Anda di halaman 1dari 22

[Type text]

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG TEORI Sel Peka Rangsang (Exitable Cell) Sel peka rangsang adalah sel yang dapat menjalarkan impuls elektrokimia sepanjang permukaan membran plasmanya bila dirangsang secara adekuat (rangsangan yang telah mencapai nilai ambang). Di dalam tubuh terdapat dua jenis sel yang dapat digolongkan sebagai sel peka rangsang, yaitu sel saraf dan sel otot. Hal ini berhubungan dengan potensial membran yang dibangkitkan baik pada keadaan istirahat maupun selama kerja oleh sel saraf atau sel otot.

Sel Saraf Sistem Saraf Pusat (SSP) manusia mengandung 100 neuron. Neuron merupakan kompleks bangunan dasar susunan saraf. Pada SSP mamalia sebagian besar neuronnya bermyelin. Pada neuron terdapat soma, dendrit, dan akson. Soma adalah badan utama dari neuron. Dendrit adalah sejumlah besar penonjolan tipis dari soma yang memanjang keluar sepanjang 1 mm ke daerah sekitar medulla spinalis yang berfungsi sebagai membran reseptor rangsang. Sedangkan akson adalah bentukan memanjang dari soma ke dalam serat perifer yang meninggalkan medulla spinalis. Adanya stimulus menyebabkan terjadinya perubahan permeabilitas membran sel terhadap ion-ion. Hal ini tentunya akan mempengaruhi perubahan potensi membran. Jika stimulus memadai atau cukup, maka sel akan memberikan suatu potensial aksi yang berfungsi sebagai sinyal untuk jarak. Potensial aksi mula-mula akan terjadi pada segmen permulaan akson. Kemudian potensial aksi ini akan dijalarkan sepanjang permukaan akson dan jika mencapai ujung akson maka akan merangsang terlepasnya neurotransmitter. Ini merupakan salah satu komponen penting dalam sistem penghantaran impuls ke saraf lain. Sewaktu sel saraf menghantarkan impuls, diketahui adanya perubahan potensi listrik, dimana perubahan potensial saraf perifer seperti nervus ischiadicus merupakan penjumlahan

[Type text] aljabar dari seluruh potensial aksi all or none dari banyak akson dalam saraf itu sendiri, dimana tiap akson mempunyai nilai ambang yang berbeda.

Sel Otot Potensial aksi yang mencapai serabut otot akan menimbulkan kontraksi otot, dimana ion kalsium terlepas dari sarcoplasmic retikulum. Dalam tubuh, otot rangka dirangsang oleh serabut saraf bermyelin yang berhubungan di neuromuscular junction yang terletak di pertengahan serabut otot sehingga potensial aksi akan menyebar di kedua ujungnya. Supaya terjadi kontraksi, aliran listrik dari potensial aksi harus masuk ke celah miofibril. Hal ini memungkinkan karena transmisi potensial aksi akan mengalir ke sepanjang tubulus yang menembus ke serabut otot. Potensial aksi dari tubulus selanjutnya menyebabkan sarcoplasmic retikulum melepaskan ion Ca2+ ke seluruh myofibril hingga kontraksi terjadi.

Potensial Aksi Saraf Sinyal saraf dihantarkan melalui potensial aksi yang merupakan perubahan cepat pada potensial membran. Tiap potensial aksi dimulai dengan perubahan mendadak dari potensial negatif istirahat normal menjadi potensial membran positif (depolarisasi) dan kemudian dengan kecepatan yang hampir sama kembali ke potensial negatif (repolarisasi). Untuk menghantarkan sinyal saraf, potensial aksi bergerak di sepanjang serat saraf sampai tiba di ujung saraf. Potensial aksi merupakan manifestasi elektris antara dalam dan luar membran sel. Perubahan potensial elektris tersebut disebabkan perubahan konsentrasi elektrolit di dalam maupun di luar sel. Transmembran potensial pada akson antara di dalam dan luar sel pada keadaan istirahat adalah -70 mV sampai -90 mV, yang menunjukkan potensial elektris di dalam sel lebih negatif dibandingkan di luar sel. Elektrolit utama yang berperan terhadap perbedaan potensial antara dalam dan luar sel membran eksitabel adalah natrium, kalium, dan chlor. Pada keadaan istirahat, ion natrium (sodium) jauh lebih banyak di luar daripada di dalam sel. Sebaliknya ion kalium (potassium) jauh lebih banyak di dalam daripada di luar sel. Rangsangan adekuat pada sel eksitabel akan memberi jawaban berupa suatu potensial aksi. Potensial aksi yang terjadi akan mengikuti hukum all or none dan akan dirambatkan ke 2

