Anda di halaman 1dari 33

ANALISIS KANDUNGAN ZAT PEWARNA METANIL YELLOW PADA

BEBERAPA PRODUK TAHU KUNING YANG BEREDAR DI WILAYAH GARUT


DENGAN METODE KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS DAN SPEKTROFOTOMETRI
VISIBLE

Novriyanti Lubis

Abstrak

Analisis metanil yellow pada tahu kuning telah dilakukan secara kualitatif
dan kuantitatif dengan menggunakan KLT dan spektrofotometri UV-Vis.
Analisis kualitatif menggunakan metode KLT, adanya metanil yellow dalam
tahu kuning dievaluasi dengan menggunakan harga Rf yang mendekati atau
setara dengan Rf larutan metanil yellow standar. Analisis kuantitatif
dilakukan dengan mengukur kadar metanil yellow pada tahu kuning dengan
metode Spektrofotometri UV-Vis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 5
dari 35 sampel yang diuji positif mengandung metanil yellow. Sedangkan
pada penetapan kadar sampel dengan metode Spektrofotometri UV-Vis
didapatkan hasil sebagai berikut: kadar sampel nomor 21 dengan
konsentrasi sebesar 2591,3 ppm/30gr sampel, sampel 23 sebesar 1039,62
ppm/30gr sampel, sampel 25 sebesar 2357,87 ppm/30gr sampel, sampel
26 sebesar 1002 ppm/30gr sampel dan sampel 32 sebesar 3235,47
ppm/30gr sampel.

Kata kunci :Metanil Yellow, TahuKuning, KLT, Spektrofotometri UV-Vis.

1. Pendahuluan

Warna merupakan salah satu sifat yang sangat penting dari makanan, disamping
juga nilai gizi, cita rasa, atau tekstur yang baik. Oleh karena itu, warna
menimbulkan banyak pengaruh terhadap konsumen dalam memilih suatu
produk makanan dan minuman.

Menurut Syah dkk., penambahan zat pewarna pada minuman dan makanan
bertujuan untuk memberi kesan menarik bagi konsumen. Zat pewarna pada
makanan secara umum digolongkan menjadi dua kategori yaitu zat pewarna
alami dan zat pewarna sintetis. Zat pewarna alami merupakan zat pewarna yang
berasal dari tanaman atau buah-buahan. Zat pewarna sintesis merupakan zat
pewarna buatan manusia.

Zat warna sintetis ada yang membahayakan kesehatan sehingga tidak diizinkan
penggunaannya. Beberapa produsen makanan dan minuman masih
menggunakan zat warna sintetis yang dilarang tersebut untuk produknya
dengan alasan zat warna tersebut memiliki warna yang cerah, praktis
digunakan, harganya relatif murah, serta tersedia dalam kemasan kecil di
pasaran sehingga memungkinkan masyarakat tingkat bawah untuk membelinya.

Zat warna yang digunakan dalam makanan dan minuman seharusnya sesuai
dengan peraturan yang ada. Namun, pada saat ini banyak beredar makanan dan
minuman yang mengandung zat pewarna berbahaya, salah satunya adalah
metanil yellow yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 239/Menkes/Per/V/85 tentang zat warna tertentu yang
dinyatakan sebagai bahan berbahaya dalam obat, kosmetika dan makanan.
Alasan penggunaan metanil yellow yaitu karena harganya yang murah, warna
yang dihasilkan juga menarik dan mudah untuk memperolehnya.

Bahaya utama terhadap kesehatan akibat paparan metanil yellow dalam waktu
lama dapat menyebabkan kanker pada saluran kemih dan kandung kemih.
Gejala akut bila terpapapar metanil yellow yaitu iritasi pada kulit, gangguan
penglihatan/ kabur. Jika terhirup akan menimbulkan iritasi pada saluran
pernafasan, dalam jumlah banyak bisa menimbulkan kerusakan jaringan dan
peradangan pada ginjal.

Pewarna metanil yellow masih sering dipakai untuk mewarnai makanan.


Padahal metanil yellow merupakan bahan tambahan makanan (BTM) yang
dilarang penggunaannya dalam makanan menurut Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1168/Menkes/PER/X/1999. Salah satu
produk makanan yang biasa ditambahkan dengan zat warna adalah tahu (5). Zat
pewarna yang biasa ditambahkan pada proses pembuatan tahu adalah zat
pewarna metanil yellow. Pewarna ini cenderung ditambahkan para produsen
tahu untuk memberi kesan menarik bagi konsumen. Adanya kandungan
pewarna metanil yellow dalam tahu kuning ini pernah terjadi di daerah
Tangerang. Hal ini dibuktikan oleh penelitian Tresniani pada tahun 2003 yang
menemukan adanya kandungan metanil yellow pada 3 dari 11 sampel tahu
kuning yang diambil dari pasar tradisional di Kota Tangerang. Hal inilah yang
mendasari dilakukannya penelitian tentang ada tidaknya kandungan zat
pewarna ini pada sediaan makanan tahu kuning yang beredar di wilayah Garut.

Berdasarkan dari uraian dalam latar belakang, maka dapat dirumuskan masalah
apakah tahu kuning yang beredar di wilayah Garut mengandung zat pewarna
metanil yellow dan berapakah kadar zat warna metanil yellow pada tahu kuning
tersebut. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya
kandungan zat warna metanil yellow pada tahu kuning yang beredar di wilayah
Garut dan mengetahui kadar zat warna metanil yellow pada tahu kuning
tersebut. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
kepada masyarakat mengenai ada atau tidaknya zat pewarna berbahaya metanil
yellow dalam tahu kuning yang beredar di wilayah Garut.

2. Metode Penelitian

Rancangan Penelitian
Penelitian bersifat eksperimental laboratorium, dengan melakukan analisis
kualitatif pendahuluan dengan reaksi warna kemudian dilanjutkan
menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan untuk analisis secara
kuantitatif menggunakan metode Spektrofotometri UV-Vis.

Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah ciri-ciri yang melekat pada subyek yang diteliti dan
mempunyai variasi dari hasil pengukurannya. Variabel dalam penelitian ini
adalah variabel bebas dan variabel tergantung.

Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau dianggap menentukan


variabel terikat, dalam penelitian ini adalah 35 sampel tahu kuning yang beredar
di wilayah Garut yang diambil dari pasar tradisional berbeda di Garut
berdasarkan metode simple random sampling. Sedangkan variabel tergantung
merupakan variabel yang berubah karena variabel bebas (23). Variabel
tergantung dalam penelitian ini adalah ada tidaknya zat warna metanil yellow
dalam sampel tahu kuning dan kadar metanil yellow yang terkandung
didalamnya.

3. Hasil Penelitian

Tahapan Penelitian
Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan dengan metode simple random sampling yaitu
dengan mengambil 35 sampel tahu kuning secara acak dari pasar tradisional
berbeda yang berada di daerah Garut. Tahu kuning yang diambil berwarna
kuning mencolok dan dari produsen atau merk yang berbeda.

Preparasi Sampel
Sampel tahu yang berwarna kuning dikeringkan dengan menggunakan oven
kemudian dihaluskan dan ditimbang ± 30 gram dari masing-masing sampel
dimasukkan ke dalam erlenmayer untuk diisolasi.

Isolasi Zat Warna


Sampel yang telah ditimbang direndam ± selama 24 jam dengan menggunakan
larutan 2% ammonia dalam 70% alkohol. Hasil disaring dengan menggunakan
kertas saring sehingga didapat filtratnya. Filtrat hasil penyaringan kemudian
diuapkan di waterbath sampai terbentuk filtrat yang kental.
Uji Pendahuluan dengan Reaksi Warna
Dibuat larutan standar metanil yellow dengan konsentrasi 1000 ppm yaitu
dengan cara menimbang 0,1 gram metanil yellow kemudian dilarutkan dalam
etanol. Dari larutan stok tersebut dibuat larutan dengan konsentrasi 900 ppm;
800 ppm; 700 ppm; 600 ppm; 500 ppm; 400 ppm; 300 ppm; 200 ppm; 100 ppm;
90 ppm; 80 ppm; 70 ppm; 60 ppm; 50 ppm; 40 ppm; 30 ppm; 20 ppm; 10 ppm;
9 ppm; 8 ppm; 7 ppm; 6 ppm; 5 ppm; 4 ppm; 3 ppm; 2 ppm; 1 ppm; 0,9 ppm;
0,8 ppm; 0,7 ppm; 0,6 ppm; 0,5 ppm; 0,4 ppm; 0,3 ppm; 0,2 ppm dan 0,1 ppm.
Dari larutan yang telah diencerkan dalam berbagai konsentrasi tersebut masing
masing di teteskan dalam plat tetes dan diberi larutan HCl 1 N sebagai pereaksi
spesifik yang akan memberikan warna ungu. Pengujian yang dilakukan terhadap
standar di atas bertujuan untuk mengetahui batas deteksi antara metode dan
senyawa yang akan di analisis.

