PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
BAB III
PEMBAHASAN
Uji Kualitas Mikrobiologis Minuman Teh Poci yang Dijual Pedagang Kaki
Abstrak
Minuman Teh Poci merupakan produk minuman yang berkembang pesat dan banyak
dijual oleh pedagang kaki lima di Padang terutama di Pasar Raya kota Padang. Penjualan Teh
Poci oleh pedagang kaki lima di Pasar Raya tidak mengikuti sistem franchise yang
mempunyai standar kebersihan penyajian menyebabkan proses pembuatan Teh Poci yang
dijual di Pasar Raya tidak terjamin kebersihan penyajianya. Tujuan penelitian ini adalah
menguji kualitas mikrobiologis minuman Teh Poci yang dijual pedagang kaki lima di Pasar
Raya Padang. Minuman yang diperiksa adalah minuman Teh Poci yang dijual di sepanjang
jalan Pasar Raya dengan mengambil 13 sampel.Penelitian dilakukan dari bulan November
2011- September 2012 dengan menggunakan metode Most Probable Number (MPN) yang
terdiri dari tes penduga dan tes konfirmasi.Dari 13 sampel minuman yang diperiksa seluruh
adalah kebersihan penjual minuman dalam menutup kemasan minuman, kurangnya higiene
perseorangan, lokasi penjualan di tengah pasar, es batu yang tidak bersih, dan alat-alat yang
digunakan.Kesimpulan penelitian ini ialah minuman Teh Poci yang dijual di Pasar Raya
Padang tidak memenuhi standar kualitas mikrobiologis air minum yang sudah ditetapkan
Nilai indeks MPN adalah perkiraan jumlah bakteri Coliform yang ada di dalam 100
ml air. Bakteri Colifrom merupakan flora normal di dalam usus manusia dan binatang yang
tidak menimbulkan penyakit, dan hanya beberapa strain yang bersifat toksik bagi tubuh
Enteroinvasive E.Coli (EIEC).8 Angka Indeks MPN yang tinggi menunjukkan bahwa
kemungkinan banyak bakteri patogen yang ada di dalam air yang diperiksa.Hasil penelitian
ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor pertama adalah kebersihan penjual
menggunakan cup sealer untuk menutup minuman yang dapat menutup rapat udara luar yang
masuk, sedangkan sembilan penjual menggunakan penutup biasa yang mudah terbuka dan
terkontaminasi oleh mikrooranisme dari udara. Seperti yang terlihat pada tabel 2, empat
sampel minuman yang menggunakan cup sealer No.1 (MPN = 290), No.5 ( MPN = 35 ),
No.9 ( MPN = 52 ), No.10 ( MPN = 150 ) jumlah total Coliform yang ditemukan cukup
rendah dibandingkan sampel lain. Penggunaan cup sealer merupakan bentuk kemasan yang
ideal. Mesin cup sealer berfungsi untuk merekatkan roll plastik ke bibir cup dengan energi
panas, sehingga air yang terdapat dalam cup tidak akan tumpah dan kontaminasi
mikroorganisme dan zat pencemar bisa diminimalisir. Minuman yang menggunakan cup
sealer akan terlihat lebih higienis dan aman untuk dikonsumsi. Usaha kecil dan menengah
serta franchise mengandalkan cup sealer sebagai alat utama dalam membuat kemasan
minuman.
Faktor lain adalah hampir seluruh penyaji atau penjaja minuman Teh Poci tidak
memiliki higiene perseorangan yang baik, hal ini berpengaruh dalam proses pembuatan dan
penyajian minuman. Menurut Djaja, kontaminasi air minum tertinggi yang disajikan ke
masyarakat terdapat pada pedagang kaki lima.4 Alat–alat yang digunakan dalam pemrosesan
dan penyajian minuman Teh Poci juga berpengaruh terhadap kontaminasi. Alat yang
digunakan untuk menghancurkan es seperti batu atau pisau, sendok untuk memasukan es,
wadah dan tutup minuman yang tidak dicuci terlebih dahulu sebelum penyajian berpengaruh
minuman dengan tangan yang tidak dicuci. Kondisi sekitar pedagang kaki lima menjadi
faktor lain yang mempengaruhi kualitas air yang disajikan pada minuman Teh Poci. Lokasi
pedagang minuman Teh Poci berada di Pasar Raya yang merupakan pasar tradisonal yang
sanitasinya rendah.
