 cm dengan luas penampang 16 cm2. dengan permeabilitas bahan 0,02.
Tentukanlah :
a. Kuat intensitas medan magnet pada inti
b. Kuat medan (rapat fluks) pada inti
c. Besarnya fluks magnet pada inti.

Jawaban contoh soal 1.1.


Dari data soal diketahui bahwa :
ii = 3A
l = 10 cm = 0,1 m
N = 1000
A = 16 cm2 = 0,0016 m2
µ = 0,02
Dari data-data ini akan dapat diselesaikan sebagai berikut.
N .i F
a. H = = (dari persamaan 1.3)
l l

1000 x3
H= = 30.000 (Amp lilit/m)
0,1
b. B = µ 0 .H (dari persamaan 1.4)
B = 0,02 x30.000 = 600T
c. ϕ = B. A (dari persamaan 1.5)
ϕ = 600 x0,0016 = 0,96Wb

16
1.6 Prinsip Kerja Generator Sinkron
Generator dapat menghasilkan energi listrik karena adanya pergerakan relatif
antaran medan magnet homogen terhadap kumparan jangkar pada generator (magnet
yang bergerak dan kumpran jangkar diam, atau sebaliknya magnet diam sedangkan
kumparan jangkar bergerak). Jadi, jika sebuah kumparan diputar pada kecepatan
konstan pada medan magnet homogen, maka akan terinduksi tegangan sinusoidal
pada kumparan tersebut. Medan magnet homogen ini bisa dihasilkan oleh kumparan
yang dialiri arus DC atau oleh magnet tetap. Contoh bentuk gambaran sederhana
proses pembangkitan energi listrik pada generator sinkron dapat diperlihatkan seperti
pada gambar 1.18.
Pada gambar 1.18 diperlihatkan contoh sederhana sebuah kumparan rotor
berputar di sekitar medan magnet homogen yang dihasilkan stator, kemudian
tegangan keluaran pada rotor diambil/dilewatkan melalui sepasang slip ring (cincin
sikat) yang bisa dihubungkan ke beban. Proses terbentuknya gelombang AC yang
dihasilkan pada keluaran rotor ini lebih jelasnya diperlihatkan pada gambar 1.19.

Gambar 1.18 Kumparan jangkar pada rotor berputar di sekitar medan magnet
yang dihasilkan stator

17
Gambar 1.19 Proses terbentuknya gelombang AC pada generator sinkron

Dengan memperhatikan gambar 1.18 dan gambar 1.19, proses timbulnya


GGL induksi pada generator dapat dijelaskan sebagai berikut :
1) Kumparan tembaga BADC berputar diantara magnit permanen N-S
2) Kedua ujung kumparan dihubungkan dgn Slip Ring (cincin sikat)
3) GGL induksi akan menghasilkan arus (karena adanya beban pada generator)
yang mengalir melalui sikat-sikat arang ke beban yang tersambung dengan
generator
Ketika kumparan BADC dari gambar 1.18 diputar ke kanan, satu sisi
kumparan dari kutup warna merah (kita anggap sisi kumparan warna merah)
bergerak ke atas sedang sisi lainnya (kumparan dari sisi kutup warna biru, dianggap
kumparan warna biru) bergerak ke bawah (perhatikan gambar 1.19). Kumparan
mengalami perubahan garis gaya nagnet yang makin sedikit, sehingga pada kedua
sisi kumparan akan dibangkitkan tegangan yang semakin sedikit pula. Bila alternator
diberi beban, maka akan mengalir pula arus listrik yang semakin mengecilt mengitari
kumparan hingga mencapai posisi kumparan vertical dengan arus menjadi nol karena
tegangan yang dibangkitkan juga nol (lihat gmbar 1.19). Pada posisi vertikal
kumparan tidak mengalami perubahan garis gaya magnet sehingga tidak ada listrik
yang mengalir pada kumparan (gelombang listrik AC beroda pada posisi no 1 pada
gambar 1.19).
Jika kumparan ini terus berputar hingga sisi merah bergerak ke kanan (sisi
selatan, S) dan sisi biru bergerak ke kiri (sisi utara, N). Kumparan mengalami
perubahan garis gaya magnet dari minimum ke maksimum tetapi dengan arah yang
berlawanan dari posisi sebelumnya (perhatikan bentuk gelombang pada gambar

18
1.19), sehingga pada setiap sisi kumparan akan dibangkitkan tegangan maksimum
(posisi kumparan horizontal dan gelombang berada pada titik no 3).
Kumparan terus berputar hingga sisi merah bergerak terus ke bawah dan sisi
biru bergerak ke atas. Saat ini kumparan mengalami perubahan garis gaya magnet
maksimum ke minimum, sehingga tegangan yang dibangkitkan pada kumparan
melemah hingga mendekati nol (pada posisi no 5).
Kemudian kumparan BADC terus berputar ke arah kutup utara (N) sehingga
terjadi pembalikan arah gelombang (posisi no 6 dan 7). Bila kumparan terus berputar
seihingga kumparan BADC kembali berada pada posisi di atas maka gelombang
tegangan akan berubah menjadi pada posisi no 8 dan 9). Dari sini terlihat
terbentuknya gelombang AC karena proses perputaran kumparan di dalam medan
magnet yang terbentuk dalam kumparan jangkar ini adalah gelombang tegangan.
Arus listrik akan mengalir saat terminal keluaran generator di beri beban seperti
lampu atau beban yang lainnya.
Untuk generator berkapasitas kecil, medan magnet dapat diletakkan pada
stator (disebut generator kutub eksternal / external pole generator) yang mana energi
listrik dibangkitkan pada kumparan rotor. Jika cara ini digunakan untuk generator
berdaya besar, maka hal ini dapat menimbulkan kerusakan pada slip ring dan karbon
sikat. Untuk mengatasi permasalahan ini, maka pada generator berkapasitas besar
digunakan tipe generator dengan kutub internal (internal pole generator), yang mana
medan magnet dibangkitkan oleh kutub rotor dan tegangan AC dibangkitkan pada
rangkaian stator. Tegangan yang dihasilkan akan sinusoidal jika rapat fluks magnet
pada celah udara terdistribusi sinusoidal dan rotor diputar pada kecepatan konstan.
Bahagian dari kumparan generator yang membangkitkan tegangan disebut kumparan
jangkar, sedangkan bahagian dari kumparan generator yang membangkitkan medan
magnet disebut kumparan medan.

1.7 Frekuensi pada Generator Snkron


Kecepatan perputaran generator sinkron akan mempengaruhi frekuensi
elektris yang dihasilkan generator. Rotor generator sinkron terdiri atas rangkaian
elektromagnet dengan suplai arus DC untuk membentuk medan magnet pada rotor.
Medan magnet rotor ini bergerak pada searah putaran rotor. Hubungan antara

19
kecepatan putar medan magnet pada rotor dengan frekuensi elektrik pada stator
adalah:
N r .p
fe = (1.6)
120

yang mana:
fe = frekuensi listrik (Hz)
Nr = kecepatan putar rotor (rpm)
p = jumlah kutub magnet pada rotor

Dari rumus di atas terlihat bahwa frekuensi yang dihasilkan generator sinkron sangat
dipengaruhi oleh keceparan putaran rotor dan jumlah kutup magnet pada generator.
Jika beban generator berobah, akan mempengaruhi kecepatan rotor generator.
Perubahan kecepatan rotor ini secara langsung akan mempengaruhi frekuensi yang
dihasilkan generator.
Kecepatan perputaran rotor pada generator sinkron akan sama dengan
kecepatan medan magnet generator. Oleh karena rotor berputar pada kecepatan yang
sama dengan medan magnetnya, maka generator ini disebut generator sinkron atau
lebih dikenal dengan nama Alternator. Agar daya listrik dibangkitkan tetap pada
frekuensi 50 Hz atau 60 Hz (sesuai standard suatu negara, di Indonesian adalah 50
Hz), maka generator harus berputar pada kecepatan tetap dengan jumlah kutub
magnet yang telah ditentukan yang dapat dihitung melalui persamaan (1.6). Sebagai
contoh untuk membangkitkan frekuensi 50 Hz pada generator dua kutub, maka rotor
harus berputar dengan kecepatan 3000 rpm, atau untuk membangkitkan frekuensi 50
Hz pada generator empat kutub, maka otor harus berputar pada kecepatan 1500 rpm.

1.8 GGL induksi pada Alternator


GGL induksi (Ea) pada alternator akan terinduksi pada kumparan jangkar
alternator (misalnya kumparan jangkar ditempatkan di stator) bila rotor di putar di
sekitar stator (misalnya kumparan medan di rotor). Besarnya kuat medan pada rotor
dapat diatur dengan cara mengatur arus medan (If) yang diberikan pada rotor.
Besarnya GGL induksi internal (Ea) yang dihasilkan kumparan jangkar Alternator ini
dapat dibuatkan dalam bentuk rumus sebagai berikut.
Ea = 4,44 K C .K d . f .Φ.T .(volt / fase) (1.7)

20
Atau disingkat menjadi:
Ea = c.Nr.φ (1.8)
yang mana:
kc = factor kisar;
kd = factor distribusi
f = frekuensi dalam Hz atau cps
Φ = fluks /kutub dalam Weber
T = banyaknya lilitan /fase =1/2 Z
Z = banyak sisi kumparan (1 lilit adalah 2 sisi kumparan)
c = konstanta mesin
Nr= kecepatan putaran rotor (rpm)
φ = fluks yang dihasilkan oleh kumparan medan (wb)

Arus medan (If) pada alternator biasanya diatur dengan menggunakan


rangkaian kontrol agar diperoleh tegangan pembangkitan (Ea) yang sesuai dengan
kebutuhan. Bentuk gambaran pengaturan sederhana arus medan (If) terhadap Ea
yang dibangkitkan alternator diperlihatkan pada gambar 1.20.

