Anda di halaman 1dari 45

LAPORAN TUTORIAL

MODUL IV
PERDARAHAN KONTAK

KELOMPOK I

Andi Ririn Yani Sidik : 10542006309


Cichi Amalia : 10542007109
Andi Muh. Gunawan : 10542036212
Andi NurTenri Ratu Palar : 10542036312
Sahar Maulana : 10542043112
Tri Wahyuni Aprianti Anzar : 10542043812
Asrianti : 10542047213
Dewi Nurfadilah : 10542047313
Nabigha Yushatia Putri : 10542050013
Nadziefah Ghina Faiqah : 10542050113
Rizki Amalia Magfirawati : 10542053013
Wardaningsih : 10542054513

BLOK ONKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2016
BAB I

PENDAHULUAN

SKENARIO

Seorang perempuan berusia 40 tahun, P3A0 datang dengan keluhan keluar

darah dari jalan lahir sedikit-sedikit yang dialami setelah berhubungan dengan

suami. Sebelumnya penderita sering mengalami keputihan sejak 6 bulan lalu,

gatal dan berbau amis. Pasien menikah pada usia 19 tahun.

KATA KUNCI

- Perempuan 40 tahun P3A0

- Keluar darah dari jalan lahir sedikit-sedikit

- Dialami setelah berhubungan dengan suami

- Sering mengalami keputihan sejak 6 bulan lalu

- Gatal dan berbau amis

- Menikah pada usia 19 tahun


PERTANYAAN

1. Anatomi dan histologi dari skenario?

2. Keadaan apa yang menyebabkan keputihan?

3. Keadaan apa yang menyebabkan perdarahan kontak?

4. Bagaimana patomekanisme terjadinya perdarahan setelah berhubungan?

5. Jelaskan masing – masing diferensial diagnosis yang sesuai dengan

skenario?

6. Langkah-langkah diagnostik?
BAB II

PEMBAHASAN

1. ANATOMI DAN HISTOLOGI

Organ – organ internal sistem reproduksi wanita terdiri dari: dua ovarium

dan dua tuba fallopii atau saluran telur, uterus, dan vagina. Genetalia eksterna

secara keseluruhan disebut vulva dan terdiri dari struktur – struktur yang tampak

dari luar, mulai dari pubis sampai keperineum: mons pubis, labia mayora, labia

minora, klitoris, vestibulum yang berbentuk seperti amandel didalam labia

minora. Meatus uretra, lubang vagina atau introitus, dua perangkat kelenjar yaitu

kelenjar skene dan bartholini, yang bermuara pada vestibulum.

Tuba fallopii adalah penghubung ovarium dengan uterus dan bermuara ke

dalam rongga uterus, sehingga terjadi hubungan yang langsung dari rongga

peritoneal dengan rongga uterus.

Uterus terletak di tengah – tengah panggul dan secara struktur dibagi

menjadi badan atau korpus, dan serviks. Lapisan dalam ,endometrium, terdiri dari
permukaan epitelium, kelenjar, dan jaringan ikat ( stroma). Endometrium

dilepaskan selam menstruasi. Pada bagian terbawah dari korpus terdapat os

internal dari serviks. Dengan demikian, kanalis servikalis merupakan penghubung

antara rongga korpus uteri, melalui os internal dan os eksternal, dengan vagina.

Vagina dimulai dari serviks uteri sampai introitus pada vestibulum, yang

merupakan batas antara struktur genitalia interna dan eksterna. Dengan demikian

ada hubungan langsung antara bagian luar tubuh dengan ronggal peritoneal

melalui struktur sistem reproduksi. Organ – organ pelvis interna dapat dipalpasi

melalui dinding vagina bagian atas, dan akses pembedahan kerongga peritoneal

dapat dicapai melalui dinding vagina di belakang serviks. Mons pubis meliputi

permukaan anterior dari simfisis pubis dan berlanjut ke bawah dan menyatu

dengan labia mayora. Disebelah medial dari labia mayora terdapat labia minora.

Labia minora menyatu dan bergabung di inferior membentuk fourchette dan di

superior membentuk prepusium dari klitoris. Klitoris adalah jaringan erektil yang

kecil terletak di atas labia minora.

HISTOLOGI

Uterus manusia adla organ berbentuk buah pir dengan dinding tebal.

Bagian korpus adalah bagian utama uterus. Bagian atas uterus yang membulat dan

menonjol di atas tempat masuk tuba uterina adalah fundus. Bagian bawah yang

lebih sempit dan merupakan bagian akhir uterus dibawah korpus adalah serviks.

Serviks menonjol dan bermuara ke dalam vagina.


Dinding uterus memiliki 3 lapisan: diluar terdapat perimetrium ( serosa atau

adventisia), miometrium sebagai lapisan tengah yang tebal dan terdiri atas otot

polos, dan pada bagian dalam terdapat endometrium (epitel, kelenjar – kelenjar

uterina, lamina propria).Endometrium biasanya dibagi atas dua lapisn, yaitu

stratum fungsionale didekat lumen dan stratum basale dibagian basal. Pada wanita

tidak hamil, stratum fungsionale dilepaskan setiap bulan sekali menstruasi,

menyisakan stratum basale --- sumber sel untuk regenerasi stratum fungsionale

baru. Pasokan arteri ke endometrium berperan penting selama fase menstruasu

pada siklus haid.

Arteri uterina pada ligamentum latum mencabangkan arteri arkuata yang

memasuki miometrium serta berjalan melingkar. Pembuluh ini dibagi menjadi

arteri yang berjalan lurus dan yang berjalan berpilin yang memasok endometrium.

Arteri lurus merupakan arteri pendek dan memasik stratum basale endometrium,

sedangkan arteri spiralis merupakan arteri panjang dan bergelung, dan menuju ke

lapisan permukaan ( stratum fungsionale) endometrium. Berbeda dengan arteri

lurus, arteri spiralis sangat sensitif terhadap perubahan kadar hormon ( estrogen

dan progesteron) selama siklus menstruasi. Serviks merupakan bagian terbawah

uterus yang menonjol kedalam liang vagina sebagai porsio vaginalis. Sebuah

kanalis servikalis sempit melalui serviks. Kanalis servikalis yang bermuara ke

dalam uterus adalahorifisium internum, dan yang bermuara ke dalam vagina

adalah orifisium eksternum. Berbeda dengan stratum fungsionale endometrium,

mukosa servikal mengalami sedikit sekali perubahan dan tidak dilepaskan selama

menstruasi. Namun serviks mengandung banyak kelenjar servikal bercabang, dan


kelenjar ini menampakkan perubahan aktivitas sekretoris selama fase – fase siklus

menstruasi yang berbeda. Jumlah dan jenis mukus yang disekresi kelenjar –

kelenjar servikal berubah selama siklus menstruasi karena dipengaruhi hormon

ovarium yang berbeda.