Faktor selanjutnya adalah es batu yang dicampurkan ke dalam minuman Teh Poci.
Beberapa hasil penelitian lain menyebutkan konsumsi es batu diketahui menjadi sumber
pembawa penyakit enteric.9 Dalam satu gelas minuman Teh Poci yang disajikan, lebih dari
setengah terdiri dari es batu dan sisanya air Teh Poci. Sesuai dengan penelitian yang
tersebut menyatakan bahwa 100% es batu yang dijual oleh pedagang es batu di bogor tidak
memenuhi persyaratan mutu mikrobilogis. Selain itu, sumber es batu yang digunakan pada
pedagang kaki lima di kota Padang juga tidak terjamin kebersihan dalam pembuatanya.
Faktor lain adalah sumber air yang digunakan dalam membuat minuman Teh Poci,
beberapa pedagang menggunakan air yang dimasak sendiri. Suhu pemasakan air berpengaruh
terhadap jumlah bakteri Coliform, sedangkan pedagang lain menggunakan air minum isi
ulang yang masih belum diketahui kualitasnya secara mikrobiologis. Seperti penelitian yang
dikemukakan pada beberapa daerah, beberapa produk air minum isi ulang masih ditemukan
bakteri Coliform.
PENGARUH PENGGUNAAN BAHAN PENGAWET TERHADAP KUALITAS
REFRIGERATOR
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bahan pengawet terbaik antara
Mozzarelladisimpan pada suhu lemari es. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan
bahan pengawetkalium sorbat, natrium benzoat, dan kitosan tidak memberikan efek yang
berbeda secara signifikan(P> 0,05) pada TPC, jumlah cetakan, dan jumlah total ragi
Mozzarellakeju. Waktu penyimpanan keju Mozzarella yang bersarang pada jenis pengawet
tambahan memangtidak memberikan efek yang berbeda secara signifikan (P> 0,05) pada
TPC dan jumlah ragi namunmemberikan efek yang berbeda secara signifikan (P <0,05)
bahwa pemanfaatan kalium pengawetsorbat, natrium benzoat, dan kitosan efektif dalam
menekan pertumbuhanmikroorganisme dalam keju Mozzarella disimpan pada suhu lemari es.
Rata-rata TPC keju Mozzarelladengan bahan pengawet berkisar antara yang nyata
pada kalium sorbat dan natrium benzoate memberikan perbedaan pengaruh yang nyata
terhadap TPC keju Mozzarella. Pada hari pertama didapat nilai TPC yang tinggi, hal ini
disebabkan terdapat mikroorganisme di dalam susu yang tahan terhadap perlakuan selama
proses pembuatan keju seperti pasteurisasi, pengasaman, dan penurunan kadar air, maupun
mikroorganisme yang mengkontaminasi dari luar selama proses pembuatan keju Mozzarella.
Kemudian pada hari ke-7 terjadi penurunan jumlah TPC. Kondisi tersebut menunjukkan
jumlah TPC ini disebabkan mikroorganisme di dalam keju Mozzarella masih memasuki fase
adaptasi. Menurut Fardiaz (1992), pada fase adaptasi belum terjadi pembelahan sel karena
beberapa enzim mungkin belum disintesis. Jumlah sel pada fase ini mungkin tetap, tetapi
kadang-kadang menurun. Lamanya fase ini bervariasi, dapat cepat atau lambat tergantung
dari kecepatan penyesuaian dengan lingkungan di sekitarnya. Jumlah TPC pada hari ke-14
sampai
hari ke-28 kembali meningkat. Hal ini disebabkan efektifitas bahan pengawet yang mulai
efektifitas bahan pengawet ini dikarenakan mikroorganisme di dalam keju sudah bisa
beradaptasi dengan kondisi lingkungannya, sehingga jumlah sel yang tumbuh lebih banyak
Rata-rata jumlah kapang keju Mozzarella dengan bahan pengawet (kalium sorbat,
natrium benzoat dan chitosan) berkisar antara 0,0000 log cfu/ml sampai dengan 6,9484 log
cfu/ml. Rata-rata jumlah kapang keju Mozzarella dan hasil Uji Beda Nyata Jujur (BNJ)
pengaruh Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan penggunaan bahan pengawet
tidak memberikan perbedaan pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap jumlah kapang keju
Mozzarella sedangkan
waktu penyimpanan yang tersarang pada perlakuan memberikan perbedaan pengaruh yang
nyata (P<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa waktu penyimpanan memberikan pengaruh yang
Hasil uji BNJ 5 % menunjukkan bahwa perlakuan penggunaan bahan pengawet yang berbeda
tidak memberikan perbedaan pengaruh yang nyata terhadap jumlah kapang keju Mozzarella.