Dari 35 sampel tahu yang telah di preparasi terlebih dahulu, diberi perlakuan
yang sama dengan larutan standar dan diamati perubahan warna yang terjadi.

Uji Kualitatif dengan Metode KLT


Larutan eluen disiapkan dengan perbandingan volume n-butanol : asam asetat
glasial : Aquadest (4 : 5 : 1). Camber KLT yang sudah diisi eluen 5 mL disiapkan,
kemudian ditutup selama setengah jam supaya uap dalam chamber menjadi
jenuh sehingga homogen, sementara itu plet KLT dipanaskan atau diaktivasi
dalam suhu 105ºC selama 5 menit supaya tidak mengikat uap air sehingga plat
KLT tersebut menjadi homogen.

Plat KLT diberi tanda 1 cm dari tepi bawah garis. Garis ini disebut garis mula,
kemudian bagian atas digaris dengan jarak 8,5 cm dari gari mula dan ini disebut
garis akhir. Pada garis mula ditotolkan sampel yang sudah berbentuk filtrat
dengan diameter noda tidak lebih dari 0,5 cm, kemudian larutan standar
ditotolkan dengan jarak 1 cm dengan jarak dari totolan sampel, penotolan yang
dilakukan sesering mungkin agar dapat meningkatkan reprodusibilitas,
dikarenakan penotolan yang tidak tepat akan menyebabkan bercak menyebar,
setelah noda pada garis mula mengering kemudian plat dimasukan ke dalam
chamber yang berisi eluen, tinggi eluen harus berada di bawah noda yang
terdapat pada garis.

Chamber ditutup rapat dengan aluminium foil, diusahakan agar chamber tidak
dibuka selama pengembangan. Eluen dibiarkan migrasi ke atas sampai garis
akhir, lalu plat di keluarkan dari chamber dan biarkan sampai kering. Noda
sampel dilihat Rf-nya, kemudian dibandingkan dengan Rf larutan standar.
Tabel 3.1 Hasil Uji Warna dan KLT

No. Sampel Reaksi Nilai Rf Nilai Rf Standar Keterangan


Warna Sampel Metanil Yellow
dengan HCL
1. Sampel 1 Kuning - 0,894 Negatif Metanil Yellow
2. Sampel 2 Kuning - 0,894 Negatif Metanil Yellow
3. Sampel 3 Kuning - 0,894 Negatif Metanil Yellow
4. Sampel 4 Kuning - 0,894 Negatif Metanil Yellow
5. Sampel 5 Kuning - 0,894 Negatif Metanil Yellow
6. Sampel 6 Kuning - 0,894 Negatif Metanil Yellow
7. Sampel 7 Kuning - 0,894 Negatif Metanil Yellow
8. Sampel 8 Kuning - 0,894 Negatif Metanil Yellow
9. Sampel 9 Kuning - 0,894 Negatif Metanil Yellow
10. Sampel 10 Kuning - 0,894 Negatif Metanil Yellow
11. Sampel 11 Kuning - 0,894 Negatif Metanil Yellow
12. Sampel 12 Kuning - 0,894 Negatif Metanil Yellow
13. Sampel 13 Kuning - 0,894 Negatif Metanil Yellow
14. Sampel 14 Kuning - 0,894 Negatif Metanil Yellow
15. Sampel 15 Kuning - 0,894 Negatif Metanil Yellow
16. Sampel 16 Kuning - 0,894 Negatif Metanil Yellow
17. Sampel 17 Kuning - 0,894 Negatif Metanil Yellow
18. Sampel 18 Kuning - 0,894 Negatif Metanil Yellow
19. Sampel 19 Kuning - 0,894 Negatif Metanil Yellow
20. Sampel 20 Kuning - 0,894 Negatif Metanil Yellow
21. Sampel 21 Ungu Tua 0,894 0,894 Positif Metanil Yellow
22. Sampel 22 Kuning - 0,894 Negatif Metanil Yellow
23. Sampel 23 Ungu Tua 0,894 0,894 Positif Metanil Yellow
24. Sampel 24 Kuning - 0,894 Negatif Metanil Yellow
25. Sampel 25 Ungu Tua 0,882 0,894 Positif Metanil Yellow
26. Sampel 26 Ungu Tua 0,894 0,894 Positif Metanil Yellow
27. Sampel 27 Kuning - 0,894 Negatif Metanil Yellow
28. Sampel 28 Kuning - 0,894 Negatif Metanil Yellow
29. Sampel 29 Kuning - 0,894 Negatif Metanil Yellow
30. Sampel 30 Kuning - 0,894 Negatif Metanil Yellow
31. Sampel 31 Kuning - 0,894 Negatif Metanil Yellow
32. Sampel 32 Ungu Tua 0,917 0,894 Positif Metanil Yellow
33. Sampel 33 Kuning - 0,894 Negatif Metanil Yellow
34. Sampel 34 Kuning - 0,894 Negatif Metanil Yellow
35. Sampel 35 Kuning - 0,894 Negatif Metanil Yellow
36. Sampel
Simulasi Ungu Tua 0,894 0,894 Positif Metanil Yellow

Uji Kuantitatif dengan Metode Spektrofotometri UV-Vis


Pembuatan larutan baku
100 metanil yellow dilarutkan dalam etanol sampai 100 mL.
Penentuan panjang gelombang (λ) maksimum
Larutan baku metanil yellow dipipet 0,1 mL; 0,15 mL dan 0,2 mL menggunakan
pipet volume lalu ditambahkan etanol dalam labu takar sebanyak 10 mL
sehingga konsentrasinya menjadi 10 ppm, 15 ppm dan 20 ppm. Diukur serapan
maksimum pada panjang gelombang 390-450 nm.

Tabel 3.2 Hasil Panjang Gelombang Maksimum

λ max Absorbansi
10 ppm 15 ppm 20 ppm
390 nm 0,274 0,468 0,626
391 nm 0,277 0,469 0,629
392 nm 0,278 0,471 0,630
393 nm 0,280 0,473 0,633
394 nm 0,282 0,475 0,636
395 nm 0,283 0,476 0,638
396 nm 0,285 0,477 0,632
397 nm 0,295 0,488 0,643
398 nm 0,312 0,498 0,641
399 nm 0,331 0,506 0,671
400 nm 0,343 0,513 0,701
401 nm 0,329 0,502 0,667
402 nm 0,305 0,494 0,638
403 nm 0,294 0,483 0,637
404 nm 0,288 0,470 0,635
405 nm 0,282 0,469 0,634

Pembuatan kurva baku


Larutan standar metanil yellow dimasukkan kedalam labu takar 100 mL, dibuat
seri larutan dengan konsentrsi yang bervariasi. Kemudian larutan tersebut
diukur serapannya pada panjang gelombang maksimum yang telah diperoleh.

Tabel 3.3 Data Absorbansi Kurva Baku

Kadar (ppm) Absorbansi


10,0 0,343
12,5 0,415
15,0 0,513
17,5 0,602
20,0 0,701
22,5 0,801
0.9
0.8 y = 0,0354x - 0,01002
R² = 0,9997
0.7
0.6
Absorban

0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0 5 10 15 20 25

Konsentrasi (ppm)

Gambar 3.1 Kurva baku metanil yellow pada λ = 400 nm

Penentuan kadar pewarna metanil yellow dalam sampel

Dilakukan dengan cara melarutkan sampel dalam pelarut yang sama dengan
pelarut untuk analisis kualitatif dengan KLT. Dengan menggunakan alat ukur
mikropipet ditotolkan secara memanjang sebanyak volume yang telah
diketahui, proses pengembangan dilakukan dan dengan menggunakan
pengembang yang sama dengan KLT pada tahap analisis kualitatif. Setelah
proses pengembangan selesai bercak dengan nilai Rf yang sama dengan nilai
rujukan ditandai dan dikerok seluruh fase diamnya lalu dikumpulkan untuk
dilarutkan senyawa metanil yellow yang ada pada fase diam tersebut. Kemudian
nilai serapan/absorbansi sampel diukur pada panjang gelombang maksimum
dan hasilnya dimasukkan kedalam persamaan regresi sehingga diperoleh kadar
larutan sampel.

