Anda di halaman 1dari 7

ANALISA TERBENTUKNYA TEGANGAN SISA DAN DEFORMASI

PADA PENGELASAN PIPA BEDA JENIS MENGGUNAKAN


METODE ELEMEN HINGGA
Moh. Zaed Morna S*, Ir. Budie Santosa, M.T.**
* Mahasiswa Jurusan Teknik Perkapalan
** Staf Pengajar Jurusan Teknik Perkapalan
Jurusan Teknik Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan
Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya
Sukolilo – Surabaya (60111)
Telp. : 085730431341
Email : noc_g@yahoo.com

ABSTRAK
Proses pengelasan sambungan pipa pada industri perkapalan adalah salah satu bagian yang sangat
penting. Pemanasan lokal pada pipa hingga temperatur lebur dan proses pendinginan yang cepat dapat
menghasilkan tegangan sisa akibat adanya distribusi panas yang tidak merata. Tegangan akibat panas lasan
ini dapat menyebabkan deformasi dan akan berpengaruh pada proses pengerjaan selanjutnya. Untuk itu perlu
untuk melakukan pemodelan dengan metode elemen hingga untuk mengetahui perilaku deformasi dan
tegangan sisa yang terjadi pada proses pengelasan pipa.
Pada penelitian ini dilakukan simulasi pengelasan sambungan pipa beda jenis dengan tipe
sambungan butt-joint. Pipa yang digunakan adalah Stainless Steel 304L dan Carbon Steel A36 dengan filler
metal 309L Filler Wire. Simulasi dilakukan dengan menggunakan software ANSYS 11 dengan
membandingkan variasi posisi pemasangan tanggem dan akan dipilih hasil yang paling baik.
Dari simulasi didapatkan hasil yang terbaik terdapat pada variasi pemasangan empat buah tanggem
dengan jarak antar tanggem 900 yang menghasilkan tegangan sisa maksimum pada stainless steel sebesar
210.84 MPa dan pada carbon steel sebesar 33.2 MPa. Sedangkan deformasi total maksimum yang terjadi
pada stainless steel sebesar 2.35 mm dan pada carbon steel sebesar 2.19 mm.