Hasil tersebut diduga karena masing-masing bahan pengawet mempunyai efektifitas yang
hampir sama dalam menghambat mikoorganisme yang terdapat dalam keju Mozzarella.
bahan pengawet memberikan yang berbeda nyata terhadap jumlah kapang keju Mozzarella
yang disimpan pada suhu refrigerator. Pada awal penyimpanan, jumlah kapang cenderung
menurun, dan kemudian meningkat pada masa simpan yang lebih lama.Penurunan jumlah
kapang pada awal penyimpanan menunjukkan bahwa bahan pengawet berhasil menekan
pertumbuhan kapang. Hal ini disebabkan kapang di dalam keju sedang memasuki fase
adaptasi (lag phase). Menurut Buckle et al. (1992), fase ini merupakan suatu periode di mana
tidak terjadi pembelahan sel. Fase lambat ini dapat terjadi antara beberapa menit sampai
beberapa jam tergantung pada spesies, umur dari sel inokulum, dan lingkungannya. Waktu
pada fase lambat dibutuhkan untuk kegiatan metabolisme dalam rangka persiapan dan
jumlah kapang pada waktu penyimpanan yang lebih lama menunjukkan bahwa efektifitas
bahan pengawet mulai menurun, sehingga kapang yang sudah beradaptasi dengan
lingkungannya dapat tumbuh.Hal ini dikarenakan mikroorganisme di dalam keju sudah mulai
beradaptasi dan memasuki fase log. Setelah beradaptasi terhadap kondisi baru, sel-sel ini
akan tumbuh dan membelah diri secara eksponensial sampai jumlah maksimum yang dapat
Rata-rata jumlah khamir keju Mozzarella dengan bahan pengawet (kalium sorbat,
natrium benzoat, dan chitosan) berkisar antara 3,7068 log cfu/ml sampai dengan 7,3640 log
cfu/ml. Rata-rata jumlah khamir keju Mozzarella dan hasil Uji Beda Nyata Jujur (BNJ).
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan penggunaan bahan pengawet tidak
memberikan perbedaan pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap jumlah khamir keju
Mozzarella. Hal ini menunjukkan bahwa masing-masing bahan pengawet memiliki efektifitas
yang hamper sama dalam mengendalikan pertumbuhan khamir. Waktu penyimpanan yang
tersarang pada perlakuan juga tidak memberikan perbedaan pengaruh yang nyata (P>0,05)
terhadap jumlah khamir keju Mozzarella. Hasil uji BNJ 5 % menunjukkan bahwa perlakuan
penggunaan bahan pengawet yang berbeda tidak memberikan perbedaan pengaruh yang nyata
terhadap jumlah kapang keju Mozzarella. Hasil tersebut diduga karena masing-masing bahan
pengawet mempunyai efektifitas yang hampir sama dalam menghambat mikoorganisme yang
terdapat dalam keju Mozzarella. Hasil uji BNJ 5 % menunjukkan bahwa waktu penyimpanan
pada masingmasing bahan pengawet memberikan perbedaan pengaruh yang nyata terhadap
jumlah khamir keju Mozzarella.Pada awal penyimpanan, jumlah khamir cenderung menurun,
dan kemudian meningkat pada masa simpan yang lebih lama.Penurunan jumlah khamir pada
khamir.Hal ini disebabkan khamir di dalam keju sedang memasuki fase adaptasi (fase lag).