[Type text] semua arah (propagation), yang dapat direkam dengan osiloskop. Rangsangan yang tidak mencapai nilai ambang/treshold hanya menimbulkan suatu potensial lokal yang tidak akan disebarkan dan mengikuti hukum sumasi. Rangsangan adekuat atau rangsangan yang mencapai nilai ambang, baik yang besar maupun yang kecil, akan menimbulkan potensial aksi sama besar. Artinya, potensial aksi tidak dapat bertambah besar walaupun rangsangan diperbesar. Potensial aksi atau disebut impuls dirambatkan sepanjang membran sel. Oleh karena rangsangan yang adekuat maka permeabilitas membran terhadap ion natrium meningkat sehingga masuk ke dalam (influx), oleh karena natrium membawa muatan positif maka di dalam sel menjadi lebih positif dibanding di luar sel. Fase ini disebut depolarisasi. Selanjutnya ion kalium keluar sehingga di luar sel kembali lebih positif dan keadaan ini disebut fase repolarisasi. Membran sel yang sedang mengalami potensial aksi berarti dalam keadaan refrakter, apabila dirangsang tidak akan menghasilkan aksi. Urutan tahap potensial aksi terdiri dari : Tahap istirahat. Tahap ini adalah tahap potensial membran istirahat sebelum terjadinya potensial aksi. Membran dikatakan menjadi terpolarisasi selama tahap ini karena adanya potensial membran negatif yang besar. Tahap depolarisasi. Pada tahap ini membran tiba-tiba menjadi permeabel terhadap ion natrium, sehingga banyak ion natrium bermuatan positif mengalir ke dalam akson. Keadaan polarisasi normal sebesar -90 mV akan hilang dan potensial meningkat dengan cepat dalam arah positif (keadaan di dalam sel menjadi lebih positif). Pada serat saraf besar, potensial membran mempengaruhi nilai nol dan menjadi sedikit lebih positif, namun pada serat yang lebih kecil juga banyak neuron sistem saraf pusat, potensial hanya mendekati nilai nol dan tidak melampaui sampai keadaan positif. Tahap repolarisasi. Dalam waktu yang sangat singkat sekali (sekitar satu per beberapa puluh ribu detik) sesudah membran menjadi sangat permeabel terhadap ion natrium, saluran natrium mulai menutup dan saluran kalium mulai terbuka lebih daripada normal. Selanjutnya difusi ion kalium yang berlangsung cepat ke bagian luar akan membentuk kembali potensial membran istirahat negatif yang normal.

Kontraksi After Loaded 3

[Type text] After loaded artinya setelah otot berkontraksi akibat rangsangan barulah otot mendapat pembebanan (after stimulated loaded). Pembebanan tersebut mempengaruhi sifat kontraksi, yaitu : a. Dengan bertambahnya beban pada kontraksi after loaded, maka jarak pemendekan otot berkurang b. Dengan bertambahnya berat beban pada kontraksi after loaded maka kecepatan otot berkurang.

Kontraksi Pre Loaded Kontraksi ini terjadi apabila otot diberi beban terlebih dahulu sebelum dirangsang untuk berkontraksi. Berbeda dengan after loaded, masa laten kontraksi pre loaded relatif lebih cepat sehingga kecepatan pemendekan otot juga menjadi lebih cepat.

