BAB 2
KAJIAN PUSTAKA
Berat Volume atau berat isi () merupakan berat tanah per satuan volume, jadi:
( )
= ( )
(2.1)
.
= (2.2)
II-1
Bab II - Kajian Pustaka
( )
Dimana: = ( )
(2.3)
Untuk parameter berat jenis berbagai jenis tanah sebagai pendekatan jika data
lapangan dan data laboratorium tidak ada.
Tabel 2.1 Korelasi Empiris antara Nilai N-SPT dengan Uncofined Compressive
Strength dan Berat Jenis Tanah Jenuh (sat) untuk Tanah Kohesif.
Qu
(Uncofined
N-SPT gsat
Konsistensi Compressive
(Blows/ft) KN/m3
Strength)
tons/ft2
<2 Very Soft < 0.25 16 – 19
2–4 Soft 0.25 – 0.50 16 – 19
4–8 Medium 0.50 – 1.00 17 – 20
8 – 15 Stiff 1.00 – 2.00 19 – 22
15 – 30 Very Stiff 2.00 – 4.00 19 – 22
> 30 Hard > 4.00 19 - 22
(Lambe & Whitman – 1948)
Korelasi untuk menentukan berat jenis tanah () dan berat jenis tanah jenuh (sat)
pada tanah kohesif dan non kohesif dapat dilihat pada tabel 2.2 dan 2.3.
Tabel 2.2 korelasi Berat Jenis Tanah () untuk Tanah Non Kohesif dan Kohesif.
Cohesionless Soil
N 0 - 10 11 - 30 31 – 50 > 50
3
Unit Weight , kN/m 12 - 16 14 - 18 16 - 20 18 - 23
Angle of Friction 25 - 32 28 - 36 30 - 40 > 35
State Loose Medium Dense Very Dense
Cohesive
N <4 4-6 6 - 15 16 - 25 > 25
Unit Weight , kN/m3 14 - 18 16 - 18 16 - 18 16 - 20 > 20
Angle of Friction < 25 20 - 50 30 - 60 40 - 200 > 100
State Very Loose Soft Medium Stiff Hard
(Whiliam T. Whitman, Robert V. – 1962)
II-2
Bab II - Kajian Pustaka
Tabel 2.3 Korelasi Berat Jenis Tanah Jenuh (sat) untuk Tanah Non Kohesif
II-3
Bab II - Kajian Pustaka
3. Hubungan antara Sudut Geser Dalam () dengan nilai SPT setelah
dikoreksi menurut Peck, dkk. (1974) adalah:
II-4
Bab II - Kajian Pustaka
Untuk nilai poisson’s efektif (’) diperoleh dari hubungan jenis, konsistensi tanah
dengan poisson’s ratio (’) seperti dapat dilihat pada Tabel 2.4 dibawah ini:
Dan untuk memperoleh nilai poisson’s ratio efektif (’) yang lebih akurat yang
digunakan dalam perhitungan, penulis merincikan lagi range nilai poisson’s ratio
efektif (’) diatas dalam bentuk hubungan yaitu hubungan range nilai poisson’s
ratio efektif (’), konsistensi tanah dan N-SPT seperti dapat dilihat pada Gambar
2.1 dan Gambar 2.2 dibawah ini:
0 4 10 30
Gambar 2.1. Hubungan Range Nilai Poisson Ratio Efektif (’), Konsistensi
Tanah dengan N-SPT untuk Tanah Lempung
0 10 30 50
Gambar 2.2. Hubungan Range Nilai Poisson Ratio Efektif (’), Konsistensi
Tanah dengan N-SPT untuk Tanah Pasir
II-5
Bab II - Kajian Pustaka
Untuk nilai kohesi efektif (c’) diasumsikan sama dengan nol dan dari percobaan
Triaxial Consolidated Drained (CD) yang lebih dominan adalah Sudut Geser
Dalam dalam Tanah Lempung yaitu (200 – 420) dan untuk mendapatkan nilai yang
diperlukan dalam perhitungan, penulis menjabarkan (200 – 42 0) kedalam 5 (lima)
konsistensi tanah, seperti dapat dilihat pada Gambar 2.3 dibawah ini:
Gambar 2.3. Hubungan Sudut Geser Dalam dengan Konsistensi untuk Tanah
Pasir
Berhubungan dengan data-data tanah yang dibutuhkan pada perhitungan Metode
Elemen Hingga tidak semua data didapat dari hasil penyelidikan tanah yang telah
tersedia, maka dilakukan studi parameter tanah (Wesley, L.D., 1997)
Untuk nilai Modulus Elastisitas Tanah (Es) diperoleh dari hubungan antara jenis
tanah dengan nilai Es, sebagai berikut:
II-6
Bab II - Kajian Pustaka
350 365 380 395 410 425 440 455 470 485 500
0 4 10 30 50 100
Gambar 2.4. Hubungan Konsistensi, N-SPT dan Rincian Konstanta 350 – 500