Gambar 1.20 Diagram fungsi pengaturan arus medan pada alternator

Apabila karakteristik pengaruh arus medan (If) terhadap fluks dan GGL yang
dihasilkan alternator digambarkan bila kondisi kecepatan tetap, maka keadaan ini
dapat digambarkan seperti yang diperlihatkan pada gambar 1.21

21
Gambar 1.21 Karakteristik hubungan pengaruh arus medan terhadap fluks
dan Ea pada alternator

Contoh soal 1.2 :


Hitung kecepatan dan tegangan per fase serta tegangan antar fase dari suatu
generator serempak 4 kutub,tiga fase, 50 Hz, hubungan Y dengan 36 alur (slot), tiap
slot berisi 30 penghantar (sisi lilitan). Fluks per kutub 0,05 Weber terdistribusi
sinusloidal. Penyelesaian :
Nr. p 120 f 120 x50
f = →N= = = 1500 Rpm
120 p 4

1800 36
β= = 200 ; m = =3
36 / 4 4 x3
Sin3 x 200 / 2
Kd = = 0,96
3 sin 200 / 2
T preface = 360 / 2= 180
Eph= 4,44 x 1 x 0,96 x 50 x 0,05 x 180 = 1920 volt / fase
EL = √3 EPh = √3 x 1920 = 3320 volt

Contoh soal 1.3


Suatu generator serempak tiga fase, 4 kutub , 50 Hz mempunyai 15 alur
perkutub, tiap alur berisi 10 penghantar. Setiap penghantar dari tiap
fastedihubungkan seri dengan factor distribusi 0,95 dan factor kisar 1.Pada waktu
beban nol,EMF antara fase1825 volt,hitung fluks perkutub.
Penyelesaian :

22
kc = 1 ; kd = 0,95 ;
f = 50 Hz
EMF/fase = 1825 / √3 volt =Ep
Banyaknya alur = 4 x 15= 60
Banyaknya alur perfase = 60 / 3 = 20
Banyaknya lilitan perfase = 20 x10 /2 = 100 = T
E=4,44 x kc x kd x f x Φ x T
1825/ √3 = 4,44.1. 0,95. 50. Φ. 100

1825 / 3
Φ= = 49,97 mWb
4,44.1.0,95.50.100

1.9 Factor Kisar pada lilitan Stator


Bila kisar atau gawang antara sisi lilitan jangkar yang satu dan sisi lilitan
yang lain pada kumparan stator sama dengan jarak antara kutub yakni 180o listrik
maka lilitan tersebut dikatakan mempunyai gawang penuh atau kisar penuh, lihat
gambar 1.22.

Gambar 1.22 Kisar atau gawang lilitan jangkar

23
Bila jarak antara lilitan yang satu dengan yang lain kurang dari 1800 listrik,
lilitan tersebut dikatakan mempunyai kisar pendek (gawang pendek).
Factor kisar (factor gawang) atau kc atau kp adalah perbandingan antara kisar
pendek terhadap kisar penuhnya atau dapat dihitung dengan persamaan :
kc = kp = Cos α/ 2 (1.9)

1.10 Faktor distribusi


Lilitan jangkar pada tiap fasa tidak dipusatkan hanya pada satu alur / slot
tetapi didstribusikan pada beberapa alur /slot menyebabkan suatu factor yang disebut
faktor distribusi (kd) yang dapat dihitung dengan persamaan :
Sinmβ / 2
Kd = (1.10)
Sinmβ / 2
Dengan
1800 1800
β= = (1.11)
banyaknyadurperkutub n
m = Banyaknya alur/fase/kutub

24
1.11 Rangkaian Ekiuvalen Alternator 1-fasa kutup silindris
Tegangan induksi Ea dibangkitkan pada kumparan jangkar Alternator.
Tegangan ini biasanya tidak sama dengan tegangan yang muncul pada terminal
alternator. Tegangan induksi ini dianggap sama dengan tegangan output terminal
alternator hanya ketika tidak ada arus jangkar yang mengalir pada alternator
(alternator tanpa beban). Beberapa faktor yang menyebabkan perbedaan antara
tegangan induksi dengan tegangan terminal ini adalah:
1. Distorsi medan magnet pada celah udara oleh mengalirnya arus pada stator,
disebut reaksi jangkar.
2. Induktansi sendiri kumparan jangkar.
3. Resistansi kumparan jangkar.
4. Efek permukaan rotor kutub sepatu.
Karena semua faktor di atas mempengaruhi tegangan keluaran pada terminar
alternator, maka faktor-fkator itu dimasukan dalam menganalisa rangkaian ekivalen
alternator agar diperoleh hasil pendekatan yang lebih baik. Bila alternator yang
digunakan adalah alternator 1-fasa, maka kumparan jangkar alternator hanya
membangkitkan gelombang AC 1-fasa, sedangkan bila alternator yang digunakan
adalah alternator 3-fasa, maka kumparan jangkar alternator akan membangkitkan
gelombang AC 3-fasa yang masing-masing berbeda fasa 1200 listrik.
Rangkaian ekivalen alternator sangat bermanfaat digunakan untuk
menganalisa kondisi alternator tanpa harus mengoperasikan alternator secara nyata,
sehingga dapat diketahui bentuk karakteristik alternator dalam berbagai kondisi tanpa
merusak alternator. Apabila karakterisitik alternator telah diketahui tanpa harus
mengoperasikan alternator, maka dapat direncanakan dengan baik beban yang cocok
yang dapat diberikan pada alternator. Bentuk rangkaian ekivalen alternator 1-fasa
diperllihatkan pada gambar 1.23.

Gambar 1.23 Rangkaian ekivalen alternator 1-fasa

25
Dalam keadaan berbeban arus jangkar akan mengalir dan mengakibatkan
terjadinya reaksi jangkar. Reaksi jangkar besifat reaktif, karena itu dinyatakan
sebagai reaktansi, dan disebut reaktansi magnetisasi akibat pengaruh reaktansi
jangkar (Xar ). Pada generator sinkron kutup silindris, kuat medan yang terjadi
merata di sekitar permukaan kutup, sehingga pengaruhnya terhadap kumparan
jangkar juga akan merata. Karena kuat medan ya;ng merata, maka Reaktansi ini
(Xar) dapat dijumlahkan langsung bersama-sama dengan reaktansi fluks bocor pada
kumparan jangkar (Xa ) yang kemudian dikenal sebagai reaktansi sinkron (Xs).
Hubungan besarnya tegangan yang dibangkitkan alternator ini (Ea) terhadap
reaktansi sinkron ini dan tegangan terminal alternator diperlihatkan pada persamaan-
persamaan sebagai berikut.
Ea = Ia. (Ra + jXs) + Vφ (1.12)
Xs = Xar + Xa (1.13)
yang mana:
Ea = tegangan induksi pada jangkar yang dibangkitkan alternator (satuan Volt)
Vφ = tegangan terminal output alternator (atau boleh dibuat Vt, satuan Volt))
Ra = resistansi jangkar (satuan Ohm)
Xs = reaktansi sinkron (satuan Ohm)
Ia = arus yang melewati jangkar generator (satuan Ampere)
Dari penjabaran rumus di atas terlihat bahwa tegangan keluaran alternator
sangat dipengaruhi oleh besarnya arus dan jenis beban alternator. Makin besar beban
alternator, maka makin besar pula drop tegangan yang terjadi pada kumparan
alternator.

1.12 Sumbu ’dq’ pada Alternator 1-fasa kutup menonjol


Generator sinkron kutup menojol mempunyai mempunyai permukaan kutup
yang berbeda dengan kutup silindris, seperti yang diperlihatkan pada gambar 1.3
sebelumnya. Dari kondisi ini, maka medan magnet yang terjadi pada rotor tidak
merata, karena ada celah antara dua kutup rotor yang menyebabkan kuat medan yang
berbeda antara ujung kutup rotor dengan celah udara antara dua kutup rotor tersebut.
Fluks magnet yang diinduksikan rotor ke jangkar juga akan menghasilkan pengaruh
yang tidak merata pula terhadap GGL induksi yang dihasilkan jangkar gernerator.

26
Pengaruh medan yang berbeda ini diasumsikan berbeda sebesar 90o yang dapat
digambarkan sebagai sumbu dq (direct dan quadrature). Daerah sumbu ’d’
merupakan daerah yang terpengaruh langsung oleh medan magnet yang kuat pada
ujung kutup magnet, sedangkan sumbu ’q’ merupakan daerah yang bukan pada ujung
kutup dengan daerah medan yang lemah. Bentuk sumbu ’dq’ ini dapat digambarkan
sebagai berikut.

Gambar 1.24 Sumbu ’dq’ pada kutup menonjol

Karena pengaruh medan yang tidak sama pada kutup menonjol, maka reatansi
sinkron yang dihasilkan pada rangkaian ekivalen alternator akan berubah menjadi:
Xs = Xd + j Xq (1.14)
yang mana:
Xd = reaktansi sinkron dalam arah sumbu d (karena pengaruh medan yang kuat dari
rotor)
Xq = reaktansi sinkron dalam arah sumbu q (karena pengaruh medan yang lemah
dari rotor)
Besarnya Ea yang dibangkitkan generator selanjut berubah menjadi
persamaan sebagai berikut.
Ea = Ea’ + Ia.(Xd - Xq) (1.15)
dengan
Ea’ = Ia. (Ra + jXq) + Vφ (1.16)
Ia = Id + j Iq (1.17)
I d = Ia.sin θ (1.18)
I q = Ia. cos θ (1.19)
untuk faktor daya tertinggal:
(Vt. sin ϕ + Ia. Xq )
θ = tan −1 (1.20)
(Vt. cos ϕ + Ia.Ra)

untuk faktor daya mendahului:


(−Vt. sin ϕ + Ia. Xq)
θ = tan −1 (1.21)
(Vt. cos ϕ + Ia.Ra )

27
Yang mana:
Id = arus dalam arah sumbu ’d’
1q = arus dalam arah sumbu ’q’

28
1.13 Karekteristik Alternator Berbeban dan Sudut Daya

Gambar 1.25 Hubungan berbagai kondisi beban terhadap arus dan tegangan
ya;ng terjadi pada alternator: a) beban R (paling atas), b) beban
R dan L (di tengah) dan c) beban R dan C (paling bawah)

Alternator dapat dibebani dengan berbagai macam bentuk beban listrik


seperti R, L dan C. Hiubungan ketiga beban ini bisa saja R (seperti lampu pijar), R
dan L (seperti lampu TL) dan bisa juga R dan C atau gabungan R, L dan C. Bentuk
hubungan beban ini akan mempengaruhi arus yang mengalir pada alternator. Arus ini
bisa menjadi sefasa (beban R), tertinggal (beban L atau R dan L), atau mendahului
(beban C atau R dan C) dari tegangan, tergantung dari jenis beban yang diberikan
pada terminal alternator. Bentuk hubungan secara vektor antara tegangan yang terjadi
pada alternator terhadap bebannya diperlihatkan pada gambar 1.25 dengan sudut
antara Ea dengan V disebut sudut daya. Jadi sudut daya ini tergantung dari besar
dan jenis beban pada alternator, dengan maksimal sudut daya sedikit di bawah 90 0.
Bila sudut daya lebih dari 90 0 maka alternator akan rusak dan merusak sistem
yang lain jika alternator ini paralel dengan sistem tenaga listrik yang lain.

29
Perubahan beban pada alternator memerlukan pengaturan pembangkitan daya
dari alternator dengan cara mengatur arus penguat medannya. Karakterisitik arus
medan terhadap perubahan beban ini diperlihatkan pada gambar 1.26 dan 1.27.

