Anda di halaman 1dari 260

i| Partai politik dalam Perkembangan

Sistem Ketatanegaraan Indonesia


DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR .................................................. i

DAFTAR ISI ............................................................... ii

BAB I: PENDAHULUAN ............................................ 1

1. Hak atas Kebebasan Berserikat dan


Berkumpul ............................................................ 1
2. Perkembangan Demokrasi dan
Perkembangan Kepartaian ...................................... 3
3. Pendekatan dan Sistematika
Pembahasan .......................................................... 13

BAB II: PARTAI POLITIK: TINJAUAN UMUM ...... 15

1. Pengertian Partai Politik ....................................... 15


2. Jenis-jenis Parpol .................................................. 17
3. Peranan dan Fungsi Parpol ..................................... 21
4. Tipologi Sistem Kepartaian .................................... 23

ii | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
BAB III: PARPOL DI ERA DEMOKRASI ORDE

LAMA ........................................................... 25

1. Parpol di Era Demokrasi Liberal


Parlementer ........................................................... 26
2. Parpol di Era Demokrasi terpimpin ........................ 31

BAB IV: PARPOL DI ERA DEMOKRASI ORDE


BARU ......................................................... 41

1. Politik Hukum Kepartaian Orde


Baru ...................................................................... 41
2. Kepartaian Menurut UU Parpol dan
Golkar................................................................... 45
3. Parpol di Luar Sistem Orde Baru ............................ 48

BAB V : PARPOL DI ERA REFORMASI................... 51

1. Parpol Menurut UU No. 2


Tahun 19999 ......................................................... 52
2. Parpol Menurut UU No. 31
Tahun 2002 ........................................................... 57
3. Pembaharuan UU Parpol ........................................ 65

BAB VI : PARPOL POLITIK LOKAL ....................... 85

1. Tinjauan Umum ..................................................... 85


2. Parpol Lokal di Aceh ............................................. 88

BAB VII : PENUTUP ................................................ 103

DAFTAR PUSTAKA ................................................. 107

LAMPIRAN-LAMPIRAN ......................................... 111

iii | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
iv | Partai politik dalam Perkembangan
Sistem Ketatanegaraan Indonesia
Bab I

PENDAHULUAN

1. Hak atas Kebebasan Berserikat dan Berkumpul

Kebesaran untuk berserikat dan berkumpul,


termaksut kebesaran untuk membentuk dan menjadi
anggota paartai politik (papol) meruoakan salah satu hak
asasi manusia (HAM) yang harus diakui dan dilindungi
oleh negara. Deklarasi Universal HAM (Universal
Declarationof Human Rights) 10 Desember 1948 (disebut
HUMAN) dalam pasal 20 menyatakan (1) Everyone has the
right to freedom of peaceful assembly and association;(2)
No one may be copmpelled to belong to an association. Hal
itu kemudian ditegaskan lagi dalam pasal 22 ayat (1)
International Covenant on civil and political rights
(ICCPR) Tahun 1966 yang telah diratifikasi oleh pemerinta
indonesia dengan UU No. 12 Tahun 2005.

1| Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
Konstitusi-konstitusi yang perna berlaku di
indonesia, yaitu UUD 1945 asli (18 agustus 1945 -27
desember 1949 dan 5 juli 1959-19 oktober 1999),
konstitusi RIS 1949 (27 desember 1949 - 17 Agustus 1950),
UUDS (sementara) 1950 (17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959),
dan UUD 1945 Perubahan (19 oktober 1999 - sekarang),
juga selalu memuat ketentuan tentang kebebasan ser ikata
dan berkumpul. UUD 1945 asli sebagai kontitusi pertama
memuat dalam pasal 28, konstitusi RIS 1949 memuat
dalam pasal 20. UUD 1945 perubahan, selain ada ketentuan
pasal 28 yang berbunyi “kemerdekaan berserikat dan
berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan
dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang” (sama
dengan UUD 1945 Asli), juga ada ketentuan pasal 28E ayat
(3) yang berbunyi “setiap orang berhak atas kebebasan
berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat”. UU
No. 39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia (UU HAM
1999) juga menegaskan hal yang serupa yang tercantum
dalam pasal 24 ayat (1), bahkan secara eksplisit dalam ayat
(2)-nya menyatakan “setiap warga negara atau kelompok
masyarakat berhak untuk mendirikan partai politik,....”

Akan tetapi, implementasinya dalam kehidupan


politik dan ketatanegaraan, prinsip kebebasanberserikat
dan berkumpul tersebut, khususnya kebebasan untuk
mendirikan parpol di indonesia mengalami pasang surut
sejalan dengan dinamika sistem ketatanegaraan da n sistem
politik yang berlaku, semakin demokratis sistem politik

2| Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
semakin longgar pendirian parpol, dan semakin otoriter
akan semakin ketat pembentukan parpol, yang berarti pula
terjadi penggeseran dalam tafsir prinsip kebebasan
berserikat dan berkumpul (Arief Hidayat, Disertai UNDIP,
2006).
Setelah perubahan UUD 1945, kedudukan dan
peranan parpol dalam sistem ketatanegaraan indonesia
menjadi semakin strategis. Secara eksplisit dalam pasal
22E ayat (3) UUD 1945 dinyatakan bahwa hanya parpol
yang menjadi peserta pemilihan umum (pemilu) untuk
memilih anggota DPR dan DPRD yang kemudian menjadi
argumentasi untuk pemberian Hak recall oleh parpol atas
anggotanya yang duduk di lembaga perwakilan (DPR dan
DPRD). Kemudian dalam pasal 6A ayat (2) juga secara
tegas dinyatakan bahwa pasangan calon presiden dan wakil
presiden diusulkan oleh parpol atau gabungan parpol,
demikian pula untuk pengusulan calon kepala daerah dan
wakil kepala daerah dalam pemilihan kepala daerah
(pilkada) secara langsung, menurut UU No. 32 tahun 2004
Tentang Pemerintah Daerah, parpol menjadi “embarkasi”
dan “kendaraan” bagi pencalonan kapala daerah/wakil
kepala daerah.

2. Perkembangan Demokrasi dan Perkembangan


Kepartaian

Buku ini bermaksud mengkaji perkembangan


kehidupan kepartaian di Indonesia dalam perkembangan
sistem ketatanegaraan dan politik indonesia dari tahun
1945 sampai 2007, yang dikelompokkan dalam
perkembangan demokrasi kita, yakni :

3| Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
a. Demokrasi Era Orde Lama (1945 - 1966) yang
meliputi Demokrasi Liberal Parlementer (1945 - 1959)
dan Demokrasi Terpimpin (1959 - 1966);
b. Demokrasi Era Orde Baru (1966 - 1998) atau
Demokrasi Pancasila;
c. Demokrasi Era Reformasi (1998 – sekarang/ 2008).

Tentang pembabakan demokrasi di indonesia dalam


kaitannya dengan perkembangan parpol ini juga dilakukan
oleh Liddle (1992 : 174 - 202), namun baru mengenai era
Demokrasi Parlementer, Demokrasi Terpimpin, dan Orde
Baru, juga Daniel Lev (dalam Amal, 1998).

