Anda di halaman 1dari 101

BAGIAN II : SISTEM SARAF

BAB 3
NEUROFISIOLOGI

Aspek yang paling menakjubkan dari keajaiban yang terjadi pada praktik anestesi
sehari-hari adalah menghilangkan kesadaran agar prosedur operasi dapat berjalan, dan
kemudian memulihkan kembali kesadaran sepenuhnya dengan cara yang terkendali.
Kami masih tidak sepenuhnya mengerti bagaimana keajaiban ini dapat terjadi.
Pemahaman yang penuh mengenai kesadaran, dan biologi yang mendasarinya,
mungkin akan tercapai puluhan tahun ke depan, kalaupun hal tersebut dapat dicapai. 1
Namun, kemajuan terakhir dalam bidang neurofisiologi memberikan wawasan
mengenai bagaimana obat berinteraksi dengan reseptor-reseptor di seluruh sistem
saraf untuk memediasi terjadinya anestesi dan analgesia.

Bagaimana Saraf Bekerja


Neuron (Sel Saraf)
Neuron (Sel Saraf) adalah elemen dasar dari semua pemrosesan sinyal yang berjalan
cepat di dalam tubuh. Sebuah neuron terdiri dari badan sel, atau yang juga disebut
soma; dendrit; dan serabut saraf, atau yang juga disebut akson (Gambar 3-1). Dendrit
adalah perpanjangan yang sangat khusus dari badan sel. Akson dari sebuah neuron
biasanya berakhir (bersinaps) di dekat badan sel atau dendrit dari neuron lain. Akson
terhubung ke sel lain yang ada di dekatnya melalui sebuah terminal presinaptik.
Celah sinaptik memisahkan terminal presinaptik dan badan sel atau dendrit dari
neuron berikutnya pada jalur pengiriman sinyal (Gambar 3-2). Transmisi impuls
antara neuron yang responsif pada sinaps dimediasi oleh pelepasan mediator kimiawi
(neurotransmitter), seperti glutamat atau γ-aminobutyric acid (GABA) dari terminal
presinaptik. Membran dari neuron postsinaptik mengandung reseptor-reseptor yang
mengikat neurotransmitter-neurotransmitter yang dilepaskan dari saraf presinaptik
terminal, yang kemudian mentransmisikan sinyal.
Impuls ditransmisikan di sepanjang membran saraf sebagai potensial aksi. Hal
ini sepenuhnya dimediasi oleh reseptor-reseptor di dalam membran. Memang benar,
pengangkatan axoplasma dari serabut saraf tidak mempengaruhi konduksi impuls.
Serabut saraf mendapatkan nutrisi dari badan sel. Gangguan pada serabut saraf

1
menyebabkan bagian perifer mengalami degenerasi (degenerasi Wallerian). Akson
dari neuron perifer memiliki kemampuan beregenerasi, seperti halnya selubung
mielin. Regenerasi menjadi pengecualian sebagian besar di otak dan sumsum tulang
belakang. Penelitian yang ekstensif sedang dilakukan untuk mendapatkan pemahaman
yang lebih baik mengenai kondisi yang dibutuhkan bagi regenerasi dari neuron sentral
(sel saraf pusat) untuk meningkatkan pemulihan dari cedera neuron sentral (sel saraf
pusat).

Klasifikasi dari Serabur Saraf Aferen


Serabut saraf disebut sebagai aferen jika mengirimkan impuls dari reseptor perifer ke
sistem saraf pusat (SSP) dan eferen jika mengirimkan impuls dari SSP ke perifer.
Serabut saraf aferen diklasifikasikan sebagai A, B, dan C berdasarkan diameter
serabut dan kecepatan konduksi impuls dari serabut saraf tersebut (Tabel 3-1).
Kecepatan konduksi meningkat berbanding lurus dengan diameter saraf, karena saraf
dengan diameter yang lebih besar akan menurunkan resistensi longitudinal terhadap
masuknya ion.2 Yang terbesar, dan karenanya tercepat, diklasifikasikan sebagai Tipe
A. Serabut tipe A dibagi menjadi α, β, γ, dan δ. Serabut tipe A-α 1 menginervasi muscle
spindle dan A-α1b menginervasi golgi tendon organ. Kedua serabut aferen tipe A-α
tersebut sangat penting untuk refleks otot dan kontrol dari tonus otot.

Gambar 3-1 Anatomi Sel Saraf

Semua reseptor mekanis kulit (Korpus Meissner, ujung saraf sekeliling rambut
atau reseptor rambut, Korpus Pacini) mengirimkan sinyal pada serabut saraf tipe A-β.
Rangsang sentuhan dan nyeri akut atau nyeri cepat (fast pain) ditransmisikan oleh
Serabut tipe A-δ yang bermielin halus dengan ujung saraf bebas. Serabut tipe C
mentransmisikan rangsang nyeri lambat atau nyeri kronis (slow pain), pruritus (gatal),
dan sensasi suhu.

2
Myelin yang mengelilingi serabut saraf tipe A dan B bertindak sebagai isolator
yang mencegah aliran ion melintasi membran saraf. Serabut tipe C merupakan serabut
saraf yang tidak bermielin. Selubung mielin terputus kira-kira setiap 1 sampai 2 mm
oleh nodus Ranvier (lihat Gambar 3-1).3 Ion-ion dapat mengalir secara bebas antara
serabut saraf dan cairan ekstraselular pada nodus Ranvier. Potensial aksi
dikonduksikan dari nodus ke nodus oleh saraf yang bermielin dan bukan secara terus-
menerus di sepanjang serabut seperti yang terjadi di serabut saraf yang tidak
bermielin. Eksitasi yang secara berturut – turut pada nodus Ranvier oleh potensial
aksi yang melonjak antara nodus-nodus yang berurutan ini disebut sebagai konduksi
Saltatori (Gambar 3-3).3 Konduksi Saltatori memungkinkan peningkatan 10 kali lipat
dalam kecepatan transmisi saraf.2 Hal ini juga menghemat potensial membran karena
hanya membran pada nodus Ranvier yang mengalami depolarisasi, menghasilkan
transfer ion yang lebih sedikit daripada jika terjadi sebaliknya. Selanjutnya, karena
depolarisasi terbatas pada nodus Ranvier, sedikit energi yang diperlukan untuk
membangun kembali gradient konsentrasi transmembran dari ion natrium dan kalium
yang diperlukan untuk transmisi sinyal Penghematan energi ini lebih dari seratus kali
lipat. Seperti yang dikemukakan oleh Hartline dan Colman, 2 "Untuk sistem saraf
seperti yang kita miliki di tubuh kita, yang sudah menyumbang 20% dari total
anggaran energi metabolism tubuh dalam keadaan istirahat, hal ini bukanlah
keuntungan yang tidak signifikan." Jika mielin tidak ada, anda tidak akan membaca
tentang hal tersebut.

Evaluasi Fungsi dari Saraf Perifer


Saraf perifer mungkin mengalami cedera yang disebabkan oleh iskemia dari vasa
nervorum (pembuluh darah yang mensuplai darah ke saraf perifer) di intraneural,
seperti yang mungkin disebabkan oleh peregangan saraf yang berlebihan atau
kompresi eksternal. Studi mengenai konduksi saraf berguna dalam lokalisasi dan
penilaian dari disfungsi saraf perifer. Demielinasi fokal dari serabut saraf akan
menyebabkan perlambatan dari kecepatan konduksi dan penurunan amplitudo dari
gerakan otot dan potensial aksi sensorik. Adanya potensi denervasi pada otot rangka
menunjukkan adanya kerusakan dari akson atau sel cornu anterior. Perubahan potensi
unit motor juga timbul dari reinervasi dari serabut otot rangka oleh akson-akson yang
masih bertahan. Tanda denervasi pada elektromiogram setelah cedera saraf akut
memerlukan waktu 18 sampai 21 hari untuk berkembang.4 Pemeriksaan

3
Elektromiografi sangat membantu dalam menentukan etiologi dari disfungsi
neurologis yang mungkin terjadi setelah operasi.

Gambar 3-2 Struktur dasar dari sinaps.


Sinyal yang sampai di akson terminal,
dimana hal itu menyebabkan pelepasan
neurotransmitter ke sinaps, kemudian
menyeberang ke celah sinaptik, dimana
bisa menyebabkan propagasi atau
penyebaran sinyal atau juga tidak.
Banyak sinaps mengeksitasi atau
menginhibisi sel postsinaps tanpa
memicu terjadinya potensial aksi.

Tabel 3-1 Klasifikasi Serabut Saraf Perifer


Bermieli Diameter Kecepata Fungsi Sensitifitas terhadap
n (mm) n anestesi lokal
konduksi (Subarachnoid,
(m/s) Prokain, %)
A-α Ya 12-20 70-120 Inervasi otot rangka 1
Proprioseptif
A-β Ya 5-12 30-70 Sentuhan 1
Tekanan
A-γ Ya 3-6 15-30 Tonus otot rangka 1
A-δ Ya 2-5 12-30 Nyeri akut 0.5
Sentuhan
Suhu
B Ya 3 3-15 Serabut otonom preganglion 0.25
C Tidak 0.4-1.2 0.5-2.0 Nyeri kronis 0.5
Sentuhan
Suhu
Serabut simpatis
postganglion

Potensial Aksi
Potensial listrik berada di hampir semua membran sel, mencerminkan terutama
perbedaan konsentrasi transmembran dari ion natrium dan kalium. Distribusi ion yang
tidak sama distribusi ini dibuat dan dikelola oleh enzim Na +/K+-ATPase yang terikat

4
pada membran, yang terkadang disebut sebagai pompa natrium-kalium (pompa
Na+/K+). Pompa natrium-kalium memindahkan tiga ion natrium keluar dari sel dan
sebagai ganti, dua ion kalium dibawa masuk ke sel. Hal ini menyebabkan transfer
bersih muatan positif keluar dari sel. Perbedaan tegangan yang dihasilkan di
sepanjang membran sel disebut sebagai potensial istirahat membran (resting
membrane potential). Sitoplasma bermuatan negatif (biasanya -60 sampai -80 mV)
relatif terhadap cairan ekstraselular (Gambar 3-4).5
Ketika kanal ion terbuka terhadap ion tertentu, ion umumnya mengalir ke arah
gradien konsentrasi nya. Sebuah potensial aksi merupakan perubahan yang cepat pada
potensial transmembran yang disebabkan oleh pembukaan kanal ion natrium
(depolarisasi) dan masuknya ion natrium yang cepat ke arah bawah dari gradien
konsentrasi, membalikkan muatan negatif bersih di dalam sel. Potensi istirahat
membran dipulihkan dengan menutupnya kanal ion natrium dan membukanya kanal
ion kalium (repolarisasi) setelah potensial aksi telah selesai. Keluarnya ion kalium ke
arah bawah dari gradien konsentrasi nya mengembalikan muatan negatif bersih di
dalam sel. Hal ini dibahas secara lebih rinci pada bagian "Kanal Ion".

Propagasi atau Penyebaran dari Potensial Aksi


Propagasi atau penyebaran dari potensial aksi di sepanjang akson saraf merupakan
dasar dari transmisi sinyal yang cepat di sepanjang sel-sel saraf. Ukuran dan bentuk
dari potensial aksi bervariasi di antara jaringan-jaringan yang dapat tereksitasi (lihat
Gambar 3-4).5

Gambar 3-3 Konduksi Saltatori


merupakan transmisi dari impuls saraf
yang melonjak di antara nodus-nodus
ranvier yang berurutan dari saraf-saraf
yang bermielin.

5
Gambar 3-4 A: elemen-elemen dari potensial aksi. B: potensial transmembran dan durasi dari potensial aksi yang
bervariasi sesuai lokasi jaringan. (Dari Berne RM, Levy MN, Koeppen B, et al. Physiology. 5th ed. St. Louis, MO:
Mosby; 2004, dengan ijin.

Potensial aksi dikonduksikan di sepanjang saraf atau serabut otot oleh aliran
arus lokal yang menghasilkan depolarisasi daerah-daerah yang berdekatan pada
membran sel (Gambar 3-5). Potensial aksi yang disebarkan ini bergerak masuk di
kedua arah di sepanjang serabut saraf. Transmisi dari proses depolarisasi di sepanjang
saraf atau serabut otot disebut sebagai sebuah impuls saraf atau impuls otot. Seluruh
potensial aksi biasanya terjadi dalam waktu kurang dari 1 milidetik.
Selama potensial aksi berlangsung, membran sel benar-benar dalam periode
refrakter untuk stimulasi lebih lanjut. Hal ini disebut sebagai periode refrakter
absolut dan disebabkan oleh adanya kanal ion natrium yang tidak aktif dalam jumlah
yang besar. Selama bagian terakhir dari potensial aksi, stimulus yang lebih kuat dari
biasanya bisa menimbulkan potensial aksi kedua. "Periode refrakter relatif" ini
mencerminkan kebutuhan untuk mengaktifkan sejumlah kanal ion natrium untuk
memicu terjadinya potensial aksi.
Potensial aksi bersifat dinamis, diaman sulit untuk diilustrasikan jika hanya
melalui gambar dan teks yang statis. Kami mendorong pembaca yang termotivasi
untuk mencari teks "animasi potensial aksi" di internet. Ada banyak gambar-gambar

6
animasi berkualitas tinggi mengenai potensial aksi yang secara dinamis ditampilkan
bagaimana potensial aksi itu menyebar.

Evaluasi Kanal Ion


Arus yang mengalir melalui kanal-kanal ion atau perubahan tegangan pada membran
dapat diukur dengan menggunakan patchclamping, yakni sebuah metode yang
digunakan dalam elektrofisiologi.6 Dalam patchclamping, elektroda terhubung dengan
sel (atau potongan dari membran) dengan segel yang ketat. Elektroda ini mampu
mengontrol baik tegangan maupun arus sehingga yang lain dapat diukur.

Gambar 3-5 Depolarisasi menyebar di


kedua arah di sepanjang membran sel,
menghasilkan penyebaran dari potensial
aksi.

Arus-arus yang dibawa melalui kanal-kanal dengan jenis yang berbeda dapat
diisolasi dengan menggunakan inhibitor spesifik. Misalnya, tetraethylammonium
memblokir banyak jenis kanal ion kalium, sedangkan tetrodotoksin memblokir
banyak jenis kanal ion natrium. Kanal yang secara normal tidak berada di dalam sel
dapat ditambahkan melalui ekspresi heterolog. Dengan metode ini, dampak dari
elemen-elemen kanal spesifik yang terjadi secara alami ataupun sintetis, fungsi nya
dapat dievaluasi. Menggunakan Manipulasi DNA, seluruh gen yang mengkode untuk
kanal/reseptor dapat nonaktifkan. Asam-asam amino spesifik pada reseptor protein
dapat diubah dengan memanipulasi DNA yang mengkode reseptor, menghasilkan
reseptor yang diaktifkan dengan substitusi asam amino yang spesifik. Langkah yang
besar telah dibuat dalam memahami mekanisme dari peran obat-obat anestesi dengan
menggunakan metode genetik ini dan pemeriksaan elektrofisiologi dan studi-studi
mengenai perilaku hewan.7

Potensial Aksi Abnormal


Kekurangan ion kalsium dalam cairan ekstraselular (hipokalsemia) mencegah
menutupnya kanal natrium pada berlangsungnya potensial aksi. Kebocoran natrium
yang terus menerus berkontribusi pada terjadinya depolarisasi yang terus-menerus
atau berulang dari membran sel (tetany). Sebaliknya, Konsentrasi ion kalsium yang

7
tinggi menurunkan permeabilitas membran sel terhadap natrium dan dengan demikian
menurunkan rangsangan dari membran saraf. Konsentrasi kalium yang rendah dalam
cairan ekstraseluler meningkatkan negatifitas dari potensial istirahat membran,
sehingga terjadi hiperpolarisasi dan penurunan rangsangan membran sel. Kelemahan
otot rangka yang menyertai hipokalemia mungkin mencerminkan terjadinya
hiperpolisasi membran sel otot rangka. Anestesi lokal menurunkan permeabilitas
membran sel saraf terhadap ion natrium, mencegah tercapainya ambang potensial
yang diperlukan untuk terjadinya potensial aksi. Penutupan kanal ion natrium pada
jantung oleh anestesi lokal dapat menyebabkan perubahan konduksi impuls jantung
dan penurunan kontraktilitas miokardium.

Neurotransmitter dan Reseptor


Neurotransmitter adalah mediator kimia yang dilepaskan ke celah sinaptik sebagai
respons terhadap adanya sebuah potensial aksi di ujung saraf. Pelepasan
neurotransmitter tergantung pada tegangan dan membutuhkan masuknya ion kalsium
ke dalam terminal presinaptik (lihat Gambar 3-2). Vesikel sinaptik dari badan sel dan
dendrit dari neuron merupakan lokasi dari sintesis dan penyimpanan neurotransmitter
yang berkelanjutan. Vesikel-vesikel ini mungkin mengandung dan melepaskan lebih
dari satu neurotransmitter. Neurotransmitter bisa sebagai eksitatorik atau inhibitorik,
tergantung pada selektivitas ion dari reseptor protein. Reseptor postsinaptik dapat
tereksitasi atau terinhibisi, yang mencerminkan eksistensi dari kedua jenis reseptor
pada neuron postsinaptik yang sama. Selanjutnya, neurotransmiter yang sama bisa
sebagai inhibitorik pada satu tempat, tapi juga bisa sebagai eksitatorik di tempat lain.
Hal ini terutama berlaku pada reseptor yang terhubung protein G (G protein-coupled
receptors/GPCRs) karena protein G yang terkait menentukan polaritas dari respon.
Beberapa neurotransmitter berfungsi sebagai neuromodulator atau koagonis karena
mempengaruhi sensitivitas dari reseptor terhadap neurotransmitter lainnya. Misalnya,
glisin merupakan koagonis yang penting pada reseptor N-methyl-d-aspartate
(NMDA).
Anestesi volatil (yang mudah menguap) menghasilkan spektrum aksi yang
luas, seperti yang tercermin dari kemampuan nya untuk memodifikasi baik inhibisi
maupun eksitasi neurotransmisi pada lokus presinaptik dan postsinaptik di dalam SSP.
Mekanisme yang tepat dari efek ini masih belum pasti. Anestesi yang mudah
menguap mungkin berinteraksi dengan banyak sistem neurotransmitter melalui

8
berbagai mekanisme.8 Secara umum, anestesi yang mudah menguap menginhibisi
reseptor eksitatorik (NMDA dan reseptor asetilkolin nikotinik) dan menimbulkan
potensi dari reseptor inhibitorik (GABAA dan glisin). Mengutip dari Ted Eger,
"Bagaimana mereka tahu?" Anestesi inhalasi bisa menekan jaringan yang dapat
tereksitasi di semua tingkat sistem saraf melalui interaksi dengan membran neuronal, 9
menghasilkan penurunan dari pelepasan neurotransmiter dan transmisi impuls pada
sinaps serta memicu terjadinya depresi secara umum dari respon tanggap eksitatorik
postsinaptik.
Tabel 3-2 Senyawa Kimiawi yang bertindak pada Sinaps sebagai
Neurotransmitter
Glutamat
Asetilkolin
Norepinefrin
Glisin
Endorfin
Serotonin
Histamin
Oksitosin
Kolesistokinin
Gastrin
GABA
Dopamin
Epinefrin
Substansi P
Vasopresin
Prolaktin
Peptida usus vasoaktif
Glukagon

Daftar mediator kimia yang berfungsi sebagai neurotransmiter eksitatorik atau


inhibitorik terus berlanjut meningkat (Tabel 3-2). Glutamat merupakan
neurotransmiter eksitatorik utama di SSP, sedangkan GABA merupakan
neurotransmitter inhibitorik utama.8 Asetilkolin, dopamin, histamin, dan norepinefrin
didistribusikan secara luas dan memainkan peran penting dalam jalur tidur yang

9
dipengaruhi oleh anestesi general. Neuromodulator berada berdampingan di terminal
presinaptik dengan neurotransmitter, tapi tidak menyebabkan perubahan tegangan
atau konduktansi yang substantif pada membran sel postsinaptik. Namun, memiliki
kemampuan, bagaimanapun, untuk memperkuat, memperpanjang, menurunkan, atau
memperpendek respon postsinaptik terhadap neurotransmitter tertentu.
Reseptor dapat diklasifikasikan menurut lokalisasi selulernya. Reseptor pada
membran sel berperan sebagai transduser sinyal dengan mengikat molekul sinyal
ekstraselular dan mengubahnya menjadi sinyal intraselular yang dapat merubah fungsi
sel target. Kebanyakan molekul sinyal bersifat hidrofobik dan berinteraksi dengan
reseptor permukaan sel yang secara langsung atau secara tidak langsung berikatan
dengan molekul efektor. Ada tiga kelas reseptor permukaan sel yang didefinisikan
berdasarkan mekanisme tranduksi sinyal nya: reseptor yang terhubung dengan protein
yang berikatan dengan nukleotida guanin ("protein G"), kanal ion yang teraktifasi
ligan, dan reseptor transmembran yang terhubung dengan enzim.
Reseptor yang terhubung protein G di membran plasma terhubung ke protein
G intraselular spesifik (Gambar 3-6). Pengikatan reseptor ke ligan mengaktifkan
protein G, yang kemudian mengaktifkan atau menghambat enzim, kanal ion, atau
target lainnya. Reseptor yang terhubung protein G merupakan salah satu dari
kumpulan reseptor permukaan sel terbesar. Terdapat sejumlah isoform yang berbeda
dari subunit protein G (α, β, γ) yang memediasi stimulasi atau inhibisi dari enzim
efektor dan kanal ion fungsional yang beragam. Kebanyakan hormon dan banyak
neurotransmitter berinteraksi dengan reseptor permukaan sel yang terhubung protein
G untuk memproduksi respon seluler.10-12 Respons yang dihasilkan sering berupa
sebuah perubahan tegangan transmembran dan dengan demikian terbentuk perubahan
eksitabilitas neuronal. Terdapat keragaman besar dalam jumlah reseptor yang
terhubung protein G untuk ligan yang sama seperti yang tercermin oleh beberapa
reseptor untuk katekolamin dan opioid.13
Gambar 3-6 Skema presentasi yang menunjukkan
reseptor yang terhubung protein G;reseptor β2
adrenergik, yang meningkatkan adenilil siklase; dan
reseptor muskarinik M2, yang menurunkan adenilik
siklase (AC). Efek dari reseptor yang terhubung protein
G ini kemudian dimediasi melalui konsentrasi
intraseluler dari adenosin monofosfat siklik (cAMP).
ATP, adenosin trifosfat; AMP, adenosin monofosfat;
PDE, fosfodiesterase; PKA, protein kinase A.

10
Kanal ion yang teraktifasi ligan merupakan kanal dalam membran plasma yang
merespon langsung pada ligan ekstraselular, dan tidak perlu untuk terhubung dengan
protein G (Gambar 3 7). Kanal ion tersebut merupakan satu dari tiga kelas kanal ion,
dua lainnya merupakan kanal ion yang teraktifasi tegangan/voltase, yang merespons
arus tegangan transmembran, dan kanal ion “lainnya" yang teraktifasi melalui
berbagai macam mekanisme. Transmisi sinaptik yang cepat sepenuhnya tercapai
melalui kanal ion yang teraktifasi tegangan/voltase, yang menyebarkan potensial aksi,
dan kanal ion yang teraktifasi ligan, yang mentransmisikan sinyal di sinaps.
Gambar 3-7 Skema ilustrasi dari kanal ion GABAA
yang teraktifasi ligan. Ligan berikatan dengan domain
ikatan eksternal, memodulasi konduktansi ion melalui
porus sentral. Reseptor ini merupakan pentamer dari
dua subunit α, dua subunit β, dan satu subunit γ. Lokasi
ikatan menunjukkan dimana beberapa sedatif diketahui
bekerja. Sedatif-sedatif ini meningkatkan masuknya ion
klorida melalui kanal, yang menyebabkan
hiperpolarisasi sel.

Reseptor transmembran yang terhubung enzim tidak terlibat pada sinyal


neuronal, karena relatif memiliki efek yang lambat pada sel. Kebanyakan reseptor
transmembran yang terhubung enzim merupakan tirosin kinase yang memfosforilasi
second messenger intraselular saat ligan ekstraselular berikatan dengan reseptor
(Gambar 3-8). Reseptor insulin,14 reseptor peptida natriuretik atrium, dan reseptor-
reseptor untuk banyak faktor pertumbuhan (faktor pertumbuhan saraf, faktor
pertumbuhan epidermis, faktor pertumbuhan fibroblas, dan faktor pertumbuhan
endotel) adalah semua contoh dari reseptor transmembran yang terhubung dengan
tirosin kinase.
Terdapat juga reseptor intraselular. Sebagai contoh, reseptor steroid dan
reseptor hormon tiroid yang berperan pada nukleus dimana secara langsung mengatur
transkripsi gen spesifik, sedangkan penghambat fosfodiesterase (misal, kafein,
milrinon, dan sildenafil) berperan dalam sitosol dengan menghambat aktivitas
fosfodiesterase, meningkatkan konsentrasi sitosol dari adenosin monofosfat siklik
(cAMP). Reseptor ini juga tidak terlibat dalam sinyal neuronal, karena respons seluler
yang sangat lambat.

11
Gambar 3-8 Reseptor insulin merupakan reseptor
tirosin kinase transmembran yang mengikat insulin
ekstraseluler, menghasilkan fosforilasi dari protein
intraseluler dan meningkatnya ekspresi dari protein
transporter glukosa pada membrane sel.

Reseptor yang Terhubung Protein G


Reseptor yang terhubung protein G terdiri dari tiga komponen terpisah: reseptor
protein, tiga protein G (α, β, dan γ), dan mekanisme efektor (lihat Gambar 3-6). Sisi
pengenalan menghadap bagian luar membran sel untuk memfasilitasi akses ligan
endogen dan obat eksogen yang larut dalam air, sedangkan situs katalitik menghadap
bagian dalam sel. Setidaknya ada 16 protein Gα, 5 protein Gβ, dan 11 protein Gγ,15
yang menyediakan reseptor yang terhubung protein G yang memediasi berbagai
macam efek seluler.
Reseptor yang terhubung protein G terdiri dari satu protein dengan tujuh
domain transmembran (Gambar 3-9). Pengikatan ligan ekstraselular ke reseptor yang
terhubung protein G memicu perubahan konformasi dari protein. Perubahan tersebut
menyebabkan aktivasi protein Gα yang terhubung ke bagian dalam dari reseptor.
Aktivasi tersebut terjadi dengan pertukaran guanin difosfat (GDP) yang terikat pada
protein untuk guanine trifosfat (GTP). Protein Gα yang diaktifkan dibebaskan, dimana
akan berinteraksi sebagai "second messenger" dengan protein lain di dalam sel.11
Ketika protein Gα menemukan targetnya, GTP dihidrolisis menjadi GDP, dan energi
yang dilepaskan melalui hidrolisis tersebut meningkatkan efek dari protein G α pada
protein target.
Protein Gα bisa menjadi stimulator, yang mencetuskan reaksi enzimatik
spesifik di dalam sel, atau inhibitor, yang menekan reaksi enzimatik spesifik. Sebagai
contoh, reseptor β-adrenergik terhubung dengan protein Gαs stimulator dan
meningkatkan aktifitas adenilil siklase (juga disebut adenilat siklase). Reseptor opioid
berhubungan dengan Protein Gαi inhibitorik yang menurunkan aktifitas adenilil
siklase. Dengan mengatur tingkat aktivitas adenilil siklase, reseptor β-adrenergik dan

12
reseptor opioid memodulasi kadar internal cAMP, yang berfungsi sebagai second
messenger intraseluler (lihat Gambar 3-6).
Gambar 3-9 Aktivasi dari protein G diikuti terhubungnya
ligan (bulat coklat) ke tujuh domain transmembran reseptor
yang terhubung protein G (biru). Reseptor yang terhubung
protein G menunggu terikatnya ligan, dengan protein Gα
berikatan dengan GDP (1). Ligan berikatan ke reseptor yang
terhubung protein G (2). Reseptor yang terhubung protein G
yang telah berikatan mengalami perubahan konformasi (3).
Perubahan konformasi menyebabkan reseptor yang
terhubung protein G mengubah GTP menjadi GDP pada
protein Gα (4). Protein Gα yang berikatan dengan GTP,
berdifusi menjauh dari kompleks, berfungsi sebagai second
messenger (5). Protein Gα yang berikatan dengan GTP,
kemudian, kembali berikatan dengan GDP (6). Sementara
itu, ligan berdifusi menjauhi reseptor yang terhubung dengan
protein G. Protein Gα yang berikatan dengan GDP berikatan
lagi dengan reseptor protein G, menunggu ligan berikutnya
(1).