GAMBAR HISTOLOGI SERVIKS, KANALIS SERVIKALIS UTERI DAN

FORNIKS VAGINA

Vagina ada saluran fibromuskular yang terdapat di antara seviks uteri

sampai ke vestibulum genetalia eksterna. Dindingnya sangat berlipat dan terdiri

atas mukosa (dalam), lapisan muskular(tengah), dan adventisia jaringan ikat

(luar). Vagina tidak memiliki kelenjar pada dindingnya. Liang vagina dilapisi

epitel berlapis gepeng dan dilumasi mukus yang dihasilkan kelenjar serviks.

Jaringan ikat fibroelastis longgar dan banyak pembuluh darah membentuk lamina

propria, dan serat-serat otot polos membentuk lapisan dari organ. Seperti epitel

serviks, epitel pelapis vagina tidak dilepaskan pada saat mentruasi.


GAMBAR HISTOLOGI VAGINA

2. Penyebab Keputihan

Fluor albus (leukorea) cukup mengganggu penderita baik fisik maupun

mental. Sifat dan banyaknya keputihan dapat memberikan petunjuk kea rah

etiologinya. Perlu ditanyakan sudah berapa lama keluhan itu, terjadinya

secara terus-menerus atau hanya pada waktu-waktu tertentu saja, seberapa

banyaknya, apa warnanya, baunya, disertai rasa gatal/nyeri atau tidak.

Leukorea dapat terjadi secara fisiologis maupun patologis. Leukorea

Fisiologis terdiri atas cairan yang kadang-kadang berupa mukus yang

mengandung banyak epitel dengan leukosit jarang, sedang pada kondisi

patologis terdapat banyak leukosit. Leukorrea fisiologis biasa ditemukan.

pada keadaan antara lain:


a. Bayi baru lahir terutama sampai usia 10 hari, hal ini disebabkan pengaruh

estrogen dari plasenta terhadap uterus dan vagina bayi.

b. Waktu disekitar menarche, timbul karena pengaruh estrogen. Leukorea ini

akan hilang sendiri tetapi dapat meresahkan orang tua penderita.

c. Rangsangan seksual pada wanita dewasa

d. Waktu sekitar ovulasi, karena sekret dari kelenjar-kelenjar seviks uteri

menjadi lebih encer.

e. Pada wanita dengan penyakit menahun, pengeluaran sekret kelenjar

serviks uteri juga bertambah.

Leukorea patologis terbanyak disebabkan oleh infeksi biasanya oleh

jamur, bakteri, parasit, virus, disini cairan berwarna kekuningan sampai hijau,

sering kali lebih kental dan berbau, dan banyak mengandung leukosit. Selain

itu leukorea dapat juga disebabkan oleh vaginitis karena bahan-bahan

kimiawi, pengobatan sendiri dengan obatobatan topical atau pembersih

vagina berulang-ulang. Juga dapat ditemukan pada neoplasma baik jinak

maupun ganas.

Berdasarkan penyebabnya, infeksi-infeksi tersebut adalah:

a. Bakteri :

o Gardnerella vaginalis Menyebabkan peradangan vagina yang tidak

spesifik dan kadang dianggap sebagai bahan dari mikroorganisme

normal dalam vagina karena seringnya ditemukan. Gardnerella

vaginalis menghasilkan asam amino yang diubah menjadi senyawa

amin yang menimbulkan bau amis seperti ikan. Cairan vagina


tampak berwarna keabu-abuan pH.sekret vagina > 4,5 ( pH normal

adalah < 4,5 ).

o Klamidia trakomatis Infeksi klamidia sering ditemukan pada

wanita dewasa yang seksual aktif. Infeksi klamidia ini juga

didapatkan pada bayi dan anakanak. Infeksi pada bayi didapatkan

pada masa perinatal. Resiko penularan dari ibu dengan infeksi

klamidia pada bayinya saat kelahiran diperkirakan 50%. Infeksi

pada bayi yang paling sering didapatkan ada konjungtivitis

neonatal, terjadi pada 20 – 50% bayi yang dilahirkan dengan

infeksi klamidia trakomatis.

o Gonokokus Gonokokus adalah bakteri yang umumnya menginfeksi

karena kontak seksual. Biasanya pada wanita mengenai membrane

mukosa uretra dan endoserviks, selanjutnya infeksi akan menyebar

ke jaringan yang lainnya.

o Treponema pallidum Bakteri ini merupakan penyebab penyakit

sifilis. Sifilis termasuk penyakit akibat hubungan seksual yang

disebabkan oleh Treponema pallidum dan mempunyai beberapa

sifat, yaitu : perjalanan penyakitnya sangat kronis, dalam

perjalannya dapat menyerang semua organ tubuh, mempunyai

masa laten, dapat kembali kambuh ( rekuren ), dan dapat ditularkan

dari ibu ke janinnya .


b. Jamur

o Candida albicans. Candida adalah mikroorganisme opurtunis, dapat

dijumpai diseluruh badan, terutama di mulut, kolon, kuku, vagina

dan saluran anorektal. Candida sp yang paling sering menyebabkan

infeksi kandidiasi vulvavaginalis adalah candida albikan dan

patogen yang paling sering diremukan. Selain itu ada spesies

candida non albikan yang bisa menginfeksi adalah candida

galbrata. Pada umumnya infeksi disebabkan adanya kolonisasi

yang berebihan dari spesies kandida yang sebelumnya bersifat

komensal pada vulva dan vagina. Pasangan penderita biasanya juga

akan menderita penyakit jamur ini. Keadaan yang saling

menularkan antara pasangan ini disebut sebagai fenomena ping-

pong. Spesies kandida menghasilkan koloni berwarna putih

kecoklatan sampai kekuningan dengan bau seperti ragi, bulat dan

besar ( berukuran 3 – 6 µm ), pertumbuhannya cepat dan menjadi

dewasa dalam waktu 3 hari. Permukaan koloni licin, halus,

mengkilat dan kering, mempunyai budding, hifa dan pseudohifa.

