Anda di halaman 1dari 23

Batik Kang Herry

Ngadidik Ngabatik
Feeds:
Tulisan
Komentar
Contoh Proposal PPM »

Cara Membuat Batik


19/01/2009 oleh Kang_Herry

Istilah Batik berasal dari kosa kata bahasa Jawa yaitu Amba dan Titik. Amba artinya kain
dan titik adalah cara memberi motif pada kain dengan menggunakan malam cair dengan cara
di titik-titik. Cara kerja membatik pada dasarnya adalah menutup permukaan kain dengan
malam cair (wax) agar ketika kain dicelup kedalam cairan pewarna, kain yang tertutup malam
tersebut tidak ikut kena warna. Teknik seperti ini dalam bahasa inggris dikenal dengan nama
Wax-Resist Dyeing. Jika proses membuat motif batik dilakukan dengan cara “ditulis” dengan
menggunakan alat yang disebut canting, maka batik tersebut dinamakan batik tulis. Ada juga
jenis batik yang pembuatan motifnya menggunakan alat cetak khusus yang terbuat dari logam
dengan motif-motif tertentu. Batik yang dibuat dengan cara mirip stempel / cap seperti ini
disebut sebagai batik cap atau batik stempel.

Seiring dengan perkembangan jaman, dewasa ini ada juga batik yang dibuat dengan cara
dicetak sablon dan dengan cetak masal menggunakan mesin cetak otomatis yang modern.
Batik yang dihasilkan dengan cara seperti ini disebut sebagai batik printing.
Jadi, berdasarkan teknik pembuatannya batik dapat dibedakan menjadi 3 macam yaitu:
a. Batik tulis
b. Batik cap / cetak
c. Batik Printing
Diluar teknik yang telah disebutkan diatas, ada juga teknik pembuatan batik dengan cara
mengecatkan langsung pewarna pada kain dengan menggunakan kuas untuk membuat motif
atau citra-citra tertentu, bahkan belakangan ini ada juga beberapa orang yang mencoba
memperkenalkan cara membuat batik dengan cara menyemprotkan langsung tinta ke kain
dengan menggunakan alat yang disebut Air Brush. Biasanya motif yang dihasilkan adalah
motif-motif Pop dan kontemporer. Salah satu tokoh batik kontemporer Indonesia adalah Amri
Yahya. Beliau memperkenalkan batik kontemporer itu sebagai karya seni lukis dengan
warna-warna cerah dan dinamis yang muncul dari efek-efek sapuan dan cipratan kuas yang
spontan.
Untuk batik tradisional, ada beberapa bahan yang biasa dipergunakan, yaitu:
a. Kain. Kain yang digunakan untuk batik tradisional adalah yang memiliki bahan dasar dari
kapas (kain katun, kain mori), dan kain sutra.
b. Malam (Wax). Yang dimaksud dengan malam adalah sejenis parafin/lilin yang tidak
mengandung zat pembakar. Ada beberapa macam malam yang biasa digunakan untuk
membuat batik ini yaitu: malam kuning, malam coklat, dan malam putih.
- Malam kuning memiliki sifat yang lebih liat/kenyal yang cocok untuk memunculkan
efek gambar yang menutup kain secara utuh/sempurna.
- Malam coklat memiliki sifat yang mudah retak, sehingga akan memunculkan efek urat-
urat pada hasil lukisan batiknya.
- Malam putih atau parafin bersifat sangat rapuh dan akan memunculkan efek retak-retak
pada gambar batiknya.
c. Pewarna. Pewarna batik bisa dihasilkan dari bahan alami yang berasal dari tanaman bisa
juga dari bahan kimia. Bahan pewarna alami yang pernah digunakan sebagai bahan
pewarna alami adalah daun jambu, daun mangga, dan lain-lain dimana warna tersebut
akan semakin kuat/tua jika ditambahkan ke dalamnya larutan tawas. Salah satu pewarna
yang pernah populer digunakan adalah pewarna yang berasal dari air rebusan kulit pohon
mahoni. Di Jawa tengah kita mengenal adanya batik sogan yang populer di kalangan
keraton Yogyakarta dan Solo. Batik ini menggunakan pewarnanya dari rebusan kulit
pohon Soga Tingi.
Pewarna kimia yang sudah umum digunakan oleh para pengrajin batik adalah berbagai
jenis Napthol dan garam Diazo. Naptol ini merupakan pewarna dasar dan garam Diazo
sebagai pembangkit warnanya. Ada beberapa jenis napthol yang bisa kita pilih yaitu; AS,
ASD, ASG, ASBS, ASGR, dan ASLB. Sedangkan jenis garam diazo yang bisa kita
gunakan sebagai pembangkit warnanya adalah; Biru B, Merah B, Merah R, Oranye G.C,
dan Violet B.
Berikut adalah contoh warna yang dihasilkan dari pencampuran napthol dengan garam
diazo tersebut:
Garam Diazo
Napthol
Biru B Merah B Merah R Oranye G.C Violet B
AS biru tua merah tua merah oranye ungu
ASD biru merah tua merah oranye lavender
ASG krem kuning kuning muda kuning muda kuning muda
ASBS biru merah muda merah oranye pink
ASGR hijau abu-abu abu2-merah abu2 kotor abu-abu
ASLB coklat tua merah bata merah bata coklat muda coklat ungu
Kita dapat melakukan beberapa percobaan dengan mencampur naptol dan garam diazo ini
untuk mengahasilkan warna warna tertentu, misalnya dengan mencampurkan salah satu
jenis naptol dengan salah satu jenis garam diazo.
d. Canting atau Cap. Canting adalah alat yang digunakan untuk membuat motif / gambar pada
kain yang memiliki beberapa nama sesuai dengan fungsinya, yaitu:
- Canting Cecek, yang memiliki lubang kecil biasa digunakan untuk membuat motif
gambar yang detil.
- Canting Klowong, adalah canting yang memliki lubang berukuran sedang dan biasa
digunakan untuk membuat garis utama pada motif, dan
- Canting Tembok, yaitu canting yang memiliki ukuran lubang besar yang biasa
digunakan untuk menutup bidang motif yang agak luas.
Langkah-langkah pembuatan batik.
a. Siapkan kain yang sudah dicuci bersih dan disetrika lebih dahulu, agar proses
pewarnaannya dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
b. Dalam sebuah wadah mangkok plastik, buatlah larutan Napthol dan garam Diazol,
dengan perbandingan 1 sendok makan napthol dicampur 2-3 sendok TRO (Turkish
Red Oil), aduk hingga rata dan mengental. Setelah itu tuangkan sedikit air mendidih
dan aduk hingga tercampur rata lalu masukkan 1 sendok teh soda api sampai ada
reaksi larutan menjadi jernih. Larutan yang sudah jernih tersebut tuangkan ke dalam
ember plastik berukuran sedang (ukuran 20 liter) yang sudah berisi air 1/3 nya, lalu
aduk hingga rata.
Buatlah larutan garam dengan cara mencampurkan 1 sendok makan garam diazo ke
dalam 200 ml air, aduk sampai larut lalu masukkan ke dalam ember yang berukuran
seperti di atas yang sudah berisi air 1/3 bagian nya. Air sebanyak ini cukup untuk
mencelup kain sepanjang 4 meter.
c. Buatlah sketsa motif batik pada kain tersebut dengan menggunakan pensil yang
memiliki tingkat kekerasan sedang, misalnya pensil jenis B. Jika akan membuat motif
yang sama pada kain yang lain, sebaiknya kita membuat gambar motif tersebut pada
selembar kertas agar dapat dijadikan sebagai acuan untuk menjiplaknya berulang-
ulang.
d. Panaskan malam dalam wadah yang berbentuk seperti wajan kecil (kenceng) diatas api
kompor kecil, dan setelah malam itu cair tutup motif batik yang telah dibuat tadi
dengan malam cair ini dengan menggunakan canting. Gunakan canting yang memiliki
ukuran lubang yang sesuai dengan ukuran garis motif tadi.
e. Setelah selesai menutup motif pertama, celup kain tersebut ke dalam pewarna kain yang
paling cerah / warna paling muda hingga rata, selanjutnya keringkan dengan cara
direntangkan ditempat terbuka tapi tidak terkena sinar matahari langsung untuk
menghindari pemudaran warna celupan.
f. Lanjutkan proses pembuatan motif kedua seperti pada langkah c, lalu lanjutkan dengan
langkah d dengan catatan: warna celupan ke dua harus lebih gelap dari warna
pertama.
g. Setelah proses pencelupan dan pengeringan dianggap selesai, maka proses selanjutnya
adalah melakukan pelorodan. Pelorodan adalah proses untuk menghilangkan malam
yang menempel di kain tersebut dengan cara mencelupkannya dalam air mendidih
yang sudah dicampur soda abu. Usahakan agar kain dicelup berulang kali hingga
malam nya benar-benar hilang.
Untuk membuat larutan pelorodan ini adalah dengan cara mencampurkan 2-3 sendok
soda abu ke dalam 4-5 liter air mendidih.
Proses Membuat Batik Cap dan Tulis
3 April 2012 pukul 8:59