500 583.35 666.7 750.05 833.4 916.75 1000.1 1083 1166.8 1250.15 1336 1416.75 1500
Very Soft Clay Soft Clay Medium Stiff Clay Stiff Clay Very Stiff Clay Hard Clay
0 2 4 8 15 30 120
′( / ) = 0.80 ∗ (2.14)
II-7
Bab II - Kajian Pustaka
Tabel 2.6 Hubungan antara Kohesi, N-SPT, dan Sudut Geser Dalam pada Tanah
Lempung
N-SPT C
0-2 12,5 -
2-4 12,5 - 25 -
4-8 25 - 50 -
8 - 15 50 - 100 -
15 - 30 100 - 200 -
> 30 > 200 -
(Article Stream Stabilization Project, 2007)
II-8
Bab II - Kajian Pustaka
Tabel 2.7 Hubungan antara D, dan N-SPT dari Pasir (Peck dan Menyerhoff)
Kepadatan Relatif Sudut Geser Dalam
Nilai
−
N-SPT = Menurut Peck Menurut Meyerhoff
−
0-4 Sangat Lepas 0,0 – 0,2 < 28,5 < 30
4 - 10 Lepas 0,2 – 0,4 28,5 - 30 30 - 35
10 - 30 Sedang 0,4 – 0,6 30 - 36 35 - 40
30 - 50 Padat 0,6 – 0,8 36 - 41 40 - 45
> 50 Sangat Padat 0,8 – 1,0 > 41 > 45
(Sumber: Ir. Suyono Sudarsono, 1983 “Mekanika Tanah & Teknik Pondasi”)
Dilatansi ()
Lempung cenderung tidak menunjukkan dilatasi sama sekali atau sama dengan 0.
Dilatansi dari pasir tergantung dari () nya. Untuk pasir kwarsa kurang lebih
II-9
Bab II - Kajian Pustaka
Agar dapat merencanakan konstruksi penahan tanah dengan benar, maka kita
perlu mengetahui gaya horizontal yang bekerja antara konstruksi penahan tanah
dan massa tanah yang ditahan.
2.2.1 Tekanan Tanah dalam Keadaan Diam (At Rest)
Bila suatu konstruksi dinding penahan tanah dalam keadaan diam, yaitu bila
dinding tidak bergerak ke salah satu arah baik ke kanan maupun ke kiri dari posisi
awal, maka massa tanah akan berada dalam keadaan keseimbangan elastik (elastic
equilibrium). Rasio tekanan arah horizontal dan tekanan arah vertikal dinamakan
“koefisien tekanan tanah dalam keadaan diam (coefficient of earth pressure at
rest), Ko”, atau
=
(2.15)
II-10
Bab II - Kajian Pustaka
Untuk tanah lempung yang terkonsolidasi normal, persamaan empiris yang lain
untuk K0 telah diperkenalkan oleh Alpan (1967):
= 0,19 + 0,223 log ( ) (2.19)
Dengan : PI = Indeks Plastis
II-11
Bab II - Kajian Pustaka
Tujuan dari percobaan Standard Penetration Test (SPT) ini adalah untuk
menentukan kepadatan relatif lapisan tanah dari pengambilan contoh tanah
dengan tabung sehingga jenis tanah dan ketebalan tiap-tiap lapisan kedalaman
tanah dan untuk memperoleh data yang kualitatif pada perlawanan penetrasi tanah
serta menetapkan kepadatan tanah dari tanah yang tidak berkohesi yang biasa sulit
diambil sampelnya. Percobaan Standard Penetration Test (SPT) ini dilakukan
dengan cara sebagai berikut:
1. Siapkan peralatan SPT yang dipergunakan seperti: mesin bor, batang bor,
split spoon sampler, hammer dan lain-lain;
2. Letakkan dengan baik penyanggah (tripod), tempat bergantungnya beban
penumbuk;
II-12
Bab II - Kajian Pustaka
II-13
Bab II - Kajian Pustaka
2.4 Dewatering
Dewatering adalah proses penurunan muka air tanah selama konstruksi
berlangsung, selain itu juga diperuntukkan pencegahan kelongsoran akibat adanya
aliran tanah pada galian atau bisa dipaparkan sebagai proses pemisahan antara
cairan dengan padatan (http://matakuliahteknik.blogspot.com). Tingginya
permukaan air tanah sering menjadi penyebab terganggunya pekerjaan penggalian
tanah. Untuk menjaga lingkungan pekerjaan penggalian tanah bebas dari
genangan air, maka diperlukan penanganan aliran air tanah di sekitar galian. Hal-
hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan pemilihan metode perlakuan
terhadap aliran air tanah pada pekerjaan penggalian tanah yaitu:
