Halaman
LAMA ........................................................... 25
PENDAHULUAN
PARTAI POLITIK:
TINJAUAN UMUM
2. Jenis-jenis Parpol
Komprehensif(pragmatis,
1 dukungan Sektarian(ekslusif)
Orientasi klan)
PARPOL DIERA
DEMOKRASI ORDE
LAMA
D
emokrasi di Era Orde Lama dapat dibagi
dalam dua periode, yaitu Era demokrasi
Liberal Parlementer (1945 - 1959) yang
merupakan era kebebasan dan kejayaan parpol dan
demokrasi tepimpin (1959 - 1966) yang merupakan era
awal pengendalian parpol oleh negara.
Wakil Presiden,
Ttd.
Muhammad Hatta
PARPOL DI ERA
DEMOKRASI ORDE
BARU
PARPOL DIERA
REFORMASI
Kesimpulan
1. Tinjauan Umum
Gerindra – Yogyakarta
Partai Persatuan Daya – Kalimantan Barat
AKUI – Madura
Partai Rakyat Desa (PRD) Jawa Barat
Partai rakyat Indonesia merdeka (PRIM) – Jawa Barat
R. Soedjono Prawirosoedarso dkk – Madium
Gerakan Pilihan sundah (GPS) – Jawa Barat
3. Kesimpulan
PENUTUP
D
ari urain tersebut di atas, dapat
disimpulkan bahwa sistem dan kepartaian
di indonesia semenjak kemerdekaan hingga
kini mengalami pasang suut sesuai dengan dinamika
kehidupan politik dan ketatanegaraan sbb.:
I. Aliran Islam :
1. Partai Islam masyumi (Majelis Syura Muslimin
Indonesia)
2. Partai Nahdlatul Ulama (NU)
3. Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII)
4. Partai Islam Perti (Persatuan Tarbiayah Islamiyah)
5. Partai Politik Tarikat Islam (PPTI)
6. AKUI (Angkatan Umat Islam)
V. Aliran Marxis/Komunis:
36. Baperki
37. Partai Demoktar Tionghoa Indonesia Indonesia
(PDTI); DAN
38. Partai Indo Nasional (PIN)
DEMOKRASI TERPIMPIN
II. Parpol yang sah menurut UU, tetapi tak ikut verifikasi
KPU:
1. Partai Kedaulatan Rakyat Indonesia
2. Partai Trisila
3. Partai Perjuangan Rakyat Indonesia
4. Partai Trasti Rakyat Indonesia
5. Partai Kesejahteraan
6. Partai Perempuan Indonesia
7. Partai Kedaulatan Rakyat
8. Partai Era Reformasi Tarbiyah Islamiyah
9. Partai Demokrasi Liberal Indonesia
10. Partai Demokrat Pembaharuan Indonesia
11. Partai Dua Syahadat
12. Partai Rakyat Tani Usaha Informal dan Pemuda Putus
Sekolah
Menimbang:
Bahwa berhubung dengan keadaan ketatanegaraan di Indonesia,
jang memjebabkan dikelarkannja Dekrit Presiden/Panglima
Tertinggi Angkatan Perang Republik Indonesia pada tanggal 5
Djuli 1959 dan jang memnahajakan persatuan dan keselamatan
negara, Nusa dan bangsa serta merintangi pembangunan semesta
untuk mentjapai masjarakat jang adil dan makmur, perlu
diadakan peraturan tentang sjarat-sjarat dan penjederhanaan
kepartaian;
Memperhatikan:
Manifesto Politik Presiden tanggal 17 Agustus 1959;
Mendengar:
1. Dewan Pertimbangan Agung pada tanggal 25 Nopember
1959;
2. musjawarah Kabinet Kerdja pada tanggal 16 Desember
1959;
Memutuskan:
Pertama: Mentjabut maklumat pemerintah pada tanggal 3
Nopember 1945 (Berita Republik Indonesia Tahun I No. 1
Halaman 3 Kolom 4) mengenai Andjuran Pemerintah tentang
pembentukan partai-partai politik;
BAB I
ARTI KATA
Pasal 1
“Partai” dalam penetapan presiden ini adalah organisasi
golongan rakjat berdasarkan persamaan kehendak didalam
Negara untuk memperdjuangkan bersama -sama tertjapainja
tudjuan rakjat jang tersusun dalam bentuk Negara.
BAB II
SJARAT-SJARAT
Pasal 2
Partai harus menerma dan mempertahankan azas dan tudjuan
Negara Kesatuan Republik Indonesia menurut Undang -undang
Dasar 1945.