Beda cara atau teknik, beda kualitas

Hingga kini dikenal tiga proses pembuatan batik, yaitu batik tulis, cap, dan print. Namun
batik print oleh para seniman batik dan pengrajin batik lebih suka disebut kain bermotif batik.
Hal ini lantaran minimnya usaha yang dilakukan dan begitu massalnya produk yang bisa
dihasilkan. Sementara itu, batik tulis dan cap dianggap orisinal karena penggunaan lilin atau
malam sebagai media perintang warna, hingga hampir seluruh prosesnya dengan tangan
manusia.

Batik tulis dan cap juga hanya diterapkan pada bahan dari serat alami, seperti katun, sutra dan
wol.

(Lihat Note di Page Batik Bloom : Beberapa Jenis Bahan/Kain Untuk Batik)

Secara umum proses pembuatan batik melalui 3 tahapan yaitu pemberian malam(lilin) pada
kain, pewarnaan, dan pelepasan lilin dari kain.

Kain putih yang akan dibatik dapat diberi warna dasar sesuai selera kita atau tetap berwarna
putih sebelum kemudian di beri malam. Proses pemberian malam ini dapat menggunakan
proses batik tulis dengan canting tangan atau dengan proses cap.

Pada bagian kain yang diberi malam maka proses pewarnaan pada batik tidak dapat masuk
karena tertutup oleh malam (wax resist).

Setelah diberi malam, batik dicelup dengan warna. Proses pewarnaan ini dapat dilakukan
beberapa kali sesuai keinginan,tergantung berapa warna yang diinginkan.

Jika proses pewarnaan dan pemberian malam selesai maka malam dilunturkan dengan proses
pemanasan.

Proses perebusan ini dilakukan dua kali, yang terakhir dengan larutan soda ash untuk
mematikan warna yang menempel pada batik, dan menghindari kelunturan. Setelah
perebusan selesai, batik direndam air dingin dan dijemur.

Alat- alat yang diperlukan:


Canting atau cap --> canting adalah alat untuk membatik , biasanya terbuat dari bahan
tembaga yang ujungnya menyerupai paruh burung sedangkan cap adalah alat semacam
stempel besar yang terbuat dari tembaga.

Gawangan --> adalah tempat untuk meletakkan kain yang akan dibatik jika prosesnya adalah
batik tulis. Gawangan dapat terbuat dari kayu atau bambu

Wajan --> berupa wajan kecil untuk mencairkan malam atau lilin. Wajan ini bisa terbuat dari
tembaga atau tanah liat (untuk batik tulis)

Anglo / kompor kecil--> digunakan untuk memanaskan wajan (untuk batik tulis)

Malam/lilin --> malam batik terbuat dari campuran berbagai jenis bahan yang berupa
gondorukem, lemak minyak kelapa, dan parafin

Bahan pewarna --> Pewarna bisa menggunakan pewarna kimia/buatan atau dengan Pewarna
alami (diambil dari kulit kayu soga, daun indigo dsb )

PROSES MENDETAIL

BATIK CAP

Tidak seperti batik tulis yang proses pembuatannya menggunakan canting, pada proses
pembuatan batik cap alat yang digunakan yaitu cap (semacam stempel besar yang terbuat dari
tembaga) yang sudah didesain dengan motif tertentu dengan dimensi 20cm X 20cm.

Proses Pembuatan batik cap adalah sebagai berikut :


 Kain mori diletakkan di atas meja datar yang telah dilapisi dengan bahan yang empuk
 Malam direbus hingga mencair dan dijaga agar suhu cairan malam ini tetap dalam
kondiri 60 s/d 70 derajat Celcius
 Cap lalu dimasukkan kedalam cairan malam tadi (kurang lebih yang tercelup cairan
malam adalah 2 cm bagian bawah cap )
 Cap kemudian di-cap-kan (di-stempel-kan) dengan tekanan yang cukup di atas kain
mori yang telah disiapkan tadi.
 Cairan malam akan meresap ke dalam pori-pori kain mori hingga tembus ke sisi lain
permukaan kain mori.

 Setelah proses penge-cap-an selesai , kain mori selanjutnya akan akan masuk
ke proses pewarnaan, dengan cara mencelupkan kain mori ini ke dalam tangki yang
berisi warna yang sudah dipilih.

Kain mori yang permukaannya telah diresapi oleh cairan malam, tidak akan terkena dalam
proses pewarnaan ini.

 Setelah proses pewarnaan, proses berikutnya adalah penghilangan berkas motif cairan
malam melalui proses penggodogan atau ngelorot.

sehingga akan nampak 2 warna, yaitu warna dasar asli kain mori yang tadi tertutup malam,
dan warna setelah proses pewarnaan tadi.

Jika akan diberikan kombinasi pewarnaan lagi, maka harus dimulai lagi dari proses penge-
cap-an cairan malam - pewarnaan - penggodogan lagi.Sehingga diperlukan proses berulang
untuk setiap warna.

Hal yang menarik dari batik cap adalah pada proses perkawinan warna, karena permukaan
kain mori yang telah diwarna sebelumnya akan diwarna lagi pada proses pewarnaan
berikutnya, sehingga perlu keahlian khusus dalam proses pemilihan & perkawinan warna.
 Proses terakhir dari pembuatan batik cap adalah proses pembersihan dan pencerahan
warna dengan soda.
 Selanjutnya dikeringkan dan disetrika.

Contoh-contoh alat cap :

BATIK TULIS

Alat untuk menulisnya atau yang biasa disebut canting terbuat dari tembaga dengan gagang
dari bambu. Ujung dari canting atau biasa disebut cucuk, mempunyai lubang yang bervariasi,
sehingga bisa menentukan besar kecilnya motif. Sedangkan bak penampung canting disebut
sebagai nyamplung. Nyamplung ini bisa berisi cairan malam

Teknik batik tulis dilakukan dengan menorehkan cairan malam melalui canting tulis. Proses
pembuatan batik tulis malam mirip seperti batik cap. . Cairan malam tetap terjaga kondisi
suhunya pada 70 derajat celcius. Canting tulis mengambil cairan malam melalui nyamplung.
Kemudian cucuk canting harus berlubang, sehingga perlu ditiup agar membran cairan
terbuka. Setelah itu cairan malam baru dioleskan sesuai motif yang telah digambar di kain
mori dengan pensil.