1. Jenis tanah.
2. Tinggi permukaan air tanah.
3. Kedalaman dan bentuk galian.
Beberapa metode penanganan aliran air tanah yang sering digunakan antara lain:
penggunaan pompa untuk memindahkan genangan air di sekitar pekerjaan
penggalian, penginjeksian material tertentu untuk menutup pori-pori tanah serta
penggunaan tekanan udara. Berikut ini adalah grafik penentuan metode
dewatering sesuai dengan ukuran partikel tanah.
Pada saat ini penggunaan berbagai macam tipe dinding penahan tanah
berkembang dengan sangat pesat, baik itu di Indonesia khususnya maupun di
dunia secara umum. Serta seiring dengan menyempitnya lahan di perkotaan, maka
II-14
Bab II - Kajian Pustaka
Pelaksanaan pembuatan Basement yang makin dalam ini sudah tidak mungkin
menggunakan metode konvensional yaitu open cut system, untuk mengatasi hal
tersebut terdapat beberapa metoda :
Sheet Piles
H-Piles with Lagging
Contiguous Bored Piles
Diaphragm Wall
Secant Pile Wall
2.5.1. Sheet Piles
Gambar 2.9. Susunan (kiri) dan Hasil Pemancangan Sheet Pile (kanan)
H-Piles with Lagging hampir sama dengan sheet piles yaitu sangat cepat dalam
pemancangan H-Piles, sedangkan lagging dipasang mengikuti kecepatan galian.
II-15
Bab II - Kajian Pustaka
Material H-Piles dapat dicabut kembali. Kendala yang dihadapi yaitu tidak dapat
menembus lapisan tanah keras dan permeable hanya baik bila muka air tanah
dibawah level galian atau dilaksanakan pekerjaan dewatering. Berikut adalah
contohnya :
Gambar 2.10. Hasil Pelaksanaan (kiri) dan Tampilan Potongan dari H-Piles with
Lagging (kanan)
2.5.3. Contiguous Bored Piles
Contiguous bored piles merupakan barisan tiang bor dengan jarak as ke as lebih
besar dari diameter tiang dan hanya baik untuk lapisan lempung. Kendala yang
dihadapi adalah bila muka air tanah lebih tinggi dibanding dengan level galian
atau dilaksanakan pekerjaan dewatering. Pelaksanaan bored pile ini relatif cukup
lama. Berikut adalah contohnya :
II-16
Bab II - Kajian Pustaka
diaphragm wall ini memakan waktu cukup lama. Dapat digunakan untuk
penggalian yang dalam, dibutuhkannya bracing, angker ataupun menggunakan
metode top down dalam pelaksanaannya. Berikut adalah contohnya :
Gambar 2.12. Urutan Pekerjaan Diaphragm Wall (kiri) dan Hasil Konstruksinya
(kanan)
Secant Pile merupakan barisan tiang bor yang saling memotong, (Tomlinson,
1977) sehingga jarak as ke as-nya lebih kecil dari diameter tiang (+ 100 mm),
dimana tiang yang terpotong tidak menggunakan tulangan (primary pile) dan yang
memotong menggunakan tulangan (secondary pile) guna menahan momen/gaya
geser. Pembuatannya dilaksanakan dengan full casing dan tidak membutuhkan
lumpur bentonite. Sama dengan diaphragm wall yaitu dapat digunakan untuk
penggalian yang dalam, dibutuhkannya bracing, angker ataupun menggunakan
metode top down dalam pelaksanaannya. Berikut adalah contohnya :
Gambar 2.13. Tampak atas dari Secant Pile (kiri) dan Susunannya (kanan)
II-17
Bab II - Kajian Pustaka
Guide wall ini terdiri dari 2 balok beton yang berukuran (500 x 600) mm yang
diletakkan di kiri dan kanan as dinding dengan bagian tengah diperuntukkan tiang
sedemikian rupa saling memotong dengan diameter lubang ditambah + 10 mm
agar alat bor mudah masuk.