Kontraksi Sumasi dan Tetani Sumasi merupakan penjumlahan kontraksi kedutan otot (twitch) untuk meningkatkan kontraksi otot. Sumasi kontraksi ada dua macam : 1. Sumasi temporal Disebut juga sumasi gelombang karena bentuknya seperti gelombang. Sumasi temporal dapat terjadi dengan cara mengubah interval rangsangan (waktu istirahat antara rangsangan pertama dan kedua diperpendek sehingga rangsangan kedua tepat saat kontraksi pertama akan relaksasi). Akibatnya kontraksi pertama dan kedua bersatu menjadi satu kontraksi yang lebih besar (sumasi kontraksi). 2. Sumasi spasial Disebut juga multiple motor unit summation karena pertambahan besar/amplitudo kontraksi akibat pertambahan intensitas rangsangan. Dengan meningkatkan intensitas rangsangan maka makin banyak motor unit yang terangsang, akibatnya kontraksi akan semakin besar.

Pada umumnya sumasi dapat terjadi dengan cara meningkatkan jumlah unit motorik yang berkontraksi secara serentak dan dengan meningkatkan kecepatan kontraksi tiap unit motorik. 4

[Type text] Berdasarkan intensitas dan frekuensi rangsangan, dapat dibedakan sebagai berikut : Rangsangan subliminal : rangsangan dengan intensitas lebih kecil dari nilai ambang (treshold) yang hanya mengakibatkan terjadinya respon berupa potensial lokal. Rangsangan liminal : rangsangan terkecil yang sudah dapat menimbulkan potensial aksi, oleh karena rangsangan tersebut mencapai nilai ambang. Rangsangan supraliminal : rangsangan yang intensitasnya melebihi liminal, tapi responnya juga menimbulkan potensial aksi yang sama besar dengan potensial aksi akibat rangsangan liminal (mengikuti hukum all or none). Rangsangan submaksimal : rangsangan dengan intensitas lebih rendah dari rangsangan maksimal tapi dapat mengaktifkan hampir semua sel saraf. Rangsangan maksimal : rangsangan terkecil yang dapat mengaktifkan semua serat saraf untuk menimbulkan potensial aksi maksimal. Rangsangan supramaksimal : rangsangan dengan intensitas lebih tinggi dari rangsangan maksimal tetapi kekuatan yang dihasilkan sama dengan rangsangan maksimal.

Tetani yaitu kontraksi otot secara maksimal yang terjadi secara beruntun/multiple yang tidak diselingi oleh relaksasi. Tetani lurus atau tetani sempurna terjadi karena kontraksi kedua dan seterusnya terjadi saat kontraksi sebelumnya belum mengalami fase relaksasi. Tetani kontraksi pada dasarnya adalah kepanjangan dari sumasi temporal. Agar terjadi tetani lurus diperlukan frekuensi RGS frekuensi kritis. Frekuensi kritis rangsangan adalah rangsangan beruntun/multiple dengan interval RGS sependek mungkin agar terjadi tetani lurus. Kelelahan otot terjadi akibat adanya kontraksi otot yang kuat dan lama, dimana kelelahan otot meningkat hampir berbanding langsung dengan kecepatan penurunan glikogen otot.

1.2 PERMASALAHAN Yang menjadi permasalahan dalam praktikum ini adalah : 1. Apakah bedanya antara rangsangan liminal dan nilai ambang? 2. Apakah perbedaan antara rangsangan maksimal dan supramaksimal, kontraksi maksimal dan supramaksimal? 5

[Type text] 3. Bagaimana menerangkan hubungan antara hukum all or none dengan peristiwaperistiwa pada percobaan ini (kepekaan saraf perifer)? 4. Apakah bedanya antara tetani dan sumasi? 5. Bilamana didapatkan kontraksi bergerigi dan tetani lurus? 6. Apakah yang terjadi bila rangsangan multipel diberikan terus dalam waktu yang lama?

1.3 TUJUAN PRAKTIKUM Tujuan dari praktikum ini adalah : 1. Mengetahui kepekaan saraf perifer dengan pemberian intensitas rangsangan yang berbeda. 2. Mengetahui hubungan kerja otot dengan pemberian beban dengan dua prinsip berbeda, yaitu after loaded dan pre loaded. 3. Mengetahui mekanisme sumasi dan tetani serta hubungannya dengan peningkatan frekuensi rangsangan. 4. Membedakan kontraksi sumasi, kontraksi tetani bergerigi, dan kontraksi tetani lurus. 5. Mempelajari pengaruh frekuensi pemberian rangsang terhadap kekuatan kontraksi otot. 6. Memahami macam-macam rangsangan serta kontraksi yang terjadi.