Untuk memahami latar belakang perkembangan


kehidupan kepartaian di indonesia, secara singkat perlu
dikemukakan terlebih dahulu ciri-ciri sistem politik dan
ketatanegaraan indonesia dalam rentang waktu 1945 – 2007
yang dapat diidentifikasi dalam beberapa butir kriteria atau
masalah sebagai berikut :

a. Sistem Demokrasi Liberal Parlementer (1945 - 1950).


Ciri-ciri sistem Demokrasi Liberal Parlementer ada lah
:
1) Dari sudut konstitusi , dalam kurung waktu 14
tahun tersebut telah berlaku tiga konstitusi, yakni
UUD 1945 (18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949,
Konstitusi RIS (27 Desember 1949 – 17 Agustus
1950), UUDS 1950 (17 Agustus 1950 – 5 Juli
1959);
2) Dari sudut bentuk negara dan bentuk
pemerintahan, indonesia pernah menganut

4| Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
bentuk negara kesatuan (1945 - 1949), bentuk
negara serikat/federal (1949 - 1950), dan kembali
ke bentuk negara kesatuan (1950 - 1959);
sedangkan dari sudut bentuk pemerintahan,
indonesia selalu memilih bentuk pemerintahan
Republik;
3) Dari sudut sistem pemerintahan, meskipun pada
dasarnya UUD 1945 menganut sistem presidensial,
tetapi sistem tersebut hanya dilaksanakan anatar
18 Agustus 1945 -3 November 1945, sedangkan
selanjutnya indonesia menganut sistem
parlementer, terlebih lagi dengan berlakunya
konstitusi RIS dan UUDS 1950. Sistem ini
menekankan adanya sistem pertanggungjawaban
eksekutif (Kabinet) kepada parlemen, sehingga
stabilitas pemerintahan sangat tergantung
mayoritas dukungan di parlemen, yang berarti
sangat tergantung kepada parpol yang menguasai
parlemen;
4) Dari sudut tipologi negara, indonesia merupakan
tipe negara hukum yang demokratis (penjelasan
UUD 1945, pembukaan dan pasal Konstitusi RIS
dan UUDS 1950), baik secara normatif
konstitusional, maupun dalam praktik
ketatanegaraan dan politik;
5) Dari sudut model demokrasi, kurun waktu tersebut
lazim diberi label sistem demokrasi liberal
parlemen;
6) Dari sudut pemerintahan daerah/lokal, dianut
prinsip otonomi luas, bahkan ketika masa
Republik Indonesia Serikat (RIS),

5| Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
pemerintahan lokal dalam bentuk pemerintahan
negara-negara bagian;
7) Dari sudut kepartaian dan pemilihan umum
(pemilu), sistem kepartaian adalah sistem multi
paratai bebas tanpa batasan (belum ada regulasi
tentang parpol), sedangkan pemilu pada tahun
1955 menganut sistem proporsional dengan stelsel
daftar yang berlangsung secara langsung, umum,
bebas dan rahasia serta jujur dan adil (luber dan
jurdil). Sangat dominannya peranan parpol dalam
kehidupan negara, namun karena setiap parpol
mengembangkan ideologi politiknya sendiri
(partai aliran), maka tak terhindarkan terjadi
konflik yang tak terkendali, toleransi terhadap
kebebasan berbeda pendapat sangat besar,
sehingga sulit tercapai konsensus. Terlebih lagi
Pemilihan Umum (Pemilu) 1955 gagal melahirkan
partai mayoritas, sehingga stabilitas pemerintahan
dan politik tidak dapat diwujudkan, sebab kabinet
silih berganti dalam waktu sangat pendek;
8) Dari sudut HAM, cukup dijamin secara
konstitusional, khususnya dalam konstitusional
RIS dan UUDS 1950 yang telah mengadopsi
sepenuhnya UDHR (DUHAM), sehingga
kebebasan berserikat dan berkumpul, serta
mengespresikan pendapat, termaksuk kebebasan
Pers, juga cukup terjamin;
9) Dari sudut peranan militer, sebab dianut prinsip
supremasi sipil. Tetapi bahkan militer tidak

6| Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
luput dari imbas konflik antar partai, seperti
ditunjukan oleh terjadinya pemberontakan militer
di daerah, seperti pemberontakan PRRI dan
Permesta.

b. Sistem Demokrasi Terpimpin (1959 - 1966).


Ciri-cir sistem Demokrasi Terpimpin adalah :
1) Dari sudut konstitusi, yang berlaku ialah UUD
1945 lewat Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959,
Menyusul kegagalan konstituante hasil pemilu
1955 membentuk konstitusi baru pengganti UUDS
1950;
2) Dari sudut bentuk negara dan bentuk
pemerintahan, indonesia tetap merupakan negara
ketentuan yang berbentuk republik (Pasal 1 ayat
(1)UUD 1945);
3) Dari sudut sistem pemerintahan, sistem
pemerintahan yang dianut oleh UUD 1945 (Asli)
ialah sistem presidensial, dalam hal mana
eksekutif (presiden) tidak tergantung kepada
parlemen (DPR). Memang presiden dipilih oleh
dan bertanggung jawab kepada MPR, sehingga ada
yang menamakannya sebagai semi presidensial,
atau sistem MPR (Padmo Wahjono);
4) Dari sudut tipilogi negara, menurut penjelasan
UUD 1945, indonesia ialah negara yang
berdasarkan atas hukum (Rechtsstaat) bukan
berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machtsstaat),
tetapi dalam prakteknya sebenarnya indonesia
telah bergeser menjadi negara kekuasaan;
5) Dari sudut model demokrasi, sistem politik kurun
waktu itu lazim dinamakan Demo-

7| Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
krasi Terpimpin, istilah yang juga dinamakan
sendiri oleh Bung Karno, yang nampaknay merasa
gerah dengan praktek sistem demokrasi liberal
parlemeter. Dalam sistem ini, kekuasaan politik
berpusat pada Presiden Soekarno, DPR dan MPR
masih bersifat sementara dan semua anggotanya
dianggkat oleh Presiden;
6) Dari sudut pemerintahan daerah/lokal, dianut
prinsip otonomi yang luas dalam koridor NKRI.
7) Dari sudut kepartaian dan pemilu, peranan parpol
mulai surut dan di bawah pengendalian
pemerintahan, dalam arti hak hidup parpol sangat
ditentukan oleh negara (Perpres no. 7 tahun 1959).
Konflik idiologi masih cukup tajam dibawah
“payung” NASAKOM (Partai Komunis Indonesia)
merupakan parpol yang paling berpengaruh, tetapi
dalam waktu itu tidak diselenggarakan pemilu;
8) Dari sudut peranan militer dalam politik, peranan
militer khususnya TNI/AD mulai menonjol,
terlebih lagi dengan diterapkannya sistem
perwakilan fungsional disamping perwakilan
politik (anggota DPR dan MPR selain dari parpol
juga dari golongan fungsional, terma ksuk wakil
dari kalangan militer dan polisi), meskipun pada
dasarnya tetap dianut prinsip supremasi sipil;
9) Dari sudut HAM, sesuai dengan ketentuan UUD
1945 yang sangat sumir mengatur

8| Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
HAM, maka kebebasan berserikat dan berkumpul,
serta mengespresikan pendapat mulai dibatasi,
termaksuk kehidupan pers sangat terkendali.

c. Sistem Demokrasi Pancasila/Orde Baru (1966 - 1998)


Ciri-ciri sistem Demokrasi Pancasila (Orde Baru)
adalah sbb.:
1) Dari sudut konstitusi, credo orde baru adalah
melaksanakana Pancasila dan UUD 1945 secara
murbi dan konsekuen. Oleh karena itu, lembaga -
lembaga negara ditata sesuai dengan format UUD
1945;
2) Dari sudut bentuk negara dan bentuk
pemerintahan, tetapi dianut bentuk negara
kesatuan dan bentuk pemerintahan republik;
3) Dari sudut sistem pemerintahan, tetapi dianut
sistem presidensial dengan sangat dominannya
peranan Presiden Soeharto dalam kehidupan
politik dan ketatanegaraan selama tiga dasa warsa,
sehingga cenderung “executive heavy”;
4) Dari sudut tipologi negara, meskipun secara
normatif konstitusional tetap merupakan negara
yang berdasarkan atas hukum, bahkan dalam
GBHN 1973 – 1978 juga dimasukkan prinsip-
prinsip negara hukum atau rute of law, tetapi
dalam prakteknya telah terjadi distorsi atas
prinssip-prinsip tersebut;

9| Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
5) Dari sudut model demokrasi, disebut sistem
Demokrasi Pancasila yang bukan demokrasi
liberal parlementer dan bukan demokrasi
terpimpin, dengan mengutamakan prinsip
musyawara mufakat;
6) Dari sudut pemerintahan lokal/daerah,
berdasarkaan UU No. 5 tahun 1974 tentang pokok -
pokok pemerintahan Di Daerah, dianut prinsip
otonomi yang nyata dan bertanggung jawab, serta
titik berat otonomi pada Daerah Tingkat II;
7) Dari sudut kepartaian dan pemilu, dilakukan
penataan parpol menjadi hanya tiga dengan asas
tunggal Pancasila, kebijakan “floating mass”
campur tangan negara melalui konsep “pembina
politik” telah melahirkan suatu sistem kepartaian
yang hegemonik, dimana Golkar menjadi
perpanjangan tangan politik ABRI dan Borokrasi,
sehingga bisa selalu meraih “single majority”
dalam Pemilu yang diadakan secara periodik
setiap lima tahun sekali;
8) Dari sudut peranan militer dalam politik, ditandai
dengan sangat dominannya peranan politik ABRI
melalui konsep Dwi Fungsi, baik governmental
political life maupun social political life ;
9) Dari sudut HAM, khususnya hak atas kebebasan
berserikat dan berkumpul dibatasi dan kebebasan
pers sangat terkendali melalui konsep pers yang
bebas dan bertanggung jawab;

10 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
d. Sistem ketatanegaraan Era Reformasi (1998 –
sekarang/2008)
Sistem ketatanegaraan era Reformasi ditandai dengan
terjadinya Perubahan UUD 1945 sebanyak empat kali,
yakni Perubahan Pertama (tahun 1999), Perubahan
Kedua (tahun 2000), perubahan ketiga (Tahun 2001),
dan perubahan keempat (Tahun 2002), dengan cari -ciri
sbb. :
1) Dari sudut konstitusi, antara tahun 1998 – 1999
memakai UUD 1945 asli dan sejak tahun 1999
yang telah keempat kali mengalami perubahan
(UUD 1945 Amandemen);
2) Dari sudut bentuk negara dan bentuk
pemerintahan, tetap dianut bentuk negara kesatuan
dan bentuk pemerintahan republik [pasal 1 ayat
(1) UUD 1945 Amandemen], bahkan bentuk
negara kesatuan sudah dinyatakan final dalam arti
tidak dapat diubah lagi [pasal 37 ayat (5) UUD
1945];
3) Dari sudut sistem pemerintahan, tetapi dianut
sistem pemerintahan presidensial, bahkan
dimurnikan dengan mekanisme “impeachment”
oleh DPR terhadap Presiden dan Wakil Presiden
lewat Mahkamakonstitusi apabila yang
bersangkutan melakukan pelanggaran sebagaimana
ketentuan UUD 1945;
4) Dari sudut tipologi negara, secara tegas
dinyatakan bahwa indonesia adalah negara hukum
[pasal 1 ayat (3) UUD 1945] dan

11 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
sekaligus negara demokrasi/kedaulatan rakyat
[pasal 1 ayat (2) UUD 1945];
5) Dari sudut model demokrasi, era ini sering disebut
era transisi menuju demokrasi,namun telah terjadi
perubahan kelembagaan lembaga perwakilan
dalam model “semi” atau quasi bikameral, yaitu
MPR yang anggotanya terdiri seluruh anggota
DPR dan seluruh anggota DPD yang dipilih
melalui Pemilu. Juga pangeran kekuasaan
membentuk undang-undang dari presiden ke DPR.
Demikian juga terjadi perubahan sistem kekuasa an
kehakiman, yakni pelakunya selain Mahkamah
Agung (MA) dan badan-badan peradilan yang
berada dibawahannya, juga oleh Mahkamah
Konstitusi (MK) yang mempunyai lima
kewenangan, yaitu (a) menguji undang-undang
terhadap UUD 1945; (b) memutus sengketa
kewenangan konstitusional lembaga negara; (c)
memutus pembubaran parpol; (d) memutus
perselisian hasil pemilu, dan (e) memutus
“impeachment” DPR terhadap Presiden dan Wakil
Presiden;
6) Dari sudut pemerintahan daerah/lokal, dianut
prinsip otonomi yang seluas-luasnya yang disertai
dengan pengakuan atas daerah-daerah yang
bersifat istemewa dan bersifat khusus (kemudian
diberi otonomi khusus);
7) Dari sudut kepertaian dan pemilu, dibuka
kebebasan seluas-seluasnya untuk mendirikan
partai politik menurut asas atau ideologi masing-
masing asal tidak bertentangan

12 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
dengan Pancasila dan UUD 1945, serta adanya
ketentuan tentang Pemilu (pasal 22E UUD 1945)
yang harus diadakan secara periodik lima tahun
sekali dengan asas langsung, umum, bebas,
rahasia, jujur, dan adil (luber dan jurdil) untuk
memilih anggota DPR, DPD, DPRD, DAN
Presiden / Wakil Presiden, serta diselenggarakan
oleh suatu komisi pemilihan umum (kpu) yang
bersifat nasional, tetapi, dan mandiri. Parpol
menjadi “embarkasi” atau “kendaraan” untuk
menjadi calon anggota DPR dan DPRD [pasal 22E
ayat (3)], pasangan calon Presiden/Wakil Presiden
[Pasal 6A ayat (1)], bahkan juga untuk pasangan
calon kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam
pemilihan kepala daerah dalam pemilihan kepala
daerah (UU No. 32 Tahun 2004 Tentang
pemerintahan Daerah);
8) Dari sudut peranan militer dalam politik, peranan
TNI dan Polri (dulu ABRI) dalam politik sudah
dihapus, sehingga tidak ada lagi wakil TNI dan
Polri di lembaga perwakilan;
9) Dari sudut HAM, jaminan konstitusional HAM
dalam UUD 1945 sangat rinci (pasal 28A s.d.
Pasal 28J), demikian pula Pers sangat bebas
(lembaga SIT/SIUPP dihapuskan).

