Anda di halaman 1dari 69

BAB I

PENDAHULUAN
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
BAB III

PEMBAHASAN

 Uji Kualitas Mikrobiologis Minuman Teh Poci yang Dijual Pedagang Kaki

Lima di Pasar Raya Padang

Abstrak

Minuman Teh Poci merupakan produk minuman yang berkembang pesat dan banyak

dijual oleh pedagang kaki lima di Padang terutama di Pasar Raya kota Padang. Penjualan Teh

Poci oleh pedagang kaki lima di Pasar Raya tidak mengikuti sistem franchise yang

mempunyai standar kebersihan penyajian menyebabkan proses pembuatan Teh Poci yang

dijual di Pasar Raya tidak terjamin kebersihan penyajianya. Tujuan penelitian ini adalah

menguji kualitas mikrobiologis minuman Teh Poci yang dijual pedagang kaki lima di Pasar

Raya Padang. Minuman yang diperiksa adalah minuman Teh Poci yang dijual di sepanjang

jalan Pasar Raya dengan mengambil 13 sampel.Penelitian dilakukan dari bulan November

2011- September 2012 dengan menggunakan metode Most Probable Number (MPN) yang

terdiri dari tes penduga dan tes konfirmasi.Dari 13 sampel minuman yang diperiksa seluruh

sampel tersebut mengandung bakteri Coliform.Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi

adalah kebersihan penjual minuman dalam menutup kemasan minuman, kurangnya higiene

perseorangan, lokasi penjualan di tengah pasar, es batu yang tidak bersih, dan alat-alat yang

digunakan.Kesimpulan penelitian ini ialah minuman Teh Poci yang dijual di Pasar Raya

Padang tidak memenuhi standar kualitas mikrobiologis air minum yang sudah ditetapkan

pada Peraturan Menteri Kesehatan tahun No. 492 tahun 2010.


Pembahasan

Nilai indeks MPN adalah perkiraan jumlah bakteri Coliform yang ada di dalam 100

ml air. Bakteri Colifrom merupakan flora normal di dalam usus manusia dan binatang yang

tidak menimbulkan penyakit, dan hanya beberapa strain yang bersifat toksik bagi tubuh

seperti enterohemorrhagic E. Coli (EHEC), Enterobacter E. Coli (ETEC), dan

Enteroinvasive E.Coli (EIEC).8 Angka Indeks MPN yang tinggi menunjukkan bahwa

kemungkinan banyak bakteri patogen yang ada di dalam air yang diperiksa.Hasil penelitian

ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor pertama adalah kebersihan penjual

minuman dalam menutup kemasan minuman.Dari 13 sampel hanya empat penjual

menggunakan cup sealer untuk menutup minuman yang dapat menutup rapat udara luar yang

masuk, sedangkan sembilan penjual menggunakan penutup biasa yang mudah terbuka dan

terkontaminasi.Kemasan minuman yang tidak menggunakan cup sealer sangat berpotensi

terkontaminasi oleh mikrooranisme dari udara. Seperti yang terlihat pada tabel 2, empat

sampel minuman yang menggunakan cup sealer No.1 (MPN = 290), No.5 ( MPN = 35 ),

No.9 ( MPN = 52 ), No.10 ( MPN = 150 ) jumlah total Coliform yang ditemukan cukup

rendah dibandingkan sampel lain. Penggunaan cup sealer merupakan bentuk kemasan yang

ideal. Mesin cup sealer berfungsi untuk merekatkan roll plastik ke bibir cup dengan energi

panas, sehingga air yang terdapat dalam cup tidak akan tumpah dan kontaminasi

mikroorganisme dan zat pencemar bisa diminimalisir. Minuman yang menggunakan cup

sealer akan terlihat lebih higienis dan aman untuk dikonsumsi. Usaha kecil dan menengah

serta franchise mengandalkan cup sealer sebagai alat utama dalam membuat kemasan

minuman.