Seperti halnya Gαs dan Gαi memodulasi adenilil siklase, protein Gα jenis
lainnya memodulasi target seluler spesifik lainnya. Dalam beberapa kasus, sinyal
dikirimkan melalui Gβγ dan bukan Gα, seperti yang dijelaskan di bawah untuk regulasi
protein G dari kanal kalium.
Banyak hormon dan obat-obatan bekerja melalui reseptor yang terhubung
protein G, termasuk katekolamin, opioid, antikolinergik, dan antihistamin. Berbeda
dengan respon seluler langsung yang terkait dengan kanal ion, sinyal yang
menggunakan reseptor yang terhubung protein G protein terlibat dalam fungsi yang
beroperasi dalam kurun waktu detik hingga menit. Beberapa kanal ion juga terhubung
dengan protein G. Hal ini dibahas di bawah bersama dengan kanal ion.
Dopamin
Dopamin mewakili lebih dari 50% kandungan katekolamin pada SSP, dengan
konsentrasi tinggi di ganglia basalis. Dopamin bisa berupa inhibitorik atau eksitatorik,
tergantung pada reseptor spesifik dopaminergik yang diaktifkan nya. Dopamin
penting bagi pusat penghargaan otak dan berperan penting dalam kecanduan dan
toleransi untuk obat anestesi dan analgesik.
Norepinefrin
Norepinefrin ada dalam jumlah besar di sistem aktivasi retikuler dan hipotalamus,
dimana berperan penting dalam proses tidur alami dan analgesia. Neuron yang
merespons norepinefrin mengirim sinyal eksitatorik (melalui α1) dan sinyal

13
inhibitorik (melalui α2) ke daerah yang meluas di otak, termasuk korteks serebral.
Efek sedatif dari deksmedetomidin dimediasi oleh aktivasi reseptor α2-adrenergik di
lokus ceruleus yang menginhibisi pengisian dari nukleus preoptik ventral lateral di
hipotalamus (VLPO), yang merupakan jalur tidur endogen. 16 Serabut desenden
noradrenergik yang diproyeksikan ke cornu dorsalis sumsum tulang belakang
berperan dalam penghambat tonik yang penting dalam transmisi nyeri. Jalur ini
ditambah dengan klonidin epidural untuk analgesia pasca operasi dan intrapartum.
Substansi P
Substansi P adalah neurotransmiter eksitatorik yang dilepaskan oleh terminal serabut
nyeri yang bersinaps di substantia gelatinosa dari sumsum tulang belakang. Substansi
P mengaktifkan receptor neurokinin-1 yang terhubung dengan protein G.
Endorfin
Endorfin adalah agonis peptida opioid endogen yang disekresikan oleh terminal saraf
di hipofisis, talamus, hipotalamus, batang otak, dan sumsum tulang belakang.
Endorfin bekerja melalui reseptor opioid µ, reseptor yang sama yang bertanggung
jawab untuk efek pemberian opioid. Endorfin disekresikan setelah berolahraga dan
selama rasa sakit dan saat mengalami kecemasan. Endorfin memfasilitasi pelepasan
dopamin dan mengaktifkan jalur inhibisi nyeri.
Serotonin
Serotonin (5-HT) ada dalam konsentrasi tinggi di otak, dimana akan bekerja pada
kedua kanal ion yang terhubung ligan dan reseptor yang terhubung protein G.
Reseptor serotonin terletak di zona pemicu kemoreseptor, dimana akan dihambat oleh
ondansetron, granisetron, dan obat antiemetic umum lainnya.
Histamin
Histamin ada dalam konsentrasi tinggi di hipotalamus dan sistem aktivasi retikuler.
Neuron histaminergik ada di nukleus tuber cinereum dari hipotalamus yang aktif
selama siklus bangun. Efek tidur yang tercipta dari obat antihistamin yang melintas
sawar darah-otak disebabkan oleh penghambatan dari reseptor H1 yang terhubung
protein G.

Kanal Ion
Seperti yang telah ditunjukkan sebelumnya, potensial istirahat membran normal
adalah -60 sampai -80 mV, dengan bagian dalam sel relatif lebih negatif terhadap
cairan ekstraselular. Lapisan lipid bilayer sebagian besar tidak permeabel terhadap

14
ion, yang harus masuk dan keluar sel melalui kanal ion spesifik. Jika arus masuk ion
membuat bagian dalam sel lebih negatif ("hiperpolarisasi"), maka lebih sulit bagi sel
untuk memulai potensial aksi. Jika arus masuk ion membuat bagian dalam sel kurang
negatif ("depolarisasi"), maka sel lebih mudah untuk melakukan potensial aksi.
Ketika kanal ion terbuka, ion biasanya mengalir ke arah yang dipengaruhi oleh
gradien konsentrasi nya. Konsentrasi ekstraseluler dari natrium, kalsium, dan klorida
sangat melebihi konsentrasi intraselular, dan dengan demikian ion-ion ini mengalir ke
sel saat kanal ion yang sesuai terbuka. Konsentrasi kalium intraseluler sangat
memperbanyak konsentrasi ekstraselular, dan dengan demikian kalium keluar dari sel
kapanpun setiap kali kanal ion kalium terbuka. Kanal kalium yang bersifat inwardly-
rectifying menjadi pengecualian dimana kalium mengalir ke dalam sel, berlawanan
dengan konsentrasi gradien, sebagai respons terhadap gradien listrik.
Saat natrium mengalir ke dalam sel, bagian dalam menjadi kurang negatif.
Kanal natrium dengan demikian mengalami depolarisasi. Saat kalium mengalir keluar
dari sel, akan membuat bagian dalam menjadi lebih negatif. Oleh karena itu, kanal
kalium mengalami hiperpolarisasi. Kanal natrium terbuka untuk melakukan potensial
aksi, setelah kanal kalium terbuka untuk mengembalikan potensial istirahat negatif
dan menghentikan potensial aksi.
Saat klorida mengalir ke dalam sel, bagian dalam menjadi lebih negatif, atau
mengalami hiperpolarisasi. Karena lebih sulit bagi sel yang hiperpolarisasi untuk
memulai potensial aksi, kanal klorida bersifat "inhibitorik", setidaknya setelah lahir.
Ketika kalsium mengalir ke dalam sel, bagian dalam menjadi kurang negatif, atau
"depolarisasi". Karena lebih mudah untuk sel yang depolarisasi untuk melakukan
potensial aksi, kanal kalsium bersifat "eksitatorik". Kalsium juga bisa bertindak
sebagai second messenger di dalam sel.
Saat membran sel terdepolarisasi (bagian luarnya menjadi kurang negatif
relatif terhadap bagian dalam) atau ligan yang sesuai ada, kanal ion ini mengalami
perubahan konformasi, kanal ion terbuka, dan ion dapat masuk. Sekitar 10 4 sampai
105 ion mengalir per milidetik per kanal dan ribuan kanal dapat dibuka selama
berlangsungnya potensial aksi tunggal.
Seperti yang disebutkan sebelumnya, ada tiga tipe dasar kanal ion: (a) kanal
ion yang teraktifasi ligan (reseptor ionotropik), (b) kanal ion yang sensitif terhadap
tegangan, dan (c) kanal ion yang merespons jenis aktifasi lainnya.
Kanal Ion yang Teraktifasi Ligan

15
Kanal ion yang teraktifasi ligan (reseptor ionotropika) adalah kompleks subunit
protein yang bertindak sebagai portal fleksibel untuk ion-ion. Kanal ion yang
teraktifasi ligan terlibat terutama dengan transmisi sinaptik cepat antara sel-sel yang
tereksitasi. Pengikatan molekul sinyal ke reseptor ini menyebabkan perubahan
konformasi segera pada kanal ion, pembukaan (biasanya) atau penutupan (jarang) dari
kanal untuk mengubah permeabilitas membran plasma terhadap ion dan karena itu
potensial membran. Kanal ion yang teraktifasi ligan diaktifkan oleh ligan yang sesuai
dengan nama nya. Reseptor nikotinik asetilkolin (nAChRs), reseptor serotonin (5-
HT3), reseptor γ-aminobutyric acid (GABAA) (lihat Gambar 3-7), dan reseptor glisin
terbuka dengan adanya asetilkolin, serotonin, GABA, dan glisin. Terkadang agonis
yang sesuai dengan nama kanal bukan agonis asli. Sebagai contoh, NMDA dan
reseptor α-amino-3-hidroksil-5-metil-4-isoksazolepropionat (AMPA) terbuka secara
selektif oleh NMDA dan AMPA, namun agonis asli untuk kedua reseptor tersebut
adalah glutamat.
Kanal Ion Eksitatorik yang Teraktifasi Ligan
Kanal ion eksitatorik yang teraktifasi ligan menyebabkan bagian dalam sel menjadi
kurang negatif, biasanya dengan memfasilitasi masuknya kation ke dalam sel.
Asetilkolin
Asetilkolin adalah neurotransmiter eksitatorik yang mengaktifkan reseptor muskarinik
dan reseptor nikotinik di SSP. Reseptor nikotinik asetilkolin adalah kanal kation
nonspesifik, yang memungkinkan natrium dan dalam beberapa kasus kalsium
mengalir ke dalam sel, dan kalium mengalir keluar dari sel. Karena aliran natrium dan
kalsium keduanya dipengaruhi oleh konsentrasi dan gradien listrik, kanal nya
menghasilkan sejumlah arus masuknya kation dan oleh karena itu terjadilah
depolarisasi (bagian dalam menjadi kurang negatif). Reseptor nikotinik asetilkolin di
otak paling banyak umumnya di lokasi presinaptik dimana akan bertindak sebagai
"gain control mechanism" untuk meningkatkan pelepasan neurotransmitter lainnya.
Neuron pelepas asetilkolin berperan penting dalam jalur tidur yang asli dimana
asetilkolin memediasi terjadinya kesadaran. Meski semua anestesi volatil atau yang
mudah menguap adalah inhibitor yang sangat ampuh dari reseptor nikotinik
asetilkolin yang memediasi respon ini,17 inhibisi nikotinik langsung tidak
bertanggungjawab terhadap efek hipnosis dari anestesi volatil. Reseptor nikotinik
asetilkolin sebagian besar antagonis terhadap konsentrasi anestesi volatil; 1/10 nya
menginduksi imobilitas dan dengan demikian merupakan konsentrasi yang terkait

16
dengan pasien yang sadar sepenuhnya.18,19 Injeksi nikotin ke thalamus bagian medial
tengah membalikkan efek hipnosis dari pemberian sevofluran yang berkelanjutan. 20
Namun, di kasus ini, nikotin bertindak sebagai stimulus timbulnya kesadaran.
Mikroinfusi dari antagonis nikotinik spektrum luas yaitu mekamilamin tidak
menambah potensi hipnosis sevofluran dengan mengurangi dosis yang diperlukan
untuk hipnosis.
Efek eksitatorik pada SSP yang dimediasi melalui kanal ion nikotinik
berlawanan dengan efek inhibitorik yang dimediasi oleh reseptor muskarinik
asetilkolin yang terhubung protein G di sistem saraf parasimpatis perifer.
Reseptor nikotinik asetilkolin juga bertanggung jawab untuk mengaktifkan
kontraksi otot. Relaksan otot nondepolarisasi bekerja dengan cara menghalangi sisi
pengikatan asetilkolin. Karena kanal ini menyebabkan depolarisasi, maka termasuk
sebagai eksitatorik.

Glutamat
Glutamat adalah neurotransmiter asam amino eksitasi utama di SSP. Reseptor
glutamat adalah kanal kation yang tidak selektif, memungkinkan natrium dan
beberapa kalsium mengalir ke dalam sel, dan kalium mengalir keluar dari sel. Karena
kanal kation nonspesifik terutama mendukung arus masuk ke dalam dari kation yang
menuruni gradien listrik, reseptor glutamat terdepolarisasi dan tereksitasi. Reseptor
Glutamat yang responsif terdistribusi secara luas di SSP. Glutamat berperan penting
dalam proses pembelajaran, dan memori, transduksi nyeri sentral, dan proses
patologis seperti cedera neuron eksitotoksik setelah trauma SSP atau iskemia.
Glutamat disintesis melalui deaminasi glutamin melalui siklus asam
trikarboksilik. Glutamat dilepaskan ke celah sinaptik sebagai respons terhadap
depolarisasi terminal saraf presinaptik. Pelepasan glutamat dari terminal presinaptik
adalah proses yang bergantung pada ion kalsium yang diatur oleh berbagai jenis kanal
kalsium. Bersama dengan banyak sistem neurotransmiter sentral lainnya, kerja
glutamat dalam celah sinaptik dihentikan oleh reuptake dari glutamat, yang prosesnya
memiliki afinitas tinggi dan bergantung pada natrium.
Dua subkelompok utama dari reseptor glutamat adalah reseptor inotropik dan
metabotropik.8 Reseptor glutamat iononotropik (NMDA, AMPA, dan reseptor kainat)
adalah kanal ion yang teraktifasi ligan. Reseptor glutamat yang berespon terhadap
NMDA dikaitkan dengan nyeri neuropatik dan toleransi opioid dan diblokir oleh

17
ketamin. Reseptor NMDA sangat permeabel terhadap kalsium. Reseptor glutamat
yang berespon terhadap AMPA dan kainat terlibat dalam transmisi sinaptik cepat dan
plastisitas sinaptik, termasuk potensiasi jangka panjang.
Reseptor glutamat metabotropik adalah reseptor transmembran yang
terhubung dengan protein G yang memodulasi second messenger intraseluler seperti
inositol fosfat dan nukleotida siklik.

Serotonin
Reseptor serotonin (5-HT) merupakan reseptor eksitatorik, yang memfasilitasi jalur
kation natrium, kalium, dan kalsium seperti yang sudah dijelaskan untuk reseptor
nikotinik asetilkolin.

Kanal Ion Inhibitorik yang Teraktifasi Ligan


Kanal ion inhibitorik yang teraktifasi ligan menyebabkan bagian dalam sel menjadi
kurang negatif, biasanya dengan memfasilitasi arus masuk klorida ke dalam sel. Kanal
Kalium yang memfasilitasi arus masuk ion kalium juga bersifat inhibitorik.

γ-aminobutyric acid
GABA adalah neurotransmiter inhibitorik utama di otak. Ketika dua molekul GABA
berikatan ke reseptor GABA, kanal klorida di pusat reseptor membuka dan ion klorida
memasuki sel mengikuti gradien konsentrasinya (lihat Gambar 3-7).11 Kanal ion yang
bermuatan negatif membuat hiperpolarisasi bagian dalam sel, seperti reseptor
inhibitorik GABA tak lama setelah lahir. Diperkirakan sebanyak sepertiga sinaps di
otak adalah GABAergik. Kanal klorida terbentuk dari subunit α dan β, dengan atau
tanpa subunit γ dan δ.
Pada neuron-neuron otak yang mengalami perkembangan memiliki
konsentrasi yang klorida lebih tinggi dari cairan ekstraselular. Sebagai hasilnya,
pembukaan kanal klorida GABA menginisiasi arus ion klorida bermuatan negatif
keluar dari sel, menyebabkan depolarisasi sel. Dalam perkembangan selanjutnya,
kotransporter kalium/klorida muncul. Transporter atau pengangkut ini menurunkan
klorida intraselular sebagai ganti dari kalium ekstraselular, menciptakan gradien
konsentrasi untuk klorida yang cenderung masuk ke dalam. 21 Perubahan gradient
konsentrasi klorida membuat reseptor GABA hiperpolarisasi, sehingga bersifat
inhibitorik.

18
Reseptor GABA adalah target propofol, etomidat, dan thiopental, yang bisa
secara langsung membuka kanal pada konsentrasi tinggi, atau pada konsentrasi rendah
meningkatkan sensitifitas terhadap GABA eksogen. Benzodiazepin juga bekerja
melalui reseptor GABA namun hanya meningkatkan sensitifitas dari reseptor ke
GABA eksogen dan bukan secara langsung membuka kanal ion. Terdapat bukti yang
semakin meningkat bahwa reseptor GABA ekstrasinaptik penting pada respon
perilaku pasien yang terinduksi anestesi volatil.

Glisin
Glisin adalah neurotransmitter inhibitorik utama di sumsum tulang belakang,
bertindak melalui reseptor glisin untuk meningkatkan konduktansi ion klorida ke
dalam sel, yang kemudian menyebabkan hiperpolasiasi. Reseptor glisin juga terdapat
di otak. Kanal ini terlibat dalam banyak proses neurologis dan dimodulasi oleh
berbagai jenis obat-obatan anestesi, namun tidak diketahui bertanggung jawab
terhadap perilaku spesifik terhadap dilakukannya induksi anestesi.
Toksin striknin dan tetanus menyebabkan kejang karena bersifat antagonis
terhadap efek glisin pada inhibisi postsinaptik. Gangguan visual setelah reseksi
transurethral dari prostat dimana glisin menjadi larutan irigasi mungkin
mencerminkan peran substansi ini sebagai neurotransmitter inhibitorik di retina. 22
Amplitudo dan latensi potensi visual yang timbul dipengaruhi oleh pemberian infus
glisin.

Kanal Ion yang teraktifasi Tegangan/Voltase


Kanal ion yang teraktifasi tegangan/voltase adalah kompleks subunit protein yang
bertindak sebagai portal fleksibel yang sensitif terhadap potensial membran yang
dilewati ion saat akan melewati membran sel. Kanal tersebut bersifat "sensitif
terhadap tegangan" karena kanal tersebut terbuka dan menutup sebagai respon
terhadap perubahan voltase di sepanjang membran sel. Bagian yang bermuatan dari
molekul secara fisik bergerak sebagai respon terhadap perubahan voltase untuk secara
energik memfasilitasi terbuka dan tertutupnya kanal. Misalnya, kanal natrium terbuka
sebagai respon terhadap depolarisasi tiba-tiba, menyebarkan potensial aksi dalam
saraf. Kanal ion yang teraktifasi tegangan/voltase terdapat di neuron, otot rangka, dan
sel endokrin. Kanal tersebut sering dinamai berdasarkan ion yang melewati nya
(misalnya kanal natrium, kanal klorida, kanal kalium, dan kanal kalsium).

19
Kanal Ion Voltage-Gated
Kanal ion voltage-gated merupakan kompleks protein subunit yang berperan dalam
portal pertukaran sensitif terhadap membran potensial yang mana bisa dilewati ion ke
dalam membran sel. Kanal ion voltage-gated ini “voltase sensitif” karena mereka
membuka dan menutup dari respon perbedaan voltase yang melewati membran sel.
Bagian muatan dari molekul bergerak sebagai respon terhadap perubahan voltase
yang mendukung keadaan membuka dan menutup kanal. Sebagai contoh, kanal
natrium membuka dengan respon depolarisasi yang tiba-tiba, menyebabkan aktivitas
potensial di saraf. Kanal ion voltage-gated terdapat di neuron, otot skeletal, dan sel-
sel endokrin. Mereka biasa dinamakan sesuai dengan ion yang melewati kanal
(contoh, kanal natrium, klorida, kalium, dan kalsium).
Kanal natrium voltage-gated adalah bagian yang menarik dalam anestesiologi,
karena merupakan tempat kerja dari lokal anestesi. Lokal anestesi memblok konduksi
neural dengan cara menghalangi natrium melewati kanal tersebut.
Kanal kalium human ether-a-go-go related gene (hERG) merupakan voltage-
gated yang masuk memperbaiki kanal kalium, terkenal diasosiasikan dengan
perpanjangan QT sindrom. Kanal kalium hERG sensitif terhadap berbagai obat dan
bertanggung jawab sebagai penyebab kematian mendadak oleh karena obat yang
membuat pasien dalam kondisi torsades de point. Inhibisi dari kanal kalium hERG
juga merupakan peringatan kotak hitam dalam droperidol oleh U.S. Food and Drug
Administration (FDA).

Kanal Ion G Protein-Gated


Beberapa kanal ion dipagari oleh protein G (Gambar 3-10). Kanal kalium G protein-
gated merupakan kanal ion yang diatur oleh G protein yang paling baik dipelajari. 24
Kanal ion yang diatur G protein pertama kali ditemukan pada kanal kalium pada
jantung, yang langsung diatur oleh reseptor M2 asetilkolin muskarinik G protein-
coupled.25 Ini merupakan salah satu dari kanal kalium yang diregulasi masuk
mempunyai sifat tidak biasa dalam memungkinkan influks dari ion kalium ke dalam
sel yang diikuti gradien listrik, daripada banyak tipikal fluks yang keluar dari kalium
yang diikuti gradien konsentrasi ionik. Protein G yang diregulasi masuk, perbaikan
kanal kalium, lebih sering disebut sebagai GIRKs, dan diregulasi oleh G βγ
daripada G α . Sebagai tambahan reseptor asetilkolin, A1 adenosin, α 2

20
adrenergik, D2 dopamin, opioid, serotonin, dan GABA β berikatan langsung
dengan GIRKs.24,26

Kanal Ion Lainnya


Tipe lainnya dari kanal ion termasuk yang dipagari oleh ion lainnya (contoh,
hidrogen, kalsium), second messengers (contoh, cAMP, cyclic guanosine
monophospate [cGMP]), dan penyebab kerusakan jaringan (asam, peregangan,
temperatur, sitokin).

Konsentrasi Reseptor
Reseptor dalam sel membran bukan merupakan komponen yang statik dari sel.
Konsentrasi sirkulasi yang berlebih dari ligan sering menghasilkan penurunan
densitas reseptor target dadi membran sel. Sebagai contoh, sirkulasi berlebih
norepineprin pada pasien dengan peokromositoma akan menyebabkan penurunan
regulasi dari resepptor β -adrenergik. Desensitisasi dari respon reseptor
menurunkan respon fisiologi dari waktu ke waktu (dan, disebabkan oleh) stimulasi
yang konstan.12 Obat yang menginduksi antagonisme dari reseptor sering kali
menghasilkan peningkatan densitas dari reseptor pada membran sel (meningkatkan
regulasi). Penghentian yang tiba-tiba dari antagonis bisa menyebabkan respon yang
berlebihan terhadap agonis endogen. Ini merupakan salah satu alasan obat-obat
kardiovaskular harus diberikan secara berlanjut sepanjang periode perioperatif.

Penyakit Reseptor

21
Banyak sekali penyakit yang dikaitkan dengan disfungsi reseptor. Sebagai contoh,
kegagalan hormon partiroid dan arginin vasopresin untuk diproduksi meningkat di
cAMP pada target organ bermanifestasi menjadi pseudohipoparatiroidisme dan
nefrogenik diabetes insipidus, berturut-turut. Penyakit Grave dan miastenia gravis
merupakan perkembangan dari antibodi yang melawan hormon stimulasi tiroid dan
reseptor nikotinik asetilkolin, secara berturut-turut.

Sinaps
Struktur
Fungsi sinaps adalah sebagai diode yang menstransmisi aksi potensial dari membran
presinaps menuju membran post sinaps melewati katup sinaps (Gambar 3-11).
Membran presinaps mengandung gelembung neurotransmiter dan pompa reuptake
yang mengembalikan neurotransmiter ke aksoplasma presinaps setelah pelepasan
neurotransmiter. Ini juga mengandung kanal kalsium voltage-gated. Transmisi
sinaptik dimulai saat aksi potensial aferen sampai pada kanal kalsium voltage-gated.
Depolarisasi membuat influks ion kalsium melewati kanal kalsium voltage-
gated. Ion-ion kalsium berikatan dengan protein spesifik bernama release apparatus
pada membran aksonal dan vesikular. Kalsium mencetuskan penggabungan dari
gelembung ke membran sel dan melepas neurotrasmiter ke katup sinap melewati
eksositosis, menghasilkan ekstruksi dari isi gelembung sinaptik. Kalsium pada cairan
ekstraseluler esensial untuk pelepasan neurotransmiter sebagai respon pada aksi
potensial. Efek dari kalsium diantagonis oleh magnesium.
Neurotransmiter pada katup berikatan pada reseptor pada membran post
sinaptik. Ikatan ini menginisiasi aksi potensial eferen pada dendrit dari saraf eferen,
yang kemudian disebarkan. Dibelakang membran post sinaps langsung ada densitas
post sinaps. Densitas post sinaps mengandung berbagai variasi reseptor dan struktur
protein yang bertanggung jawab untuk memelihara homeostatis sinaps.
Ada beberapa kesalahpahaman umum konsep dari representasi sinaps.
Pertama, gambar 3-11 memberi kesan bahwa sinaps terdiri dari dua entitas bentuk
plug yang berbeda yang bergabung membentuk sinaps. Seringkali, neuron presinaps
mungkin tidak lebih dari sedikit pelebaran akson, “synaptic varicosity” atau
“bouton”, karena adanya gelembung yang mengandung neurotransmiter. Kedua,
sinaps sering muncul sebagai gap yang lebar, seperti gambar 3-11. Padahal, sinaps
sangat sempit, hanya 20nm, seperti pada gambar 3-12. Saat gelembung melepaskan

22
isinya ke sinaps, konsentrasi neurotransmiter akan tinggi untuk beberapa periode
waktu. Yang terakhir, dendrit dan akson mempunyai arborisasi yang luas. Interkoneksi
dari ratusan arborisasi melewati sepuluh juta sel otak membentuk sirkuit kompleks
yang tak terbayangkan.

Modulasi Sinaptik
Potensial transmembran resting neuron di CNS sebanyak -70 mV, kurang dari -90 mV
pada serat saraf perifer dan otot skeletal. Potensial transmembran resting penting
untuk mengontrol responsif neuron dan dipengaruhi oleh reseptor ekstrasinaps serta
pertukaran ATP natrium-kalium. Potensi inhibisi dan eksitasi post sinaps dimodulasi
oleh jumlah jalur sinyal sinaps dan nonsinaps untuk menentukan kemungkinan
depolarisasi sebagai respon terhadap stimuli yang masuk.

23
Synaptik Delay
Sinapstik delay yang diperlukan sekitar 0.3 sampai 0.5 milisekon untuk transmisi
impuls dari variskositas sinaps ke neuron post sinaps. 27 Delay sinaps mencerminkan
waktu untuk melepas neurotransmiter dari varikositas sinaps, difusi dari
neurotransmiter menuju reseptor post sinaps, dan kemudian mengubah permeabilitas
mebran post sinaps ke berbagai ion.

Kelelahan Sinaptik
Kelelahan sinaps merupakan menurunan jumlah pelepasan oleh membran post sinaps
ketika eksitatori sinaps yang dirangsang berulang dan cepat. Sebagai contoh,
kelelahan sinaps menurunkan eksitabilitas berlebih dari otak yang bisa menyebabkan
kejang, demikian fungsinya sebagai mekanisme proteksi melawan aktivitas neuronal
yang berlebihan. Mekanisme kelelahan sinaps ini diasumsikan sebagai kelelahan
simpanan neurotransmiter di gelembung sinaps. Kelelahan sinaps terdapat pada
juntional neuromuskular pada miastenia gravis saat cadangan yang sangat besar untuk
transmisi neuromuskular terbatas oleh kerusakan autoimun pada pre ataupun post
sinaps.

Fasilitas Posttetanik
Fasilitas posttenik merupakan peningkatan respon neuron post sinaps terhadap
stimulasi setelah periode istirahat yang didahului oleh stimulasi yang repetitif dari
eksitatori sinaps. Fenomena ini mencerminkan peningkatan pelepasan dari
neurotransmiter yang disebabkan oleh bertambahnya konsentrasi lokal kalsium
intraseluler. Fasilitas posttetanik mungkin merupakan mekanisme memori jangka
pendek dan mengakhiri sensori neuron.

Faktor yang Mempengaruhi Respon Neuron


Neuron merupakan bagian yang sangat sensitif terhadap perubahan pH pada cairan
insterstitial sekitarnya. Sebagai contoh, alkalosis menambah eksitabilitas neuron.
Hiperventilasi volunter dapat menyebabkan kejang pada beberapa individu.
Sebaliknya, asidosis menekan eksitabilitas neuron, dengan penurunan pH arterial
menjadi 7.0, dapat menyebabkan koma. Hipoksia dapat menyebabkan refraksi total

24
pada neuron dalam 3 sampai 5 detik seperti terlihat dari onset yang cepat dari
penurunan kesadaran segera setelah penghentian aliran darah serebral. Respon ini
merupakan bagian dari proteksi karena aktivitas metabolik dari neuron inaktif lebih
kecil daripada neuron aktif.