Gambar 1.26 Hubungan pengaturan arus penguat medan (If) terhadap arus
beban (Ia) dengan berbagai kondisi beban P (watt)

Gambar 1.27 Hubungan pengaturan arus penguat medan (If) terhadap arus
beban (Ia) dengan berbagai kondisi beban Q (VAR)

Bentuk karakteristik dari alternator dalam mengatur arus medan terhadap perubahan
beban ini disebut juga dengan karakteristik kerja alternator.
Beban yang diberikan ke alternator akan mempengaruhi kecepatan rotor
alternator. Makin besar beban yang diberikan pada alternator, maka makin turun
kecepatan rotor, karena pengaruh medan magnet yang diperbesar pada jangkar
(reaksi jangkar) akibat pusaran arus beban pada jangkar alternator. Turunnya
kecepatan rotor akan mengakibatkan frekuensi yang dihasilkan alternator juga turun.
Untuk menaikan kemballi frekuensi yang dihasilkan alternator, maka perlu dinaikkan

30
juga kecepatan penggerak mula yang menggerakkan rotor. Bentuk karakteristik
alternator berbeban ini diperlihatkan pada gambar berikut ini.

Gambar 1.28. Karakteristik tegangan terminal dari generator serempak versus


arus beban dengan berbagai factor beban

Karena karakteristik alternator berbeban ini dipengaruhi oleh beban yang


datang dari luar, maka bentuk karakteristik ini kadang disebut juga dengan
karakteristik luar.
Pengaturan arus medan pada alternator disamping untuk mengontrol
pengeluaran daya pada alternator, juga berfungsi untuk mengatur tegangan yang
dibangkitkan alternator agar tegangan keluaran alternator dapat dijaga tetap stabil.
Presentasi besarnya drop tegangan yang terjadi antara tegangan yang dibangkitkan
alternator terhadap tegangan keluaran alternator disebut Regulasi Tegangan (Voltage
Regulation, VR) yang dapat dijabarkan sebagai berikut.
Ea − Vt
VR = x100% (1.22)
Vt
yang mana:
VR = regulasi tegangan
Vt = tegangan terminal alternator
Ea = tegangan internal (yang dibangkitkan) alternator
Karena tegangan Ea dapat diukur pada tegangan terminal saat alternator tanpa beban,
maka persamaan (1.22) dapat dirubah menjadi sebagai berikut.

31
V NL − V FL
VR = x100% (1.23)
VFL
yang mana:
VNL = tegangan terminal alternator saat tanpa beban = Ea = Eo
VFL = tegangan alternator berbeban = Vt

1.14 Efisiensi pada Alternator


Mutu sebuah alternator sangat ditentukan oleh besarnya efisiensi alternator
tersebut. Makin besar efisiensi sebuah alternator, maka dikatakan alternator tersebut
makin bagus. Efiensi alternator ini dihitung berdasarkan perbandingan antara daya
keluaran alternnator terhadap daya masukan awal alternator, yang dapat dijabarkan
sebagai berikut.
POUT = I L xZ L .
dan :
PCU = I A2 xRA
dan : (1.24)
PIND = POUT + PCU
dan :
PIN = PIND + PROT
POUT
efisiensi (η ) = .x.100% (1.25)
PIN
yang mana:
POUT = daya keluaran pada terminal alternator (watt)
ZL = impedansi pada beban alternator (ohm)
PCU = rugi-rugi tembaga pada alternator (watt)
PROT = rugi-rugi untuk memutar rotor (watt)
PIND = daya yang dibangkitkan alternator (watt)
PIN = daya masukan pada rotor alternator (watt)

1.15 Menentukan Parameter Alternator


Parameter alternator umumnya berupa tahanan jangkar (Ra), Reaktansi
sinkron (Xs) dan tegangan internal (Ea) alternator. Parameter ini dapat ditentukan
melalui 3 macam serangkaian pengujian / percobaan terhadap alternator. Ke tiga

32
macam pengujian itu ialah pengujian tanpa beban (beban nol), pengujian hubungan
singkat, dan pengujian sumber DC pada terminal alternator. Dari serangkaian
percobaan ini akan diketahui karakteristik beban nol dan hubung singkat dari
alternator sehingga diperoleh data hubungan pengaturan kuat arus medan terhadap
tegangan yang dibangkitkan alternator. Penjelasan ke tiga pengujian pada alternator
ini dijelaskan sebagai berikut di bawah ini.

1.15.1 Pengujian beban nol (tanpa beban)


Pada pengujian beban nol (tanpa beban), alternator diputar pada kecepatan
ratingnya dan terminal alternator tidak dihubungkan ke beban. Arus eksitasi medan
mula adalah nol. Kemudian arus eksitasi medan dinaikan bertahap dan tegangan
terminal alternator diukur pada tiap tahapan. Bentuk gambaran rangkaian pengujian
beban nol pada alternator ini diperlihatkan pada gambar 1.29.

Gambar 1.29 Rangkaian pengujian beban nol pada alternator

Dari percobaan tanpa beban arus jangkar adalah nol (Ia = 0) sehingga
tegangan terminal alternator (Vt) yang terukur dianggap sama dengan tegangan yang
dibangkitkan alternator (Ea). Dari hasil pengujian tanpa beban ini akan diperoleh
kurva karakteristik beban nol alternator. Dari kurva karakteristik ini akan
diperoleh hubungan GGL alternator (Ea) sebagai fungsi terhadap arus medan (If).
Untuk pendekatan dalam menentukan parameter alternator, maka dari kurva ini harga
yang akan dipakai adalah harga liniernya (unsaturated). Pemakaian harga linier yang
merupakan garis lurus cukup beralasan mengingat kelebihan arus medan pada

33
keadaan jenuh sebenarnya dikompensasi oleh adanya reaksi jangkar. Contoh bentuk
kurva karakteristik pengujian beban nol (tanpa beban) pada alternator diperlihatkan
pada gambar 1.30a.

Gambar 1.30 Kurva karakteristik alternator a) saat beban nol (tanpa beban)
dan b) saat hubung singkat

1.15.2 Pengujian hubung singkat


Pada pengujian hubung singkat, kumparan jangkar alternator dihubung
bintang (Y) seperti yang diperlihatkan pada gambar 1.31.

Gambar 1.31 Rangkaian pengujian hubung singkat pada alternator

34
Pada saat pengujian hubung singkat, arus eksitasi medan mula mula dibuat
nol, dan terminal generator dihubung singkat melalui sebuah alat ukur ampere meter
untuk mengukur arus hubung singkat (arus jangkar (Ia) saat hubung singkat).
Kemudian arus jangkar saat hubung singkat ( Iahs ) diukur dengan menaikkan arus

eksitasi medan secara perlahan sampai pada batas arus nominalnya. Dari pengujian
hubung singkat akan menghasilkan hubungan antara arus jangkar (Ia ) sebagai fungsi
arus medan (IF), dan ini merupakan garis lurus. Gambaran karakteristik hubung
singkat alternator ini diberikan pada gambar 1.30b.
Ketika terminal alternator dihubung singkat, maka tegangan terminal adalah
nol, dan impedansi internal alternator adalah:
Ea
Zs = Ra 2 + Xs 2 = (1.26)
Ia
Besarnya nilai Ea yang diambil dari persamaan (1.22) diperoleh dari hasil kurva
karakteristik beban nol alternator yang telah kita peroleh sebelumnya.
Oleh karena reaktansi sinkron Xs >> Ra, maka persamaan (1.26) dapat
disederhanakan menjadi:
Ea VOC
Xs = = (1.27)
Ia Iahs
yang mana:
VOC = tegangan terminal alternator saat pengujian beban nol

Jadi, jika Ia dan Ea telah diketahui untuk kondisi tertentu, maka nilai reaktansi
sinkron dapat diketahui.

1.15.3 Pengujian sumber DC


Untuk menentukan tahanan jangkar dapat dilakukan dengan menerapkan
tegangan DC pada kumparan jangkar pada kondisi generator diam saat hubungan
bintang (Y), kemudian arus yang mengalir diukur. Bentuk rangkaian pengujian
dengan menggunakan sumber DC ini diperlihatkan pada gambar 1.32.
Selanjutnya tahanan jangkar perfasa pada kumparan dapat diperoleh dengan
menggunakan hukum ohm sebagai berikut.
VDC
Ra = (1.28)
2.I DC

35
dengan:
VDC = Besarnya tegangan sumber DC yang diberikan pada dua kumparan
alternator yang terhubung Y (volt)
IDC = Besarnya arus DC yang tercatat oleh alat uku ampere meter DC (amper)

Gambar 1.32 Rangkaian pengujian untuk mengukur tahanan jangkar

Penggunaan tegangan DC ini dimaksudkan supaya reaktansi kumparan sama dengan


nol pada saat pengukuran, sehingga yang terukur hanya tahanan jangkar saja.

36
1.16 Alternator 3-fasa
Alternator 3-fasa mempunyai 3 kumparan jangkar yang tersusun sedemikian
rupa sehingga dapat membangkitkan tegangan 3-fasa yang berbeda fasa sebesar 120o
listrik. Bentuk gambaran sederhana hubungan kumparan 3-fasa dengan tegangan
yang dibangkitkan alternator ini diperlilhatkan pada gambar 1.33. Ke tiga kumparan
jangkar alternator 3-fasa ini biasa dihubungkan secara bintang (Y) atau delta
(segitiga), seperti yang diperlihatkan pada gambar 1.34

Gambar 1.33 Gambaran sederhana kumparan 3-fasa (atas) dan tegangan


yang dibangkitkan (bawah)

Untuk mempermudah cara menganalisa alternator sistem 3-fasa dapat


dilakukan dengan menggunakan rangkaian ekivalen analisa perfasa dari rangkaian
ekivalen alternator 3-fasa. Bentuk rangkaian ekivalen alternator 3-fasa ini
diperlihatkan pada gambar 1.35, dimana gambar 1.35a merupakan rangkaian
ekivalen sistem 3-fasanya dan gambar 1.35b merupakan rangkaian ekivalen
perfasanya.