Kata Kunci : pipa beda jenis, stainless steel 304L, carbon steel A36, 309L filler metal, deformasi, tegangan
sisa, pemasangan tanggem.
Pada sistem perpipaan yang bekerja pada
1. PENDAHULUAN temperatur dan tekanan yang tinggi
Penggunaan teknik pengelasan sampai seringkali diperlukan penyambungan pipa-
saat ini memiliki peranan yang sangat pipa yang mempunyai perbedaan material
penting dalam bidang konstruksi. Salah satu propertis dan sifat fisiknya. Sebagai contoh
jenis pengelasan yang dipakai adalah pada kapal yang memiliki boiler, sistem
pengelasan antar pipa yang sering digunakan perpipaan pada boiler kapal tersebut
pada bidang perkapalan, offshore structure, seringkali merupakan penyambungan pipa
konstruksi jembatan, pressure vessel, boiler beda jenis. Perbedaan sifat dari pipa-pipa ini
serta berbagai macam pipa saluran dan sistem akan menyebabkan distribusi tegangan sisa
perpipaan lainnya. hasil pengelasan menjadi tidak merata untuk
Di antara elemen–elemen pipa serta setiap jenis material pipa yang dilas. Adanya
simpul-simpul penyambungan pipa hampir tegangan sisa yang tidak merata ini dapat
semuanya dilakukan dengan pengelasan, menyebabkan distorsi pada hasil lasan yang
maka sudah barang tentu salah satu masalah berpengaruh pada proses pengerjaan
yang sangat penting dan dapat menentukan selanjutnya.
sifat dan kekuatan sambungan las adalah Untuk itulah perlu dilakukan simulasi
adanya tegangan sisa yang terjadi baik elemen hingga (finite element) pada hasil
selama proses lasan ataupun sejak material proses pengelasan pipa beda jenis
diproses / akibat pengerjaan mesin pada menggunakan sambungan tumpul (but-joint)
material tersebut. atau tepatnya pengelasan melingkar/keliling
pipa. Selain itu juga dirasa perlu dilakukan
analisa untuk mengetahui distribusi
tegangan sisa dan distorsi. Simulasi yang halangan dalam yang terjadi karena
akan dilakukan adalah dengan pemanasan dan pendinginan setempat pada
membandingkan variasi posisi pemasangan bagian kontruksi yang bebas dan kedua
tanggem dan akan dipilih hasil yang paling adalah tegangan sisa oleh adanya halangan
baik. luar, yang terjadi karena perubahan bentuk
dan penyusutan dari konstruksi. Tegangan
2. TINJAUAN PUSTAKA sisa dan perubahan bentuk yang terjadi
sangat mempengaruhi sifat dan kekuatan dari
2.1 Termal Las sambungan, karena itu usaha untuk mengatur
Pada proses pengelasan perubahan dan mengurangi tegangan sisa dan perubahan
temperatur pada daerah yang mengalami bentuk harus mendapatkan perhatian utama.
kontak langsung dengan busur las
berlangsung dengan sangat cepat sehingga 2.3 Deformasi Pada Pengelasan
menciptakan perbedaan temperatur dengan Faktor-faktor yang mempengaruhi
daerah di dekatnya. Segera setelah perbedaan deformasi selama pengelasan dapat dibagi
temperatur terjadi panas mulai mengalir ke dua. Yang pertama sangat erat hubungannya
sekitar daerah pengelasan yang mempunyai dengan masukan panas pengelasan antara
temperatur lebih rendah sehingga terjadi lain tegangan listrik, arus listrik, kecepatan
distribusi panas ke daerah sekitar alur las. pengelasan, tebal material, ukuran dan jenis
Distribusi temperatur yang terjadi pada saat elektroda. Faktor yang kedua disebabkan
proses pemanasan maupun pendinginan tidak adanya penahan atau penghalang pada
merata pada seluruh material. Distribusi yang sambungan las antara lain bentuk, ukuran
tidak merata ini terjadi baik dalam hal serta susunan dari batang-batang penahan
tempatnya pada material maupun bila (stopper) dan welding sequence atau urutan
ditinjau dari segi waktu terjadinya. pengelasan.
Ketidakmerataan distribusi temperatur inilah
yang menjadi penyebab timbulnya deformasi 2.4 Metode Elemen Hingga
pada struktur las. Sehingga untuk dapat
Metode elemen hingga merupakan
menyelesaikan berbagai persoalan dari
metode numerik yang digunakan untuk
tegangan dan deformasi hasil pengelasan
menyelesaikan permasalahan dalam bidang
harus diketahui dahulu bagaimana distribusi
rekayasa seperti geometri, pembebanan dan
dari temperatur yang dihasilkan terhadap
sifat-sifat dari material yang sangat rumit.
material las.
Hal ini sulit diselesaikan dengan solusi
analisa matematis. Pendekatan metode
2.2 Tegangan Sisa
element hingga adalah menggunakan
Tegangan yang muncul pada material
informasi-informasi pada titik simpul (node).
selama proses pengerjaan biasa disebut
Dalam proses penentuan titik simpul yang di
tegangan dalam, tegangan sisa atau tegangan
sebut dengan pendeskritan (discretization),
yang terjebak dalam material, proses
suatu sistem di bagi menjadi bagian-bagian
pengerjaan ini bisa berupa proses
yang lebih kecil, kemudian penyelesaian
pemotongan, bending maupun pengelasan.
masalah dilakukan pada bagian-bagian
Tegangan dalam atau tegangan sisa adalah
tersebut dan selanjutnya digabung kembali
tegangan yang bekerja pada material
sehingga diperoleh solusi secara menyeluruh.
meskipun tidak ada gaya luar yang bekerja
pada benda tersebut dan tegangan ini bersifat
3. METODOLOGI PENELITIAN
tetap selama tidak ada proses stress relieving.
Tegangan sisa yang terjadi karena pengelasan 3.1 Data Ukuran Material
ini dibagi dalam 2 kelompok, yaitu : Pertama
adalah tegangan sisa oleh karena adanya
Dimensi pipa yang digunakan untuk • Panjang pipa (LOA) = 350 mm
pemodelan pengelasan pada penelitian ini • Tebal pipa = 8.8 mm
adalah sebagai berikut :
• Diameter luar pipa = 203 mm
A1
• q1 = q e
Af
dimana,
Q = heat input bersih
ή = efisiensi pengelasan
U = voltase
I = kuat arus
Af = luas area pembebanan
b = lebar kampuh
v = kecepatan pengelasan
t = waktu pengelasan per elemen
Gambar 1. Dimensi model pipa Ae = luas penampang elektroda
D = diameter elektroda
3.2 Data Parameter Pengelasan A1 = luas satu elemen
Jenis pengelasan yang digunakan pada p = panjang satu elemen
penelitian ini adalah SMAW (Shielded Metal l = lebar satu elemen
Arc Welding). Data parameter pengelasan q1 = heat flux
yang lebih spesifik adalah sebagai berikut :
dari hasil perhitungan diperoleh besarnya
• Kecepatan pengelasan = 5 mm/detik
heat flux untuk masing-masing layer adalah
• Kuat arus = 180 A
• Layer 1 = 1,59 x 108 Watt/ m2
• Voltage = 24 V
• Layer 2 = 1,51 x 108 Watt/ m2
• Efisiensi pengelasan = 85%
• Layer 3 = 2,03 x 108 Watt/ m2
• Diameter elektroda = 2.6 mm
4.2 Validasi Model
3.3 Simulasi Pengelasan
Pemodelan pada penelitian ini akan
Pada program ANSYS 11.0 simulasi
divalidasi dengan hasil penelitian S. Nadimi.
pengelasan dilakukan dengan dua tahap.
Tujuan dari validasi ini adalah untuk melihat
Tahap pertama adalah pemodelan termal
apakah model dalam penelitian ini sudah
dimana input yang digunakan berhubungan
benar (valid) atau belum, model dikatakan
dengan suhu pengelasan seperti thermal
sudah valid bila hasilnya mendekati hasil dari
properties material dan heat flux. Sedangkan
penelitian S. Nadimi. Ada dua hal yang
tahap kedua adalah pemodelan struktural
digunakan sebagai validasi yaitu kurva hoop
dimana input yang digunakan berhubungan
stress dan kurva axial stress.
dengan mechanical properties material
seperti modulus elastisitas dan poisson’s 200