Peningkatan jumlah khamir pada masa penyimpanan yang lebih lama menunjukkan bahwa
efektifitas bahan pengawet mulai menurun, sehingga khamir yang sudah beradaptasi dengan
kondisi lingkungannya dapat tumbuh. Menurut Gaman dan Sherington (1992), selama fase
lag sel melakukan metabolisme dengan cepat, tetapi aktivitas ini hanya menyebabkan sedikit
kenaikan ukuran sel, bukan untuk peningkatan jumlah sel. Selanjutnya, sel memperbanyak
diri secara cepat untuk beberapa jam atau bahkan beberapa hari, tergantung pada organisme
Profil Permeasi In Vitro Gel Mata Kloramfenikol pada Membran Kornea Mata
Abstrak
Gel mata merupakan pengembangan dari sediaan mata konvensional yang sudah ada,
seperti salepmata dan tetes mata. Tujuan dari penelitian ini yaitu menentukan kualitas sediaan
dan membuat profil permeasi in vitro gel kloramfenikol. Menentukan kualitas sediaan gel
organoleptis, pH, Viskositas, kadar kloramfenikol dalam sediaan dan uji sterilitas. Profil
permeasi in vitro gel mata kloramfenikol dilakukan uji sel difusi Franz dengan membran
kornea mata kelinci selama 8 jam. Hasil pengamatan sediaan gel mata kloramfenikol pada
pengujian organoleptis, pH, Viskositas, kadar kloramfenikol dalam sediaan dan uji sterilitas,
menunjukkan hasil yang baik, dan hasil uji difusi gel mata kloramfenikol menunjukkan kadar
2) Pengujian pH Sediaan
nomor 3 dicelupkan ke dalam 150 ml sediaan gel yang disimpan dalam gelas khusus
dan diamati nilai yang muncul pada layar viskometer. Pengamatan dilakukan selama
28 hari.
Uji sterilitas diawali dengan pembuatan media uji, yaitu media TrypticaseSoy Broth
(TSB) dan Fluid Thioglycollatemedium (FTM), evaluasi media uji, serta uji sterilitas
Kadar obat ditentukan dengan mengambil 0,2 ml sediaan dan diencerkan dengan
dapar fosfat pH 7,4 sampai volume 20 ml pada labu ukur. Absorbansi kloramfenikol
ditetapkan pada panjang gelombang 280 nm menggunakan spektrofotometer
ultraviolet.
Uji difusi dilakukan secara in vitro dengan metode sel difusi franzmenggunakan
membran ornea mata kelinci diletakkan dalam sel difusi. Sebanyak 1 gram sediaan gel
dituang dalam sel difusi. Aliran dapar fosfat pH 7,4 dalam alat difusi Franz diatur
periode waktu tertentu, yaitu 5 menit, 15 menit, 30 menit, 45 menit, 60 menit, 120
menit, 180 menit, dan seterusnya sampai 480 menit. Pengukuran kadar obat dilakukan
2012).
Abstrak
Sesuai dengan aturan penyimpanan, sediaan antibiotik seperti halnya injeksi kering
amoksisilin-klavulanat harus disimpan di dalam lemari es dengan suhu 2-8 0C untuk menjaga
penyimpanan maupun saat distribusi sediaan tersebut. Oleh karena itu, pengujian potensi dan
penetapan kadar injeksi kering Amoksisilin-Klavulanat selama disimpan pada suhu kamar
perlu diobservasi. Pengujian potensi dilakukan dengan teknik difusi agar, sedangkan
pengujian untuk menetapkan kadar dilakukan dengan menggunakan HPLC (High
Performance Liquid Chromatography). Dari hasil penelitian diketahui bahwa potensi sediaan
Staphylococcus aureus mengalami penurunan sebesar 78,33%, begitu juga dengan penurunan
kadar amoksisilin sebesar 1,07% dan kadar klavulanat sebesar 3,25% selama masa
Sebelum dilakukan pengujian, semua alat yang digunakan disterilkan terlebih dahulu
dengan tujuan untuk membunuh mikroorganisme yang terdapat pada alat agar tidak
uji Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.Kedua bakteri tersebut digunakan karena
merupakan bakteri gram positif dan gram negatif yang sering menyebabkan infeksi pada
Sediaan yang diuji disimpan pada lemari pendingin (2-80C) dan suhu kamar
(±250C).Pengujian dilakukan pada minggu ke-0, ke-1, ke-2, ke-3, ke-4, ke-6, dan ke-
8.Pengujian dilakukan untuk mengetahui perbedaan penurunan potensi sediaan injeksi kering
Dari hasil dapat diketahui bahwa waktu penyimpanan sangat berpengaruh terhadap potensi
dan kadar sediaan injeksi kering Amoksisilin-klavulanat yang disimpan pada suhu kamar. Hal
ini terlihat dari penurunan potensi dan kadar yang diamati selama 8 minggu.