37
Gambar 1.34 Bentuk hubungan kumparan alternator 3-fasa: a) hubungan bintang
dan b) hubungan delta

Besarnya tegangan terminal perfasa (tegangan fasa) pada alternator yang


diterapkan pada gambar 1.35b tergantung dari bentuk hubungan kumparan alternator
yang digunakan pada gambar 1.34. Tegangan terminal perfasa yang dilambangkan
dengan Vφ pada gambar 1.35b adalah merupakan tegangan pada kumparan
jangkar alternator atau disebut juga dengan tegangan fasa. Besarnya tegangan fasa
pada rangkaian 1.35b tergantung dari jenis hubungan kumparan alternator. Bila
alternator terhubung Y (perhatikan gambar 1.34) maka tegangan fasanya adalah
sebesar tegangan fasa ke netral (Vφ = VLN), tetapi bila alternator terhubung delta
maka tegangan fasa adalah tegangan antar fasa (Vφ = VLL) dari sistem 3-fasa

38
Gambar 1.35 Rangkaian ekivalen alternator 3-fasa: a) rangkaian 3-fasa, dan b)
analisa perfasa sistem 3-fasa

Besarnya tegangan yang dibangkitkan alternator perfasa selanjutnya dapat


dijabarkan sebagai berikut.
a. Untuk hubungan bintang (Y)
E A ( fasa − R ) = I A ( R ) .( R A ( R ) + jX S ( R ) ) + VRN
dengan : (1.29)
VRN = VLN ∠ θ O

E A ( fasa − S ) = I A ( S ) .( R A ( S ) + jX S (S ) ) + V SN
dengan : (1.30)
V SN = V LN ∠ (θ + 240 ) O

39
E A ( fasa − T ) = I A (T ) .( R A (T ) + jX S (T ) ) + VTN
dengan : (1.31)
VTN = VLN ∠ (θ + 120 ) O

dengan :
VLN = VLL / 3
VLL = VRS = VST = VTR

b. Untuk hubungan delta


E A( fasa − RS ) = I A( RS ) .( RA( RS ) + jX S ( RS ) ) + VRS
(1.32)
dengan : VRS = VLL ∠θ O
E A( fasa − S ) = I A( ST ) .( RA( ST ) + jX S ( ST ) ) + VST
(1.33)
dengan : VST = VLL ∠(θ + 240) O
E A( fasa −TR ) = I A(TR ) .( RA(TR ) + jX S (TR ) ) + VTR
(1.34)
dengan : VTR = VLL ∠(θ + 120)O

dengan : I A = I LL / 3

Untuk menghitung regulasi tegangan alternator 3-fasa, maka dapat digunakan


persamaan (1.18) dan (1.19) dengan menukar tegangan terrminal pada persamaan
(1.19) dengan tegangan fasa pada sistem 3-fasa (Vφ = VLN, untuk hubungan Y,
dan Vφ = VLL untuk hubungan delta).
Untuk menghitung efisiensi alternator 3-fasa juga dapat digunakan persamaan
(1.20) sampai dengan persamaan (1.21) dengan cara PCU dikali dengan 3 dan POUT
adalah daya pada beban 3-fasa dan PROT adalah rugi-rugi putar saat memutar
rotor alternator 3-fasa.

1.17 Memparalel Alternator


Bila suatu alternator mendapat pembebanan lebih dari kapasitasnya dapat
mengakibatkan alternator tidak bekerja atau rusak. Untuk mengatasi beban yang
terus meningkat tersebut bisa diatasi dengan menambah alternator lain yang
kemudian di operasikan secara paralel dengan alternator yang telah bekerja
sebelumnya dengan maksud memperbesar kapasitas daya yang dibangkitkan pada
sistem tenaga listrik yang ada.

40
Selain untuk tujuan di atas, kerja pararel alternator juga sering dibutuhkan
untuk menjaga kontinuitas pelayanan apabila ada alternator yang harus dihentikan
karena terjadi gangguan pada alternator, atau misalnya saat istirahat atau reparasi.
Pada kondisi ini, alternator lain masih bisa bekerja untuk mensuplai beban,
sementara yang lain istirahat, sehingga pemutusan listrik secara total bisa dihindari.
Untuk mempararelkan alternator memerlukan beberapa pesyaratan yang
harus dipenuhi, yaitu sebagai berikut.
1. Harga sesaat ggl kedua alternator harus sama dalam kebesarannya, dan
bertentangan dalam arah, atau harga sesaat ggl alternator harus sama dalam
kebesarannya dan bertentangan dalam arah dengan harga efektif tegangan
jalajala.
2. Frekuensi kedua alternator atau frekuensi alternator dengan jala harus sama
3. Fasa kedua alternator harus sama
4. Urutan fasa kedua alternator harus sama
Strategi dalam memparalelkan alternator atau menambahkan sebuah
generator sinkron pada jaringan sistem tanaga yang telah ada harus dilakukan
tahapan-tahapan sebagai berikut :
a. alternator yang akan ditambahkan dijalankan hingga mencapai kecepatan
putar nominalnya.
b. Tahanan pengatur medannya diatur sedemikian hingga tegangan generatornya
menjadi sedikit lebih tinggi daripada tegangan jaring. Tegangannya dapat
diperiksa dengan menggunakan saklar pilih voltmeter.
c. Alternator tadi kemudian dihubungkan dengan jaringan. Karena tegangannya
sedikit lebih tinggi daripada tegangan jaring, alternator ini tidak akan bekerja
sebagai motor.
d. Selanjutnya tahanan pengatur medannya diatur sedemikian hingga alternator
tersebut memikul sebagian dari beban jaring sistem yang dimasukinya. Besar
beban alternator ini dapat dilihat dari penunjukan alat ukur amperemeternya.
Ada beberapa cara untuk memparalelkan generator dengan mengacu pada
syarat-syarat di atas, dengan menggunakan alat sebagai berikut.
a. Lampu Cahaya berputar dan Volt-meter.
b. Voltmeter, Frekuensi Meter, dan Synchroscope.

41
c. Cara Otomatis.

1.17.1 Lampu cahaya berputar dan Volt-meter

Gambar 1.36 Paralel alternator dengan bantuan lampu cahaya berputar dan
Volt-meter

Dengan menggunakan rangkaian pada Gambar 1.36 (alternator akan


diparalelkan dengan system tenaga listrik yang telah ada), maka pilih lampu dengan
tegangan kerja dua kali lipat dari tegangan phasa netral alternator atau gunakan dua
lampu yang dihubungkan secara seri. Dalam keadaan sakelar S terbuka operasikan
alternator, kemudian lihat urutan nyala lampu. Urutan lampu akan berubah menurut
urutan L1 - L2 - L3 - L1 - L2 - L3.
Selanjutnya dengan memperhatikan Gambar 1.37 dapat dijelaskan kondisi
tegangan pada alternator yang akan diparalelkan sebagai berikut.
Gambar vektor tegangan pada gambar 1.37a memperlihatkan bahwa keadaan L1
paling terang, L2 terang, dan L3 redup. Pada Gambar 1.37b, L2 paling terang, L1
terang dan L3 terang. Pada ke 2 kondisi ini memperlihatkan bahwa tegangan
alternator yang akan diparalelkan tidak sama atau berbeda fasa dengan sistem tenaga
yang telah ada. Bila diperhatikan pada gambar 1.37c, L1 dan L2 sama terang, L3
gelap dan angka yang ditunjukan pada voltmeter = 0 V. Maka pada saat kondisi

42
inilah altlernator dapat diparalelkan dengan sistem tenaga yang telah ada (alternator
lain).

Gambar 1.37 Rangkaian lampu berputar

1.17.2 Voltmeter, Frekuensi Meter, dan Synchoroscope


Pada pusat-pusat pembangkit tenaga listrik, biasanya menggunakan alat
synchroscope (Gambar 1.38) untuk memparalelk alternator. Penggunaan alat ini telah
dilengkapi dengan Voltmeter untuk memonitor kesamaan tegangan dan Frekuensi
meter untuk kesamaan frekuensi.
Ketepatan sudut phasa dapat dilihat dari synchroscope. Bila jarum penunjuk
berputar berlawanan arah jarum jam berarti frekuensi alternator yang baru masuk
lebih rendah dan bila searah jarum jam berarti lebih tinggi. Pada saat jarum telah
diam dan menunjuk pada kedudukan vertikal, berarti beda phasa alternator dan jala-
jala telah 0 (Nol) dan selisih frekuensi telah 0 (Nol), maka pada kondisi ini sakelar
dimasukkan (ON). Alat synchroscope tidak bisa menunjukkan urutan phasa jala-jala,
sehingga perlu dipakai indikator urutan phasa jala-jala untuk memparalelkan
alternator.

43
Gambar 1.38 Sychroscope

1.17.3 Cara otomatis


Untuk memparalelkan secara otomatis biasanya menggunakan alat yang lebih
canggih secara otomatis dapat memonitor perbedaan phasa, tegangan, frekuensi, dan
urutan phasa. Apabila semua kondisi telah tercapai, maka alat memberi sinyal akan
mengimformasikan bahwa sakelar untuk memparalel generator dapat dimasukkan.

1.18 Alat Pembagi Beban Generator Sinkron


Governor beroperasi pada mesin sinkron sehingga generator menghasilkan
keluaran arus yang dapat diatur dari 0 persen sampai dengan 100 persen
kemampuannya. Jadi masukan ke mesin penggerak sebanding dengan keluaran arus
generatornya atau dengan kata lain pengaturan governor 0 persen sampai dengan 100
persen sebanding dengan arus generator 0 persen sampai dengan 100 persen pada
tegangan dan frekuensi yang konstan.
Governor bekerja secara hidrolik/mekanis, sedangkan sinyal masukan dari
keluaran arus generator berupa elektris, sehingga masukan ini perlu diubah ke
mekanis dengan menggunakan elektric actuator untuk menggerakkan motor listrik
yang menghasilkan gerakan mekanis yang diperlukan oleh governor.
Pada beberapa generator yang beroperasi paralel, setelah sebelumnya
disamakan tegangan, frekuensi, beda phasa dan urutan phasanya, perubahan beban
listrik tidak akan dirasakan oleh masing-masing generator pada besaran tegangan dan
frekuensinya selama beban masih dibawah kapasitas total paralelnya, sehingga
tegangan dan frekuensi ini tidak digunakan sebagai sumber sinyal bagi governor.

44
Untuk itu digunakan arus keluaran dari masing-masing generator sebagai
sumber sinyal pembagian beban sistem paralel generator-generator tersebut. Saat
diparalelkan pembagian beban generator belum seimbang/sebanding dengan
kemampuan masing-masing generator. Alat pembagi beban generator dipasangkan
pada masing-masing rangkaian keluaran generator, dan masing-masing alat pembagi
beban tersebut dihubungkan secara paralel satu dengan berikutnya dengan kabel
untuk menjumlahkan sinyal arus keluaran masing-masing generator dan
menjumlahkan sinyal kemampuan arus masing-masing generator.
Arus keluaran generator yang dideteksi oleh alat pembagi beban akan
merupakan petunjuk posisi governor berapa persen , atau arus yang lewat berapa
persen dari kemampuan generator. Hasil bagi dari penjumlahan arus yang dideteksi
alat-alat pembagi beban dengan jumlah arus kemampuan generator-generator yang
beroperasi paralel dikalikan 100 ( persen ) merupakan nilai posisi governor yang
harus dicapai oleh setiap mesin penggerak utama sehingga menghasilkan keluaran
arus yang proprosional dan sesuai dengan kemampuan masing-masing generator.
Bila ukuran generator sama maka jumlah arus yang dideteksi oleh masing-
masing alat pembagi beban dibagi jumlah generator merupakan arus beban yang
harus dihasilkan oleh generator setelah governornya diubah oleh electric actuator
yang menerima sinyal dari alat pembagi beban sesaat setelah generator diparalelkan.