Persamaan Regresi : y = bx + a

Keterangan : y = Absorbansi Sampel

b = Kemiringan atau slope

a = Titik Potong pada sumbu y

x = Kadar Sampel
Tabel 3.4 Kadar Pewarna Metanil Yellow dalam Larutan Sampel

Sampel Absorbansi Kadar Metanil Kadar


Sampel Yellow Metanil
(ppm/75 µL Yellow
sampel) (ppm/30 g
sampel)
Sampel 21 0,678 19,435 2591,3
0,677
0,678
∑ 2,033
̅ 0.678

Sampel 23 0,266 7,797 1039,62


0,266
0,266
∑ 0,798
̅ 0,266

Sampel 25 0,615 17,684 2357,87


0,616
0,617
∑ 1,848
̅ 0,616

Sampel 26 0,257 7,515 1002


0,255
0,257
∑ 0,769
̅ 0,256

Sampel 32 0,849 24,266 3235,47


0,850
0,849
∑ 2,548
̅ 0,849

Tahu 0,802 22,938 3058,4


Simulasi 0,802
0,802
∑ 2,406
̅ 0,802
Validasi Metode Spektrofotometri Uv-Vis
Uji Presisi

Uji presisi suatu metode analisis merupakan kedekatan antara data yang satu
dengan data yang lain dari suatu deret pengukuran yang dilakukan dengan cara
yang sama. Uji presisi dilakukan dengan cara mengukur absorbansi larutan baku
metanil yellow pada konsentrasi yang sama dengan replikasi sebanyak enam
kali. Hasil serapan tersebut digunakan untuk menghitung harga SD (Standar
Deviasi), RSD (Relatif Standar Deviasi) dan ketelitian alat.

Harga konsentrasi rata-rata


Harga konsentrasi rata-rata dapat dihitung melalui persamaan sebagai berikut :
....
=

Keterangan : =̅ Rerata konsentrasi


x = Konsentrasi sampel
n = Jumlah sampel

Nilai SD (Standar Deviasi)


Untuk menghitung nilai Standar Deviasi dapat digunakan persamaan :
∑ (∑ )
= ( )

Keterangan : SD = Standar deviasi


n = Jumlah sampel
x = Konsentrasi sampel

Nilai RSD (Standar Deviasi Relatif)


Nilai Standar Deviasi Relatif dapat diperoleh melalui persamaan :

(%) = 100%
̅

Keterangan : (%) RSD = persen standar deviasi


SD = standar deviasi
̅ = rata rata konsentrasi

Ketelitian alat

Ketelitian alat dapat dihitung dengan persamaan :


SD
Keteli an Alat= 100% -
Semakin kecil simpangan relatif maka semakin tinggi ketelitian yang diberikan.
Semakin kecil kadar zat yang dianalisis dan semakin panjang tahapan prosedur
metode analisis akan semakin besar harga simpangan relatifnya. Kriteria
ketelitian yaitu jika metode memberikan simpangan baku relatif atau koevisien
variasi 2% atau kurang. Akan tetapi kriteria ini sangat fleksibel tergantung pada
konsentrasi analit yang diperiksa, jumlah sampel, dan kondisi laboratorium.

Tabel 3.5 Hasil Uji Presisi Larutan Standar Metanil Yellow

Larutan standar X X2
metanil yellow 12,5 ppm (Konsentrasi)
1 12,5 156,25
2 12,5 156,25
3 12,4 153,76
4 12,5 156,25
5 12,3 151,29
6 12,5 156,25
7 12,5 156,25
∑ 87,2 1086,3

Konsentrasi Rata-rata 12,457


SD 0,0061904
(%) RSD 0,04969 %
Ketelitian alat 99,95 %

Uji Akurasi

Akurasi adalah kedekatan hasil analisis dengan nilai yang sebenarnya, akurasi
merupakan ukuran kebalikan dari suatu kesalahan analisis, semakin besar
ketepatan maka semakin kecil kesalahannya. Uji akurasi menggunakan
parameter % perolehan kembali. Uji perolehan kembali dilakukan dengan
menambahkan larutan baku metanil yellow 10 ppm sebanyak ke dalam sampel
kemudian dianalisis dengan perlakuan yang sama seperti pada sampel.

Menurut Harmita, perhitungan perolehan kembali dapat ditetapkan dengan


rumus sebagai berikut :
( )
% perolehan kembali = ∗

Keterangan : Cf = kadar sampel setelah penambahan larutan baku


CA = kadar sampel sebelum penambahan larutan baku
C*A = kadar larutan baku yang ditambahkan
Tabel 4.6
Hasil Uji Akurasi

Konsentrasi Konsentrasi
Penambahan %
Sampel Absorban Total Sampel sampel
Baku (ppm) Recovery
(ppm) (ppm)
0,600 17,232 7,515 97,17
1 10 0,599 17,204 7,515 96,89
0,600 17,232 7,515 97,17
Rata – rata 97,077
0,608 17,458 7,797 96,61
2 10 0,609 17,486 7,797 96,89
0,609 17,486 7,797 96,89
Rata – rata 96,797

Uji Liniearitas
Uji linearitas ditentukan dengan membuat larutan metanil yellow dengan
variasi konsentrasi dan selanjutnya diukur absorbansinya menggunakan
spektrofotometer UV-Vis. Hasilnya selanjutnya diplotkan menjadi kurva standar
yang menunjukkan hubungan antara absorbansi terhadap konsentrasi standar
metanil yellow. Hasil serapan yang diperoleh selanjutnya digunakan untuk
menghitung nilai koefisien korelasi (r), intersep (a) dan slop (b) sehingga akan
diperoleh persamaan y = bx + a. Hubungan linear yang ideal dicapai jika nilai b =
0 dan r = +1 atau –1 bergantung pada arah garis.

Uji Limit Deteksi


Batas deteksi didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah yang masih
terdeteksi oleh metode pada tingkat kepercayaan tertentu. Batas deteksi (BD)
ditentukan dengan bantuan kurva kalibrasi, yaitu intercept kurva dan standar
deviasi regresi.

Persamaan standar deviasi regresi :

S
y =
  y  yˆ  2

x n2

Keterangan: S
y = standar deviasi regresi
x

  y  ŷ  2
= jumlah nilai (y-ŷ) 2

n = jumlah data pengulangan


Nilai batas deteksi (BD) dapat dihitung dari persamaan:

Y BD = 3S
y +a
x

Y BD adalah respon batas deteksi dan a merupakan intercept kurva kalibrasi.


Respon batas deteksi dari persamaan diatas dihitung berdasarkan persamaan
regresi sebagai y, maka diperoleh nilai batas deteksi (x).

Tabel 3.7 Hasil Uji Batas Deteksi

X (ppm) yi ŷ (yi - ŷ) (yi - ŷ)²


10 0,343 0,3439 0,0009 0,00000081
12,5 0,415 0,4328 0,0178 0,00031684
15 0,513 0,5209 0,0079 0,00006241
17,5 0,602 0,6095 0,0075 0,00005625
20 0,701 0,6979 0,0031 0,00000961
22,5 0,801 0,7865 0,0145 0,00021025

∑ (yi - ŷ)² = 0,00065617


S = 0,0128
Y BD = 0,02838

X = 1,0847 ppm

4. Pembahasan

Metanil yellow merupakan zat warna sintetis yang membahayakan kesehatan


sehingga penggunaannya tidak diizinkan. Hal tersebut ditetapkan dalam
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 239/Menkes/Per/V/85
tentang zat warna tertentu yang dinyatakan sebagai bahan berbahaya dalam
obat, kosmetika dan makanan. Namun beberapa produsen makanan dan
minuman masih menggunakan zat warna sintetis yang dilarang tersebut untuk
produknya dengan alasan zat warna tersebut memiliki warna yang cerah, praktis
digunakan, harganya relatif murah, serta tersedia dalam kemasan kecil di
pasaran sehingga memungkinkan masyarakat tingkat bawah untuk membelinya.
Salah satu produk pangan yang dicurigai mengandung pewarna metanil yellow
adalah tahu kuning. Indikasi ini dilandasi pada perbedaan warna kuning yang
bervariasi dan mencolok pada tahu yang beredar di pasar tradisional di wilayah
Garut..
Analisis zat warna metanil yellow pada tahu kuning di pasar tradisional Garut
menggunakan uji kualitatif pendahuluan yaitu uji warna dengan menggunakan
HCl 1 N dan dilanjutkan dengan analisis kualitatif menggunakan metode
kromatografi lapis tipis dan metode kuantitatif menggunakan spektrofotometri
uv-visibel. Sampel yang digunakan untuk analisis ini adalah sebanyak 35 sampel
tahu kuning yang diambil secara acak dari pedagang tahu kuning berbeda di 5
pasar tradisional di wilayah Garut yaitu Leles, Wanaraja, Cikajang, Samarang dan
Kota. Sampel yang telah terkumpul kemudian diberi perlakuan pendahuluan
yaitu berupa pengirisan bagian kuning pada tahu, bagian kuning yang telah diiris
kemudian dikeringkan dilemari pengering. Sampel yang telah kering kemudian
dihaluskan dan ditimbang sebangak 30 gram untuk selanjutnya dilakukan proses
perendaman dengan menggunakan pelarut 2% ammonia dalam 70% alkohol
selama ± 24 jam agar pewarna sampel dapat terlarut sempurna. Zat warna
metanil yellow dapat terlarut dalam ammonia dan etanol karena keduanya
sama-sama bersifat pola. Warna yang telah larut kemudian disaring dan
dipekatkan sampai volumenya 2 mL. Hal ini dilakukan agar bercak yang
diperoleh saat uji warna dan KLT terlihat jelas.