Pasal 3
(1) Untuk dapat diakui sebagai partai maka dalam Anggaran
Dasar organisasi harys ditjantumkan dengan tegas, bahwa
organisasi itu menerima dan mempertahankan Undng -
undang Dasar Negara Republik Indonesia jang memuat
dasar-dasar negara, jaitu Ketuhana Jang Maha Esa,
Kebangsaan, Kedaulata Rakjat, Perikemanusiaan dan
Keadilan sosial, dan bertudjuan membangun suatu
masjarakat jang adil dan makmur menurut kepribadian
bangsa
Pasal 4
Dalam memperdjuangkan tudjuannnja, Partai-partai diharuskan
menggunakan djalan-djalan damai dan demokratis.
Pasal 5
Partai harus mempundjai tjabang-tjabang jang tersebar paling
sedikit seperempat djumlah Daerah Tingkat I dan djumlah
tjabang-tjabang ini harus memiliki sekurang -kuragnja
seperempat dari djumlah Daerah tingkat II seltuh wilayah
Republik Indonesia.
Pasal 6
(1) partai tidak diperbolehkan mempunjai seorang asingpun
baik dalam pengurus dan pengurus penghormatan maupun
sebagai anggota biasa.
(2) Partai tidak diperbolehkan tanpa itjin dari pemerintah
menerima bantuan dari fihak asing dan/atau memberi
bantuan kepada fihak asing dalam bentuk dan dengan tjara
apapun djuga.
Pasal 7
Jang berhak mendjadi Anggauta Partai ialah Warga Negara
Indonesia jang telah berumur 18 tahun atau lebih.
Pasal 8
Presiden berwenang mengawasi dan memerintahkan untuk
memeriksa tata usaha, keuangan dan kekajaan Partai -partai.
BAB IV
PEMBUBARAN
Pasal 9
(1) Presiden, sesudah mendengar Mahkamah Agung, dapat
melarang dan/atau membubarkan Partai jang:
1. Bertentangan dengan azas dan tudjuan Negara;
2. Programnja bermaksud merombak azas dan tudjuan
Negara;
3. Sedang melakukan pemberontakan karena peminpin -
pemimpinnja turut-serta dalam pemberontakan-
pemberontakan atau telah djelas memberikan bantuan,
sedangkan partai itu tidak dengan resmi menjalahkan
perbuatan anggota-anggota itu;
4. tidak memenuhi sjarat-sjarat lain jang ditentukan dalam
Penetapan Presiden ini.
(2) Partai jang dibubarkan berdasarkan ajat (1) pasal ini, harus
dibubarkan dalam waktu selama-lamanja tiga puluh kali dua
puluh empat jdam, terhitung mulai tanggal berlakunja
Keputusan Presiden jang menjatakan pembubaran itu.
BAB V
KETENTUAN-KETENTUAN LAIN
Pasal 10
Presiden menetapkan ketentuan-ketentuan lebih landjut untuk
melaksanakan Penetapan Presiden ini.
Pasal 11
Jang dapat diakui sebagai Ppada waktu mulai berlakunja
Penetapan Presiden ini ialah partai -partai jang telah berdiri pada
waktu Dekrit Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang
Republik Indonesia dikeluarkan dan jang memenuhi sjarat-sjarat
tersebut dalam Penetapan Presiden ini.
BAB VII
ATURAN PENUTUP
Pasal 12
Penetapan Presiden ini mulai berlaku pada hari diundangkannja.
Agar supaja setiap setiap orang dapat mengetauhinja,
memerintah pengundangan Penetapan Presiden ini dengan
penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Djakarta
pada tanggal 31 Desember 1959
Presiden Republik Indonesia
SUKARNO
Duindangkan di Djakarta
pada tanggal 31 Desember 1959
Menteri Muda Kehakiman,
PENJELASAN
Atas
PENETAPAN PRESIDEN NO. 7 TAHUN 1959
Tentang
SJARAT-SJARAT DAN PENJEDERHANAAN
KEPARTAIAN
I. Penjelasan Umum :
Maklumat Pemerintah tanggal 3 Nopember 1945, jang
mengandjurkan berdirinja partai-partai dengan tidak terbatas,
ternjata tidak berhasil mentjapai stabilitet politik.
Ketiak-stabilan dilapangan politik itu mentjapai puntjaknja
pada waktu konstituante membitjarakan Amanat Presiden
tertanggal 22 April 1959, jang mengadjurkan untuk kembali
kepada Undang-undang Dasar 1945.