Faktor lain adalah hampir seluruh penyaji atau penjaja minuman Teh Poci tidak

memiliki higiene perseorangan yang baik, hal ini berpengaruh dalam proses pembuatan dan

penyajian minuman. Menurut Djaja, kontaminasi air minum tertinggi yang disajikan ke
masyarakat terdapat pada pedagang kaki lima.4 Alat–alat yang digunakan dalam pemrosesan

dan penyajian minuman Teh Poci juga berpengaruh terhadap kontaminasi. Alat yang

digunakan untuk menghancurkan es seperti batu atau pisau, sendok untuk memasukan es,

wadah dan tutup minuman yang tidak dicuci terlebih dahulu sebelum penyajian berpengaruh

terhadap pencemaran oleh bakteri.Beberapa pedagang memasukkan es batu ke dalam

minuman dengan tangan yang tidak dicuci. Kondisi sekitar pedagang kaki lima menjadi

faktor lain yang mempengaruhi kualitas air yang disajikan pada minuman Teh Poci. Lokasi

pedagang minuman Teh Poci berada di Pasar Raya yang merupakan pasar tradisonal yang

sanitasinya rendah.

Faktor selanjutnya adalah es batu yang dicampurkan ke dalam minuman Teh Poci.

Beberapa hasil penelitian lain menyebutkan konsumsi es batu diketahui menjadi sumber

pembawa penyakit enteric.9 Dalam satu gelas minuman Teh Poci yang disajikan, lebih dari

setengah terdiri dari es batu dan sisanya air Teh Poci. Sesuai dengan penelitian yang

dilakukan di Bogor tentang pemeriksaan kualitas mikrobiologis es batu. Hasil penelitan

tersebut menyatakan bahwa 100% es batu yang dijual oleh pedagang es batu di bogor tidak

memenuhi persyaratan mutu mikrobilogis. Selain itu, sumber es batu yang digunakan pada

pedagang kaki lima di kota Padang juga tidak terjamin kebersihan dalam pembuatanya.

Faktor lain adalah sumber air yang digunakan dalam membuat minuman Teh Poci,

beberapa pedagang menggunakan air yang dimasak sendiri. Suhu pemasakan air berpengaruh

terhadap jumlah bakteri Coliform, sedangkan pedagang lain menggunakan air minum isi

ulang yang masih belum diketahui kualitasnya secara mikrobiologis. Seperti penelitian yang

dikemukakan pada beberapa daerah, beberapa produk air minum isi ulang masih ditemukan

bakteri Coliform.
 PENGARUH PENGGUNAAN BAHAN PENGAWET TERHADAP KUALITAS

MIKROBIOLOGIS KEJU MOZZARELLA YANG DISIMPAN PADA SUHU

REFRIGERATOR

Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bahan pengawet terbaik antara

potassiumsorbat, natrium benzoat, dan kitosan dengan kualitas mikrobiologis keju

Mozzarelladisimpan pada suhu lemari es. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan

bahan pengawetkalium sorbat, natrium benzoat, dan kitosan tidak memberikan efek yang

berbeda secara signifikan(P> 0,05) pada TPC, jumlah cetakan, dan jumlah total ragi

Mozzarellakeju. Waktu penyimpanan keju Mozzarella yang bersarang pada jenis pengawet

tambahan memangtidak memberikan efek yang berbeda secara signifikan (P> 0,05) pada

TPC dan jumlah ragi namunmemberikan efek yang berbeda secara signifikan (P <0,05)

terhadap jumlah cetakan keju Mozzarella.Berdasarkan data penelitian, dapat disimpulkan

bahwa pemanfaatan kalium pengawetsorbat, natrium benzoat, dan kitosan efektif dalam

menekan pertumbuhanmikroorganisme. Kalium sorbat cenderung lebih efektif dalam

menekan pertumbuhanmikroorganisme dalam keju Mozzarella disimpan pada suhu lemari es.

Hasil dan Pembahasan

TPC Keju Mozzarella

Rata-rata TPC keju Mozzarelladengan bahan pengawet berkisar antara yang nyata

terhadap TPC keju Mozzarella,sementara perbedaan waktu penyimpanan

pada kalium sorbat dan natrium benzoate memberikan perbedaan pengaruh yang nyata

terhadap TPC keju Mozzarella. Pada hari pertama didapat nilai TPC yang tinggi, hal ini

disebabkan terdapat mikroorganisme di dalam susu yang tahan terhadap perlakuan selama

proses pembuatan keju seperti pasteurisasi, pengasaman, dan penurunan kadar air, maupun
mikroorganisme yang mengkontaminasi dari luar selama proses pembuatan keju Mozzarella.