Uji warna dilakukan dengan menggunakan HCl 1 N. Ketika zat warna metanil
yellow ditambah larutan HCl encer maka akan terbentuk warna dengan trayek
warna ungu sampai biru. Hasil uji warna ini menunjukan 5 dari 35 sampel tahu
kuning positif teridentifikasi mengandung pewarna metanil yellow. Sampel yang
teridentifikasi positif mengandung metanil yellow adalah sampel nomer 21, 23,
25, 26 dan 32 yang diambil dari daerah Cikajang dan Leles.

Pada uji warna dengan HCl 1 N ini juga dilakukan uji limit deteksi yang bertujuan
untuk mengetahui konsentrasi terendah metanil yellow yang masih dapat
memberikan perubahan warna ungu tua sampai biru jika ditetesi dengan HCl 1
N. Konsentrasi terendah yang masih dapat memberikan warna pada uji ini
adalah konsentrasi 4 ppm.

Uji kualitatif dengan metode KLT digunakan untuk pemastian identitas apakah
pewarna dalam sampel yang diduga metanil yellow tersebut benar merupakan
pewarna metanil yellow atau bukan dengan cara membandingkan sampel
dengan standar metanil yellow yang diperoleh. Metode ini sederhana, cepat
dalam pemisahan dan sensitif. Kecepatan pemisahan tinggi dan mudah untuk
memperoleh kembali senyawa-senyawa yang terpisahkan.

Sampel dan standar metanil yellow dikembangkan dengan eluen n-butanol :


asam asetat glasial : aquadest dengan perbandingan volume 4 : 5 : 1. Hasil KLT
menunjukan 5 sampel yang teridentifikasi positif mengandung metanil yellow
melalui uji warna dengan HCl 1 N memiliki nilai Rf sama dan mendekati nilai Rf
standar metanil yellow yaitu sampel nomer 21, 23, 25, 26 dan 32. Seperti
dikemukaan oleh Rohman bahwa dua senyawa dikatakan identik jika
mempunyai nilai Rf yang sama jika diukur pada kondisi KLT yang sama. Untuk
sampel yang tidak memiliki harga Rf ketika dilakukan pengujian kualitatif
dengan menggunakan KLT tidak menimbulkan bercak sehingga hasilnya
dianggap negatif atau diduga tidak mengandung metanil yellow. Dari 5 sampel
yang diduga mengandung metanil yellow terdapat 3 sampel yang nilai Rf-nya
sama dengan nilai Rf metanil yellow standar yaitu sampel nomer 21, 23, 26
dengan nilai Rf = 0,894 dan 2 sampel yang memiliki nilai Rf mendekati nilai Rf
standar yaitu sampel nomer 25 dengan nilai Rf = 0,882 dan nomer 32 dengan
nilai Rf = 0,917. Nilai Rf dari 2 sampel yang hanya mendekati nilai Rf standar
terjadi karena kemungkinan adanya pengotor pada saat proses preparasi
sampel. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa 5 dari 35 sampel tahu kuning
dari pasar tradisional di wilayah Garut positif mengandung pewarna berbahaya
metanil yellow.

Metanil yellow sebenarnya merupakan pewarna berbahaya yang sama sekali


tidah diperbolehkan pada produk pangan. Namun untuk mengetahui
konsentrasi metanil yellow yang telah ditambahkan pada tahu kuning, analisis
dilanjutkan dengan menggunakan metode kuantitatif spektrofotometri Uv-Vis.

Metode kuantitatif menggunakan spektrofotometri Uv-Vis bertujuan untuk


mengetahui konsentrasi pewarna metanil yellow pada 5 sampel tahu kuning
yang telah teridentifikasi positif mengandung pewarna metanil yellow melalui
uji warna dengan HCl 1 N dan uji kualitatif menggunakan KLT. Pengukuran kadar
metanil yellow dengan metode Spektrofotometri Uv-Vis dilakukan dengan
menggunakan standar metanil yellow yang telah diketahui kadarnya dan
dibandingkan dengan absorban sampel yang belum diketahui kadarnya. Langkah
pertama analisis kuantitatif ini adalah penentuan panjang gelombang
maksimum. Panjang gelombang maksimum merupakan panjang gelombang
dimana serapan zat terhadap sinar diperoleh nilai absorbansi yang maksimum.

Menurut Rohman , ada beberapa alasan mengapa harus menggunakan panjang


gelombang maksimum adalah sebagai berikut : (1) Pada panjang gelombang
maksimum, kepekaannya juga maksimum karena pada panjang gelombang
maksimum tersebut, perubahan absorbansi untuk setiap satuan adalah yang
terbesar; (2) Disekitar panjang gelombang maksimum, bentuk kurva absorbansi
datar dan pada kondisi tersebut hokum Lambert-Beer akan terpenuhi; (3) Jika
dilakukan pengukuran ulang maka kesalahan yang disebabkan oleh pemasangan
ulang panjang gelombang akan kecil sekali ketika digunakan panjang gelombang
maksimum.

Pada penelitian ini didapat panjang gelombang maksimum adalah 400 nm,
sehingga nilai panjang gelombang maksimum tidak terlalu jauh berbeda dengan
literatur yaitu 414 nm dan masih dalam range standar panjang gelombang
maksimum.
Tahap selanjutnya dalam analisis kuantitatif menggunakan metode
spektrofotometri uv-vis adalah pembuatan kurva baku. Kurva baku diperlukan
untuk menghitung kadar metanil yellow pada sampel. Konsentrasi yang
digunakan dalam pembuatan kurva baku ini adalah 10 ppm; 12,5 ppm; 15 ppm;
17,5 ppm; 20 ppm dan 22,5 ppm. Larutan seri diukur absorbansinya pada
panjang gelombang maksimum yang telah diperoleh yaitu 400 nm. Dibuat kurva
baku standar metanil yellow yang menyatakan hubungan antara konsentrasi
sebagai sumbu x dan harga absorbansi sebagai sumbu y. Persamaan kurva baku
yang diperoleh yaitu Y = 0,0354x – 0,01002 dengan koefesien korelasi (r)
sebesar 0,9997 dimana 0,0354 merupakan nilai kemiringan/slope (b) dan -
0,01002 merupakan titik potong sumbu Y/intercept (a). Persamaan inilah yang
akan digunakan untuk mengetahui kadar metanil yellow dalam sampel.

Sampel yang mengandung metanil yellow terlebih dahulu ditetapkan volumenya


menjadi 10 mL. Penetapan ini dilakukan untuk mempermudah dalam
perhitungan konversi kadar metanil yellow karena konsentrasi yang
memberikan nilai serapan ideal (0,2-0,8) adalah konsentrasi 75 ppm atau 75 µL
yang dilarutkan dengan etanol sampai 10 mL. Sebelum pengukuran absorbansi,
dilakukan pemurnian sampel terlebih dahulu dengan menggunakan KLT
Preparatif. Tujuannya agar diperoleh zat warna metanil yellow yang
murni/tanpa kontaminasi pengotor atau zat lain sehingga yang diukur
serapannya hanya pewarna metanil yellow.

Sampel yang telah ditetapkan volumenya menjadi 10 mL dipipet sebanyak 75 µL


dan ditotolkan secara memanjang pada plat KLT Preparatif, proses
pengembangan dilakukan dengan menggunakan pengembang eluen n-butanol :
asam asetat glasial : aquadest dengan perbandingan volume yaitu 4 : 5 : 1.
Bercak dengan nilai Rf yang sama dengan nilai Rf metanil yellow standar
ditandai dan dikerok seluruh fase diamnya. Dilarutkan senyawa metanil yellow
yang ada pada fase diam tersebut dengan etanol sampai 10 mL. Nilai absorbansi
sampel diukur pada λmax 400 nm. Nilai absorbansi sampel yang diperoleh
kemudian dimasukan kedalam persamaan regresi Y = 0,0354x – 0,01002
sehingga diperoleh kadar metanil yellow pada sampel. Kadar metanil yellow
tertinggi diperoleh pada sampel nomer 32 yaitu sebesar 3235,47 ppm/10 mL
sampel. Efek langsung berupa iritasi pencernaan dan mual muntah dapat
dirasakan jika mengkonsumsi produk pangan yang mengandung metanil yellow
dengan konsentrasi 3226,55 – 7841 ppm (31). Dengan demikian konsentrasi
tertinggi yang diperoleh pada sampel nomer 32 sebesar 3235,47 ppm
kemungkinan besar dapat menimbulkan efek langsung iritasi pencernaan
berupa mual dan muntah.
5. Kesimpulan

Hasil uji kualitatif 35 sampel tahu kuning yang diambil secara acak dari pasar
tradisional di Garut menunjukan 5 sampel teridentifikasi mengandung pewarna
berbahaya metanil yellow.