Berhubung keadaan politik seperti diuraikan diatas, jang
membahajakan kesatuan dan keselamatan Negara, Nusa dan
Bangsa, pula merintangi pembangunan semesta untuk mentjapai
masyarakat jang adil dan makmur, terpaksalah dikeluarkan
Dekrit Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang tertanggal
5 Djuli 1959 jang terkenal.
Sejak itu telah tibalah waktunja untuk mentjabut Maklumat
Pemerintah tertanggal 33 Nopember 1945 tersebut diatas dan
untuk mengatur perkembangan partai -partai sebagai alat
demokrasi, sehingga ia dapat berlangsung dalam suasana
demokrasi terpimpin.
Dalam mengatur keadaan kepartaian perlu diutamakan
penentuan sjarat-sjarat dan penjederhanaan djumlah partai.
Pasal 1
Pasal 1 memuat definisi dari “partai”.
Menurut definisi itu maka jang dimaksud dengan istilah “partai”
dalam Penetapan Presiden ini ialah organisasi politik dari suatu
golongan dari rakjat, jang sebagai alat demokrasi
memperdjuagkan suatu susunan negara dan masjarakat yang
tertentu.
Pasal 2
Susunan negara dan masjarakat jang diperdjuangkan oleh partai
termaksud pada pasal 1 tidak boleh bertentangan de ngan azas
dan tudjuan negara Negara, sebagaimana terdjantum dalam
Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 dan Undang -undang
Dasar 1945.
Pasal 3
Untuk mentjapai tudjuan termaksud pada pasal 2 maka partai
harus memenuhi sjarat-sjarat pokok, jangharus dimuat dalam
anggaran dasar partai dan jang disebut limitative dalam pasal 3.
Pasal 4
Ketentua ini sudah semestinja, memgimgat suasana demokrasi
terpimpin dibawah Undang-undang Dasar 1945.
Pasal 5
Untuk dapat tampil kemuka sebagai “organisasi nasional” maka
perlu diadakan ketentuan minimal tentang tersebarnja partai di
wilajah Republik Indonesia.
Pasal 6
Sebagai organisasi nasional dipandang tidak pantas apabila
partai memelihara hubungan-hubungan dengan fihak asing
seperti tersebut pada pasal 6.
Pasal 7
Mengingat ketentuan pada pasal 6 maka partai hanja dapat
terdiri dari warga negara Indonesia
Pasal 9
(1) Adalah sebagaimana mestinja, apabila Presiden melarang
dan/atau partai berdasarkan alasan-alasan tesebut pada
pasal 9, untuk kepentingan keselamatan dan keamanan
Negara dan Masjarakat. Sebelum mengambil keputusan
mengenai hal penting seperti tersebut diatas, Presiden
mendengar dulu Pertimbangan Mahkamah Agung, jang
untuk itu mengudji persoalannja atas dasar -dasar juridisdan
objektif.
(2) Untuk mengatur segala sesuatu berhubung dengan
pembubaran partai, maka kepada pengurusnja perlu diberi
waktu jang tjukup.
Pasal 10
Ketentuan-ketentuan untuk melaksanakan atau mengatur
lebih lanjut Penetapan Presiden ini dikeluarkan menurut
keperlua dalam bentuk peraturan presiden dan/atau Keputusan
Presiden.
Pasal 12
Tjukup jelas.
Memutuskan
Menetapkan: Peraturan Presiden tentang pengakuan,
pengawasan, dan pembubaran partai-partai.
BAB I
PENGAKUAN SEBAGAI PARTAI
Pasal 1
Partai-partai yang telah berdiri pada tanggal 5 Djuli 1959
diwajibkan menyesuaikan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah
Tangga masing-masing dengan ketentuan-ketentuan pada pasal-
pasal 3,4,5,6, dan 7 dari penetapan presiden No. 7 Thun 1959.