c. Parasit

o Trikomonas vaginalis. Trikomonas vaginalis merupakan satu-

satunya spesies Trichomonas yang bersifat patogen pada manusia

dan dapat dijumpai di traktus urogenital. Biasanya ditularkan

melalui hubungan seksual. Parasit ini berbentuk lonjong dan

mempunyai bulu getar dan pada sediaan basah mudah terlihat


karena gerakannya yang menghentakhentak. Cairan yang keluar

dari vagina biasanya banyak, berbuih menyerupai air sabun dan

berbau. Leukorea oleh parasit ini tidak selalu gatal, tetapi vagina

tampak kemerahan dan timbul rasa nyeri bila ditekan atau perih

bila berkemih.

d. Virus

o Virus Herpes Simpleks Genitalis. Herpes simpleks genitalis dapat

ditularkan melalui kontak seksual tetapi tidak dapat ditularkan

melalui udara atau melalui air, misalnya jika seseorang berenang di

kolam renang. Herpes simpleks disebabkan oleh Herpes Virus

Hominis atau Herpes Simpleks virus merupakan salah satu infeksi

yang tersering pada manusia

e. Benda asing

Adanya benda asing seperti tertinggalnya kondom atau benda tertentu

yang dipakai pada waktu senggama, AKDR, adanya cincin pesarium yang

digunakan wanita dengan prolapsus uteri dapat merangsang pengeluaran

cairan vagina yang berlebihan. Jika rangsangan ini menimbulkan luka

akan sangat mungkin terjadi infeksi penyerta dari flora normal yang

berada di dalam vagina sehingga timbul leukorea.

f. Neoplasma/ keganasan.

Kanker akan menyebabkan leukorea patologis akibat gangguan

pertumbuhan sel normal yang berlebihan sehingga menyebabkan sel

bertumbuh sangat cepat secara abnormal dan mudah rusak, akibat terjadi
pembusukan dan perdarahan akibat pecahnya pembuluh darah yang

bertambah untuk memberikan makanan dan oksigen pada sel kanker

tersebut. Pada keadaan ini akan terjadi pengeluaran cairan yang banyak

disertai bau busuk akibat terjadinya proses pembusukan dan disertai oleh

adanya darah yang tidak segar.

3. Menyebabkan Perdarahan Kontak

Etiology

 Benign growths

o Endometrial polyps

o Cervical polyps

o Servical ectropion

 Infection

o Services

o Pelvic inflammatory disease

o Endometritis

o Vaginitis

 Genitalia/vulvar lesion

o Herpes simplex virus

o Syphilis

o Chancroid

o Limphogranuloma venereum
o Condyloma accuminata

 Benign conditions

o Vaginal atrophy

o Pelvic organ prolapsed

o Benign vascular neoplasms

o endometriosis

 Malignancy

o Cervical cancer

o Vaginal cancer

o Endometrial cancer

 Trauma

o Sexual abuse

o Foreign bodies

4. Patomekanisme Terjadinya Perdarahan Setelah Berhubungan

Perdarahan kontak dapat didefinisikan sebagai perdarahan rahim abnormal

tanpa penyebab organic (sesuai dengan fisiologi organ) yang terjadi pada saat

coitus atau pasca coitus. Mekanisme dari perdarahan kontak berhubungan

dengan faktor penyebab. Umumnya sangat berhubungan dengan sifat epitel

dari jalan lahir. Seperti adanya erosi pada serviks dan Ca Serviks yang

menyebabkan dinding dari serviks menjadi lebih tipis sehingga jika coitus

terjadi, dapat menyebabkan perlukaan dan menyebakan perdarahan. Salah


satu diagnosis yang dapat membedakan antara perdarahan kontak dan

fisiologis adalah dari gejala klinisnya.

Pada perempuan faktor predisposisi untuk mengalami trauma pada coitus

adalah hipoplsia genitalis, vagina yang kaku (vaginismus), dan hymen yang

tebal. Tidak adanya pengalaman, sedang mabuk, atau memiliki penis yang

besar bisa juga merupakan faktor-faktor dari pihak laki-laki yang

memudahkan jadinya trauma pada waktu koitus. Robekan pada forniks

posterior vagiane tidak jarang terjadi. Keadaan khusus yang bisa memicu

robekan pada forniks posterior vaginae antara lain adalah sebagai berikut :

 Apabila wanita mengalami orgasme ketika coitus, bisa terjadi

kenaikan tekanan intra-abdominal, sehingga kaavum douglasi

menonjol. Tekanan penis yang berulang pada kavum douglasi

yang menonjol ini dapat menyebabkan perlukaan pada forniks

posterior.

 Pada wanita yang telah mengalami histerektomi total, vagina

bagian atas menjadi kaku dan pendek, sehingga lebih mudah

terjadi perlukaan pada forniks posterior waktu coitus.

 Faktor-faktor yang juga merupakan predisposisi adalah masa

nifas dan masa pasca menopause.


5. Diferensial Diagnosis

Karsinoma Serviks

Karsinoma serviks adalah tumor ganas paling sering ditemukan pada

sistem reproduksi wanita. Di China dalam 20 tahun terakhir insidennya

cenderung menurun, tapi insiden pada kelompok usia muda cenderung

meningkat. Kebanyakan kasus berupa carsinoma berupa karsinoma epitel

skuamosa, tumor tubuh setempat, umumnya menginvasi jaringan

parametrium dan organ velvis serta menyebar kekelenjar limfe kavum pelvis.

Gejala yang paling umum adalah perdarahan dan sekret pervaginaan. Operasi,

radioterapi merupakan cara terapi radikal utama dewasa ini. Prognosis

penyakit stadium dini sangat baik.7

Namun, di Amerika Serikat selama 40 tahun terakhir telah mengalami

penurunan insiden dan penurunan angka kematian sebesar 70%. Hal ini

disebabkan oleh deteksi dini lesi serviks prainvasif pada perempuan

asimptomatik dengan menggunakan pemeriksaan sitologik eksfoliatif (apusan

papanicolaou). Tidak ada kanker ginekologi yang lain insiden dan


keparahannya sangat dipengaruhi oleh pendidikan pasien dan intervensi

dokter.

Epidemiologi

Insiden karsinoma serviks hanya dibawah karsinoma mamae dalam tumor

ganas pada wanita. Diseluruh dunia setiap tahun terdapat sekitar 500.000

kasus baru, atau 5% dari seluruh tumor ganas. Di China setiap tahun terdapat

131.500 kasus baru, insiden pada kelompok usia muda cenderung meningkat.

Wanita segala usia dapat terkena karsinoma serviks uteri, tapi jarang

ditemukan pada usia 20 tahun. Pertumbuhan 30-60 tahun relatif cepat, 40-60

tahun insiden tertinggi. Dalam 10 tahun terakhir, insiden karsinoma serviks

pada usia 25-34 tahun meningkat 77%.