Kemudian pada hari ke-7 terjadi penurunan jumlah TPC. Kondisi tersebut menunjukkan

bahwa bahan pengawet berhasil menekan pertumbuhan mikroorganisme. Penurunan

jumlah TPC ini disebabkan mikroorganisme di dalam keju Mozzarella masih memasuki fase

adaptasi. Menurut Fardiaz (1992), pada fase adaptasi belum terjadi pembelahan sel karena

beberapa enzim mungkin belum disintesis. Jumlah sel pada fase ini mungkin tetap, tetapi

kadang-kadang menurun. Lamanya fase ini bervariasi, dapat cepat atau lambat tergantung

dari kecepatan penyesuaian dengan lingkungan di sekitarnya. Jumlah TPC pada hari ke-14

sampai

hari ke-28 kembali meningkat. Hal ini disebabkan efektifitas bahan pengawet yang mulai

menurun, sehingga mikroorganisme yang ada di dalam keju tumbuh lagi.Penurunan

efektifitas bahan pengawet ini dikarenakan mikroorganisme di dalam keju sudah bisa

beradaptasi dengan kondisi lingkungannya, sehingga jumlah sel yang tumbuh lebih banyak

dibandingkan jumlah sel yang mati.

Jumlah Kapang Keju Mozzarella

Rata-rata jumlah kapang keju Mozzarella dengan bahan pengawet (kalium sorbat,

natrium benzoat dan chitosan) berkisar antara 0,0000 log cfu/ml sampai dengan 6,9484 log

cfu/ml. Rata-rata jumlah kapang keju Mozzarella dan hasil Uji Beda Nyata Jujur (BNJ)

pengaruh Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan penggunaan bahan pengawet

tidak memberikan perbedaan pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap jumlah kapang keju

Mozzarella sedangkan
waktu penyimpanan yang tersarang pada perlakuan memberikan perbedaan pengaruh yang

nyata (P<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa waktu penyimpanan memberikan pengaruh yang

berbeda-beda terhadap efektifitas bahan pengawet dalam mengendalikan jumlah kapang.

Hasil uji BNJ 5 % menunjukkan bahwa perlakuan penggunaan bahan pengawet yang berbeda

tidak memberikan perbedaan pengaruh yang nyata terhadap jumlah kapang keju Mozzarella.

Hasil tersebut diduga karena masing-masing bahan pengawet mempunyai efektifitas yang

hampir sama dalam menghambat mikoorganisme yang terdapat dalam keju Mozzarella.

Hasil uji BNJ 5 % menunjukkan bahwa waktu penyimpanan pada masingmasing

bahan pengawet memberikan yang berbeda nyata terhadap jumlah kapang keju Mozzarella

yang disimpan pada suhu refrigerator. Pada awal penyimpanan, jumlah kapang cenderung

menurun, dan kemudian meningkat pada masa simpan yang lebih lama.Penurunan jumlah

kapang pada awal penyimpanan menunjukkan bahwa bahan pengawet berhasil menekan

pertumbuhan kapang. Hal ini disebabkan kapang di dalam keju sedang memasuki fase

adaptasi (lag phase). Menurut Buckle et al. (1992), fase ini merupakan suatu periode di mana

tidak terjadi pembelahan sel. Fase lambat ini dapat terjadi antara beberapa menit sampai

beberapa jam tergantung pada spesies, umur dari sel inokulum, dan lingkungannya. Waktu

pada fase lambat dibutuhkan untuk kegiatan metabolisme dalam rangka persiapan dan

penyesuaian diri dengan kondisi pertumbuhan dalam lingkungan yang baru.Peningkatan

jumlah kapang pada waktu penyimpanan yang lebih lama menunjukkan bahwa efektifitas

bahan pengawet mulai menurun, sehingga kapang yang sudah beradaptasi dengan

lingkungannya dapat tumbuh.Hal ini dikarenakan mikroorganisme di dalam keju sudah mulai

beradaptasi dan memasuki fase log. Setelah beradaptasi terhadap kondisi baru, sel-sel ini

akan tumbuh dan membelah diri secara eksponensial sampai jumlah maksimum yang dapat

dibantu oleh kondisi lingkungan yang dicapai (Buckle et al.,1992).


