Anda di halaman 1dari 15

MUTIAH KHOIRUNNISAK

04011181823048

A. Autoimun Hemolytic Anemia (AIHA)

1. Definisi
Anemia hemolitik auto imun (AHAI) merupakan salah satu penyakit
imunologi didapat yang mana eritrosit pasien diserang oleh autoantibodi
yang diproduksi sistem imun tubuh pasien sendiri, sehingga mengalami
hemolisis (Rajabto, 2016) yang menyebabkan umur eritrosit memendek
<100 hari (Pardjono & Hariadi, 2014)

2. Klasifikasi
AHAI diklasifikasikan kedalam tiga tipe serologis, yaitu tipe hangat (80%-
90%), tipe dingin yang terdiri dari Cold Agglutinin Disease/CAD (10-20%
kasus AHAI) dan Paroxysmal Cold Hemoglobinuria (<1% kasus AHAI),
serta tipe campuran (Sekitar 8% kasus AHAI). Sedangkan, berdasarkan ada
atau tidaknya penyakit yang mendasari AHAI dibagi menjadi dua yaitu
primer dan sekunder (Rajabto et al., 2016).

3. Epidemiologi
Saat ini diperkirakan bahwa kejadian AIHA adalah 1,77 kasus per
100.000 per tahun (Hansen et al., 2020). AHAI tipe hangat (80%-90%), tipe
dingin yang terdiri dari Cold Agglutinin Disease/CAD (10-20% kasus AHAI)
dan Paroxysmal Cold Hemoglobinuria/PCH (<1% kasus AHAI), serta tipe
campuran (Sekitar 8% kasus AHAI) (Rajabto et al., 2016)
CAD biasanya terjadi pada orang yang berusia> 50 tahun, paling sering
pada dekade ke 7 dan 8 kehidupan. PCH adalah penyakit langka yang
kebanyakan menyerang anak-anak, sangat jarang terjadi pada orang dewasa
dan sering dikaitkan dengan infeksi pada kelompok usia ini. Risiko AIHA
meningkat seiring bertambahnya usia, di wAIHA risikonya 5 kali lebih
tinggi pada dekade ke-7 kehidupan dibandingkan dengan dekade keempat.
Alasan utama untuk ketergantungan usia ini bisa jadi imunosenescence atau
kelainan epigenetik yang terakumulasi dalam sel hematopoietik dengan
penuaan (Michalak et al., 2020).
Proses penuaan serta berbagai penyakit penyerta meningkatkan
kemungkinan dan tingkat keparahan stres oksidatif dan eryptosis, yaitu
perubahan membran sel eritrosit yang menyebabkan penuaan sel darah
merah dan kematian dini. Latar belakang genetik, imunodefisiensi, penyakit
autoimun, infeksi, obat-obatan - terutama obat anti kanker baru, neoplasia -
terutama CLL / NHL, dan transplantasi semuanya telah disarankan sebagai
faktor risiko penting untuk pengembangan AIHA. Perjalanan klinis AIHA
dapat bervariasi dari ringan hingga parah dan bentuk yang mengancam jiwa.
Perjalanan AIHA bisa kronis atau berulang, dan, sangat jarang bisa episodik.
Diperkirakan angka kematian di AIHA sekitar 10% (Michalak et al., 2020).