Etiologi

Faktor Risiko Perilaku

Sebagaian besar pasien kanker serviks uteri adalah wanita sudah menikah.

Pada wanita yang belum menikah, khususnya biarawati sangat jarang

ditemukan. Kehidupan seksual terlalu banyak berkaitan erat dengan kanker

serviks uteri. Usia pernikahan pertama pernikahan pada usia 18 tahun ke

bawah dibandingkan dengan 25 tahun ke atas memiliki prevalensi lebih tinggi

13,3 hingga 25 kali lipat. Semakin banyak mitra seksual, risoko relatif terjadi

kejadian kanker serviks semakin tinggi.

Menurut survei epidemiologi, pasien kanker serviks uteri yang belum

pernah melahirkan adalah 10%. Usia partus pertama dini, insiden kanker

serviks semakin meninggi. Pada wanita dengan usia partus pertama <20
tahun, risiko relatif kejadian kanker serviks 3,28 kali dari wanita dengan

partus pertama berusia >26 tahun.

Faktor Biologis

Berbagai patogen berkaitan erat dengan kanker serviks uteri. Terutama

adalah virus papiloma humanus (HPV). Virus herpes simpleks tipe II (HSV

II). Sitomegalovirus humanus (HCMV), klamidia dan virus EB.

Hubungan antara HPV dan kanker serviks telah banyak diteliti. HPV

tertolong virus epiteliotropik. Infeksi HPV merupakan penyakit ditularkan

lewat hubungan kelamin. Umumnya asimtomatik, puncak infeksi pada usia

18-28 tahun. Umumnya lenyap sekitar 8-10% wanita usia 35 tahun ke atas

karena terus terinfeksi sehingga risiko terkena karsinoma serviks meningkat.

Faktor Lainnya

Faktor hospes dan lingkungan berperang penting. Faktor hospes yang

penting adalah fungsi imunitasnya. Faktor sinergis lingkungan seperti debris

prepusium, vaginoservitis kronis, merokok, konsumsi kontrasepsi oral dan

lainnya memfasilitasi terjadinya karsinoma serviks uteri.

Patofisiologi

Neoplasia Intraepitel Serviks


CIN menunjukkan sebagian sel dalam epitel skuamosa serviks uteri

menunjukkan heteritipia dengan derajat bervariasi, setara dengan hiperplasia

atipik dan karsinoma insitu yang dahulu digunakan. Dan menurut derajat

patologinya dibagi menjadi :

1) CIN 1 – hiperplasia atipikal ringan : yaitu 1/3 sel bagian bawah epitel

skuamosa serviks susunan menjadi kacau, polaritas lenyap, dismorfisis

inti, hiperkromatosis, ukuran dan inti tidak beraturan, kromatin bertambah,

kasar, ratio nukleositoplasma kacau, mitosis atipikal.

2) CIN II – hiperplasia atipikal sedang : yaitu 2/3 bagian epitel skuamosa

mengalami hiperplasia atipikal, heterotipia sel jelas, mitosis banyak.

3) CIN III – hiperplasia atipikal berat dan karsinoma insitu : hiperplasia

atipikal berat menunjukka hiperplasia atipikal mengenai 2/3 lebih lapisan

epitel, hanya 1-2 lapis sel permukaan masih normal, mitosis tampak

diseluruh lapisan epitel; karsinoma insitu menunjukkan sel hiperplasia

atipikal menenpati seluruh lapisan epitel skuamosa, tapi membran basal

masi intake, tanpa infiltrasi interstitial. Hiperplasia atipikal dan karsinoma

in situ sering kali mengenai glandula tubular uteri.

Karsinoma Mikroinvasif Serviks Uteri

Yaitu lesi karsinoma in situ serviks uteri telah menembus membran basal,

menginvasi interstitial dengan kedalaman ≤ 5 mm, lebar ≤ 7 mm.

Karsinoma Sel Skuamosa Invasi Serviks Uteri


Karsinoma invasi serviks uteri dapat terjadi di ostium eksternal serviks

uteri atau didalam kanal serviks, tapi pada umumnya timbul di daerah

peralihan epitel skuamosa dan epitel torak serviks uteri. Tipe patologik utama

karsinoma invasif serviks uteri adalah karsinoma epitel skuamosa (90%),

adenokarsinoma (5-7%), karsinomaadenoskuamosan (2-5%).

1) Klasifikasi makroskopik karsinoma sel skuamosa serviks uteri

a) Tipe erosi

b) Tipe nodular

c) Tipe kembang kol

d) Tipe ulserative

2) Derajat Diferensiasi Karsinoma Skuamosa Serviks Uteri

a) Karsinoma skuamosa diferensiasi baik (grade I) : sel besar, terdapat

granul keratine yang jelas, tampak jembatan antar sel, heterotipia sel

kanker relatif ringan, mitosis relative sedikit.

b) Karsinoma deferensiasi sedang (grade II) : sel besar, heterotopia sel

menonjol, mitosis relatif banyak, inti hiperkromatosis dan bentuk tidak

teratur, jembatan antar sel menonjol, tampa granul keratine.

c) Karsinoma skuamosa deferensiasi buruk (grade III) : sel besar atau sel

kecil, tak ada granul keratin, tak ada jembatan anatar sel, bentuk

abnormal dan mitosis banyak.

Adenokarsinoma serviks uteri

Adenokarsinoma serviks uteri timbul dari epitel torak kanalis dan asinus

yang memproduksi musin, morfologi umum sama dengan karsinma


skuamosa. Tipe histologi mencangkup adenokarsinoma endoserviks,

adenoakantoma, karsinoma sel jernih, adenokarsinoma asinosa.

Adenokarsinoma endoserviks : adenokarsinoma endoserviks

berdiferensiasi baik sulit dibedakan dengan dari epitel dan glandula

endoserviks normal.epitel tidak atipikal, hanya tampak glandula yang lebih

banyak, berekstensi lebih dalam ke interstitium serviks, jika produksi musin

banyak dapat tampak struktur adenokarsinoma musinosa, belakangan ini

diketahui Prognosisnya buruk.

Adenoakantoma: di dalam lesi kanker serviks dapat ditemukan unsur

epitel skuamosa normal di antara unsur adenokarsinoma.

Karsinoma sel jernih serviks uteri : jarang ditemukan. Timbul dari epitel

kavum mulleri dari mesoderm fetus. Prognosis tidak baik.