Jumlah Khamir Keju Mozzarella

Rata-rata jumlah khamir keju Mozzarella dengan bahan pengawet (kalium sorbat,

natrium benzoat, dan chitosan) berkisar antara 3,7068 log cfu/ml sampai dengan 7,3640 log

cfu/ml. Rata-rata jumlah khamir keju Mozzarella dan hasil Uji Beda Nyata Jujur (BNJ).

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan penggunaan bahan pengawet tidak

memberikan perbedaan pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap jumlah khamir keju

Mozzarella. Hal ini menunjukkan bahwa masing-masing bahan pengawet memiliki efektifitas

yang hamper sama dalam mengendalikan pertumbuhan khamir. Waktu penyimpanan yang

tersarang pada perlakuan juga tidak memberikan perbedaan pengaruh yang nyata (P>0,05)

terhadap jumlah khamir keju Mozzarella. Hasil uji BNJ 5 % menunjukkan bahwa perlakuan

penggunaan bahan pengawet yang berbeda tidak memberikan perbedaan pengaruh yang nyata

terhadap jumlah kapang keju Mozzarella. Hasil tersebut diduga karena masing-masing bahan

pengawet mempunyai efektifitas yang hampir sama dalam menghambat mikoorganisme yang

terdapat dalam keju Mozzarella. Hasil uji BNJ 5 % menunjukkan bahwa waktu penyimpanan

pada masingmasing bahan pengawet memberikan perbedaan pengaruh yang nyata terhadap

jumlah khamir keju Mozzarella.Pada awal penyimpanan, jumlah khamir cenderung menurun,

dan kemudian meningkat pada masa simpan yang lebih lama.Penurunan jumlah khamir pada

awal penyimpanan menunjukkan bahwa bahan pengawet berhasil menekan pertumbuhan

khamir.Hal ini disebabkan khamir di dalam keju sedang memasuki fase adaptasi (fase lag).

Peningkatan jumlah khamir pada masa penyimpanan yang lebih lama menunjukkan bahwa

efektifitas bahan pengawet mulai menurun, sehingga khamir yang sudah beradaptasi dengan

kondisi lingkungannya dapat tumbuh. Menurut Gaman dan Sherington (1992), selama fase
lag sel melakukan metabolisme dengan cepat, tetapi aktivitas ini hanya menyebabkan sedikit

kenaikan ukuran sel, bukan untuk peningkatan jumlah sel. Selanjutnya, sel memperbanyak

diri secara cepat untuk beberapa jam atau bahkan beberapa hari, tergantung pada organisme

dan kondisi lingkungannya. Periode terjadinya perbanyakan yang cepat ini

disebut fase log.

 Profil Permeasi In Vitro Gel Mata Kloramfenikol pada Membran Kornea Mata

Kelinci dengan Metode Sel Difusi Franz

Abstrak

Gel mata merupakan pengembangan dari sediaan mata konvensional yang sudah ada,

seperti salepmata dan tetes mata. Tujuan dari penelitian ini yaitu menentukan kualitas sediaan

dan membuat profil permeasi in vitro gel kloramfenikol. Menentukan kualitas sediaan gel

mata kloramfenikol dengan melakukan pengamatan selama 28 hari pada pengujian

organoleptis, pH, Viskositas, kadar kloramfenikol dalam sediaan dan uji sterilitas. Profil

permeasi in vitro gel mata kloramfenikol dilakukan uji sel difusi Franz dengan membran

kornea mata kelinci selama 8 jam. Hasil pengamatan sediaan gel mata kloramfenikol pada

pengujian organoleptis, pH, Viskositas, kadar kloramfenikol dalam sediaan dan uji sterilitas,

menunjukkan hasil yang baik, dan hasil uji difusi gel mata kloramfenikol menunjukkan kadar

terpermeasi sebesar 1,513% selama 8 jam.


Pengujian

 Evaluasi Sediaan Gel Mata Kloramfenikol

1) Pengujian Organoleptis Sediaan

Pengujian organoleptis diamati dariparameter warna, kejernihan dan bau yang

timbul dari sediaan.Pengamatan dilakukan selama 28 hari.