[Type text]

BAB II METODE KERJA

2.1 ALAT DAN BAHAN PRAKTIKUM Alat a. Kimograf serta kertas pencatat b. Jarum penusuk c. Seperangkat alat bedah d. Benang e. Pipet tetes f. Papan fiksasi g. Jarum pentul (untuk fiksasi kaki katak) h. Beban @ 10 gram sebanyak 6 buah i. Elektroda perangsang j. Pengukur waktu

Bahan a. Katak hidup b. Larutan ringer

2.2 TATA KERJA PRAKTIKUM 2.2.1 Persiapan A. Merusak Otak Katak dan Medulla Spinalis 1) Pegang katak dengan tangan kiri, sedemikian rupa sehingga jari telunjuk diletakkan di bagian belakang kepala dan ibu jari di bagian punggung. Tekan jari telunjukmu agar kepala sedikit tunduk, sehingga terdapat lekukan antara cranium dan columna vertebralis (sela interspinalisnya lebar).

[Type text] 2) Tusukkan jarum penusuk pada lekukan tersebut. Arahkan jarum ke dalam rongga tengkorak dan gerakkan kesana kemari untuk merusak otak katak. 3) Pindahkan arah jarum ke jurusan medulla spinalis. Putar jarum ke arah yang berlainan untuk merusak medulla spinalis. Tanda bahwa jarum masuk ke dalam rongga dan merusak medulla spinalis adalah kekejangan dari kedua otot kaki katak.

B. Membuat Sediaan M. Gastrocnemius 1) Gunting kulit tungkai kanan melingkar setinggi pergelangan kaki. 2) Angkat kulit yang telah lepas ke atas dengan pinset 3) Pisahkan tendon Achilles dari jaringan sekitarnya dengan alat tumpul (jangan dipotong dulu) 4) Ikat bagian insertio tendon Achilles dengan ikatan mati yang kuat 5) Potong tendon Achilles pada bagian distal dari benang 6) Pasang ikatan benang yang kuat pada tulang tibia, fibula, serta otot-otot yang melekat padanya kira-kira 5 mm di bawah lutut 7) Potong tulang-tulang tibia, fibula, serta otot-otot yang melekat padanya di bawah ikatan benang. 8) Kembalikan kulit tadi ke bawah sehingga menutupi kembali otot gastrocnemius untuk melindunginya agar tidak kering. 9) Basahi sediaan ini setiap kali dengan Larutan Ringer.

C. Membuat Sediaan N. Ischiadicus 1) Letakkan katak telungkup, guntinglah kulit memanjang pada bagian paha belakang kanan sehingga ototnya terbuka 2) Cari saraf Ischiadicus dengan memisahkan otot-otot pada daerah paha, dengan alat tumpul. Hati-hati jangan sampai merusak pembuluh darah yang berjalan bersamasama saraf tersebut. 3) Buat simpul longgar pada saraf Ischiadicus, kemudian kembalikan saraf di antara otot-otot.

D. Mempersiapkan Sediaan Saraf Otot untuk Percobaan Selanjutnya 8

[Type text] 1) Letakkan katak tertelungkup pada papan katak. Jangan difiksir dulu. 2) Fiksir kaki kanan, dengan lutut pada tepi bawah papan sehingga nantinya otot gastrocnemius dapat tergantung bebas. 3) Fiksir ketiga kaki yang lain sehingga paha kanan dalam posisi tegak lurus untuk memudahkan pemasangan elektrode. 4) Hubungkan tali pada ujung tendon Achilles dengan penulis. 5) Atur posisi penulis, tanda rangsang dan tanda waktu sehingga ujung dari ketiganya pada posisi garis vertikal.