Susunan Saraf Pusat


Otak, batang otak, dan saraf tulang belakang merupakan susunan saraf pusat. Otak
merupakan koleksi kompleks dari jaringan neural yang beregulasi terhadap aktivitas
masing-masing. Aktivitas di dalam SSP dipengaruhi oleh keseimbangan dari eksitasi
dan inhibisi, homeostatis yang terjaga dalam limit yang sempit. Divisi anatomi otak
dapat memperlihatkan distribusi fungsi otak (Gambar 3-13).
Dua hemisfer serebral merupakan korteks serebral, dimana sensori, motor, dan
informasi asosiasi diproses. Sistem limbik terdapat di bawah korteks serebral dan
mengintegrasi tingkat emosional dengan aktivitas motorik dan viseral. Talamus
terdapat di tengah otak di bawah korteks serebral dan basal ganglia dan diatas
hipotalamus. Neuron pada talamus tersusun dari nuklei yang berperan sebagai
penghantar pesan antara jalur sensoris yang masuk dengan korteks serebral,
hipotalamus, dan basal ganglia. Hipotalamus merupakan regio yang mengintegrasikan
sistem saraf otonom dan meregulasi fungsi lainnya, termasuk sistem tekanan darah,
suhu tubuh, keseimbangan air, sekresi kelenjar pituitari, emosional, dan tidur.
Batang otak menghubungkan korteks serebral dengan saraf tulang belakang
dan mengandung sebagian besar nuklei dari saraf kranial dan sistem aktivasi retikular.
Sistem aktivasi retikular penting untuk regulasi tidur dan terjaga. Serebelum muncul
dari pons posterior dan bertanggung jawab untuk kordinasi gerakan, menjaga bentuk
tubuh, dan beberapa tipe memori motorik.
Saraf tulang belakang membentang dari medula oblongata sampai vertebra
lumbal terbawah. Jalur asending dan desending terdapat pada white matter dari saraf
tulang belakang, dimana koneksi intersegmental dan kontak sinaps berkonsentrasi
pada gray matter. Informasi sensori melewati bagian dorsal dari gray matter, dan
motorik melewati bagian ventral. Neuron preganglionik dari sistem saraf otonom
ditemukan pada bagian intermediolateral gray matter.

25
Hemisfer Serebral
Dua hemisfer serebral, diketahui sebagai korteks serebral, merupakan divisi terbesar
dari otak manusia. Regio pada korteks serebral terklasifikasi menjadi sensori, motor,
visual, auditori, dan olfaktori, tergantung dari tipe informasi yang diproses. Frontal,
temporal, parietalm dan ocipital bagian dari posisi anatomi korteks serebral (Gambar
3-14). Untuk setiap area pada korteks serebral, terdapat koresponden dan daerah
penghubung menuju talamus sehingga stimulasi kecil dari aktivitas talamus dapat
mengaktifkan bagian korteks serebral yang sesuai dan jauh lebih besar.
Sesungguhnya, korteks serebral merupakan hasil evolusi dari bagian terbawah sistem
saraf, terutama talamus. Bagian fungsional dari korteks serebral terutama terbentuk
dari 2-5mm layer neuron yang melapisi permukaan semua lilitan. Diperkirakan
korteks serebral terdiri dari 50-100 juta neuron.

Anatomi dari Korteks Serebral


Korteks sensorimotor adalah area pada korteks serebral yang bertanggung jawab
untuk menerima sensasi dari daerah sensori pada tubuh dan mengatur pergerakan
tubuh (Gambar 3-14).3 Korteks premotor penting untuk mengatur fungsi korteks
motorik. Korteks motorik terdapat pada anterior sulkus sentral. Bagian posteriornya
ditandai dengan adanya sel besar berbentuk piramid (piramidal atau Betz).

26
Area Topografik
Bagian korteks serebral dimana sinyal sensori perifer diproyeksikan dari talamus
disebut korteks somestetik (Gambar 3-14).3 Masing-masing sisi korteks serebral
menerima informasi sensoris langsung dari bagian yang berlawanan dari tubuh.
Ukuran area ini berbanding lurus dengan jumlah reseptor sensoris khusus di masing-
masing area tubuh. Misalnya, sejumlah besar ujung saraf khusus terdapat di bibir dan
ibu jari, namun hanya sedikit yang terdapat di kulit tubuh.
Korteks motorik tersusun menjadi daerah topografi sesuai dengan daerah yang
berbeda dari otot skeletal. Susunan spasial mirip dengan korteks sensori. Umumnya,
ukuran daerah pada korteks motorik sebanding dengan ketepatan gerakan otot skeletal
yang dibutuhkan. Dengan demikian, jari kaki, mulut, lidah, dan pita suara mempunyai
representasi yang besar pada manusia. Variasi daerah topografi pada korteks motorik
awalnya ditentukan oleh rangsangan listrik otak selama anestesi lokal dan pengamatan
respon otot skeletal yang ditimbulkan. Stimulasi tersebut dapat digunakan pada saat
intraoperatif untuk mengidentifikasi lokasi korteks motorik agar tidak menimbulkan
kerusakan pada bagian tersebut. Korteks motorik sering rusak karena kekurangan
suplai darah saat stroke.

Corpus Callosum
Dua hemisfer korteks serebral, dengan pengecualian bagian anterior lobus temporal,
tersambung oleh serat pada korpus kalosum. Bagian anterior lobus temporal, termasuk
amigdala, tersambung oleh serat yang melewati komisura anterior. Korpus kalosum
dan komisura anterior membuat informasi terproses dan tersimpan pada satu hemisfer
yang tersedia ke hemisfer lainnya.

27
Hemisfer Dominan versus Nondominan
Fungsi berbicara dan interpretasi tipikal berlokasi pada hemisfer serebral yang
dominan, dimana hubungan spatiotemporal (kemampuan mengenali wajah) bertempat
pada hemisfer nondominan. Hemisfer kiri dominan pada 90% orang kinan dan 70%
pada orang kidal. Kerusakan hemisfer serebral dominan pada dewasa menyebabkan
hilangnya hampir seluruh fungsi intelektual.
Kegagalan histori untuk mendokumentasi peran penting dari lobus prefrontal
pada fungsi intelektual (lobotomi frontal) sangat mengejutkan karena perbedaan
prinsip antara otak manusia dan monyet paling menonjol pada daerah prefrontal pada
manusia. Ini seperti fungsi area prefrontal manusia adalah sebagai tambahan daerah
kortikal untuk mendukung proses berpikir. Selanjutnya, pola seletif kelakuan terhadap
berbagai situasi mungkin merupakan peran penting area prefrontal yang
mentransmisikan sinyal ke daerah limbik otak. Seseorang tanpa lobus prefrontal
mungkin bereaksi secara drastis dalam menanggapi sinyal yang masuk atau
menunjukkan kemarahan yang tidak semestinya pada provokasi yang sedikit.
Kemampuan untuk mempertahankan tingkat konsentrasi yang berkelanjutan hilang
karena tidak adanya lobus prefrontal.

Memori
Korteks serebral, terutama lobus temporal, berfungsi sebagai penyimpan informasi
yang sering disebut memori.28 Mekanisme untuk memori jangka pendek dan jangka
panjang belum sepenuhnya dipahami namun diperkirakan diterjemahkan melalui
penguatan sinaptik seletif dalam merespon pengalaman.

Memori Jangka Pendek


Penjelasan paling disukai untuk memori jangka pendek adalah potensiasi post tetanik.
Sebagai contoh, stimulasi tetanik sinaps untuk beberapa detik dapat menybabkan
peningkatan eksitabilitas dari sinaps yang bertahan dalam hitungan detik sampai
berjam-jam. Perubahan dalam eksitabilitas sinaps dimediasi oleh peningkatan
konsentrasi kalsium intraseluler lokal yang memfasilitasi pelepasan transmiter dan
berperan sebagai second messenger untuk program aktivasi genetik yang
menghasilkan stabilisasi struktural sinaptik.

Memori Jangka Panjang

28
Memori jangka panjang tergantung dari perubahan sinaps stabil yang diinduksi oleh
pengalaman. Stabilitas sistem ini dibuktikan dengan total inaktivasi otak oleh
hipotermia atau anestesia tanpa kehilangan ingatan jangka panjang yang signifikan.
Memori jangka panjang diperkirakan mengandalkan potensiasi sinaptik jangka
panjang yang dimediasi oleh perubahan struktural. Potensiasi jangka panjang adalah
peningkatan transmisi sinaptik yang diamati setelah berulang kali menstimulasi
neuron presinaps. Mekanisme ini sering melibatkan peningkatan ekspresi reseptor
NMDA dan kanal kalsium voltage-gated pada neuron post sinaps.29 Jadi, transkripsi
protein dan remodeling sinaptik merupakan komponen esensial dari memori jangka
panjang. Hipokampus dan amigdala terlibat dalam membentuk memori jangka
panjang. Akan tetapi, memori jangka panjang sebenarnya tidak tersimpan di
hipokampus dan amigdala. Tidur diketahui berperan penting dalam pembentukan
memori jangka panjang.30 Tetapi, mekanisme aktual yang memungkinkan ingatan
jangka panjang tetap menjadi teka-teki yang tak terpecahkan.
Semua orang tahu dari pengalaman pribadi yang diulang-ulang penting untuk
membentuk memori jangka panjang. Ada sebuah lelucon lama tentang seorang pria
yang bertanya kepada pejalan kaki di New York, “Bagaimana kamu menuju Carnegie
Hall?” pejalan kaki menjawab, “Berlatih, berlatih, berlatih”. Telah didemonstrasikan
berulang-ulang pada penelitian hewan bahwa pengulangan merupakan kunci untuk
membentuk memori jangka panjang. Potensiasi jangka panjang adalah konsekuensi
sinaps dari pengulangan stimulasi, yang mana merupakan satu alasan potensiasi
jangka panjang dianggap sebagai balok bangunan yang fundamental dalam
membangun memori jangka panjang.
Kita juga tahu bahwa ingatan ditransfer dari ingatan jangka pendek ke ingatan
jangka panjang. Karena pembuatan memori jangka panjang membutuhkan perubahan
anatomis pada sinaps, transfer ini membutuhkan waktu. Bukti penelitian menunjukan,
bahwa jika otak tidak diberi waktu yang cukup untuk melakukan transfer ini, tidak
akan ada transfer dari ingatan jangka pendek ke ingatan jangka panjang. Penelitian
menunjukan, bahwa jika otak tidak diberi waktu yang cukup untuk melakukan
transfer ini, tidak akan ada transfer dari ingatan jangka pendek ke ingatan jangka
panjang. Ini memiliki penerapan langsung pada praktik anestesi. Selama pemberian
anestesi umum, kami waspada terhadap tanda anestesi yang tidak adekuat dan sadar
saat operasi (intraoperative awarness). Jika pasien sadar dan memiliki persepsi
operasi, ini awalnya akan menjadi bagian dari ingatan jangka pendek pasien.

29
Pendalaman anestesi yang cepat, misalnya dengan pemberian bolus propofol sebagai
respons terhadap gerakan pasien, akan mencegah pengalihan ingatan dari ingatan
jangka pendek ke ingatan jangka panjang, dan pasien akan menjadi amnestik.
Sebaliknya, jika pasien lumpuh dan terjaga selama beberapa menit tanpa ahli anestesi
menyadari situasinya, maka sudah cukup waktu untuk mentransfer ingatan jangka
pendek ke ingatan jangka panjang.
Karena memori saraf sulit dipahami dengan baik, ingatan sering dibahas dari
sudut pandang psikologis. Kenangan biasanya melibatkan banyak indera (penglihatan,
pendengaran, sentuhan), emosi (ketakutan, kepuasan, kesenangan, kemarahan), dan
penilaian kognitif ("Saya ingat pernah berpikir bahwa ..."). Ini dianggap disatukan
dalam sirkuit yang difasilitasi yang disebut memori engram atau jejak ingatan
(memory trace). Awalnya sirkuit ini difasilitasi melalui potentiation posttetanic dalam
memori jangka pendek. Jika ingatan bertahan, ini diganti dengan potensiasi jangka
panjang. Potongan engram dikonsolidasikan melalui sirkuit hipotalamus. Engram
memori diperkuat dengan setiap ingatan berikutnya dari memori. Fitur penting dari
proses konsolidasi adalah memori jangka panjang dikodekan ke dalam kategori yang
berbeda. Kenangan baru tidak tersimpan secara acak di otak namun tampaknya terkait
dengan informasi yang sebelumnya dikodekan dan serupa. Ini memungkinkan
pencarian memori untuk mengambil informasi yang diinginkan di kemudian hari. Kita
juga tahu bahwa pencarian memori seringkali merupakan proses bawah sadar. Hal ini
ditegaskan oleh pengalaman sehari-hari untuk mengingat fakta atau peristiwa, hanya
agar ingatan tiba-tiba melompat ke dalam kesadaran kita beberapa jam kemudian.

Disfungsi Kognitif Pascaoperasi


Disfungsi kognitif pascaoperasi (gangguan memori) bertahan setelah 3 bulan telah
dijelaskan pada 10% dari pasien lanjut usia yang menerima anestesi umum tanpa
mengetahui hipoksemia arteri atau hipotensi sistemik. 31 Anestesi inhalasi diketahui
mengubah protein yang terlibat dalam pembentukan penyakit Alzheimer. 32 Tidak jelas
apakah disfungsi kognitif postoperatif disebabkan oleh luka anestesi pada otak yang
sudah tua, yang mungkin disebabkan oleh meningkatnya polimerisasi β amiloid,
atau disebabkan oleh efek gabungan dari trauma bedah, pembengkakan, gangguan
sosial, anestesi, dan kasus lain yang tidak dapa teridentifikasi

Awareness dan Recall selama Anestesia

30
Defi ed sebagai memori sadar selama anestesi berlangsung, telah menjadi masalah
berulang terutama sejak diperkenalkannya obat penghambat neuromuskular.33 Obat
pemblokir neuromuskular memungkinkan anestesi tidak adekuat untuk diberikan
tanpa penarikan pasien yang jelas dari rangsangan berbahaya. Penggunaan blokade
neuromuskuler merupakan faktor risiko sadar saat anestesi umum, terutama kesadaran
yang terkait dengan kenangan akan rasa sakit dan komplikasi dari stres pasca
traumatik.34
Memori dapat dianggap sadar (eksplisit) atau tidak sadar (implisit). Memori
sadar mencakup ingatan spontan dan memori pengenal. Ingatan tidak sadar
dimanifestasikan oleh perubahan kinerja atau perilaku karena pengalaman yang tidak
diingat secara sadar. Menurut definisi, anestesi umum menghapuskan ingatan sadar,
namun sejauh mana ia juga menghapus ingatan tak sadar masih kontroversial.
Gangguan perilaku yang terjadi saat teror malam pada anak-anak setelah anestesi bisa
menjadi ekspresi ingatan implisit dalam keadaan mimpi.
Kejadian awareness (memori sadar) pada anestesi umum telah diperkirakan
antara 1 - 5 dalam 1.000 anestesi umum, tergantung pada kelompok risiko. 35-37
Meskipun kejadian recall memori intraoperatif jarang terjadi dan gangguan stres post
traumatik bahkan lebih jarang lagi, fakta bahwa sekitar 20 juta anestesi umum
diberikan setiap tahun di Amerika Serikat akan sesuai dengan 26.000 kasus kesadaran
(0,13% dari kira-kira 20 juta) setiap tahun. Kejadian kesadaran pada pasien yang
menjalani operasi caesar adalah 0,4% dan untuk operasi jantung adalah 1,14% sampai
1,50%.38,39 Kejadian kesadaran yang lebih tinggi telah dijelaskan untuk kasus trauma
berat (11% sampai 43%) dimana konsentrasi anestesi diberikan dibatasi oleh
ketidakstabilan hemodinamik.40 Banyak kasus kesadaran selama operasi dapat
dikaitkan dengan pemberian anestesi dosis rendah yang sengaja atau tidak disengaja.
Dosis subanestetik pada inhalasi anestesi memiliki efek penghambatan yang
kuat pada ingatan jangka pendek, dan penurunan transfer informasi dari pinggiran ke
korteks serebral yang terkait dengan anestesi umum mencegah penarikan kembali
kejadian intraoperatif.8
Isofluran (dan mungkin anestesi volatil lainnya) dan nitrogen oksida menekan
memori dengan cara yang tergantung dosis, dan isofluran lebih kuat daripada
konsentrasi nitrogen oksida yang setara (Gambar 3-15).41 Misalnya, memori recall
dicegah dengan 0,45 konsentrasi alveolar minimum untuk mencegah pergerakan
(MAC) isofluran atau 0,6 MAC nitrous oxide. Isofluran konsentrasi ≥0.6 MAC

31
mencegah memori recall dan menangkap informasi faktual dan saran perilaku pada
saat tidak sadar.42

Recognizing Awareness
Pemantauan pasien selama anestesi umum untuk kesadaran sangat menantang.
Terlepas dari berbagai metode pemantauan, kesadaran mungkin sulit dikenali dalam
waktu yang sebenarnya. Indikator kesadaran (denyut jantung, tekanan darah, dan
gerakan otot skelet) sering ditutupi oleh obat anestesi dan adjuvan (penghambat β -
adrenergik dan/atau obat penghambat neuromuskular). Beberapa monitor yang
berbeda, berdasarkan analisis elektroencepalogram (EEG) dan pola potensial
membangkitkan somatosensori, telah diperkenalkan dengan harapan menangani
masalah ini.

Batang Otak
Proses mempertahankan hidup homeostatis dikontrol secara tidak sadar di batang
otak. Contoh aktivitas bawah sadar tubuh yang diatur oleh batang otak meliputi
pengendalian tekanan darah sistemik dan pernapasan di medula. Talamus berfungsi
sebagai stasiun relay untuk sebagian besar impuls aferen sebelum ditransmisikan ke
korteks serebral. Hipotalamus menerima serat dari talamus dan juga dimodulasi
dengan baik oleh korteks serebral.

Sistem Limbik dan Hipotalamus


Perilaku yang terkait dengan emosi terutama adalah fungsi struktur yang dikenal
sebagai sistem limbik (hipokampus, ganglia basal) yang terletak di daerah basal otak.

32
Hipotalamus berfungsi dalam banyak peran yang sama seperti sistem limbik dan
dianggap oleh beberapa orang sebagai bagian dari sistem limbik daripada struktur
yang terpisah. Selain itu, hipotalamus mengendalikan banyak kondisi internal tubuh,
seperti suhu inti, haus, dan nafsu makan.
Sir Charles Sherrington neurofisiolog dari The Great Oxford menyebut
hipotalamus sebagai ganglion kepala sistem saraf otonom. Inti supraciasmatik
hipotalamus membantu mempertahankan jam tubuh dengan melatonin dan mediator
yang disekresikan sesuai ritme sirkardian. Inti ini berada tepat di atas optik ciasma
dan menerima masukan dari saraf optik yang berfungsi untuk melatih ritme sirkardian
terhadap cahaya lingkungan. Pada dosis tinggi, melatonin dan analognya memiliki
sifat yang mirip dengan anestesi umum.43

Basal Ganglia
Basal ganglia meliputi inti kaudatus, putamen, globus pallidus, substantia nigra, dan
inti subtalamus. Banyak impuls dari basal ganglia merupakan penghambat yang
dimediasi oleh dopamin dan GABA. Keseimbangan antara kontraksi otot agonis dan
antagonis merupakan peran penting basal ganglia. Efek umum dari eksitasi difus pada
basal ganglia adalah penghambatan otot rangka, mentransformasi transmisi sinyal
penghambatan dari ganglia basal ke korteks motorik dan batang otak bawah. Oleh
karena itu, kapan pun terjadi kerusakan ganglia basal, ada kekakuan otot skeletal yang
terkait. Misalnya, kerusakan pada inti kaudatus dan putamen yang biasanya
mensekresikan hasil GABA pada gerakan acak koreiform dan kontinu yang tidak
terkendali. Kehancuran substansial nigra dan hilangnya neuron dopaminergik
menghasilkan dominasi asetilkolin neurotransmiter eksitasi, yang bermanifestasi
sebagai kekakuan otot rangka penyakit Parkinson. Dengan demikian, prekursor
dopamin atau obat antikolinergik digunakan dalam pengobatan penyakit Parkinson
dalam upaya untuk mengembalikan keseimbangan antara dorongan impuls dan impuls
yang berjalan dari ganglia basal.

Sistem Aktivasi Retikular


Sistem pengaktifan retikuler (reticular activating system) adalah jalur polisinaptik
yang sangat terkait dengan aktivitas listrik korteks serebral. Reticular activating
system bersifat merangsang dan menghambat rangsang. RAS menentukan tingkat
keseluruhan aktivitas SSP, termasuk inti yang penting dalam menentukan terjaga dan

33
tidur. Pada area tertentu di korteks serebri fungsi reticular activating system sangat
penting untuk arah perhatian aspek-aspek tertentu dari aktivitas mental. Ini seperti
seberapa banyak agen anestesi yang disuntik dan dihirup meningkatkan efek
sedasinya melalui interaksi dengan batang otak dan nukleus midbrain yang memediasi
tidur dan terjaga.44 Ini bukan berarti anestesi umum setara dengan tidur. Meskipun
respons EEG terhadap banyak anestesi menyerupai gelombang lambat dalam tidur,
perbedaan utamanya adalah stimulasi aferen tidak menyebabkan terjaga.

Slow-Wave Sleep
Sebagian besar tidur yang terjadi setiap malam adalah tidur gelombang lambat. EEG
ditandai dengan adanya (gelombang δ ) tegangan tinggi yang terjadi pada
frekuensi, 4 siklus per detik. Agaknya, penurunan aktivitas dari RAS menyebabkan
tertidur dimana irama T berada dalam korteks serebri. Tidur gelombang lambat adalah
tidur tenang dan tanpa mimpi. Selama tidur gelombang lambat, aktivitas sistem saraf
simpatik menurun, aktivitas sistem saraf parasimpatis meningkat, dan tonus otot
skelet berkurang. Akibatnya, ada penurunan tekanan darah sistemik 10% sampai 30%,
detak jantung, frekuensi pernapasan, dan tingkat metabolisme basal.

Desynchronized Sleep
Periode tidur yang disengaja biasanya terjadi selama 5 sampai 20 menit selama 90
menit tidur. Periode ini cenderung terpendek saat orang tersebut sangat lelah. Bentuk
tidur ini ditandai dengan karakteristik, denyut jantung tidak teratur dan pernapasan,
dan pola desinkronisasi gelombang β tegangan rendah pada EEG serupa dengan
yang terjadi selama terjaga. ola gelombang otak ini menekankan bahwa tidur yang
disinkronkan dikaitkan dengan korteks serebral aktif, namun aktivitas ini tidak
memungkinkan orang untuk menyadari lingkungannya dan terbangun. Meski
menghambat aktivitas otot skeletal, mata merupakan pengecualian, menunjukkan
pergerakan yang cepat. Untuk alasan ini, tidur yang disinkronkan juga disebut sebagai
tidur paradoks atau tidur dengan gerakan mata yang cepat (REM).

Serebelum
Serebelum beroperasi secara tidak sadar untuk memantau dan mendapatkan respons
korektif pada aktivitas motorik yang disebabkan oleh stimulasi pada bagian lain otak
dan sumsum tulang belakang. Aktivitas otot skeletal berulang yang cepat, seperti

34
mengetik, memainkan alat musik, dan berlari, membutuhkan fungsi utuh otak
serebelum. Hilangnya fungsi serebelum menyebabkan tidak terkoordinasinya aktivitas
otot skeletal meski kelumpuhan otot rangka tidak terjadi. Serebelum juga penting
dalam menjaga kesetimbangan dan penyesuaian postural tubuh. Sebagai contoh,
sinyal sensorik ditransmisikan ke otak kecil dari reseptor di spindel otot, organ tendon
Golgi, dan reseptor pada sendi kulit. Jalur spinoserebelar ini dapat mentransmisikan
impuls dengan kecepatan melebihi 100 m per detik, yang merupakan konduksi paling
cepat dari setiap jalur di SSP. Konduksi yang sangat cepat ini penting untuk serebelum
menilai perubahan yang terjadi dalam posisi tubuh.

Disfungsi Serebelum
Dengan tidak adanya fungsi serebelum, seseorang tidak dapat memprediksi secara
prospektif seberapa jauh gerakan akan berjalan. Hal ini menyebabkan overshoot tanda
yang diinginkan (last pointing). Overshoot ini dikenal sebagai dismetria, dan gerakan
tak terkoordinasi yang dihasilkan disebut ataksia. Disatria muncul saat pergantian otot
skeletal yang cepat dan teratur dari laring, mulut, dan dada tidak terjadi. Kegagalan
serebelum untuk meredam gerakan otot skelet menyebabkan tremor saat seseorang
melakukan gerakan. Cerebellar nystagmus dikaitkan dengan hilangnya ekuilibrium,
mungkin karena disfungsi jalur yang melewati serebelum dari kanal semisirkular.
Dengan adanya penyakit serebelar, seseorang tidak dapat mengaktifkan otot kerangka
antagonis yang mencegah bagian tubuh tertentu bergerak tak terduga dalam arah yang
tidak diinginkan. Misalnya, lengan seseorang yang sebelumnya kontraksi namun
seseorang mencoba meluruskan tangan pasien tetapi secara automatis kembali ke
posisi awal.

Saraf Tulang Belakang


Saraf tulang belakang memanjang dari medula oblongata ke batas bawah vertebra
lumbal pertama dan kadang-kadang lumbal kedua. Di bawah sumsum tulang
belakang, kanal vertebra diisi oleh akar saraf lumbalis dan sakral, yang secara kolektif
dikenal sebagai cauda equina. Saraf tulang belakang tersusun dari gray dan white
matteri, saraf tulang belakang, dan lapisan membran yang menutupi.

Gray Matter

35
Gray Matter dari sumsum tulang belakang berfungsi sebagai prosesor awal sinyal
sensorik masuk dari reseptor somatik perifer dan sebagai stasiun relay untuk
mengirim sinyal ini ke otak.
Selain itu, daerah sumsum tulang belakang ini adalah tempat pemrosesan akhir
sinyal motor yang ditransmisikan ke bawah dari otak ke otot rangka. Secara anatomi,
gray matter dari sumsum tulang belakang dibagi menjadi tanduk anterior, lateral, dan
dorsal yang terdiri dari sembilan lamina terpisah yang berbentuk H jika dilihat dalam
penampang (Gambar 3-16). Tanduk anterior adalah lokasi neuron motorik α dan
γ yang menimbulkan serabut saraf yang meninggalkan sumsum tulang belakang
melalui akar saraf anterior (ventral) dan otot kerangka. Sel Renshaw adalah neuron
perantara di tanduk anterior, memberikan serat saraf sinaps dalam gray matter dengan
neuron motor anterior. Sel-sel ini menghambat aksi neuron motor anterior untuk
membatasi aktivitas yang berlebihan. Sel neuron preganglionik dari sistem saraf
simpatis terletak di bagian torasikolumbalis sumsum tulang belakang. Sel dari neuron
intermediat yang terletak di bagian tanduk dorsal sumsum tulang belakang yang
dikenal sebagai substansi gelatinosa (laminae II sampai III) mentransmisikan impuls
aferen, suhu, dan nyeri ke saluran spinotalamik.
Kandang tanduk dorsal berfungsi sebagai gerbang dimana impuls pada serabut
saraf sensorik diterjemahkan ke dalam impuls pada traktus asending. Ada bukti
bentuk memori di tanduk dorsal sumsum tulang belakang yang ditimbulkan oleh
stimulasi yang hebat. Peningkatan yang terjadi pada kalsium intraselular
menghasilkan gerakan perubahan jangka panjang yang terkait dengan sensitisasi
sentral dan menghasilkan peningkatan kepekaan terhadap rangsangan inoffensif
berikutnya.

36
White Matter
White matter pada saraf tulang belakang dibentuk oleh akson-akson yang membentuk
hubungan jalur asending dan desending masing-masing. Area ini pada tulang
belakang dibagi menjadi jalur dorsal, lateral, dan ventral (Gambar 3-16). Jalur dorsal
dari saraf tulang belakang ini membentuk jalur spinotalamikus yang menghantarkan
impuls sentuhan dan nyeri ke otak.