Adenokarsinoma skuamosa serviks uteri

Pada lesi karsinoma serviks uetri, dapat tampak unsur adenokarsinoma dan

unsur karsinoma skuamosa. Adenokarsinoma skuamosa jarang di temukan.

Prognosis relatif buruk.

Gejala Klinis

Stadium dini

 Dijumpai kebetulan karena tidak ada gejala khas

 Leukorea yang menahun

 Kontak pendarahan

Stadium pertengahan
 Leukorea menahun

 Kontak pendarahan

 Spotting disertai patrun menstruasi berubah

Stadium lanjut

 Leukorea berbau khas

 Disertai pendarahan terus menerusiasi

 Disertai akibat gejala metastasis

 Badan menjadi kurus

Dasar Diagnosis

 Pemeriksaan dalam dan speculum

 Diagnosis pasti :

 Paps smear

 Kolposcopy

 Schiller test

 Biopsy

Gambaran radiologi

Figure 7-51 Carcinoma of the cervix. On this

intravenous pyelogram, the left kidney is clearly

identified and is functional. No contrast is seen in


the collecting system of the right kidney due to obstruction of the

distal right ureter by the cervical carcinoma.

Gambaran patologi anatomi

Klasifikasi Stadium11

Klasifikasi stadium TNM

Tis : karsinoma in situ (karsinoma preinvasi)

T1 : kanker terbatas pada serviks uteri

T2 : invasi kanker belebihi uterus, tapi belum mencapai dinding pelvis

atau belum menginvasi 1/3 bagian bawah vagina


T3 : kanker ekspansi ke dindingh pelvis dan atau mengenai 1/3 vagina

dan atau menimbulkan hidronefrosis atau gagal ginjal.

T4 : kanker menginvasi mukosa buli-buli atau rectum dan atau

melebihi pelvis minor.

N0 : tampak metastasis kelenjar regional

N1 : ada metastasis di regional kelenjar

M0 : tanpa metastasis jauh

M1 : ada metastasis jauh

Stadium 0 : TisN0M0

Stadium 1 : T1N0M0

Stadium 2 : T2N0M0

Stadium 3 : T3N0M0, T1-3N1M0

Stadium 4 : T4N0-N1M0, T!-T4N0-1M1

Komplikas Karsinima Serviks Uteri

a) Pendarahan

Perdarahan profuse dapat terjadi langsung atau sesudah mendapat

pengobatan radium, ekternal radiasi, serta setelah kemoterapi.Pengobatan

yang dapat diberikan :

1. Infus

 Transfuse darah
2. Substitusi cairan

 Plasma ekspander

 Makrodex

 Plasmagel

3. Hemostatik

 Transamin

 Adona

 dicynon

4. Local : dilakukan tampone padat untuk beberapa hari

5. Operatif

 Pengikatan arteri iliaka interna

 Aplikasi radium kembali

b) Uremia

Uremia terjadi karena metastase pada ureter sehingga terjadi gangguan

pengeluaran urine.

Penyebab kematian karsinoma serviks uteri

 Perdarahan yang profuse

 Metastasis jauh dengan komplikasi dan menifestasi klinik fistula

dengan oragan sekitarnya

 Uremia

 Kakeksia

Upaya Pencegahan

 Menghindari kawin muda


 Mengikuti KB dengan dua orang anak

 Pengobatan intensif setiap infeksi genitalia

 Meningkatkan pendidikan masyarakat sehingga datang ke

Puskesmas dan rumah sakit pada stadium dini

 Melakukan pemeriksaan Pap smear secara rutin dan teratur

Pengobatan Kemoterapi

Syarat :

 Hbs di atas 10 gr%

 Leukosit di atas 6.000/cc

 Lever fungsi tes normal

 Fungsi ginjal baik

 Tidak ada gangguan pembekuan darah

Kemoterapi karsinoma serviks :

 Kombinasi ( BIP )

 Bleomisin 30 mg IV/ 24 jam infus hari I

 Infofamide 5 gr/𝑚2 IV / 24 jam hari I

 Cisplatin 3 gr/𝑚2 IV / 05 jam hari I

 Mesna 3 gr/𝑚2 IV / 24 jam hari I

3 gr/𝑚2 IV / 05 jam hari II

 Diulang dengan interval 4 minggu dan dijadwalkan sebanyak 3-6 kali

pengobatan
 Dapat diikuti dengan eksternal radiasi

 Hasilnya tidak terlalu memuaskan dan harganya mahal

Pengobatan Karsinoma Serviks Uteri

Karsinoma serviks uteri sensitive terhadap radiasi dan kurang berhasil

dengan pengobatan kemoterapi. Konsep pengobatannya sebagai berikut.

a. Lesion prakanker ( ca in situ )

 Konisasi ( ingin punya anak )

 Histerektomi

b. Stadium I – Iia

 Radikal Histerektomi

 Diikuti eksternal radiasi ( kemoterapi )

c. Stadium IIb – III : radium dan eksternal radiasi

d. Stadium IV : eksternal radiasi 12

Pemeriksaan yang penting dilakukan adalah :

1) Pemeriksaan spekulum

2) Kolposkopi

3) Histeroskopi

4) Biopsi

5) Melakukan kuretase
Untuk kepastian, semua hasil tindakan dilakukan pemeriksaan patologi

anatomi. Hasil pemeriksaan akan menentukan arah tindakan defenitif

pengobatan.

Karsinoma Endometrium

Karsinoma endometrium berasal dari endometrium karena berasla dari

korpus, juga disebut karsinoma korpus uteri. Dari keganasan ginekologik,

karsnioma endometrium menempati 20-30% bersm krsinom serviks uteri,

karsinoma ovarium merupakan 3 jenis keganasan ginekologik yang paling

sering ditemukan.

Epidemiologi

Di seluruh dunia

kasus baru

karsinoma

endometrium setip

tahun berjumlah

150.000.

Perbandingan insiden di dunia, amerika utara, eropa utara memiliki insiden

tertinggi, kawasan Asia lebih rendah.


Umumnya karsinoma endometrium dijumpai pada wanita yang berusia 50-65

tahun dengan usia rata-rata 61 tahun. Kira-kira 5% dapat dijumpai pada usia

sebelum 40 tahun dan sebesar 20-25% pada usia sebelum menopause.