2) Pengujian pH Sediaan

Pengujian nilai pH dilakukan denganalat pHmeter yang dikalibrasi terlebih dahulu

dengan standar pH 7 dan standar pH 4.Sampel sediaan ditimbang sebanyak 1 gram

dan dilarutkan dalam 10 ml aquadest Kemudian dilakukan pengukuran pH.

Pengamatan dilakukan selama 28 hari.

3) Pengujian Viskositas Sediaan

Pengukuran viskositas dilakukan dengan viskometer Rion tipe VT-04F. Spindle

nomor 3 dicelupkan ke dalam 150 ml sediaan gel yang disimpan dalam gelas khusus

dan diamati nilai yang muncul pada layar viskometer. Pengamatan dilakukan selama

28 hari.

4) Pengujian Sterilitas Sediaan

Uji sterilitas diawali dengan pembuatan media uji, yaitu media TrypticaseSoy Broth

(TSB) dan Fluid Thioglycollatemedium (FTM), evaluasi media uji, serta uji sterilitas

dari sediaan gel mata yang telah dibuat.

5) Pengujian Kadar Kloramfenikol Sediaan

Kadar obat ditentukan dengan mengambil 0,2 ml sediaan dan diencerkan dengan

dapar fosfat pH 7,4 sampai volume 20 ml pada labu ukur. Absorbansi kloramfenikol
ditetapkan pada panjang gelombang 280 nm menggunakan spektrofotometer

ultraviolet.

Konsentrasi kloramfenikol diperoleh dengan memasukkan nilai absorbansi pada

persamaan kurva kalibrasi yang telah dibuat sebelumnya (Maheswara, et al.,

2011).Pengamatan dilakukan selama 28 hari.

6) Pengujian Difusi Sediaan

Uji difusi dilakukan secara in vitro dengan metode sel difusi franzmenggunakan

membran ornea mata kelinci diletakkan dalam sel difusi. Sebanyak 1 gram sediaan gel

dituang dalam sel difusi. Aliran dapar fosfat pH 7,4 dalam alat difusi Franz diatur

pompa dengan kecepatan putaran 4 ml/menit. Sampel diambil sebanyak 5 ml dalam

periode waktu tertentu, yaitu 5 menit, 15 menit, 30 menit, 45 menit, 60 menit, 120

menit, 180 menit, dan seterusnya sampai 480 menit. Pengukuran kadar obat dilakukan

dengan spektrofotometer ultraviolet pada panjang gelombang 280 nm (Shahank, et al.,

2012).

 PENGUJIAN POTENSI SEDIAAN INJEKSI KERING AMOKSISILIN-

KLAVULANAT PADA VARIASI WAKTU PENYIMPANAN

Abstrak

Sesuai dengan aturan penyimpanan, sediaan antibiotik seperti halnya injeksi kering

amoksisilin-klavulanat harus disimpan di dalam lemari es dengan suhu 2-8 0C untuk menjaga

stabilitasnya.Namun demikian, terkadang timbul masalah dengan keterbatasan fasilitas untuk

penyimpanan maupun saat distribusi sediaan tersebut. Oleh karena itu, pengujian potensi dan

penetapan kadar injeksi kering Amoksisilin-Klavulanat selama disimpan pada suhu kamar

perlu diobservasi. Pengujian potensi dilakukan dengan teknik difusi agar, sedangkan
pengujian untuk menetapkan kadar dilakukan dengan menggunakan HPLC (High

Performance Liquid Chromatography). Dari hasil penelitian diketahui bahwa potensi sediaan

terhadap Escherichia coli mengalami penurunan sebesar 94,42%, sedangkan terhadap

Staphylococcus aureus mengalami penurunan sebesar 78,33%, begitu juga dengan penurunan

kadar amoksisilin sebesar 1,07% dan kadar klavulanat sebesar 3,25% selama masa

penyimpanan 8 minggu pada suhu kamar.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sebelum dilakukan pengujian, semua alat yang digunakan disterilkan terlebih dahulu

dengan tujuan untuk membunuh mikroorganisme yang terdapat pada alat agar tidak

mengganggu pengujian.Penetapan diameter hambat dilakukan dengan menggunakan bakteri

uji Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.Kedua bakteri tersebut digunakan karena

merupakan bakteri gram positif dan gram negatif yang sering menyebabkan infeksi pada

manusia.Selain itu, kedua bakteri tersebut masih sensitif terhadap amoksisilin-klavulanat.