1
MUTIAH KHOIRUNNISAK
04011181823048

4. Etiologi
Table 1. Etiologi AIHA (Michalak et al., 2020).
Tipe AIHA Etiologi

Warm AIHA Hematologic disorders and lymphoproliferative


diseases (CLL, Hodgkin’s and non-Hodgkin’s
lymphoma)
Solid malignancy (thymoma, ovarian or
prostate carcinoma)
Autoimmune diseases (SLE, Sjögren syndrome,
sytemic sclerosis, rheumatoid arthritis, colitis
ulcerosa, PBC)
Viral infections (HCV, HIV, VZV, CMV,
SARS-CoV-2)
Bacterial infections (tuberculosisis,
pneumococcal infections)
Leishmania parasites
Bone marrow or solid-organ transplantation
Primary immune deficiency syndromes (CVID,
ALPS)
Sarcoidosis
CAD Lymphoproliferative diseases (Waldenström
macroglobulinemia, non-Hodgkin’s lymphoma)
Solid malignancy
Infections (parvovirus B19, Mycoplasma sp.,
EBV, adenovirus, influenza virus, VZV
infections and syphilis)
Autoimmune disease
Post-allogeneic HSCT
PCH Bacterial infections (Mycoplasma pneumoniae,
Haemophilus influenzae, Escherichia coli
infections and syphilis)
Viral infections (adenovirus, influenza A virus,
VZV infection; mumps, measles)
Myeloproliferative disorders
Mixed Lymphoma
AIHA SLE
Infection
DIIHA Antibiotics (cephalosporins, beta-lactamase
inhibitors, cotrimoxazole)
Antiviral drugs: HAART

2
MUTIAH KHOIRUNNISAK
04011181823048

Anti-PD-1 monoclonal antibodies (nivolumab,


pembrolizumab)
Chemotherapy (carboplatin, oxaliplatin)
Non-steroidal anti-inflammatory drugs
(diclofenac)
Others: methyldopa
Ket : AIHA autoimmune haemolytic anaemia, ALPS autoimmune
lymphoproliferative syndrome, anti-PD-1 anti programmed death-1, CAD
cold agglutinin disease, CLL chronic lymphocytic leukaemia, CMV
cytomegalovirus, CVID common variable immunodeficiency, DIIHA drug-
induced immune hemolytic anaemia, EBV epstein-barr virus, HAART highly
active antiretroviral therapy, HCV hepatitis C, HIV human
immunodeficiency virus, HSCT haematopoietic stem cell transplantation,
PBC primary biliary cirrhosis, PCH paroxysmal cold haemoglobinuria, SLE
systematic lupus erytremathosus, VZV varicella zoster virus

5. Patogenesis
Perusakan sel sel eritrosit yang diperantai antibody terjadi melalui aktivasi
komplemen, aktivasi mekanisme, atau kombinasi keduanya.
Aktivasi komplemen
Secaraha keseluruhan aktivasi sistem komplemen akan menyebabkan
hancurnya membrane sel eritrosit dan terjadilan hemolisis intravascular yang
ditandai dnegan hemoglobinemia dan hemoglobinuri.
Setiap komplemen akan diaktifkan melalui jalur klasik atau pun jalur
alternative. Antibody antibody yang memiliki kemampuan mengaktifkan
jalur klasik adalah IgM, IgG1, IgG2, IgG3. Immunoglobulin M disebut
sebagai agglutinin tipe dingin sebab berikatan dengan antigen
polisakarida pada permukaan sel darah merah pada suhu di bawah
suhu tubuh. Antibodi igG disebut agglutinin hangat karena bereaksi
dengan antigen permukaan eritrosit pada suhu tubuh.
a. Aktivasi komplemen jalur klasik
Reaksi diawali dengan aktivasi C1 suatu protein yang dikenal sebagai
recognition unit . C1 akan berikatan dengan kompleks imun antigen
antibodi dan menjadi aktif serta mampu mengkatalisis reaksi-reaksi
pada jalur klasik. Fragmen C1 akan mengaktifkan C4 dan C2
menjadi suatu kompleks C4b,2b (dikenal sebagai C3-convertase).
C4b,2b akan memecah C3 menjadi fragmen C3b dan C3a. C3b
mengalami perubahan konformational sehingga mampu berikatan
secara kovalen dengan partikel yang mengaktifkan komplemen (sel
darah berlabel antibodi). C3 juga akan membelah menjadi C3d,g dan
C3c,C3d, dan C3g akan tetap berikatan pada membran sel darah
merah dan merupakan produk final aktivasi C3. C3b akan

3
MUTIAH KHOIRUNNISAK
04011181823048

membentuk kompleks C4b,2b menjadi C4b2b3b (C5- convertase).