2.2.2 Pelaksanaan A. Kepekaan Saraf Perifer 1) Siapkan preparat katak untuk sediaan saraf otot 2) Tahan penulis otot dengan sekrup penyangga 3) Berikan rangsangan tunggal dengan intensitas rangsangan yang minimal. 4) Seterusnya beri rangsangan berturut-turut dengan interval 30 detik, dengan tiap kali menambah intensitas rangsangan. Sehabis tiap rangsangan, drum diputar 0,5 cm 5) Cari rangsangan dengan kontraksi sub liminal, liminal, submaksimal, maksimal, dan supramaksimal. B. Kontraksi After Loaded Otot Katak 1) Atur sekrup penyangga sehingga ujung sekrup menyangga penulis dan garis dasar (base line) penulis tidak berubah. Dengan demikian panjang otot tidak akan berubah (tidak diregangkan) oleh beban meskipun tempat beban diisi beban 2) Rangsanglah dengan rangsangan tunggal yang maksimal (dengan voltage yang diperoleh pada percobaan A, dan voltage yang dicapai ini dinaikkan sedikit). Jangan mengubah voltage ini selama percobaan selanjutnya. 3) Putar kimograf cm setiap kali memberi rangsangan. 4) Beri otot katak istirahat selama 20 detik antara satu rangsangan dengan rangsangan berikutnya 5) Beri beban 10 gram, putar kimograf cm dan rangsanglah lagi

[Type text] 6) Ulangi tindakan no. 7 dengan setiap kali menambah beban sebesar 10 gram hingga otot tidak dapat mengangkat beban lagi. C. Kontraksi Pre Loaded Otot Katak 1) Ambil semua beban yang dipasang pada percobaan C 2) Longgarkan sekrup penyangga yang menyangga penulis sehingga kini otot katak secara langsung menahan beban 3) Atur letak penulis sehingga posisisnya horisontal 4) Rangsanglah dengan rangsangan tunggal yang maksimal (dengan voltage yang diperoleh pada percobaan A) 5) Putar kimograf cm, beri beban 10 gram, putar lagi kimograf cm, kembalikan penulis pada posisi horisontal, putar lagi kimograf cm, dan berilah rangsangan. 6) Ulangi tindakan no. 5 dengan setiap kali menambah beban 10 gram, hingga otot tidak dapat mengangkat beban lagi

D. Kontraksi Tetani 1) Siapkan sediaan saraf otot katak 2) Atur pemasangan elektrode perangsang dan tindakan lain seperti pada percobaan kepekaan saraf perifer 3) Tentukan besarnya rangsangan maksimal (dengan voltage yang diperoleh pada percobaan A) 4) Lakukan rangsangan berulang (multipel) dengan frekuensi rendah selama 3-5 detik. Beri istirahat 60 detik sebelum rangsangan berikutnya. 5) Seterusnya lakukan rangsangan berkali-kali dengan frekuensi yang makin tinggi, sehingga didapatkan kontraksi tetani lurus. Jangan lupa memberi istirahat tiap kali sebelum memberi rangsangan berikutnya.

10

[Type text]

BAB III HASIL PRATIKUM

3.1 KEPEKAAN SARAF PERIFER Menggunakan rangsangan pertama sebesar 0,01 V namun tidak terjadi kontraksi sampai pada rangsangan sebesar 5 V barulah kontraksi terjadi, pada rangsangan ini disebut rangsangan luminal. Setelah 25 V terjadi kontraksi maksimal yang kemudian rangsangan ini disebut rangsangan maksimal, meskipun rangsangan ditambah hingga 30 V tetapi kontraksi yang sama ditimbulkan melebihi rangsangan dari rangsangan maksimal disebut rangsangan supramaksimal

Tabel kepekaan saraf perifer : KEPEKAAN SARAF PERIFER Rangsangan (volt) Kontraksi (cm) 3 0,5 4 0,6 5 1,3 6 1,5 8 2 9 2,2 10 2,5

3.2 KONTRAKSI AFTERLOAD dan PRELOAD

Tabel Kontraksi After Loaded KONTRAKSI AFTER LOADED Beban (g) Kontraksi (cm) 10 1 20 0,3 30 0

11

[Type text]