Sediaan yang diuji disimpan pada lemari pendingin (2-80C) dan suhu kamar

(±250C).Pengujian dilakukan pada minggu ke-0, ke-1, ke-2, ke-3, ke-4, ke-6, dan ke-

8.Pengujian dilakukan untuk mengetahui perbedaan penurunan potensi sediaan injeksi kering

amoksisilin-klavulanat yang disimpan dalam lemari pendingin dan suhu kamar.

Dari hasil dapat diketahui bahwa waktu penyimpanan sangat berpengaruh terhadap potensi

dan kadar sediaan injeksi kering Amoksisilin-klavulanat yang disimpan pada suhu kamar. Hal

ini terlihat dari penurunan potensi dan kadar yang diamati selama 8 minggu.

Sampel yang diuji terhadap Escherichia coli mengalami penurunan potensi sebesar 94,94%

untuk penyimpanan di suhu kamar, sedangkan yang disimpan dalam lemari es mengalami

penurunan potensi 1,41%. Begitu juga dengan pengujian terhadap Staphylococcus aureus,
sampel yang disimpan pada suhu kamar mengalami penurunan potensi sebesar 78,33% dan

0,54% untuk sampel yang disimpan di lemari es.

Dilihat bahwa terjadi penurunan potensi pada kedua jenis bakteri uji, baik yang

disimpan dalam lemari es maupun yang disimpan pada suhu kamar.Namun demikian, terlihat

bahwa potensi amoksisilin-klavulanat terhadap kedua jenis mikroba tersebut menunjukkan

adaya perbedaan.Potensi pada E.coli yang lebih kecil dibanding pada S.aureus dimungkinkan

karena E.coli merupakan bakteri gram negatif yang memiliki kepekaan yang lebih kecil

terhadap golongan penisilin dibanding bakteri gram positif (Alfildiet, 1994).

Persentase penurunan potensi amoksisilin-klavulanat selama 8 minggu pada dua

kondisi tempat penyimpanan yang berbeda ditunjukkan pada Tabel 4.Penurunan potensi pada

sampel injeksi kering amoksisilin-klavulanat ini dimungkinkan karena terjadinya penguraian

amoksisilin-klavulanat akibat pengaruh suhu penyimpanan dalam beberapa periode waktu

tertentu.

1. Penetapan Kadar Sediaan Injeksi Kering Amoksisilin-Klavulanat

Telah dikemukakan bahwa potensi antibiotik dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor,

diantaranya yaitu pH, suhu, stabilitas senyawa tersebut, jumlah bakteri yang ada, lamanya

inkubasi, dan aktivitas metabolisme bakteri. Penetapan kadar sediaan injeksi kering

amoksisilin-klavulanat yang disimpan dalam lemari es dan suhu kamar dilakukan dengan

menggunakan alat HPLC.Kadar amoksisilin dan klavulanat yang dipersyaratkan yaitu

masing-masing antara 95,0% - 107,5% (British Pharmacopea, 2009). Hasil pengamatan

menunjukkan bahwa sediaan yang disimpan di dalam lemari es tidak mengalami

penurunan.Keberagaman hasil dimungkinkan akibat perbedaan keseragaman bobot dari

sampel uji. Walaupun demikian, kadar sediaan injeksi kering Amoksisilin-klavulanat selama

8 minggu masih memenuhi persyaratan. Di sisi lain, sediaan yang disimpan pada suhu kamar
mengalami penurunan dibanding pada minggu ke-0. Di samping itu, kadar senyawa

klavulanat dalam sediaan injeksi Amoksisilin-klavulanat mengalami penurunan lebih besar

dibandingkan senyawa amoksisilin itu sendiri. Hal tersebut dikarenakan sifat senyawa

amoksisilin itu sendiri memang lebih stabil dibandingkan dengan klavulanat yang mudah

terurai pada suhu lebih dari 80C.