Jalur Piramidal dan Ekstrapiramidal


Jalur utama dari transmisi sinyal motorik dari korteks serebral ke neuron motorik
anterior dari saraf tulang belakang melewati jalur piramidal (kortikospinal) (Gambar
3-17).3 Semua serabut saraf jalur piramidal ke bawah menuju batang otak kemudian
menyilang untuk membentuk piramida dari medula. Setelah menyilang di tengah
medula, serabut ini turun di lateral jalur kortikospinal dari saraf tulang belakang dan
berakhir di neuron motorik pada dorsal horn dari saraf tulang belakang. Beberapa
serabut tidak menyilang di medula tapi langsung turun ke bagian ventral jalur
kortikospinal. Selain serat piramidal ini, sejumlah besar serabut kolateral melewati
dari korteks motorik menuju basal ganglia, membentuk jalur ekstrapiramidal. Jalur
ekstrapiramidal adalah jalur disamping jalur piramidal yang menstransmisikan impuls
motorik dari korteks serebral ke saraf tulang belakang.
Jalur piramidal dan ekstrapiramidal mempunyai efek yang berlawanan pada
otot skeletal. Sebagai contoh, jalur piramidal menyebabkan fasilitas terus menerus dan
oleh karena itu meningkatkan aktivitas otot skeletal. Sebaliknya, jalur ekstrapiramidal
mentransmisi sinyal inhibitor melalui basal ganglia yang menghasilkan inhibisi

37
aktivitas otot skeletal. Kerusakan selektif atau predominan pada salah satu jalur ini
bermanifestasi menjadi spastisitas atau flaksid.

Babinski Sign
Tanda babinski yang positif ditandai dengan ekstensi jari pertma dan pemekaran jari
kaki lainnya sebagai respon terhadap stimulus taktil pada dorsum kaki. Respon
normal untuk stimulus yang sama adalah gerakan ke bawah dari semua jari kaki.
Tanda babinski yang positif ini merupakantanda kerusakan jalur piramidal. Kerusakan
pada jalur ekstrapiramidal tidak menyebabkan tanda babinski yang positif.

Sistem Talamokortikal
Sistem talamokortikal berfungsi sebagai jalur untuk lintasan hampir seluruh impuls
aferen dari serebelum; basal ganglia; dan reseptor visual, auditori, perasa, dan nyeri

38
saat mereka melewati talamus dalam perjalanan menuju korteks serebral. Sinyal dari
reseptor olfaktori merupakan satu-satunya sinyal sensoris perifer yang tidak melewati
talamus. Secara keseluruhan, sistem talamokortikal mengontrol aktivitas di level
korteks serebral.

Saraf Spinal
Sepasang saraf spinal muncul dari masing-masing 31 segmen dari saraf tulang
belakang. Saraf spinal terdiri dari cabang bagian ventral (anterior) dan dorsal
(posterior). Serabut saraf eferen motorik berjalan pada serabut anterior dari akson
pada horn anterior dan lateral dari badan sel pada ganglia saraf tulang belakang.
Badan sel ini mengirim cabangnya menuju saraf tulang belakang menuju perifer.
Cabang saraf anterior dan dorsal meninggalkan saraf tulang belakang melalui foramen
intervertebral yang tertutup dalam selubung dural yang meluas melewati ganglia
sumsum tulang belakang dimana saraf tulang belakang berasal. Masing-masing saraf
spinal menginervasi area segmental dari kulit yang membentuk dermatom dan daerah
otot skeletal yang dikenal sebagai miotom. Peta dermatom berguna untuk
menentukan tingkat cedera saraf tulang belakang atau tingkat anestesi sensorik yang
dihasilkan oleh anestesi neuraksial (Gambar 3-18).3 Meskipun gambaran umum
dermatom memiliki batas yang berbeda, terdapat tumpang tindih antar segmen.
Sebagai contoh, berturut-turut tiga akar saraf dorsal perlu diinterupsi untuk
menghasilkan denervasi dermatom yang lengkap. Skrotum memiliki banyak sensori
over lap, inervasinya dari T1 (variabel) dan L1-L2 dan S2-S4 meskipun umumnya
penggambaran pada peta dermatom terbatas pada inervasi sakral. 45 Inervasi segmental
miotom bahkan didefinisikan kurang baik daripada dermatom, menegaskan bahwa
kelompok otot skeletal menerima inervasi dari beberapa akar saraf anterior.
Sinyal sensoris dari perifer diteruskan melalui saraf spinal menuju masing-
masing segmen dari serabut saraf tulang belakang, menghasilkan respon motorik
otonom yang langsung muncul (refleks peregangan otot, reflek menghindar) sebagai
respon sinyal sensoris. Refleks saraf tulang belakang penting untuk mengosongkan
kandung kemih dan rektum. Refleks suhu segmental memungkinkan vasodilatasi atau
vasokonstriksi lokal sebagai respon terhadap perubahan suhu kulit. Fungsi komponen
saraf tulang belakang dari SSP dan reflek saraf tulang belakang terutama terlihat pada
pasien dengan transeksi sumsum tulang belakang.

39
Membran Pembungkus
Sumsum tulang belakang dibungkus oleh membran (dura, araknoid, pia) yang
merupakan kelanjutan langsung dari selaput yang berdekatan yang mengelilingi otak.
Dura terdiri dari lapisan dalam dan luar. Lapisan periosteal luar pada kavitas kranial
merupakal periosteum dari tengkorak kepala, dimana lapisan pada spinal adalah
lapisan periosteal saraf tulang belakang. Ruang epidural berada diantara layer dalam
dan luar dura. Faktanya lapisan dalam dura melekat pada margin foramen magnum
dan bercampur dengan lapisan periosteal berarti bahwa ruang epidural tidak melewati
batas ini. Sebagai hasilnya, obat-obatan seperti lokal anestesi atau opioid tidak bisa
melewati cephalad di ruang epidural di luar foramen magnum. Namun, terdapat
kesetimbangan yang luas antara konsentrasi obat epidural dan subaraknoid karena
ketidaksetimbangan opioid hidropilik seperti morfin yang diberikan pada ruang
epidural lumbal dapat menyebabkan risiko depresi respirasi pada pasien. Lapisan
dalam dura meluas sebagai cuff dural yang bercampur dengan perineurium saraf
spinal. Araknoid serebral meluas sebagai araknoid spinal, berakhir pada tulang sakral
kedua. Pia berhubungan erat dengan saraf tulang belakang. dengan perineurium saraf
tulang belakang. Arachnoid serebral meluas menjadi araknoid spinal, berakhir pada

40
sacral vertebra kedua. CT scan menunjukkan adanya jaringan ikat (jaringan ikat
dorsomedian atau plica mediana dorsalis) yang membagi epidural di garis tengah pada
bagian dorsal. Jaringan ikat tersebut mengikat duramater dan ligamentum flavum
pada garis tengah, sehingga sulit untuk merasakan hilangnya resistensi saat
identifikasi garis tengah ruang epidural. Selain itu dapat menjelaskan terjadinya
unilateral analgesia setelah injeksi larutan anestesi lokal ke dalam ruang epidural.
Pada beberapa pasien, terjadi kegagalan penyatuan garis tengah dura. Hal ini terutama
terjadi pada pada tingkat toraksis yang lebih tinggi.

Refleks Otonom
Refleks otonom segmental terjadi di sumsum tulang belakang dan termasuk
perubahan irama vaskular, diaphoresis, dan evakuasi kandung kemih dan usus besar.
Eksitasi simultan dari semua refleks segmental adalah refleks massa (denervasi,
hipersensitivitas atau hiperfleksia otonom). Refleks massa biasanya terjadi pada
transeksi sumsum tulang belakang saat stimulus nyeri pada kulit di bawah tingkat
transeksi sumsum tulang belakang, atau mengikuti distensi viscus berongga, seperti
kandung kemih atau sistem gastrointestinal. Manifestasi utama reflex massa adalah
hipertensi sistemik karena peripheral vasokonstriksi, yang mencerminkan
ketidakmampuan menghambat impuls vasodilatasi dari SSP untuk melewati ltranseksi
sumsum tulang belakang. Sinus karotis baroreseptormediated menggambarkan
bradikardia disertai sistemik hipertensi berhubungan dengan reflek massa.

Syok Spinal
Syok spinalis adalah manifestasi dari hilangnya reflek tulang belakang secara
mendadak yang segera mengikuti transeksi sumsum tulang belakang Ini menekankan
reflek tulang belakang tergantung pada muatan tonik kontinyu dari pusat yang lebih
tinggi. Manifestasi langsung dari syok spinal adalah hipotensi karena hilangnya irama
vasokonstriktor dan hilangnya semua refleks otot rangka. Dalam beberapa hari ke
minggu, neuron sumsum tulang belakang secara bertahap mendapatkan kembali
intrinsik eksitabilitas. Reflek sacral untuk mengontrol evakuasi kandung kemih dan
usus besar seluruhnya ditekan pada beberapa minggu pertama setelah transeksi
sumsum tulang belakang, tetapi reflek tulang belakang kembali, walaupun kontrol
kesedaranya tidak.

41
Pencitraan Sistem Saraf
Sampai dengan pengenalan computed tomography (CT), Studi pencitraan otak
termasuk radiografi tengkorak, angiografi serebral, dan pneumoencephalografi.
Teknik ini hanya memungkinkan pemeriksaan tengkorak, pembuluh darah serebral,
dan ruang yang berisi cairan pada otak. CT dan Magnetic Resonance Imaging (MRI)
memberikan gambar beresolusi tinggi dari jaringan otak dan diskriminasi antara abu-
abu dan putih terlihat jelas. Positron emisi tomografi (PET) dan emisi foton tunggal
computed tomography (SPECT) memungkinkan imaging struktur dan karakteristik
fungsional (aliran darah, metabolisme, dan konsentrasi neurokimia dan reseptor).
Studi perbandingan menunjukkan bahwa MRI lebih unggul dibandingkan CT
dalam mengevaluasi sebagian besar lesi parenkim serebral karena Diskriminasi
spasialnya yang lebih baik CT digunakan pada pasien yang tidak bisa menggunakan
MRI karena menggunakan alat pacu jantung artifisial, katup jantung mekanis, atau
klip logam intrakranial yang mudah dimagnetisasi. CT juga berguna dalam
memvisualisasikan darah intrakranial yang mungkin terdapat pada pasien dengan
hematoma subdural atau pendarahan serebral

Aliran Darah Serebral


Aliran darah serebral rata-rata 50 mL / 100 g per menit pada jaringan otak. Pada orang
dewasa, ini setara dengan 750 mL per menit, atau sekitar 15% dari curah jantung
istirahat, yang dialirkan ke organ hanya sekitar 2% dari massa tubuh. Gray matter
memilki aliran darah serebral lebih tinggi (80 mL / 100 g per menit) dibandingkan
white matter (20 mL / 100 g per menit). Aliran darah serebral pararel dengan
kebutuhan metabolic serebral untuk oksigen (3 sampai 5 mL / 100 g per menit).
PaCO2 dan PaO2 mempengaruhi aliran darah serebral, sedangkan saraf simpatik dan
parasimpatis berperan sedikit atau tidak ada peran dalam regulasi aliran darah serebral
(Gambar 3-19). Perubahan di PaCO2 antara sekitar 20 dan 80 mm Hg menghasilkan
perubahan aliran darah serebral yang sesuai. Misalnya, kenaikan 1 mm Hg PaCO2
menghasilkan kenaikan 1 sampai 2 mL / 100 g per menit meningkat dalam aliran
darah serebral (Tabel 3-3) .50
Karbon dioksida meningkatkan aliran darah serebral dengan menggabungkan
dengan air dalam cairan tubuh membentuk asam karbonat, dengan disosiasi
selanjutnya untuk membentuk ion hidrogen. Hidrogen Ion menyebabkan vasodilatasi
pembuluh serebral untuk meningkatkan konsentrasi ion hidrogen. Asam lain yang

42
meningkatkan konsentrasi ion hidrogen, seperti asam laktat, juga meningkatkan aliran
darah serebral. Peningkatan aliran darah serebral yang merupakan respon dari
kenaikan PaCO2 berfungsi untuk membawa ion hidrogen berlebih menekan aktivitas
neuron.

Berbeda dengan respon kontinyu aliran darah serebral untuk perubahan di


PaCO2, respon terhadap PaO2 adalah threshold phenomena (lihat Gambar 3-19). Jika
PaCO2 dipertahankan, Aliran darah serebral mulai meningkat saat PaO2 menurun di
bawah 50 mmHg atau serebral venous PO2 menurun dari nilai normalnya 35 mm Hg
sampai sekitar 30 mmHg.

Tabel 3-3
Fisilogi Karbon Dioksida dan Serebral
Aliran darah serebral (CBF)
Perubahan 1-2 mL / 100 g per menit untuk setiap 1 mmHg mengubah PaCO2 antara
20 dan 80 mmHg Kemiringan respon tergantung CBC normocapnic. CBF kembali ke
awal selama beberapa jam selama Perubahan berkelanjutan di PaCO2 (mencerminkan
koreksi pH cairan ekstraseluler otak) Respon terhadap hypocapnia tidak berubah
karena penuaan jika CBF terawatt Respon terhadap perubahan di PaCO2 tidak diubah
oleh yang tidak diobati hipertensi
Hipotermia menurunkan normocapnic CBF dan respon CBF terhadap perubahan di
PaCO2
Volume darah serebral (CBV)

43
Perubahan 0,05 mL / 100 g untuk setiap perubahan 1 mm Hg pada PaCO2 Kembali ke
baseline selama perubahan yang berkelanjutan di PaCO2
Autoregulasi serebral
Kegagalan hypercapnia sederhana dan hiperkapnia ditandai menghapus Hipotensi di
bawah batas bawah autoregulasi menghapuskan vasokonstriksi serebral hipokoterap
Respon karbon dioksida dan anestesi
Dipelihara selama anestesi inhalasi dan intravena Respons relatif terhadap hypocapnia
bergantung pada normocapnic CBF (anestetik yang meningkatkan CBF meningkat
pengurangan CBF oleh hypocapnia)
Respon karbon dioksida terjadi adanya penyakit atau cedera
Respons Hypercapnic utuh dengan hipertensi. Respon hypocapnia hadir dengan
cedera otak (subarachnoid pendarahan) tapi mungkin dilemahkan jika vasospasme
hadir

Autoregulasi
Aliran darah serebral sangat erat kaitannya Tekanan arteri rata-rata sekitar 60 dan 140
mmHg (lihat Gambar 3-19). Akibatnya, terjadi perubahan pada darah sistemik.
Tekanan dalam rentang ini tidak akan secara signifikan mengubah aliran darah
serebral. Hipertensi sistemik kronis menggeser kurva autoregulasi ke kanan sehingga
aliran darah serebral menurun bisa terjadi pada tekanan arterial rata-rata > 60 mmHg.
Autoregulasi aliran darah serebral dihentikan oleh hypercapnia, arterial hipoksemia,
dan anestesi volatil. Autoregulasi sering dihentikan pada daerah yang disekitarnya
terdapat infark serebral akut. Misalnya reaktivitas pembuluh darah di daerah sekitar
infark serebral dan tumor dihentikan. Pembuluh darah mengalami vasodilasi secara
maksimal, menunjukan akumulasi produk metabolik asam. Akibatnya, aliran darah
serebral maksimal, dan perubahan PaCO2 tidak berpengaruh pada aliran darah lokal.
Jika PaCO2 harus meningkat, secara teoritis vasodilatasi yang terjadi pada pembuluh
darah normal akan menjauhkan dari daerah yang sakit(intraserebral steal syndrome).
Sebaliknya, penurunan PaCO2 menyebakan terjadinya kontriksi pembuluh serebral
normal yang mengalihkan darah ke area yang sakit (fenomena "Robin Hood").
Peningkatan tekanan rata-rata arteri di atas batas autoregulasi dapat
menyebabkan kebocoran cairan intravaskular melalui membran kapiler menyebabkan
edema serebral. Akumulasi cairan edema meningkatkan tekanan intrakranial dan

44
menekan pembuluh darah, sehingga aliran darah serebral menurun dan menyebabkan
destruksi jaringan otak

Pengukuran Aliran Darah Serebral


Aliran darah serebral bisa diukur dengan cara injeksi zat radioaktif, biasanya xenon,
masuk ke arteri karotis dan mengukur laju penurunan radioaktivitas disetiap segmen
jaringan menggunakan scintillation detectors. Teknik ini dapat memibuktikan bahwa
perubahan aliran darah serebral dalam hitungan detik sebagai respons terhadap
perubahan aktivitas neuron lokal. Misalnya, berjabat tangan menyebabkan
peningkatan aliran darah di korteks motor pada hemisper serebral yang berlawanan.
meningkatnya aliran darah di korteks oksipital dan bahasa pada korteks temporal.
Prosedur pengukuran ini dapat digunakan untuk melokalisasi origin epilepsy Karena
peningkatan aliran darah secara akut pada daerah origin epilepsi.

Electroencephalogram
EEG adalah rekaman gelombang otak yang dihasilkan oleh akumulasi aktivitas listrik
di otak. Intensitas dari aktivitas listrik yang tercatat dari permukaan kulit kepala
berkisar antara 0 sampai 300 mV, dan frekuensinya mungkin melebihi 50 siklus per
detik. Gelombang sangat tergantung pada tingkat aktivitas korteks serebral dan tingkat
terjaga. Ada hubungan langsung antara tingkat aktivitas serebral dan frekuensi
gelombang otak. Selanjutnya, selama periode aktivitas mental meningkat, gelombang
otak menjadi asinkron bukan sinkron, sehingga tegangannya menurun Meski aktivitas
korteks lebih besar.

Klasifikasi Gelombang Otak


Gelombang otak tergolong gelombang α,β,δ, dan θ tergantung pada frekuensi dan
amplitude (Gambar 3-20). KlasikEEG adalah tegangan terhadap waktu direkam oleh
16 channels di atas kertas bergerak 30 mm per detik. Satu halaman rekaman adalah 10
detik data.
Gelombang α
gelombang terjadi pada frekuensi 8 sampai 12 Hz dan voltase sekitar 50 mV.
Gelombang ini khas terjaga, beristirahat dengan mata terpejam. Saat tidur,
gelombang αmenghilang Karena gelombang tidak terjadi jika Korteks serebral

45
tidak terhubung dengan thalamus, sehingga diasumsikan gelombang ini
dihasilkan dari aktivitas spontan di sistem thalamocortical
Gelombang β
Gelombang βterjadi pada frekuensi 13 sampai 30 Hz dan tegangan < 50 mV.
frekuensi tinggi dan tegangan rendah Gelombang asinkron menggantikan
gelombang α pada peningkatan aktivitas mental atau stimulasi visual.
Gelombang θ
Gelombang θ terjadi pada frekuensi 4 sampai 7 Hz. Gelombang ini terjadi pada
anak saat tidur dan juga selama anestesi umum
Gelombangδ
Gelombang δmencakup semua gelombang otak dengan frekuensi kurangdari 4
Hz. Gelombang ini terjadi (a) tidur dalam, (b) selamaanestesi umum, dan (c)
adanyapenyakit serebral organic. Gelombangδ dapat terjadi saat koneksidari
korteks serebral ke sistem pengaktifan retikulerterputus, menunjukkan bahwa
gelombang ini berasal dari korteks serebral.

Penggunaan klinis
EEG berguna dalam mendiagnosis berbagai jenis epilepsy dan untuk menentukan
fokus di otak yang menyebabkan kejang. Tumor otak, yang menekan neuron dan
menyebabkan aktivitas listrik abnormal dapat dilokalisasi menggunakan EEG.
Monitoring EEG selama endarterektomi karotis, cardiopulmonary bypass, atau
Hipotensi terkontrol dapt menjadi tanda awal inadekuat aliran darah serebral Dalam
hal ini, EEG mungkin dipengaruhi oleh obat anestesi, kedalaman anestesi, dan
hiperventilasi paru-paru pasien. Beberapa perbedaan monitor aktivitas EEG yang

46
menggunakan algoritma yang berbeda dirancang untuk memproses rekaman EEG dan
menguraikannya ke dalam angka yang dapat memprediksi kedalaman anestesi.

Monitor Gelombang Otak


Banyak teknik pengolahan EEG kuantitatif telah dikembangkan untuk memantau
depresi otak selama anestesi, termasuk Indeks Bispectral, Narcotrend, SEDLine, dan
monitor Entropi

Indeks Bispectral
Indeks Bispectral (BIS) adalah variabel yang berasal dari EEG yang dapat mengukur
efek sedatif dan hipnotik pada obat anestesi di sistem saraf pusat. BIS adalah proses
deskriptor EEG yang dapat memprediksi kedalaman anestesi. Analisis bispektral
didasarkan pada korelasi fase antara komponen perbedaan frekuensi dari EEG dimana
sinyal EEG diubah menjadi komponen gelombang sinus menggunakan transformasi
Fourier. Elektromiografi secara khusus diseleksi dengan algoritma BIS modern namun
tetap bisa menghasilkan artefak. Satu set fitur bispectral dihitung dengan menganalisis
fase relasi antara gelombang komponen. Fitur bispectral ini digabungkan dengan fitur
EEG lainnya menjadi satu ukuran, yaitu BIS, dinyatakan sebagai indeks numerik dari
0 sampai 100. Mengurangi nilai numerik berkorelasi dengan sedasi dan memprediksi
respon pasien terhadap stimulasi bedah (nilai,<60 berhubungan dengan probabilitas
rendah recal ldan probabilitas tinggi tidak responsif selama operasi) (Gambar 3-21) .
Titrasi desfluran dan sevofluran menggunakan monitor BIS untuk mempertahankan
nilai numerik Dari 60 hasil penurunan penggunaan obat dan cepat terbangun.
Demikian juga, titrasi propofol untuk mempertahankan numerik nilai 45 sampai 60
dan kemudian memungkinkan kenaikan menjadi 60 sampai 75 selama 15 menit dari
hasil operasi dalam penurunan penggunaan propofol dan pemulihan yang lebih cepat.
pemantauan BIS dapat berfungsi sebagai intraoperatif yang berguna monitor untuk
mengarhkan administrasi obat, khususnya untuk hipnotik intravena (mis., propofol).

47
Berdasarkan sebuah penelitian. FDA menjelaskan bahwa pengunaan
monitoring BIS untuk mengarahkan administrasi anastesi berhubungan dengan
penurunan insiden kesadaran dengan ingatanpada orang dewasa selama general
anestesi dan sedasi.Namun studi lain mengatakan bahwa BIS monitor untuk
pemantauan endtidal anestesi inhalasi untuk mencegah pasien sadar. Monitoring
proses EEG adalah monitoring farmakodinamik dari interplay c]komplek anatara
konsentrasi agen anestesi dan stimulasi pembedagan, and oenggunaan monitoring
dapat berfungsi pada teknik anestesi, obat yang digunkan, dan kemampuan
meteodelogi untuk memudahkan konsentrasi pada pasien.

Spektral Entropi
Spektral entropi (SE) merupakan konsep alternative untuk analisis bispectral untuk
menghitung EEG. SE dan respon entropi (RE) dihitung berdasarkan frekuensi tertentu
rentang EEG. RE mencakup aktivitas elektromiografi. SE, RE, dan BIS
mengungkapkan informasi serupa tentang tingkat sedasi.Pengukuran BIS dan SE
sama selama anestesi propofol, tetapi tidak dapat ditukar Sebagai contoh, pengukuran
SE lebih rendah dari Pengukuran BIS selama anestesi dengan xenon.

Epilepsi
Epilepsi ditandai dengan aktivitas yang berlebihan baik sebagian atau seluruh SSP.
Grand mal epilepsi ditandai dengan pelepasan neuron yang intensif di berbagai area
disistem pengaktifan serebral dan retikuler. Impuls ini ditransmisikan ke sumsum
tulang belakang, menghasilkan alternating kontraksi otot skelet yang dikenal sebagai
kejang tonik- klonik. Aktivitas otonom yang mendalam sering berakibat pada buang
air besar dan buang air kecil. Kejang grand mal berlangsung dari beberapa detik
sampai beberapa menit dan diikuti oleh generalisasi depresi seluruh SSP (keadaan

48
postiks). EEG selama kejang grand mal mengungkapkan tegangan tinggi, sinkron
gelombang otak melepaskan seluruh korteks Keletihan sinaptik adalah mekanisme
yang mungkin memberikan kontribusi untuk penghentian spontan kejang grand mal
dan depresi postiks.
Status epilepticus terjadi saat grand mal seizure berkelanjutan. Obat penenang
hipnotik bisa menghentikan kejang dan dapat mengakibat kapasien kembali bernapas
efektif Dalam contoh langka di mana Terapi obat konvensional tidak efektif, anestesi
volatile seperti isofluran dapat diberikan dalam usaha untuk menghentikan status
epileptikus. Bila anestesi volatile Diurus untuk tujuan ini, kemungkinan sistemik
Tekanan darah perlu didukung dengan intravena pemberian cairan dan / atau
simpatomimetik. Jika Penyebab kejang belum ditangani maka kejang kemungkinan
akan kambuh saat anestesi volatile dihentikan. Potensi evoked adalah respon
elektrofisiologis SSP terhadap sensoris, motorik, pendengaran, atau stimulasi visual.
Bentuk gelombang akibat stimulasi sensorik Sentuh transmisi impuls melalui jalur
indra sensorik.
Poststimulus latency adalah waktu dalam milidetik Dari penerapan stimulus ke
puncak tercatatbentuk gelombang Amplitudo dan latensi potensi yang ditimbulkan
Mungkin dipengaruhi oleh sejumlah kejadian, terutama anestesi volatil Potensi
evoked digunakan untuk memantau (a) fungsi sumsum tulang belakang selama
operasi di dekat atau di sumsum tulang belakang, dan (b) fungsi saraf pendengaran
dan batang otak, seperti selama operasi pada tumor pituitari atau lainnya lesi pada
saraf optik atau chiasm optik. Modus stimulasi sensorik digunakan untuk
menghasilkan membangkitkan Potensi di ruang operasi adalah somatosensori,
pendengaran, dan visual. Somatosensori membangkitkan somatosensori dihasilkan
oleh aplikasi arus listrik bertegangan rendah yang merangsang saraf perifer seperti
saraf median di pergelangan tangan atau saraf tibialis posterior di pergelangan kaki.
Hasilnya Potensi membangkitkan mencerminkan integritas saraf sensorik jalur dari
saraf perifer ke somatosensory korteks Stimulasi somatosensor mengikuti dorsal jalur
kolom proprioception dan getaran. Jalur ini dipasok oleh arteri spinal posterior,
meninggalkan jalur motorik, yang dipasok oleh arteri spinal anterior, tidak terpantau.
Memang, pasca operasi paraplegia telah dijelaskan pada pasien pelestarian potensial
membangkitkan somatosensory intraoperatif. Anestesi inhalasi, terutama yang mudah
menguap anestetik, menghasilkan depresi tergantung dosis

49
Potensi Pengarsipan Auditori
Potensi membangkitkan pendengaran timbul dari jalur pendengaran batang otak .
Anestesi volatil menghasilkan ketergantungan dosis depresi potensi membangkitkan
pendengaran. Auditori muncul potensi dapat memberikan elektrofisiologis objektif
alternative untuk penilaian klinis sedasi.

Potensi Evoked Visual


Potensi membangkitkan visual dihasilkan oleh berkedip dari pemancar cahaya yang
dipasang pada kacamata ditempatkan di atas mata tertutup pasien. Potensi
membangkitkan visual mungkin berguna untuk memantau jalur visual selama
transphenoidal atau prosedur neurosurgical anterior fossa. Volatile Anestetik
menghasilkan depresi visual yang bergantung dosis membangkitkan potensi, terutama
di atas konsentrasi yang setara menjadi sekitar 0,8 MAC.