Jadi ringkas nya proses batik tulis :


Siapkan kain mori terbentang

Gambar sketsa motif batik yang akan dibuat dengan menggunakan pensil

Torehkan cairan malam atau warna menggunakan canting tulis secara teliti

Jika cairan malam yang ditorehkan sudah selesai semua ,maka proses selanjutnya adalah
pewarnaan, lorot malam, bilas soda, jemur, dan setrika (mirip seperti batik cap)

Proses Mendetail Pembuatan Batik Tulis

 Siapkan kain, buat motif diatas kain dengan menggunakan pensil


 Setelah motif selesai dibuat, sampirkan kain pada gawangan
 Nyalakan kompor/anglo. Taruh malam/lilin ke dalam wajan dan panaskan wajan
dengan api kecil sampai malam mencair sempurna. Biarkan api tetap menyala kecil
 Tahap selanjutnya, menutupi dengan lilin malam bagian-bagian yang akan tetap
berwarna putih (tidak berwarna). Canting untuk bagian halus, atau kuas untuk bagian
berukuran besar. Tujuannya adalah supaya saat pencelupan bahan kedalam larutan
pewarna, bagian yang diberi lapisan lilin tidak terkena.
 Mulailah dengan cara ambil sedikit malam cair dengan menggunakan canting, tiup-
tiup sebentar biar tidak terlalu panas, kemudian goreskan canting dengan mengikuti
motif yang telah ada. Hati-hati jangan sampai malam yang cair menetes diatas
permukaan kain karena akan mempengarufi hasil motif batik.
 Setelah semua motif yang tidak ingin diwarna dgn warna tertentu tertutup malam,
maka proses selanjutnya adalah proses pewarnaan.Proses pewarnaan pertama pada
bagian yang tidak tertutup oleh lilin dilakukan dengan mencelupkan kain tersebut
pada warna tertentu.Siapkan bahan pewarna di dalam ember, kemudian celupkan
kainnya ke dalam larutan pewarna.Kain dicelup dengan warna yang dimulai dengan
warna-warna muda, dilanjutkan dengan warna lebih tua atau gelap nantinya.
 Setelah dicelupkan, kain tersebut di jemur dan dikeringkan.
 Setelah itu adalah proses nglorot, dimana kain yg telah berubah warna tadi direbus
dgn air panas. Proses ini bertujuan untuk menghilangkan lapisan lilin sehingga motif
yg telah digambar menjadi terlihat jelas.Jika kita menginginkan beberapa warna pada
batik yg kita buat, maka proses 3, 4, dan 5 bisa diulang beberapa kali tergantung
jumlah warna yg kita inginkan.
 Setelah kain bersih dari lilin dan kering, dapat dilakukan kembali proses pembatikan
dengan penutupan lilin (menggunakan alat canting)untuk menahan warna berikutnya .
 Dilanjutkan dengan proses pencelupan warna yang kedua ,pemberian malam lagi,
pencelupan ketiga dst.Misalkan dalam satu kain diinginkan ada 5 warna maka proses
diatas tadi diulang sebanyak jumlah warna yg diinginkan berada dalam kain tsb satu
persatu (Proses membuka/nglorot dan menutup lilin malam dapat dilakukan
berulangkali sesuai dengan banyaknya warna dan kompleksitas motif yang
diinginkan.)
 Setelah beberapa kali proses pewarnaan, kain yang telah dibatik dicelupkan ke
campuran air dans oda ash untuk mematikan warna yang menempel pada batik, dan
menghindari kelunturan.
 Proses terakhir adalah mencuci /direndam air dingin dan dijemur sebelum dapat
digunakan dan dipakai.

8 Agustus 2009 aRi isTiadi


Teori Warna BREWSTER

[A] 1.Warna Netral


Terdiri dari warna putih dan hitam

2.Warna Primer
terdiri dari warna merah-kuning dan biru

3.Warna Sekunder(campuran warna primer dengan primer)


-warna(1/4 merah) di campur (3/4 kuning) menjadi jingga(merah muda)
-warna(3/4 merah) di campur (1/4 biru) menjadi warna ungu(violet)
-warna(2/3 biru) di campur (1/3 kuning ) menjadi warna hijau tua

4.Warna Tertier(campuran tiga warna primer/primer dengan sekunder/warna sekunder


dengan warna sekunder)
warna ungu + orange = coklat atau coklat kemerahan
warna ungu + hijau = coklat tua atau coklat kebiruan
warna hijau + orange = coklat muda atau coklat kehijauan
-warna merah kejinggaan ; hijau kekuningan ; merah keunguan ; warna jingga kekuningan ;
biru kehijauan ; ungu kebiruan

5.Warna warna lainnya


a.hitam di campur putih menjadi abu abu
b.2/3 kuning + 1/3 biru menjadi hijau tua
c.2/3 putih + 1/3 merah menjadi merah muda
d.ungu + merah menjadi ungu kemerahan
e.biru + hijau menjadi biru kehijauan
f.biru + ungu menjadi biru keunguan
g.hijau + kuning menjadi hijau kekuningan
h.orange + kuning menjadi orange atau merah muda kekuningan
i.orange + merah menjadi orange kemerahan

[B] Istilah istilah dalam warna


1.Hue
[*]macam warna dalam satu keluarga jenis warna
-merah muda,merah darah,merah jambu,merah rose,merah cabe,merah hati
-biru laut,biru dongker,biru langit,biru muda.biru tua
-hijau daun.hijau pucuk,hijau muda,hijau tua
2.value(gelap terang)
[*]tingkat gelap terangnya suatu warna
-paling terang warna putih,paling gelap warna hitam
3.contras
[*]jajaran dua warna atau lebih yang sangat berbeda hue
4.kondisi warna
[*]warna hangat adalah warna yang mengandung merah atau terang menyala sebaliknya
warna dingin yang mengandung warna hijau atau putih redup
5.intensitas warna
[*]kualitas warna atau tingkat kecerahan (spot light)
kemuraman warna (kusan tidak bersinar)

C.Teori keluarga warna


1.Monokromatis
warna yang memiliki kesamaan hue (satu keluarga warna)
2.komplementer
warna yang berhadap dalam teori BREWSTER
-merah X hijau
-biru X jingga
.kuning X ungu
3.analogis
warna bertetangga atau berdekatan,yang tidak kontras,tidak komplementer dan bisa di
campur menjadi warna bagus.
contohnya:
-biru berdekatan dengan warna merah atau ungu atau merah keunguan
-biru berdekatan dengan kuning atau hijau serta hijau kekuningan

 Home
 Privacy Policy
 Perihal
 Disclaimer

 Subscribe By RSS

You are here : Tips Kecantikan Wanita » Fashion » Cara Membedakan Batik Tulis Asli dan
Palsu
Des 18
Cara Membedakan Batik Tulis Asli dan
Palsu
Published By bejobejan under Fashion Tags: cara membedakan batik tulis, membedakan
batik tulis asli dan palsu, tips membedakan batik tulis asli dan palsu

Cara Membedakan Batik Tulis Asli dan Palsu - Dewasa ini kita sangat bangga dengan
karya anak bangsa yang berupa batik. Apapun bentuknya jika ada sentuhan batiknya pasti
akan sangat banyak digemari oleh masyarakat. Jika dulu batik hanya didominasi oleh
kalangan tua saja, kalau sekarang batik sudah merambah kalangan remaja bahkan anak-anak.
Mulai dari kaos, sepatu, tas dan masih banyak lagi barang yang sekarang sudah diberi
sentuhan batik. Sedangkan batik sendiri mempunyai corak yang sangat beragam sekali. Salah
satu jenis batik yang sangat banyak digandrungi oleh masyarakat baik dalam maupun luar
negeri adalah Batik Tulis Asli.