Hasil uji kuantitatif menunjukan konsentrasi pewarna metanil yellow pada


sampel 21 = 2591,3 ppm/30 gram sampel, sampel 23 = 1039,62 ppm/30 gram
sampel, sampel 25 = 2357,87 ppm/30 gram sampel, sampel 26 = 1002 ppm/30
gram sampel dan sampel 32 = 3235,47 ppm/30 gram sampel

6. Daftar Pustaka

Azizahwati, Kurniadi, M., Hidayat, Dkk., 2007, “Analisis Zat Warna Sintetik
Terlarang untuk Makanan yang Berada di Pasaran”, Majalah Ilmu Kefarmasian,
Vol. 4 (1), Departeman Farmasi FMIPA-Universitas Indonesia Depok, Hlm. 7-8.

Syah, M., Syarief, Sobri, Dkk., 2005, “Manfaat dan Bahaya Bahan Tambahan
Pangan”. Himpunan Alumni Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor, Hlm. 11-
12.

Djalil, A.,D., Hartanti, D., Rahayu, W.,S., Dkk, 2005, “Identifikasi Zat Warna
Kuning Metanil (Metanil Yellow) dengan Metode Kromatografi Lapis Tipis
(KLT) pada berbagai Komposisi Larutan Pengembang”, Jurnal Farmasi, Vol. 03
(2), Fakultas Farmasi UMP, Purwokerto, Hlm. 28-29.

Anonima, 2005, “Metanil Yellow”, dinkes@jombangkab.go.id, diakses 20 Mei


2014.

Mudjajanto., 2005, “Tahu Makanan Favorit yang Keamanannya Perlu


Diwaspadai”, http://www.unair.ac.id/, diakses 03 Juni 2014.

Depkes RI., 1998, “Kumpulan Peraturan Perundang-Undangan di Bidang


Kosmetika, Alat Kesehatan, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga”,
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, Hlm. 8-11.

Ditjen POM., 1995, “Standar Industri Indonesia”, Dewan Standarisasi Nasional,


Jakarta, Hlm. 52-53.

Anonimb, 2013, “Warna”, http://id.wikipedia.org/wiki/warna, diakses 09 Mei


2014.
Rekha, 2009, “Optical Nonlinear Proreties and Optical Limiting Effect of
Metanil Yellow”, Department of Physics Centre for Laser Technology Anna
University, India, Page. 285-291.

Merck Index, 2006, “Chemistry Constant Companion Now with a New


Additon”, Whitehouse Station NJ, USA, Page. 140-141.

Awan, 2008, “Kenali Zat Kimia Berbahaya dalam Makanan”,


http://www.republika.co.id/launcher/, diakses tanggal 20 Mei 2014.

Femelia W., 2009, “Analisa Penggunaan Zat Warna pada Kerupuk Balado yang
diproduksi di Kecamatan Payakumbuh Barat”, Skripsi, Fakultas Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kesehatan Universitas Sumatra Utara, Medan, Hlm. 19-21.

Sastrohamidjojo H., 1991, “Spektroskopi”, Liberty, Yogyakarta, Hlm. 11-14.

Stahl, 1985, “Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi”, Penerbit ITB,
Bandung, Hlm. 7-9.

Rohman A., 2008, “Kimia Farmasi Analisis”, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, Hlm.
37-39.

Gritter, Roy J., Dkk, 1991, “Pengantar Kromatografi”, Penerbit ITB, Bandung,
Hlm. 31-33.

Mulya H.M. dan Surahman, 1995, “Analisis Instrumental”, Airlangga University


Press, Surabaya, Hlm. 26-32.

Khopkar S. M., 2003, “Konsep Dasar Kimia Analitik”, Penerbit Universitas


Indonesia, Jakarta, Hlm. 155-215.

Gandjar I.G. dan Abdul R., 2007, “Kimia Farmasi Analisis”, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, Hlm. 62-67.

Adnan M., 1997, “Teknik Kromatografi untuk Analisis Bahan Makanan”, ANDI,
Jakarta, Hlm. 59-63.

Harmita, 2004, “Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara


Perhitungannya”, Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. I, No.3, Hlm. 117- 135.
Hadi A., 2007, “Pemahaman dan Penerapan ISO/IEC 17025 Persyaratan Umum
Kompetensi Laboratorium Pengujian dan Laboratorium Kalibrasi”, PT
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, Hlm. 259 -274.

Ditjen POM., 1995, “Farmakope Indonesia Edisi IV”, Departemen Kesehatan


Republik Indonesia, Jakarta, Hlm. 515-517.

Saryono, 2008, “Metodologi Penelitian Kesehatan”, Penerbit Mitra Cedikia


press, Surabaya, Hlm. 34-36.

Firmansyah D., 2005, “Identifikasi Zat Warna pada Kerupuk Berwarna Merah
dan Kuning di daerah Jatinangor Sumedang dengan Metode KLT dan
Spektroskopi Infra Merah”, Skripsi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu
Kesehatan, Purwokerto, Hlm. 29-33.

Underwood, 2001, “Analisis Kimia Kuantitatif”, Penerbit Erlangga, Jakarta, Hlm.


382-387.

Wanti I., 2005, “Analisis Zat Pewarna Rhodamin B pada Minuman Sirup Orson
yang Beredar di Beberapa Sekolah Dasar di Desa Moga Kecamatan Moga
dengan Metode Spektrofotometri”, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas
Muhamadiyah Purwokerto, Purwokerto, Hlm. 37-42.

Kirana W., 2009, “Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B sebagai Pewarna


pada Sediaan Lipstik yang Beredar di Pusat Pasar Kota Medan”, Skripsi,
Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Medan, Hlm. 28-34.

Ditjen POM RI., 2001, “Metode Analisis PPOMN”, Departemen Kesehatan


Republik Indonesia, Jakarta, Hlm.119-123.

Hartono, 2004, “Statistik Untuk Penelitian”, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, Hlm.


12-23.

Trestiati M., 2003, “Analisis Rhodamin B dan Metanil Yellow pada Makanan
dan Minuman Jajanan Anak SD”, Thesis, ITB, Bandung, Hlm. 47-51.
ANALISIS KUALITATIF DAN KUANTITATIF KLORIN
PADA KANTUNG TEH CELUP

Riska Prasetiawati

Abstrak

Telah dilakukan analisis kualitatif dan kuantitatif kadar klorin pada kantung
teh celup. Pada penetapan kualitatif, 10 sampel kantung teh yang diuji
menunjukkan hasil positif terdapat klorin, dan pada penetapan kuantitiatif
rata-rata kadar klorin dari 10 sampel kantung teh yang diuji bekisar antara
0,9798-1,3064 ppm. Sedangkan pada perbandingan kadar klorin antara
kantung teh dan teh celup berdasarkan lamanya waktu pencelupan
menunjukkan bahwa kadar klorin pada teh celup lebih kecil daripada kadar
klorin pada kantung teh.
Berdasarkan hasil perhitungan statistika menunjukkan Ha, dimana nilai
probabilitas ≤ 0,05 yang berarti terdapat perbedaan kadar klorin pada
kantung teh celup dan pada teh celup berdasarkan lamanya waktu
pencelupan.

Kata kunci: Klorin, Kantung teh celup, analisis kualitatif dan analisis
kuantitatif.

7. Pendahuluan

Istilah “teh” digunakan untuk minuman yang dibuat dari buah, rempah-rempah
atau tanaman obat lain yang diseduh. Teh yang biasa dikonsumsi adalah teh
yang berasal dari tanaman Camelia sinensis. Bagian tanaman yang digunakan
diantaranya daun, pucuk daun, atau tangkai daun yang dikeringkan. Macam-
macam teh diantaranya teh hitam atau teh merah, teh putih, teh hijau, dan teh
olong.