ETIOLOGI DAN PATOGENESIS

Penyebab pasti kanker endometrium tidak diketahui.Kebanyakan kasus

kanker endometrium dihubungkan dengan endometrium terpapar stimulasi

estrogen secara kronis.Salah satu fungsi estrogen yang normal adalah

merangsang pembentukan lapisan epitel pada rahim.Sejumlah besar estrogen

yang disuntikkan pada hewan percobaan di laboratorium menyebabkan

hiperplasia endometrium dan kanker.

Adanya hubungan antara pajanan estrogen dengan kanker endometrium

telah diketahui selama lebih dari 50 tahun.Satu faktor resiko yang paling

sering dan paling terbukti untuk adenokarsinoma uterus adalah

obesitas.Jaringan adiposa memiliki enzim aromatase yang aktif.Androgen

adrenal dengan cepat dikonversi menjadi estrogen di dalam jaringan adipose

pada individu yang obesitas.Estrogen yang baru disintesis ini juga memiliki

bioavaibilitas yang sangat baik karena perubahan metabolik yang

berhubungan dengan obesitas menghambat produksi globulin pengikat

hormon seks oleh hati.Individu yang obesitas mungkin mengalami

peningkatan drastis pada estrogen bioavailable yang bersirkulasi dan pajanan

ini dapat menyebabkan penumbuhan hiperplastik pada endometrium.


Klasifikasi Stadium dan Derajat Kanker endometrium

Tabel 2.1. Klasifikasi stadium kanker endometrium berdasarkan FIGO2009

Stadium

I : Tumor terbatas pada korpus uteri

IA : Tidak atau kurang dari setengah invasi myometrium

IB : Invasi mencapai sama atau lebih dari setengah myometrium

II : Tumor menginvasi stroma serviks, tetapi tidak meluas ke luar

uterus.

III : Tumor menyebr secara lokal dan atau regional

IIIA : Tumor menginvasi serosa korpus uteri dan/atau adneksa

IIIB : Keterlibatan vagina dan/atau parametrium

IIIC : Metastasiske pelvis dan/atau kelenjar getah bening paraaorta

IIIC1 : Kelenjar getah bening pelvis positif

IIIC2 : Kelenjar getah bening paraaorta positif dengan/tampak kelenjar

getah bening pelvis positif

IV : Tumor menginvasimukosa buli dan/ataudan/atauusus,metastasis

jauh

IVA : Tumor menginvasi mukosa buli dan/atau usus

IVB : Metastasisjauh,termasukmetastasisintraabdomendan/atau kelenjar

getah bening inguinal.


FAKTOR RESIKO

 Menstruasi

Usia menarke dini (< 11 tahun) berhubungan dengan meningkatkan risiko

kanker endometrium walaupun tidak selalu konsisten. Kebanyakan

penelitian menunjukkan usia saat menopause mempunyai hubungan

langsung terhadap risiko meningkatnya kanker ini. Sekitar 70% dari semua

wanita yang didiagnosis kanker endometrium adalah pascamenopause.

Wanita yang menopause sesudah umur 52 tahun akan terjadi peningkatan

risiko sebesar 2,5 kali untuk terjadinya karsinoma endometrium.Di

samping itu karsinoma endometrium dapat terjadi pada wanita

premenopause dengan siklus haid yang tidak teratur.Pada beberapa

observasi ternyata bahwa adenokarsinoma sering terjadi pada wanita yang

mengalami menopause yang terlambat.Seperti diketahui siklus pada masa

menopause biasanya anovulatoar di mana lebih banyak pengaruh estrogen.

 Obesitas

Obesitas berhubungan dengan terjadinya peningkatan risiko karsinoma

endometrium sebesar 20-80%. Wanita yang mempunyai kelebihan berat

badan 11-25 kg mempunyai peningkatan risiko 3 kali dan 10 kali pada

wanita yang mempunyai kelebihan berat badan >25 kg.

 Diabetes mellitus

Didapati peningkatan risiko sebesar 2,8 kali pada wanita penderita

diabetes mellitus untuk terjadinya karsinoma endometrium.

 Penyakit ovari feminisasi


Tumor stroma korda seksual ovari seperti tumor sel granular,

tumor sel teka ovari berkemampuan mensekresi estrogen.Insiden tersebut

dapat mencapai 10-27%.Selain itu, sindrom ovari polikistik juga berkaitan

dengan anovulasi dan kelebihan estrogen.

 Nuliparitas

Kebanyakan penelitian menyimpulkan bahwa nulipara mempunyai

risiko tiga kali lebih besar menderita kanker endometrium dibanding

multipara.Hipotesis bahwa infertilitas menjadi faktor risiko untuk kanker

endometrium didukung oleh penelitian-peneltian yang menunjukkan risiko

yang lebih tinggi untuk nulipara dibanding wanita yang tidak pernah

menikah.Pada wanita nuliparitas dijumpai peningkatan risiko sebesar 2-3

kali. Perubahan-perubahan biologis yang berhubungan dengan infertilitas

dihubungkan dengan risiko kanker endometrium adalah siklus anovulasi

(terekspos estrogen yang lama tanpa progesteron yang cukup), kadar

androstenedion serum yang tinggi (kelebihan androstenedion dikonversi

menjadi estrone), tidak mengelupasnya lapisan endometrium setiap bulan

(sisa jaringan menjadi hiperplastik) dan efek dari kadar estrogen bebas

dalam serum yang rendah pada nulipara.

 Pemakaian estrogen eksogen

Pada wanita menopause yang mengkonsumsi estrogen akan terjadi

peningkatan risiko karsinoma sebesar 4,5-13,9 kali. Telah banyak

ditemukan kasus-kasus adenocarcinoma yang terjadi pada wanita-wanita

yang diberi terapi estrogen untuk jangka waktu yang lama.Walaupun


belum ada bukti yang nyata, banyak ahli yang tidak menyukai pemberian

yang terlalu lama.

 Obat anti estrogen

Tamoksifen merupakan sejenis homon steroid sintetik, memiliki

efek dual yaitu antiestrogenik dan estrogenik, dapat merangsang ovarium

mensekresikan estrogen dan menginduksi ovulasi, sehingga meningkatkan

kadar estrogen plasma darah.

MANIFESTASI KLINIS

 Perdarahan abnormal per vaginam

Insiden mencapai 100%. Manifestasi berupa perdarahan per

vaginam pasca menopause, kekacauan siklus haid pada wanita usia

reproduksi, masa haid memanjang, menoragia bahkan perdarahan masif,

dan lain-lain.

 Sekresi abnormal per vaginam

Manifestasi berupa sekresi sanguineus atau seperti air, ini disebabkan

lelehan atas perdarahan dari tumor, bila disertai infeksi dapat timbul sekret

purulen dan berbau busuk.Gejala ini timbul lebih awal daripada

perdarahan per vaginam.