C5-convertase akan memecah C5 menjadi C5a (anafilatoksin) dan
C5b yang berperan dalam kompleks penghancur membran.
Kompleks penghancur membran terdiri dari molekul C5b,C6,C7,C8,
dan beberapa molekul C9. Kompleks ini akan menyisip ke dalam
membran sel sebagai suatu aluran transmembran sehingga
permeabilitas membran normal akan terganggu. Air dan ion akan
masuk ke dalam sel sehingga sel membengkak dan rupture.
b. Aktivasi komplemen jalur alternative
Aktivator jalur alternatif akan mengaktifkan C3, dan C3b yang terjadi
akan berikatan dengan membran sel darah merah. Faktor B kemudian
akan melekat pada C3b, dan oleh D faktor B dipecah menjadi Ba dan
Bb. Bb merupakan suatu protease serin dan tetap melekat pada C3b.
Ikatan C3bBb selanjutnya akan memecah molekul C3 lagi menjadi
C3a dan C3b. C5 akan berikatan dengan C3b dan oleh Bb dipecah
menjadi C5a dan C5b. selanjutnya C5b berperan dalam
penghancuran membran.
c. Aktivasi selular yang menyebabkan hemolisis ekstravaskular
Jika sel darah disensitasi dnegan igG yang tidak berikatan dengan
komplemen atau berikatan dengan komponen komplemen namun
tidak terjadi aktivasi komplemen lebih lanjut, maka sel darah merah
tersebut akan hancur oleh sel sel retikuloendotelial. Proses immune
adherence ini snagat penting bagi perusakan sel eritrosit yang
diperentarai sel. Immunoadherence terutama yang diperentarai igG –
FcR akan menyebabkan fagositosis.

Gambar 2. Skema aktivasi komplemen sederhana ( Barensten et al.,


2019)

4
MUTIAH KHOIRUNNISAK
04011181823048

a. Disregulasi Sitokin di AIHA


Ada juga bukti disregulasi sitokin di AIHA. Di antara banyak dan
kadang-kadang temuan yang bertentangan, interleukin (IL) -4, IL-6,
dan IL-10 telah ditemukan meningkat pada pasien dibandingkan
dengan kontrol yang sehat. Hal ini konsisten dengan respons humoral
T-helper (Th) 2 yang lazim dan mekanisme penghancuran sel darah
merah yang dimediasi oleh antibodi di AIHA. Interferon (IFN) -γ
telah dilaporkan berkurang pada pasien AIHA dibandingkan dengan
kontrol, mengakibatkan penurunan penghambatan respon Th 2, dan
akibatnya dalam amplifikasi penyakit autoimun yang dimediasi oleh
autoantibodi. Imunitas seluler juga terlibat dengan peningkatan
aktivitas limfosit T CD8 + sitotoksik, sel killer alami, dan makrofag
yang diaktifkan. Selain itu, IL-2 dan IL-12, yang menginduksi
diferensiasi sel T naif CD4 + menjadi subset Th 1, telah ditemukan
meningkat, selanjutnya meningkatkan kekebalan seluler. Sejalan
dengan aktivasi berlebih ini, faktor pertumbuhan transformasi (TGF)
-β telah dilaporkan meningkat. Sitokin pleiotropik ini mendukung
diferensiasi subset Th 17, yang memperkuat respons pro-inflamasi
dan autoimun. Akhirnya, subset limfosit yang mampu menurunkan
respon autoimun seperti sel CD4 + T-regulator perifer telah
dilaporkan berkurang pada pasien AIHA dibandingkan dengan
kontrol, lagi-lagi mendukung respon autoimun.