Tabel Kontraksi Perloaded

KONTRAKSI PRELOADED Beban (g) Kontraksi (cm) 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 3.3 KONTRAKSI SUMASI dan TETANI 10,5 8,5 8,2 3,5 2 2 1,5 1 0,5 0

Frek. Rangsangan (kali/detik) 0,7x/detik 0,8 x/detik 0,9 x/detik 1 x/detik 4 x/detik 6 x/detik 8 x/detik 10 x/detik 20 x/detik 30 x/detik

Tetani (+/-)

Sumasi (+/-)

+ +

+ + + + -

12

[Type text] 3.4 PERHITUNGAN HASIL PRAKTIKUM

d c

a a

Ket: d = panjang kontraksi a = pemendekan otot c = jarak penulis dengan engsel = 20cm (2 x 10-1m) b = jarak dari engsel ke beban = 25cm (25 x 10-2m)

Tugas:
1. Hitunglah kerja otot untuk tiap tiap beban pada percobaan A dan B Rumus = pemendekan otot x beban 2. Gambarlah pada suatu grafik, kerja otot pada percobaan A dan B Absys = besarnya beban Ordinat = besarnya kerja otot 3. Beri kesimpulan dan diskusi tentang grafik yang diperoleh tersebut! Jawaban Perhitungan:

Rumus

13

[Type text] Kerja Otot = beban x pemendekan otot

Ket : W = kerja otot (joule) m = beban (kg) g = percepatan grafitasi (10 m/s2) a = pemendekan otot (m)

Kontraksi After Loaded

m = 10 gr = 0,01 kg b = 2,5 cm = 2,5 x 10-2m d = 1 cm = 10-2m c = 20 cm = 20 x 10-2m

W = 0,01 x 10 x 0,00125 = 1,25 x 10-4

m = 20 gr = 0,02 kg b = 2,5 cm = 2,5 x 10-2m d = 0,3 cm = 3 x 10-1m c = 20 cm = 0,2 m

W = 0,02 x 10 x 0,0375 = 7,5 x 10-3 J

14

[Type text]
m = 0,03 kg b = 2,5 x 10-2m d=0 c = 20 = 0,2 m a= 0 (tidak ada kontraksi)

Kontraksi Preload

m = 0,01 kg b = 2,5.10-2m c = 0,2 m d = 10,5 cm = 10,5.10-2 = 0,105

W= m.g.h = 0,01.10.0,013125 = 6,5625.10-3 j

m = 0,02 kg b = 2,5.10-2 m d = 8,5.10-2 m c = 0,2 m a =106,25.10-4 m W= 2,125.10-3 j

m = 0,03 kg b = 2,5.10-2 m d = 8,2.10-2 m c = 0,2 m a =102,5.10-4 m W= 3,075.10-3 j

15

[Type text]
m = 0,04 kg b = 2,5.10-2 m d = 3,5.10-2 m c = 0,2 m a = 43,75.10-4 m W= 1,75.10-3 j

m = 0,05 kg b = 2,5.10-2 m d = 2.10-2 m c = 0,2 m a = 25.10-4 m W= 1,25.10-3 j

m = 0,06 kg b = 2,5.10-2 m d = 2.10-2 m c = 0,2 m a = 25.10-4 m W= 1,5.10-3 j

m = 0,07 kg b = 2,5.10-2 m d = 1,5 cm= 0,015 m c = 0,2 m a =1,875.10-3 m W= 1,3125.10-3 j

m = 0,08 kg b = 2,5.10-2 m d = 10-2 m c = 0,2 m a = 12,5.10-4 m W= 10-3 j

16

[Type text]
m = 0,09 kg b = 2,5.10-2 m d = 0,5.10-2 m c = 0,2 m a = 6,25.10-4 m W= 5,625.10-4 j

m = 0,1 kg b = 2,5.10-2 m d=0 m c = 0,2 m a = 0m W= 0 j

3.5 KESIMPULAN GRAFIK AFTER LOADED DAN PRELOADED Dari grafik terlihat bahwa kontraksi otot pada pre-loaded lebih besar dibandingkan after loaded, hal ini dikarenakan pada pre loaded energy awal tidak dipakai untuk meregang series elastic component berbeda pada after loaded, sehingga kekuatan kontraksi otot pada pre-loaded jauh lebih besar dibandingkan pada after loaded.