1.19 Instalasi Teknis Alat Pembagi Beban


Dalam prakteknya alat pembagi beban generator dipasang dengan bantuan
komponen-komponen seperti berikut : trafo arus, trafo tegangan (sebagai pencatu
daya), electric actuator, potensiometer pengatur kecepatan dan saklar-saklar bantu.
Trafo arus berfungsi sebagai transducer arus keluaran generator sampai dengan
sebesar arus sinyal yang sesuai untuk alat pembagi beban generator (biasanya
maksimum 5 A atau = 100 persen kemampuan maksimum generator).
Trafo tegangan berfungsi sebagai sumber daya bagi alat pembagi beban,
umumnya dengan tegangan 110 V AC, 50 Hz; dibantu adapter untuk keperluan
tegangan DC. Electric actuator merupakan peralatan yang menerima sinyal dari alat
pembagi beban sehingga mampu menggerakkan motor DC di governor sampai
dengan arus keluaran generator mencapai yang diharapkan.

45
Elektric actuator berfunsi untuk mengubah sinyal masukan dari keluaran arus
generator yang berupa elektris ke mekanis.yang nantinya akan digunakan oleh
governor Potensiometer pengatur kecepatan adalah alat utama untuk mengatur
frekuensi dan tegangan saat generator akan diparalelkan atau dalam proses
sinkronisasi. Tegangan umumnya sudah diatur oleh AVR, sehingga naik turunnya
tegangan hanya dipengaruhi oleh kecepatan putaran mesin penggerak. Setelah
generator dioperasikan paralelkan atau sudah sinkron dengan yang telah beroperasi
kemudian menutup Mccb generator, fungsi potensiometer pengatur kecepatan ini
diambil alih oleh alat pembagi beban generator. Untuk lebih akuratnya pengaturan
kecepatan dalam proses sinkronisasi secara manual, biasanya terdapat potensiometer
pengatur halus dan potensiometer pengatur kasar. Saklar-saklar bantu pada alat
pembagi beban generator berfungsi sebagai alat manual proses pembagian (pelepasan
& pengambilan) beban oleh suatu generator yang beroperasi dalam sistem paralel.
Misalnya *saklar 1 ditutup untuk meminimumkan bahan bakar diesel yang berarti
melepaskan beban.* Saklar 3 ditutup untuk menuju pada kecepatan kelasnya (rated
speed) yang berarti pengambilan beban dari generator yang perlu diringankan beban
listriknya.
Setelah generator beroperasi secara paralel, generator-generator dengan alat
pembagi bebannya selalu merespon secara aktif segala tindakan penaikan atau
penurunan beban listrik, sehingga masing-masing generator menanggung beban
dengan prosentasi yang sama diukur dari kemampuan masing-masing

46
1.20 Gangguan Pada Generator
Dalam instalasi yang dijaga oleh operator seperti Pusat Listrik dan Gardu
Induk ada gangguan yang tidak atau belum dilihat oleh Relai, tapi dilihat oleh
operator yang kemudian berinisiatif men-trip Pemutus Tenaga (PMT) demi
keselamatan instalasi, maka dalam hal ini operator bertindak sebagai relai. Ganguan
Pada Sirkit Listrik Generator yang menyebabkan tripnya PMT, pada umumnya
disebabkan oleh :
a. Gangguan diluar seksi generator tetapi PMT generator ikut trip sebagai akibat
kurang selektifnya relai generator
b. Ada gangguan dalam seksi generator yang disebabkan karena 1) kerusakan
generator atau alat bantu generator, 2) binatang yang menimbulkan arus
hubung singkat dan 3) kontak-kontak listrik yang belum sempurna
c. Ada gangguan dalam sistem eksitasi generator, biasanya menyangkut
pengatur tegangan otomatis.
d. Ada gangguan pada sistem arus searah khususnya yang diperlukan untuk
mentripkan PMT. Gangguan pada sirkit listrik tersebut di atas berlaku untuk
semua macam Pusat Listrik.
Gangguan Pada Mesin Penggerak Generator (prime mover) merupakan
gangguan yang paling sering terjadi pada semua Pusat Listrik. Hal-hal yang
menyebabkan gangguan mesin penggerak generator secara singkat adalah :
a. Kerusakan pada bagian-bagian yang berputar atau bergeser, seperti bantalan,
batang penggerak, katup-katup khususnya yang jarang bergerak pada waktu
diperlukan malah macet.
b. Kerusakan pada bagian-bagian dimana terdapat pertemuan antara zat-zat
yang berbeda suhunya seperti kondensor PLTU, pemanas udara PLTU. Hal
serupa bisa pula terjadi pada alat-alat pendingin di PLTA atau PLTD.
c. Kerusakan pada pengabut yang bertugas mengubah bahan bakar minyak
menjadi kabut gas. Pengabut semacam ini terdapat pada PLTU, PLTG dan
PLTD dan seringkali merupakan sumber gangguan karena tersumbat.
d. Kebocoran pada perapat dari bagian yang mengandung zat cair atau gas yang
bertekanan tinggi. Kebocoran semacam ini dapat menyebabkan gangguan
operasi dari Pusat Listrik yang bersangkutan.

47
Gangguan Pada Instalasi Yang Berhubungan Dengan Lingkungan. Pada
PLTU, gangguan ini misalnya karena air laut yang berfungsi sebagai pendingin
mengandung binatang laut dan kotoran yang menyumbat instalasi air pendingin atau
menyumbat kondensor.
Pada PLTA sering kali terjadi air sungai banyak mengandung kotoran,
sehingga saringan air masuk tersumbat dan mengganggu operasi Pusat Listrik yang
bersangkutan. Masalah kotoran yang dibawa sungai dapat menimbulkan gangguan
pada PLTD yaitu apabila kotoran tersebut menyumbat instalasi air pendingin.
Gangguan Pada Sirkit Kontrol Dalam setiap Pusat Listrik selalu terdapat sirkit
kontrol yang mengatur baik sirkit listrik generator, mesin penggerak generator
maupun alat-alat bantu. sirkit kontrol dapat berupa sirkit listrik, sirkit mekanik, sirkit
pneumatik ataupun sirkit hidrolik. Dapat pula merupakan kombinasi dari beberapa
macam sirkit kontrol. Seringkali gangguan timbul karena adanya bagian dari sirkit
kontrol yang tidak berfungsi dengan baik. Sebagai contoh kegagalan start dari unit
PLTG sering disebabkan oleh adanya bagian dari sirkit kontrol yang kurang baik
kerjanya. Pengamanan Sistem Tenaga Listrik Dalam sistem tenaga listrik banyak
sekali terjadi gangguan yang dapat merusak peralatan pembangkit listrik.

1.21 Pengamanan Generator


Untuk melindungi peralatan listrik terhadap gangguan yang terjadi dalam
sistem diperlukan alat-alat pengaman. Khusus alat pengaman yang berbentuk relai
mempunyai 2 fungsi, yaitu :
a. Melindungi peralatan terhadap gangguan yang terjadi dalam sistem, jangan
sampai mengalami kerusakan
b. Melokalisir akibat gangguan, jangan sampai meluas dalam sistem.
Untuk memenuhi fungsi butir a. alat pengaman harus bekerja cepat agar
pengaruh gangguan dapat segera dihilangkan sehingga pemanasan berlebihan akibat
hubung singkat dapat segera dihentikan. Untuk memenuhi fungsi butir b. alat
pengaman dalam sistem harus dapat dikoordinir satu sama lain, sehingga hanya alat-
alat pengaman yang terdekat dengan tempat gangguan saja yang bekerja.
Generator sebagai sumber energi listrik dalam system ketenaga listrikan,
perlu diamankan jangan sampai mengalami kerusakan, karena kerusakan generator

48
akan sangat mengganggu jalannya operasi system tenaga listrik. Oleh karenanya
generator perlu dilindungi terhadap semua gangguan yang dapat merusak generator.
Pengamanan generator secara garis besar terdiri dari:
a. Pengamanan terhadap gangguan diluar generator, Gangguan diluar generator
yang belum diamankan adalah gangguan di rel, pengamanan yang dibutuhkan
bersifat back-up. Oleh karena itu untuk gangguan di rel yang langsung
berhubungan dengan generator pengamanan yang terpenting adalah relai arus
lebih. Untuk generator yang besar perlu ditambah relai arus urutan negative
b. Pengamanan terhadap gangguan yang terjadi didalam generator. Gangguan
dalam generator secara garis besar ada 5 macam, yaitu : 1) hubung singkat
antara fasa, 2) hubung singkat fasa ke tanah, 3) suhu tinggi , 4) penguatan
hilang , dan 5) hubung singkat dalam sirkit rotor
c. Pengamanan terhadap gangguan dalam mesin penggerak yang memerlukan
pelepasan PMT generator. Gangguan dalam mesin penggerak ada kalanya
memerlukan trip dari PMT generator, misalnya apabila tekanan minyak
terlalu rendah maka mesin penggerak perlu segera dihentikan karena tekanan
minyak terlalu rendah dapat menimbulkan kerusakan bantalan. Untuk
menghindarkan tetap berputarnya generator sebagai akibat daya balik yang
merubah generator menjadi motor, maka PMT generator perlu ditripkan.
Begitu pula apabila suhu air pendingin pada mesin PLTD atau PLTU menjadi
terlalu tinggi maka mesin PLTD atau PLTU tersebut perlu segera dihentikan
dan PMT generator harus juga di trip-kan. Trip dari PMT generator karena
tekanan minyak pelumas terlalu rendah, atau karena suhu air pendingin
terlalu tinggi dilakukan oleh relai mekanik.