Gambar 2. Disregulasi sitokin AIHA (Fatizzo et al., 2020)

b. Peran Kompelem pada AIHA hangat


Pemecahan sel darah merah yang dipicu oleh imun di wAIHA
tidak sepenuhnya dimediasi oleh komplemen. Berdasarkan pola DAT,
komplemen terlibat dalam 28-65% wAIHA. Mekanisme non-
komplemen utama adalah kerusakan membran yang disebabkan oleh

5
MUTIAH KHOIRUNNISAK
04011181823048

makrofag dengan pembentukan sferosit berikutnya, yang rentan


terhadap kerusakan pada pulpa merah limpa dan, secara bersamaan
atau sebagai alternatif, fagositosis sel darah merah Ig-opsonized oleh
sistem fagositik mononuklear, yang terutama terjadi di limpa. Pada
sel darah merah yang diopsonisasi dengan IgM atau dilapisi berat
dengan IgG, kompleks ag-ab akan memulai CCP ( Barensten, 2019).
IgG adalah aktivator komplemen yang lebih lemah dari IgM. Dari
subkelas IgG, terutama IgG3, dan pada tingkat yang lebih rendah
IgG1, yang mampu mengaktifkan komplemen, sedangkan IgG2
adalah aktivator yang bahkan lebih lemah. IgG4 dan IgA tidak
memicu sistem komplemen.
Namun, wAIHA yang dimediasi IgA dapat menjadi fulminan,
mungkin karena keterlibatan IgM bersamaan. Aktivasi CCP akan
membuat sel darah merah mengalami opsonisasi dengan C3b dan,
oleh karena itu, rentan terhadap hemolisis ekstravaskular oleh sistem
fagositik mononuklear, terutama oleh sel Kupfer di hati, sedangkan
hemolisis intravaskular yang dimediasi oleh jalur terminal hanya
menonjol pada kasus yang parah. Penjelasannya mungkin adalah efek
perlindungan dari CD55 dan CD59 yang, tidak seperti di PNH, utuh
dalam AIHA.

Gambar 3. Skema hemolisis pada Warm AIHA ( Barensten,


2019)

6
MUTIAH KHOIRUNNISAK
04011181823048

6. Gejala dan Tanda


a) Warm AIHA
70% kasus AIHA tipe hangat, autoantibody bereaksi optimal pada suhu
37° dan kurang lebih 50% pasien tipe WAIHA disertai penyakit lain.
Onset penyakt samar, gejala anemia perlahan, ikterik, demam. Beberapa
kasus onset mendadak disertai nyeri abdomen dan anemia berat. Urin
gelap karena hemoglobinuria. Ikterik 40% pasien. Idiopatik splenomegali
50-60%, hepatomegali 30%, dan limfadenopati 25% pasien. Hanya 25%
tanpa pembesaran organ dan limfodenopati.
b) AIHA dingin
Hemolisis diperantarai Ab dingin yaitu aglutinin dingin dan Ab Donath-
Landstainer. Karakteristik memiliki agglutinin dingin terhadap antigen
I/I dan umunya titer rendah. Sering terjadi aglutinasi pada suhu dingin.
Hemolisis berjalan kronik. Anemia umumnya ringan, Hb 9-12 g/dL.
Sering didapat akrosianosis dan splenomegali.