0.012 0.01 0.008 0.006 0.004 0.002 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 preloaded afterloaded

17

[Type text]

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 DISKUSI HASIL PRAKTIKUM 4.1.1 Kepekaan Saraf Perifer Dengan memberikan rangsangan pada N. Ischiadicus maka akan menimbulkan kontraksi pada sel otot gastrocnemius. Hal ini terjadi karena nervus ischiadicus mengandung serat saraf motorik yang memelihara otot gastrocnemius dan dibedakan menjadi waktu latent, stimulus artefact, treshold dsb. Dari percobaan yang dilakukan, didapatkan bahwa besar kontraksi otot gastrocnemius sebanding dengan besar rangsangan yang diberikan pada N. Ischiadicus. Besar rangsangan liminal yang dapat menyebabkan kontraksi adalah 3 volt. Kontraksi terbesar otot gastrocnemius katak terjadi saat rangsangan sebesar 10 volt diberikan dan kontraksi yang dihasilkan 2,5 cm. Rangsangan ini adalah rangsangan maksimal yang akan digunakan pada percobaan selanjutnya. Hubungan antara percobaan yang kami lakukan dengan hukum all or none tidak berhubungan karena nervus ischiadicus merupakan saraf terbesar yang terdiri dari ribuan akson tunggal.

4.2.1 Kontraksi After Loaded Dari hasil percobaan diperoleh bahwa otot sanggup menahan beban sebesar 30 gram. Hal ini kemungkinan disebabkan otot katak belum mengalami fatigue (kelelahan) karena percobaan kontraksi after load ini dilakukan sebelum kontraksi pre load. Selain itu hal ini juga dipengaruhi oleh pemberian larutan ringer yang lebih sering daripada pemberian larutan ringer pada percobaan kontraksi pre load.

4.3.1 Kontraksi Pre Loaded Dari hasil percobaan diperoleh bahwa otot sanggup menahan beban sebesar 30 gram. 18

[Type text] Berdasarkan teori seharusnya beban yang mampu ditahan oleh otot pada percobaan preload lebih besar dibandingkan dengan beban yang ditahan pada percobaan after load. Hal ini kemungkinan disebabkan karena kondisi otot katak mengalami fatigue (kelelahan karena energi yang dibutuhkan berkurang), mungkin juga disebabkan karena pada saat melakukan persiapan percobaan tanpa sengaja arteri pada paha kanan kaki katak terpotong saat mencari nervus ischiadicus, atau mungkin juga disebabkan karena terlambat memberi larutan ringer.

4.4.1 Kontraksi Sumasi dan Tetani Pada percobaan kontraksi sumasi dan tetani, sumasi dan tetani didapatkan dengan meningkatkan frekuensi rangsangan secara terus menerus. Sumasi pertama terjadi saat diberikan rangsangan dengan frekuensi 1x/detik. Sedangkan pada saat reaksi rangsangan mencapai 5x/detik, otot katak mengalami tetani bergerigi. Hal ini karena awal relaksasi otot katak berkontraksi akibat diberi rangsangan multipel. Saat frekwensi rangsangan mencapai 50x/detik otot katak mengalami tetani. Dan pada saat frekwensi rangsangan mencapai 100x/detik otot katak mengalami fatigue.

4.2 DISKUSI JAWABAN PERTANYAAN 1. Apakah bedanya antara rangsangan liminal dan nilai ambang? Jawab : Rangsangan liminal adalah rangsangan terkecil yang dapat menimbulkan potensial aksi pada kerja otot. Sedangkan nilai ambang adalah nilai terkecil yang memungkinkan dapat menimbulkan potensial aksi.