Batik Tulis Asli

Kenapa Batik jenis ini paling banyak digemari, karena memang batik model ini biasanya
diproduksi sangat terbatas dan langsung dikerjakan tangan oleh para perajin batik. Sehingga
batik jenis ini harganya pun juga agak mahal jika dibanding dengan jenis batik yang lainnya.
Saking banyaknya model dan jenis corak batik kadang membuat kita menjadi bingung
bagaimana cara membedakan batik tulis asli dan palsu. Karena ada juga pedagang yang
menjual batik tulis palsu dengan menawarkan harga yang sama dengan batik tulis yang asli.
Nah untuk itu sist, jika kalian penggemar batik tulis kalian harus berhati-hati dalam memilih
batik tulis yang asli. Untuk membantu sista dalam memilih batik tulis yang asli, di bawah ini
ada beberapa tips cara membedakan batik tulis asli dan palsu, silahkan disimak :

- Warna : Batik tulis lebih natural sedangkan batik cap atau palsu lebih terang bahkan
mengkilap
- Aroma : Batik asli tidak menyengat, sedangkan batik cap sebaliknya. Ini terjadi karena
biasanya batik cap dalam proses pembuatannya menggunakan minyak tanah bahkan thinner
untuk melarutkan warna.

- Bahan : Batik asli menggunakan serat kain alami seperti katun dan sutra demi hasil
pewarnaan yang sempurna, sedangkan batik palsu biasanya dibuat dengan bahan-bahan
seperti polyester.

- Motif : Karena dibuat dengan tangan, maka motif batik tulis tidak terlihat seperti bagian-
bagian terputus, sedangkan batik cap sebaliknya.

- Motif : Karena batik asli dibuat dengan cara yang manual, maka akan sangat wajar ketika
kita bisa menemui motif yang tidak sama persis, misalnya kurang simetris di beberapa
bagian. Kalau batik palsu, motif akan cenderung sama dari satu sama lainnya.

- Harga : Harga batik asli bisa mencapai jutaan tergantung kualitas dan dari mana ia berasal ,
namun batik cap bisa dibilang terjangkau.

Nah, itulah beberapa cara membedakan batik tulis asli dan palsu yang bisa kami
sampaikan untuk kalian semuanya. Sebelum membeli batik, ada baiknya ladies teliti dan
menelaah lagi apakah harga yang ditawarkan sesuai dengan kualitas yang Anda dapatkan.
Tentu sista tidak ingin membeli sesuatu yang sista percaya asli tapi ternyata palsu bukan?
Berhati-hati ya, ladies. Terima kasih atas perhatiannya dan semoga tips di atas bisa
membantu ladies untuk mendapatkan batik yang ladies impikan. Sampai jumpa

Senin, 01 Juni 2009


Proses Pembuatan Batik Tulis
---------------------------------------------------------------------------
A. PERLENGKAPAN MEMBATIK CANTING/BATIK TULIS
Proses membatik secara tradisonal ini dari masa kemasa tidak mengalami banyak perubahan sampai
sekarang. Melihat dari bentuk dan fungsinya peralatan batik ini cukup tradisional dan unik, sesuai
dengan caranya yang masih tradisional. Peralatan batik tradisional ini merupakan bagian dari batik
tradisional itu sendiri karena bila dilakukan perubahan dengan menggunakan alat/mesin yang lebih
modern maka akan merubah nama batik tradisonal menjadi kain motif batik. Hal ini menunjukkan
bahwa cara membatik ini memiliki sifat yang khusus dengan hasil seni batik tradisional. Bila dilihat
dari segi waktu dan jumlah yang dihasilkan yang sangat terbatas serta hasil seni dari coretan canting
pada kain mori akan menghasilkan seni batik yang bernilai tinggi dan harga yang relatif mahal.
Berikut adalah perlengkapan untuk membatik:

1. Bandul

Bandul dibuat dari timah, atau kayu, atau batu yang dikantongi. Fungsi pokok bandul ialah
untuk menahan mori yang baru dibatik agar tidak mudah tergeser ditiup angin, atau tarikan si
pembatik secara tidak disengaja. Jadi tanpa bandul pekerjaan membatik dapat dilaksanakan

2. Dingklik

Dingklik merupakan tempat duduk orang yang membatik, tingginya disesuaikan dengan tinggi
orang duduk saat membatik

3. Gawangan

Gawangan terbuat dari kayu atau bamboo yang mudah dipindah-pindahkan dan kokoh.
Fungsi gawangan ini untuk menggantungkan serta membentangkan kain mori sewaktu akan dibatik
dengan menggunakan canting

4. Wajan
Wajan ialah perkakas untuk mencairkan “malam” (lilin untuk membatik). Wajan dibuat dari logam
baja, atau tanah liat. Wajan sebaiknya bertangkai supaya mudah diangkat dan diturunkan dari
perapian tanpa mempergunakan alat lain. Oleh karena itu wajan yang dibuat dari tanah liat lebih
baik daripada yang dari logam karena tangkainya tidak mudah panas. Tetapi wajan tanah liat agak
lambat memanaskan “malam”.

5. Anglo (Kompor)

Anglo dibuat dari tanah liat, atau bahan lain. Anglo ialah alat perapian sebagai pemanas
“malam”. Kompor dibuat dari Besi dengan diberi sumbu.. Apabila mempergunakan anglo, maka
bahan untuk membuat api ialah arang kayu. Jika mempergunakan kayu bakar anglo diganti dengan
keren ; keren inilah yang banyak dipergunakan orang di desa-desa. Keren pada prinsipnya sama
dengan anglo, tetapi tidak bertingkat.

6. Tepas

Tepas ini tidak dipergunakan jika perapian menggunakan kompor. Tepas ialah alat untuk
membesarkan api menurut kebutuhan ; terbuat dari bambu. Selain tepas, digunakan juga ilir. Tepas
dan ilir pada pokoknya sama, hanya berbeda bentuk. Tepas berbentuk empat persegi panjang dan
meruncing pada salah satu sisi lebarnya dan tangkainya terletak pada bagian yang runcing itu.

7. Taplak
Taplak berfungsi untuk menutup dan melindungi paha pembatik dari tetesan lilin malam dari
canting.

8. Kemplongan
Kemplongan merupakan alat yang terbuat dari kayu yang berbentuk meja dan palu pemukul alat ini
dipergunakan untuk menghaluskan kain mori sebelum di beri pola motif batik dan dibatik.

9. Canting

Canting merupakan alat untuk melukis atau menggambar dengan coretan lilin malam pada kain
mori. Canting ini sangat menentukan nama batik yang akan dihasilkan menjadi batik tulis. Alat ini
terbuat dari kombinasi tembaga dan kayu atau bamboo yang mempunyai sifat lentur dan ringan.

Canting Dapat Dibedakan dalam Beberapa Macam:

a. Menurut fungsinya
1). Canting Reng-rengan
Canting reng-rengan dipergunakan untuk membatik Reng-rengan. Reng-rengan (ngengrengan) ialah
batikan pertama kali sesuai dengan pola sebelum dikerjakan lebih lanjut. Orang membatik reng-
rengan disebut ngengreng. Pola atau peta ialah batikan yang dipergunakan sebagai contoh model.
Reng-rengan dapat diartikan kerangka. Biasanya canting reng-rengan dipergunakan khusus untuk
membuat kerangka pola tersebut, sedangkan isen atau isi bidang dibatik dengan mempergunakan
canting isen sesuai dengan isi bidang yang diinginkan. Batikan hasil mencontoh pola batik kerangka
ataupun bersama isi disebut Polan. Canting reng-rengan bercucuk sedang dan tunggal.