 Nyeri

Pasien stadium dini tidak nyeri atau hanya ringan dan terabaikan,

dengan progresi penyakit, dapat timbul nyeri tegang abdomen bawah atau

nyeri intermitten, umumnya berkaitan dengan retensi darah atau pus dalam
kavu uteri atau infeksi sekunder. Juga dapat dikarenakan pertumbuhan

tumor, uterus membesar jelas, atau beradhesi dan terfiksasi dengan organ

pelvis, mendesak pleksus saraf sakral, hingga timbul nyeri tungkai bawah

atau lumbosakral.Biasanya timbul pada stadium lanjut.

 Manifestasi metastasis kanker

Bila tumor bermetastasis sistemik, seperti ke paru, hati, ginjal, otak,

vagina segmen bawah dapat timbul gejala yang sesuai, seperti batuk, batuk

darah, nyeri area hati, nyeri tulang, sakit kepala, muntah, dan lain-lain.

TANDA FISIK

Tanda fisik utama adalah pembesaran uterus, sering berupa uterus

membesar ringan sampai sedang. Tumor stadium lanjut dapat menempus

tunika serosa uterus, di permukaan uterus membentuk massa atau menginvasi

parametrium atau adneksa.

DIAGNOSIS

 Biopsi endometrium dan kuratase segmental

Mengambil endometrium untuk diperiksa secara patologik merupakan

standar mas untuk diagnosis karsinoma endometrium. Akurasi dari

kuratase segmental adalah 85-95%, namun karena dilakukan secara buta,

dapat terjadi kekeliruan atau kelolosan diagnosis.

 Pemeriksaan sitologi
Pemeriksaan ini kurang berarti karena sel endometrium di luar masa haid

tidak mudah eksfoliasis, sedangkan sel kanker intra-uterina setelah lepas

mengalami disolusi, denaturasi, sehingga tidak mudah diidentifikasi.

 Ultrasonography

Bila penyakit progresi lebih lanjut, tumor dapat membentuk massa tak

beraturan dalam kavum uteri, endometrium tampak menebal dan tidak

beraturan. Bila menginvasi lapisan otot maka lapisan otot menipis atau

berubah bentuk.Lesi endometrium dapat diketahui dengan USG 89,6% dan

invasi otot lapisan dalam 71%.Selain itu, USG dapat menemukan lesi

metastasis di hati, limpa, kelenjar limfe retroperitoneal dan organ di luar

kavum pelvis lainnya.

 CT dan MRI

Dapat lebih akurat membedakan leher rahim dan badan rahim,

endometrium dan lapisan otot, juga dapat membedakan derajat invasi ke

lapisan otot dan situasi metastasis ke kelenjar limfe.

 Zat penanda tumor

Menurut data, sekitar 20% pasien stadium klinis I, 80% pasien stadium

lanjut memiliki nilai CA125 tinggi.Spesifitas CA199 lebih rendah dari

CA125, tapi pemeriksaan bersama dengan CA125 membantu memastikan

keberadaan dan sumber tumor, berguna untuk memantau perubahan

penyakit.
TERAPI

 Terapi operasi

Terapi bedah karsinoma endometrium terdiri atas 3 teknik operasi, yaitu

histerosalpingektomi total atau histerosalpingektomi diperluas,

histerektomi ekstensif, dan histerektomi total ekstensif + eksisi

limfatikiliopelvik bilateral/eksisi limfatik para-aorta abdominal atau

biopsi.

Untuk pasien stadium klinis I, bila jenis patologik bukan termasuk tingkat

keganasan tinggi yaitu adenokarsinoma serosa, karsinoma sel jernih,

karsinoma skuamosa, dan lain-lain.Atau bila diferensiasi sel tumor bukan

G3, dapat dilakukan histerosalpingektomi total, saat operasi segera

membedah uterus. Sedangkan untuk stadium II atau lebih, jenis patologik

tingkat keganasan tinggi, diferensiasi sel buruk, maka dilakukan

histerektomi total ekstensif ditambah pengangkatan limfatik pelvis/ para-

aorta abdominal atau biopsi.

 Radioterapi

1. Radioterapi radikal

Terhadap pasien dengan hipertensi, diabetes melitus, obesitas berat

tidak tahan operasi atau stadium sudah lanjut diperkirakan tak

dapat di eksisi lagi, dapat di radioterpai dengan efek kuratif.

2. Radioterapi dikombinasi operasi

a. Radioterapi preoperasi

b. Radioterapi pasca operasi


 Terapi medikamentosa

1. Terapi dengan hormon progestin

2. Terapi anti estrogen

3. Terapi dengan obat anti tumor

PREVENTIF

 Menghentikan pemakaian irrasional atau berlebih estrogen eksogen.

 Sewaktu memberikan terapi substitusi estrogen harus secara periodik

diberikan progestin untuk mengantagonis efek estrogen terhadap

endometrium.

 Jika terapi medikamentosa sesuai prosedur tidak efektif atau terapi

medikamentosa efektif tapi setelah berhenti obat kembali kambuh maka

dapat dipertimbangkan operasi untuk menghindari perubahan keganasan.

 Memperhatikan penapisan berkala atas kelompok risiko tinggi.

PROGNOSIS

Semakin dini stadium, prognosis semakin baik.Sebaliknya, semakin lanjut

stadium, prognosis semakin buruk.


Polip Serviks

Definisi

Polip serviks bukan merupakan kejadian yang jarang ditemukan selama

pemeriksaan speculum dan bisa menjadi penyebab perdarahan post coitus

sekunder karena trauma serviks saat berhubungan seksual.

Etiologi & Epidemiologi

Polip serviks dan polip endoserviks, keduanya adalah pertumbuhan

neoplasma jinak yang paling umum yang terjadi pada leher rahim dengan

kejadian 4% dari keseluruhan pasien ginekologi. Polip endometrium, fibroid

pada submukosa dan sinekia intrauterine sering terjadi pada wanita subur.

Etiologi polip endometrium diyakini terkait dengan stimulasi estrogen.