49
Tek. Elektro UNKRIS

MATERI TAMBAHAN
MATAKULIAH MESIN SINKRON
Analisis Keadaan Mantap
Rangkaian Sistem Tenaga

ii
BAB 3
Mesin Sinkron

Kita telah melihat bahwa pada transformator terjadi alih energi dari
sisi primer ke sisi sekunder. Energi di ke-dua sisi transformator
tersebut sama bentuknya (yaitu energi listrik) akan tetapi mereka
mempunyai peubah sinyal (yaitu tegangan dan arus) yang berbeda
besarnya. Kita katakan bahwa transformator merupakan piranti
konversi energi dari energi elektrik ke energi listrik.
Kita perhatikan pula bahwa peubah-peubah sinyal di sisi sekunder
transformator muncul karena fluksi di inti transformator merupakan
fungsi waktu. Fluksi fungsi waktu ini dibangkitkan oleh arus di sisi
primer, yang juga merupakan fungsi waktu. Fluksi fungsi waktu
dapat pula dibangkitkan dengan cara lain misalnya secara mekanis;
cara inilah yang dilaksanakan pada piranti konversi energi dari
energi mekanis ke energi elektrik atau disebut konversi energi
elektromekanik. Konversi energi elektromekanik ini tidak hanya dari
mekanis ke elektrik tetapi juga dari elektrik ke mekanis, dan
dilandasi oleh dua hukum dasar yang kita kenal yaitu hukum
Faraday dan hukum Ampere. Secara matematis kedua hukum ini
dinyatakan dalam dua persamaan berikut
dλ dφ
e=− = − dan F = K B B i f (θ)
dt dt
Persamaan pertama menunjukkan bagaimana tegangan dibangkitkan
dan persamaan ke-dua menunjukkan bagaimana gaya mekanis
ditimbulkan.
Berikut ini kita akan mempelajari mesin konversi energi yang sangat
luas digunakan di pusat-pusat pembangkit listrik, yang disebut
generator sinkron. Ada dua macam konstruksi yang akan kita lihat
yaitu konstruksi kutub tonjol dan konstruksi rotor silindris.

3-1
3.1. Mesin Kutub Menonjol
Skema konstruksi mesin ini adalah seperti terlihat pada Gb.1.a.
Mesin ini terdiri dari bagian stator yang mendukung belitan-belitan
a1a11 sampai c2c22 pada alur-alurnya, dan bagian rotor yang berputar
yang mendukung kutub-kutub magnit. Belitan pada stator tempat
kita memperoleh energi disebut belitan jangkar. Belitan pada rotor
yang dialiri arus eksitasi untuk menimbullkan medan magnit disebut
belitan eksitasi. Pada gambar ini ada empat kutub magnit. Satu
siklus kutub S-U pada rotor memiliki kisar sudut (yang kita sebut
sudut magnetis atau sudut listrik) 360o. Kisar sudut 360o ini
melingkupi tiga belitan di stator dengan posisi yang bergeser 120o
antara satu dengan lainnya. Misalnya belitan a1a11 dan belitan b1b11
berbeda posisi 120o, belitan b1b11 dan c1c11 berbeda posisi 120o, dan
mereka bertiga berada di bawah satu kisaran kutub S-U. Tiga belitan
yang lain, yaitu a2a22, b2b22, dan c2c22 berada dibawah satu kisaran
kutub S-U yang lain dan mereka juga saling berbeda posisi 120o.
a11 180o mekanis = 360o
b1 c1
c11 S b11 φ
a1 U U a2

b22 S c22
c2 b2 a1 a11 φ φ
a22

a) b) c)
konstruksi kutub tonjol belitan fluksi magnetik
Gb.3.1. Mesin sinkron kutub tonjol
Karena mesin yang tergambar ini merupakan mesin empat kutub
(dua pasang kutub) maka satu perioda siklus mekanik (perputaran
rotor) sama dengan dua perioda siklus magnetik. Jadi hubungan
antara sudut kisaran mekanik dan sudut kisaran magnetik adalah
θ magnetik [derajat ] = 2 × θ mekanik [derajat ]

atau secara umum

3-2 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Sistem Tenaga


p
θ magnetik [derajat ] = × θ mekanik [derajat ] (3.1)
2
dengan p adalah jumlah kutub.
Kecepatan sudut mekanik adalah
dθ mekanik
ω mekanik = = 2π f mekanik (3.2)
dt
Frekuensi mekanik fmekanik adalah jumlah siklus mekanik per detik
yang tidak lain adalah kecepatan perputaran rotor per detik.
Biasanya kecepatan perputaran rotor dinyatakan dengan jumlah
rotasi per menit (rpm). Jadi jika kecepatan perputaran rotor adalah n
n n
rpm, maka jumlah siklus per detik adalah atau f mekanis =
60 60
siklus per detik.
Kecepatan sudut magnetik adalah
dθ magnetik
ω magnetik = = 2π f magnetik (3.3)
dt
Dengan hubungan (3.1) maka (3.3) menjadi
p p p n pn
ω magnetik = ω mekanik = 2π f mekanik = 2π = 2π
2 2 2 60 120
pn
yang berarti f magnetik = siklus per detik (3.4)
120
Perubahan fluksi magnetik akan membangkitkan tegangan induksi
di setiap belitan. Karena fluksi magnetik mempunyai frekuensi
pn
f magnetik = Hz maka tegangan pada belitanpun akan
120
mempunyai frekuensi
pn
f tegangan = Hz (3.5)
120

3-3
Dengan (3.5) ini jelaslah bahwa untuk memperoleh frekuensi
tertentu, kecepatan perputaran rotor harus sesuai dengan jumlah
kutub. Jika diinginkan f = 50 Hz misalnya, untuk p = 2 maka n =
3000 rpm; jika p = 4 maka n = 1500 rpm; jika p = 6 maka n = 1000
rpm, dan seterusnya. Konstruksi mesin dengan kutub menonjol
seperti pada Gb.1. sesuai untuk mesin putaran rendah tetapi tidak
sesuai untuk mesin putaran tinggi karena kendala-kendala mekanis.
Untuk mesin putaran tinggi digunakan rotor dengan konstruksi
silindris.

180o mekanis = 360o magnetik


a11

φs
a1 θ

Gb.3.2. Perhitungan fluksi.

Dengan pergeseran posisi belitan 120o magnetik untuk setiap pasang


kutub, maka kita mendapatkan tegangan sistem tiga fasa untuk
setiap pasang kutub, yaitu ea1 pada belitan a1a11 , eb1 pada b1b11 , dan
ec1 pada c1c11 . Demikian pula kita memperoleh tegangan ea2 , eb2
dan ec2 pada belitan-belitan di bawah pasangan kutub yang lain. Jadi
setiap pasang kutub akan membangkitkan tegangan sistem tiga fasa
pada belitan-belitan yang berada dibawah pengaruhnya. Tegangan
yang sefasa, misalnya ea1 dan ea2 , dapat dijumlahkan untuk
memperoleh tegangan yang lebih tinggi atau diparalelkan untuk
memperoleh arus yang lebih besar.
Tegangan yang terbangkit di belitan pada umumnya diinginkan
berbentuk gelombang sinus v = A cos ωt , dengan pergeseran 120o
untuk belitan fasa-fasa yang lain. Tegangan sebagai fungsi waktu

3-4 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Sistem Tenaga


ini pada transformator dapat langsung diperoleh di belitan sekunder
karena fluksinya merupakan fungsi waktu. Pada mesin sinkron,
fluksi dibangkitkan oleh belitan eksitasi di rotor yang dialiri arus
searah sehingga fluksi tidak merupakan fungsi waktu. Akan tetapi
fluksi yang ditangkap oleh belitan stator harus merupakan fungsi
waktu agar persamaan (3.1) dapat diterapkan untuk memperoleh
tegangan. Fluksi sebagai fungsi waktu diperoleh melalui putaran
rotor. Jika φ adalah fluksi yang dibangkitkan di rotor dan memasuki
celah udara antara rotor dan stator dengan nilai konstan maka,
dengan mengabaikan efek pinggir, laju pertambahan fluksi yang
ditangkap oleh belitan stator adalah
dφ s d θ magnetik
=φ = φ ω magnetik (3.6)
dt dt
pn
Karena ω magnetik = 2π f magnetik = 2π , maka
120
dφ s pn
=φπ (3.7)
dt 60
Dari (3.4) kita peroleh tegangan pada belitan, yaitu
dφ s pn
v = − = − φ π (3.8)
dt 60
Jika φ bernilai konstan, tidaklah berarti (3.8) memberikan suatu t
egangan konstan karena φ bernilai konstan positif untuk setengah
perioda dan bernilai konstan negatif untuk setengah perioda
berikutnya. Maka (3.8) memberikan tegangan bolak-balik yang
tidak sinus. Untuk memperoleh tegangan berbentuk sinus, φ harus
berbentuk sinus juga. Akan tetapi ia tidak dibuat sebagai fungsi
sinus terhadap waktu, akan tetapi sebagai fungsi sinus posisi, yaitu
terhadap θmaknetik . Jadi jika
φ = φ m cos θ maknetik (3.9)

maka laju pertambahan fluksi yang dilingkupi belitan adalah

3-5
dθmagnetik
dφs dφ d
dt
= =
dt dt
( )
φm cos θmagnetik = −φm sin θmagnetik
dt (3.10)
 pn
= −φmωmagnetik sin θmmagnetik = −φm  2π  sin θmagnetik
 120 

sehingga tegangan belitan


dφ pn
e = −  s = π φ m sin θ magnetik
dt 60 (3.11)
= 2π f  φ m sin θ magnetik = ω  φ m sin ωt

Persamaan (3.11) memberikan nilai sesaat dari dari tegangan yang


dibangkitkan di belitan stator. Nilai maksimum dari tegangan ini
adalah
E m = ω φ m Volt (3.12)

dan nilai efektifnya adalah


Em ω φ m 2π f
E rms = = =  φm
2 2 2 (3.13)
= 4,44 f  φ m Volt
Dalam menurunkan formulasi tegangan di atas, kita menggunakan
perhitungan fluksi seperti diperlihatkan pada Gb.2. yang merupakan
penyederhanaan dari konstruksi mesin seperti diperlihatkan pada
Gb.1.a. Di sini ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan yaitu:
1. Belitan terdiri dari hanya satu gulungan, misalnya belitan
a1a11, yang ditempatkan di sepasang alur stator, walaupun
gulungan itu terdiri dari  lilitan. Belitan semacam ini kita
sebut belitan terpusat.
2. Lebar belitan, yaitu kisar sudut antara sisi belitan a1 dan a11
adalah 180o magnetik. Lebar belitan semacam ini kita sebut
kisar penuh.
Dalam praktek lilitan setiap fasa tidak terpusat di satu belitan,
melainkan terdistribusi di beberapa belitan yang menempati
beberapa pasang alur stator. Belitan semacam ini kita sebut belitan
terdistribusi, yang dapat menempati stator sampai 1/3 kisaran penuh

3-6 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Sistem Tenaga


(60o magnetik). Selain dari pada itu, gulungan yang menempati
sepasang alur secara sengaja dibuat tidak mempunyi lebar satu
kisaran penuh; jadi lebarnya tidak 180o akan tetapi hanya 80%
sampai 85% dari kisaran penuh. Pemanfaatan belitan terdistribusi
dan lebar belitan tidak satu kisar penuh dimaksudkan untuk
menekan pengaruh harmonisa yang mungkin ada di kerapatan
fluksi. Sudah barang tentu hal ini akan sedikit mengurangi
komponen fundamental dan pengurangan ini dinyatakan dengan
suatu faktor Kw yang kita sebut faktor belitan. Biasanya Kw
mempunyai nilai antara 0,85 sampai 0,95. Dengan adanya faktor
belitan ini formulasi tegangan (3.13) menjadi
E rms = 4,44 f  K w φ m Volt (3.14)

Pada pengenalan ini kita hanya melihat mesin sinkron kutub tonjol
dalam keadaan tak berbeban; analisis dalam keadaan berbeban akan
kita pelajari lebih lanjut pada pelajaran khusus mengenai mesin-
mesin listrik. Selanjutnya kita akan melihat mesin sinkron rotor
silindris.