7. Diagnosis

Gambar 4. Algoritma diagnosis AIHA

Diagnosis ditegkkan berdasarkan anamnesis sistematis mengenai


adalanya rasa lelah, mudah mengantuk, sesak nafas, cepatnya perlangsungan
gejala, riwayat pemakaian obat, dan riwayat sakit sebelumnya. Pemeriksaan
fisik didapatkan pucat, ikterik, splenomegali, dan hemoglobinuria.
Pemeriksaan fisik juga dilakukan dengan mencari keuntungan penyakit
primer yang mendasari AIHA. Pemeriksaan Hb menunjukkan Hb rendah
(biasnya 7-10 g/dl), MCV normal atau meningkat, bilirubin indirek yang
meningkat, LDH meningkat, retikulositosis

7
MUTIAH KHOIRUNNISAK
04011181823048

a. Pemeriksaan direct Antiglobulin test (direct coomb’s test)


Sel eritrosit pasien diuci dari protein protein yang melekat dan
direaksikan dengan antiserum atau antibody monoclonal terhdapat
berbagai berbagai immunoglobulin dan fraksi komplemen (terutama
igG dan C3d). bila pada permukaan sel terdapat salah satu atau kedua
IgG dan Cd3.

Gambar 5. Direct coomb’s Test (Brodsky, 2019)

b. Indirek agluglobulin test (undirect comb’s test)


untuk mendeteksi autoantibody yang terdapat pada serum. Serum
pasien direaksikan dengan sel sel reagen. Immunoglobulin yang
beredar pada serum akan melekat pada sel sel reagen dan dideteksi
dengan antiglobulin dengan terjadinya aglutinasi.

8
MUTIAH KHOIRUNNISAK
04011181823048

Gambar 6. Skema algoritam penegakkan (Hill&Hill, 2018).


Ket:
DAggT, direct agglutination test; DIIHA, drug-induced immune
hemolytic anemia; HA, hemolytic anemia; HDN, hemolytic disease of the
newborn; HTR, hemolytic transfusion reaction; PLS, passenger lymphocyte
syndrome; RT, room temperature. *The final diagnosis of CHAD or mixed
AIHA is based on the overall clinical picture, including supportive
serological findings. †For example, the thermal amplitude. **Saline-
suspended red cells and patient’s serum at room temperature for 30 to 60
minutes. Adapted from Hill et al with permission

9
MUTIAH KHOIRUNNISAK
04011181823048

Gambar 6 Karakteristik klinis dan laboratorium pasien saat onset dibagi


menurut tipe serologis AIHA (Fattizo et al., 2020).

8. Tatalaksana
1. Warm AIHA

(Brodsky, 2019)

2. Cold Agglutinin Disease (CAD)


1) Pengobatan CAD terutama didasarkan pada perlindungan dari dingin,
terutama bagian tubuh yang terbuka, dan menghindari infus dingin,
makanan, dan minuman. Tindakan ini biasanya cukup untuk

10
MUTIAH KHOIRUNNISAK
04011181823048

mengontrol anemia (dan gejala peredaran darah yang lebih rendah)


dalam bentuk yang tidak terlalu parah. Pembedahan pada hipotermia
dan / atau bypass kardiopulmonal pada CAD merupakan suatu
tantangan dan harus dilakukan dengan normotermia. Infeksi bakteri
harus segera diobati.
2) Dalam situasi kritis, plasmaferesis setiap hari atau setiap dua hari
merupakan pilihan terapi sementara untuk digunakan bersama
dengan terapi spesifik.
3) steroid dapat digunakan pada fase akut, tetapi steroid tidak boleh
diperpanjang untuk efek samping yang jelas
4) splenektomi tidak efektif pada CAD dan oleh karena itu merupakan
kontraindikasi. Hal ini karena hemolisis ekstravaskular yang
dimediasi komplemen terutama terjadi di hati dan hemolisis
intravaskular di aliran darah.
5) Penggunaan awal rituximab, asmonoterapi yang efektif pada sekitar
50% kasus. Namun, respon lengkap jarang (5-10%), dan sering
kambuh (durasi respon 1-2 tahun), meskipun responsif terhadap
pengobatan ulang. Pengobatan gabungan dengan rituximab dan
fludarabine secara oral (40 mg / m2 pada hari 1-5) menghasilkan
tingkat respons yang lebih tinggi (76% kasus) dan remisi
berkelanjutan (perkiraan durasi respons median 6,5 tahun). Namun,
toksisitas hematologi dan komplikasi infektif sering terjadi,
menyarankan rejimen ini untuk kasus refrakter hingga 1–2 rangkaian
rituximab.
6) Terapi kombinasi Rituximab plus bendamustine menghasilkan
respons pada 71% pasien (40% lengkap) dengan remisi jangka
panjang dan profil keamanan yang dapat diterima (11%) mengalami
infeksi dengan atau tanpa neutropenia). Dengan demikian, rejimen ini
sekarang disarankan sebagai lini pertama pada pasien yang relatif
bugar yang sangat terpengaruh oleh CAD.
7) sebuah studi prospektif kecil menunjukkan bahwa monoterapi
bortezomib (satu siklus) efektif pada sekitar 1/3 pasien dengan CAD.
Baru-baru ini, beberapa laporan kasus telah menjelaskan kemanjuran
bortezomib yang terkait dengan deksametason, vinkristin, rituximab,
dan siklofosfamid. Perawatan lain (chlorambucil, interferon-alpha,
cladribine, dan cyclophosphamide) menunjukkan sedikit kemanjuran,
terutama pada penelitian kecil dan lama.