ratio. 150

100
4. PEMODELAN ANSYS
50
S tress (M P a)

4.1 Perhitungan Heat Flux 0


ANSYS Tugas Akhir
Penelitian S. Nadimi
-0.03 -0.02 -0.01 0 0.01 0.02 0.03

Untuk perhitungan heat flux digunakan -50

beberapa persamaan sebagai berikut : -100

-150
• Q =ήUI

-200
Af = b x v x t Jarak dari Weld Center (m)

1 2
• Ae = πD Gambar 2. Kurva Hoop Stress
4
• A1 = p x l
Q
• qe =
Ae
300
• Variasi 1 (pemasangan tanggem 180º)
200

100
Stress (MPa)

0
-0.03 -0.02 -0.01 0 0.01 0.02 0.03 ANSYS Tugas Akhir
Penelitian S. Nadimi
-100

-200

-300

-400
Jarak dari Weld Center (m)

Gambar 3. Kurva Axial Stress


Dari kedua kurva tersebut terlihat bahwa
hasil dari penelitian memiliki trend yang
sama dengan hasil S. Nadimi, selain itu Gambar 5. Tegangan sisa variasi tanggem
nilainya juga tidak terlalu besar 180º
perbedaannya. Maka dapat disimpulkan
bahwa pemodelan dalam penelitian ini sudah
benar.