2. Apa perbedaan antara rangsangan maksimal dan supramaksimal, kontraksi maksimal dan supramaksimal? Jawab : Rangsangan maksimal adalah rangsangan terkecil yang dapat menghasilkan kontraksi terbesar. Rangsangan supramaksimal adalah intensitas rangsangan yang diberikan di atas rangsangan maksimal namun kontraksi otot yang dihasilkan tetap sama. 19

[Type text] Kontraksi maksimal adalah kontraksi yang dihasilkan oleh rangsangan maksimal. Kontraksi supramaksimal adalah kontraksi dengan intensitas rangsangan di atas intensitas rangsangan maksimal namun kontraksi yang dihasilkan bisa sama atau bisa lebih kecil dari kontraksi maksimal. 3. Bagaimanakah menerangkan hubungan antara hukum all or none dengan peristiwaperistiwa pada percobaan ini? Jawab : Hukum all or none mengatakan bahwa potensial aksi tidak timbul jika intensitas rangsangan di bawah nilai ambang, dan potensial aksi timbul dengan amplitudo dan bentuk yang tetap dan tidak tergantung pada kekuatan rangsangan selama intesitas rangsangan lebih besar dari nilai ambang. Seperti diketahui bahwa hukum all or none hanya berlaku pada neuron dengan single axon, sedang nervus ischiadicus merupakan satu berkas saraf perifer yang terdiri dari sabut-sabut atau axon dengan sifat yang berbeda-beda. Bila mendapat rangsangan maka reaksi listriknya merupakan penjumlahan dari berkas saraf N. Ischiadicus, ini tidak mengikuti hukum all or none karena reaksi yang timbul bertingkat sesuai dengan besarnya rangsangan. Hal ini ditunjukkan dengan besarnya kontraksi M. Gastrocnemius. Pada percobaan kelompok kami terdapat hubungan dengan hukum all or none yaitu pada otot katak diberi rangsangan pada frekuensi pada treshholl atau nilai ambang, katak tidak melakukan kontraksi seperti yang diinginkan namun jika frekuensi dinaikkan sehingga frekuensi ada di atas threshold, maka katak dapat melakukan kontraksi.

4. Apakah bedanya tetani dan dan sumasi? Jawab : Tetani adalah suatu kontraksi otot yang timbul akibat rangsangan berulang-ulang dimana rangsangan berikutnya terjadi sebelum fase relaksasi selesai, sedangkan sumasi merupakan penjumlahan kontraksi kedutan untuk dapat meningkatkan intensitas seluruh kontraksi otot.

3. Kapan didapatkan kontraksi tetani bergerigi dan tetani lurus? 20

[Type text] Jawab : Kontraksi bergerigi terjadi bila frekuensi rangsangan yang diterima tidak terlalu tinggi atau berada di ambang batas tetani. Tetani ini terjadi karena rangsangan yang satu dengan yang lain diberikan masih mempunyai kesempatan untuk terjadi fase relaksasi sebelum dirangsang kembali, sedangkan tetani lurus didapatkan jika rangsangan yang diterima oleh sel tidak mempunyai kesempatan untuk terjadi fase relaksasi sebelum dirangsang kembali.

4. Apa yang terjadi bila rangsangan multipel diberkan terus dalam waktu yang lama? Jawab : Kontraksi otot yang kuat dan lama mengakibatkan keadaan yang dikenal sebagai kelelahan otot (fatigue). Penyelidikan pada atlit telah menunjukkan bahwa kelalahan otot meningkat hampir berbanding langsung dengan kecepatan penurunan glikogen otot. Oleh karena itu, sebagian besar kelelahan mungkin akibat dari ketidakmampuan proses kontraksi dan metabolik serat-serat otot untuk terus memberi hasil kerja yang sama. Tapi, percobaan-percobaan telah juga menunjukkan bahwa penyebaran sinyal saraf melalui hubungan neuromuscular, akan menurun setelah aktivitas otot yang lama, jadi mengurangi kontraksi otot lebih lanjut.

21

[Type text]

DAFTAR PUSTAKA

Ganong, W.F.1999.Fisiologi Kedokteran edisi 17.EGC: Jakarta Ganong, W.F.2008.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 22.EGC: Jakarta Guyton, Arthur C.1997.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 9.EGC: Jakarta Guyton, Arthur C. MD dan Hall.2007.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 11.EGC: Jakarta Ward, J. and Robert Clarke.2009.At a Glance Fisiologi.EMS: Jakarta

22

Anda mungkin juga menyukai