11
MUTIAH KHOIRUNNISAK
04011181823048

9. Diagnosis Banding

10. Prognosis
a) WAIHA
Hanya sebagian kecil pasien mengalami penyembuhan komplit dan sebagian
besar memiliki perjalanan penyakit yang berlangsung kronik, namun
terkendali. Kesintasan 10 tahun berkisar 70%. Anemia, DVT, emboli paru,
infark lien da kejadian kardiovaskular bisa terjadi selama penyakit aktif.
Mortalitas 5-10 tahun sebesar 15-25%. Prognosis AIHA sekunder tergantung
penyakit yang mendasari
b) AIHA dingin
Pasien dengan sindrom kronik akan memiliki kesintasan yang baik dan
stabil
c) PCH (Paroxymal Cold Hemoglobinuria)
Pengobatan penyakit yang mendasari akan memperbaiki prognosis.
Prognosis pada kasus-kasus idiopatik pada umumnya juga baik dengan
kesintasan yang panjang (HAriadi & Pardjono, 2014)

11. SKDI

3A. Bukan gawat darurat

Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahuluan
pada keadaan yang bukan gawat darurat. Lulusan dokter mampu menentukan rujukan
yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu
menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.

12
MUTIAH KHOIRUNNISAK
04011181823048

DAFTAR PUSTAKA

Hill, A., & Hill, Q. A. (2018). Autoimmune hemolytic anemia. Hematology. American
Society of Hematology. Education Program, 2018(1), 382–389.
https://doi.org/10.1182/asheducation-2018.1.382
Barcellini, W., Zaninoni, A., Giannotta, J. A., & Fattizzo, B. (2020). New Insights in
Autoimmune Hemolytic Anemia: From Pathogenesis to Therapy Stage 1.
Journal of clinical medicine, 9(12), 3859.
https://doi.org/10.3390/jcm9123859
Zanella, A., & Barcellini, W. (2014). Treatment of autoimmune hemolytic anemias.
Haematologica, 99(10), 1547–1554.
https://doi.org/10.3324/haematol.2014.114561

Hansen DL, Möller S, Andersen K, Gaist D, Frederiksen H. Increasing incidence and