Pada individu yang rentan, stimulasi terus menerus oleh estrogen dan/atau

tanpa inhibitor dianggap bisa menyebabkan hyperplasia, hyperplasia

adenomatosa, atypia dan bahkan keganasan. Karena semua wanita usia

reproduksi terkena paparan estrogen secara signifikan, belum dapat dijelaskan

apa yang membuat individu rentan terhadap pembentukan polip. Terdapat

hubungan antara polip endometrium dan adanya penggunaan tamoxifen,

kemungkinan karena pengaruh tamoxifen terhadap estrogen pada

endometrium. Telah dibuktikan adanya hubungan antara endometriosis

dengan adanya polip atau polipoid endometrium. Sebuah penelitian baru

menemukan bahwa pembilasan uterus dan plasma pada wanita dengan polip,

terdapat peningkatan kadar protein derivat glycodelin pada endometrium


dibandingkan dengan wanita tanpa polip. Glycodelin merupakan factor

angiogenesis dan bisa mengontrol terjadinya neovaskularisasi pada genesis

polip endometrium. Kebanyakan polip berasal dari fundus uteri.

Prevalensi polip pada populasi subur belum diteliti secara rinci. Dalam

analisis retrospektif lebih dari 5700 siklus IVF di Bourrie Hall, dasar dan

pemantauan follicle transvaginal ditemukan dugaan polip pada 83 siklus

(1,4%), dan pada wanita dengan dugaan polip memilih untuk dievaluasi secara

histeroskopi, sekitar 90% dikonfirmasi memiliki polip atau polypoid

endometrium. USG transvaginal tidak sensitif seperti SIS atau histereskopi

dalam menjelaskan defek intrauterine, dimana bisa mendeteksi sebagian polip

dengan insiden rendah.

Sebuah studi retrospektif menemukan endometriosis pada 27 dari 30

wanita (84%) dengan polip atau endometrium polypoid dengan

histerosalpingografi, dibandingkan dengan endometriosis hanya 19 dari 88

pasien (22%), tanpa polip atau endometrium polypoid. Telah dijelaskan bahwa

adanya polip dapat mengakibatkan gangguan menstruasi setelah diamati pada

banyak wanita dengan endometriosis.

Ada hubungan antara penggunaan tamoxifen, pembentukan polip

endometrium dan kanker endometrium. Satu seri melaporkan bahwa 27% dari

wanita yang diobati kanker payudara dengan tamoxifen memiliki polip di SIS,

tetapi prevalensi polip sebelum perawatan tidak ditentukan di seri itu.

Prevalensi polip sebelum pengobatan di seri lain dari kanker payudara

sebelum diterapi tamoxifen adalah sekitar 13%.


Langkah Diagnostik

Secara bersama-sama, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar kasus

kanker endometrium terjadi pada wanita yang menopause, dan bahwa kasus

kanker endometrium yang lebih jarang hampir selalu dikaitkan dengan

perdarahan abnormal. Sangat tepat untuk mencurigai peningkatan perubahan

neoplastik pada wanita dengan riwayat estrogen tanpa inhibitor dan pada

wanita yang telah menggunakan tamoxifen di masa lalu. Risiko kanker

endometrium yang tidak nampak pada infertile, siklus yang regular, wanita

subur pre menopause dengan polip yang ditemukan oleh SIS bukan hanya 0%,

tapi sangat rendah. Mengingat hubungan antara estrogen dan karsinoma, dan

polip endometrium dan kanker, itu akan menjadi penting untuk memastikan

apakah polip endometrium itu lebih umum pada wanita dengan infertilitas

berhubungan dengan sindroma polikistik ovarium dan anovulasi.

SIS merupakan pemeriksaan dengan sensitivitas tinggi, dapat ditoleransi,

aman, cepat dan minimal invasive untuk mendeteksi polip endometrium.

Sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif dan nilai prediksi negative pada

SIS dalam mendeteksi polip endometrium mendekati pemeriksaan

histeroskopi (gold standar) .


Gambaran histopatologi
6. Langkah-langkah Diagnostik

 Anamnesis Tambahan

1) Apakah ada nyeri perut bagian bawah sekitar panggul?

2) Kapan pertama kali haid?

3) Bagaimana siklus haid, teratur atau tidak?

4) Apakah mempunyai mitra seksual lebih dari satu?

5) Apakah pernah mengalami demam sebelumnya?

6) Bagaimana riwayat persalinan?

7) Pada usia berapa melahirkan anak pertama?

8) Apakah ada riwayat penggunaan alat kontrasepsi?

9) Apakah ada riwayat keluarga mengeluhkan hal yang sama?

10) Apakah mempunyai kebiasaan merokok, minum minuman alcohol,

penggunaan aniseptik pada vagina?

11) Bagaimana kebiasaan makan selama ini?

12) Apakah perdarahan yang keluar dari jalan lahir hanya terjadi pada saat

setelah berhubungan (coitus)?

13) Apakah ada riwayat penyakit infeksi sebelumnya?

14) Apakah pernah deteksi dini (pap smear)?

15)
 Pencegahan

1. Promotif :

- Penyuluhan ke masyarakat,

- Tidak berganti” pasangan seksual

- Stop Merokok

2. Preventif :

- Vaksin

- Meminta pasangan seksual untuk dibawa kedokter

3. Rehabilitatif

- terapi
BAB III

KESIMPULAN

Dari skenario perdarahan kontak, kelompok kami menyimpulkan ada tiga

differential diagnosis yaitu karsinoma cerviks, karsinoma endometrium dan polip

serviks. Akan tetapi untuk menentukan diagnose sementara dari scenario tersebut

perlu dilakukan langkah – langkah diagnostik yaitu anamnesis tambahan,

pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang lainnya untuk mengetahui lebih

lanjut.
DAFTAR PUSTAKA

1. Winknjosastro Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan. Edisi Keempat. Jakarta:

PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2014.

2. Victor P. Eroschenko. Atlas Histologi diFiore dengan Korelasi

Fungsional. Jakarta: EGC, 2010.

3. Winknjosastro Prawirohardjo S. Ilmu Kandungan. Edisi Ketiga. Jakarta:

PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2011.

4. Wan, desen .Buku ajar onkologi klinis. ed.2. FKUI. Jakarta.2011

5. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/38795/4/Chapter%20II.pd

6. Tarney, Christoper M., & Han, Jasmine. 2014. Review Article, Postcoital

Bleeding : A Review on Etiology, Diagnosis and Treatment. Hindawi

Publishing Corporation Obstetrics and Gynecology International. P. 1-7.

7. Histology A Text and Atlas 4th Edition. P. 750,751.

8. Fred A. Mettler Jr., M.D., M.P.H.2005. Essentials of Radiology, 2nd

ed.Saunders: United States of America.

9. Cotran, Kumar. Buku Ajar Patologi Edisi 7. Robbins volume 2. Jakarta :

EGC. 2007

Anda mungkin juga menyukai