2).Canting Isen
Canting Isen ialah canting untuk membatik isi bidang, atau untuk mengisi
polan. Canting isen bercucuk kecil baik tunggal maupun rangkap.

b. Menurut besar kecil cucuk


1). Canting carat (cucuk) kecil.
2). Canting carat (cucuk) sedang.
3).Canting carat (cucuk) besar

c. Menurut banyaknya carat (cucuk)


1). Canting cecekan.
Canting cecekan bercucuk satu (tunggal), kecil, dipergunakan untuk membuat titik- titik kecil (Jawa :
cecek). Orang membuat titik-titik dengan canting cecekan disebut “nyeceki”. Selain untuk membuat
titik-titik kecil sebagai pengisi bidang, canting cecekan dipergunakan juga untuk membuat garis-garis
kecil.
2). Canting loron.
Loron berasal dari kata loro yang berarti dua. Canting ini bercucuk dua,berjajar atas dan bawah,
dipergunakan untuk membuat garis rangkap.

3). Canting telon


Telon dari kata telu yang berarti tiga. Canting ini bercucuk tiga dengan susunan bentuk segi tiga.
Kalau canting telon dipergunakan untuk membatik, maka akan terlihat bekas segi tiga yang dibentuk
oleh tiga buah titik, sebagai pengisi.

4). Canting prapatan


Prapatan dari kata papat yang berarti empat. Maka canting ini bercucuk empat, dipergunakan untuk
membuat empat buah titik yang membentuk bujursangkar sebagai pengisi bidang.

5). Canting liman


Liman dari kata lima. Canting ini bercucuk lima untuk membuat bujursangkar kecil yang dibentuk
oleh empat buah cicik dan sebuah titik ditengahnya.

6). Canting byok


Canting byok ialah canting yang bercucuk tujuh buah atau lebih dipergunakan untuk membentuk
lingkaran kecil yang terdiri dari titik-titik, ; sebuah titik atau lebih, sesuai dengan banyaknya cucuk,
atau besar kecilnya lingkaran. Canting byok biasanya bercucuk ganjil.- Canting renteng atau galaran
Galaran berasal dari kata galar, suatu alat tempat tidur terbuat dari bambu yang dicacah membujur.
Renteng adalah rangkaian sesuatu yang berjejer ; cara merangkai dengan sistem tusuk. Canting
galaran atau renteng selalu bercucuk genap ; empat buah cucuk atau lebih : biasanya paling banyak
enam buah, tersusun dari bawah ke atas.

Gambar Bentuk-bentuk Canting

B. KAIN MORI
Mori adalah bahan baku batik dari katun. Kwalitet mori bermacam-macam, dan jenisnya
sangat menentukan baik buruknya kain batik yang dihasilkan. Karena kebutuhan mori dari
macam-macam kain tidak sama, keterangan dibawah ini barangkali bermanfaat juga.

1. Ukuran mori

Mori yang dibutuhkan sesuai dengan panjang pendeknya kain yang dikehendaki. Ada
juga kebutuhan yang pasti misalnya udheng atau ikat kepala. Udheng berukuran lebih atau
kurang dari kebutuhan ; oleh karena itu tidak dapat dipergunakan sesuai dengan pemakaian
yang semestinya. Tetapi kain tidak pasti ukurannya. Jika pendek akan mempengaruhi
kesempurnaan pemakaiannya ; jika lebih panjang akan menambah sempurna dalam
pemakaian.
Cara mengukurnya pun hanya dengan jalan memegang kedua sudut mori pada sebuah sisi
lebar dan menempelkan salah satu sudut tadi pada sisi panjang berseberangan sepanjang lebar
mori. Kalau akan mengambil beberapa kacu, maka berganti-ganti tangan kiri dan kanan
memegang sudut mori itu, menempelkan pada sisi panjang yang sama dengan menekuk mori

2. Kebutuhan akan mori

Kain dodot membutuhkan mori 7 kacu. Kain dodot biasanya dipakai oleh keluarga
kraton atau penari klasik.Tetapi karena kain dodot mahal harganya, maka fungsi kain dodot
para penari diganti oleh kain biasa yang cukup panjang. Kain nyamping membutuhkan 2 atau
2.5 kacu, menurut kesenangan atau besar kecilnya si pemakai. Udheng membu-tuhkan mori
sekacu. Udheng ada dua macam; “udheng lembaran” dan “udheng jadi”. Udheng jadi ialah
udheng yang sudah berbentuk, tinggal pakai. Udheng jadi ini sebenarnya hanya
membutuhkan kain setengah kacu, dan memotongnya secara diagonal.
Sedang udheng lembaran dibentuk sewaktu akan dipakai, langsung dikepala si pemakai ;
selesai dipakai udheng itu dilepas lagi. Udheng terakhir ini membutuhkan mori sekacu ; tetapi
secara praktis juga hanya setengah kacu, karena setengah kacu lagi terlipat didalam sebagai
penebal belaka.
Oleh karenanya udheng lembaran dapat dibatik menurut dua macam motif batik dengan batas
salah satu diagonal. Dalam hal udheng yang memakai dua macam motif batik itu, si pemakai
bebas memilih motif mana yang ditaruh diluar untuk diperlihatkan.

3. Mengolah mori sebelum dibatik

Sebelum dibatik mori harus diolah lebih dahulu. Baik buruknya pengolahan akan
menentukan baik buruknya kain. Pengolahan mori adalah sebagai berikut: Mori yang sudah
dipotong diplipit. Diplipit ialah dijahit pada bekas potongan supaya benang “pakan” tidak
terlepas. Benang pakan ialah benang yang melintang pada tenunan. Setelah diplipit kemudian
dicuci dengan air tawar sampai bersih. Kalau mori kotor, maka kotoran itu akan menahan
meresapnya cairan lilin (malam yang dibatikkan) dan menahan cairan warna pada waktu
proses pembabaran. Di daerah Yogyakarta dan Surakarta mori dijemur sampai kering setelah
dicuci. Tetapi didaerah Blora, setelah dicuci berih mori terus direbus.

Setelah wan tu panas, mori bersih dimasukkan kedalamnya. Cara memasukkan mori
kedalam wantu mulai dari ujung sampai pangkal secara urut. Rebusan memakan waktu
beberapa menit. Mori kemudian diangkat dan dicuci untuk menghilangkan kotoran sewaktu
direbus.
Selesai dicuci barulah dijemur sampai kering. Mori menjadi lemas ; kemudian dikanji. Bahan
kanjialah beras. Didaerah Blora dipakai sembarang beras asalkan putih. Beras direndam
beberapa saat dalam air secukupnya ; kemudian beras bersama airnya direbus sampai
mendidih. Air rebusan beras diambil dan dinamakan tajin. Mori kering dimasukkan kedalam
tajin sampai merata ; tanpa diperas langsung dijemur supaya kering. Akhirnya mori menjadi

kaku.
Setelah mori lembab, kemudian dikemplong. Dikemplong ialah dipukuli pada tempat tertentu
dengan cara tertentu pula, supaya benang-benang menjadi kendor dan lemas, sehingga cairan
lilin dapat meresap. Cara mengemplong mori. Disediakan kayu kemplongan sebagai alas dan
alu pemukul atau “ganden” (ganden ialah martil agak besar terbuat dari kayu). Mori dilipat
memanjang menurut lebarnya. Lebar lipatan lebih kurang setengah jengkal ; kemudian
ditaruh diatas kayu dasar memanjang, lalu dipukul-pukul. Jika perlu dibolak-balik agar
pukulan menjadi rata.
Setelah dikemplong, tinggal menentukan motif batikan yang dikehendaki. Jika ingin motif
parang-parangan, atau motif-motif yang membutuhkan bidang-bidang tertentu, maka mori
digarisi lebih dahulu. Fungsi penggarisan ini hanyalah untuk menentukan letak motif agar
menjadi rapi (lurus). Pembatik yang sudah mahir tidak menggunakan penggarisan. Besar
kecilnya garisan tidak sama, tergantung pada motif rencana batikan. Biasanya kayu garisan
berpenampang bujursangkar.