Tiang primer merupakan tiang yang harus dibor lebih dahulu dan dilaksanakan
seperti pembuatan tiang bor pada umunya. Perbedaannya pembuatan tiang bor ini
II-18
Bab II - Kajian Pustaka
menggunakan double wall casing sementara, pada double wall casing mempunyai
sistem penyambung sedemikian rupa dengan menggunakan baut/mur khusus
(Gambar 2.15) sehingga kedap air.
Dengan sistem sambungan baut/mur pekerjaan akan lebih cepat bila dibandingkan
dengan sistem las. Double wall casing tersedia dalam berbagai macam ukuran
diameter yaitu (620, 750, 880, 1000, 1200, 1320, 1500, 1800, 2000, 2200 dan
2500) mm.
II-19
Bab II - Kajian Pustaka
Tiang sekunder ini dibor diantara 2 buah tiang primer setelah mengeras + 24 jam
kemudian dengan metoda kerja seperti pembuatan tiang primer, yaitu
menggunakan double wall casing sementara. Pada kondisi ini pengeboran cukup
sulit dan dalam kondisi kritis karena harus memotong beton, sehingga diperlukan
teknik pengeboran khusus dan juga dibutuhkan kekuatan mesin bor yang dapat
memotong beton.
Sebagai alternatif yang lebih baik, maka para ilmuwan mulai mengembangkan
berbagai metode numerik yang merupakan suatu metode pendekatan terhadap
solusi eksak seteliti mungkin. Metode numerik adalah suatu rekayasa metematika
yang mentransformasikan ekspresimekanika kontinyu (bentuk kalkulus ddan
II-20
Bab II - Kajian Pustaka
Program elemen hingga yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah
program PLAXIS.
PLAXIS v8.2 adalah program elemen hingga yang telah dikembangkan secara
spesifik untuk analisa deformasi dan penurunan bidang geoteknik. Untuk setiap
kasus yang akan di analisa dibuat model geometri terlebih dahulu. Model
geometri adalah model dua dimensi dari masalah tiga dimensi yang nyata di
lapangan.
II-21
Bab II - Kajian Pustaka
Analisa keseimbangan dalam sistim diskrit secara umum dapat ditulis dalam
bentuk matriks: {F} = [K] {U}
Dimana K adalah matriks kekakuan, U adalah variabel yang tidak diketahui yaitu
peralihan nodal, dan F adalah variabel yang diketahui yaitu vektor pembebanan
nodal. K sebagai matriks yang mengkarakterisasikan sistem pada pemodelan
masalah geoteknik dapat berupa parameter Modulus Young (E), kohesi (c), sudut
geser (), angka poisson () dan parameter-parameter lainnya disesuaikan dengan
model yang disesuaikan.
Parameter model yang dapat digunakan adalah plane strain dan axisimetri. Plane
strain digunakan untuk geometri dengan potongan melintang tanah yang seragam
dan kondis skema pembebanan yang disamakan untuk arah tegak lurus terhadap
potongan melintang (sumbu z). Displacement dan tegangan arah sumbu z
diasumsikan bernilai nol. Model axisimetri digunakan untuk struktur sirkular
dengan potongan seragam yang radial dimana deformasi dan tegangan
diasumsikan sama di semua arah radial. Perlu diingat bahwa pada pemodelan
II-22
Bab II - Kajian Pustaka
Tanah dimodelkan sebagai elemen triangular dua dimensi dengan memiliki hanya
dua derajat kebebasan per nodal. Setiap elemen tanah didefinisikan oleh 15 buah
nodal geometri. Dipilih 15 nodal untuk setiap elemen agar memperoleh
perhitungan yang lebih akurat meskipun akan menjadi lebih rumit. Error yang
terjadi karena perbatasan struktur yang merupakan garis lengkung dapat dikurangi
dengan mengurangi ukuran elemen-elemen.