3. Pendekatan dan Sistematika Pembahasan

Pembahasan dalam buku ini dari perspektif hukum


Tata Negara dengan pendekatan peraturan perundang -
undangan (statute approach), terutama

13 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
peraturan mengenai pembentukan, pengawasan, dan
bubaran parpol. Selain itu juga dibahas perkembangan baru
dalam kehidupan kepartaian di Indonesia, yaitu mengenai
partai politik lokal (local political party) dengan lahirnya
UU No. 11 tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh dan
Peraturan Pemerintahan No. 20 tahun 2007 Tentang partai
politik Lokal di Aceh.

Sudah barang tentu, terlebih dahulu dilakukan telah


umum tentang partai politik yang tercantum dalam bab
setelah Pendahuluan ini. Perbandingan dengan negara lain,
khususnya mengenai pembubaran parpol dan tentang
parpol lokal juga dimuat dalam buku ini.

Secara sistematik, Buku ini dibagi dalam tujuh bab


sebagai berikut:
Bab I : Pendahuluan
Bab II : Partai Politik : Tinjauan Umum
Bab III : Partai Politik Era Demokrasi Orde Lama
Bab IV : Partai Politik Era Demokrasi Orde Baru
Bab V : Partai Politik Era Reformasi
Bab VI : Partai Politik Lokal
Bab VII : Penutup

Selain itu, juga dilengkapi dengan lampiran


mengenai parpol-parpol yang pernah ada di Indonesia
semenjak Indonesia merdeka (1945 - 2007) dan berbagai
peraturan perundang-undangan mengenai partai politik.

14 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
Bab II

PARTAI POLITIK:

TINJAUAN UMUM

1. Pengertian Partai Politik

Partai politik (selanjutnya disebut parpol)


merupakan keharusan dalam kehidupan politik modern
yang demokratis. Sebagai suatu organisasi, parpol secara
ideal dimaksudkan untuk mengaktifkan dan memobilisasi
rakyat, mewakili kepentingan tertentu, memberikan
jalankompromi nagi pendapat yang saling bersaing, serta
menyediakan secara meksimal kepemimpinan politik secara
sah (legitimate) dan damai (Amal, 1988 : xi).

Dalam pengertian modern, parpol adalah “suatu


kelompok yang mengajukan calon-calon bagi jabatan
publik untuk dipilih oleh rakyat, sehingga dapat mengatasi
atau mempengaruhi tindakan-tindakan pemerintah”.
Bandingkanlah definisi tersebut dengan pandangan Mark
N. Hugopian (Amal, 1988 : xi), “Partai politik adalah suatu

15 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
organisasi yang dibentuk untuk mempengaruhi bentuk dan
karakter kebijaksanaan publik dalam kerangka prin sip-
prinsip dan kepentingan ideologis tertentu melalui praktek
kekuasaan secara langsung atau partisipasi rakyat dalam
pemilihan”. Simak pula pendapat sigmund neumann
(Budiardjo, 1981 : 14), “partai politik adalah organisasi
aktikulatif yang terdiri dari pelaku-pelaku politik yang
aktif dalam masyarakat, yaitu mereka yang memutuskan
perhatiannya pada pengendalian kekuasaan pemerintahan
dan yang bersaing untuk memperoleh dukungan rakyat,
dengan beberapa kelompok lain yang mempunyai
pandangan yang berbeda-beda. Dengan demikian, parpol
merupakan perantara yang besar yang menghubungkan
kekuatan-kekuatan dan ideologi-ideologi sosial dengan
lembaga-lembaga pemerintahan yang resmi dan yang
mengkaitkannya dengan aksi politik di dalam masyarakat
yang lebih luas ”.

Austin Ranney (1995:157 ) menyatakan bahwa “


Poliltikal parties are a special kind of political group “
yang memiliki lima karakteristik fundamental sebagai
berikut.
a. They are groups of people to whom labels - “
Republican “, “Communist”, ” Liberal ”, and s o on –
are generally appliyed bye both themselves and others;
b. Some of the people are organized – that is they
diliberatelly act together to achieve party goals;
c. The larger societi recognizes as legitimate the right of
parties to organized and promote their causes;

16 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
d. In some of their goal promoting activities parties work
trough the mechanism of representative government.
e. A key activiti of parties is thus selecting candidates
for elektive public office.

Berdasarkan definisi-definisi tentang parpol


tersebut di atas, maka basis sosiologi suatu parpol adalah
idelogi dan kepentingan yang diarahkan pada usaha-usaha
untuk memperoleh kekuasaan. Tanpa kedua elemen
tersebut parpol tidak akan mampu mengidentifikasi dirinya
dengan para pendukungnya. Selain itu, dari definisi parpol
di atas juga menunjukan kedudukan parpol sebagai:

a. Salah satu wadah dan sarana partisipasi politik rakya;


b. Perantara antara kekuatan-kekuatan sosial dengan
pemerintah.

2. Jenis-jenis Parpol

Berdasarkan tingkat komitmen parpol terhadap


ideologi dan kepentingan, parpol dapat diklasifikasikan
dalam lima jenis ( Amal,1998: xii-xiii ), yaitu :

a. Partai Proto, adalah tipe awal parpol sebelum


mencapai tingkat perkembangan seperti dewasa ini
yang muncul di Eropa Barat sekitar abad tengah
sampai akhir abad ke 19. Ciri paling menonjol partai
proto adalah perbedaan antara kelompok anggota
( ins ) dengan non-anggota ( auts ). Masih belum
nampak sebagai parpol modern, tetapi hanya
merupakan faksi-faksi

17 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
yang dibentuk berdasarkan pengelompokan ideologi
dalam masyarakat.
b. Partai Kader, merupakan perkembangan lebih lanjut
partai proto, muncul sebelum diterapkan hak pilih
secara luas bagi masyarakat, sehingga sangat
tergantung masyarakat kelas menengah ke atas yang
memiliki hak pilih, keanggotaan yang terbatas,
kepemimpinan, serta pemberi danah. Ideologi yang
dianut konservatisme ekstrim atau reformisme
moderat, partai kader tak perlu organisasi besar yang
memobilisasi massa. Contoh: PSI di Indonesia (1950 -
1960an ).
c. Partai Massa, muncul setelah terjadi perluasan hak
pilih rakyat, sehingga dianggap sebagai suatu respon
politik dan organisasional bagi perluasan hak pilih.
Kalau Partai Proto dan partai Kader muncul dalam
lingkungan parlemen (intra-parlemen) dan memiliki
basis pendukung kelas menengah ke atas dengan
tingkat organisasi dan ideologi rendah, Partai Massa
terbentuk di luar parlemen (extra-parlemen) dengan
basis massa yang luas, seperti buruh, tani, kelompok
agama, dll, dengan idelogi yang kuat untuk
memobilisasi masa dengan organisasi yang rapi.
Tujuan utamanya bukan hanya memperoleh
kemenangan dalam pemilihan umum, tetapi juga
memberikan pendidikan politik bagi rakyat/anggota.
Contoh: Parpol-parpol di Indonesia (1950-1960an),
seperti PNI, Masyumi, PKI, dll.