Cairan serebrospinal
Cairan serebrospinal (CSF) ada pada (a) ventrikel pada otak, (b) tangki di sekitar otak,
dan (c) subarachnoid ruang di sekitar otak dan sumsum tulang belakang (Gambar 3-
23). Total volume CSF sekitar 150 mL dan spesifik gravitasi adalah 1,002 sampai
1,009. Fungsi utama CSF adalah untuk melindungi otak di rongga tengkorak. Pukulan
ke Kepala menggerakkan seluruh otak secara bersamaan, menyebabkan tidak satu
bagian otak menjadi selektif olehnya pukulan. Saat pukulan ke kepala sangat parah,
itu Biasanya tidak merusak otak pada sisi ipsilateral, Tapi justru kerusakan
bermanifestasi di sisi yang berlawanan. Ini Fenomena dikenal sebagai contrecoup dan
mencerminkan ciptaan dari ruang hampa antara otak dan tengkorak yang berlawanan
Pukulan yang disebabkan oleh gerakan tiba-tiba otak saat ini jauh dari tengkorak. Saat
tengkorak tidak lagi ada Dipercepat oleh pukulan, vakum tiba-tiba ambruk dan otak
menyerang bagian dalam tengkorak.
Pembentukan Kloroid koroid (pertumbuhan seperti kembang kol seperti darah
pembuluh ditutupi lapisan tipis sel epitel) di Empat ventrikel serebral adalah tempat
utama pembentukan CSF, yang terus menerus memancarkan dari permukaan pleksus
koroid pada tingkat sekitar 30 mL per jam. Dibandingkan dengan cairan ekstraselular
lainnya, konsentrasinya natrium dan klorida dalam CSF 7% lebih besar dan
konsentrasinya glukosa dan kalium 30% dan 40% lebih sedikit, masing-masing.
Perbedaan komposisi ini dari yang laincairan ekstraseluler menekankan bahwa CSF

50
adalah sekresi choroid dan bukan filtrat sederhana dari kapiler. Itu pH CSF diatur
secara ketat dan dipertahankan pada 7,32. Perubahan dalam PaCO2, tapi bukan pH
arteri, segera berubah PH CSF, yang mencerminkan kemampuan karbon dioksida, tapi
tidak ion hidrogen, untuk menyeberangi sawar darah-otak dengan mudah. Sebagai
Hasilnya, asidosis respiratorik akut atau alkalosis menghasilkan perubahan pH CSF
yang sesuai. Transportasi aktif bikarbonat ion akhirnya mengembalikan pH CSF
sampai 7,32 kegigihan perubahan pH arterial. Potensi membangkitkan somatosensori.
Meskipun kurang dari anestesi volatil, morfin dan fentanyl juga menghasilkan efek
depresan pada somatosensori yang ditimbulkan Potensi, dengan infus dosis rendah
terus menerus opioid menghasilkan depresi lebih sedikit daripada suntikan intermiten
(Gambar 3-22). Ketamin dan etomidate dapat meningkat amplitudo potensi
membangkitkan somatosensori Hiperventilasi akut pada paru-paru pasien untuk
menghasilkan PaCO2 mendekati 20 mmHg tidak signifikan mengubah amplitudo atau
latensi dari somatosensori yang ditimbulkan potensi.

Potensi Motor Evoked


Penggunaan potensi membangkitkan motor tetap terbatas, karena rekaman mereka
membutuhkan langsung (epidural) atau tidak langsung (transosseus) stimulasi otak
atau sumsum tulang belakang. Potensi membangkitkan ini mencerminkan integritas
saraf motoric Jalur dari korteks motor ke otot. Motor Potensi yang ditimbulkan sangat
sensitif terhadap depresi dengan anestesi Selanjutnya, monitor tidak mungkin
dipantau potensi motor membangkitkan dengan adanya signifikansi blokade

51
neuromuskular akibat obat. Selama scoliosis operasi atau operasi lain yang
menempatkan motor sumsum tulang belakang Berfungsi beresiko, penggunaan motor
membangkitkan potensi menghindarkan kebutuhan untuk tes bangun intraoperatif. Di
Banyak contoh, berguna untuk memonitor motor dan motor potensi membangkitkan
sensorik untuk sepenuhnya mengevaluasi fungsional integritas jalur motor dan
sensorik. Sebagai alternative untuk motor membangkitkan potensi, motor transcranial
Stimulasi dapat digunakan untuk memantau fungsi sumsum tulang belakang selama
operasi tulang belakang Total anestesi intravena dengan propofol dan opioid dengan
infus kejang neuromuscular blocker adalah teknik yang berguna saat monitoring
Potensi membangkitkan somatosensori dan motor diinginkan.
Potensi membangkitkan somatosensori dan motor diinginkan.

Hidrosefalus
Obstruksi untuk membebaskan sirkulasi CSF di neonates hasil hidrosefalus Misalnya,
penyumbatan terowongan air Sylvius menghasilkan perluasan lateral dan ventrikel
serebral ketiga dan kompresiotak (lihat Gambar 3-23). Jenis penghalang ini
menghasilkan jenis hidrosefalus yang tidak komersil diobati pembedahan bedah jalur
buatan untuk aliran CSF antara sistem ventrikel serebral dan ruang subarachnoid

52
Tekanan Intrakranial
Tekanan intrakranial normal (TIK) adalah, 15 mmHg. Ini Tekanan diatur oleh laju
pembentukan CSF dan perlawananke reabsorpsi CSF melalui villi arachnoid seperti
yang ditentukan oleh tekanan vena. Selain itu, meningkat dalam aliran darah serebral,
seperti saat menghirup ganas anestesi, dapat menyebabkan TIK meningkat karena
seiring peningkatan aliran darah serebral dan serebral volume darah. Tekanan darah
sistemik tidak mengubah TIK dalam kisaran autoregulasi normal. Variasi fasik Dalam
tekanan darah sistemik, bagaimanapun, ditransmisikan sebagai variasi dalam TIK.

Reabsorpsi
Hampir semua CSF terbentuk setiap hari diserap kembali sirkulasi vena melalui
struktur khusus diketahui sebagai villi arachnoid atau granulasi. Proyek villi ini ruang
subaraknoid ke sinus vena otak dan kadang-kadang masuk ke pembuluh darah
sumsum tulang belakang. Arachnoid villi sebenarnya trabekula yang menonjol
melalui dinding vena, menghasilkan area yang sangat permeabel yang memungkinkan
relative aliran CSF bebas ke dalam sirkulasi. BesarnyaReabsorpsi tergantung pada
gradien tekanan antara CSF dan sirkulasi vena.

Sirkulasi
CSF terbentuk pada ventrikel serebral lateral Ventrikel ketiga melalui foramen Monro
(lihat
Gambar 3-23), di mana ia bercampur dengan CSF yang terbentuk di sana. Dari Di
sana, ia melewati saluran air Sylvius ke dalam Ventrikel serebral keempat, dimana
masih ada lebih banyak CSF terbentuk. CSF kemudian masuk ke magna cisterna
melalui foramen lateral Luschka dan melalui foramen tengah Magendie. Dari titik ini,
CSF mengalir melalui ruang subarachnoid keatas menuju serebrum, di mana Sebagian
besar villi arachnoid berada.

Papilledema
Secara anatomi, dura otak meluas sebagai selubung sekitar saraf optik dan kemudian
terhubung dengan sklera dari mata Peningkatan TIK ditransmisikan ke optic selubung

53
saraf Tekanan yang meningkat pada selubung optik menghalangi aliran darah di vena
retina, menyebabkan meningkat pada tekanan kapiler retina dan edema retina.
Jaringannya dari cakram optik lebih bisa dibedakan dari yang lain dari retina,
sehingga cakram menjadi edematous dan membengkak ke dalam rongga mata.
Pembengkakan disk optik ini disebut papilledema.

Sawar darah otak


Hambatan darah-otak mencerminkan impermeabilitas kapiler di SSP, termasuk
pleksus koroid, ke zat bersirkulasi seperti elektrolit dan eksogen obat-obatan atau
toksin. Akibatnya, sel saraf dan glial di SSP hidup di lingkungan yang dikontrol ketat
yang sedikit berbeda individu yang sehat. Hambatan darah-otak dipertahankan oleh
persimpangan ketat antara sel endotel kapiler otak Pembentukan kapiler otak dengan
glial Sel selanjutnya menurunkan permeabilitasnya. Otak-darah Hambatan kurang
berkembang pada neonatus dan cenderung pecah turun di daerah otak yang diiradiasi,
terinfeksi, atau dikompromikan oleh neoplasma. Hambatan darah-otak adalah Juga
relatif permeabel di daerah sekitar posterior kelenjar di bawah otak dan zona pemicu
kemoreseptor. Darah- Hambatan otak ditandai dengan transportasi aktif yang
dimediasi oleh pengangkut p-glikoprotein (p-GP). Protein ini adalah dari keluarga
kaset ATP yang mengikat (ABC). Transportasi aktif morfin dari SSP oleh p-GP
bertanggung jawab untuk penundaan 90 menit antara bolus morfin dan efek obat
morfin puncak.

Penglihatan

54
Mata secara optik setara dengan kamera fotografi dalam hal itu berisi sistem
lensa, pupil, dan permukaan sensitif cahaya (retina) (Gambar 3-24). Sistem lensa mata
memfokuskan gambar pada retina. Relaksasi dan kontraksi otot siliaris adalah
bertanggung jawab untuk mengubah ketegangan ligamen yang dilekatkan ke lensa,
menyebabkan daya biasnya berubah. Satu Diopter ini setara dengan kemampuan lensa
untuk berkumpul sinar cahaya paralel ke titik fokus 1 meter di luar lensa (59 dioda
sama dengan daya refraksi total mata). Stimulasi serat sistem saraf parasimpatik
terhadap Otot siliaris menyebabkan otot ini rileks. Kekuatan refraksi yang meningkat
menyebabkan mata untuk fokus pada objek yang berada di dekatnya.
Gangguan dengan Proses akomodasi ini dapat dicatat oleh pasien pada periode
pasca operasi yang telah menerima antikolinergik obat dalam pengobatan pra operasi
atau sebagai bagian dari pembalikan farmakologis nondepolarizing neuromuscular
blokade. Fungsi utama pupil adalahuntuk menambah atau mengurangi jumlah cahaya
yang masuk mata. Misalnya, pupil dapat bervariasi dari 1,5 sampai 8,0 mm dengan
diameter, memungkinkan variasi 30 kali lipat dalam jumlah cahaya yang masuk mata.
Lensa kehilangan sifat elastis dengan penuaan karena denaturasi progresif protein len.
Hasil dari, Kemampuan untuk mengakomodasi hampir sama sekali tidak ada 45
sampai 50 tahun. Kurangnya kemampuan untuk mengakomodasi dikenal sebagai
presbiopia. Denaturasi progresif protein di lensa menyebabkan terbentuknya katarak.
Pada tahap selanjutnya, kalsium sering disimpan dalam protein yang digumpalkan,
jadi lebih jauh meningkatkan keburaman Jika katarak mengganggu penglihatan, maka
Lensa bisa diganti dengan lensa cembung buatan yang mengkompensasiuntuk
hilangnya daya bias yang diciptakan oleh pemindahan dari lensa.

Cairan intraokular
Cairan intraokular terdiri dari aqueous humor, yang terletak di depan dan di sisi lensa,
dan humor vitreous, yang terletak di antara lensa dan retina. Aqueous humorCairan
mengalir bebas yang terus terbentuk (2 sampai 3 mL per menit) dan diserap kembali.
Cairan ini disekresikan oleh proses silia tubuh ciliary dengan cara yang sama untuk
pembentukan CSF oleh pleksus koroid. Setelah mengalir ke dalam ruang anterior,
aqueous humor memasuki kanal Schlemm, sebuah vena tipis yang membentang
melingkar di sekitar mata. Humor vitreous adalah massa agar-agar ke mana zat bisa
berdifusi perlahan, tapi ada sedikit cairan.
Tekanan intraokular

55
Tekanan intraokular biasanya 15 sampai 25 mmHg. Ini Tekanan diukur secara klinis
oleh tonometri, di mana jumlah perpindahan tonometer dikalibrasi pada Istilah
tekanan intraokular. Dipercaya bahwa intraocular Tekanan diatur terutama oleh
hambatan terhadap arus keluar aqous humor dari ruang anterior ke dalam kanal
Schlemm. Glaukoma dikaitkan dengan peningkatan Tekanan intraokular cukup untuk
memampatkan arteri retina masuk ke mata, menyebabkan nyeri iskemik dan akhirnya
kebutaan. Bila kontrol medis terhadap glaukoma gagal, mungkin juga perlu dilakukan
pembedahan membuat jalur keluar buatan untuk aqous humor

Retina
Retina adalah bagian sensitif cahaya dari mata yang mengandung kerucut untuk
penglihatan warna, dan batang untuk penglihatan saat gelap. Saat kerucut dan batang
dirangsang, impuls melalui neuron berturut-turut di retina dan saraf optik sebelum
mencapai korteks serebral. Adanya melanin di lapisan pigmen retina mencegah
pantulan cahaya. Tanpa Pigmen ini, sinar cahaya akan tercermin ke segala arah,
menyebabkan ketajaman visual menjadi terganggu. Pada albino yang kekurangan
melanin, telah sangat menurun ketajaman visual. Pasokan darah nutrisi untuk retina
sebagian besar dari arteri retina sentral, yang menyertai saraf optik. Ada suplai darah
retina yang independen mencegah degenerasi retina dengan cepat itu menjadi terlepas
dari epitel pigmen dan Memungkinkan waktu untuk koreksi bedah retina yang
terlepas. Pasokan arterial utama ke dunia dan kandungan orbital adalah dari arteri
oftalmik, yang merupakan cabang dari arteri karotis interna.

Ischemic Optic Neuropathy


Ischemic Optic Neuropathy (ION) berasal dari infark dari saraf optik dan yang paling
sering menjadi penyebab kehilangan penglihatan setelah anestesi umum. ION
diklasifikasikan sebagai ION anterior (nonarteritic atau arteritik) danION posterior.
ION anterior nonarteritic terjadi lebih banyakpada pasien dengan kelainan kongenital
optic disk kecil. Inimenduga bahwa luas penampang kecil optic disk menghasilkan
sedikit ruang untuk perluasan saraf opticseratsebagai respons terhadap edema yang
disebabkan iskemia.ION posterior telah dilaporkan setelah dilakukan
pembedahanprosedur (operasi fusi tulang belakang yang berkepanjangan, operasi
jantungmembutuhkan bypass kardiopulmoner, leher radikaloperasi) dan etiologinya
tampaknya multifaktorial-termasukanemia intraoperatif dan kombinasi

56
hipotensidengan setidaknya satu faktor lainnya (misalnya, ketidakhadiran
bawaanarteri retina sentral, peningkatan tekanan venauntuk obstruksi vena, sejumlah
besar cairan administrasi, posisi head-down berkepanjangan,
administrasivasopressors). Posisi rawan meningkat pada IOP selamaanestesi dan bisa
menyebabkan penurunan ocular tekanan perfusi (Gambar 3-25). Meskipun
multifactorial etiologi ION, beberapa kasus tidak memiliki spekulasi faktor terkait
(anemia, hipotensi), kecualimungkin untuk sejumlah besar cairan intravena.

Penyebab lain dari Postoperative Blindness Kebutaan kortikal, oklusi retina,


dan vena ophthalmicPenyumbatan perlu dikecualikan saat pasca operasi Kebutaan
terjadi dan ION adalah sebuah pertimbangan. Kortikal Kebutaan ditandai dengan
hilangnya sensasi visual retensi reaksi pupil terhadap fundusiopik ringan dan normal
Hasil ujian. Kelainan CT atau MRI pada lobus parietal atau oksipital mengkonfirmasi
diagnosisnya. Jarang Penyebab korteks kebutaan adalah cyclosporine-induced
neurotoxicity yang biasanya reversibel. Arteri retina sentral oklusi hadir sebagai
kebutaan yang tidak menyakitkan dan monokular. Pemeriksaan mata
ophthalmoskopik dengan retina oklusi arteri menunjukkan retina edema pucat,
cherryred spot pada fovea, dan platelet-fibrin atau kolesterol emboli di arteri retina
yang menyempit. Obstruksi drainase vena dari mata dapat terjadi secara intraoperative
ketika posisi pasien menghasilkan tekanan eksternal mata.
Fotokimia

57
Fotokimia sensitif cahaya terus disintesis di batang adalah rhodopsin. Kerucut
mengandung bahan kimia fotokimia itu mirip rhodopsin Vitamin A adalah penting
prekursor photochemicals, yang menjelaskan terjadinya Kebutaan malam saat vitamin
ini menjadi kurang. Fotokimia pada batang dan kerucut membusuk paparan cahaya
dan dalam proses merangsang serat masuk saraf optik. Dekomposisi rhodopsin
menurun konduktansi membran batang untuk ion natrium. Hiperpolisasi yang
dihasilkan pada batang berlawanan dengan Efek yang terjadi pada hampir semua
reseptor sensorik lainnya. Intensitas sinyal hyperpolarization sebanding ke logaritma
energi cahaya, berbeda dengan Respon yang lebih linier dari kebanyakan reseptor
lainnya. Ini logaritmik Respon penting untuk penglihatan karena memungkinkan mata
untuk mendeteksi kontras pada gambar bahkan saat cahaya intensitas bervariasi
beberapa ribu kali lipat. Jika seseorang berada dalam terang terang untuk waktu yang
lama, proporsi besar fotokimia di batang dan kerucut habis, sehingga mengurangi
kepekaan mata terhadap cahaya (adaptasi ringan). Sebaliknya, selama kegelapan
total,Sensitivitas retina meningkat, yang mencerminkan konversifotokimia untuk
rhodopsin (adaptasi gelap). Mata juga bisa menyesuaikan diri dengan perubahan
intensitas cahaya mengubah ukuran anak didik hingga 30 kali lipat.

Jalur visual
Impuls dari retina melewati ke belakang melalui optic saraf (Gambar 3-26). Makula
adalah daerah kecil di tengahnya retina yang terdiri dari kerucut. Fovea adalah bagian
tengah dari macula dan merupakan lokasi dari penglihatan yang paling jelas. Di optic
chiasm, semua serat dari bagian nasal halve retina menyilang ke sisi yang berlawanan
untuk bergabung dengan serat dari yang berlawanan retina temporal untuk
membentuk saluran optik. Serat optic Saluran sinaps di badan geniculate lateral
sebelum lewat ke area visual (oksipital) dari korteks serebral. Spesifik Titik retina
terhubung dengan titik-titik tertentu dari korteks visual, yang menghasilkan
pendeteksian garis, perbatasan, dan warna.

Lapang Pandang
Bidang penglihatan adalah area yang dilihat oleh mata pada saat tertentu instan.
Daerah yang terlihat di sisi hidung disebut nasal field vision, dan area yang terlihat ke
sisi lateral disebut temporal filed vison (lihat Gambar 3-26) .68 Fungsi lapangan
pandang adalah lokalisasi lesi pada jalur saraf visual Misalnya, tumor hipofisis

58
anterior dapat menekan chiasm optik, menyebabkan kebutaan pada keduanya
temporal field vision (disebut bitemporal hemianopia). Trombosis arteri serebral
posterior merupakan penyebab infark korteks visual.

Kontrol otot gerakan mata


Sistem kontrol serebral untuk mengarahkan mata ke arah objek yang harus dilihat
sama pentingnya dengan sistem serebral untuk interpretasi sinyal visual. Pergerakan
dari Mata dikontrol oleh tiga pasang otot rangka ditunjuk sebagai (a) medial dan
lateral recti, (b) superior dan recti inferior, dan (c) obliques superior dan inferior.
Kontrak recti medial dan lateral secara timbal balik bergerak mata dari sisi ke sisi;
recti superior dan inferior gerakkan mata ke atas atau ke bawah; dan rotasi bola mata
dicapai oleh superior dan inferior obliques Masing-masing dari tiga set otot mata itu
timbal balik diinervasi oleh saraf kranial III, IV, dan VI sehingga satu otot pasangan
berkontraksi sementara yang lainnya rileks. Gerakan simultan kedua mata sama arah
disebut gerakan konjugasi mata. Kadang, Kelainan terjadi pada sistem kontrol mata
Gerakan yang menyebabkan nystagmus terus menerus. Nystagmus kemungkinan akan

59
terjadi ketika salah satu aparatus vestibular rusak atau saat nukleus dalam serebelum
berada rusak atau di bawah pengaruh anestesi ketamin.

Innervasi Mata
Mata terbawa oleh simpatik dan parasimpatissistem saraf. Serabut preganglionik
dariSistem saraf parasimpatis muncul di Edinger-wesphal nucleus saraf kranial III dan
kemudian diteruskan keganglion ciliary, yang menimbulkan serabut saraf yang
menginervasi otot siliaris dan sfingter iris. Simpatik
Serabut sistem saraf menginervasi serabut radial iris serta beberapa struktur
ekstraokular. Stimulasi dari serabut sistem saraf parasimpatik ke Mata
merangsangsfingter siliaris, menyebabkan miosis. Sebaliknya,stimulasi serat sistem
saraf simpatis ke Mata merangsang serat radial iris dan menyebabkan mydriasis.
Anestesi volatil menyebabkan midrange pupillary pelebaran, sedangkan opioid
menyebabkan penyempitan papiler. PemantauanDiameter papiler memberikan
beberapa indikasisisaaktivitas opioid pada kemunculan anestesi.

Sindrom Horner
Gangguan rantai serviks superior yang bersimpati Sistem saraf bawaan ke mata
menghasilkan
miosis, ptosis, dan vasodilatasi dengan tidak adanya keringatpada sisi ipsilateral
tubuh, biasa disebutsebagai sindrom Horner. Miosis terjadi karena gangguan inervasi
sistem saraf simpatis serat radial iris. Ptosis mencerminkan persarafan normaldari otot
palpebral superior oleh sistem saraf simpatik . Sindrom Horner sering terjadi
menyusul blok ganglion stellata dan terkadang merupakan komplikasi blok
interscalene dari pleksus brakialis.

Pendengaran

60
Reseptor untuk pendengaran dan ekuilibrium ditempatkan ditelinga bagian dalam
(Gambar 3-27). Telinga luar memusatkan suara gelombang di drum telinga, yang
berosilasi dalam kontak dengan tulang telinga tengah. Suara diperkuat dioval window,
dimana getaran ditransmisikan kesel rambut dari koklea di telinga bagian dalam.
Anatomis pengaturan dari sel rambut menghasilkan respon ke frekuensi yang berbeda,
melakukan transformasi Fourier mekanis gelombang suara yang masuk. Listrik Saat
ini dihasilkan dari aktivasi perjalanan sel rambut dari saraf pendengaran ke colliculus
inferior dan kortek pendengaran. Tuba Eustachian menghubungkan telinga tengah
dengan pilar tonsil posterior dan memungkinkan tekanan pada keduanya sisi membran
timpani untuk disamakan selama mengunyah atau menelan. Nitrogen oksida dapat
meningkat di tengah tekanan telinga dan telah dikaitkan dengan ruptur membran
timpani saat radang atau jaringan parut dari tuba Eustachius membuka ke nasofaring
mencegah dekompresi spontan telinga tengah.

Tuli
saraf tuli disebabkan oleh kelainan koklea atau saraf pendengaran. Obat-obatan
tertentu seperti streptomisin,gentamisin, kanamisin, dan kloramfenikol dapat
merusakorgan Corti, menyebabkan saraf tuli . Konduksi Tuli disebabkan oleh luka
pada mekanisme itu mengadakan gelombang suara dari membran timpani keoval
window Tuli konduksi seringkali disebabkan olehfibrosis struktur di telinga tengah
setelah diulanginfeksi di telinga tengah oleh penyakit turun-temurundikenal sebagai
osteosclerosis.

Kelainan pendengaran perioperatif


Kelainan pendengaran perioperatif sering subklinis dan mungkin tidak diketahui
kecuali audiometri dilakukan.77 Gangguan pendengaran (kejadian mungkin setinggi
50%) setelah tusukan dural pada rentang frekuensi rendah kemungkinan besar
disebabkan oleh kebocoran CSF dan harus diselesaikan sepenuhnya dalam hitungan
hari. Gangguan pendengaran setelah anestesi umum untuk pembedahan yang tidak
memerlukan bypass cardiopulmonary tampaknya tidak memiliki prognosis yang
seragam, yang mungkin mencerminkan segudang etiologi. (misalnya, kebocoran CSF
setelah telinga, hidung, dan tenggorokan [THT] dan bedah saraf, barotrauma dari
nitrous oxide, emboli selama operasi jantung, atau vaskulopati yang sudah ada
sebelumnya). Pemulihan dalam pendengaran tampaknya tidak tergantung pada

61
pengobatan. Gangguan pendengaran unilateral mengikuti bypass kardiopulmoner
seringkali permanen dan mungkin karena emboli dan cedera iskemik pada area organ
Corti.

Equilibrium
Kanal semisirkular (utrikel dan sacculum telinga dalam) penting untuk menjaga
keseimbangan (lihat Gambar 3-27).68 Bagian utricle dan saccule mengandung silia
yang mentransmisikan impuls saraf ke otak yang diperlukan untuk menjaga orientasi
kepala di ruang angkasa. Endolymph hadir di kanal setengah lingkaran mengalir
dengan perubahan posisi kepala, menyebabkan sinyal dikirim melalui inti saraf
vestibular dan serebelum.

Perasa
Perasa merupakan fungsi utama dari taste buds yang berada di papila lidah. Manis,
asam, asin, dan pahit adalah empat sensasi rasa utama. Rasa asam disebabkan oleh
asam. Intensitas rasa asam sebanding dengan logaritma konsentrasi ion hidrogen
(yaitu pH). Manis dan asam merupakan rasa yang enak. Rasa pahit umumnya tidak
enak. Rasa pahit alkaloid menyebabkan individu menolak zat ini. Ini dapat berupa
respon protektif karena banyak racun tumbuhan adalah alkaloid. Adaptasi terhadap
sensasi rasa hampir selesai dalam 1 sampai 5 menit dengan rangsangan terus menerus.
Individu dengan infeksi saluran pernapasan bagian atas mengeluhkan hilangnya
sensasi rasa padahal sebenarnya fungsi taste bud normal, menekankan bahwa
sebagian besar apa yang dianggap rasa (taste) sebenarnya adalah bau (smell).

Penciuman
Reseptor penciuman terletak di rongga hidung. Setiap reseptor penciuman terletak
pada satu cilium. Reseptor penciuman berpasangan dengan protein G. Aktivasi protein
G meningkatkan aktivitas adenilat siklase, meningkatkan konsentrasi cAMP. Sebuah
zat harus mudah menguap dan larut dalam lemak untuk merangsang sel penciuman.
Reseptor penciuman beradaptasi dengan sangat cepat, sehingga sensasi bau bisa
hilang dalam waktu sekitar 60 detik. Dibandingkan dengan hewan, indera penciuman
pada manusia hampir tidak sempurna. Manusia memiliki lebih dari 1.000 gen untuk
reseptor bau tapi hanya sekitar 40% yang berfungsi.

62
Mual and Muntah
Mual merupakan kesadaran eksitasi dari daerah di medula yang berhubungan dengan
pusat muntah (emetik). Impuls dibawa oleh serat afferent dari sistem saraf
parasimpatis dan simpatis ke pusat muntah (Gambar. 3-28). 78 Impuls motorik yang
ditularkan melalui saraf kranial V, VII, IX, X, dan XII ke saluran cerna dan melalui
saraf tulang belakang ke diafragma dan otot perut diperlukan untuk menyebabkan
muntah secara mekanis. Pusat muntah medula terletak dekat dengan ventrikel serebral
keempat dan menerima sinyal aferen dari (a) zona pemicu kemoreseptor (b) zona
korteks cerebral, (c) pusat labyrinthovestibular, dan (d) sistem neurovegetatif. Impuls
dari aferen tadi menyebabkan mual dan muntah. Zona kemoreseptor memicu reseptor
untuk serotonin, dopamin, histamin, dan opioid. Stimulasi zona pemicu kemoreseptor
memicu muntah yang terlepas dari pusat muntah. Zona pemicu kemoreseptor tidak
dilindungi oleh blood brain barrier dan dengan demikian zona ini dapat diaktifkan
oleh rangsangan kimia yang diterima melalui sirkulasi sistemik serta CSF. Korteks
serebral merangsang muntah melalui respon terhadap bau dan tekanan fisiologis
tertentu. Gerakan dapat merangsang reseptor ekuilibrium di telinga bagian dalam,
yang juga dapat merangsang pusat muntah meduler. Sistem neurovegetatif sangat
sensitif terutama pada stimulasi gastrointestinal. Pemblokiran impuls dari zona
pemicu kemoreseptor tidak mencegah muntah karena rangsangan iritatif (ipecac)
yang timbul di saluran cerna.