Pasal 3
Pasal 4
Pasal 5
BAB III
PEMBUBARAN
Pasal 6
Pasal 7
Pasal 9
BAB IV
PENUTUP
Pasal 10
SAHARDJO SUKARNO
PENJELASAN ATAS
PERATURAN PRESIDEN NO. 13 TAHUN 1960
TENTANG PENGAKUAN, PENGAWASAN DAN
PEMBUBARAB PARTAI-PARTAI
Menimbang:
a. Bahwa dalam rangka penyederhanaan dan pendayagunaan
kehidupan politik, dewasa ini organisasi -organisasi
kekuatan sosial politik yang telah ada telah
mengelompokkan diri menjadi dua partai politi k dan satu
Golongan Karya, seperti yang telah dinyatakan dalam
Garis-Garis Besar Haluan Negara;
b. Bahwa dengan adanya tiga organisasi kekuatan sosial
politik tersebut, diharapkan agar partai -partai politik dan
golongan karya benar-benar dapat menjamin
terpeliharannya persatuan dan kesatuan bangsa, stabilitas
nasional serta terlaksanannya percepatan pembangunan;
c. Bahwa agar supaya kenyataan-kenyataan yang positif itu
dapat tumbuh semakin kuat dan mantap, perlu diatur tata
kehidupan partai-partai politik dan golongan karya tersebut,
yang sekaligus yang sekaligus memberikan kepastian
tentang kedudukan, fungsi, hak dan kewajiban yang sama
dan sederajat dari organisasi-organisasi kekuatan politik
yang bersangkuta yang memadai serta sesuai denga prinsip -
prinsip Demokrasi Pancasila serta pelaksanaan
pembangunan bangsa;
d. pasal 27 dan 29 Undang-Undang Dasar1945.
Dengan Persetujuan:
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG PARTAI POLITIK DAN
GOLONGAN KARYA
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
(1) Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan partai
politik dan golongan karya adalah organisasi kekuatan
sosial politik yang merupakan, hasil pembaharuan, dan
penyederhanaan kehidupan politik di Indonesia, yaitu:
a. Dua partai politik yang saat berlakunya undang -undang
inibernama:
1. Partai Persatuan Pembangunan;
2. Partai Demokrasi Indonesia
b. Satu Golongan Karya yag pada saat berlakunya undang -
undang ini bernama golongan karya.
(2) Partai politik dan Golongan Karya sebagai organisasi yang
dibentuk oleh anggota masyarakat warga negara Republik
Indonesia atas dasar perdamaan kehendak,
BAB II
AZAS DAN TUJUAN
Pasal 2
(1) Azas partai politik dan golongan karya adalah Pancasila dan
Undang-undang Dasar 1945
(2) Selain ketentua tersebut dalam ayat (1) pasal ini, azas/ciri
Partai Politik dan Golongan Karya yang telah ada pada saat
diundangkannya. undang-undang ini adalah juga azas/ciri
Partai Politik dan Golongan Karya.
Pasal 3
BAB III
FUNGSI, HAK DAN KEWAJIBAN
Pasal 5
Pasal 6
Pasal 7
BAB IV
KEANGGOTAAN DAN KEPENGURUSAN
Pasal 8
(1) Yang dapat menjadi anggota partai politik dan golongan
karya adalah Warga Negara Republik Indonesia yang telah
melalui penelitian/penyaringan oleh pengurus partai politik
dan golongan karya yang bersangkutan dan telah memenuhi
persyaratan antara lain:
a. Telah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau sudah kawin;
b. dapat membaca dan menulis;
c. Sanggup aktif mengikuti kegiatan yang ditentukan oleh
partai politik dan golongan karya
Pasal 10
BAB V
KEUANGAN
Pasal 11
Pasal 12
Pasal 13
(1) Dengan tidak mengurangi berlakunya ketentuan -ketentuan
dalam semua Undang-undang yang berlaku, pengawasan
terhadap Pasal 4, Pasal 7a dan Pasal 12 dilakukan oleh
Presiden/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat,
(2) Presiden/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat
dalam melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan
Pasal 4, Pasal 7a dan Pasal 12 dapat meminta keterangan
kepada Pengurus Tingkat Pusat Partai Politik atau
Golongan Karya.
Pasal 14
(1) Dengan kewenagan yang ada padanya, Presiden/Mandataris
Majelis Permusyawaratan Rakyat dapat membekukan
Pengurus Tingkat Pusat Partai Politik atau Golongan Karya
yang ternyata melakukan tindakan-tindankan yang
bertentangan dengan pasal 4, pasal 7a dan pasal 12 Und ang-
undang ini.
BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 15
Dengan berlakunya Undang-undang ini kepada Partai Politik dan
Golongan Karya diberikan kesempatan untuk menyesuaikan diri
dengan ketentuan-ketentuann Undang-undang ini yang harus
sudah selesai selambat-lambatnya satu tahun setelah berlakunya
Undang-undang ini.