18 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
d. Partai Diktatorial, merupakan suatu tipe partai massa
tetapi memiliki ideologi yang lebih kaku dan radikal.
Kontrol terhadap anggota dan rekrutmen anggota
sangat ketat (selektif), karena dituntut kesetiaan dan
komitmen terhadap ideologi. Contoh; PKI dan
umumnya partai komunis.
e. Partai Catch-all, merupakan gabungan partai kader
dan partai massa. Istilah “ Cartch-all” pertama kali
dikemukakan oleh Otto kirchheimer untuk memberikan
tipologi pada kecenderungan parpol di Eropa Barat
pasca Perang Dunia II. Cartch-all artinya “menampung
kelompok-kelompok sosial sebanyak mungkin untuk
dijadikan anggotanya”. Tujuan utama partai ini adalah
memenangkan pemilihan umum dengan menawarkan
program dan keuntungan bagi anggotanya sebagai
ganti ideologi yang kaku. Aktivitas partai ini erat
kaitannya dengan kelompok kepentingan dan
kelompok penekan. Contoh; Golkar di Indonesia
(1971-1998).

Parpol berbeda dengan kelompok kepentingan


(Interest group) dan kelompok penekan (pressure group).
Partai dibentuk untuk mempengaruhi j alannya
pemerintahan dengan mengajukan calon-calon untuk
jabatan publik, sementara kelompok kepentingan dan
kelompok penekan lebih memilih cara persuasi, lobi, dan
propagandadalam usaha mempengaruhu pemerintah.
Perbedaan juga dapat disimak dari definisi umum parpol,
yakni:

“A group of individuals,often having some measure of

19 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
ideological agreement, who organize to win elections,
operate goverment and determine public police. A party
differs form a pressure group meanly in its basic objective
of winning control of the goverment machinary” (Boileau,
Julian M, 1983 : 111). Perbedaan antara parpol dan
kelompok penekan juga dikemikakan oleh Maurice
Duverger (terjemahan Laila Hasyim, 1981 : 107).

Di negara-negara maju di Barat, parpol bertindak


sebagai instrumen perwakilan dan sarana untuk menjamin
pergantian pemerintahan secara teratur dan damai. “ Partai -
partai politik berkembang bersamaan dengan
perkembangannya proses-proses parlementer dan proses-
proses pemilihan” (Duverger, terj. Laila Hasyim, 1981 : 1).
Partai yang demikian hanya bisa muncul apabila persoalan
identitas nasiaonal sudah terastasi dan legitimasi lembaga -
lembaga pemerintahan sudah mengakar kuat. Teori
kepartaian dalamperspektif Barat selalu menggambarkan
partai dalam hubungannya dengan pemeliharaan nilai-nilai
demokrasi yang berlansung dalam kerangka persaingan
perebutan kekuasaan secara kompetitif.

Di negara-negara komunis, peranan parpol sangat


sentral. Diskursus tentang parpol lebih penting dari pada
negara, karena parpol sering diidentikkan dengan negara.
Parpol di negara komunis melaksanakan semua fungsi
politik, baik fungsi input maupun fungsi output sekaligus.
Tentang parpol tipe komunis lihat juga dalam duverger
(1981:11-14).

20 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
Di negara-negara yang sedang berkembang (NSB),
kebangkitan dan aktivitas parpol terkait dengan proses
identitas nasional, pembentuka kerangka sistem politik.
Pengabsahan lembaga pemerintah, seta usaha memperkuat
integrasi nasional. Partai tidak berfungsi sebagai penyedia
akses bagi penyaluran tuntutan, tetapi semat a sebagai
elemen trategi persatuan nasional dan pengganti perbedaan.

3. Peranan dan Fungsi Parpol

Dalam kepustakaan ilmu politik, sering


dikemikakan bahwa partai politik mempunyai peranan
(Gaffar dan Amal, 1988):

a. Dalam proses pendidikan politik;


b. Sebagai sumber rekrutmen para pemimpin bangsa guna
mengisi berbagai macam posisi dalam kehidupan
bernegara;
c. Sebagai lembaga yang berusaha mewakili kepentingan
masyarakat, dan
d. Sebagai penghubung antara penguasa dan rakyat.

Bandingkan misalnya dengan yang diungkapkan


Key Lawson (1980), “politikal parties...can articulate
interest,aggregate interest, recruit leaders, make
government policy, transmitpolicy decision to the people,
carryout policy, adjudicate disputes, and educate or coerce
entire-people”.

Sementara itu, James Rosnau (1969) lebih


menekankan kepada fungsi parpol sebagai sarana
penghubung antara berbagai macam kepentingan

21 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
dalam suatu sistem politik. Dalam hal ini menurutnya ada
dua peranan penting parpol dalam linkage politik, yakni:

a. Sebagai institusi yang berfungsi penetratif (penetrative


linkage), dalam arti sebagai lembaga yang ikut
memainkan peranan dalam proses pembentukan
kebijakan negara;
b. Sebagai “reactive linkage”, yaitu lembaga yang
melakukan reaksi atas kebijakan yang dikelurkan oleh
negara.

Dengan demikian, dalam negara demokrasi modern,


fungsi parpol secara umum:
a. Sebagai sarana komunikasi politik, yaitu di satu pihak
merumuskan kepentingan (interestarticulation) dan
menggabungkan atau menyalurkan kepentingan
(interest agregation) masyarakat untuk disampaikan
dan diperjuangkan kepada pemerintah, sedangkan di
pihak lain juga berfungsi menjelaskan dan
menyebarluaskan kebijaksanaan pemerintah kepada
masyarakat (khususnya anggota parpol yang
bersangkutan):
b. Sebagai saran sosialisasi politik, yaitu proses di mana
seseorang memperoleh pandanagan, orientasi, dan
nilai-nilai dari masyarakat dimana dia berada. Proses
tersebut juga mencangkup proses di mana masyarakat
mewariskan norma-norma dan nilai-niai dari satu
generasi ke generasi berikutnya. Melalui kursus-kursus
pendidikan, parpol menanamkan nilai-nilai ideologi
dan loyalitas kepada negara dan partai. Di NSB seperti
Indonesia, yang bangsanya pada