Teh celup merupakan sebutan untuk teh serbuk yang dikemas dalam sebuah
penyaring kertas yang dilengkapi dengan tali. Pada saat menyajikan, kita hanya
perlu mencelup-celupkan saja dan serbuk teh akan tetap tertahan dalam
kantung teh sehingga akan diperoleh air seduhan teh tanpa serbuk teh yang
bertebaran pada gelas.

Kertas yang digunakan sebagai kantung teh ini terbuat dari kertas yang dibuat
dari pulp (bubur kertas). Karena terbuat dari kayu, bubur kertas ini berwarna
cokelat tua dan untuk membuat serat ini terlihat putih maka digunakan bahan
kimia yang berfungsi sebagai pemutih yang terbuat dari senyawa klorin (Cl2).
Klorin (Cl2) merupakan bahan kimia yang digunakan secara luas sebagai bahan
insektisida, desinfektan, pengawet dan pemutih kertas, yang kemudian
digunakan untuk membuat tissue, popok, kain dan sebagainya.

Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk mengetahui


apakah terdapat kandungan klorin pada kantung teh celup yang akan diuji dan
berapa kadar klorin yang dikandung kantung teh celup tersebut serta
bagaimana pengaruhnya terhadap kesehatan.

Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya klorin dan kadarnya pada
kantung teh celup yang diuji, dan mengetahui pengaruhnya terhadap
kesehatan.

Manfaat Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah kepada


pembaca mengenai keberadaan dan bahaya klorin yang terdapat pada kantung
teh celup.

8. Metode Penelitian

Analisis Kualitatif
Pada penelitian ini akan dilakukan analisis kualitatif klorin yang terdapat pada
kantung teh celup. Sampel kantung teh celup yang akan diperiksa sebanyak 10
sampel yang beredar di pasaran. Uji ini dilakukan pula terhadap kantung teh
yang sengaja ditambahkan klorin. Metode yang digunakan diantaranya uji
kalium iodida kanji, uji timbal asetat dan uji asam klorida encer(9).

Analisis Kuantitatif
Untuk penentuan kadar klorin digunakan analisis kuantitatif dengan metode
titrasi iodometri. Iodometri adalah penetapan kadar suatu zat yang bersifat
oksidator dengan menggunakan larutan standar bersifat reduktor. Metode
titrasi iodometri (tak langsung) adalah berkenaan dengan titrasi dari iod yang
dibebaskan dalam reaksi kimia. Pada titrasi iodometri, oksidator yang dianalisis
kemudian direaksikan dengan ion iodida berlebih dalam keadaan yang sesuai
yang selanjutnya iodium dibebaskan secara kuantitatif dan dititrasi dengan
larutan natrium thiosilfat standar(10).
9. Hasil Penelitian

Persiapan Sampel
Menyiapkan 10 sampel kantung teh celup dari 10 merk teh yang beredar di
pasaran kemudian dihaluskan dan ditambahkan aquades.

Pembuatan Simulasi
Ditimbang sebanyak 10 gram kantung teh celup kemudian ditambahkan
hipoklorit dengan konsentrasi 10 ppm, 15 ppm, 20 ppm, 25 ppm, 30 ppm.

Penetapan Kualitatif
Masing-masing jenis sampel disaring kemudian tambahkan besi (II) sulfat
beberapa tetes, panaskan selama 15 menit kemudian dinginkan. Tambahkan
asam nitrat sampai endapan garam besi (II) larut, tambahkan perak nitrat
beberapa tetes sampai lewat jenuh.

Uji Kalium Iodida Kanji


Kantung teh ditambahkan beberapa tetes asam asetat 98% sampai pH 3-4
kemudian ditambahkan sedikit kalium iodida kristal serta tambahkan amilum
beberapa tetes (hasil positif bila terbentuk warna biru pada larutan).

OCl- + 2 I- + H2O → I2 + 2OH- + Cl-

Uji Timbal Asetat


Kantung teh ditambahkan timbal asetat 10% (hasil positif bila terbentuk
endapan coklat pada larutan setelah dididihkan)

OCl- + Pb2+ + H2O → PbO2 ↓ + 2H+ + Cl-

Uji Asam Klorida Encer


Kantung teh ditambahkan asam klorida encer beberapa tetes, larutan mula-
mula berwarna kuning, timbul pembuihan, dan klor dilepaskan dengan reaksi :

OCl- + H+ → HOCl
HOCl + H+ Cl- → Cl2 ↑ H2O

Gas ini dapat diidentifikasi dari warnanya yang hijau kekuningan, dari sifatnya
yang memutihkan kertas lakmus dan dari kerjanya atau kertas kalium iodida-
kanji yang diubahnya menjadi hitam kebiruan.

Cl2 ↑ + 2I- → 2Cl- + I2


Tabel 3.1 Data Hasil Penetapan Kualitatif Klorin pada Larutan Pembanding
Uji asam
Uji kalium Uji timbal
Konsentrasi larutan klorida
No iodida -kanji asetat
pembanding (ppm) encer

+ - + - + -

1 10 + + +

2 15 + + +

3 20 + + +

4 25 + + +

5 Uji30kalium iodida – + + + klorida


Uji asam
Sampel Uji timbal asetat
kanji encer

Tabel 3.2 Data Hasil Penetapan Kualitatif Klorin pada kantung Teh
+ - + - + -

KT1 + + +

KT2 + + +

KT3 + + +

KT4 + + +

KT5 + + +

KT6 + + +

KT7 + + +

KT8 + + +

KT9 + + +

KT10 + + +

Keterangan : KT = Kantung Teh


(+ ) = Kantung teh mengandung klorin
( - ) = Kantung teh tidak mengandung klorin

Penetapan Kuantitatif
Dari 10 sampel yang positif terdapat klorin kemudian dilakukan penetapan
kadar klorin pada kantung teh dengan titrasi iodometri. Diambil 5 sampel untuk
penetapan kadar klorin pada air teh celup dan pada kantung teh sebagai
pembanding dengan variasi waktu pencelupan 1 menit, 3 menit, 5 menit, 10
menit, dan 15 menit yang diseduh dengan air panas.

Pembuatan Larutan Natrium Tiosulfat


Menimbang 25 gram Na2S2O3kemudiandilarutkandengan aquadest sampai 1
Liter, kemudian tambahkan 0,1 gram Na2CO3lalu biarkan satu hari (24jam), lalu
saringdantetapkankonsentrasinya.

Pembakuan Natrium Tiosulfat


Menimbang 0,15 gram KIO3 kemudian tambahkan 25 mL air dan 2 gram KI, lalu
tambahkan 10 mL HCl 1N. Titrasi dengan Na2S2O3 sampai larutan menjadi
berwarna kuning muda. Lalu tambahkan beberapa tetes amilum kemudian
lanjutkan titrasi sampai warna biru tepat hilang.

Penentuan Kadar Klorin


Sampel diambil 10 mL dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer, tambahkan 2 gram
KI dan 10 mL asam asetat 1N. Titrasi sampai larutan menjadi kuning, lalu
tambahkan beberapa tetes amilum kemudian lanjutkan titrasi sampai warna
biru tepat hilang. Lakukan titrasi blanko.Hitung kadar klorin dengan
rumusberikut:
( 1 − 2) 0.355
= 1000

Keterangan: V1= Volume titrasi sampel


V2 = Volume titrasi blanko
N = Normalitas Na2S2O3 yang dipakai
V = Volume sampel

Tabel 3.3 Data Hasil Titrasi Iodometri Penetapan Kadar Klorin Pada
Kantung Teh
Titrasi 1 Titrasi 2 Titrasi 3 Rata-rata
Sampel
kadar (ppm) kadar (ppm) kadar (ppm) kadar (ppm)

KT1 1,1757 1,1757 1,3717 1,3064±

KT2 1,1757 1,1757 1,1757 1,1757±

KT3 0,9798 0,9798 1,3717 1,1104±

KT4 0,9798 1,1757 0,9798 1,0451±

KT5 1,1757 1,1757 0,9798 1,1104±

KT6 0,9798 0,9798 1,1757 1,0451±

KT7 0,9798 0,9798 0,9798 0,9798±

KT8 1,1757 1,1757 0,9798 1,1104±

KT9 0,9798 0,9798 1,1757 1,0451±


KT10 0,9798 1,1757 0,9798 1,0451±

Tabel 3.4 Data Hasil Titrasi Iodometri Penetapan Kadar Klorin Pada Teh Celup
Berdasarkan Lamanya Waktu Pencelupan Pada Beberapa Sampel Teh
Celup
Waktu Rata-rata kadar (ppm)
pencelupan
TC 1 TC 2 TC 3 TC 4 TC 5
(menit)