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 16
Pelaksanaan dari undang-undang ini diatur dengan peraturan
pemerintah.
Pasal 17
(1) Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini, dinyatakan
tidak berlaku lagi:
a. Undang-undang nomor 7 Pnps Tahun 1959 tentang
syarat-syarat dan penyederhanaan kepartaian (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 149):
b. Undang-undang Nomor 13 Prps Tahun 1960 tentag
pengakuan, pengawasan dan pembubaran partai -partai
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960
Nomor 79);
c. Undang-undang Nomor 25 Prps Tahun 1960 tentang
Perubahan Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 1960
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960
Nomor 139).
Pasal 18
Disahkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 27 Agustus 1975
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
SOEHARTO
JENDERAL TNI
Diundangkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 17 Agustus 1975
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
SUDHARMONO,SH
UMUM
Undang-undang ini disusun berlandaskan dan sebagai
pelaksanaan dari Garis-Garis Besar Haluan Negara yang
tertuang dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Ra kyat
Nomor IV/MPR/1973, yang menyatakan antara lain bahwa
“Penyusunan Partai-partai Politik dan Golongan Karya” perlu
disesuaikan dengan dan dalam rangka penyederhanaan Partai -
partai Politik dan Golongan Karya dan pelaksanaannya akan
diatur dengan Undang-undang sesuai dengan jiwa Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945.
BAB II (Azas dan Tujuan) dan BAB III (Fungsi, Hak dan
Kewajiban) jelas menentukan bahwa partai politik dan go longan
karya harus bersikap dan melakukan kegiatan -kegiatannya
berdasarkan dan sesuai dengan ketentuan-ketentuan dan jiwa
Pancasila, Undanng-Undang Dasar 1945, dan Ketetapan-
ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Pasal 1
Pasal 1 undang-undang ini mengandung maksud:
a. Memberikan lansadan hukum yang mantap pada kenyataan
adanya (eksistensi) dua partai politik dan satu golongan
karya yang merupakan kenyataan berfungsinya:
Pasal 2
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Pasal 6
Pasal 7
Pasal 8
2. Di Daerah:
Pasal 9
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 13
Pasal 14
Pembekuan yang dimaksud pasal ini hanya berlaku bagi
pengurus tingkat pusat partai politik atau golongan kar ya. Dalam
hal pengurus tingkat daerah melkukan perbuatan yang melanggar
ketentuan yang dapat mengakibatkan pembekuan, maka presiden
meminta keterangan pada pengurus tingkat pusat yang
bersangkutan. Pengurus tringkat pusat yang bersangkutan
mengambil langkah-langkah seperlunya, apabila ternyata bahwa
pengurus tingkat pusat tidak mengambil langkah -langkah atau
tidak dapat mengatasi masalahnya, maka presiden setelah
mendengar pertimbangan Mahkama Agung dapat membekukan
pengurus tingkat pusat yang bersangkutan.
Pasal 15
Cukup jelas
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas
TENTANG
GOLONGAN KARYA
Menimbang :
Mengingat :
Dengan persetujuan
Menetapkan:
Pasal 1
Angka 1
Angka 2
(2) Asas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah asas dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara."
Angka 3
Angka 4
Angka 5
Angka 6
Angka 7
“(1) Yang dapat menjadi anggota Partai politik dan Golongan Karya
adalah Warga Negara Republik Indonesia yang telah melalui
penelitian/penyaringan oleh pengurus partai politik dan
Angka 8
Angka 9
Angka 10
Pasal II
Disahkan Di Jakarta,
Ttd.
SOEHARTO
Diundangkan Di Jakarta,
Ttd.
SUDHARMANTO,SH.
NOMOR 12.
TENTANG
GOLONGAN KARYA
UMUM
Partai politik dan golongan karya berhak untuk ikut serta dalam
pemilihan umum yang merupakan sarana pelaksanaan asas
kedaulatan rakyat yang diselenggarakan berdasarkan Demokrasi
Pancasila sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Pasal 1
Angka 1
Cukup jelas.
Angka 2
Cukup jelas
Angka 3
Angka 4
Cukup jelas
Angka 5
Cukup jelas
Angka 6
Angka 7
Cukup jelas
Angka 8
Cukup jelas
Angka 9
Cukup jelas
Angka 10
Cukup jelas
Pasal II
Cukup jelas.