4.3 Pemodelan Dengan Variasi Tanggem


Setelah pemodelan dinyatakan benar
(valid) maka pemodelan dilanjutkan dengan
pemberian tanggem (stopper) pada model
dengan variasi posisi pemasangan tanggem.
Variasi yang digunakan adalah posisi
pemasangan tanggem dengan jarak antar
tanggem 180º, 120º, 90º. Kemudian untuk
tiap variasi tersebut didapatkan tegangan sisa
dan deformasi yang terjadi akibat proses
pengelasan. Gambar 6. Deformasi variasi tanggem 180º

• Variasi 2 (pemasangan tanggem 120º)

Gambar 4. Variasi pemasangan tanggem

Gambar 7. Tegangan sisa variasi tanggem


120º
kearah manapun karena tanggem berfungsi
sebagai penegar yang mengikat kedua pipa
agar tidak bergerak ketika dilas. Selain itu
dari gambar-gambar diatas juga terlihat pola
penyebaran deformasi cenderung terjadi pada
daerah yang tidak terpasang tanggem, hal ini
terjadi karena pada waktu pengelasan daerah
tersebut tidak ada yang menahan ketika
terjadi deformasi.

5. ANALISIS HASIL PEMODELAN


ANSYS
Hasil tegangan sisa dan deformasi dari
tiap variasi pemasangan tanggem ditunjukkan
Gambar 8. Deformasi variasi tanggem 120º dalam bentuk tabel sebagai berikut :
• Variasi 3 (pemasangan tanggem 90º) Tabel 1. Deformasi kearah tiap sumbu
Stainless
Variasi Tanggem Steel Carbon Steel
Deformasi UX (+/-) 3.18 mm (+/-) 2.91 mm
o
180 Deformasi UY (+/-) 2.82 mm (+/-) 0.965 mm
Deformasi UZ (+) 3.13 mm (-) 0.212
Deformasi UX (+/-) 2.38 mm (+/-) 2.14 mm
o
120 Deformasi UY (-) 2.62 mm (-) 2.33 mm
Deformasi UZ (+) 2.18 mm (-) 0.29 mm
Deformasi UX (+/-) 1.68 mm (+/-) 1.45 mm
o
90 Deformasi UY (+/-) 1.62 mm (+/-) 1.48 mm
Deformasi UZ (+) 1.77 mm (-) 0.308 mm

Tabel 2. Deformasi Total dan Tegangan sisa


Gambar 9. Tegangan sisa variasi tanggem 90º Stainless Carbon
Variasi Tanggem Steel Steel
o Tegangan Sisa (Max) 260.91 MPa 48.3 MPa
180
Deformasi Total (Max) 3.35 mm 3.08 mm
o Tegangan Sisa (Max) 234.79 MPa 37.5 MPa
120
Deformasi Total (Max) 2,71 mm 2.49 mm
o Tegangan Sisa (Max) 210,84 MPa 33.2 MPa
90
Deformasi Total (Max) 2.35 mm 2.19 mm

Dari tabel di atas terlihat bahwa tegangan


sisa pada carbon steel yang terjadi tiap
variasi tidak melebihi nilai yield strengthnya
yaitu sebesar 369 MPa. Akan tetapi pada
variasi pertama (180o), besarnya tegangan
sisa maksimum yang terjadi ternyata
Gambar 10. Deformasi variasi tanggem 90º melebihi nilai yield strength dari stainless
steel, dimana tegangan sisa yang terjadi
Dari gambar-gambar di atas terlihat sebesar 260,91 MPa dan nilai yield dari
bahwa tegangan sisa yang terjadi pada tiap stainless steel adalah sebesar 246 MPa. Pada
variasi terkonsentrasi pada daerah-daerah variasi kedua dan ketiga (120o dan 90o),
disekitar tanggem, hal ini terjadi karena tegangan sisa yang terjadi tidak melebihi
daerah tersebut diasumsikan tidak bergerak nilai yield strength dari stainless steel.
Selain tegangan sisa, deformasi total Dimana tegangan sisa maksimum yang
maksimum untuk tiap variasi juga terdapat terjadi pada stainless steel sebesar 210,84
pada material stainlesss steel, walaupun MPa dan pada carbon steel sebesar 33,2
perbedaan besarnya tidak terlalu signifikan. MPa. Sedangkan deformasi total yang
Hal ini terjadi karena pada material stainless terjadi pada stainless steel sebesar 2,35
steel daerah yang terdapat tumpuan hanya mm dan pada carbon steel sebesar 2,19
disekitar tanggem, berbeda dengan material mm.
carbon steel dimana selain daerah sekitar
tanggem ujung pipa carbon steel juga diberi
tumpuan sesuai asumsi bahwa waktu
pengelasan posisi pipa ditegakkan dengan
pipa carbon steel berada di bawah. Inilah
yang menyebabkan kenapa pada tiap variasi
deformasi pada stainless steel selalu lebih
besar dibandingkan pada carbon steel, karena
pada stainless steel daerah yang menahan
struktur ketika mengalami perubahan bentuk
(deformasi) lebih sedikit dibandingkan
dengan carbon steel.