1 0,2616± 0,1959± 0,2612± 0,1959± 0,1959±

3 0,3265± 0,2612± 0,3265± 0,2612± 0,2612±

5 0,3918± 0,3265± 0,3918± 0,3265± 0,3265±

10 0,4572± 0,3918± 0,3919± 0,3918± 0,3918±

15 *0,5225± 0,4572± 0,4572± 0,4572± 0,4572±

Keterangan: TC= Teh Celup


*)kadar klorin melebihi ambang batas aman (0,2-0,5ppm)

Tabel 5.5 Data Hasil Titrasi Iodometri Penetapan Kadar Klorin Pada Teh Celup
Berdasarkan Lamanya Waktu Pencelupan Pada Beberapa Sampel Teh
Celup
Waktu Rata-rata kadar (ppm)
pencelupan
KT 1 KT 2 KT 3 KT 4 KT 5
(menit)

1 *0,3919± *0,3252± *0,3262± *0,2612± *0,3265±

3 0,5225± *0,4572± 0,5225± 0,4572± *0,4572±

5 0,7185± 0,6532± 0,9145± 0,7185± 0,6532±

10 1,0451± 1,0451± 1,0451± 0,9798± 0,8492±


15 1,3064± 1,1757± 1,1104± 1,0451± 1,1104±

Keterangan: KT= KantungTeh


*)kadar klorin berada pada ambang batas aman (0,2-0,5ppm)

10. Pembahasan

Berdasarkan hasil penetapan kualitatif, dari tiga metode kualitatif yang


digunakan yaitu uji kalium iodida kanji, uji timbal asetat dan uji asam klorida
encer menunjukkan hasil positif adanya klorin pada semua sampel yang diuji.
1.4
1.2
kadar klorin (ppm)

1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Sampel kantung teh

Gambar 3.1 Grafik kadar rata-rata klorin pada kantung teh celup

Dari grafik diatas dapat dilihat kadar klorin pada kantung teh dari berbagai merk
yang beredar di pasaran. Perlakuan dengan perendaman kantung teh selama 15
menit dengan air hangat memberikan hasil rata-rata kadar klorin dari setiap
merk kantung teh celup yang diuji berkisar antara 0,9798-1,3064 ppm.
Pada teh celup, dengan perlakuan berdasarkan lama waktu pencelupan 1menit,
3 menit, 5 menit, 10 menit, dan 15 menit dengan air panas menunjukkan kadar
rata-rata dari TC1 sebesar 0,0784-0,5486 ppm, TC2 sebesar 0,0392-0,5095ppm,
TC3 sebesar 0,0392-0,5095 ppm, TC4 sebesar 0,1175-0,4703 ppm, TC5 sebesar
0,1175-0,4705 ppm.
Dari sampel kantung teh yang diberi perlakuan sama dengan teh celup yakni
dengan perlakuan berdasarkan lama waktu pencelupan 1 menit, 3 menit, 5
menit, 10 menit, dan 15 menit dengan air panas menunjukkan kadar rata-rata
klorin dari KT1 sebesar 0,3919-1,3064 ppm, KT2 sebesar 0,3265-1,1757 ppm,
KT3 sebesar 0,3262-1,1104 ppm, KT4 sebesar 0,2612-1,0451 ppm, dan KT5
sebesar 0,3265-1,1104 ppm.
Berikut adalah grafik kenaikan kadar dari sampel teh celup dan sampel kantung
teh.
1.4
1.2

kadar klorin (ppm)


1
0.8
0.6 TC1
0.4
KT1
0.2
0
1 3 5 10 15
waktu pencelupan (menit)

Gambar 3.2 Grafik kadar rata-rata klorin pada teh celup berdasarkan lamanya
waktupencelupan dari sampel Teh Celup 1 (TC1) dan Kantung Teh 1 (KT1)

1.4
1.2
kadar klorin (ppm)

1
0.8
0.6 TC2
0.4
KT2
0.2
0
1 3 5 10 15
waktu pencelupan (menit)

Gambar 5.3 Grafik kadar rata-rata klorin pada teh celup berdasarkan lamanya
waktupencelupan dari sampel Teh Celup 2 (TC2) dan Kantung Teh 2 (KT2)
1.2
1

kadar klorin (ppm)


0.8
0.6
0.4 TC3
0.2 KT3
0
1 3 5 10 15
waktu pencelupan (menit)

Gambar 3.4 Grafik kadar rata-rata klorin pada teh celup berdasarkan lamanya
waktupencelupan dari sampel Teh Celup 3 (TC3) dan Kantung Teh 3 (KT3)

1.2
kadar klorin (ppm)

1
0.8
0.6
0.4 TC4
0.2 KT4
0
1 3 5 10 15
waktu pencelupan (menit)

Gambar 5.5 Grafik kadar rata-rata klorin pada teh celup berdasarkan lamanya
waktu pencelupan dari sampel Teh Celup 4 (TC4) dan Kantung Teh 4 (KT4)
1.2

kadar klorin (ppm)


1
0.8
0.6
0.4 TC5
0.2 KT5
0
1 3 5 10 15
waktu pencelupan (menit)

Gambar 3.6 Grafik kadar rata-rata klorin pada teh celup berdasarkan lamanya
waktu pencelupan dari sampel Teh Celup 5 (TC5) dan Kantung Teh (KT5)

Grafik diatas menunjukkan bahwa semakin lama waktu pencelupan, kadar klorin
semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena semakin lama waktu pencelupan
semakin banyak klorin yang larut dalam air. Salah satu yang mempengaruhi
kelarutan suatu zat adalah waktu, dimana semakin lama waktu kontak makin
banyak zat yang dapat larut dalam air. Hal ini juga didukung oleh sifat klorin
yang mudah larut dalam air.

Jika dibandingkan dengan kadar klorin pada kantung teh celup, kadar klorin
pada teh celup lebih kecil. Hal ini berarti keberadaan teh berpengaruh terhadap
kelarutan klorin dalam air. Penghambatan kelarutan klorin dalam teh ini diduga
karena adanya komposisi pada teh dimana komposisi tersebut mampu
berikatan dengan klorin sehingga menyebabkan klorin sulit larut dalam air(8)
Salah satu senyawa teh yang berikatan dengan klorin adalah kafein, klorin yang
berikatan dengan kafein disebut klorin terikat. Disebut klorin terikat karena
klorin berikatan dengan senyawa lain sedangkan jika klorin tidak terikat dengan
senyawa lain disebut klorin bebas.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No 416/MENKES/PER/IX/1990


tentang persyaratan air minum, persyaratan air bersih, air kolam renang dan air
pemandian, batas kandungan klorin yang diperbolehkan antara 0,2 - 0,5 ppm.
Dan menurut WHO (2004) nilai ambang batas klorin adalah 0,5 ppm.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar klorin pada sampel teh celup masih
berada pada ambang batas aman (0,2-0,5 ppm) sampai waktu pencelupan 15
menit kecuali untuk sampel teh celup 1 yang ambang batas amannya berada
pada waktu pencelupan 10 menit. Berbeda dengan kadar klorin pada kantung
teh yang lebih besar dengan ambang batas aman berada pada waktu
pencelupan 3 menit selebihnya kadar klorin sudah melebihi batas yang
diperbolehkan oleh permenkes. Kadar yang melebihi batas yang diperbolehkan
dapat menyebabkan dampak buruk bagi kesehatan.

Untuk memperoleh minuman teh sesuai dengan penyajian teh yang baik adalah
dengan mencelupkan teh tidak lebih dari 3 menit. Menurut Ratna Soemantri
(pendiri komunitas pecinta teh) untuk dapat merasakan aroma, rasa, dan
keunggulan teh sebaiknya tidak memaksakan teh cepat larut dan tidak
membiarkan teh terlalu lama dalam cangkir atau teko, karena selain akan
membuat teh semakin pekat dan pahit, antioksidan dalam teh juga akan
berubah karena antioksidan itu cepat sekali hilang. Selain itu semakin lama teh
direndam, maka kafein dalam teh akan semakin terekstrak sehingga terjadi
oksidasi(11).

Berdasarkan Permenkes No.722/MenKes/Per/IX/88 tentang Bahan Tambahan


Makanan, disebutkan bahwa klorin tidak tercatat sebagai Bahan Tambahan
Pangan (BTP) dalam kelompok pemutih tepung.

Penggunaan klorin dalam industri tekstil, pulp, dan kertas digunakan sebagai
bahan pemutih dan penghalus.Di bidang kesehatan, klorin digunakan sebagai
desinfektan pada pengolahan air minum.