Titik
Titik menunjukan awal dan akhir garis. Titik juga digunakan untuk
menempatkan angkur, gaya dan lainnya.
Garis
Garis digunakan untuk menyatakan ikatan geometri, model dan
diskontinuitas pada geometri seperti dinding, pelat dan lainnya. Garis bisa
mempunyai beberapa fungsi dan material yang berbeda.
Cluster
Cluster adalah luasan area tertutup yang dibatasi penuh oleh garis. Dalam
satu cluster hanya terdapat satu material sehingga homogeny. Cluster dapat
diaplikasikan sebagai lapisan tanah.
Proses simulasi pada program PLAXIS terdiri dari tiga tahap yaitu input data,
perhitungan dan output. Masing-masing dari tahapan tersebut akan dijelaskan
sebagai berikut.
II-23
Bab II - Kajian Pustaka
Selain itu juga terdapat beberapa input lainnya yang akan penulis gunakan dalam
penggunaan PLAXIS v8.2, terutama terkait dengan perhitungan dinamis, yakni:
1. Getaran sumber-tunggal
Permasalahan getaran sumber-tunggal umumnya dimodelkan dengan
menggunakan model axisimetri, tidak seperti analisis deformasi statis yang
umumnya menggunakan model plane-strain. Penyebabnya antara lain
karena gelombang pada axisimetri akan menyebar dalam pola yang serupa
dengan penyebaran gelombang pada sistem tiga dimensi. Dalam sistem ini,
penyebaran energi akan menyebabkan atenuasi gelombang terhadap jarak.
Efek ini dapat dikaitkan sebagai redaman geometri, yang secara definisi
telah diikutsertakan dalam model axisimetri. Dalam permasalahan getaran
sumber-tunggal, redaman geometri umumnya memberikan konstribusi
paling penting terhadap redaman dari sistem. Oleh karena itu, untuk
permasalahan getaran sumber-tunggal, perlu menggunakan model
axisimetri.
2. Percepatan gravitasi
Secara langsung percepatan gravitasi bumi (g) diatur sebesar 9,8 m/s2.
Nilai ini digunakan untuk menghitung kepadatan material () kg/m2 dan
berat isi () dimana ( = / g).
3. Satuan
Dalam analisis dinamik, satuan waktu umumnya diatur ke detik. Interval
waktu dalam analisis dinamik selalu merupakan waktu dinamis dan
PLAXIS selalu menggunakan detik sebagai satuan dari waktu dinamis
tersebut.
II-24
Bab II - Kajian Pustaka
6. Parameter model
Analisis dinamik secara prinsip tidak memerlukan parameter model
tambahan. Walaupun demikian, parameter alternatif dan/atau parameter
tambahan dapat digunakan untuk menentukan kecepatan gelombang dan
untuk mengikutsertakan redaman material.
II-25
Bab II - Kajian Pustaka
II-26
Bab II - Kajian Pustaka
dalam matriks massa dan kekakuan dalam sistem Alpha Rayleigh adalah
parameter yang menentukan pengaruh dari massa terhadap redaman dari
sistem. Semakin tinggi nilai Alpha, semakin banyak frekuensi rendah
yang teredam. Beta Rayleigh adalah parameter yang menentukan pengaruh
dari kekakuan terhadap redaman dari sistem. Semakin tinggi nilai beta,
semakin banyak frekuensi tinggi yang teredam.
II-27
Bab II - Kajian Pustaka
2.8.1 Pendahuluan
Metode Elemen Hingga untuk geoteknik berbeda dengan yang lain, pada program
tertentu jenis elemennya dipisahkan antara elemen linier untuk respon tekanan air
pori dan kwadratic untuk respon tegangan-regangan pada butiran tanah dan ada
juga yang menyamakannya.
Karena pada beton yang menerima respon adalah beton itu sendiri, pada baja yang
menerima respon adalah beton itu sendiri. Sedangkan pada tanah adalah bagian
yang padat (butiran tanah) ditambah air.
Jadi terdapat two face media pada tanah yaitu butiran tanah dan air. Pada program
tertentu jenis elemennya dipisahkan antara elemen linier untuk respon tekanan air
II-28
Bab II - Kajian Pustaka
pori dan kwadratic untuk respon tegangan-regangan pada butiran tanah dan ada
juga yang menyamakannya.