Sampel yang diuji terhadap Escherichia coli mengalami penurunan potensi sebesar 94,94%
untuk penyimpanan di suhu kamar, sedangkan yang disimpan dalam lemari es mengalami
penurunan potensi 1,41%. Begitu juga dengan pengujian terhadap Staphylococcus aureus,
sampel yang disimpan pada suhu kamar mengalami penurunan potensi sebesar 78,33% dan
Dilihat bahwa terjadi penurunan potensi pada kedua jenis bakteri uji, baik yang
disimpan dalam lemari es maupun yang disimpan pada suhu kamar.Namun demikian, terlihat
adaya perbedaan.Potensi pada E.coli yang lebih kecil dibanding pada S.aureus dimungkinkan
karena E.coli merupakan bakteri gram negatif yang memiliki kepekaan yang lebih kecil
kondisi tempat penyimpanan yang berbeda ditunjukkan pada Tabel 4.Penurunan potensi pada
tertentu.
Telah dikemukakan bahwa potensi antibiotik dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya yaitu pH, suhu, stabilitas senyawa tersebut, jumlah bakteri yang ada, lamanya
inkubasi, dan aktivitas metabolisme bakteri. Penetapan kadar sediaan injeksi kering
amoksisilin-klavulanat yang disimpan dalam lemari es dan suhu kamar dilakukan dengan
sampel uji. Walaupun demikian, kadar sediaan injeksi kering Amoksisilin-klavulanat selama
8 minggu masih memenuhi persyaratan. Di sisi lain, sediaan yang disimpan pada suhu kamar
mengalami penurunan dibanding pada minggu ke-0. Di samping itu, kadar senyawa
dibandingkan senyawa amoksisilin itu sendiri. Hal tersebut dikarenakan sifat senyawa
amoksisilin itu sendiri memang lebih stabil dibandingkan dengan klavulanat yang mudah
2. Analisis Data
Untuk mengetahui adanya perbedaan yang bermakna secara statistic antara penurunan potensi
pada sampel yang diuji terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli, analisis
Data hasil perhitungan statistik pada tingkat signifikansi 95% diketahui sampel yang
disimpan di lemari es memiliki nilai p=0,000 (H0 ditolak), sehingga dapat dinyatakan bahwa
tidak terdapat perbedaan signifikan untuk penurunan potensi sampel yang diuji terhadap
S.aureus maupun terhadap E.coli. Hal ini dipertegas dari hasil perbedaan rata-rata potensi
terhadap kedua bakteri uji yang begitu tipis, yaitu sebesar 1,52571. Dari hasil ini diketahui
bahwa walaupun secara angka potensi berbeda, namun secara statistik tidak ada perbedaan
yang bermakna antara potensi injeksi amoksisilin-klavulanat terhadap S.aureus dan E.coli
pada suhu dingin, sedangkan untuk sampel yang disimpan di suhu kamar menunjukkan nilai
p=0,829 (H0 diterima) sehingga dapat dinyatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan
atau bermakna secara statistik untuk penurunan potensi sampel yang diuji terhadap S.aureus
maupun E.coli. Perbedaan potensi yang signifikan atau bermakna secara statistik ini
dipertegas dengan hasil perbedaan rata-rata potensi kedua bakteri tersebut yang sangat besar,
yaitu 4,54.