Jika dilihat dari pengaruhnya terhadap kesehatan, keberadaan klorin pada


kantung teh cukup berbahaya apalagi jika mengkonsumsi teh secara rutin
dengan membiarkan kantung teh tetap tercelup pada cangkir sampai teh habis
diminum. Efek toksik klorin yang terutama adalah sifat korosifnya. Kemampuan
oksidasi klorin sangat kuat, di dalam air klorin akan melepaskan oksigen dan
hidrogen klorida yang menyebabkan kerusakan jaringan(8).

Menurut U.S Departement of Health and Human Services (2007) bila terjadi
keracunan melalui jalur pencernaan, larutan klorin yang dihasilkan dalam
bentuk sodium hipoklorit dapat menyebabkan luka yang korosif apabila
tertelan.
Pemaparan klorin melalui jalur pernapasan pada konsentrasi 1-10 ppm
menyebabkan iritasi mata dan hidung, sakit tenggorokan, dan batuk, pada
konsentrasi >15 ppm dapat dengan cepat membahayakan saluran pernapasan
dengan rasa sesak di dada dan terjadinya akumulasi cairan di paru-paru (edema
paru-paru). Konsentrasi terendah yang mematikan selama paparan lebih dari 30
menit diperkirakan sebesar 430 ppm. Pemaparan klorin dapat menyebabkan
sindrom gangguan fungsi, iritasi bahan kimia menyebabkan terjadinya asma.
Anak-anak lebih mudah diserang oleh bahan-bahan korosif dibandingkan orang
dewasa karena diameter saluran napasnya lebih kecil.
Iritasi klorin pada kulit dapat menyebabkan rasa terbakar, peradangan dan
melepuh. Pemaparan cairan klorin dapat menyebabkan peradangan akibat suhu
dingin.

Pemaparan pada mata dengan konsentrasi rendah di udara dapat menyebabkan


rasa terbakar, mata berkedip tidak teratur atau kelopak mata tertutup tanpa
sengaja, konjungtivitis. Kornea mata terbakar dapat terjadi pada konsentrasi
yang tinggi.

Hasil analisis dilakukan dengan perhitungan secara statistika dengan T-Test


paired sample pada Statistical Product and Service Solution (SPSS), karena
sampel dibandingkan antara kadar klorin pada teh celup dan kadar klorin pada
kantung teh celup yang diberi perlakuan berdasarkan lama waktu pencelupan 1
menit, 3 menit, 5 menit, 10 menit, dan 15 menit dengan air hangat. T-Test
paired sample merupakan uji perbedaan rata-rata dua sampel berpasangan
untuk menguji ada tidaknya perbedaan rata-rata pada dua sampel bebas yang
saling berhubungan (dependent).

Uji t-test paired sample atau uji dua rata-rata ini menggunakan taraf
kepercayaan 95%. Kesimpulan diambil dari perhitungan statistika yang dilihat
dari perbandingan nilai probabilitas (Sig.) seperti berikut:
Jika nilai probabilitas ≥ 0,05 = Ho
Jika nilai probabilitas ≤ 0,05 = Ha

Keterangan: Ho= Tidak terdapat perbedaan rata-rata kadar klorin pada teh
celup dan pada kantung teh celup
Ha = Terdapat perbedaan rata-rata kadar klorin pada teh celup
dan pada kantung teh celup(12).

Tabel 3.6Perbandingan Kadar Klorin Secara Statistik pada Teh Celup dan pada
Kantung Teh Celup berdasarkan Lamanya Waktu Pencelupan

No Waktu pencelupan Nilai probabilitas Keterangan


(menit)
1 1 0,003 ≤ 0,05 Ha
2 3 0,000≤ 0,05 Ha
3 5 0,001≤ 0,05 Ha
4 10 0,000≤ 0,05 Ha
5 15 0,000≤ 0,05 Ha
Hasil perhitungan statistika dari tabel diatas menunjukkan Ha, dimana nilai
probabilitas ≤ 0,05 yang berarti terdapat perbedaan kadar klorin pada kantung
teh celup dan pada teh celup berdasarkan lamanya waktu pencelupan.

11. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penetapan kualitatif, dari tiga metode kualitatif yang


digunakan yaitu uji kalium iodida kanji, uji timbal asetat dan uji asam klorida
encer menunjukkan hasil positif adanya klorin pada semua sampel yang diuji.

Jika dibandingkan dengan kadar klorin pada kantung teh celup, kadar klorin
pada teh celup lebih kecil. Hal ini berarti keberadaan teh berpengaruh terhadap
kelarutan klorin dalam air. Penghambatan kelarutan klorin dalam teh ini diduga
karena adanya komposisi pada teh dimana komposisi tersebut seperti kafein
mampu berikatan dengan klorin sehingga menyebabkan klorin sulit larut dalam
air.

Teh sebaiknya dicelupkan tidak lebih dari 3 menit karena kadar klorin masih
berada pada batas aman terendah selain itu juga tercantum pada kemasan
bahwa mencelupkan teh sebaiknya hanya 2-3 menit saja. Selain itu dengan
mencelupkan teh tidak lebih dari 3 menit maka rasa, aroma, dan keunggulan teh
sudah didapatkan.

Bila terjadi keracunan melalui jalur pencernaan, larutan klorin yang dihasilkan
dalam bentuk sodium hipoklorit dapat menyebabkan luka yang korosif apabila
tertelan karena efek toksik klorin yang terutama adalah sifat korosifnya.
Kemampuan oksidasi klorin sangat kuat, di dalam air klorin akan melepaskan
oksigen dan hidrogen klorida yang menyebabkan kerusakan jaringan.

12. Daftar Pustaka

Riana Dyah Suryaningrum, Mohammad Sulthon, Dkk, 2007 , “Peningkatan


Kadar Tanin Dan Penurunan Kadar Klorin Sebagai Upaya Peningkatan Nilai
Guna Teh Celup”, Jurnal PKM Penulisan Ilmiah, 5,7,12.

Murni Sari Rahayu dan Nurhayati, 2005 , ”Penggunaan EM-4 Dalam


Pengomposan Limbah Teh Padat”, Jurnal Kimia , 26-30.

Naniek Widyaningrum, 2013 ,”Epigallocatechin-3-Gallate (EGCG) Pada Daun


Teh Sebagai Anti Jerawat”, Semarang, 95.
Yeriana Sarasdewi Pramandya, 2010 , “Sikap Dan Minat Konsumen Pasar
Swalayan Terhadap Produk Teh Di Surakarta”, Surakarta, 9-10.

Dr.Ir. Wisnu Cahyadi, M.Si,2009,”Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan


Tambahan Pangan”, Ed 2, penertbit Bumi Aksara,Jakarta.

Hana Suaibah, 2009 ,”Analisis Kualitatif Klorin Pada Beras Yang Dijual Di Salah
Satu Pasar di Kabupaten Garut”,Tugas Akhir Sarjana Farmasi, jurusan Farmasi,
FMIPA, UNIGA, Garut, 13.

Ahmad Hasan, 2006 , “Dampak Penggunaan Klorin”, jurnal Teknologi Konversi


dan Teknologi Konservasi Energi, Tek.Ling.P3TL-BPPT, 2-5.

Dian Novita Sinuhaji, 2009 , “Perbedaan Kandungan Klorin (Cl2) Pada Beras
Sebelum dan Sesudah Dimasak Tahun 2009”, Skripsi Sarjana Kesehatan
Masyarakat,Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara,
Medan, 26-30.

G, Svehla, Ph.D.,Sc.,F.R.I.C, 1985 ,”Vogel Bagian II Analisis Anorganik Kualitatif


Makro dan Semimikro”, Ed 5, terjemahan Ir.L.Setiono dan Dr.A.Hadyana
Pudjaatmaka, Penerbit PT Kalman Media Pusaka,Jakarta,344.

Basset. J etc, 1994 , “Buku Ajar Vogel Analisis Anorganik Kuantitatif


Anorganik”, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Ririn Yuningsih dkk,2012,”Pengaruh Berat Dengan Lama Waktu Penyeduhan


Teh Terhadap Kadar Kafein Teh”, Universitas Syiah Kuala, 82-87.

Drs.H. Rostina Sundayana, 2014 , “Panduan Praktikum Statistika Farmasi


dengan SPSS 16”, FMIPA UNIGA, Garut, 16-17.

SNI 06-4824, 1998, “Metode Pengujian Kadar Klorin Bebas Dalam Air Dengan
Alat Spektrofotometrer Sinar Tampak Secara Dietil Fenildiamin (DPD)”, Jurnal
Kimia, 1.

Muhammad Burhan Rosyidi, 2010, “Pengaruh Breakpoint Chlorination (BPC)


Terhadap Jumlah Bakteri Koliform Dari Limbah Cair Rumah Sakit Umum
Daerah Sidoarjo”, FMIPA ITSN, Surabaya, 4-5.

Anda mungkin juga menyukai