2. Analisis Data

Untuk mengetahui adanya perbedaan yang bermakna secara statistic antara penurunan potensi

pada sampel yang diuji terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli, analisis

data dilakukan dengan menggunakan Independent-Sample T test

Data hasil perhitungan statistik pada tingkat signifikansi 95% diketahui sampel yang

disimpan di lemari es memiliki nilai p=0,000 (H0 ditolak), sehingga dapat dinyatakan bahwa

tidak terdapat perbedaan signifikan untuk penurunan potensi sampel yang diuji terhadap

S.aureus maupun terhadap E.coli. Hal ini dipertegas dari hasil perbedaan rata-rata potensi

terhadap kedua bakteri uji yang begitu tipis, yaitu sebesar 1,52571. Dari hasil ini diketahui

bahwa walaupun secara angka potensi berbeda, namun secara statistik tidak ada perbedaan

yang bermakna antara potensi injeksi amoksisilin-klavulanat terhadap S.aureus dan E.coli

pada suhu dingin, sedangkan untuk sampel yang disimpan di suhu kamar menunjukkan nilai

p=0,829 (H0 diterima) sehingga dapat dinyatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan

atau bermakna secara statistik untuk penurunan potensi sampel yang diuji terhadap S.aureus

maupun E.coli. Perbedaan potensi yang signifikan atau bermakna secara statistik ini

dipertegas dengan hasil perbedaan rata-rata potensi kedua bakteri tersebut yang sangat besar,

yaitu 4,54.
 FORMULASI SEDIAAN MASKER GEL ANTIOKSIDAN DARI EKSTRAK

ETANOL BIJI MELINJO

Abstrak

Senyawa antioksidan dapat mengurangi efek buruk radikal bebas terhadap kulit. Biji

melinjo (Gnetum gnemon Linn.) mengandung senyawa antioksidan yang tinggi, seperti

senyawa golongan fenol, vitamin C, dan vitamin E. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui formulasi sediaan mesker gel dari ekstrak etanol biji melinjo (Gnetum gnemon

Linn.) yang tepat sehingga dihasilkan produk masker gel peel off yang efektif, stabil, dan

aman dalam penggunaannya. Pengujian aktivitas antioksidan dilakukan dengan metode

Diphenylhydrazylpicryl (DPPH). Formulasi masker gel dibuat dengan basis Polyvinyl

Alcohol (PVA) dengan konsentrasi 10%. Evaluasi sediaan masker gel meliputi pengamatan

perubahan konsistensi, warna, bau, pH, dan viskositas selama 28 hari pada suhu

penyimpanan yang berbeda, yaitu pada suhu 8oC, 25oC, dan 40oC.Nilai IC50dari ekstrak

etanol biji melinjo (Gnetum gnemon Linn.) adalah sebesar 459,318 μg/mL.Hasil uji sifat fisik

sediaan menunjukkan bahwa semua sediaan masker gel stabil dalam aspek konsistensi,

warna, dan bau.pH masker gel mengalami penurunan, tetapi masih berada pada rentang

persyaratan Ph untuk sediaan topikal. Viskositas masker gel mengalami penurunan, pada

suhu 40oC penurunan viskositas cukup besar. Hasil uji antioksidan dan uji efektivitas

sediaan menunjukkan bahwa sediaan masker gel formula 3 paling efektif dalam

meningkatkan kelembaban dan kehalusan kulit, serta hasil uji iritasi menunjukkan sediaan

masker gel tidak mengiritasi.


Pengujian

 Pengujian Aktivitas Antioksidan Ekstrak

a) Pembuatan Larutan Sampel

Dibuat larutan uji dalam berbagai konsentrasi yaitu 1200 ppm, 1000 ppm, 800 ppm,

600 ppm, dan 400 ppm. Dibuat pula larutan uji vitamin C dengan berbagai

konsentrasi, yaitu 20 ppm, 9 ppm, 8 ppm, 6 ppm, 4 ppm, dan 2 ppm. Larutan uji

vitamin C digunakan sebagai pembanding.

b) Pembuatan Larutan DPPH

Serbuk DPPH ditimbang sebanyak 0,002 g, dilarutkan dalam etanol 95 % sampai 50

mL sehingga didapat larutan 40 ppm. Larutan dijaga pada suhu rendah, terlindung

dari cahaya untuk segera digunakan.

c) Penetapan λ Maksimum DPPH

Larutan DPPH ditambahkan etanol (3:2), dihomogenkan, dan diamati absorbansinya

pada panjang gelombang 400-600 nm. Panjang gelombang maksimum ditandai

dengan serapan yang paling besar.Untuk blanko digunakan etanol.