FORMULASI SEDIAAN MASKER GEL ANTIOKSIDAN DARI EKSTRAK
Abstrak
Senyawa antioksidan dapat mengurangi efek buruk radikal bebas terhadap kulit. Biji
melinjo (Gnetum gnemon Linn.) mengandung senyawa antioksidan yang tinggi, seperti
senyawa golongan fenol, vitamin C, dan vitamin E. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui formulasi sediaan mesker gel dari ekstrak etanol biji melinjo (Gnetum gnemon
Linn.) yang tepat sehingga dihasilkan produk masker gel peel off yang efektif, stabil, dan
Alcohol (PVA) dengan konsentrasi 10%. Evaluasi sediaan masker gel meliputi pengamatan
perubahan konsistensi, warna, bau, pH, dan viskositas selama 28 hari pada suhu
penyimpanan yang berbeda, yaitu pada suhu 8oC, 25oC, dan 40oC.Nilai IC50dari ekstrak
etanol biji melinjo (Gnetum gnemon Linn.) adalah sebesar 459,318 μg/mL.Hasil uji sifat fisik
sediaan menunjukkan bahwa semua sediaan masker gel stabil dalam aspek konsistensi,
warna, dan bau.pH masker gel mengalami penurunan, tetapi masih berada pada rentang
persyaratan Ph untuk sediaan topikal. Viskositas masker gel mengalami penurunan, pada
suhu 40oC penurunan viskositas cukup besar. Hasil uji antioksidan dan uji efektivitas
sediaan menunjukkan bahwa sediaan masker gel formula 3 paling efektif dalam
meningkatkan kelembaban dan kehalusan kulit, serta hasil uji iritasi menunjukkan sediaan
Dibuat larutan uji dalam berbagai konsentrasi yaitu 1200 ppm, 1000 ppm, 800 ppm,
600 ppm, dan 400 ppm. Dibuat pula larutan uji vitamin C dengan berbagai
konsentrasi, yaitu 20 ppm, 9 ppm, 8 ppm, 6 ppm, 4 ppm, dan 2 ppm. Larutan uji
mL sehingga didapat larutan 40 ppm. Larutan dijaga pada suhu rendah, terlindung
pada panjang gelombang maksimum DPPH, dengan interval waktu 5 menit sampai
didapat absorbansi yang stabil yaitu tidak terlihat adanya penurunan absorbansi
DPPH,dengan interval waktu 5 menit sampai didapat absorbansi yang stabil yaitu
yang digunakan yaitu larutan ekstrak uji atau larutan vitamin C ditambahkan etanol
(2:3).
Larutan DPPH ditambahkan ke dalam larutan uji ekstrak biji melinjo dan vitamin C
(3:2) dalam berbagai konsentrasi pada menit ke-45 setelah pembuatan larutan DPPH,
dihomogenkan, kemudian untuk larutan ekstrak uji diinkubasi selama 35 menit, dan
ekstrak biji melinjo atau larutan vitamin C dalam berbagai konsentrasi dan etanol
g) Pengukuran IC50
Harga IC50 dihitung dari kurva regresi linier antara % inhibisi serapan dengan
Pemilihan basis masker gel yang akan digunakan dalam formulasi didasarkan pada
sifat fisik basis masker gel (pH dan viskositas) selama waktu penyimpanan dan waktu
mengering.
DAFTAR PUSTAKA
Genta Pradana, Roslaili Rasyid, Edison,2015. Uji Kualitas Mikrobiologis Minuman Teh Poci
yang Dijual Pedagang Kaki Lima di Pasar Raya Padang.Jurnal Kesehatan Andalas.
Marline Abdassah, Fanni Syawli Omandra dan Soraya Ratnawulan Mita.Profil Permeasi In
Vitro Gel Mata Kloramfenikol pada Membran Kornea Mata Kelinci dengan Metode Sel
Difusi Franz. Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Sumedang, Indonesia.
Shanti Septiani, Nasrul Wathoni, Soraya R. Mita. Formulasi Sediaan Masker Gel Antioksidan
Dari Ekstrak EtanolBiji Melinjo (Gnetun Gnemon Linn.). Fakultas Farmasi Universitas
Padjadjaran.
Tini Apriliani, Adang Firmansyah, Sohadi Warya, 2012. Pengujian Potensi Sediaan Injeksi
Kering Amoksisilin-Klavulanat Pada Variasi Waktu Penyimpanan.Indonesian Journal of
Pharmaceutical Science and Technology.Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia,Universitas
Padjajaran, Bandung.
Wildan Yudha Prasety, dan Purwadi, 2011. Pengaruh Penggunaan Bahan Pengawet Terhadap
Kualitas Mikrobiologis Keju Mozzarella Yang Disimpan Pada Suhu Refrigerator.Jurnal Ilmu
dan Teknologi Hasil Ternak.