prevalence of acquired hemolytic Anemias in Denmark, 1980-2016. Clin
Epidemiol. 2020;12:497–508. doi: 10.2147/CLEP.S250250.
Brodsky, R. A. (2019). Warm Autoimmune Hemolytic Anemia. New England Journal of
Medicine, 381(7), 647–654. doi:10.1056/nejmcp1900554 \
Berentsen, S., Hill, A., Hill, Q. A., Tvedt, T., & Michel, M. (2019). Novel insights into
the treatment of complement-mediated hemolytic anemias. Therapeutic
advances in hematology, 10, 2040620719873321.
https://doi.org/10.1177/2040620719873321
Michalak, S. S., Olewicz-Gawlik, A., Rupa-Matysek, J., Wolny-Rokicka, E.,
Nowakowska, E., & Gil, L. (2020). Autoimmune hemolytic anemia: current
knowledge and perspectives. Immunity & ageing : I & A, 17(1), 38.
https://doi.org/10.1186/s12979-020-00208-7
Rajabto et al. (207). Profil Pasien Anemia Hemolitik Auto Imun (AHAI) dan Respon
Pengobatan Pasca Terapi Kortikosteroid di Rumah Sakit Umum Pusat
Nasional dr. Cipto Mangunkusumo. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia , 2016.
Taroeno-Hariadi, K. W., & Pardjono, E. (2014). Anemia Hemolitik Imun. Jakarta:
PAPDI Internal Publishing.

ANALISIS MASALAH

13
MUTIAH KHOIRUNNISAK
04011181823048

2. Nona A, 20 tahun, datang dengan keluhan utama badan lemah, mudah lelah,
jantung berdebar-debar disertai pusing apalagi bila berdiri sejak 2 minggu
sebelum masuk rumah sakit. Nn. A juga mengaku mata kuning, urinnya
berwarna teh tua dan rasa tidak nyaman pada perut kanan atas. Nn. A berobat ke
UGD RS Tipe C, dikatakan anemia.
a. Bagaimana mekanisme badan lemah dan mudah lelah pada kasus?
Jawab
Autoantibody menyerang eritrosit hemolisis ↓Hb ↓O2 ke jaringan 
↓energi  badan lemah dan mudah lelah

b. Bagaimana mekanisme jantung berdebar-debar pada kasus?


Jawab
Autoantibody menyerang eritrosit  hemolisis  ↓Hb  ↓O2 ke jaringan
↑heart rate

c. Apa saja pemeriksaan hematologi dan imunologi yang diperlukan Nn. A?


(1,2)
Jawab

d. Bagaimana mekanisme rasa tidak nyaman pada perut kanan atas pada pasien?
Jawab
↑destruksi eritrosit  ↑kerja hepar  ↑pembesaran hepar (Hepatomegali) 
rasa tidak nyaman di perut kanan atas

e. Bagaimana mekanisme mata kuning dan urin bewarna teh tua pada pasien?
Jawab
Autoantibody terhadap eritrosit  destruksi eritrosit ekstravascular 
↑bilirubin plasma  mata kuning
Autoantibody terhadap eritrosit  destruksi eritrosit
ekstravascular↑bilirubin plasma ↑urine urobilinurine bewarna the

f. Apa saja klasifikasi anemia?


1) Berdasarkan morfologi:
a) Anemia makrositik :
 A. Megalobastik: A. def. vitamin B12, asam folat, atau
gangguan sintesis DNA.
 A. non megaloblastik
b) Anemia mikrositik: A. def. besi, anemia penyakit kronik, Anemia
Sideroblastik
c) Anemia normositik:Autoimun hemolytic Anemia (AIHA), Anemia
pasca perdarahan akut

14
MUTIAH KHOIRUNNISAK
04011181823048

g. Bagaimana hubungan penyakit yang diderita Nn. A dengan anemia ?


Jawab
SLE merupakan penyakit autoimun dimana terjadi autoantibody yang
menyerang eritrosit menyebabkan lisis darah (hemolisis). Hemolisis darah
menyebabkan penurunan Hb sehingga terjadi anemia.

h. Apa makna dari riwayat keluarga, riwayat perdarahan dan riwayat transfusi
darah sebelumnya tidak ada?
Jawab
Makna tidak ada riwayat perdarahan membantu menyingkirkan diagnosis
banding anemia etiologi perdarahan akut.

15

Anda mungkin juga menyukai