d) Penetapan Operating Time DPPH dalam Etanol

Larutan DPPH ditambahkan etanol (3:2), dihomogenkan, lalu diamti absorbansinya

pada panjang gelombang maksimum DPPH, dengan interval waktu 5 menit sampai

didapat absorbansi yang stabil yaitu tidak terlihat adanya penurunan absorbansi

sampai waktu 120 menit (2 jam). Blanko yang digunakan etanol.

e) Penetapan Waktu Inkubasi Sampel


Larutan DPPH ditambahkan ke dalam larutan ekstrak uji atau larutan vitamin C (3:2),

dihomogenkan, lalu diamati absorbansinya pada panjang gelombang maksimum

DPPH,dengan interval waktu 5 menit sampai didapat absorbansi yang stabil yaitu

tidak terlihatadanya penurunan absorbansi sampai waktu120 menit (2 jam). Blanko

yang digunakan yaitu larutan ekstrak uji atau larutan vitamin C ditambahkan etanol

(2:3).

f) Pengukuran Absorbansi % Inhibisi Sampel

Larutan DPPH ditambahkan ke dalam larutan uji ekstrak biji melinjo dan vitamin C

(3:2) dalam berbagai konsentrasi pada menit ke-45 setelah pembuatan larutan DPPH,

dihomogenkan, kemudian untuk larutan ekstrak uji diinkubasi selama 35 menit, dan

untuk larutan vitamin C diinkubasi selama 30 menit, kemudian dibaca absorbansinya

pada panjang gelombang maksimumnya. Sebagai blanko digunakan larutan uji

ekstrak biji melinjo atau larutan vitamin C dalam berbagai konsentrasi dan etanol

(2:3). % Inhibisi ekstrak dan vitamin C dihitung dengan rumus: % inhibisi = [ 1 –

(Auji/Akontrol)] x 100 % Dimana: Auji = Serapan rata-rata larutan DPPH dalam

sampel Akontrol = Serapan larutan DPPH dalam etanol % inhibisi = Persentase

kapasitas penghambatan radikal bebas

g) Pengukuran IC50

Harga IC50 dihitung dari kurva regresi linier antara % inhibisi serapan dengan

berbagai konsentrasi ekstrak dan vitamin C (larutan uji).


h) Pembuatan dan pemilihan basis masker gel

Pemilihan basis masker gel yang akan digunakan dalam formulasi didasarkan pada

sifat fisik basis masker gel (pH dan viskositas) selama waktu penyimpanan dan waktu

yang diperlukan oleh masker untuk

mengering.
DAFTAR PUSTAKA

Genta Pradana, Roslaili Rasyid, Edison,2015. Uji Kualitas Mikrobiologis Minuman Teh Poci
yang Dijual Pedagang Kaki Lima di Pasar Raya Padang.Jurnal Kesehatan Andalas.

Marline Abdassah, Fanni Syawli Omandra dan Soraya Ratnawulan Mita.Profil Permeasi In
Vitro Gel Mata Kloramfenikol pada Membran Kornea Mata Kelinci dengan Metode Sel
Difusi Franz. Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Sumedang, Indonesia.

Shanti Septiani, Nasrul Wathoni, Soraya R. Mita. Formulasi Sediaan Masker Gel Antioksidan
Dari Ekstrak EtanolBiji Melinjo (Gnetun Gnemon Linn.). Fakultas Farmasi Universitas
Padjadjaran.

Tini Apriliani, Adang Firmansyah, Sohadi Warya, 2012. Pengujian Potensi Sediaan Injeksi
Kering Amoksisilin-Klavulanat Pada Variasi Waktu Penyimpanan.Indonesian Journal of
Pharmaceutical Science and Technology.Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia,Universitas
Padjajaran, Bandung.

Wildan Yudha Prasety, dan Purwadi, 2011. Pengaruh Penggunaan Bahan Pengawet Terhadap
Kualitas Mikrobiologis Keju Mozzarella Yang Disimpan Pada Suhu Refrigerator.Jurnal Ilmu
dan Teknologi Hasil Ternak.

Anda mungkin juga menyukai