Cara memindah kayu penggaris setelah garis pertama ke garis kedua ialah dengan
memutar kayu penggaris (membalik), tanpa mengang-katnya. Maka lebar sempitnya ruang
antara garis satu sama lain ditentukan oleh banyaknya putaran kayu penggaris. Mori yang
dibatik motif semen tidak perlu digarisi, langsung dirangkap dengan pola pada muka mori
sebaliknya. Setelah semua itu selesai, barulah dapat dimulai kerja membatik.

C. LILIN (“MALAM”)
Lilin atau “malam” ialah bahan yang dipergunakan untuk membatik. Sebenarnya “malam”
tidak habis (hilang), karena akhirnya diambil kembali pada waktu proses mbabar, proses
pengerjaan dari membatik sampai batikan menjadi kain. Tentang “malam” dapat
dikemukakan sebagai berikut :

1. Jenis Malam Dan Campurannya.


“Malam” yang dipergunakan untuk membatik macam-macam jenisnya. Kwalitet ini
berpengaruh terutama pada daya serap, warna yang dapat mempengaruhi warna mori (kain),
halusnya cairan, dan sebagainya.
Maka harganya pun akan berbeda-beda. Tetapi dalam pemakain kita tergantung pada
kebutuhan.
Jenis “malam” itu ialah :
a. “Malam Tawon” (lebah ) ialah “malam” yang berasal dari sarang lebah ( tolo tawon). Tolo
tawon dipisahkan dari telur lebah dengan jalan merebusnya.
b. “Malam Klanceng” ialah “malam” dari sarang lebah klanceng, dan didapat dengan cara
seperti tersebut diatas.
c. “Malam Timur” ialah “malam” terbaik. Jenis ini belum diketahui bahannya.
d. “Malam Sedang”, asal dan bahannya belum dapat diketahui.
e. “Malam Putih”, berasal dari minyak latung buatan pabrik.
f. “Malam Kuning”, berasal dari minyak latung buatan pabrik.
g.“Malam Songkal”, berasal dari minyak latung buatan pabrik. Warnanya hitam dan hanya
untuk campuran.
h. Keplak ialah bahan campuran.
i. Gandarukem ialah bahan campuran.

2. Cara Mencampur Malam

A turan cara mencampur malam adalah sebagai berikut


Malam putih seberat 100 buah uang sen (uang sen jaman Belanda) dengan malam hitam
(sangkal) seberat 50 buah uang sen, dan "malam klancen,," seberat 50 buah uang sen. atau
"Malam timur" seberat 100 buah uang sen dengan "malam" bekas batikan yang sudah kena
wedelan seberat 50 buah uang sen, dan malam klancen berat 50 buah uang sen

D. PROSES MEMBATIK
Mori yang sudah di kemplongi dan di garisi, apabila akan dibatik dengan motif jenis parang-
parangan atau motif lain yang membutuhkan bidang tertentu serta lurus, umumnya di”rujak”.
Dirujak artinya membatik tanpa mngunakan pola ; orang yang membatik demikian disebut
“ngrujak”. Orang yang Ngrujak adalah orang yang sudah ahli. Sedang orang yang baru taraf
belajar atau belum lahir biasanya hanya “nerusi” atau “ngisen-ngiseni”. Sedangkan
membatikdengan mempergunakan pola sudah diterangkan dimuka. Baik membatik rujak
maupun membatik mempergunakan pola biasanya dilakukan oleh orang-orang yang sudah
ahli, sebab taraf permulaan ini merupakan penentuan buruk-baiknya bentuk batikan secara
keseluruhan.

1. Persiapan Membatik

a. Keren, atau anglo dan wajan berisi “malam” harus sudah siap untuk mulai membatik.
Malam harus sempurna cairnya (malam tua). Supaya lancar keluarnya melalui cucuk canting
; selain itu malam dapat meresap dengan sempurna dalam mori. Api dalam anglo atau keren
harus dijaga tetap membara, tetapi tidak boleh menyala, karena berbahaya kalau menjilat
malam dalam wajan.

b. Mori yang sudah dipersiapkan harus telah berada diatas gawangan dekat keren, anglo. Si
pembatik duduk diantara gawangan dan keren atau anglo.
Gawangan berdiri disebelah kiri dan keren disebelah kanan pembatik. Orang yang
pekerjaannya membatik disebut “pengobeng”.

c. Setelah semuanya beres pembatik memulai tugasnya. Pertama memegang canting. Cara
memegang canting berbeda dengan cara memegang pensil, atau pulpen untuk menulis.
Perbedaan itu disebabkan ujung cucuk cantingbentuknya melengkung dan berpipa besar,
sedang pensil atau pulpen lurus. Memegang canting dengan ujung-ujung ibu jari, jari telunjuk
dan jari tengah seperti memegang pensil untuk menulis, tetapi tangkai canting horizontal,
sedangkan pensil untuk menulis dalam posisi condong. Posisi canting demikian itu untuk
menjaga agar malam dalam nyamplunga tidak tumpah.

d. Dengan canting itu pengobeng menciduk malam mendidih dalam wajan kemudian
dibatikkan diatas mori. Sebelum dibatikkan canting ditiup lebih dahulu cara meniuppun
dengan aturan tertentu, agar malam dalam nyamplungan tidak tumpah pada bibir pengobeng.

Canting ditiup dengan maksud :


1). Untuk mengembalikan cairan malam dalam cucuk kedalam nyamplungan, supaya tidak
menetes sebelum ujung canting ditempelkan pada mori.

2). Untuk menghilangkan cairan malam yang membasahi cucuk canting ; karena cucuk
canting yang berlumuran cairan malam akan mengurangi baiknya goresan, terutama ketika
permulaan canting diproseskan pada mori.

3). Untuk mengontrol cucuk canting dari kemungkinan tersumbat oleh kotoran malam. Kalau
tersumbat, maka cairan dalam nyamplungan tidak bersuara, karena udara tidak dapat masuk.
Maka lubang ujung cucuk ditusuk memakai ijuk, atau serabut kelapa sampai masuk
sepanjang cucuk. Biasanya sesudah ditusuk ditiup kembali, atau langsung dibatikkan pada
mori. Keitimewaan menusuk ialah memakai tangan kiri dengan cara tertentu dalam waktu
yang cepat.
4). Canting yang beres keadaannya baru digoreskan pada mori. Tangan kiri terletak disebalik
mori. Sebagai landasan (penguak) mori yang baru digores dengan canting. Jika cari cairan
malam dalam nyamplungan habis, atau kurang lancar mungkin karena pendinginan, malam
itu dikembalikan kedalam wajan ; canting dicidukkan pada cairan malam dalam wajan itu
juga. Pengembalian cairan malam yang sudah dingin tadi tidak besar pengaruhnya terhadap
malam dalam wajan. Hal itu dilakukan smpai selesai, dan termasuk nemboki.