Gambar 3-28. Zona pemicu


kemoreseptor dan pusat emetik
merespons berbagai rangsangan yang
menyebabkan mual dan muntah. 5-HT3,
5-hydroxytryptamine; GI,
gastrointestinal. (Dari Watcha MR, White
PF. Postoperative nausea and vomiting.
Its etiology, treatment, and prevention.
Anesthesiology. 1992;77:162–
184,dengan izin.)

Sistem Saraf Perifer


Sistem saraf perifer terdiri dari saraf sensorik dan motorik yang menghubungkan SSP
ke jaringan dan organ (Gambar 3-29). Saraf ini merupakan tempat biasa bagi ahli
anestesi sebagai target teknik anestesi regional.

63
Impuls Sensori Perifer
Saraf perifer memanjang dari dendrit di perifer ke akar dorsal ganglion, di mana cell
body berada, dan dari sana ke sumsum tulang belakang melalui akar dorsal (Gambar
3-30). Per defnisi, dendrit melakukan impuls terhadap badan sel, sedangkan akson
membawa impuls dari badan sel. Dengan demikian, bagian saraf dari sel tubuh ke
reseptor perifer adalah dendrit, sedangkan sambungan yang relatif lebih pendek dari
akar dorsal ganglion ke sumsum tulang belakang adalah akson. Namun, secara
struktural, dendrit dan akson tidak dapat dibedakan, dan saraf bertindak seperti satu
akson yang panjang, sehingga menyebabkan neuron pseudounipolar yang kadang
digunakan untuk menggambarkan saraf perifer.
Setelah memasuki spinal cord, sinaps neuron sensorik perifer di dorsal horn
memicu tract ascending yang akan membawa informasi sensoris ke otak. Sinyal
sensor ini dibawa ke otak melalui sistem dorsal-lemniscal (Gambar 3-31 dan 3-32).3
Impuls pada jalur kolom dorsal masuk sumsum tulang belakang ke sisi yang
berlawanan sebelum melewati ke atas ke talamus. Sinapsis di talamus diterima oleh
neuron yang diproyeksikan ke daerah sensorik somatik korteks serebral. Saraf saraf
dari sistem spinotalamik anterolateral melintang di komisura anterior ke sisi
berlawanan sumsum tulang belakang, di mana mereka berputar ke atas menuju otak
sebagai saluran spinotalamik ventral dan lateral. Sinyal sensorik dari sistem
spinotalamik anterolateral diteruskan dari talamus ke daerah sensorik somatik korteks
serebral. semua informasi sensorik yang memasuki korteks serebral, kecuali sistem
penciuman, melewati talamus.

Jalur Respon Motorik Perifer


Informasi sensorik terintegrasi pada seluruh tingkat di sistem saraf dan menyebabkan
respons motorik yang sesuai, dimulai di sumsum tulang belakang dengan respons
reflek yang relatif sederhana. Tanggapan motorik yang berasal dari batang otak lebih
kompleks, sedangkan respons motor yang paling rumit dan sesuai berasal dari korteks
serebral.
Neuron motor anterior pada dorsal horn dari gray matter sumsum tulang
belakang menimbulkan aktifnya A-a fibers yang meninggalkan sumsum tulang
belakang melalui akar saraf anterior dan otot rangka. Otot dan tendon rangka berisi
spindel otot dan organ tendon Golgi yang beroperasi pada tingkat bawah sadar untuk

64
menyampaikan informasi ke sumsum tulang belakang dan otak terkait dengan
perubahan panjang dan ketegangan otot kerangka. Peregangan refleks adalah
kontraksi otot skeletal setiap kali terjadi benturan otot seimbang yang berlawanan
sehingga menghasilkan stimulasi dari spindle otot. Mengetuk tendon patela
menimbulkan kejang lutut, yang merupakan otot peregangan otot paha depan femoris.
Pergerakan pada pergelangan kaki disebabkan oleh kontraksi otot gastroknemius.
Transmisi sejumlah besar impuls dari daerah atas SSP ke tulang belakang tali pusat
menghasilkan respons peregangan yang berlebihan. Sebagai contoh, lesi pada area
motor kontralateral pada korteks serebral, yang disebabkan oleh trauma vaskular
serebral atau tumor otak, menyebabkan peregangan meluas yang meningkat. Klonus
terjadi saat menggerakkan otot yang tersentak. Fenomena ini biasanya terjadi ketika
peregangan kembali distimulasi oleh impuls fasilitasi dari otak, yang mengakibatkan
respon yang berlebihan dari sumsum tulang belakang. Bila dikaitkan dengan
pemulihan dari anestesia umum, klonus yang diprakarsai oleh dorsofleksii kaki yang
tiba-tiba dapat dieliminasi dengan melakukan fleksi lutut dan menahannya. Transeksi
batang otak pada tingkat pons (mengisolasi sumsum tulang belakang dari bagian otak
lainnya) menghasilkan kejang yang dikenal sebagai kekakuan deserebrata. Kekakuan
decerebrate merefleksikan menggunakan fasad peregangan.
Sistem motorik terbagi atas neuron motorik atas dan bawah. Neutron motorik
yang lebih rendah berasal dari sumsum tulang belakang dan secara langsung
mengilustrasikan otot rangka. Lesi neuron motorik yang lebih rendah dikaitkan
dengan kelumpuhan flaksid, atrofi otot rangka, dan tidak adanya tanggapan refleks.
Kelumpuhan spastik dengan peregangan stretch yang menonjol disebabkan oleh
kerusakan neuron motorik atas di otak. Neuron motor atas berasal dari korteks
serebral atau batang otak dan melintasi jalur kortikospinalis anterior dan lateral
sampai terhubung dengan neuron motor bawah di tanduk ventral sumsum tulang
belakang.
Penarikan refleks fleksor adalah refleksi neuron motorik bawah, biasanya
disebabkan oleh stimulus yang menyakitkan. Terkait dengan penarikan anggota tubuh
yang dirangsang adalah perpanjangan dari anggota tubuh yang berlawanan (cross-
extensor reflex) yang terjadi 0,2 sampai 0,5 detik kemudian dan berfungsi untuk
mendorong tubuh menjauh dari benda yang menyebabkan rangsangan yang
menyakitkan tersebut. Onset yang tertunda dari refleks cross-extensor adalah karena

65
waktu yang diperlukan agar sinyal melewati neuron tambahan untuk mencapai sisi
berlawanan dari sumsum tulang belakang.

Gambar. 3-29 Sistem saraf perifer menghubungkan jaringan


tubuh ke sumsum tulang belakang dan sistem saraf pusat.

Sistem Saraf Otonom


Sistem saraf otonom mengendalikan fungsi viseral tubuh. Selain itu, sistem saraf
otonom memodulasi tekanan darah sistemik, motilitas dan sekresi gastrointestinal,
pengosongan kandung kemih, keringat, dan pengaturan suhu tubuh. Aktivasi sistem
saraf otonom terjadi terutama melalui pusat-pusat yang terletak di hipotalamus,
batang otak, dan sumsum tulang belakang.
ANS dibagi menjadi sistem saraf simpatis, parasimpatis, dan enterik. Sistem
saraf simpatik dan parasimpatis biasanya berfungsi sebagai antagonis fisiologis
sehingga tindakan yang disusun pada organ manapun mewakili keseimbangan
pengaruh masing-masing komponen (Tabel 3-4). Sistem saraf simpatik berfungsi
sebagai respons amplifikasi, sedangkan sistem saraf parasimpatis menimbulkan
respon yang berbeda dan spesifik.
Sistem saraf enterik diatur secara nontopografis dan neuron dan selnya berada
di dinding saluran pencernaan. Meskipun saluran gastrointestinal dipengaruhi oleh
aktivitas sistem saraf simpatik dan parasimpatis, sistem saraf enterik melalui

66
myenteric dan plexi submukosa yang mengatur aktivitas pencernaan walaupun
dengan adanya transeksi medula spinalis.
Pemahaman anatomi dan fisiologi sistem saraf otonom diperlukan untuk memprediksi
efek farmakologis obat-obatan yang bekerja pada sistem saraf simpatis atau
parasimpatis (Tabel 3-5).

Gambar. 3-30 Sisi belakang


sumsum tulang belakang,
menunjukkan akar dorsal
(posterior) dan ventral (anterior).
Tubuh sel saraf sensorik perifer
berada di ganglion akar dorsal.
Tubuh sel saraf motor berada di
tanduk anterior.

GAMBAR 3-31 Sinyal sensoris


ditransmisikan ke otak melalui jalur kolom GAMBAR 3-32 Serabut sistem
dorsal dan saluran spinoserviks pada sistem spinotalamik anterolateral bersandar di
dorsal-lemniscal. lubang koma anterior anterior sebelum
naik ke otak. Serat sistem ini
mengirimkan sinyal melalui saluran
Anatomi Sistem Saraf Simpatik spinothalamic ventral dan lateral.

Saraf dari sistem saraf simpatik timbul dari segmen torakolumbar (T1 sampai L2)
pada sumsum tulang belakang (Gambar 3-33)3. Serabut saraf ini masuk ke rantai
simpatis paravertebral yang terletak di belakang sumsum tulang belakang. Dari rantai

67
paravertebral, saraf saraf masuk ke jaringan dan organ yang diinervasi oleh sistem
saraf simpatik.
Setiap saraf dari sistem saraf simpatik terdiri dari neuron preganglionik dan
neuron postganglionik (Gambar 3-34). Badan sel neuron preganglionik terletak di
meduler horn dari sumsum tulang belakang. Serat dari badan sel preganglionik ini
meninggalkan sumsum tulang belakang dengan akar saraf anterior (ventral) dan
melewati rami putih menjadi 1 dari 22 pasang ganglia yang menyusun rantai simpatis
paravertebralis. Akson neuron preganglionik sebagian besar adalah serat bermielin,
slow-conduct type B (lihat Tabel 3-1). Di ganglia rantai simpatis paravertebralis,
simpanan preganglionik dapat disambungkan dengan sel tubuh neuron postganglionik
atau melewati cephalad atau kauda sampai sinaps dengan neuron postganglionik
(kebanyakan tipe C yang tidak bermanuver) di ganglia paravertebra lainnya. Neuron
postganglionik kemudian keluar dari ganglia paravertebral untuk melakukan
perjalanan ke berbagai organ perifer. Neuron postganglionik lainnya kembali ke saraf
tulang belakang dengan cara rami abu-abu dan kemudian berjalan dengan saraf ini
untuk mempengaruhi otot polos pembuluh darah dan aktivitas otot piloerektor dan
kelenjar keringat.

TABEL. 3-4 Respons yang ditimbulkan oleh Stimulasi Sistem Saraf Otonom

Stimulasi Sistem Saraf Stimulasi Sistem Saraf


Simpatik Parasimpatik
Jantung
- Meningkatkan denyut - Menurunkan denyut
- SA Node
- AV Node jantung jantung
- His-Purkinje - Meningkatkan - Menurukan

system kecepatan konduksi kecepatan konduksi


- Ventricles - Meningkatkan - Efek minimal
otomatisitas, kecepatan - Efek minimal,

konduksi sedikit penurunan


- Meningkatkan pada kontraktilitas
kontraktilitas,
kecepatan konduksi
- Automatisasi
Otot polos bronkial Relaksasi Kontraksi

68
Jalur Gastrointesinal
- Turun - Naik
- Motilitas
- Turun - Naik
- Sekresi
- Kontraksi - Relaksasi
- Spinkter
Gallbladder Relaksasi Kontraksi
Urinary Bladder
- Otot polos - Relaksasi - Kontraksi
- Spinkter - Relaksasi
- Kontraksi
Uterus Kontraksi Bervariasi
Ureter Kontraksi Relaksasi
Mata
- Midriasis - Miosis
- Otot Radial
- Otot Spinkter - Relaksasi objek jauh
- Otot silier - Kontraksi objek
dekat
Hati - Glycogenolysis - Sintesis Glikogen
- Glukoneogenesis
Sekresi Pancreatic b cell - Menurun
Sekresi kelenjar ludah - Meningkat - Meningkat
Kalenjar keringat - Meningkat - Meningkat
Kalenjar Apokrin - Meningkat
Arteriol
- Kontriksi (a) - Relaksasi (?)
- Koroner Relaksasi (b)
- Kulit dan mukosa - Kontriksi
- Otot skeletal - Konstriksi (a) - Relaksasi
- Pulmoner Relaksasi (b) - Relaksasi
- Konstriksi

- Relaksasi

Serat dari sistem saraf simpatis tidak semua didistribusikan ke bagian tubuh yang
sama dengan saraf tulang belakang dari segmen yang sama. Misalnya, serat dari T1
biasanya naik ke rantai simpatis paravertebral ke kepala, T2 ke leher, T3-T6 ke dada,
T7-T11 sampai ke perut, dan T12 pada L1-L2 ke kaki. Distribusi sistem saraf
simpatik ini ke masing-masing organ ditentukan sebagian oleh posisi di embrio
dimana organ tersebut berasal. Dalam hal ini, jantung menerima banyak sistem saraf
simpatis dari bagian leher rantai simpatis paravertebral karena jantung berasal dari
leher embrio. Organ perut menerima sistem saraf simpatik mereka dari segmen toraks
bawah, mencerminkan asal saluran pencernaan dari daerah ini.

TABEL. 3-5 Mekanisme Aksi Obat yang Bekerja pada Sistem Saraf Otonom
69
Mekanisme Tempat kerja Obat
Penghambat sintesis Pusat SSP Metildopa
neurotransmitter
Neurotransimitter False Pusat SSP Metildopa
Penghambatan serapan Pusat sinaps Tricyclic antidepressants,
neurotransmiter noradrenergik kokain
Pemindahan PNS (sistem saraf Amfetamin; Carbacol
neurotransmiter dari parasimpatis); SNS,
tempat penyimpanan (sistem saraf simpatik)
Prevention of SNS;PNS Bretylium; Botulinum
neurotransmitter release toxin
Aksi mimicking SNS; a1;a2;b1;b2 Phenylephrine,
neurotransmiter pada reseptor methoxamine; Clonidine
dexmedetomidine;
Dobutamine; Terbutaline,
albuterol
Penghambatan aksi SNS : Prazosin; Yohimbine;
neurotransmiter pada a1, a2, a1 dan a2 Phentolamine
reseptor postsynaptic b1, b1 dan b2 Metoprolol, esmolol;
Propranolol
PNS : Pirenzepine ; Atropine
m1,m1 dan m2 Hexamethonium ; d-
n1, n2 Tubocurarine
Penghambatan SNS Monoamine oxidase
metabolisme PNS inhibitor;
neurotransmiter Neostigmin, piridostigmin,
edrophonium

Anatomi Sistem Saraf Parasimpatik


Saraf sistem saraf parasimpatis meninggalkan SSP melalui saraf kranial III, V, VII,
IX, dan X (vagus) dan dari bagian sakral sumsum tulang belakang (Gambar 3-35) 3.
Sekitar 75% dari semua sistem saraf parasimpatik berada di saraf vagus yang melintas
ke daerah toraks dan perut. Dengan demikian, saraf vagus memasok inervasi
parasimpatis ke jantung, paru-paru, kerongkongan, perut, usus halus, hati, kantong
empedu, pankreas, dan bagian atas rahim. Serat dari sistem saraf parasimpatis pada

70
saraf kranial III melintas ke mata. Kelenjar lakrimal, nasal, dan submaksilaris
menerima sistem saraf parasimpatik melalui saraf kranial VII, sedangkan kelenjar
parotis menerima sistem saraf parasimpatis melalui saraf kranial IX.
Bagian sakral dari sistem saraf parasimpatis terdiri dari saraf sakral kedua dan
ketiga, dan kadang-kadang saraf saraf pertama dan keempat. Saraf rahim membentuk
pleksus sakral pada setiap sisi sumsum tulang belakang. Saraf ini menyalurkan lemak
ke kolon distal, rektum, kandung kemih, dan bagian bawah rahim. Selain itu, sistem
saraf parasimpatis mentransmisikan impuls terhadap alat genital eksternal yang
menimbulkan berbagai respons seksual.
Berbeda dengan sistem saraf simpatik, galur preganglionik dari sistem saraf
parasimpatis tidak terganggu ke ganglia di dekat atau di organ yang diinervasi.
Neuron postganglionik dari sistem saraf parasimpatis berukuran pendek karena letak
ganglia masing-masing. Situasinya kontras dengan sistem saraf simpatis, di mana
neuron postganglionik relatif panjang, mencerminkan asal mereka di ganglia rantai
simpatis paravertebral, yang jauh dari organ yang diinervasi (Gambar 3-35).3 Selain
itu, tidak seperti pembesaran difusi discharge yang menggunakan karakteristik respon
sistem saraf simpatik, aktivasi sistem saraf parasimpatis bersifat tonik dan diskrit.
Komposisi vasodilatasi asetilkolin bergantung pada integritas endotel vaskular karena
aktivasi reseptor muskarinik pada hasil endotelium melepaskan pelepasan oksida
nitrat.80

GAMBAR 3-34 Anatomi saraf saraf


simpatis. Serabut preganglionik
melewati ramus putih ke ganglia
paravertebral, di mana mereka
mungkin sinaps, tentu saja menaiki
GAMBAR 3-33 Anatomi sistem saraf simpatis. Garis rantai simpatis ke sinaps di tingkat
71
putus-putus mewakili serat postganglionik pada rami yang lain, atau keluar dari rantai tanpa
abu-abu yang mengarah ke saraf tulang belakang untuk sinaps untuk lolos ke ganglion
distribusi selanjutnya ke pembuluh darah dan kelenjar kolateral terpencil.
keringat.
Fisiologi Sistem Saraf Otonom

Serat postganglionik dari sistem saraf simpatis mensekresikan norepineprin sebagai


neurotransmiter (Gambar 3-36). Neuron-neuron yang mensekresi norepineprin
digolongkan sebagai zat adrenergik. Serat postganglionik dari sistem saraf
parasimpatis mengeluarkan asetilkolin sebagai neurotransmiter (Gambar 3-36). Neuril
asetilkolin ini dapat digolongkan sebagai kolinergik. Selain itu, inervasi kelenjar
keringat dan beberapa pembuluh darah oleh sistem saraf simpatik simpatik
postganglionik yang melepaskan asetilkolin sebagai neurotransmitter. Semua neuron
preganglionik dari sistem saraf simpatik dan parasimpatis melepaskan asetilkolin
sebagai neurotransmitter dan karenanya digolongkan sebagai serat kolinergik. Untuk
alasan ini, pelepasan asetilkolin pada serat preganglionik mengaktifkan neuron
postganglionik simpatis dan parasimpatis.

Norepineprin sebagai Neurotransmitter


Sintesis
Sintesis norepineprin melibatkan serangkaian langkah-langkah dikontrol enzim yang
dimulai di sitoplasma ujung saraf simpatis postganglionik (varicositas) dan selesai
pada vesikula sinaptik (Gambar 3-37). Misalnya, langkah awal yang dimediasi enzim
yang mengarah pada pembentukan dopamin terjadi di sitoplasma. Dopamin kemudian
memasuki vesikula sinaptik, di mana ia diubah menjadi norepineprin oleh dopamine
b-hydroxylase.
Ada kemungkinan bahwa enzim yang berpartisipasi dalam sintesis
norepineprin diproduksi pada ujung saraf simpatik postganglionik. Enzim ini tidak
terlalu spesifik, dan zat endogen lainnya serta obat-obatan tertentu dapat
ditindaklanjuti oleh enzim yang sama. Sebagai contoh, dopa-dekarboksilase dapat
mengubah obat antihipertensi a-metildopa menjadi a-metildopamine, yang selanjutnya
diubah oleh dopamine b-hydroxylase menjadi neurotransmiter lemah (false)
neurotransmiter menjadi metilnorepinefrin yang menurunkan aktivasi sinapsis dan
hasil a1- adrenergik sentral dalam pengurangan tekanan darah.

72
Penyimpanan dan Pelepasan
Norepinefrin disimpan dalam vesikula sinaptik untuk pelepasan berikutnya sebagai
respons terhadap potensial aksi. Serat adrenergik dapat mempertahankan keluaran
norepineprin selama periode stimulasi yang berkepanjangan. Reaksi takifilaksis
sebagai tanggapan terhadap pemberian efedrin dan simpatomimetik tidak langsung
lainnya secara berulang kali dapat merefleksikan penipisan norepineprin yang
tersimpan pada ujung saraf simpatik.

Aksi Terminasi
Penghentian aksi norepinefrin adalah dengan (a) pengambilan kembali (reuptake)
kembali ke ujung saraf simpatis postganglionik, (b) dilusi oleh difusi dari reseptor,
dan (c) metabolisme oleh enzim monoamine oxidase (MAO) dan catechol-O
methyltransferase (COMT). Norepineprin dilepaskan sebagai respons terhadap
potensi aksi yang diberikan pada reseptor hanya pada waktu yang singkat, sehingga
mengurangi efesiensi mekanisme penghentian ini.

Reuptake
Uptake norepineprin yang telah dikeluarkan sebelumnya kembali ke ujung saraf
simpatis postganglionik mungkin adalah mekanisme yang paling penting untuk
menghentikan aksi neurotransmiter ini pada reseptor. Sebanyak 80% norepineprin
yang dilepaskan mengalami reuptake. Reuptake menyediakan sumber untuk
penggunaan kembali norepineprin selain sintesis.
Ada kemungkinan bahwa dua sistem transportasi aktif terlibat dalam reuptake
norepineprin, dengan satu sistem yang bertanggung jawab untuk menyerap ke dalam
sitoplasma varikositas dan sistem ekonduktor untuk melewati norepineprin ke dalam
vesikel sinapsis untuk penyimpanan dan penggunaan ulang. Sistem transportasi aktif
untuk pengambilan norepineprin dapat memusatkan neurotransmiter 10.000 kali lipat
pada ujung saraf simpatis postganglionik. Magnesium dan adenosin trifosfat sangat
penting untuk fungsi sistem transportasi yang diperlukan untuk transfer norepineprin
dari sitoplasma ke dalam vesikula sinaptik. Sistem transportasi untuk pengambilan

73
norepineprin ke dalam sitoplasma terhambat oleh banyak obat, termasuk antidepresan
kokain dan trisiklik.

Metabolisme
Metabolisme norepinefrin merupakan penanda yang relatif kecil dalam menghentikan
tindakan norepineprin yang dikeluarkan secara endogen. Pengecualian mungkin
terjadi pada beberapa pembuluh darah, di mana kerusakan enzimatik dan persisten
menyebabkan penghentian aksi norepineprin. Norepineprin yang mengalami uptake
rentan terhadap metabolisme di sitoplasma varikositas oleh MAO. Setiap
neurotransmiter yang lolos dari reuptake rentan terhadap metabolisme oleh COMT,
terutama di hati. Inhibitor MAO menyebabkan peningkatan kadar norepineprin di
jaringan dan dapat disertai oleh berbagai efikasi farmakologis. Sebaliknya, tidak ada
perubahan farmakologis yang mencolok menyertai penghambatan COMT.
Metabolisme urin utama yang dihasilkan dari metabolisme norepineprin oleh
MAO atau COMT adalah asam 3-metoksi-4-hydroxymandelic. Metabolit ini juga
disebut sebagai asam vanillylmandelic (VMA). Biasanya, ekskresi asam 3-methoxy-4-
hydroxymandelic selama 24 jam adalah 2 sampai 4 mg, yang merupakan norepineprin
yang dideaminasi oleh MAO di sitoplasma varikositas ujung saraf simpatik
postganglionik. Peningkatan kadar VMA urin menunjukkan pheochromocytoma.

Asetilkolin sebagai Neurotransmiter


Sintesis
Asetilkolin disintesis dalam sitoplasma dari ujung saraf parasimpatik preganglionik
dan postganglionik. Enzim kolin asetiltransferase bertanggung jawab untuk
mengkatalisis kombinasi kolin dengan asetil koenzim A untuk membentuk asetilkolin.
Kolin memasuki ujung saraf parasimpatis dari cairan ekstraselular melalui sistem
transportasi aktif. Asetil koenzim A disintesis dalam mitokondria yang hadir dalam
konsentrasi tinggi pada ujung saraf parasimpatis.

Penyimpanan dan Pelepasan


Asetilkolin disimpan dalam vesikula sinaptik untuk dilepaskan sebagai respons
terhadap aksi potensial. Adanya potensial aksi pada saraf parasimpatik akhirnya
menghasilkan pelepasan 100 atau lebih vesikula asetilkolin. Diperkirakan bahwa
ujung saraf tunggal berisi .300.000 vesikula preservaskular asetilkolin.

74
Metabolisme
Asetilkolin memiliki efek singkat pada reseptor (0,1 milidetik) karena hidrolisisnya
yang cepat dengan asetilkolinesterase menjadi kolin dan asetat. Kolin diangkut
kembali ke ujung saraf parasimpatis, di mana ia digunakan untuk sintesis asetilkolin
baru. Kolinesterase plasma adalah enzim yang ditemukan pada konsentrasi rendah di
sekitar reseptor asetilkolin, hadir dalam jumlah tertinggi dalam plasma. Signifikansi
fisiologis kolinesterase plasma tidak diketahui, karena terlalu lambat secara fisiologis
penting dalam metabolisme asetilkolin. Tidak adanya kolinesterase plasma tidak
menghasilkan tanda atau gejala klinis yang terdeteksi sampai obat seperti
suksinilkolin atau mivakurium diberikan.
Interaksi Neurotransmiter Dengan Reseptor
Norepineprin dan asetilkolin, bertindak sebagai neurotransmiter, berinteraksi dengan
reseptor (makromolekul protein) pada membran sel lipid (Tabel 3-6). Interaksi
neurotransmitter-reseptor ini paling sering mengaktifkan atau menghambat enzim
efektor, seperti adenilat siklase, atau mengubah fluks ion natrium dan kalium
melewati membran sel melalui saluran ion protein. Efek bersih dari perubahan ini
adalah transduksi rangsangan eksternal ke sinyal intraselular.

Reseptor Norepineprin
Efek farmakologis dari katekolamin menyebabkan konsep asli reseptor adrenergik α
dan β. Subdivisi reseptor ini adalah α1, α2, α1 (cardiak), dan β2 (noncardiak)
memungkinkan pemahaman tentang obat-obatan yang bertindak sebagai agonis
maupun antagonis pada reseptor-reseptor ini (lihat Tabel 3-5). Kloning genetik telah
melahirkan perbedaan farmakologis yang jelas. Namun, ada varian sambatan dari
setiap gen yang menciptakan reseptor dengan sifat farmakologis yang berbeda.
Reseptor α2 juga hadir pada trombosit, di mana reseptor α2 menengahi agregasi
trombosit. Di sistem saraf pusat (SSP), stimulasi reseptor postsinaptik α2 oleh obat-
obatan seperti klonidin atau deksmedetomidin menghasilkan peningkatan konduktansi
ion kalium dan hiperpolarisasi membran yang bermanifestasi sebagai penurunan
kebutuhan anestesi dan analgesia.
Reseptor dopamin pada awalnya secara farmakologis terbagi menjadi
dopamin1 dan dopamin2. Namun, kloning molekuler telah memungkinkan
identifikasi lima gen reseptor dopamin. Namun, masih dimungkinkan untuk

75
mengklasifikasikan reseptor dopamin menjadi D1 seperti DRD1 dan DRD5 dan D2
seperti DRD2, DRD3, dan DRD4. Reseptor Dopamin memainkan peran penting pada
otot polos dan pada ginjal serta di SSP dimana mereka menjadi target oleh banyak
obat neuropsikiatrik dan menjadi target tanpa disadari oleh banyak penyalahgunaan
obat. Aktivasi reseptor dopamin1 bertanggung jawab atas vasodilatasi sirkulasi
splanik dan ginjal. Reseptor D4 terdapat pada jantung manusia dimana rangsangan
dengan dopamin menghasilkan peningkatan kontraktilitas dan detak jantung intrinsik.
Reseptor α2 adrenergik dan dopamin2 berfungsi sebagai loop umpan balik negatif
sehingga aktivasi mereka menghambat pelepasan neurotransmiter (Tabel 3-7).