COTOH-3.1: Sebuah generator sinkron tiga fasa, 4 kutub, belitan


jangkar terhubung Y, mempunyai 12 alur pada statornya dan
setiap alur berisi 10 konduktor. Fluksi kutub terdistribusi secara
sinus dengan nilai maksimumnya 0,03 Wb. Kecepatan
perputaran rotor 1500 rpm. Carilah frekuensi tegangan jangkar
dan nilai rms tegangan jangkar fasa-netral dan fasa-fasa.
Penyelesaian :
Frekuensi tegangan jangkar adalah
p n 4 ×1500
f = = = 50 Hz
120 120
12
Jumlah alur per kutub adalah = 3 yang berarti setiap pasang
4
kutub terdapat 3 belitan yang membangun sistem tegangan tiga
fasa. Jadi setiap fasa terdiri dari 1 belitan yang berisi 10 lilitan.
Nilai rms tegangan jangkar per fasa per pasang kutub adalah
E ak = 4,44 f  φ m = 4,44 × 50 × 10 × 0,03 = 66,6 V

3-7
Karena ada dua pasang kutub maka tegangan per fasa adalah : 2
× 66,6 = 133 V.
Tegangan fasa-fasa adalah 133 √3 = 230 V.

COTOH-3.2: Soal seperti pada Contoh-3.1. tetapi jumlah alur


pada stator ditingkatkan menjadi 24 alur. Ketentuan yang lain
tetap.
Penyelesaian :
Frekuensi tegangan jangkar tidak tergantung jumlah alur. oleh
karena itu frekuensi tetap 50 Hz.
24
Jumlah alur per kutub adalah = 6 yang berarti setiap
4
pasang kutub terdapat 6 belitan yang membangun sistem
tegangan tiga fasa. Jadi setiap fasa pada satu pasang kutub
terdiri dari 2 belitan yang masing-masing berisi 10 lilitan. Nilai
rms tegangan jangkar untuk setiap belitan adalah
E a1 = 4,44 f  φ m V = 4,44 × 50 ×10 × 0,03 = 66,6 V .

Karena dua belitan tersebut berada pada alur yang berbeda,


maka terdapat beda fasa antara tegangan imbas di keduanya.
Perbedaan sudut mekanis antara dua alur yang berurutan adalah
360 o
= 15 o mekanik. Karena mesin mengandung 4 kutub atau
24
2 pasang kutub, maka 1o mekanik setara dengan 2o listrik. Jadi
selisih sudut fasa antara tegangan di dua belitan adalah 30o
elektrik sehingga tegangan rms per fasa per pasang kutub
adalah jumlah fasor tegangan di dua belitan yang berselisih fasa
30o tersebut.

E ak = 66,6 + 66,6(cos 30 o + j sin 30 o ) = 124,8 + j 33,3

Karena ada 2 pasang kutub maka

E a = 2 × (124,8) 2 + (33,3) 2 = 258 V

Tegangan fasa-fasa adalah 258 √3 = 447 V

3-8 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Sistem Tenaga


COTOH-3.3: Soal seperti pada Contoh-3.1. tetapi jumlah alur
pada stator ditingkatkan menjadi 144 alur, jumlah kutub dibuat
16 (8 pasang), kecepatan perputaran diturunkan menjadi 375
rpm. Ketentuan yang lain tetap.
Penyelesaian :
16 × 375
Frekuensi tegangan jangkar : f = = 50 Hz
120
144
Jumlah alur per kutub = 9 yang berarti terdapat 9 belitan
16
per pasang kutub yang membangun sistem tiga fasa. Jadi tiap
fasa terdapat 3 belitan. Tegangan di tiap belitan adalah
E a1 = 4,44 × 50 × 10 × 0,03 = 66,6 V ; sama dengan tegangan per
belitan pada contoh sebelumnya karena frekuensi, jumlah lilitan
dan fluksi maksimum tidak berubah.
Perbedaan sudut mekanis antara dua alur yang berturutan
360 o
adalah = 2,5 o mekanik. Karena mesin mengandung 16
144
kutub (8 pasang) maka 1o mekanik ekivalen dengan 8o listrik,
sehingga beda fasa tegangan pada belitan-belitan adalah
2,5 × 8 = 20 o listrik. Tegangan per fasa per pasang kutub adalah
jumlah fasor dari tegangan belitan yang masing-masing
berselisih fasa 20o.

E ak = 66,6 + 66,6∠20 o + 66,6∠40 o


(
= 66,6 1 + cos 20 o + cos 40 o + j (sin 20 o + sin 40 o ) )
= 180,2 + j 65,6

Karena ada 8 pasang kutub maka tegangan fasa adalah

E a = 8 × (180,2) 2 + (65,6) 2 = 8 × 191,8 = 1534 V

Tegangan fasa-fasa adalah 1534 √3 = 2657 V

3-9
3.2. Mesin Sinkron Rotor Silindris
Sebagaimana telah disinggung di atas, mesin kutub tonjol sesuai
untuk perputaran rendah. Untuk perputaran tinggi digunakan mesin
rotor silindris yang skemanya diperlihatkan ada Gb.3.3.

b1 U c1

c S b

a1

Gb.4.3. Mesin sinkron rotor silindris.


Rotor mesin ini berbentuk silinder dengan alur-alur untuk
menempatkan belitan eksitasi. Dengan konstruksi ini, reluktansi
magnetik jauh lebih merata dibandingkan dengan mesin kutub
tonjol. Di samping itu kendala mekanis untuk perputaran tinggi
lebih mudah diatasi dibanding dengan mesin kutub tonjol. Belitan
eksitasi pada gambar ini dialiri arus searah sehingga rotor
membentuk sepasang kutub magnet U-S seperti terlihat pada
gambar. Pada stator digambarkan tiga belitan terpusat aa1 , bb1 dan
cc1 masing-masing dengan lebar kisaran penuh agar tidak terlalu
rumit, walaupun dalam kenyataan pada umumnya dijumpai belitan-
belitan terdistribusi dengan lebar lebih kecil dari kisaran penuh.
Karena reluktansi magnetik praktis konstan untuk berbagai posisi
rotor (pada waktu rotor berputar) maka situasi yang kita hadapi
mirip dengan tansformator. Perbedaannya adalah bahwa pada
transformator kita mempunyai fluksi konstan, sedangkan pada mesin
sinkron fluksi tergantung dari arus eksitasi di belitan rotor. Kurva
magnetisasi dari mesin ini dapat kita peroleh melalui uji beban nol.
Pada uji beban nol, mesin diputar pada perputaran sinkron (3000
rpm) dan belitan jangkar terbuka. Kita mengukur tegangan keluaran
pada belitan jangkar sebagai fungsi arus eksitasi (disebut juga arus
medan) pada belitan eksitasi di rotor. Kurva tegangan keluaran

3-10 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Sistem Tenaga


sebagai fungsi arus eksitasi seperti terlihat pada Gb.3.4 disebut
karakteristik beban nol. Bagian yang berbentuk garis lurus pada
kurva itu disebut karakteristik celah udara dan kurva inilah (dengan
ekstra-polasinya) yang akan kita gunakan untuk melakukan analisis
mesin sinkron.
Karakterik lain yang penting adalah karakteritik hubung singkat
yang dapat kita peroleh dari uji hubung singkat. Dalam uji hubung
singkat ini mesin diputar pada kecepatan perputaran sinkron dan
terminal belitan jangkar dihubung singkat (belitan jangkar
terhubung Y). Kita mengukur arus fasa sebagai fungsi dari arus
eksitasi. Kurva yang akan kita peroleh akan terlihat seperti pada
Gb.3.4. Kurva ini berbentuk garis lurus karena untuk mendapatkan
arus beban penuh pada percobaan ini, arus eksitasi yang diperlukan
tidak besar sehingga rangkaian magnetiknya jauh dari keadaan
jenuh. Fluksi magnetik yang dibutuhkan hanya sebatas yang
diperlukan untuk membangkitkan tegangan untuk mengatasi
tegangan jatuh di impedansi belitan jangkar.

12000

11000 beban-nol
celah V=V(If )|I =0
10000 udara
9000 V=kI
Tegangan Fasa-Netral [V]

8000
Arus fasa [A]

7000

6000
hubung singkat
5000
I = I (If ) |V=0
4000

3000

2000
1000

00
00 50 100 150Arus
200 medan
250 300 350 400 450 500
[A]
Gb.3.4. Karakteristik beban-nol dan hubung
singkat.

3-11
Perhatikanlah bahwa karakteristik beban-nol dan hubung singkat
memberikan tegangan maupun arus jangkar sebagai fungsi arus
medan. Sesungguhnya arus medan berperan memberikan mmf
(lilitan ampere) untuk menghasilkan fluksi dan fluksi inilah yang
mengimbaskan tegangan pada belitan jangkar. Jadi dengan
karakteristik ini kita dapat menyatakan pembangkit fluksi tidak
dengan mmf akan tetapi dengan arus medan ekivalennya dan hal
inilah yang akan kita lakukan dalam menggambarkan diagram fasor
yang akan kita pelajari beikut ini.

Diagram Fasor. Reaktansi Sinkron. Kita ingat bahwa pada


transformator besaran-besaran tegangan, arus, dan fluksi, semuanya
merupakan besaran-besaran yang berubah secara sinusoidal terhadap
waktu dengan frekuensi yang sama sehingga tidak terjadi kesulitan
menyatakannya sebagai fasor. Pada mesin sinkron, hanya tegangan
dan arus yang merupakan fungsi sinus terhadap waktu; fluksi rotor,
walaupun ia merupakan fungsi sinus tetapi tidak terhadap waktu
tetapi terhadap posisi sehingga tak dapat ditentukan frekuensinya.
Menurut konsep fasor, kita dapat menyatakan besaran-besaran ke
dalam fasor jika besaran-besaran tersebut berbentuk sinus dan
berfrekuensi sama. Oleh karena itu kita harus mencari cara yang
dapat membuat fluksi rotor dinyatakan sebagai fasor. Hal ini
mungkin dilakukan jika kita tidak melihat fluksi rotor sebagai
dirinya sendiri melainkan melihatnya dari sisi belitan jangkar.
Walaupun fluksi rotor hanya merupakan fungsi posisi, tetapi ia
dibawa berputar oleh rotor dan oleh karena itu belitan jangkar
melihatnya sebagai fluksi yang berubah terhadap waktu. Justru
karena itulah terjadi tegangan imbas pada belitan jangkar sesuai
dengan hukum Faraday. Dan sudah barang tentu frekuensi tegangan
imbas di belitan jangkar sama dengan frekuensi fluksi yang dilihat
oleh belitan jangkar.
Kita misalkan generator dibebani dengan beban induktif sehingga
arus jangkar tertinggal dari tegangan jangkar.