2. Tahap-tahap Membatik

Tahap-tahap membatik sepotong mori harus dikerjakan tahap demi tahap. Setiap tahap dapat
dikerjakan oleh orang yang berbeda tetapi sepotong mori tidak dapat dikerjakan beberapa
orang bersamaan waktu.
Tahap-tahap itu ialah :
a. membatik kerangka
membatik kerangka dengan memakai pola disebut “mola”, sedang tanpa pola disebut
“ngrujak”. Mori yang sudah dibatik seluruhnya berupa kerangka, baik bekas memakai pola
maupun dirujak, disebut “batikkan kosongan”, atau disebut juga “klowongan’. Canting yang
dipergunakan ialah canting cucuk sedeng yang disebut juga canting klowongan.

b. ngisen-iseni
ngisen-iseni dari kata “isi”. Maka ngisen-iseni berarti memberi isi atau mengisi. Ngisen iseni
dengan mempergunakan canting cucuk kecil disebut juga canting isen canting isen
bermacam-macam. Tetapi sepotong mori belum tentu mempergunakan seluruh macam
canting isen, tetapi tergantung pada motif yang akan di buat.Umpama memerlukan bermacam
-macam canting isen karena beraneka ragam ; Tetapi membatik harus satu persatu, dan setiap
bagian harus selesai sebelum bagian lain dikerjakan dengan canting lain misalnya kalau
“nyeceki” (membuat motif yang terdiri dari titik-titik),
bagian cecekan harus selesai seluruhnya. Kegiatan mengerjakan bagian-bagian mempunyai
nama masing-masing ; nama tersebut menurut nama canting yang dipergunakan. Proses
pemberian nama ialah dengan mengubah nama benda (nama canting) menjadi kata kerja,
sedang hasil kerjanya diambil dari nama canting yang dipergunakan. Nama itu ialah : nyeceki
yaitu mempergunakan canting cecekan, hasilnya bernama cecekan. Neloni ialah
mempergunakan canting Telon, hasilnya disebut telon. Mrapati ialah mempergunakan
Canting Prapatan, hasilnya, dan seterusnya. Tetapi mempergunakan Canting Galaran atau
Canting Renteng, selalu disebut ngalari, dan tidak pernah disebut “ngrentengi” ; sedang
hasilnya selalu disebut “galaran”, tidak pernah disebut “rentengan”
Cara penggunaan canting bertahap itu banyak keuntungannya. Keuntungan pertama ialah
canting dapat dipergunakan bergantian dalam satu rombongan pengobeng (pembatik yang
berbeda-beda tugasnya (berbeda tahap batikan yang dikerjakan) ; Keuntungan kedua kedua
ialah mengurangi jumlah canting yang semacam meskipun anggota pengobeng cukup
banyak. Kalau dua orang bersamaan akan menggunkan canting semacam, sedangkan cantinga
hanya sebuah, maka salah satu dapat menundanya dan mengerjakan bagian lain dengan
canting lain. Demikian seterusnya.
Batikkan yang lengkap dengan isen-isen disebut “reng-rengan”. Oleh kaena namanya reng-
rengan maka pengobeng yang membatik sejak permuaan sampai penyelesaian (akhir)
memberi isen-isen disebut “ngengreng”. Jadi ngerengan merupakan kesatuan motif dari
keseluruhan yang dikehendaki. Hal itu merupakan penyelesaian yang pertama.
c. Nerusi
Nerusi merupakan penyelesaian yang kedua. Batikan yang berupa ngengrengan kemudian di
balik permukaannya, dan dibatik kembali pada permukaan kedua itu. Membatik nerusi ialah
membatik mengikuti motif pembatikan pertama pada bekas tembusnya. Nerusi tidak berbeda
dengan mola dan batikan pertama berfungsi sebagai pola. Canting-cantingyang dipergunakan
sama dengan canting canting untuk ngengreng nerusi terutama untuk mempertebal tembusan
batikan pertama serta untuk memperjelas. Batikan yang selesai pada tahap ini pun masih
disebut “ngengrengan”. Pengobeng yang membatik dari permulaan sampai selesai nerusi
disebut “ngengreng”.

d. Nembok

Sebuah batikan tidak seluruhnya diberi warna, atau akan diberi warna yang bermacam-
macam pada waktu penyelesaian menjadi kain.Maka bagian-bagian yang tidak akan diberi
warna, atau akan diberi warna sesudah bagian yang lain harus ditutup dengan malam. Cara
menutupnya seperti cara membatik bagian lain dengan mempergunakan canting tembokan.
Canting tembokan bercucuk besar. Orang yang mengerjakan disebut “Nembok” atau
nemboki dan hasilnya disebut “tembokan”. Bagian yang ditembok biasanya disela-sela motif
pokok. Menembok biasanya mempergunakan malam kualitas rendah. Meskipun malam
penuh kotoran tetapi canting canting bercucuk besar tidak banyak terganggu. Selain itu
bagian tembokan cukup lebar dan tebal,sehingga kurang baiknya malam untuk nembok dapat
diatasi.
Pada hakekatnya fungsi malam selain untuk membentuk motif, juga untuk menutup pada
tahap-tahap pemberian warna kain, dimana warna itu sebagai pembentuk motif batik yang
sesungguhnya. Nem-bok hanya pada sebelah muka mori.

e. Bliriki

Bliriki ialah nerusi tembokan agar bagian-bagian itu tertutup sungguh –sungguh. Bliriki
mempergunakan canting tembokan dan caranya seperti nemboki.
Apabila tahap terakhir ini sudah selesai berarti proses membatik selesai juga. Hasil Bliriki
disebut “blirikan” tetapi jarang disebut demikian, lebih biasa disebut”tembokan”. Memang
membatik disebut selesai apabila proses terakhir tadi selesai ;atau kalau batikan tidak perlu
ditembok,maka yang disebut batikan selesai adalah sebelum ditembok.
Pada jaman yang silam didaerah Surakarta, setiap selesai tahap-tahap tadi, batikan dijemur
sampai “malam “ nya hampir meleleh.

Maksud penjemuran itu ialah agar supaya lilin pada mori tidak mudah rontok atau
hilang. Sebab “malam” (mendidih) waktu dipergunakan untuk membatik dan bersinggungan
dengan mori dingin akan membeku tiba-tiba karena proses “kejut”. Pembekuan malam
demikian itu kurang baik, karena batikan sering patah-patah dan malam mudah rontok.
Tetapi jika dijemur,pemanasan terjadi secara merata , dan mori ikut terpanasi.Mori yang
mengalami pemanasan sinar matahari akan mengembang, dan mempunyai daya serap. Proses
mengembang ini memperkuat melekatnya malam yang mulai akan meleleh;sebelum malam
itu meleleh batikan harus diangkat dengan hati-hati ke tempat teduh.
Di tempat teduh, batikan secara serentak akan mendingin. Proses pendinginan ini pun ada
keuntungannya, karena antara mori dan malam saling memperkuat daya lekat.Selesailah kerja
membatik.
E. MBABAR
Mbabar ialah proses penyelesaian dari batikan menjadi kain. Selesai batikan dibliriki,
meningkat pengerjaan selanjutnya, yaitu memproses menjadi kain. Dibeberapa daerah cara
mbabar pada garis besarnya sama.
Perbedaan hanyalah terletak pada perbandingan bahan adonan yang dipergunakan. Ada suatu
daerah dimana perbandingan bahan adonan sudah tertentu sesuai dengan kain yang
diinginkan. Tetapi ada pula daerah yang mempergunakan perbandingan tidak menentu dan
hanya berdasar perkiraan menurut pengalaman. Selain itu perbedaan terletak pada jangka
waktu yang dibutuhkan setiap tahap-tahap mbabar. Ada pula yang mempergunakan jangka
waktu tertentu ; tetapi ada pula yang berdasar perkiraan saja. Perbedaan-perbedaan itu
mempengaruhi kwalitet kain yang diproduksi setiap daerah. Hal itu tidak mustahil karena
pada mbabar terdapat proses kimia ; sedang waktu adalah sangat besar pengaruhnya terhadap
proses kimia. Tetapi proses ini belum diketahui secara mendalam oleh para pembabar masa
silam.

1. Bahan Untuk Mbabar


Pada umumnya untuk mbabar batikan dipergunakan bahan hasil alam dengan pengolahan
sederhana. Memang bumi Indonesia kaya akan hasil alam yang bermacam-macam.
Bahan untuk mbabar, antara lain :
a. NILA
Nila dari tumbuh-tumbuhan tarum (Jawa tom). Sudah sejak jaman purbakala tarum dipakai
untuk membuat warna pakaian. Nila dipergunakan untuk medel batikan dengan campuran
bahan yang lain.

b. TEBU
Tebu diambil gulanya atau tetes; sebagai campuran.

c. ENJET (KAPUR SIRIH)


Dipergunakan untuk campuran.

d. TAJIN
Tajin ialah semacam kanji yang diambil dari air rebusan beras.

e. SOGA
Soga nama tumbuh-tumbuhan dari keluarga papilionaceae dan mempunyai warna kuning.

f. SAREN
Saren dari kata sari berarti inti atau pati. Di Jawa terdapat istilah “saren” ;yang dimaksud
adalah darah lembu (kerbau) yang dipotong dan dimasak. Di sini saren adalah suatu ramuan,
atau adonan dari beberapa bahan untuk mencelup batikan sesudah disoga. Dan tahap ini
adalah tahap menghilangkan “malam”, atau mendekati penyelesaian.