6. KESIMPULAN DAN SARAN


Dari hasil pemodelan dan analisis
penelitian ini maka dapat diperoleh beberapa
kesimpulan, yaitu :
1. Bahwa semakin banyak tanggem yang
digunakan maka deformasi yang terjadi
semakin kecil dan tegangan sisa yang
terjadi lebih merata tersebar pada daerah-
daerah yang terpasang tanggem.
2. Dari hasil analisa dan pembahasan dapat
diketahui bahwa pada variasi 1 untuk
pemasangan dua buah tanggem dengan
jarak antar tanggem 1800, hasilnya masih
belum memenuhi karena tegangan sisa
maksimum yang terjadi pada stainless
steel melebihi yield strengthnya, dimana
σmax = 260,91 MPa > σyield = 246 MPa.
3. Pada variasi 2 dan 3 hasilnya memenuhi
karena tegangan sisa maksimum yang
terjadi tidak melebihi yield strength
kedua material baik stainless steel
maupun carbon steel, selain itu
perbedaan deformasi yang terjadi dari
kedua variasi tersebut tidak terlalu besar.
4. Pemilihan posisi pemasangan tanggem
terbaik dipilih berdasarkan tegangan sisa
yang terjadi adalah yang paling kecil
baik pada material stainless steel maupun
carbon steel. Berdasarkan hasil analisa
dipilih variasi 3 sebagai yang terbaik
karena nilai tegangan sisa pada stainless
steel dan carbon steel paling kecil
dibandingkan dengan variasi 1 dan 2.
7. DAFTAR PUSTAKA
Amarna, L. 1988. Pengaruh Residual Stress Pada Pengelasan Pipa. Tugas Akhir. Institut
Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya.
ANSYS 11 Documentation, ANSYS Theory Reference
Bandriyana, B. 2006. Perhitungan Distribusi Tegangan Sisa Dalam Pengelasan
Sambungan T Pada Sistem Pemipaan. Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir. Batan
Dike J.J, Ortega A.R, Cadden C.H. 1998, Finite Element Modelling and Validation of
Residual Stress in 304L Girth Welds. Sandia National Laboratories. Livemore.
Gourd, L.M. 1980. Principles of Welding Technology. Edward Arnold Ltd. London
Mohr, William C , Michaleris, Panagiotis , T.Kirk , Mark 1996. An Improved Treatment of
Residual Stress in Flaw Assesment of Pipes and Pressure Vessels Fabricated from
ferritic Stells. edison Welding Institute. Colombus.
Nadimi, S., Khoushehmehr, R.J., Rohani, B., dan Mostafapour, A. 2008. “Investigation and
Analysis of Weld Induced Residual Stresses in Two Dissimilar Pipes by Finite Element
Modelling”. Journal of Applied Sciences 8, 6:1014-1020.
Pilipenko, A. 2001. Computer simulation of residual stress and distortion of thick plates in
multi-electrode submerged arc welding_their mitigation techniques. Thesis.
Department of Machine Design and Materials Technology Norwegian University of
Science and Technology N-7491 Trondheim. Norway.
Purwanto, S. 2007. Analisa Distorsi, Tegangan Sisa, dan Distribusi Panas Dengan Metode
Elemen Hingga Pada Pengelasan Sambungan Pipa. Tugas Akhir. Institut Teknologi
Sepuluh Nopember. Surabaya..
Rampaul, Hoobasar. 2003. Pipe Welding Procedures. Industrial Press. New York.
Wiryosumarto, H dan Okumura, T 1996. Teknologi Pengelasan Logam. Pradnya Paramita.
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai