Anda di halaman 1dari 29

Nama : Mutiah Khoirunnisak

NIM : 0401181823048

A. Skenario
Tn. Rizki, 20 tahun berobat ke poliklinik saraf karena nyeri pada tumit
dan telapak kaki kanan. Sejak 3 minggu lalu penderita mengalami nyeri pada
tumit dan telapak kaki kanan. Nyeri dirasakan seperti tajam dan kadang seperti
ditusuk, nyeri hilang timbul, memberat saat berjalan atau berdiri lama, dan
berkurang saat istirahat. Nyeri tidak menjalar, intensitas nyeri ringan sampai
sedang, sehingga aktivitas penderita kerap terganggu. Terdapat gangguan
sensibilitas berupa rasa baal pada tumit dan telapak kaki kanan
Riwayat pekerjaan sebagai atlit lompat jauh sejak usia 16 tahun. Riwayat
jatuh / terkilir tidak ada. Riwayat kencing manis tidak ada. Riwayat tumor atau
benjolan tidak ada. Penyakit ini dialami untuk pertama kalinya

Pemeriksaan Fisik:

Keadaan umum : GCS 15

Tanda vital : TD 120/80 mmHg, Nadi 80x/menit, RR 22x/menit, Temp 36,8 C

Pemeriksaan Neurologis:

Pada pemeriksaan didapatkan:

- Tarsal tinel sign (+) kanan

- Tes dorsoversi eversi kanan (+)

- Triple compression test kanan (+)

- Pemeriksaan sensorik dengan uji raba halus dan uji nyeri pada telapak kaki kanan
didapatkan hipoesthesi pada tumit hingga telapak kaki.

RONTGEN PEDIS KANAN

1
HASIL PEMERIKSAAN ENMG

Motor Nerve Conduction:

Nerve and Site Latency Amplitude Conduction


Velocity
Right Tibial N.
Ankle 6.5 ms 3.0 mV
Poplitea fossa 7.0 ms 2.7 mV 35,5 m/s
Left Tibial N.
Ankle 3.8 ms 10.0 mV
Poplitea fossa 4.2 ms 8.2 mV 47 m/s

Sensoric Nerve Conduction

Nerve and Site Latency Amplitude Conduction


Velocity
Right Sural N.
Lower leg 3.2 ms 26 µV 41 m/s
Left Sural N.
Lower leg 2,8 ms 30 µV 44 m/s

Nilai Normal:
Motorik N. Tibialis :
- Distal latensi <4,5 ms
- Amplitudo >3,5 mV
- KHS >40 m/s
Sensorik N. Suralis:
- Distal latensi <3,5 ms
- Amplitudo >10 µV
- KHS >40 m/s

a. bagaimana mekanisme terjadinya gangguan sensibilitas berupa rasa baal pada


tumit dan telapak kanan?
Jawab:
Rasa baal terjadi akibat kompresi, atau penekanan, pada saraf tibialis posterior
kemungkinan karena seringnya terjadi penekanan terkait olahraga lompat jauh
(pekerjaan pasien)→ gangguan vaskularisasi→iskemik saraf→demielinisasi dan
kerusakan axon→ ↓konduksi saraf→ gejala ↓ konduksi saraf sensorik dan motorik

2
di mana saja di sepanjang jalur saraf N. tibialis dan cabangnya (N. Plantaris
medialis dan N. Plantaris lateralis)→rasa baal di tumit dan telapak kaki.
a. Bagaimana prosedur pemeriksaan ENMG pada kasus?
Jawab:
1) Studi konduksi saraf motorik
Metode
Elektroda:
Pada stimulasi permukaan, elektroda stimulator biasanya terbuat dari baja
tahan karat dengan kedua probe berjarak 2-3 cm. Katoda (kutub negatif)
berwarna hitam dan anoda (kutub positif) berwarna merah.
Posisi elektroda:
Elektroda stimulator ditempatkan pada kulit dekat dengan saraf pada dua
lokasi atau lebih di sepanjang saraf tersebut. Elektroda perekam berada
pada permukaan otot yang diinervasi saraf.
1) Saraf Tibia
saraf tibialis adalah kelanjutan dari saraf skiatik
di bawah fossa poplitea. Di kaki, itu memasok kedua kepala
gastrocnemius dan soleus bersama dengan otot dalam
belakang kaki. Di pergelangan kaki, saraf lewat di bawah fleksor
retinakulum dan membelah menjadi saraf planter medial dan lateral
setelah memberikan cabang kalkaneal
Posisi: terlentang.
Elektroda aktif: ditempatkan di atas kaki medial, sedikit anterior dan
inferior dari tuberkulum tulang navicular di titik paling superior dari
lengkungan yang dibentuk oleh persimpangan kulit plantar dan kulit kaki
punggung.

3
Gambar 7: Penempatan elektroda untuk saraf tibialis kanan
Sumber : National Journal of Physiology, Pharmacy and Pharmacology, 2016

 Elektroda referensi: ditempatkan agak distal ke Sendi


metacarpophalangeal pertama di permukaan medial sendi.
 Ground electrode: dipasang di punggung kaki.
 Titik rangsangan (S1): Katoda ditempatkan 8 cm
proksimal ke elektroda aktif (diukur dalam garis lurus
dengan pergelangan kaki di posisi tengah) dan sedikit di posterior
maleolus medial. Anoda di proksimal.
 Titik rangsangan (S2): Katoda ditempatkan di bagian midpoplitea
fossa atau sedikit medial atau lateral dari garis tengah. anoda di
proksimal.
 Serat saraf yang diuji: akar saraf S1 dan S2 melalui anterior
divisi pleksus lumbosakral dan saraf skiatik.
 Pengaturan mesin: Sensitivitas - 10 mv / divisi, frekuensi rendah
filter - 20 Hz, filter frekuensi tinggi = 3 kHz, dan sapuan
kecepatan - 10 ms / divisi.
Stimulasi pergelangan kaki harus kira-kira setengah jalan antara
maleolus medial dan tendon Achilles. Perhatian harus diberikan untuk
tidak menstimulasi saraf peroneal secara bersamaan di lutut. Stimulasi
harus dekat dengan garis tengah fossa poplitea, tetapi stimulator
mungkin perlu digerakkan sedikit atau ke lateral untuk mendapatkan
respon yang optimal mengawasi arah gerakan kaki pada stimulasi
yang akan membantu memastikan bahwa saraf yang tepat telah
distimulasi.
Setelah elektroda dipasang, stimulus berulang diberikan pada
frekuensi 1 Hz dan tegangan pada awalnya dimulai dari 0 dan
ditingkatkan secara bertahap. Potensial aksi pada saraf motorik disebut
Compound Muscle Action Potential (CMAP) akan tampak dan semakin
membesar seiring dengan peningkatan tegangan stimulus hingga
akhirnya peningkatan tegangan ini tidak menghasilkan peninggian
4
amplitudo CMAP. Respons stabil tercapai apabila tegangan yang
digunakan 25% lebih besar dari tegangan yang dibutuhkan untuk
menghasilkan amplitudo tertinggi CMAP. Ketika rekaman sudah baik,
hasilnya disimpan untuk dianalisis dan elektroda stimulator dipindahkan
ke proksimal untuk lokasi stimulasi kedua. Hampir semua saraf
distimulasi pada dua lokasi pada NCS motorik, tetapi ada beberapa yang
memerlukan minimal tiga lokasi sepanjang saraf.
2) Saraf Suralis
Posisi : terlentang
Prosedur :
1. Pasang/letakkan electrode referensi hitam di belakang angkle dan
electrode referensi merah di bawah electrode hitam
2. Letakkan Ground electrode di anterosuperior maleolus lateralis
3. Ukur jarak 14 cm dari elketrode referensi hitam sepanjang posterior
betis dimana N. Suralis berada, tandai. Tempat inilah dimana
stimulasi akan diberikan (Titik S1).
4. Stimulasi di titik S1.
5. Analisis CKHS, Latensi, dan Amplitudo.

b. Bagaimana interpretasi dari gambaran rontgen tsb?


Jawab: Gambaran Rontgen pedis normal.
c. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan ENMG pada kasus tersebut?
Jawab:

Motor Nerve Conduction:

Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Normal Interpretasi


Right Tibial Nerve --- Ankle
Latency Abnormal
Motor Nerve
(memanjang)=
Conduction 6.5 ms < 4,5 ms
perlambatan
konduksi pada

5
bagian distal
neuron motorik
akibat
demilienisasi
Amplitude Abnormal
(menurun)=
Kerusakan
3.0 mV > 3,5 mV myelin yang
parah dan/atau
degenerasi
axon
Conduction Abnormal
Velocity (melambat)
35,5 m/s > 40 m/s =
gangguan pada
selubung mielin
Right Tibial Nerve --- Poplitea fossa
Latency Abnormal
7.0 ms < 4,5 ms
(memanjang)
Amplitude Abnormal
2.7 mV > 3,5 mV
(menurun)
Conduction Abnormal
35,5 m/s > 40 m/s
Velocity (melambat)
Left Tibial Nerve --- Ankle
Latency 3.8 ms < 4,5 ms Normal
Amplitude 10.0 mV > 3,5 mV Normal
Conduction
47 m/s >40 m/s Normal
Velocity
Left Tibial Nerve --- Poplitea fossa
Latency 4.2 ms < 4,5 ms Normal

6
Amplitude 8.2 mV > 3,5 mV Normal
Conduction
47 m/s >40 m/s Normal
Velocity
Right Sural Nerve --- Lower Leg
Latency 3.2 ms <3,5 ms Normal
Amplitude 26 µV >10 µV Normal
Conduction
Sensoric 41 m/s >40 m/s Normal
Velocity
Nerve
Left Sural Nerve --- Lower Leg
Conduction
Latency 2,8 ms <3,5 ms Normal
Amplitude 30 µV >10 µV Normal
Conduction
44 m/s >40 m/s Normal
Velocity

d. Bagaimana mekanisme abnormalitas pada pemeriksaan rontgen dan


ENMG?
Jawab:
1. Peningkatan Latensi distal N. Tibialis dextra :
Penekanan berulang N. Tibialis→n. Tibialis posterior terjepit di terowongan
tarsal→demilienisasi  perlambatan konduksi pada bagian distal neuron
motorik Peningkatan latensi distal (increased distal latency)
2. Amplitudo menurun N. Tibialis dextra
Penekanan berulang N. Tibialis→n. Tibialis posterior terjepit di terowongan
tarsal→Kerusakan myelin yang parah dan/atau degenerasi axon 
perubahan gelombang sehingga amplitudo dapat lebih rendah
Penurunan signifikan pada amplitudo menandakan gangguan akson.
3. Kecepatan konduksi melambat N. Tibialis dextra
Penekanan berulang N. Tibialis→n. Tibialis posterior terjepit di terowongan
tarsal→ gangguan pada selubung mielin  konduksi pada akson tidak
secepat biasanya NCV yang melambat di bawah rentang normal
7
8
Tarsal Tunnel Syndrome
Sindrom terowongan tarsal adalah kompresi, atau penekanan, pada saraf tibialis
posterior yang menghasilkan gejala di mana saja di sepanjang jalur saraf yang
berjalan dari bagian dalam pergelangan kaki ke kaki.

Gambar 1. Anatomi pedis (dilihat dari medial)


Sindrom terowongan tarsal disebabkan oleh apa pun yang menghasilkan
kompresi pada saraf tibialis posterior, seperti:
1) Seseorang dengan kaki rata berisiko mengalami sindrom terowongan tarsal,
karena miring ke luar dari tumit yang terjadi dengan lengkungan yang "jatuh"
dapat menyebabkan ketegangan dan kompresi pada saraf.
2) Struktur yang membesar atau abnormal yang menempati ruang di dalam
terowongan dapat menekan saraf. Beberapa contoh termasuk varises, kista
ganglion, tendon bengkak, dan taji tulang rematik.
3) Cedera, seperti keseleo pergelangan kaki, dapat menyebabkan peradangan dan
pembengkakan di dalam atau di dekat terowongan, yang mengakibatkan
kompresi saraf.
4) Penyakit sistemik seperti diabetes atau artritis dapat menyebabkan
pembengkakan, sehingga menekan saraf.

A. RADIOLOGY OF TARSAL TUNNEL SYNDROME


Aktivitas yang memicu sindrom terowongan tarsal adalah aktivitas yang
memberikan beban berat pada sendi pergelangan kaki seperti lari cepat, melompat,
9
dan melakukan ashibarai dalam judo dalam kondisi fisik tertentu. Faktor-faktor
fisik yang mendasari predisposisi adalah deformitas kaki datar dan keberadaan
koalisi talocalcaneal, otot aksesori, dan fragmen tulang di sekitar terowongan tarsal.
Meskipun diagnosis yang tepat sering ditentukan dengan pemeriksaan klinis,
diagnosis mungkin lebih sulit jika presentasi tidak tipikal, atau ketika keterbatasan
anatomi dan teknis menghalangi. Diagnosis banding bergantung pada
elektrofisiologi dan studi pencitraan seperti pencitraan resonansi magnetik dan
ultrasound frekuensi tinggi (US).
Rontgen kaki yang menahan beban harus dinilai untuk menyingkirkan patah
tulang dan taji tulang, serta malalignment (misalnya, hindfoot varus atau valgus)
yang dapat mengubah geometri terowongan tarsal.
Deteksi massa pada studi pencitraan jarang terjadi, tetapi penting untuk
menyingkirkannya. Ketika lesi yang menempati ruang hadir, pasien tidak mungkin
membaik secara klinis sampai massa diangkat. Sebaliknya, tanpa pembedahan,
pembedahan jarang diindikasikan.
1) MRI
Dapat cukup membantu yang berhubungan dengan kasus soft-tissue masses
dan space-occupying lesion lainnya pada tarsal tunnel. Sebagai tambahan,
MRI berguna dalam menilai suatu flexor tenosynovitis dan unossified
subtalar joint coalitions.

Gambar 2. MRI menunjukkan Gambar 3. Schwannoma (panah)


ganglion berisi cairan yang menekan diidentifikasi di dalam terowongan
saraf tibialis. (atas kebaikan Vinod tarsal.
Panchbhavi MD) Sumber :
https://radsource.us/tarsal-tunnel-
syndrome/

10
2) USG
diperlukan untuk menyingkirkan lesi yang menempati ruang di dalam
terowongan tarsal, termasuk ganglion, lipoma, atau (jarang) otot aksesori.

Gambar 4.
Gambar melintang dari saraf tibialis posterior di terowongan tarsal yang
menunjukkan pembesaran yang tidak merata dari fascicles saraf pada sisi
yang bergejala dibandingkan dengan sisi normal. Panah pendek menandai
margin epineural saraf.
Sumber : Neurology India, 2011
3) Rontgen

Gambar 5. Radiografi menunjukkan koalisi talocalcaneal. Tanda bintang menunjukkan


sebagian paruh (Koalisi talocalcaneal adalah penyatuan fibrosa, tulang rawan, atau
tulang bawaan yang sering menyebabkan sindrom terowongan tarsal).

Sumber : Journal of Ultrasound in Medicine, 2005

11
Gambar 6. Rontgen AP pedis normal

Prosedur :

1) KAKI AP dan JARI-JARI KAKI AP


Telentang-sinar vertikal bersudut 100
a. Kecepatan kaset
Kaset dengan kombinasi layar-film, kecepatan nominal 50/100 di atas
meja
b. Ukuran kaset : 18x24 cm (8x 10 inci)
Gunakan penanda Right (Kanan) atau Left (Kiri) .
1. Pasien masuk ke kamar pemeriksaan, letakkan kaset di atas meja.
Sejajarkan arah sinar terhadap susunan kaset tersebut.
2. Posisikan pasien, duduk atau telentang. Kaki bersandar datar di atas
kaset dengan tungkai
3. Pasien ditekuk. Pusatkan sinar dan sejajarkan lagi arah sinarnya.
Gunakan setengah nilai rnAs untuk jari-jari kaki saja.
4. Pajankan sinar X.

12
2) KAKI PA OBLlK Tengkurap
Kecepatan kaset
Kaset dengan kombinasi layar-film, kecepatan nominal 50/ 100 di atas meja
Ukuran kaset
18x24 cm (8 xlO inci)
24x30 cm (lax 12 inci)
Gunakan penanda Right (Kanan) atau Left (Kiri) .
Prosedur
1. Pasien masuk ke kamar pemeriksaan, letakkan kaset kecil untuk kaki
yang kecil, kaset besar untuk kaki yang sangat besar, di atas meja.
Sejajarkan arah sinar terhadap susunan kaset tersebut.
2. Posisikan pasien, tengkurap di atas meja seperti pada gambar. Pusatkan
sinar dan sejajarkan lagi arah sinarnya.
3. Pajankan sinar X (Sandstrom, 2004)

13
3) KAKI LATERAL Berbaring pada satu sisi
Kecepatan kaset
Kaset dengan kombinasi layar-film, kecepatan
nominal 50/ 100 di atas meja.
Ukuran kaset
18x24 cm (8x 10 inci)
24x30 cm (10 x12 inci)
Gunakan penanda Right (Kanan) atau Left (Kiri).
1. Pasien masuk ke kamar pemeriksaan, letak-kan kaset kecil untuk kaki
yang kecil, kaset besar untuk kaki yang besar di atas meja. Sejajarkan
arah sinar terhadap susunan kaset tersebut
2. Posisikan pasien, berbaring pada 1 sisi yang akan diperiksa dengan lutut
ditekuk seperti pada gambar. Pusatkan sinar dan sejajarkan lagi arah
sinarnya
3. Pajankan sinar X.

14
4) KAKI AP OBLIK
Duduk di atas meja-sinar vertikal bersudut 15°
Kecepatan kaset
Kaset dengan kombinasi layar-film, kecepatan
nominal 50/ 100 di atas meja.
Ukuran kaset
lS x24 cm (7 x9 inci)
24x30 cm (9 X 12 inci)
Gunakan penanda Right (Kanan) atau Left (Kiri).
Prosedur :
1. Pasien masuk ke kamar pemeriksaan, letakkan kaset kecil untuk kaki
yang kecil, kaset besar untuk kaki yang sangat besar, di at as meja.
Sejajarkan arah sinar terhadap susunan kaset tersebut.
2. Posisikan pasien, tempatan kaki membentuk sudut seperti pada gambar.
Pusatkan sinar dan sejajarkan lagi arah sinarnya.
3. Pajankan sinar X.

B. ENMG
a. Definisi EMNG
Elektrodiagnostik, sebagai pemanjangan dari evaluasi neurologis,
membutuhkan prinsip anatomi yang sama untuk lokasi seperti pada

15
pemeriksaan klinis, mencari adanya bukti gangguan motorik dan sensorik.
Elektroneuografi (ENG) disebut juga sebagai pemeriksaan konduksi saraf, yang
mencakup pemeriksaan kecepatan hantar saraf (KHS) motoris, sensosris, dan
respon lambat. Elektromiografi (EMNG ) dalam arti sempit didefinisikan
sebagai pemeriksaan aktivitas listrik otot. Kadang – kadang istilah EMNG
disalah artikan sebagai pengganti ENMG yg juga mencakup pemeriksaan
konduksi saraf.
Pemeriksaan KHS dikerjakan dengan cara menstimulasi saraf perifer untuk
membangkitkan respon motoris maupun sensoris yang lazimnya direkam
menggunakan electrode permukaan (surface electrode). Abnormalitas dari KHS
dan cetus potensial (evoked potensial) dapat mengungkapkan patofisiologi yang
mendasari gangguan saraf tepi.
Pemeriksaan EMNG jarum berguna untuk menilai aktivitas listrik dari
electrode yang ditusukkan langsung ke dalam otot yang diperiksa. Dengan
pemeriksaan ini dapat diketahui adanya degenerasi aksonal, adanya reinervasi
maupun kelainan primer pada otot Pemeriksaan ENMG hanyalah sebagai
perluasan dari pemeriksaan klinis. Dengan pemeriksaan klinis yang baik,
pemeriksaan ENMG akan mempersempit diagnosis banding yang ada.
Pemeriksaan ini membantu menentukan diagnosis topis, patologis, dan
prognosis kelainan susunan saraf tepi (Poernomo et al, 2003)

Pada neuropati tibialis proksimal, tujuan pertama adalah untuk membedakan


apakah hanya saraf tibialis yang terlibat atau apakah ada keterlibatan pleksus
lumbosakral atau saraf skiatik. Oleh karena itu, penilaian harus mencakup studi
konduksi saraf dari saraf tibialis dan saraf peroneal dan sural umum ipsilateral.
Elektromiografi kemudian menjadi cara yang paling berguna untuk mendapatkan
lokalisasi anatomis. Jika terdapat dennervasi pada hamstring yang diinervasi tibialis
maka lesi tersebut berada di proksimal fosa poplitea, jika terdapat dennervasi
gastocnemius dan soleus maka lesi tersebut berada di proksimal pergelangan kaki.
Pada sindrom terowongan tarsal mungkin terjadi perlambatan konduksi motor
tibialis distal. Oleh karena itu, pemeriksaan konduksi saraf harus dilakukan pada
pergelangan kaki yang bergejala dan kontralateral. Penelitian pada saraf plantar
medial dan lateral untuk menilai konduksi saraf sensorik. Ini adalah tanda yang
tidak dapat diandalkan karena respons terkadang tidak ada secara normal, tanda
tersebut hanya berguna jika respons diperoleh dari sisi asimtomatik dan terdapat
respons yang berkurang atau tidak ada pada sisi simptomatik.

16
Elektroneuromiografi digunakan untuk mendeteksi, melokalisasi, dan
menentukan gangguan saraf dan otot.
1) Electroneurography (ENG)
Berfungsi menyelidiki konduksi saraf di saraf perifer (tangan dan kaki). Saraf
dirangsang menggunakan elektroda permukaan. Secara bersamaan, pengukuran
diambil dari kecepatan yang digunakan saraf untuk mentransmisikan sinyal
listrik dan kekuatan stimulasi saraf di otot yang sesuai. ENG dapat, misalnya,
dilakukan dalam kasus polineuropati (kerusakan pada saraf tepi) atau untuk
melokalisasi dan menentukan tingkat kerusakan saat saraf terluka atau terjepit
(misalnya sindrom terowongan karpal).
2) Elektromiografi (EMG)
Digunakan untuk merekam aktivitas listrik di otot. Elektroda jarum tipis
dimasukkan langsung ke dalam otot pasien. Dengan demikian, aktivitas serat
otot individu dapat ditentukan. Metode pemeriksaan ini dapat, misalnya,
menentukan apakah kelemahan otot disebabkan oleh penyakit otot itu sendiri
atau apakah aliran informasi dari saraf ke otot terganggu. EMG juga dapat
menunjukkan kemungkinan pemulihan ketika otot menjadi lumpuh karena
kerusakan saraf atau peradangan saraf. Kerusakan saraf juga dapat dilokalisasi
melalui EMG (Hirslanden Private Hospital Group, 2020)

Studi konduksi saraf - nerve conduction study (NCS) dan elektromiografi


(EMG) menjadi komponen rutin dalam evaluasi rutin neuromuskular. NCS yang
rutin dilakukan adalah NCS motorik dan sensorik. Sementara itu, F-wave study,
H-reflex, paired stimulation, repetitive stimulation at high and low rates, dan
blink reflex (refleks kornea atau refleks berkedip) merupakan studi konduksi
saraf lainnya yang jarang diterapkan.

EMG jarum dilakukan pada hampir semua studi, antara lain conventional
needle EMG, macro EMG, surface EMG, dan single-fiber EMG. Studi lainnya
memasukkan respon kulit simpatetik dan uji khusus yang dibahas pada bagian
terpisah. Beberapa indikasi umum NCS dan EMG adalah kelemahan fokal atau
difus, baal fokal atau difus, dan keram otot. Setelah dilakukan NCS dan EMG,

17
diagnosis dapat berupa neuropati perifer, carpal turnel syndrome, neuropati
ulnaris, dan miopati (Rahyussalim, 2018).

Gambar 1. Elemen dari sistem saraf tepi. Neuron motorik primer berada
pada medulla spinalis, dimana neuron sensorik primer, dorsal root ganglion
berada di luar medulla spinalis. Dorsal root ganglion adalah sel bipolar.
Prosesus proksimalnya membentuk radiks saraf sensoris, prosesus distalnya
menjadi serabut sensoris perifer (Shapiro, 2013)

4. Fungsi Normal Neuromuskular


Fungsi motorik
Adanya input dari otak menuju neuron motorik di medulla spinalis
menimbulkan depolarisasi dendrit yang terjadi pada axon hillock melalui
pembukaan kanal natrium.
Apabila depolarisasi tersebut mencukupi, potensial aksi akan terbentuk
dan menjelar sepanjang akson neuron motorik menuju perhubungan
neuromuskular. Akibatnya, depolarisasi pada terminal akson menyebabkan
pelepasan neurotransmiter asetilkolin pada celah sinaps yang menyebabkan
depolarisasi. Depolarisasi yang cukup membentuk aksi potensial di sepanjang
membran sel otot (sarkolema) hingga akhirnya terjadi pelepasan ion kalsium
dari sisterna retikulum sarkoplasma yang berperan dalam kontraksi otot.

18
Kontraksi berhenti apabila ion kalsium ini masuk kembali ke dalam
retikulum sarkoplasma untuk digunakan kembali pada periode kontraksi
selanjutnya. Mengingat satu neuron motorik memiliki beberapa cabang
terminal akson yang masing-masing mempersarafi satu sel otot, aktivasi
neuron motorik menyebabkan semua sel otot yang diinervasinya turut
berkontraksi (unit motorik). Sel otot terdiri atas serat intrafusal (terkait
muscle spindle - gelendong otot) dan serat ekstrafusal (terkait kekuatan
kontaksi), yang keduanya diinervasi oleh akson neuron motorik yang berbeda.
Fungsi sensorik
Aktivasi neuron sensorik terjadi melalui beragam hal mengingat
variasinya yang bermacam-macam mulai dari ujung saraf bebas hingga sel
yang bentuk terspesialisasi. Depolarisasi pada saraf sensorik perifer memicu
terbentuknya aksi potensial yang mejalar proksimal menuju medulla spinalis
dan otak.
Stimulus listrik pada saraf sensorik akan mengaktifkan semua akson
aferen tanpa memerhatikan modalitas sensorik itu sendiri. Oleh karena itu,
neuron sensorik berdiameter besar memiliki batas ambang terendah
dibandingkan akson tidak termielinasi dan akson kecil termielinasi. NCS
sensorik menggunakan stimulasi maksimal sehingga dapat menstimulasi
seluruh neuron sensorik. Akan tetapi, saraf dengan perambatan cepat
(berdiameter besar dan termielinasi) berkontribusi dalam aksi potensial
neuron sensorik (SNAP)/Sensory Nerve Action Potential. Dengan demikian,
NCS sensorik cenderung mengukur konduksi saraf tercepat (Rahyussalim,
2018).
Prinsip Kerja

Prinsip kerja EMNG adalah mengukur potensial otot. Seperti diketahui


adanya aktifitas otot akan menimbulkan potensial aksi. Potensial listrik dalam
otot tersebut terjadi akibat adanya reaksi kimia dalam otot. Dalam
pemeriksaan EMNG , karena kesulitan untuk mengisolasi sel otot tunggal
maka perekaman aktivitas listrik selalu dilakukan untuk beberapa serabut otot.
Sinyal listrik otot atau sekelompok otot berbentuk gelombang mirip bising
( “noise” ) yang amplitudonya bervariasi terhadap aktivitas otot. Pada
kontraksi sedang, ampiltudonya kira-kira 1 mV untuk 100Hz < frekuensi<
19
500 Hz dan 0,5 mV untuk 500 Hz<frekuensi<2000 Hz (Cameron, 1978 dalam
Chalimatus, 2008).

Pemeriksaan kecepatan hantar saraf (KHS) dilakukan dengan cara


meletakkan electrode perekam pada otot ( untuk KHS motoris) atau saraf
(untuk KHS sensoris) tertentu dan electrode stimulator di atas saraf tepi yang
akan diperiksa. Akibat rangsangan ini akan muncul potensial aksi pada saraf
motorik disebut Compound Muscle Action Potential (CMAP), dan pada saraf
sensoris disebut Sensory Nerve Action Potential (SNAP). CMAP berbentuk
gelombang bifasik, yang diawali leh defleksi negatif (ke arah atas dari garis
dasar)

Istilah elektrofisiologis yang penting untuk diketahui adalah (Poernomo et al, 2003)

1. Amplitude (mv) diukur dari garis dasar sampai defleksi negatif pertama, yang
menggambarkan berapa banyak akson yang dapat terangsang. Besar kecilnya
amplitude CMAP menunjukkan keadaan akson sepanjang perjalanan dari motor
neuron/ kornu anterior sampai saraf motorik. Amplitudo CMAP yang menurun
pada lesi motor neuron, lesi radiks, lesi plesus, dan lesi perifer
2. Durasi (mdet), diukur dari defleksi pertama sampai dengan titik dimana
gelombang tersebut memotong garis dasar kembali. Durasi menunjukkan
kemampuan suatu serabut saraf untuk menghantarkan impuls dalam waktu yang
relative bersamaan
3. Latensi (mdet) , diukur dari stimulus artefak sampai defleksi pertama dari garis
dasar. Latensi ini mengukur konduksi serabut motoris tercepat. Latensi yang
timbul oleh stimulasi pada tempat yang paling disatal dari ekstrimitas disebut
latensi distal Untuk pengukuran kecepatan hantar saraf (KHS) motoris, CMAP
direkam minimal pada dua lokasi sepanjang saraf

Gambar 2. Compound Muscle Action Potential (CMAP) (Shapiro, 2013) Dengan


memperhatikan latensi distal, amplitude, dan KHS maka dapat diketahui jenis neuropati
aksonal, demyelinating, atau campuran aksonal demyelinating

20
Gambar 3. Sensory Nerve Action Potential (SNAP) (Shapiro, 2013)
PERALATAN
1. komputer dengan kartu antarmuka untuk akuisisi sinyal dan kontrol
stimulator.
2. Stimulator :generator gelombang yang dikendalikan oleh modul
pengontrol di komputer.
3. Peralatan akuisisi : penguat (amplifier) dan wideband filte, berada di luar
komputer. Keluaran dari alat akuisisi akan terhubung ke modul konversi
analog ke digital di komputer.

Pada lesi demyelinating, bisa didapatkan penurunan amplitude bila terjadi


blok konduksi. Amplitudo akan menurun bila stimulasi saraf terletak proksimal
dari blok konduksi tersebut.
Dianggap terjadi blok konduksi bila terjadi penurunan amplitude CMAP
lebih dari 20% dan peningkatan durasi lebih dari 15% pada stimulasi proksimal
dibanding distal. Stimulasi pada serabut saraf sensoris akan menghasilkan
potensial aksi yang disebut Sensory Nerve Action
Potential (SNAP) menggambarkan fungsi integritas ganglion dorsalis
(neuron sensoris) beserta seluruh akson sensoris. SNAP akan menurun atau
menghilang amplitudonya pada lesi yang mengenai ganglion dorsalis dan akson
saraf sensoris. Walaupun penderita mengeluh adanya sensibilitas, SNAP akan
normal pada lesi sentral atau radikulopati. Pemeriksaan SNAP akan abnormal
pada ganglionopati, pleksopati, atau neuropati aksonal.

2) Studi konduksi saraf motorik


Metode
Elektroda:
21
Pada stimulasi permukaan, elektroda stimulator biasanya terbuat dari baja
tahan karat dengan kedua probe berjarak 2-3 cm. Katoda (kutub negatif)
berwarna hitam dan anoda (kutub positif) berwarna merah.
Posisi elektroda:
Elektroda stimulator ditempatkan pada kulit dekat dengan saraf pada dua
lokasi atau lebih di sepanjang saraf tersebut. Elektroda perekam berada
pada permukaan otot yang diinervasi saraf.
Karakteristik stimulus:
Stimulasi saraf menggunakan lecutan arus searah singkat. Stimulator
terdiri atas dua jenis, yakni tegangan konstan dan arus konstan. Stimulator
arus konstan memiliki variasi tegangan stimulasi untuk mengompensasi
perubahan impedansi kulit, sedangkan stimulator tegangan konstan
memiliki variasi arus untuk mencapai tegangan konstan ke saraf.
Biasanya arus yang diberikan ke jaringan <100 mA dan tegangannya
jarang melebihi 500-600 volt. Durasi stimulus berkisar antara 50-300 ms,
kecuali pada studi H-reflex yang memerlukan stimulus lebih lama, sekitar
500-1000 ms. Artefak stimulus dapat menjadi masalah, terutama pada
NCS sensorik, yang dapat terjadi karena beragam hal. Beberapa hal yang
dapat dilakukan untuk mengurangi artefak stimulus adalah sebagai berikut:
• Membersihkan kulit yang akan dipasang elektroda dengan alkohol
• Menempatkan elektroda tanah (ground electrode) di antara lokasi
stimulus dan perekaman
• Memastikan kontak listrik baik di semua titik kontak
• Mengurangi intensitas dan/atau durasi stimulasi
• Meningkatkan jarak antara lokasi stimulasi dan perekaman
Prosedur:
Setelah elektroda dipasang, stimulus berulang diberikan pada frekuensi 1
Hz dan tegangan pada awalnya dimulai dari 0 dan ditingkatkan secara
bertahap. Potensial aksi pada saraf motorik disebut Compound Muscle
Action Potential (CMAP) akan tampak dan semakin membesar seiring
dengan peningkatan tegangan stimulus hingga akhirnya peningkatan
tegangan ini tidak menghasilkan peninggian amplitudo CMAP. Respons
22
stabil tercapai apabila tegangan yang digunakan 25% lebih besar dari
tegangan yang dibutuhkan untuk menghasilkan amplitudo tertinggi
CMAP. Ketika rekaman sudah baik, hasilnya disimpan untuk dianalisis
dan elektroda stimulator dipindahkan ke proksimal untuk lokasi stimulasi
kedua. Hampir semua saraf distimulasi pada dua lokasi pada NCS
motorik, tetapi ada beberapa yang memerlukan minimal tiga lokasi
sepanjang saraf.
3) Saraf Tibia
saraf tibialis adalah kelanjutan dari saraf skiatik
di bawah fossa poplitea. Di kaki, itu memasok kedua kepala
gastrocnemius dan soleus bersama dengan otot dalam
belakang kaki. Di pergelangan kaki, saraf lewat di bawah fleksor
retinakulum dan membelah menjadi saraf planter medial dan lateral
setelah memberikan cabang kalkaneal
Posisi: terlentang.
Elektroda aktif: ditempatkan di atas kaki medial, sedikit anterior dan
inferior dari tuberkulum tulang navicular di titik paling superior dari
lengkungan yang dibentuk oleh persimpangan kulit plantar dan kulit kaki
punggung.

Gambar 7: Penempatan elektroda untuk saraf tibialis kanan


Sumber : National Journal of Physiology, Pharmacy and Pharmacology, 2016

 Elektroda referensi: ditempatkan agak distal ke Sendi


metacarpophalangeal pertama di permukaan medial sendi.
 Ground electrode: dipasang di punggung kaki.

23
 Titik rangsangan (S1): Katoda ditempatkan 8 cm
proksimal ke elektroda aktif (diukur dalam garis lurus
dengan pergelangan kaki di posisi tengah) dan sedikit di posterior
maleolus medial. Anoda di proksimal.
 Titik rangsangan (S2): Katoda ditempatkan di bagian midpoplitea
fossa atau sedikit medial atau lateral dari garis tengah. anoda di
proksimal.
 Serat saraf yang diuji: akar saraf S1 dan S2 melalui anterior
divisi pleksus lumbosakral dan saraf skiatik.
 Pengaturan mesin: Sensitivitas - 10 mv / divisi, frekuensi rendah
filter - 20 Hz, filter frekuensi tinggi = 3 kHz, dan sapuan
kecepatan - 10 ms / divisi.
Stimulasi pergelangan kaki harus kira-kira setengah jalan antara
maleolus medial dan tendon Achilles. Perhatian harus diberikan untuk
tidak menstimulasi saraf peroneal secara bersamaan di lutut. Stimulasi
harus dekat dengan garis tengah fossa poplitea, tetapi stimulator
mungkin perlu digerakkan sedikit atau ke lateral untuk mendapatkan
respon yang optimal mengawasi arah gerakan kaki pada stimulasi
yang akan membantu memastikan bahwa saraf yang tepat telah
distimulasi.
Interpretasi : Terjepitnya saraf tibialis menyebabkan sindrom
terowongan tarsal.
Interpretasi

Apabila salah satu gelombang melemah atau ada perbedaan bentuk


CMAP, hal ini kemungkinan ada implikasi patologi, yang dipastikan
terlebih dahulu bukan karena aktivasi neuron motorik tidak lengkap.

Jarak antarlokasi stimulus diukur untuk menentukan kecepatan


konduksi saraf (NCV) dengan rumus berikut ini:
NCV (m/s) = Jarak (Latensi Proksimal-Latensi Distal)

24
Jenis abnormalitas:

Jenis abnormalitas NCV motorik yang paling sering adalah:

• NCS motorik lambat (slow motor NCV): NCV yang melambat di


bawah rentang normal menandakan adanya gangguan pada selubung
mielin sehingga konduksi pada akson tidak secepat biasanya. Hal ini
dapat terjadi akibat neuropati, saraf terjepit (nerve entrapment),
cooling, dan penyebab lainnya.
• Peningkatan latensi distal (increased distal latency): peningkatan
latensi distal CMAP menandakan perlambatan konduksi pada bagian
distal neuron motorik yang dapat diakibatkan neuropati perifer.
• Perlambatan relatif NCV motorik dengan membandingkan segmen
(relative slowing of motor NCV by comparing segments): NCV
motorik absolut dapat tampak normal, tetapi bisa saja ada perbedaan
kecepatan antarsegmen saraf. Hal ini dapat terjadi pada terjepitnya n.
ulnaris di daerah siku.
• Blok konduksi (conduction block): Blok konduksi adalah perlambatan
NCV motorik yang ekstrim, yang menandakan gangguan konduksi
saraf terkait fungsi atau kompresi saraf.
• Penurunan amplitudo atau perubahan gelombang pada CMAP:
Penurunan signifikan pada amplitudo menandakan gangguan akson.
Kerusakan myelin yang parah menyebabkan perubahan gelombang
sehingga amplitudo dapat lebih rendah (Rahyussalim, 2018)

25
Tabel 1. Hasil normal NCS motorik
Sumber : Intra-Operative Nerve Monitoring dalam Praktik Klinis, 2018

Tabel 2. Parameter yang diobeservasi dalam degenerasi akson dan


demilienisasi
Sumber : Australian Family Physician Vol. 40, No. 9, 2011

Tabel 3. Gambaran konduksi saraf pada berbagai jenis neuropati


(Poernomo et al, 2013)

3) Studi konduksi saraf Sensorik

Metode
Elektroda: Pada dasarnya elektroda yang digunakan sama dengan elektroda
untuk NCV motorik. Namun, pada NCV sensorik dapat menggunakan
elektroda berbentuk cincin pada jari untuk stimulasi atau perekaman.
Peletakan elektroda tanah di antara lokasi stimulasi dengan perekaman
dapat mengurangi artefak. Penting pula memberitahu pasien untuk
merelaksasikan ekstremitasnya ketika dilakukan pengujian.

Lokasi elektroda: Untuk mendapatkan hasil yang murni sensorik, elektroda


stimulator dan perekam harus ditempatkan pada bagian sensorik saraf
tersebut. Pada NCS sensorik, stimulasi saraf campuran akan mengaktifkan
serabut saraf sensorik dan motorik sehingga perekaman harus dilakukan
pada cabang sensorik distal agar SNAP dapat terekam.

26
Perata-rataan: Hampir semua peralatan terkini mampu merata-ratakan
hasil dari beberapa stimulasi. Fitur ini berguna pada NCS sensorik karena
signal-to-noise rasio lebih rendah dan tegangan kerja besarnya satu atau dua
urutan lebih rendah daripada NCS motorik. Dengan merata-ratakannya akan
didapatkan amplitudo aksi potensial saraf sensorik yang rendah.

Interpretasi
Pengukuran: Pengukuran yang dihasilkan adalah:
• Latensi menuju mula potensial
• Latensi menuju puncak potensial
• Amplitudo potensial
• Jarak antara katoda stimulator dengan elektroda perekam aktif NCV
sensorik kemudian dihitung dengan rumus berikut ini:

NCV (m/s)=Jarak Latensi menuju mula potensial


sensorik
Jenis abnormalitas:
Konduksi lambat Konduksi saraf sensorik yang melambat
(slowed conduction) berakibat pada NCV sensorik yang lambat
atau peningkatan latensi sensorik distal
Amplitudo rendah Amplitudo normalnya rendah, yakni yang
(low amplitude) memerlukan perata-rataan hasil untuk
mendapatkan respon terukur.

Tidak ada respon Ketiadaan respon merupakan bentuk terparah


(absent response) amplitudo yang berkurang dan harus dianggap
tidak normal yang dapat diakibatkan kerusakan
akson atau mielin.

27
Faktor nonpatologis yang memengaruhi hasil
• Usia: Kecepatan NCS pada neonatus lahir cukup bulan biasanya hanya
setengah dari dewasa.
• Suhu tubuh: Suhu >37°C tidak memengaruhi NCS secara signifikan.

Suhu <34°C menyebabkan perlambatan NCV dan peningkatan


amplitudo akibat kanal natrium membuka lebih lama ketika suhu lebih
dingin (Rahyussalim, 2018).

Gangguan Klinis Umum dan Temuan pada NCS dan EMG


Gangguan NCS EMG
Tarsal tunnel  Peningkatan DL Normal atau denervasi
syndrome (latensi distal) motorik abduktor
tibialis hallucis brevis
 Penurunan NCS
plantaris lateralis
dan/atau medialis

DAFTAR PUSTAKA

Huynh, W., & Kiernan, M. C. (2011). Nerve Conduction Studies. Reprinted from
Australian Family Physician Vol. 40, No. 9, .

Kumar, A. and Prasad, A., 2016. Nerve conduction velocity in median nerve and
tibial nerve of healthy adult population with respect to gender. National
Journal of Physiology, Pharmacy and Pharmacology, 6(5), p.368.
Hirslanden.ch. 2020. Electroneuromyography (SGKN). [online] Available at:
<https://www.hirslanden.ch/en/corporate/specialities/electroneuromyography.h
tml> [Accessed 5 October 2020]. Kinoshita M, Okuda R, Yasuda T, Abe M.
Tarsal tunnel syndrome in athletes. Am J Sports Med. 2006 Aug;34(8):1307-12.
doi: 10.1177/0363546506286344. Epub 2006 Mar 27. PMID: 16567455.

28
Mallik, A., 2005. Nerve conduction studies: essentials and pitfalls in practice.
Journal of Neurology, Neurosurgery & Psychiatry, 76(suppl_2), pp.ii23-ii31

Nagaoka, M. and Matsuzaki, H., 2005. Ultrasonography in Tarsal Tunnel Syndrome.


Journal of Ultrasound in Medicine, 24(8), pp.1035-1040.

Rahyussalim. (2018). Intra Operative Nerve Monitoring dalam Praktek Klinis Edisi
Pertama. Depok: Media Aesculapius.

Sandstrom, S. (2004). WHO Manual Pembuatan Foto Diagnostik Teknik dan


Proyeksi Radiografi. EGC.

Therimadasamy, A., Seet, R., Kagda, T. and Wilder-Smith, E., 2011. Combination of
ultrasound and nerve conduction studies in the diagnosis of tarsal tunnel
syndrome. Neurology India, 59(2), p.296.

29

Anda mungkin juga menyukai