22 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
umumnya sangat plural, parpol dapat membantu
peningkatan identitas nasional dan pemupukan
integrasi nasional. Istilah sosialisasi politik (political
socialization) merupakan istilah yang longgar
pengertiannya, istilah yang ketat pengertiannya adalah
pendidikan politik (political education), sedangkan
yang paling ketat disebut indoktrinasi politik (politi cal
indoctrination).
c. Sebagai sarana rekrutmen politik (intrument of
political recruitment), yakni proses melalui mana
partai mencari anggota baru dan mengajak orang yang
berbakat untuk berpartisipasi dalam proses politik.
Rekrutmen politik akan menjamin kontinuitas dan
kelestarian partai, dan sekaligus merupakan salah cara
untuk menyelesaikan para calon pimpinan partai atau
pimpinan bangsa.
d. Sebagai sarana pengatur konflik, yakni bahwa dalam
negara demokratis yang masyarakatnya terbuka dan
plural, perbedaan dan persaingan pendapat sangatlah
wajar, akan tetapi sering menimbulkan konflik sosial
yang sangat luas. Oleh karena itu, konflik harus bisa
dikendalikan atau dijinakkan agar tidak berlarut -larut
yang bisa menggoyahkan dan membahayakan
eksistensi bangsa. Dalam hal ini, parpol dapat berperan
menekan konflik seminimal mungkin.

4. Tipologi Sistem Kepartaian

Sistem kepartaian pada umumnya dapat


diklasisifikasikan menurut 2 kriteria, yaitu:

23 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
a. Berdasarkan jumlah partai yang ada dalam suatu
negara, sehingga muncul:
1) Sistem partai tunggal ( umumnya di Negara
komunis );
2) Sistem dwi-partai, seperti di USA, Inggris, dll;
3) Sistem multi partai, seperti di Belanda, Italia,
Indonesia, dll.
b. Berdasarkan pada karakter partai:
1) Sistem kompetitif;
2) Sistem agregatif;
3) Sistem ideologid:
4) Sistem pluralistik;
5) Sistem monopolistik;
6) Sistem hegemonik.

Berdasarkan kedua kriteria tersebut maka tipologi


sistem kepartaian dapat digambarkan dalam bagan berikut:

No Kriteria Integratif kompetitif

Komprehensif(pragmatis,
1 dukungan Sektarian(ekslusif)
Orientasi klan)

2 Organisasi Tertutup, otoriter Terbuka dan pluralistik

Kegiatan dan Mobilsasi, hegemonik Agregatif dan representatif


3
fungsi integrasi nasional terspesialisasi

4 Jumlah partai Satu partai Dwipartai/multi partai

Sumber: Amal, 1988

24 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
Bab III

PARPOL DIERA

DEMOKRASI ORDE

LAMA

D
emokrasi di Era Orde Lama dapat dibagi
dalam dua periode, yaitu Era demokrasi
Liberal Parlementer (1945 - 1959) yang
merupakan era kebebasan dan kejayaan parpol dan
demokrasi tepimpin (1959 - 1966) yang merupakan era
awal pengendalian parpol oleh negara.

Herbert Feith dan Lance Castle (1988 - xviii)


menyatakan bahwa istilah atau sebutan “Orde Lama”
kurang tepat, karena istilah itu biasanya dugunakan untuk
menunjukan periode Demokrasi Terpimpin saja atau
Periode Demokrasi Leberal dan Demokrasi Terpimpin,
sehingga keduanya menawarkan istilah “periode Sukarno -
Hatta” meskipun tak lazim dipakai di indonesia.

25 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
1. Parpol di Era Demokrasi Liberal Parlementer

Yang dimaksud dengan era Demokrasi Liberal


Parlementer ialah era sistem ketatanegaraan dan politik
antara tahun 1945-1959 yang mengalami tiga konstitusi,
yakni UUD 1945 (17 Agustus 1945 – 27 Desember 1950),
dan UUDS 1950 (17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959). UUD
1945 secara formal menganut sistem presidensiil, tetapi
dalam praktek perubahan menjadi sistem parlementer.
Disebut demokrasi liberal karena pada masa itu kehidupan
politik memang sangat bebas (liberal), regulasi kehidupan
politik sangat longgar.

Sebenarnya, keberadaan parpol di Indonesia sudah


dimulai sejak sebelum kemerdekaan, dimana parpol-parpol
telah berjasa besar dalam menanamkan kesadaran nasional
dan mengorganisasi rakyat untuk memperjuangkan
Indonesia sebagai negara yang merdeka. Di alam
kemerdekaan, tonggak eksistensi parpol dipancangkan oleh
maklumat pemerintah tanggal 3 November 1945 yang
keluar atas desakan Badan Pekerja Komitenasional
Indonesia Pusat (BP KNIP) untuk mendirikan sebanyak -
banyaknya parpol.

Isi selengkapnya Maklumat Pemerintah yang


ditanda tangani oleh wWakil Presiden Muhammad Hatta
tersebut adalah sbb. (Dhakidae, 1999 : 8)

26 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
MAKLUMAT PEMERINTAH

Berhubung dengan usul Badan Pekerdja Komite


Nasional Indonesia Pusat kepada Pemerintah, supaja
diberikan kesempatan kepada rakjat seluas-luasnja untuk
mendirikan partai politik, dengan restriksi, bahwa partai-
partai itu hendaknja memperkuat perdjuangan kita
mempertahankan kemerdekaan dan mendjamin keamanan
masjarakat, pemerintah menegaskan pendiriannja jang telah
diambil beberapa waktu jang lalu bahwa:
1. Pemerintah menjukai timbulnja partai-partai politik
itulah dapat dipimpin ke djalan jang teratur segala
aliran paham jang ada dalam masjarakat.
2. Pemerintah berharap supaja partai-partai itu telah
tersusun, sebelumja dilangsungkan pemilihan anggota
Badan-badan perwakilan rakja pada bulan Djanuari
1948.

Djakarta, 3 Nopember 1946

Wakil Presiden,

Ttd.

Muhammad Hatta

27 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
Maklumat Pemerintah tersebut mencerminkan
kehendak rakyat dan sebagai tafsir longgar atas pasal 28
UUD 1945 tentang kebebasan berserkat dan berkumpul,
juga pada hakekatnya sesuai dengan prinsip penderian
suatu parpol, yakni bahwa timbul dan timbulnya parpol
datang dari bawah, tidak ditentukan dari atas. Sehingga
dapat dimengerti jika maklumat pemerintah tersebut
mendapat sambutan baik oleh rakyat Indonesia yang
terbukti dengan bermunculannya parpol -parpol berdasarkan
paham atau aliran politik yang ada. Dengan demikian,
dimullailah sistem multi partai di Indonesia yang
berdasarkan aliran (partai aliran). Hal ini sekaligus berarti
membuyarkan gagasan atau keinginan presiden Sukarno
dalam pidatonya tanggal 23 Agustus 1945 untuk
membentuk satu partai tunggal, yaitu partai nasional
Indonesia yang diharapkan menjadi partai pelopor.