Kalau tidak menggunakan elemen ini, maka akan terjadi slip antara struktur
(elemen dengan kekakuan yang besar) dengan tanah (elemen dengan kekakuan
yang kecil) yang menghasilkan bentuk deformasi yang tidak sama antara struktur
dan tanah.
II-29
Bab II - Kajian Pustaka
Tujuannya adalah untuk menemukan distribusi akibat ini sering disebut dengan
perpindahan atau deformasi. Dilakukan dengan menggunakan konsep diskritisasi,
dengan cara membagi-bagi benda atas bagian yang kecil yang dinamakan elemen-
elemen hingga.
Sifat distribusi akibat yang ditimbulkan (deformasi) dalam suatu benda tergantung
pada karakteristik sistem gaya yang bekerja dari benda itu sendiri.
1. Pemilihan type element/discritization.
2. Pemilihan fungsi perpindahan.
3. Definisi hubungan regangan/perpindahan dengan tegangan/regangan pada
titik nodal.
4. Penurunan element stiffness matrik dan persamaannya.
5. Assembling elemen dari lokal koordinat sistem ke global koordinat sistem
(Direct Stiffness Method).
6. Hitung parameter yang tidak diketahui (perpindahan titik nodal).
7. Hitung parameter lainnya yang tidak diketahui seperti regangan dan gaya-
gaya yang terjadi pada elemen.
Pembagian benda yang akan dianalisa menjadi sejumlah benda kecil yang
dinamakan elemen hingga, yaitu:
Titik nodal
Garis simpul
Continuum
II-30
Bab II - Kajian Pustaka
II-31
Bab II - Kajian Pustaka
Penentuan angka poisson cuku sederhana jika model elastis atau model -
Mohr-Coulumb digunakan untuk pembebanan gravitasi (dengan
meningkatkan Mweight dari 0 ke 1 pada perhitungan plastis). Untuk
pembebanan seperti PLAXIS harus memberikan rasio yang realisitis dari:
= (2.28)
Karena kedua model tersebut akan menghasilkan nilai rasio yang dikenal
luas yaitu:
II-32
Bab II - Kajian Pustaka
= (2.29)
Untuk kompresi satu dimensi, maka dengan mudah dapat dipilih angka
poisson yang menghasilkan nilai K0 yang realistis dapat dengan mudah
dilakukan.
Karena itu nilai () dievaluasi dengan mencocokkan nilai K0. Dalam
banyak kasus akan diperoleh nilai () yang berkisar antara 0,3 dan 0,4.
umumnya, nilai tersebut tidak hanya digunakan pada kompresi satu
dimensi, tetapi juga dapat digunakan untuk kondisi pembebanan lainnya.
Namun untuk kasus pengurangan beban, lebih umum untuk menggunakan
nilai antara 0.15 dan 0,25.
Karena itu, sudut geser yang tinggi sebaiknya dihindari saat melakukan
perhitungan awal untuk suatu proyek tertentu. Sudut geser akan
menentukan kuat geser dengan menggunakan lingkaran tegangan Mohr.
d. Kohesi (c)
Kekuatan berupa kohesi mempunyai dimensi tegangan. PLAXIS dapat
menangani pasir non-kohesif (c = 0), tetapi beberapa pilihan tidak akan
berjalan dengan baik. Untuk menghindari hal ini, pengguna yang belum
II-33
Bab II - Kajian Pustaka
e. Dilatansi ()
Sudut dilatansi, (psi) dinyatakan dalam derajat. Selain tanah lempung
yang terkonsolidasi sangat berlebih, tanah lempung cenderung tidak
menunjukkan dilatansi sama sekali (yaitu = 0). Dilatansi dari tanah pasir
bergantung pada kepadatan serta sudut gesernya. Untuk pasir kwarsa
besarnya dilatansi kurang-lebih adalah = - 30. Walaupun demikian,
dalam kebanyakan kasus sudut dilatansi adalah nol untuk nilai < 30 0.
Nilai negatif yang kecil untuk hanya realistis untuk tanah pasir yang
sangat lepas.
II-34
Bab II - Kajian Pustaka
II-35
Bab II - Kajian Pustaka
II-36