NOMOR 3285
TENTANG
PARTAI POLITIK
Menimbang:
Mengingat:
Pasal 5 ayat (1), pasal 20 ayat (1), pasal 27 ayat (1), dan pasal
28 Undang-Undang Dasar 1945.
Dengan persetujuan
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
BAB II
SYARAT-SYARAT PEMBENTUKAN
Pasal 2
Pasal 3
Pasal 4
TUJUAN
Pasal 5
Pasal 6
BAB IV
Pasal 7
Pasal 8
Pasal 9
BAB V
Pasal 10
Pasal 11
KEUANGAN
Pasal 12
a. Iuran anggota
b. Sumbangan
Pasal 13
Pasal 14
Pasal 15
BAB VII
Pasal 16
Pasal 17
Pasal 19
BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 20
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal
(1) Sejak mulai berlakunya Undang-undang ini maka Undang-
undang Nomor 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan
Golongan Karya sebagaimana telah diubah dengan Undang -
undang Nomor 3 Tahun 1985 tentang perubahan Undang -
Pasal 22
Disahkan di Jakarta
ttd
Diundang di Jakarta
REPUBLIK INDONESIA
ttd
AKBAR TANDJUNG
TENTANG
PARTAI POLITIK
Menimbang:
Pasal 5 ayat (1), Pasal 6A, Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2), Pasal
22E ayat (3), Pasal 24C ayat (1), Pasal 2 7 ayat (1), dan Pasal 28
Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
dan
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
BAB II
Pasal 3
Pasal 4
BAB III
Pasal 5
BAB IV
TUJUAN
Pasal 6
BAB V
Pasal 7
Pasal 8
Pasal 10
Pasal 11
Pasal 12
BAB VII
KEPENGURUSAN
Pasal 13
Pasal 15
BAB VIII
Pasal 16
BAB IX
KEUANGAN
Pasal 17
a. iuran anggota;
Pasal 18
BAB X
LARANGAN
Pasal 19
Pasal 20
Pasal 21
BAB XII
PENGAWASAN
Pasal 23
Pasal 24
Pasal 25
SANKSI
Pasal 26
Pasal 27
Pasal 28
BAB XIV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 29
BAB XV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 31
Pasal 32
ttd.
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
Diundangkan di Jakarta
ttd.
BAMBANG KESOWO
NOMOR 138
TENTANG
PARTAI POLITIK
dan
BAB I
KETENTUAN UMUM
BAB II
Pasal 2
Pasal 3
c. Kantor tetap;
Pasal 4
Pasal 5
Pasal 6
Pasal 7
Pasal 8
Dalam hal terjadi perselisihan Partai Politik, pengesahan
perubahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) tidak
dapat dilakukan oleh Menteri.
BAB IV
BAB V
TUJUAN DAN FUNGSI
Pasal 10
Pasal 11
BAB VI
HAK DAN KEWAJIBAN
Pasal 12
Pasal 15
Pasal 16
BAB VIII
ORGANISASI DAN TEMPAT KEDUDUKAN
Pasal 17
Pasal 18
BAB IX
KEPENGURUSAN
Pasal 19
Pasal 20
Pasal 21
Pasal 22
Pasal 23
Pasal 25
Pasal 26
BAB X
PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Pasal 27
BAB XI
REKRUTMEN POLITIK
Pasal 29
BAB XII
PERATURAN DAN KEPUTUSAN PARTAI POLITIK
Pasal 30
BAB XIV
PENYELESAIAN PERSELISIHAN PARTAI POLITIK
Pasal 32
Pasal 38
Pasal 39
BAB XVI
LARANGAN
Pasal 40
BAB XVII
PEMBUBARAN DAN PENGGABUNGAN PARTAI POLITIK
Pasal 41
Pasal 42
Pasal 45
PENGAWASAN
Pasal 46
BAB XIX
SANKSI
Pasal 47
Pasal 48
Pasal 49
Pasal 50
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 51
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 52
Pasal 53
ttd
Diundangkan di Jakarta
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
ANDI MATTALATTA
NOMOR 2
SEKRETARIAT NEGARA RI
Ttt
Wisnu Setiawan
ATAS
TENTANG
PARTAI POLITIK
I. UMUM
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Ayat (1)
Cukup jelas.
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Huruf c
Huruf d
Huruf e
Cukup jelas.
Pasal 4
Ayat (1)
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Pasal 12
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Huruf j
Huruf k
Pasal 13
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Huruf j
Huruf k
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Ayat (1)
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Huruf a
Huruf b
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 41
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Ayat (1)
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Cukup jelas.
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal 53
Cukup jelas.
NOMOR 4801