2. Proses Mbabar Batikan Menjadi Kain.


Proses ini terbagi dalam beberapa tahap dan harus diselesaikan secara urut. Kalau batikan
sudah dibliriki, pekerjaan meningkat kepada tahap pertama proses mbabar.
Tahap-tahap itu ialah :
a. Medel Dan Mbironi
Bahan pokok untuk medel ialah nila (tarum). Lebih dahulu disediakan air 24 pikul, satu pikul
lebih kurang 40 liter. Sebuah jambangan diisi air 21 pikul dan sebuah lagi tetap dikosongkan.
Jambangan yang berisi air kemudian diberi latak. Latak ialah endapan cairan nila. Banyaknya
latak 3 pikul, diaduk pagi dan sore selama 2 atau 3 hari. Pada pagi hari ke-3 atau 4, jika
keadaan latak dalam campuran tersebut sudah kelihatan hitam, maka air diatas endapan
diambil dan dipindah ke jambangan yang kosong. Endapan latak campuran ditambah lagi
dengan latak baru sebanyak 2 pikul dan gula tetes sebanyak sebatok (batok yang dimaksud
ialah tempurung kelapa belah dua dan diambil dagingnya). Warna campuran akan menjadi
kuning. Sore harinya ditambah lagi dengan nila yang amat hitam sebanyak 1,5 pinggan besar
(pinggan ialah mangkok besar).

Keesokan harinya, kira jam 6.00, nila dalam jambangan sudah dapat dimasuki batikan.
Nila sebanyak itu diperuntukkan bagi batikan sebanyak 30 potong, masing-masing 2,5 kacu.
Pencelupan ini memakan waktu kira-kira 2 jam ; setelah itu diangkat dari rendaman dan
ditaruh pada suatu sampiran tanpa dibentangkan, sampai air tidak menetes (atus).
Pengangkatan dari rendaman dan penempatan sampai “atus” disebut “kasirep” (kasirep dari
kata sirep kurang lebih berarti “reda”). Jika sudah atus atau tidak menetes airnya, kemudian
dimasukkan ke dalam nila kembali selama dua jam : setelah itu diangkat dan dijemur sampai
kering. Pengangkatan kedua dan penjemuran sampai kering disebut “kageblogi”( kageblogi
dari kata “geblok” berarti suatu cara memukul, atau suatu ukuran kelompok).
Setelah batikan kering, dimasukkan lagi ke dalam nila. Pekerjaan ini dilakukan beberapa kali
sampai batikan mencapai warna hitam. Kalau batikan sudah berwarna hitam, barulah kerja
tersebut berhenti. Nila bekas pencelupan segera ditambah dengan endapan nila sebanyak 1,5
pinggan besar. Penambahan ini disebut “nglawuhi” (nglawuhi dari kata lawuh berarti lauk
pauk untuk makan). Tetapi arti atau fungsi nglawuhi dalam proses mbabar kain ini adalah
sebagai penyempurna. Sekarang nila berwarna kuning. Kalau terlalu kuning akan berbahaya
sebab dapat merontokkan “malam”, sedangkan tugas “malam” pada mori belum selesai.
Warna terlalu kuning disebabkan kurang enjet (kapur sirih). Tetapi jika terlalu banyak enjet,
warnanya akan menjadi hijau, tidak dapat untuk menghitamkan batikan. Untuk
mengembalikan warna menjadi kuning, cukuplah diberi cuka Jawa (?) atau gula tetes.
Seandainya belum juga kuning, diberi gula tebu dan asam sampai warna berubah menjadi
kuning kembali sesuai dengan kebutuhan. Setelah itu batikan dimasukkan kembali dalam
adonan nila seperti kerja di atas.
Sekarang batikan sungguh-sungguh berwarna hitam. Setelah cukup batikan diangkat dan
dicuci dalam air tawar dan dikeringkan pada tempat teduh.

Batikan yang sudah kering direndam dalam air tawar sampai “malam” bluduk (bluduk
ialah seperti keadaan akan rontok). “Malam” pada batikan reng-rengan dan terusan dikerok
memakai alat tertentu sampai bersih ; sedangkan “malam” pada tembokan dan blirikan tidak
dikerok. Batikan yang sudah dikerok terus dibilasi (dibilasi ialah pencucian yang kedua kali)
sampai air cucian kelihatan bersih, dan dikeringkan kembali pada tempat yang teduh. Setelah
batikan kering, lalu dikanji memakai “tajin busuk” (basi) dengan gula tebu. Perbandingan
campuran ialah 3 gelas tajin dengan gula seberat 3 buah uang sen. Setelah dikanji batikan
dikeringkan kembali. Sesudah kering dibironi pada bagian-bagian yang membutuhkan warna
biru (dibironi diberi warna biru). Sebelum dibironi, bagian-bagian yang tidak membutuhkan
warna biru ditutup dengan “malam”. Cara menutup seperti membatik tembokan dan bliriki.

Selesai dibironi, meningkat ke tahap ketiga yaitu di “soga”.


Kemudian batikan dibironi. Reng-rengan batikan dikerok sampai bersih seperti cara yang
sudah diterangkan. Sesudah dikerok terus dicuci dan dikeringkan, atau tanpa dikeringkan
langsung disekuli, yaitu dicelupkan dalam “tajin” ; kemudian dikeringkan. Apabila sudah
kering, terus dibironi. Perbedaan dengan cara di atas ialah tanpa mengalami pengeringan
yang pertama. Selain itu perbandingan bahan-bahan ramuan nila tidak tentu, tetapi tergantung
dari perkiraan yang mengerjakan. Hal itu mungkin merupakan kekalahan dalam tahap
wedelan.

b. Nyoga
Sesudah dibironi dan kering, batikan itu disoga. Caranya : Batikan diwiru, yaitu dilipat bolak-
balik (lipatan spiral). Selesai diwiru, dima-sukkan ke dalam wadah yang berisi soga hangat,
ditekan-tekan sedemikian rupa agar merata. Sesudah cukup rata diangkat, dan disampirkan di
atas wadah tersebut, supaya soga dapat menetes kembali ke dalam wadah tadi. Jika cairan
soga tidak menetes lagi, maka batikan dijemur pada sinar matahari sampai setengah kering,

kemudian dipindah ke tempat teduh sampai kering. Sampai disini barulah satu tahap ny

oga ; sedang penggunaan masing-masing soga akan berbeda pula tingkat-tingkatnya.


Setelah selesai menyoga, segera batikan disareni. Kapur dan gula tebu dituangi air
jambangan, diaduk sampai hancur. Sesudah mengendap, maka air rendaman dituangkan
dalam kenceng. Batikan dimasukkan dalam kenceng sampai merata ; kemudian diangkat
sampai atus. Sesudah atus, terus dipukul-pukul dalam air panas supaya “malam” hilang.
Memukulkan pada air panas disebut “nglorot atau “nglungsur”. Setelah batikan “dilorot”
terus dicuci dan dijemur. Penjemuran batikan itu disebut “dikemplang”. Sampai tahap ini
disebut “ambabar”. Setiap pagi hari batikan yang sudah berupa kain itu diembun-embunkan.
Selesailah proses mbabar batikan.

Anda mungkin juga menyukai