3-12 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Sistem Tenaga


a θ a

U
U

sumbu sumbu
emaks imaks
S S

a1 (a) (b) a1
sumbu
sumbu magnet
magnet
Gb.3.5. Posisi rotor pada saat emaks dan imaks.
Gb.3.5.a. menunjukkan posisi rotor pada saat imbas tegangan di aa1
maksimum. Hal ini dapat kita mengerti karena pada saat itu
kerapatan fluksi magnetik di hadapan sisi belitan a dan a1 adalah
maksimum. Perhatikanlah bahwa pada saat itu fluksi magnetik yang
dilingkupi oleh belitan aa1 adalah minimum. Sementara itu arus di
belitan aa1 belum maksimum karena beban induktif. Pada saat arus
mencapai nilai maksimum posisi rotor telah berubah seperti terlihat
pada Gb.3.5.b.
Karena pada mesin dua kutub sudut mekanis sama dengan sudut
magnetis, maka beda fasa antara tegangan dan arus jangkar sama
dengan pegeseran rotasi rotor, yaitu θ. Arus jangkar memberikan
mmf jangkar yang membangkitkan medan magnetik lawan yang
akan memperlemah fluksi rotor. Karena adanya reaksi jangkar ini
maka arus eksitasi haruslah sedemikian rupa sehingga tegangan
keluaran mesin dipertahankan.

Catatan : Pada mesin rotor silindris mmf jangkar mengalami


reluktansi magnetik yang sama dengan yang dialami oleh mmf rotor.
Hal ini berbeda dengan mesin kutub tonjol yang akan membuat
analisis mesin kutub tonjol memerlukan cara khusus sehingga kita
tidak melakukannya dalam bab pengenalan ini.
Diagram fasor (Gb.6) kita gambarkan dengan ketentuan berikut
1. Diagram fasor dibuat per fasa dengan pembebanan induktif.

3-13
2. Tegangan terminal Va dan arus jangkar I a adalah
nominal.
3. Tegangan imbas digambarkan sebagai tegangan naik; jadi
tegangan imbas tertinggal 90o dari fluksi yang
membangkitkannya.
4. Belitan jangkar mempunyai reaktansi bocor Xl dan resistansi
Ra.
5. Mmf (fluksi) dinyatakan dalam arus ekivalen.
Dengan mengambil tegangan terminal jangkar Va sebagai referensi,
arus jangkar Ia tertinggal dengan sudut θ dari Va (beban induktif).
Tegangan imbas pada jangkar adalah
E a = Va + I a (R a + jX l ) (3.15)

Tegangan imbas E a ini harus dibangkitkan oleh fluksi celah udara


Φa yang dinyatakan dengan arus ekivalen I fa mendahului E a 90o.
Arus jangkar I a memberikan fluksi jangkar Φa yang dinyatakan
dengan arus ekivalen I φa . Jadi fluksi dalam celah udara merupakan
jumlah dari fluksi rotor Φf yang dinyatakan dengan arus ekivalen
I f dan fluksi jangkar. Jadi

I fa = I f + I φa atau I f = I fa − I φa (3.16)

Dengan perkataan lain arus eksitasi rotor I f haruslah cukup untuk


membangkitkan fluksi celah udara untuk membangkitkan E a dan
mengatasi fluksi jangkar agar tegangan terbangkit E a dapat
dipertahankan. Perhatikan Gb.3.6. I f membangkitkan tegangan
E aa 90o di belakang I f dan lebih besar dari E a .

3-14 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Sistem Tenaga


E aa

I f = I fa − I φa

I fa
γ Ea
− I φa
jI a X l
θ Va
I φa Ia I a Ra

Gb.3.6. Diagram fasor mesin sinkron rotor silindris.


Hubungan antara nilai E a dan I fa diperoleh dari karakteristik
celah udara, sedangkan antara nilai I a dan I φa diperoleh dari
karakteristik hubung singkat. Dari karakteristik tersebut, seperti
terlihat pada Gb.3.6., dapat dinyatakan dalam bentuk hubungan
E a = k v I fa dan I a = k i I φa atau I fa = E a / k v

dan I φa = I a / k i (3.17)
dengan kv dan ki adalah konstanta yang diperoleh dari kemiringan
kurva. Dari (3.7) dan Gb.3.6. kita peroleh
E I
I f = I fa − I φa = a ∠(90 o + γ ) + a ∠(180 o − θ)
kv ki
(3.18)
E I
= j a ∠γ − a ∠ − θ
kv ki
Dari (3.18) kita peroleh E aa yaitu
 E I 
E aa = − jk v I f = − jk v  j a ∠γ − a ∠ − θ 
 kv ki  (3.19)
kv kv
= E a ∠γ + j I a ∠ − θ = Ea + j Ia
ki ki

3-15
Suku kedua (3.19) dapat kita tulis sebagai jX φa I a dengan
k
X φa = v (3.20)
ki
yang disebut reaktansi reaksi jangkar karena suku ini timbul akibat
adanya reaksi jangkar. Selanjutnya (3.19) dapat ditulis

E aa = E a + jX φa I a = Va + I a (R a + jX l ) + jX φa I a
(3.21)
= Va + I a (R a + jX a )

dengan X a = X l + X φa yang disebut reaktansi sinkron.

Diagram fasor Gb.3.6. kita gambarkan sekali lagi menjadi Gb.3.7.


untuk memperlihatkan peran reaktansi reaksi jangkar dan reaktansi
sinkron.
E aa

I f = I fa − I φa
j I a X φa
I fa
γ Ea jI a X a
− I φa
jI a X l
θ Va
I φa Ia I a Ra
Gb.3.7. Diagram fasor mesin sinkron rotor silindris;
reaktansi reaksi jangkar (Xφa) dan reaktansi sinkron (Xa).

Perhatikanlah bahwa pengertian reaktansi sinkron kita turunkan


dengan memanfaatkan karakteristik celah udara, yaitu karakteristik
linier dengan menganggap rangkaian magnetik tidak jenuh. Oleh
karena itu reaktansi tersebut biasa disebut reaktansi sinkron tak
jenuh.

3-16 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Sistem Tenaga


3.3. Rangkaian Ekivalen
Dengan pengertian Ia
reaktansi sinkron
dan memperhatikan
Ra jXa +
persamaan (3.21) + Beban
kita dapat − E aa Va

menggambarkan
rangkaian ekivalen
mesin sinkron Gb.3.8. Rangkaian ekivalen mesin sinkron.
dengan beban
seperti terlihat pada Gb.3.8. Perhatikanlah bahwa rangkaian
ekivalen ini adalah rangkaian ekivalen per fasa. Tegangan Va
adalah tegangan fasa-netral dan I a adalah arus fasa.

COTOH-3.11 : Sebuah generator sinkron tiga fasa 10 MVA,


terhubung Y, 50 Hz, Tegangan fasa-fasa 13,8 kV, mempunyai
karakteristik celah udara yang dapat dinyatakan sebagai
E a = 53,78 I f V dan karakteristik hubung singkat
I a = 2,7 I f A (If dalam ampere). Resistansi jangkar per fasa
adalah 0,08 Ω dan reaktansi bocor per fasa 1,9 Ω. Tentukanlah
arus eksitasi (arus medan) yang diperlukan untuk
membangkitkan tegangan terminal nominal jika generator
dibebani dengan beban nominal seimbang pada faktor daya 0,8
lagging.
Penyelesaian :
13800
Tegangan per fasa adalah Va = = 7967,4 V .
3

10 × 10 6
Arus jangkar per fasa : I a = = 418,4 A .
13800 × 3
k v 53,78
Reaktansi reaksi jangkar : X φa = = = 19,92 Ω
ki 2,7

Reaktansi sinkron : X a = X l + X φa = 1,9 + 19,92 = 21,82 Ω

3-17
Dengan mengambil Va sebagai referensi, maka Va = 7967,4
∠0o V dan I a = 418,4∠−36,87, dan tegangan terbangkit :
E aa = Va + I a ( R a + jXa)
= 7967,4∠0 o + 418,4∠ − 36,87(0.08 + j 21.82)
≈ 7967,4∠0 o + 9129,5∠53,13 o = 13445,1 + j 7303,6

E aa = (13445,1) 2 + (7303,6) 2 = 15300 V


Arus eksitasi yang diperlukan adalah
E aa 15300
If = = = 284,5 A
kv 53,78
Daya. Daya per fasa yang diberikan ke beban adalah
P f = Va I a cos θ (3.22)
Pada umumnya pengaruh resistansi jangkar sangat kecil
dibandingkan dengan pengaruh reaktansi sinkron. Dengan
mengabaikan resistansi jangkar maka diagram fasor mesin sinkron
menjadi seperti Gb.3.9.
E aa

jI a X a

δ Va
θ
Ia

Gb.3.9. Diagram fasor mesin sinkron rotor silindris; resistansi


jangkar diabaikan.

3-18 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Sistem Tenaga


Gb.3.9. memperlihatkan bahwa
E aa
Eaa sin δ = I a X a cos θ atau I a cos θ =
sin δ .
Xa
Dengan demikian maka (3.22) dapat ditulis sebagai
V a E aa
Pf = sin δ (3.23)
Xa
Persamaan (3.23) ini memberikan formulasi daya per fasa dan sudut
δ menentukan besarnya daya; oleh karena itu sudut δ disebut sudut
daya (power angle).
Daya Pf merupakan fungsi sinus dari sudut daya δ seperti terlihat
pada Gb.3.10.

P1.1 generator
f

0
-180 -90 0 90 180
δ (o
listrik)
-1.1
motor
Gb.3.10. Daya fungsi sudut daya.

Untuk 0 < δ < 180o daya bernilai positif, mesin beroperasi sebagai
generator yang memberikan daya. (Jangan dikacaukan oleh
konvensi pasif karena dalam menggambarkan diagram fasor untuk
mesin ini kita menggunakan ketentuan tegangan naik dan bukan
tegangan jatuh). Untuk 0 > δ > −180o mesin beroperasi sebagai
motor, mesing menerima daya.
Dalam pengenalan mesin-mesin elektrik ini, pembahasan mengenai
mesin sikron kita cukupkan sampai di sini. Pembahasan lebih lanjut
akan kita peroleh pada pelajaran khusus mengenai mesin-mesin
listrik.

3-19

Anda mungkin juga menyukai