Table 3-6
Klasifikasi dan karakterisasi reseptor Adrenergik dan kolinergik
Klasifikasi Farmakologi Tranduksi Efektor
molekuler signal
Reseptor
adrenergik
α1 α1A1D Gq11 Activates phospholipase C
α1B Gq11 Activates phospholipase C
α1C Gq11 Activates phospholipase C
α2 α2A Gi dan Go Inhibits adenylate cyclase,
calciumand potassium
α2B Gi dan Go ionchannels

α2C Gi dan Go
Inhibits adenylate cyclase,
calcium and potassium
ionchannels

Inhibits adenylate cyclase,


calcium and potassium
ionchannels

β1 β1’ Gs Inhibits adenylate cyclase,


calcium and potassium

76
ion channels
β2 β2’ Gs Inhibits adenylate cyclase,
calcium and potassium
ion channels
β3 β3’ Gs Inhibits adenylate cyclase,
calcium and potassium
ion channels

Reseptor
kolinergik
Nikotinik Autonomik ganglia Kanal ion
Neuromuscular
junction
Susunan saraf pusat
Muskarinik M1 Gq Phospholipase activation
M3 Gq Phospholipase activation
M5 Gq Phospholipase activation
M2 G1 dan G0 Inhibits adenylate cyclase
M4 G1 dan G0 Inhibits adenylate cyclase

Transduksi Signal
Reseptor adrenergik dan dopaminergik adalah G protein-coupled receptors. Ikatan
reseptor mengaktifkan protein G, biasanya menghasilkan aktivasi protein kinase dan
fosforilasi protein target. Katekolamin mengaktifkan reseptor β1-adrenergik yang
menghasilkan peningkatan dramatis pada cAMP intraselular melalui aktivasi Gs.
Peningkatan cAMP intraseluler memulai serangkaian kejadian intraselular, termasuk
kaskade reaksi fosforilasi protein dan stimulasi pompa Natrium-Kalium, yang
menghasilkan efek metabolik dan farmakologis khas epinefrin dan katekolamin
lainnya. Berbeda dengan reseptor β, reseptor α1-adrenergik terkait dengan reseptor
Gq yang bila diaktifkan meningkatkan fosfolipase 3, meningkatkan inositol
trisphosphate (IP3) dan membebaskan pelepasan penyimpanan kalsium intraselular.
Reseptor α2-adrenergik dan dopamin 2 terkait dengan protein Gi, aktivasi yang
menurunkan adenilat siklase.

Konsentrasi Reseptor Adrenergik

77
Konsentrasi reseptor β-adrenergik pada membran postsinaptik menyesuaikan secara
dinamis dengan konsentrasi norepineprin pada celah sinaptik dan plasma.
Desensitisasi mencerminkan cepatnya pengurangan respons terhadap hormon dan
neurotransmitter meskipun paparan terus berlanjut terhadap agonis adrenergik.
Downregulation berbeda dengan kemunculan cepat desensitisasi yang terjadi hanya
beberapa jam setelah terpapar agonis. Selama downregulation, mungkin saja reseptor
dihancurkan dan reseptor baru harus disintesis sebelum kembali ke baseline. Begitu
pula dengan adanya blokade jangka panjang, jumlah reseptor β1 meningkat.
Perubahan yang disebabkan oleh obat pada jumlah reseptor adrenergik adalah
konsisten dengan rebound takikardia dan iskemia miokard yang dapat menyertai
penghentian tiba-tiba β-adrenergik reseptor bloker kronis.
Gagal jantung kongestif kronis (CHF) menyebabkan penipisan katekolamin
pada miokardium dan peningkatan kompensasi pada konsentrasi norepineprin dalam
plasma untuk mempertahankan resistensi vaskular sistemik dan tekanan perfusi.
Mendampingi penurunan konsentrasi reseptor β1 di jantung kemungkinan
bertanggung jawab atas kegagalan β agonis untuk mengobati CHF secara efektif.
Pengobatan jangka panjang dengan dosis farmakologis agonis β-adrenergik juga
dikaitkan dengan toksisitas miokard, sementara pengobatan CHF kronis dengan dosis
β blocker yang bijak adalah berkhasiat dengan mengatur reseptor β1-adrenergik.

Reseptor Asetilkolin
Reseptor kolinergik diklasifikasikan sebagai nikotinik dan muskarinik. Hubungan
antara stimulus dan respons pada reseptor nikotinik dan muskarinik berbeda (lihat
Tabel 3-6). Reseptor nikotin adalah reseptor ligand-gated, sedangkan reseptor
muskarinik adalah G protein linked.

Reseptor Nikotinik
Asetilkolin dapat mempengaruhi reseptor nikotinik di persimpangan neuromuskular,
pada ganglia otonom dan di SSP. Reseptor nikotin termasuk ke dalam superfamili
ligan-gated ion channel yang termasuk GABAA, 5-HT3, dan reseptor glisin. Reseptor
nikotinik jenis otot (muscle-type nicotinic reseptor) adalah protein membran (dua
subunit α, β, ε, dan δ) yang membentuk kanal ion nonselektif. Pada otot manusia,
subunit δ digantikan oleh subunit ε dalam 2 minggu pertama kehidupan. Perubahan
struktur ini mengubah reseptor dari satu reseptor dengan konduktansi rendah dan

78
durasi pembukaan yang panjang ke reseptor dengan konduktansi tinggi dan durasi
pembukaan yang singkat. Dalam kondisi imobilisasi dan luka bakar, reseptor tipe
janin diregulasi dan diekspresikan di luar neuromuscular junction, menghasilkan
pelepasan kalium yang berlebihan dalam menanggapi suksinilkolin.
Reseptor asetilkolin nikotinik di saraf terdiri dari 2 sampai 5 subunit α dengan atau
tanpa subunit 3 β. Sepuluh subunit α dan 3 β telah dikloning. Reseptor asetilkolin
nikotinik yang bertindak sebagai reseptor preganglionik pada sistem saraf simpatis
terutama terdiri dari subunit α3 dan β4. Reseptor nikotin di otak sebagian besar bersifat
presinaptik di mana mereka bertindak sebagai gain control pada pelepasan glutamat,
GABA, dopamin, norepineprin, dan serotonin. Mereka sangat diekspresikan di dalam
dan sekitar inti kolinergik yang memediasi gairah. Kombinasi α4 β2 juga sangat
terekspresikan di reward center yang mengarah pada potensi nikotin yang tinggi.
Aktivasi reseptor nikotin α4 β2 dan α7- type memiliki efek analgesik pada hewan dan
manusia dan ligan nikotinik dapat berfungsi sebagai analgesik adjuvant.

Table 3-7
Respoin Yang Ditimbulkan Oleh Stimulasi Selektif Reseptor Adrenergik
Reseptor α1 (post sinaptik)
Vasokonstriksi
Midriasis
Relaksasi saluran gastrointestinal
Kontraksi sfingter saluran gastrointestinal
Kontraksi sfingter kandung kemih
Reseptor α2 (Presinaptik)
Menghambat pelepasan norepinefrin
Reseptor α2 (posinaptik)
Agregasi platelet
Hiperpolarisasi sel pada system saraf pusat
Reseptor β1(posinaptik)
Meningkatkan kecepatan konduksi
Meningkatkan otomatisitas
Menigkatkan kontraktilitas
Reseptor β2 (posinaptik)
Vasofilatasi
Bronkodilatasi

79
Relaksasi gastrointestinal
Relaksasi kandung kemih
Relaksasi uterus
Glikogenolisis
Lipolysis
Reseptor dopamine1 (posinaptik)
Vasodilatasi
Reseptor dopamine 2 (presinaptik)
Menghambat pelepasan norepinefrin

Reseptor Muskarinik
Berbeda dengan ligan-gated nicotinic receptors, reseptor muskarinik termasuk dalam
super famili G protein-coupled receptor dan lebih homolog terhadap reseptor
adrenergik daripada reseptor nikotin. Lima reseptor muskarinik telah diidentifikasi.
Semua subtipe muskarinik diekspresikan di SSP tapi M 4 dan M5 sepertinya dibatasi di
SSP. Reseptor M1 penting pada ganglia otonom dan sekresi saliva dan sekresi
lambung. M2 dinyatakan dalam jantung dimana aktivasi memperlambat denyut
jantung dan memperlambat aktivitas nodal dan mengurangi kontraktilitas atrium.
Reseptor M3 dilibatkan dalam kontraksi otot polos dan akomodasi mata. Aktivasi
reseptor M3 menginduksi emesis dan antagonisme mereka dengan skopolamin
memiliki sifat antiemetik. Atropin adalah agonis muskarinik spektrum luas.

Transduksi Sinyal
Reseptor muskarinik menunjukkan mekanisme transduksi sinyal yang berbeda.
Reseptor ganjil (M1, M3, dan M5) berhubungan dengan Gq dan bekerja terutama
melalui hidrolisis fosfoinositida dan pelepasan kalsium intraselular, sedangkan
reseptor genap (M2 dan M4) bekerja terutama melalui protein Gi untuk mengatur
adenilat siklase.
Residual Autonomic Nervous System Tone (Nada Sistem Saraf Pasif Sisa)
Sistem saraf simpatis dan parasimpatis terus aktif, dan tingkat aktivitas basal ini
disebut simpatik atau parasimpatis tone. Nilai dari tone ini adalah bahwa hal itu
memungkinkan perubahan aktivitas sistem saraf simpatik atau parasimpatis untuk
memediasi peningkatan atau penurunan respons yang tipis pada organ yang diinervasi.
Misalnya, tone sistem saraf simpatik biasanya membuat 50 % pembuluh darah
konstriksi. Akibatnya, peningkatan atau penurunan aktivitas sistem saraf simpatik

80
menghasilkan perubahan yang sesuai pada resistensi vaskular sistemik. Jika nada
simpatik tidak ada, sistem saraf simpatik hanya bisa menyebabkan vasokonstriksi.
Selain stimulasi sistem saraf simpatik langsung yang terus-menerus, sebagian
tone simpatik keseluruhan mencerminkan sekresi norepineprin dan epinefrin oleh
medula adrenal. Tingkat istirahat normal sekresi norepineprin adalah sekitar 0,05
mg/kg per menit dan epinefrin sekitar 0,2 mg/kg per menit. Tingkat sekresi ini hampir
cukup untuk mempertahankan tekanan darah sistemik dalam rentang normal
meskipun semua sistem saraf simpatik langsung yang melekat pada sistem
kardiovaskular akan hilang.

Penentuan Fungsi Sistem Saraf Autonomik


Disfungsi otonom yang terkait dengan penuaan dan diabetes mellitus dapat
meningkatkan risiko pembedahan dan dapat dikaitkan dengan peningkatan morbiditas
dan mortalitas.87 Diagnosis neuropati otonomik pada pasien diabetes melitus
difasilitasi oleh tes fungsi kardiovaskular (Tabel 3-8). Tes yang melibatkan variabilitas
aktivitas pengukuran denyut jantung dari sistem saraf simpatis dan parasimpatis dan
mengawali perubahan dalam ukuran tekanan darah. Selain tes klinis fungsi otonom,
teknik sensitif untuk mengukur katekolamin plasma tersedia. Interpretasi data ini
dikacaukan oleh pengaruh lain. Konsentrasi epinefrin plasma (biasanya 100 sampai
400 pg / mL) mencerminkan pelepasan adrenal namun sangat bervariasi dengan
tekanan psikologis dan fisik. Konsentrasi norepineprin plasma (biasanya 100 sampai
400 pg / mL) mencerminkan sistem saraf simpatis dan aktivitas adrenal. Tidak seperti
kadar epinefrin plasma, konsentrasi norepineprin plasma mencerminkan kelebihan
dari neuroeffector junction, yang dapat mewakili 10% sampai 20% dari total
pelepasan dan bervariasi di antara berbagai sistem organ.

Table 3-8
Penilaian klinis funngsi distem sarah otonomik
Observasi klinis Metode pengukuran Nilai normal
System saraf parasimpatik
Respon denyut jantung Pasien meniup mulut, Rasio >1.21
terhadap valsava menjaga tekanan 40 mmHg
selama 15 detik
Rasio valsava adalh rasio

81
interval R-R paling panjang
pada elektrokardiogram
segera setelah dilepaskan
ke interval R-R terpendek
selama manuver.
Respon denyut jantung Denyut jantung diukur saat Rasio 1.03
terhadap berdiri pasien berubah dari posisi
terlentang hingga posisi
berdiri (meningkat
maksimal sekitar denyut ke
15 setelah berdiri dan
melambat maksimal sekitar
denyut ke 30).
Respon terhadap berdiri
dinyatakan sebagai rasio
“30:15” dan rasio interval
R-R terpanjang (sekitar
denyut ke 30) untuk
interval R-R terpendek
(sekitar denyut ke15).
Respon jantung terhadat Pasien bernapas dalam Perbadaan utama > 15
napas dalam selama 1 menit denyut /menit
Tingkat denyut jantung
maksimum dan minimum
selama setiap siklus diukur
dan rata-rata perbedaan
(denyut jantung maksimal
-denyut jantung minimum)
selama tiga siklus
pernapasan berturut-turut
diambil sebagai denyut
jantung minimum
maksimal.
System saraf simpatik
Respon tekanan darah Pasien mengubah posisi Perbedaan < 10 mmHg

82
terhadap berdiri dari dari telentang ke posisi
berdiri dan tekanan darah
sistolik berdiri berkurang
dari tekanan darah sistolik
supine
Respon tekanan darah Pasien mempertahankan Perbedaan < 10 mmHg
terhadap pegangan pegangan 30% dari tekanan
tangan yang maksimum hingga 5 menit
berkelanjutan Tekanan darah diukur
setiap menit dan tekanan
darah diastolic inisial
berkurang dari tekanan
diastolic sebelum pegangan
dilaepaskan.

Penuaan Dan Disfungsi System Saraf Otonom


Manifestasi klinis umum dari disfungsi sistem saraf otonom pada pasien lanjut usia
adalah hipotensi ortostatik, hipotensi postprandial, hipotermia, dan Heat stroke.
Respons ini mencerminkan keterbatasan kemampuan pasien lansia untuk
menyesuaikan diri dengan tekanan dengan vasokonstriksi dan vasodilatasi yang
dimediasi oleh sistem saraf otonom. Penurunan fungsi sistem saraf otonom pada
pasien lanjut usia disebabkan oleh fewer prejunctional terminals karena konsentrasi
epinefrin plasma dan jumlah reseptor β-adrenergik tidak berubah seiring
bertambahnya usia. Konsentrasi norepineprin plasma meningkat seiring bertambahnya
usia, menunjukkan defisit fisiologis primer pada mekanisme reuptake.88
Secara klinis, ada pelemahan respon fisiologis terhadap stimulasi β-adrenergik
pada lansia. Agonis β-adrenergik eksogen memiliki efek mendalam pada detak
jantung.89 Penurunan respons terhadap stimulasi adrenergik ini tampaknya
mencerminkan penurunan afinitas (jumlah reseptor yang tidak berubah) dari reseptor
β untuk neurotransmitter dan penurunan kopling dari stimulasi G protein dan unit
adenilat siklase.

Otonomik Neuropati Diabetik

83
Neuropati otonomik diabetik terjadi pada 20% sampai 40% pada pasien insulin
dependent diabetes. Manifestasi umum dari neuropati otonom diabetes meliputi
impotensi, diare, hipotensi postural, kelainan berkeringat, dan gastroparesis. Bila
impotensi atau diare merupakan satu-satunya manifestasi neuropati otonom, hanya
ada sedikit dampak pada kelangsungan hidup. Sebaliknya, angka kematian 5 tahun
bisa melebihi 50% bila hipotensi postural atau gastroparesis ada. Risiko anastesi
meningkat pada pasien diabetes dengan neuropati otonom yang terkait dengan
gastroparesis (bahaya aspirasi), hipotensi postural (ketidakstabilan hemodinamik), dan
merupakan penanda vaskulopati pada organ lain termasuk jantung.

Stimulasi Sistem Saraf Simpatis Kronis


Stimulasi sistem saraf simpatis dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas.
Pheochromocytoma ditandai dengan pelepasan katekolamin yang eksplosif. Bahkan
tanggapan fisiologis dan tekanan pembedahan menyebabkan hiperaktivitas sistem
saraf otonom berkelanjutan dapat menghasilkan respons metabolik dan endokrin.
Intervensi yang menurunkan respons stres selama periode perioperatif (infus epidural
kontinu anestetik lokal, pemberian obat pemblokir β-adrenergik secara perioperatif,
α2 agonis) dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas perioperatif. Anestesi dan
bahan pembantu inhalasi yang menghambat respons stress juga bermanfaat dalam
hasil jangka panjang setelah operasi.

Denervasi Akut
Penghapusan akut dari tone sistem saraf simpatis, seperti yang dihasilkan oleh
anestesi regional atau transeksi spinal cord, menghasilkan vasodilatasi maksimal
pembuluh darah (syok spinal). Dalam setting anestesi, ini bersifat sementara dan bisa
diobati dengan cairan atau vasokonstriktor. Dalam keadaan kronis, selama beberapa
hari, irama intrinsik otot polos vaskular meningkat, biasanya memulihkan
vasokonstriksi yang hampir normal.

Hipersensitivitas Denervasi
Hipersensitivitas denervasi adalah peningkatan responsivitas (penurunan ambang
batas) organ yang diinervasi pada norepineprin atau epinefrin yang berkembang
selama minggu pertama atau setelah gangguan akut pada asidosis sistem saraf
otonom. Mekanisme yang diduga untuk hipersensitivitas denervasi adalah proliferasi

84
reseptor (upregulasi) pada membran postsynaptic yang terjadi saat norepinefrin atau
asetilkolin tidak lagi dilepaskan pada sinap. Akibatnya, semakin banyak situs reseptor
tersedia untuk menghasilkan respons yang berlebihan saat tersedia neurotransmiter
yang beredar.

Medula Adrenal
Medula adrenal diinervasi oleh serat preganglionik yang melewati rantai simpatetik.
Akibatnya, serat ini lewat langsung dari sumsum tulang belakang ke medula adrenal.
Sel medula adrenal adalah derifat secara embriologis dari jaringan saraf dan analog
dengan neuron simpatetik postganglionik. Stimulasi sistem saraf simpatetik
menyebabkan pelepasan epinefrin (80%) dan norepineprin dari medula adrenal.
Dengan demikian, epinefrin dan norepineprin, dilepaskan oleh medula adrenal ke
dalam darah, berfungsi sebagai hormon dan bukan sebagai neurotransmiter.

Sintesis
Di medula adrenal, sebagian besar norepineprin yang disintesis diubah menjadi
epinefrin oleh aksi feniletanolamina-N-metiltransferase (lihat Gambar 337). Aktivitas
enzim ini ditingkatkan dengan kortisol, yang dibawa oleh sistem vaskular portal
intraadrenal langsung ke medula adrenal. Untuk alasan ini, setiap stres yang
melepaskan glukokortikoid juga menyebabkan peningkatan sintesis dan pelepasan
epinefrin.
Pelepasan
Peristiwa pemicu dalam pelepasan epinefrin dan norepinefrin dari medula adrenal
adalah pelepasan asetilkolin oleh serat kolinergik praganglionik. Asetilkolin bekerja
pada subunit α3 dan β4 yang mengandung reseptor nikotin, yang menghasilkan
perubahan permeabilitas (depolarisasi lokal) yang memungkinkan masuknya ion
natrium, kalium, dan kalsium melalui saluran asetilkolin nikotinat ekstraselular. Ion
kalsium menghasilkan ekstrusi, dengan eksositosis, dari vesikel sinapsis yang
mengandung epinefrin.
Norepineprin dan epinefrin dilepaskan dari medula adrenal menimbulkan
respons yang serupa dengan stimulasi langsung sistem saraf simpatetik.
Perbedaannya, bagaimanapun, adalah efeknya sangat berkepanjangan (10 sampai 30
detik) dibandingkan dengan durasi tindakan yang singkat pada reseptor yang
diproduksi oleh norepineprin yang dilepaskan sebagai neurotransmiter dari ujung

85
saraf simpatis postganglionik. Efek berkepanjangan epinefrin dan norepineprin yang
dilepaskan oleh medula adrenal mencerminkan waktu yang diperlukan untuk
metabolisme zat ini oleh COMT dan MAO.
Sirkulasi norepineprin dari medula adrenal menyebabkan vasokonstriksi
pembuluh darah, penghambatan saluran pencernaan, peningkatan aktivitas jantung,
dan pelebaran pupil (lihat Tabel 3-4). Efek dari epinefrin yang bersirkulasi berbeda
dengan norepineprin karena efek jantung dan metabolik epinefrin lebih besar,
sedangkan relaksasi pembuluh darah pada otot rangka mncerminkan dominasi β
dibandingkan efek α pada konsentrasi rendah epinefrin. Sirkulasi norepineprin dan
epinefrin dilepaskan oleh medula adrenal dan bertindak sebagai hormon dapat
menggantikan sistem saraf simpatis yang merupakan inervasi organ. Peran penting
lainnya dari medula adrenal adalah kemampuan mengedarkan norepineprin dan
epinefrin untuk merangsang area tubuh yang tidak secara langsung diinervasi oleh
sistem saraf simpatetik. Misalnya, tingkat metabolisme semua sel dapat dipengaruhi
oleh hormon yang dilepaskan dari medula adrenal, meskipun sel-sel ini tidak secara
langsung diinervasi oleh sistem saraf simpatik.

Termoregulasi
Suhu tubuh ditentukan oleh hubungan antara produksi panas dan disipasi panas. Panas
terus diproduksi di dalam tubuh sebagai produk metabolisme. Seiring panas
dihasilkan, juga terus lepas ke lingkungan. Mamalia adalah homeotherm. Produksi
panas dan kehilangan panas disesuaikan untuk mengatur suhu tubuh dalam batas
sempit. Suhu tubuh inti normal berkisar antara 36 ° C sampai 37,5 ° C dan mengalami
fluktuasi sirkardian, terendah di pagi hari dan tertinggi di malam hari. Hal ini
konsisten dengan penurunan tingkat metabolisme basal 10% sampai 15% selama tidur
fisiologis, yang diduga mencerminkan penurunan aktivitas otot rangka dan sistem
saraf simpatis. Diperkirakan 55% energi dalam nutrisi diubah menjadi panas selama
pembentukan adenosin trifosfat. Kebutuhan kalori harian rata-rata untuk fungsi basal
sekitar 2.000 kalori.

Pelepasan Panas
Mekanisme penting pelepasan panas dari tubuh meliputi radiasi, konduksi, konveksi,
dan penguapan. Kontribusi relatif mereka bervariasi, dan bergantung pada keadaan
lingkungan. Kulit adalah rute yang paling penting untuk disipasi panas, sedangkan

86
paru-paru terhitung hanya sekitar 10% dari kehilangan panas. Dalam keadaan yang
khas, kebanyakan panas (sekitar 60%) hilang akibat radiasi. Benda hangat
memancarkan energi dalam bentuk radiasi, terutama di kisaran inframerah, tidak
tergantung pada suhu udara sekitar. Manusia yang tidak berpakaian adalah sumber
panas radian yang luar biasa. Kehilangan panas radiasi yang signifikan dapat terjadi
dari pasien yang tidak berpakaian di ruang operasi. Pada inkubator bayi, terjadi
kehilangan panas radiasi dari bayi yang terpajan. Kehilangan panas radiasi dilawan
dengan memanaskan permukaan di sekitarnya, sehingga kehilangan panas yang
merata diimbangi oleh penyerapan panas radiasi dari permukaan di dekatnya.
Hilangnya panas radiasi juga dilawan oleh selimut, yang menyerap dan kemudian
mengembalikan radiasi panas. Contoh ekstremnya adalah "space blanket" yang secara
langsung merefleksikan radiasi infra merah kembali ke arah pasien.
Konduksi panas dari tubuh terjadi dengan kontak langsung dengan benda
yang lebih dingin; misalnya antara pasien dan udara dingin atau kasur yang
berdekatan. Luas permukaan konduksi, perbedaan suhu, dan kapasitas panas
mempengaruhi perpindahan panas secara konduktif. Kehilangan konduktif pada udara
masih terbatas karena lapisan stasioner udara di sebelah kulit berfungsi sebagai
isolator yang baik. Udara memiliki kapasitas panas yang sangat rendah dan
menghangat dengan cepat, sehingga segera menghilangkan gradien suhu. Pada
manusia, piloereksi mengurangi kehilangan panas dengan menjebak lapisan udara di
sebelah kulit.
Meskipun konduksi murni menyumbang, 5% kehilangan panas, kehilangan
panas konduktif ke udara sangat difasilitasi oleh gerakan udara dan disebut konveksi
atau konduksi yang difasilitasi. Dengan demikian, kipas angin terasa nyaman di hari
musim panas karena memudahkan panas yang hilang. Tingkat kerugian konvektif
bergantung pada suhu udara dan kecepatannya (fenomena "angin dingin"). Konveksi
menyumbang sekitar 15% sampai 30% kehilangan panas di ruang operasi, namun
meningkat secara signifikan di lingkungan dengan angin kencang yang tinggi seperti
unit aliran laminar. Namun, kehilangan panas konvektif yang signifikan terjadi
bahkan di lingkungan reaktor karena udara hangat naik agar diganti dengan udara
dingin yang lebih dingin, sehingga menjaga aliran udara kutan.
Kehilangan panas evaporatif penting karena energi yang signifikan dibutuhkan
untuk menguapkan air. Penguapan dari kulit menyumbang sekitar 20% dari total
kehilangan panas. Besarnya kerugian penguapan tergantung pada kelembaban

87
lingkungan, area permukaan kulit terbuka, adanya diaphoresis, luka dan paparan usus,
dan penerapan cairan ke kulit (prep solution). Penguapan adalah satu-satunya
mekanisme dimana tubuh dapat menghilangkan kelebihan panas saat suhu di
sekitarnya lebih tinggi dari pada kulit. Diaporesis terjadi sebagai respons terhadap
stimulasi area preoptik hipotalamus. Individu normal memiliki produksi keringat
maksimal sekitar 700 mL per jam. Dengan paparan terus menerus ke lingkungan yang
hangat, produksi keringat bisa meningkat menjadi 1.500 mL per jam. Penguapan
jumlah keringat ini bisa menghilangkan panas dari tubuh dengan laju 10 kali laju
normal produksi panas. Akun penguapan untuk dua pertiga kehilangan panas dari
saluran pernafasan. Panas yang menguapkan dan kehilangan cairan merupakan
pertimbangan penting selama operasi di mana sebagian besar usus lembab terkena
penguapan. Penurunan suhu inti juga mengikuti infus cairan intravena dingin dan
produk darah.

Regulasi Temperatur Tubuh


Suhu tubuh diatur oleh mekanisme umpan balik yang sebagian besar dimediasi oleh
nukleus preoptik hipotalamus anterior,96 yang mengintegrasikan input aferen dari
termoreseptor di kulit, jaringan dalam, dan sumsum tulang belakang. Input
termoregulator aferen dimodulasi di batang otak dan sumsum tulang belakang
sebelum tiba di hipotalamus. Neuron sensitif panas di nucleus preoptik menerima
input termal tambahan dari daerah ekstrahipotalamik otak. Respons refleks terhadap
dingin (vasokonstriksi, piloereksi, menggigil, dan thermogenesis nonshivering)
berasal dari hipotalamus posterior. Respon refleks terhadap panas (vasodilatasi,
berkeringat) berasal dari hipotalamus anterior.
Termostat hipotalamus mendeteksi perubahan suhu tubuh dan memulai
termorespons otonom, somatik, dan endokrin saat berbagai set point tercapai. Namun,
pada individu terjaga, respons perilaku (memakai jaket) biasanya terjadi sebelum suhu
inti mencapai set point. Jika respons perilaku terhadap hipotermia gagal atau
dihapuskan dengan anestesi, termostat hipotalamus menstimulasi vasokonstriksi pada
36,5° C dan menggigil pada 36,2° C. Akibatnya, laju perpindahan panas ke kulit
menurun, produk panas meningkat dari menggigil, dan suhu tubuh meningkat.
Ada rentang suhu inti normal yang sempit, 36,7° C sampai 37,1° C, di mana
respons termoregulator tidak dipicu. Anestesi umum menghilangkan banyak
kemampuan untuk mengatur suhu melalui vasodilatasi obat dan relaksasi otot.

88
Pemeliharaan suhu tubuh pada nilai yang mendekati optimum untuk aktivitas enzim
menjamin laju metabolisme konstan, fungsi enzim optimal, konduksi sistem saraf, dan
kontraksi otot skelet. Bahkan hipotermia sederhana (36° C) mengurangi metabolisme
obat, menunda munculnya anestesi. Hipertermia bahkan kurang dapat ditoleransi
dengan baik, karena denaturasi protein dimulai sekitar 42° C.