Setelah keluarganya maklumat pemerintah tersebut,


secara resmi berdiri parpol-parpol sbb. (Buku “30 Tahun
Indonesia Merdeka ” 1945-1949, 1981 : 56):
1) Partai Masyumi (Majelis Syura Muslimin Indonesia), 7
November 1945 yang dipimpin oleh dr. Soekiman
Wirjosandjojo;
2) PKI (Partai Komunis Indonesia), 7 November 1945,
dipimpin oleh Mr. Moh. Jusuf;
3) PBI (Partai Buruh Indonesia), 8 November 1945, yang
dopimpin oleh Njono;
4) Partai Rakyat Jelata, 8November 1945, yang dipimpin
oleh sutan Dewanis;

28 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
5) Parkindo (Partai Kristen Indonesia), 10 November
1945 yang dipimpin oleh Ds. Probowinoto;
6) PSI (Partai Sosialis Indonesia), 10 November 1945,
yang dipimpin oleh Mr. Amir Sjarifuddin;
7) PRS (Paratai Rakyat Sosialis), 20 November 1945,
yang dipimpin oleh sutan Sjahrir;
Catatan : PSI dan PRS kemudian bergabung dengan
nama partai sosialis, desember 1945, dipimpin oleh
sutan Sjahrir, Amir Sjarifuddin, dan oei Hwee Goat;
8) PKRI (Partai Katolik Republik Indonesia), Desember
1945, yang dipimpin oleh I.J. Kasimo;
9) Permai (Persatuan Rakyat marhaen Indonesia), yang
dipimpin oleh J.B. Asas, 17 Desember 1945;
10) PNI (Partai Nasional Indonesia), 29 Januari 1946, yang
dipimpin oleh sidik Djojosukarto, hasik penggabungan
antara PRI (Partai Rakyat Indonesia), Gerakan
Republik Indonesia, dan Serikat Rakyat Indonesia
yang masing-masing telah berdiri pada bulan
November dan Desember 1945.

Parpol-parpol yang muncul berkat keluarnya


Maklumat Pemerintah tersebut pada mulanya memang ikut
berjasa dalam mengorganisasi rakyat untuk
mempertahankan kemerdekaan, akan tetapi kemudian
menunjukan kecenderungan kehidupan politik yang tidak
sehat, karena parpol-parpol tersebut nampaknya melupakan
atau tidak memperhatikan restriksi yang telah ditentukan
oleh Maklumat Yaitu “memperkuat perjuangan mempert-

29 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
ahankan kemerdekaan dan menjamin keamanan
masyarakat”. Kehidupan kepartaian yang tidak sehat
tersebut terjadi sebelum, pada saat, dan sesudah pemilihan
umum (pemilu) tahun 1955, karena parpol -parpol telah
terjebak dalam petentangan ideologi atau pemikiran politik
yang tajam, yang oleh feith danCastles (1988 ; xxv)
dibedakan dalam lima aliran, yakni: Nasionalisme Radikal,
Tradisionalisme Jawa, Islam, sosialisme Demokratis, dan
komunisme.

Sebenarnya berdasarkan sistem pemerintahan


parlementer yang dianut oleh UUDS 1950, parpol memiliki
kesempatan besar untuk memerintah, tetapi karena
kehidupan politik yang kian tidak sehat dari parpol-parpol
tersebut yang berupa pertentangan ideologi yang tajam,
menyebabkan parpol-parpol tidak mampu menunaikan
fungsinya dengan baik, terbukti dari kegagalan parpol
untuk:

a. Menciptakan suatu pemerintahan yang kuat dan stabil


yang mampu menyusun dan melaksanakan program-
program pembangunan untuk mengisi kemerdekaan,
dikarenakan pemilu 1955 tidak menghasilkan parpol
mayoritas mutlak di DPR;
b. Menyepakati UUD baru sebagai pengganti UUDS 1950
yang disebabkan kegagalan badan Konstitusi Hasil
Pemilu 1955 menyusun UUD akibat polarisasi
mengenai dasar negara antara yang menghendaki tetap
dasar pancasila dan yang menghendaki dasar negara
Islam.

30 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
Pemilu pertama di Indonesia pada tahun 1955 telah
menghasilkan empat parpol besar tetapi tidak ada yang
mencapai mayoritas absulut di DPR, yaitu PNI (57 kursi),
Masyumi (57 kursi), NU (45 kursi), dan PKI (39 kursi),
sedangkan jumlah parpol yang mendapatkan kursi di DPR
ada 26 buah (Jumlah kursi DPR adalah 257). Sedangkan
untuk 520 kursi konstituante, perolehan kursi empat besar
adalah : PNI 119 kursi, Masyumi 112 kursi, NU 91 kursi,
dan PKI 80 kursi). Daftar parpol di Era Demokrasi Liberal -
Parlementer, khususnya yang ikut Pemilu 1955, Lihat
lampiran 1.

2. Parpol di Era Demokrasi Terpimpin

Demokrasi terpimpin adalah era sistem


ketatanegaraan dan politik sesuda Dekrit Presiden 5 Juli
1959 hingga 11 Maret 1966 (saat keluarnya Surat Perintah
dari Presiden Soekarno kepad jendral Suharto yang masih
penuh misteri dan kontroversial).

Masa kebebasan dan kejayaan parpol di era


Demokrasi liberal Parlementer berakhir dengan munculnya
era Demokrasi Terpimpin sebagai tindak lanjut Dekrit
Presiden 5 Juli 1959. Dengan pertimbangan “berhubung
keadaan ketatanegaraan di Indonesia, yang menyebabkan
dikeluarkannya Dekrit Presiden/Panglima Tinggi Angkatan
Perang Republik Indonesia pada tanggal 5 Juli 1959 dan
yang membahayakan persatuan dan keselamatan negara,
Nusa dan Bangsa serta merintangi pembangunan semesta
untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur, perlu
diadakan peraturan tentang syarat-

31 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
syarat dan penyederhanaan kepartaian”. Peraturan tersebut
diberi bentuk yuridis penetapan Presiden Republik
Indonesia No. 7 Tahun 1959 tentang syarat -syarat dan
penyederhanaan Kepartaian (Lembaran Negara No. 149
Tahun 1959, Tambahan Lembaran Negara No. 1916,
selanjutnya disingkat Penpres No. 7 Tahun 1959), karena
keadaan ketatanegaraan di Indonesia waktu itu yang
memaksa pula dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959
yang telah dipertanggungjawabkan kepada MPR
(Penjelasan Umum).

Diktum petama Penpres No. 7 tahun 1959 tersebut


menyatakan “Mencabut Maklumat Pemerinta tanggal 3
November 1945” yand dalam penjelasan umum Penpres
tersebut dikemukakan bahwa Maklumat yang
menganjurkan berdirinya partai-partai dengan tidak
terbatas, ternyata tidak berhasil mencapai stabilitet politik
yang mencapai puncaknya waktu konstituante
membicarakan Amanat Presiden 22 April 1959 yang
menganjurkan kembali ke UUD 1945. Sedangkan diktum
keduannya menetapkan syarat-syarat dan Penyederhanaan
Kepartaian.