Nonshivering Thermogenesis
Termogenesis nonshivering (disebut termogenesis kimia) adalah peningkatan laju
metabolisme seluler pada jaringan adiposa coklat yang ditimbulkan oleh stimulasi
sistem saraf simpatis atau dengan katekolamin yang beredar. Pada orang dewasa, yang
hampir tidak memiliki lemak coklat, sangat jarang bahwa thermogenesis kimia
meningkatkan laju produksi panas sebesar 0,15%. Pada bayi, bagaimanapun,
termogenesis kimiawi pada lemak coklat yang terletak di ruang interskapular dan
sekitar pembuluh besar di dada dan perut dapat meningkatkan laju produksi panas
sebanyak 200%. Berbeda dengan depot lemak lainnya, lemak coklat mengandung
sejumlah besar mitokondria dan memiliki persendian simpatik yang luas. Di dalam
mitokondria ini, generasi adenosin trifosfat tidak digabungkan karena fosforilasi
oksidatif disingkat untuk menghasilkan panas. Proses ini tergantung pada protein
uncoupling (UCP 1). Lipolisis dan pembangkitan panas dalam lemak coklat dimediasi
melalui reseptor β-adrenergik.

Menggigil
Aktivitas otot skelet merupakan sumber panas utama. Menggigil meningkatkan
produksi panas tubuh sebagai respons terhadap penurunan suhu inti. Daerah
hipotalamus posterior yang bertanggung jawab atas respons terhadap hipotermia
mengendalikan refleks menggigil. Menggigil terjadi karena keduanya meningkatkan
lalu lintas motor melalui neuron motor anterior dan untuk pengaturan regangan
refleks peregangan otot. Namun, menggigil tidak efisien dan menginduksi permintaan
metabolik yang signifikan. Pasien yang terbangun menggigil sangat tidak enak

Penyebab Peningkatan Temperatur Tubuh


Berbagai kelainan dapat meningkatkan suhu tubuh. Gangguan yang diakibatkan oleh
kegagalan thermoregulatory (produksi panas metabolik yang berlebihan, panas
lingkungan yang berlebihan, dan disipasi panas yang terganggu) ditandai dengan tepat

89
sebagai hipertermia, sedangkan respon homeostatik yang utuh dikategorikan sebagai
demam (Tabel 3-9).
Pada keadaan hipertermia, set point hipotalamus normal tapi mekanisme
perifer tidak dapat mempertahankan suhu tubuh yang sesuai dengan set point.
Sebaliknya, demam terjadi ketika set poin hipotalamus meningkat dengan aksi
mensirkulasi sitokin pirogenik, menyebabkan mekanisme periferal utuh untuk
menjaga dan menghasilkan panas sampai suhu tubuh meningkat ke set poin.
Meskipun perbedaan fisiologisnya, hipertermia dan demam tidak dapat dibedakan
secara klinis berdasarkan tinggi suhu atau polanya. Namun, penanganan klinis
hipertermia dan demam sangat berbeda. Pengobatan hipertermia harus diarahkan
untuk mendorong disipasi panas dan menghentikan produksi panas yang berlebihan
(misalnya pemberian dantrolene untuk hipertermia ganas), sedangkan pengobatan
demam harus diarahkan untuk identifikasi dan pemberantasan pirogen dan
menurunkan set poin regulasi dengan obat antipiretik. seperti aspirin, asetaminopen,
dan inhibitor cyclooxygenase.

Table 3-9
Penyebab hipotermia
Kelaiana yang berhubungan dengan peningkatan produksi panas
Hipertemia malignan
Neuroleptic malihnan sindrom
Thuroxicosis
Delirium tremens
Pheochromocytoma
Salicylate intoxication
Penyalah gunaan obat (kokain, amfetamin, MDMA)
Status epilepticus
Hipertermia exertional
Kelainan yang berhubungan dengan penurunana pelepasan panas
Disfungsi system saraf otonom
Antikolinergik
Penyalahgunaan obat (kokain)
Dehidrasi
Occlusive dressing

90
Heat stroke
Kelainan yang berhubungan dengan disfungsi hipotalamus
Trauma
Tumor
Disfungsi hipotalamus idiopatik
Cerebrovascular accidents
Enchepalitis
Sindrom neuroleptic malignan

Demam
Pirogens adalah racun bakteri dan virus yang secara tidak langsung menyebabkan set
poin dari termostat hipotalamus meningkat. Pirogen bakteri merangsang sel-sel
inflamasi host (mononuklear fagosit) untuk menghasilkan pirogen endogen, termasuk
interleukin, prostaglandin, dan faktor nekrosis tumor. Virus tidak melepaskan pirogen
secara langsung, namun merangsang sel yang terinfeksi untuk melepaskan interferon
α dan β yang bertindak sebagai pirogen endogen. Semua pirogen endogen yang
diketahui adalah polipeptida dan oleh karena itu tidak mungkin melewati sawar darah
otak. Namun, pirogen endogen memiliki tindakan di organum vaskulosum dari lamina
terminalis (OVLT), yang merupakan struktur yang berdekatan dengan ventrikel lateral
yang berada di luar sawar darah otak. Kemungkinan pirogen endogen yang bekerja di
OVLT membangkitkan pelepasan prostaglandin di SSP, yang menyebabkan
rangsangan nukleus preoptik dan generasi respons demam.

Kedinginan
Resetting termostat hipotalamus yang tiba-tiba ke tingkat yang lebih tinggi karena
kerusakan jaringan, pirogen, atau dehidrasi, menyebabkan jeda antara suhu darah dan
set point hipotalamus yang baru. Selama periode ini, orang tersebut mengalami
kedinginan dan terasa dingin meski suhu tubuh bisa meningkat. Kulitnya dingin
karena vasokonstriksi kutaneous. Nyeri terus berlanjut sampai suhu tubuh meningkat
ke titik setel termostat hipotalamus yang baru. Selama proses yang menyebabkan
termostat hipotalamus diatur pada tingkat yang lebih tinggi, suhu inti tubuh akan tetap
meningkat di atas normal. Menghilangkan faktor menyebabkan suhu tubuh tetap
meningkat secara tiba-tiba yang disertai dengan diaphoresis intens dan perasaan
hangat karena vasodilatasi kulit secara umum.

91
Aliran Darah Kutaneus
Aliran darah kutaneous merupakan penentu utama pelepasan panas. Sirkulasi kulit
adalah salah satu variabel yang paling bervariasi dalam tubuh, yang mencerminkan
peran utamanya dalam pengaturan suhu tubuh sebagai respons terhadap perubahan
tingkat metabolisme dan suhu lingkungan luar. Kebutuhan metabolik kulit sangat
rendah sehingga aliran darah kutaneous khas sekitar 10 kali lebih tinggi daripada
kebutuhan untuk memasok kebutuhan nutrisi pada kulit.
Aliran darah kutaneous sebagian besar diatur oleh sistem saraf simpatis.
Struktur vaskular yang berkaitan dengan kehilangan panas dari kulit terdiri dari
pleksus vena subkutan yang dapat menahan sejumlah besar darah. Sirkulasi kulit dari
jari tangan, telapak tangan, jari kaki, dan telinga memiliki anastomosis arteriovenosa
yang diinervasi dengan baik yang memfasilitasi pelepasan panas yang signifikan.
Pada orang dewasa, aliran darah kutaneous total tipikal sekitar 400 mL per menit.
Aliran ini bisa turun hingga 50 mL per menit dalam kondisi dingin yang parah dan
bisa meningkat hingga 2.800 mL per menit dalam keadaan panas yang ekstrim. Pasien
dengan fungsi jantung borderline dapat menjadi simtomatik di lingkungan yang panas
karena jantung mencoba untuk memasok aliran darah yang meningkat ke kulit.
Selama perdarahan akut, sistem saraf simpatis dapat menghasilkan vasokonstriksi
kutaneous yang cukup untuk mentransfer sejumlah besar darah ke dalam sirkulasi
sentral. Dengan demikian, vena kulit bertindak sebagai reservoir darah penting yang
dapat memasok 5% sampai 10% volume darah pada saat dibutuhkan. Perdarahan akut
mungkin kurang ditolerir dengan baik di lingkungan yang hangat karena respons
vasodilator hipotalamus dapat menggantikan respons vasokonstriktor terhadap
hipovolemia. Anestesi inhalasi meningkatkan aliran darah kutaneous, mungkin
dengan menghambat pusat pengatur hipotalamus yang mengatur suhu.

Warna Kulit
Warna kulit pada individu berkulit terang dengan ekspresi melanin sedikit pada
prinsipnya karena warna darah di kapiler dan pembuluh darah kutaneous. Kulit
memiliki rona merah muda saat darah arteri mengalir dengan cepat melalui jaringan
ini. Sebaliknya, bila kulit dingin dan darah mengalir perlahan, pengangkatan oksigen
untuk keperluan nutrisi memberi kulit rona kebiruan (sianosis) pada darah
terdeoksigenasi. Vasokonstriksi parah pada kulit memaksa sebagian besar darah ini ke

92
dalam sirkulasi sentral, dan kulit mengambil rona keputihan (pucat) jaringan ikat yang
mendasarinya, yang terutama terdiri dari serat kolagen.

Perubahan Temperature Perioperatif


Sistem termoregulasi mengandung tiga elemen kunci: masukan aferen, pemrosesan
pusat, dan respon eferen. Anestesi umum mempengaruhi ketiga elemen dan anestesi
regional mempengaruhi komponen aferen dan eferen. Dengan demikian, anestesi dan
pembedahan di lingkungan yang sejuk membuat hipotermia perioperatif terjadi (Tabel
3-10) .98,99 Anestesi umum dan regional meningkatkan kisaran antar batas sampai 4,0°
C, kira-kira 20 kali rentang normal. Biasanya, ambang batas untuk berkeringat dan
vasodilatasi meningkat sekitar 1° C, dan ambang batas untuk vasokonstriksi dan
menggigil berkurang sekitar 3° C. Akibatnya, pasien anestesi relatif poikilotermal,
dengan suhu tubuh yang ditentukan oleh lingkungan. Anestesi menghambat
termoregulasi dengan cara yang tergantung dosis dan menghambat vasokonstriksi dan
menggigil kira-kira tiga kali lebih banyak karena membatasi keringat (Gambar 3-38).
Alfentanil dan propofol juga menurunkan ambang batas vasokonstriksi dan
berkeringat. Anestesi volatil seperti isofluran dan desflurane menurunkan suhu
ambang batas untuk respon dingin secara nonlinear. Termogenesis nonshivering tidak
terjadi selama anestesi umum pada orang dewasa atau bayi.

Tabel 3-10
Kejadian yang berkontribusi untuk menurunkan temperature tubuh selama operasi
Mengatur ulang thermostat hipotalamus
Suhu lingkungan <21°C
Pemberian cairan intravena yang tidak dihangatkan
Obat yang menginduksi vasodilatasi
Penurunanan rate metabolism basal
Menguarangan respon menggigil
Bagian inti yang terpapar suhu lingkungan
Jantung perlu untuk melelbabkan gas kering yang dihirup

93
Gambar 3-38
Perubahan ambang
termoregulatori untuk
berkeringat, vasokonstriksi,
dan menggigil dengan adanya
peningkatan konsentrasi
anestesi inhalasi atau
disuntikkan (From Sessler DI. Mild
perioperative hypothermia. N Engl J
Med. 1997;336:1630–1637, with
permission.)

Gambar 3-39
Representasi grafis dari pola
suhu inti triphasik khas yang
terjadi setelah induksi
anestesi. Perhatikan bahwa
dataran tinggi fase 3 mungkin
tidak terjadi, terutama selama
anestesi regional atau selama
anestesi regional dan umum
gabungan. Meskipun suhu inti
diawetkan selama dataran
tinggi fase 3, panas akan terus
hilang ke lingkungan dari
kompartemen perifer.

Urutan Perubahan Suhu selama Anestesi


Pada individu yang terjaga, panas tubuh tidak merata. Vasokonstriksi termoRegulasi
tonik mempertahankan gradien suhu antara inti dan pinggiran 2° C sampai 4° C.
Kompartemen inti, yang terisolasi dari lingkungan oleh kompartemen perifer, terdiri
dari jeroan utama dan termasuk kepala, dada, perut, dan panggul. Di bawah anestesi
umum, vasokonstriksi tonik dilemahkan dan panas yang terkandung dalam

94
kompartemen inti akan bergerak ke pinggiran, sehingga memungkinkan suhu inti
menurun menuju ambang turun anestesi yang diinduksi untuk vasokonstriksi. Inti
redistribusi panas perifer bertanggung jawab atas penurunan suhu inti 1° C sampai 5°
C yang terjadi selama jam pertama anestesi umum (Gambar 3-39). Untuk alasan ini,
perlindungan dari kehilangan panas pada awal prosedur operasi penting untuk
mengurangi gradien suhu dari lingkungan ke kompartemen perifer karena energi
panas yang signifikan telah didorong ke pinggiran.
Setelah satu jam pertama anestesi umum, suhu inti biasanya menurun pada
tingkat yang lebih lambat. Penurunan ini hampir linier dan terjadi karena kelanjutan
kehilangan panas ke lingkungan melebihi produksi metabolik panas. Setelah 3 sampai
5 jam anestesi, suhu inti sering berhenti menurun (lihat Gambar 3-39). Dataran tinggi
termal ini mungkin mencerminkan keadaan mapan di mana kehilangan panas sama
dengan produksi panas. Jenis kondisi mapan termal ini sangat mungkin terjadi pada
pasien yang terisolasi dengan baik atau secara efektif menghangat. Namun, jika
pasien menjadi cukup hipotermia, aktivasi vasokonstriksi termoregulator akan terjadi,
mengurangi kehilangan panas kutan dan menahan panas di kompartemen inti.
Vasokonstriksi intraoperatif dengan demikian membangun kembali gradien suhu inti-
ke-simpul normal dengan mencegah hilangnya panas metabolik yang terpusat ke
jaringan perifer. Meskipun vasokonstriksi secara efektif dapat mempertahankan
dataran tinggi inti, suhu tubuh rata-rata dan kandungan panas keseluruhan tubuh terus
menurun seiring berlanjutnya penghilangan panas yang terjadi dari kompartemen
perifer ke lingkungan. Karena vasokonstriksi refleks biasanya efektif dalam
mempertahankan suhu inti, suhu inti intraoperatif jarang menurunkan tambahan 1° C
yang diperlukan untuk memicu penggaraman selama anestesi umum.
Meskipun anestesi regional diperkirakan memiliki efek minimal pada
pemrosesan pusat dan integrasi respons termoregulatori, masukan dingin aferen dari
tubuh bagian bawah dapat diganti dengan rasa kehangatan dari vasodilatasi kulit.
Penurunan suhu inti yang serupa atau lebih besar dengan yang dialami selama anestesi
umum dapat terjadi selama teknik spinal atau epidural meskipun ada sensasi
kehangatan. Penurunan suhu redistributif awal mungkin kurang terjal selama anestesi
regional karena vasodilatasi dibatasi pada daerah yang tersumbat. Namun, karena
vasokonstriksi refleks dihapuskan di bawah tingkat blok, fase dataran tinggi yang
terlihat selama anestesi umum mungkin tidak terjadi selama anestesi regional (lihat
Gambar 3-39). Memang, suhu inti bisa menurun secukupnya selama anestesi regional

95
untuk memicu respons menggigil. Namun, kemampuan menggigil refleks untuk
menghasilkan panas sangat dilemahkan karena dibatasi pada tubuh bagian atas yang
tidak terblokir. Risiko hipotermia inti yang signifikan selama anestesi regional sangat
mendukung penggunaan rutin pemantauan suhu. Gabungan teknik anestesi umum dan
regional mempengaruhi pasien dengan tingkat kehilangan panas yang lebih tinggi
daripada teknik yang digunakan sendiri.

Efek Menguntungkan Dari Hipotermia Perioperatif


Konsumsi oksigen turun sekitar 5% sampai 7% per derajat Celsius pendinginan.
Dengan demikian, penurunan suhu inti rata-rata 1° C sampai 3° C di bawah normal
memberikan perlindungan substansial terhadap iskemia serebral dan hipoksemia
arteri. Memang, hipotermia yang diinduksi sampai 28° C, seperti yang digunakan
selama bypass kardiopulmoner, akan mengurangi tingkat metabolisme serebral
sebesar 50%. Hipotermia ringan (33° C sampai 36° C) dapat direkomendasikan
selama operasi yang kemungkinan terkait dengan iskemia serebral seperti
endarterektomi karotis, kliping aneurisma, dan operasi jantung Operasi yang
melibatkan penjepitan aorta dapat membahayakan perfusi medula spinalis dan
mungkin juga mendapat manfaat dari peningkatan margin keamanan yang diberikan
oleh hipotermia ringan. Hipotermia ringan juga memperlambat pemicu hipertermia
ganas. Di luar ruang operasi, telah ada minat baru pada hipotermia ringan selama
resusitasi orang yang selamat dari serangan jantung, stroke, cedera otak traumatis,
102.103
infark miokard akut, dan cedera akibat kelahiran, meskipun percobaan besar
baru-baru ini menunjukkan bahwa hipotermia kurang protektif daripada yang
diperkirakan.104,105 Manfaat utama dari hipotermia ringan timbul dari penurunan
permintaan metabolik. Pendekatan tipikal untuk mencapai hipotermia ringan
seringkali meliputi pendinginan permukaan. Namun, pendinginan permukaan dapat
menyebabkan menggigil, yang akan menunda pendinginan inti.

Konsekuensi Buruk Hipotermia Peerioperatif


Hipotermia perioperatif dapat menjadi predisposisi beberapa komplikasi yang
signifikan (Tabel 3-11). Ini termasuk menggigil pasca operasi (meningkatkan tingkat
metabolisme dan kerja jantung secara signifikan) dan koagulasi yang terganggu
(fungsi platelet yang terganggu, penurunan aktivasi kaskade koagulasi). Memang,
koagulopati yang disebabkan oleh hipotermia dikaitkan dengan peningkatan

96
kebutuhan transfusi. Penurunan suhu 1° C dikaitkan dengan pengurangan kebutuhan
anestesi 5% (MAC) dan peningkatan kelarutan darah/gas volatil. Metabolisme obat
menurun akibat hipotermia, terutama obat nondepolarizing neuromuscular-blocking.
Faktor-faktor ini semua berkonspirasi untuk menunda munculnya anestesi dan
menunda pemulihan debit kamar. Hipotermia juga merusak penyembuhan luka dan
dikaitkan dengan penurunan resistensi terhadap infeksi luka bedah.100 Mekanisme
yang mendasari dianggap sebagai vasokonstriksi yang disebabkan hipotermia, yang
mengurangi perfusi luka dan tekanan parsial oksigen jaringan lokal. Abnormalitas
perioperatif juga dikaitkan dengan pelepasan rumah sakit yang tertunda dan keadaan
katabolik yang meningkat. Menggigil terjadi pada kira-kira 40% pasien tidak
bersenjata yang sembuh dari anestesi umum dan dikaitkan dengan aktivasi sistem
saraf simpatik yang substansial dan ketidaknyamanan akibat sensasi dingin.
Hipotermia inti sama dengan penurunan 1,5° C tiga kali lipat kejadian takikardia
ventrikel dan kejadian kardiak yang tidak sehat.

Table 3-11
Konsekuensi Buruk dari Perioperative Hypothermia
Dampak buruk Mekanisme
Peningkatan perdarahan saat operasi Koagulopati dan disfungsi platelet
Peningkatan morbid cardiac event Peningkatan beban kerja miokard
Disritmia dan iskemia miokard Peningkatan aktivitas simpatetik
Infeksi luka Vasokonstriksi vasokonstriksi yang
diperantarai simpatis
Keterlambatan Penyembuhan luka Penurunan metabolisme obat dan
peningkatan kelarutan agen volatil,
penurunan MAC
Keterlambatan Kemunculan anestesi
Keterlambatan keluar dari ruang Menggigil post anastesi, keterlambatan
pemulihan pemulihan

Pengukuran Suhu Perioperative


Efek fisiologis yang merugikan dari perubahan pada Suhu tubuh adalah alasan kuat
untuk dipantau suhu tubuh selama anestesi. Kecuali hipotermia Secara khusus
ditunjukkan, seperti untuk perlindungan terhadap jaringan Iskemia, dianjurkan agar

97
suhu inti intraoperatif dijaga pada suhu ≤36 ° C.100 Mengukur suhu dari 25%
esofagus yang lebih rendah (sekitar 24 cm di luar tulang rawan kalsetat atau situs
jantung yang paling keras Suara terdengar melalui stetoskop esofagus) memberi a
perkiraan yang dapat diandalkan untuk darah dan suhu serebral. Bacaan di tempat lain
di kerongkongan lebih mungkin terjadi dipengaruhi oleh suhu gas yang dihirup.
Nasopharyngeal Suhu probe diposisikan di belakang lembut langit-langit memberikan
ukuran yang kurang dapat diandalkan pada suhu serebral daripada probe esofagus
yang diposisikan dengan benar. Kebocoran gas di sekitar tabung trakea juga dapat
mempengaruhi nasofaring pengukuran suhu Memproduksi panas bakteri di saluran
cerna, darah dingin kembali dari tungkai bawah, dan isolasi probe oleh tinja, semua
bisa mempengaruhi suhu rektal. Suhu kandung kemih juga tunduk pada waktu respon
yang berkepanjangan, terutama jika aliran urin adalah, 270 mL per jam. 107 membran
Tympanic dan suhu kanal aural memberikan respon yang cepat dan perkiraan akurat
suhu hipotalamus dan berkorelasi baik dengan suhu kerongkongan. Potensi kerusakan
pada membran timpani telah membatasi penerimaan dari probe membran timpani.
Namun, inframerah termometer memungkinkan pengukuran atheik timpani suhu.
Namun, keakuratan inframerah individu termometer bergantung pada desain
instrumental dan posisi. Termistor dalam kateter arteri pulmonalis berikan perkiraan
suhu tubuh yang terbaik tapi invasif Suhu kulit tidak memberi informasi selain suhu
area kulit itu.

Pencegahan Hipotermia Perooperatif


Pemanasan saluran nafas pasif dan aktif dan humidifikasi sedikit berkontribusi pada
pengelolaan panas perioperativen pada orang dewasa karena, 10% panas metabolik
hilang melalui ventilasi. Setiap liter cairan intravena pada suhu kamar yang
dimasukkan ke dalam pasien dewasa, atau setiap unit darah pada suhu 4° C
menurunkan suhu inti rata-rata sekitar 0,25° C. Dalam hal ini, pemberian cairan tak
bersenjata secara nyata dapat menurunkan suhu tubuh. Pemanasan cairan tomnear 37°
C berguna untuk mencegah hipotermia, terutama jika volume cairan yang besar
diinfuskan.
Kulit adalah sumber utama hilangnya panas selama anestesi dan pembedahan,
meskipun penguapan dari sayatan bedah yang besar mungkin juga penting.
Temperatur ambien yang tinggi mempertahankan normothermia pada pasien yang
diberi anestesi, namun suhu 0,25 ° C tidak nyaman untuk personil ruang operasi.

98
Meliputi kulit dengan tirai bedah atau selimut bisa mengurangi kehilangan panas pada
kulit. Lapisan tunggal isolator menurunkan kehilangan panas kira-kira 30%, namun
lapisan tambahan tidak meningkatkan keuntungan secara proporsional. 108 Oleh karena
itu, pemanasan aktif diperlukan untuk mencegah hipotermia intraoperatif. Pemanasan
dengan paksa mungkin merupakan metode yang paling efektif yang tersedia,
walaupun metode atau kombinasi metode yang mempertahankan suhu tubuh inti
mendekati 36° C dapat diterima (Gambar 3-40). Kasur air hangat yang beredar
umumnya tidak efektif karena aliran darah kutaneous ke belakang terbatas pada posisi
telentang. Pasien yang menjalani operasi kecil di lingkungan yang hangat mungkin
tidak memerlukan pemanasan aktif, sementara pemanasan udara paksa, sendiri atau
dikombinasikan dengan pemanasan fluida, sangat membantu untuk menjaga suhu inti
intraoperatif normal pada kebanyakan kasus lainnya.

Gambar 3-40
Efek teknik pemanasan yang berbeda
pada suhu tubuh rata-rata diplotkan
sesuai dengan jam pengobatan yang
telah berlalu (atas) dan perubahan
suhu tubuh rata-rata sesuai dengan
volume cairan yang diberikan
(bagian bawah). From Sessler DI. Mild
perioperative hypothermia. N Engl J Med.
1997;336:1630–1637, with permission.)

DAFTAR PUSTAKA

1. Alkire MT, Hudetz AG, Tononi G. Consciousness and anesthesia. Science.


2008;322:876–880.

99
2. Hartline DK, Colman DR. Rapid conduction and the evolution of giant axons and
myelinated fibers. Curr Biol. 2007;17:R29–R35.
3. Guyton AC, Hall JE. Textbook of Medical Physiology. 10th ed. Philadelphia, PA:
Saunders; 2000.
4. Perreault L, Drolet P, Farny J. Ulnar nerve palsy at the elbow after general
anaesthesia. Can J Anaesth. 1992;39:499–503.
5. Berne RM, Levy MN, Koeppen BM, et al. Physiology. 5th ed. St. Louis, MO:
Mosby; 2004.
6. Ackerman MJ, Clapham DE. Ion channels-basic science and clinical disease. N
Engl J Med. 1997;336:1575–1586.
7. Zecharia AY, Nelson LE, Gent TC, et al. The involvement of hypothalamic sleep
pathways in general anesthesia: testing the hypothesis using the GABAA receptor
beta3N265M knock-in mouse. J Neurosci. 2009;29:2177–2187.
8. Hudspith MJ. Glutamate: a role in normal brain function, anaesthesia, analgesia and
CNS injury. Br J Anaesth. 1997;78:731–747.
9. Sonner JM. A hypothesis on the origin and evolution of the response to inhaled
anesthetics. Anesth Analg. 2008;107:849–854.
10.Gelman AC. G proteins: transducers of receptor-generated signals. Annu Rev
Biochem. 1987;56:615–649.
11.Maze M. Transmembrane signaling and the Holy Grail of anesthesia.
Anesthesiology. 1990;72:959–961.
12.Schwinn DA. Adrenoceptors as models for G protein-coupled receptors: structure,
function, and regulation. Br J Anaesth. 1993;71:77–85.
13.Doyle GA, Sheng XR, Lin SS, et al. Identification of five mouse muopioid
receptor (MOR) gene (Oprm1) splice variants containing a newly identifi d
alternatively spliced exon. Gene. 2007;395:98–107.
14. Ward CW, Lawrence MC. Ligand-induced activation of the insulin receptor: a
multi-step process involving structural changes in both the ligand and the
receptor. Bioessays. 2009;31:422–434.
15. Bourne HR. How receptors talk to trimeric G proteins. Curr Opin Cell Biol.
1997;9:134–142.
16. Nelson LE, Lu J, Guo T, et al. The alpha2-adrenoceptor agonist
dexmedetomidine

100
converges on an endogenous sleep-promoting pathway to exert its sedative
effects. Anesthesiology. 2003;98:428–436.
17. Flood P, Ramirez-Latorre J, Role L. alpha 4 beta 2 Neuronal nicotinic
acetylcholine receptors in the central nervous system are potently inhibited by
both isoflurane and propofol: alpha 7 Type nAChRs are unaffected.
Anesthesiology. 1997;86:859–865.
18. Violet JM, Downie DL, Nakisa RC, et al. Differential sensitivities of mammalian
neuronal and muscle nicotinic acetylcholine receptors to general anesthetics.
Anesthesiology. 1997;86:866–874.
19. Evers AS, Steinbach JH. Supersensitive sites in the central nervous system.
Anesthetics block brain nicotinic receptors. Anesthesiology. 1997;86:760–762.
20. Alkire MT, McReynolds JR, Hahn EL, et al. Thalamic microinjection of nicotine
reverses sevoflurane-induced loss of righting reflex in the rat. Anesthesiology.
2007;107:264–272.
21. Rivera C, Voipio J, Payne JA, et al. TheK1/Cl2 co-transporter KCC2 renders
GABA hyperpolarizing during neuronal maturation. Nature. 1999;397:251–255.
22. Ovassapian A, Joshi CW, Brunner EA. Visual disturbances: an unusual symptom
of transurethral prostatic resection reaction. Anesthesiology. 1982;57:332–334.

101

Anda mungkin juga menyukai