Untuk melaksanakan Penpres No. 7 tahun 1959


dikeluarkan Peraturan Presiden No. 13 Tahun 1960 tentang
pengangkutan, Pengawasan, dan Pembubaran Partai -partai
yang kemudian diubah dengan Perpres No. 25 Tahun 1960.
Berdasarkan ketiga instrumen hukum tersebut dapat
dikemukakan pokok-pokok kebijakan hukum bidang
kepartaian era Demokrasi terpimpin sbb.:

32 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
a. Pengertian dan Syarat Pembentukan Parpol.
 Pengertian parpol (Pasal 1 Penpres No. 7 beserta
Penjelasannya):
Parpol adalah organisasi politik dari suatu
golongan rakyat berdasarkan persamaan kehendak
yang sebagai alat demokrasi memperjuangkan
suatu susunan negara dan masyarakat tertentu.
 Syarat-syarat parpol (Pasal 2 s.d. 7)
1) Harus menerima dan mempertahankan azas
dan tujuan NKRI menurut UUD 1945 (Pasal
2)
2) Dalam Anggaran Dasar (AD) harus
dicantumkan dengan tegas bahwa menerima
dan mempertahankan UUD yang memuat
dasar0dasar Negara yaituKetuhanan Yang
Maha Esa, Kebangsaan, Kedaulatan Rakyat,
Perikemanusiaan, dan keadila Sosial, dan
bertujuan membangun suatu masyarakat adil
dan makmur menurut kepribadian Bangsa
Indonesia, serta mendasarkan program
kerjanya masing-masing atas Manifesto
Politik Presiden tanggal 17 Agustus 1959
yang telah dinyatakan menjadi haluan negara.
Selain itu dalam AD dan/atau Anggaran
Rumah Tangga (ART) harus dicantumkan
dengan tegas organisasi-organisasi pendukung
dan/atau bernaung di bawah parpol itu (pasal
3);
3) Memperjuangkan tujuannya harus
menggunakan jalan damai dan demokratis
(Pasal 4);

33 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
4) Mempunyai cabang-cabang yang tersebar
minimal seperempat jumlah daerah Tingkat I
dan Jumlah cabang-cabang itu minimal harus
seperempat jumlah daerah tingkat II seluruh
wilayah Indonesia (pasal 5);
5) Pengurus, penggurus kehormatan dan anggota
tak boleh seorang pun orang asing (Pasal 6
ayat (1));
6) Tanpa ijin pemerintah tidak boleh menerima
bantuan dari dan memberi bantuan kepada
pihak asing asing dengan bentuk dan dengan
cara apapun juga (Pasal 6 ayat 2);
7) Yang berhak menjadi anggota parpol ialah
WNI usia 18 tahun atau lebih (Pasal 7). Dalam
perpres No. 13 tahun 1960 ditetukan oleh
jumlah anggota porpol secara nasional
minimal 150.000 orang dan setiap orang
cabang minimal 50 orang.

b. Pengakuan dan Pengawasan Parpol


 Pengakuan parpol (Pasal 1 dan pasal 4 Perpres No.
13/1960):
1) Parpol yang sudah ada pada saat Dektrit
Presiden 5 Juli 1959 harus menyesuaikan
AD/ARTnya dengan Penpres No. 7 Tahun1960
dan palin lambat 31 Desember 1959 (dengan
Penpres no. 25 Tahun 1960 diubah menjadi
tanggal 28 Februari 1961) melaporkan kepada
Presiden;

34 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
2) Pengakuan dan penolakan parpol dilakukan
dengan keputusan presiden dan disampaikan
kepada pemimpin parpol, seta dimuat dalam
Berita Negara RI.
 Pengawasan parpol (Pasal 8 Penpres No. 7 Tahun
1959 jo Pasal 5 Perpres No. 13 Tahun 1960):
1) Dilakukan oleh Presiden dan Presiden dapat
memerintahkan untuk memeriksa tata usaha,
keuangan, dan kekayaan parpol;
2) Parpol yang sudah diakui wajib melaporkan
setiap enam bulan sekali kepada Presiden
tentang jumlah cabang, anggota dan
Organisasi-organisasi yang bernaung
dibawahnya, serta kekayaan dan
masuk/keluarnya keuangan.

c. Pembubaran dan pelarangan Parpol


 Pembubaran Parpol (Pasal 9 Pempres No. 7 Tahun
1959 jo Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9 penpres
no. 13 Tahun1960):
1) Institusi yang berwenag melarang dan/atau
membubarkan parpol adalah Presiden setelah
mendengar pertimbangan Mahkamah Agung
(MA);
2) Alasan pelarangan dan/atau pembubaran
parpol:
a) Asa dan tujuannya bertentangan dengan sas
dan tujuan Negara;
b) Programnya bermaksud merombak asa dan
tujuan Negara;

35 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
c) Sedang melakukan pemberontakan karena
pemimpin-pemimpinnya turt serta dalam
pemberontakan atau telah jelas
memberikan bantuan anggota-anggotanya
itu;
d) Tidak memenuhi syarat-syarat lain yang
ditentukan dalam Pasal 2 s.d. Pasal 7
penpres No. 7 tahun 1959;
3. Mekanisme pelanggaran/pembubaran parpol:
a) Presiden lebih dahulu mendengar
pertimbangan MA dengan menyerahkan
surat-surat dan lain-lain alat bukti yang
menguatkan persangkaan bahwa suatu
parpol berada dalam keadaan
sebagaimanna dimaksudkan Pasal 9 Ayat
(1) Penpres no. 7 Tahun 1959 (Pasal 6
Penpres No. 13 tahun 1960);
b) MA menguji persoalan yang diajukan
Presiden secara yuridis dan obyektif
dengan mengadakan pemeriksaan secara
bebas [Pasal 7 ayat (1) Perpres No.
13/1960);
c) Dalam pemeriksaan, MA dapat mendengar
keterangan saksi-saksindan ahli-ahli
dibawah sumpah (Pasal 7 ayat 2 Penpres
No. 13 tahun 1960);

36 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
d) Hasil pemeriksaan yang merupakan
pendapat MA diberitahukan kepada
Presiden [Pasal 7 ayat (3) perpres No. 13
tahun 1960];
e) Setelah menerima pertimbangan MA,
Presiden mengeluarkan keputusan
presiden (Keppres yang menyatakan
pembubaran suatu parpol yang selekas
diberitahuka kepada pimpinan parpol yang
bersangkutan [Pasal 8 ayat (1) No. 13
Tahun 1960);
f) Dalam jangka waktu 30 hari sejak tenggal
berlakunya Kepres tersebut huruf e,
pimpinanparpol dimakdus harus
menyatakan bahwa partainya bubar dan
memberitahukan kepada Presiden seketika
itu juga [pasal 8 ayat (2) Penpres No. 13
Tahun 1960];
g) Apabilah tanggal tersebut huruf f lewat
tanpa peryataan bubar partai dimaksud,
maka partai tersebut merupakan
perkumpulan terlarang [Pasal 8 ayat (3)
Perpres No. 13 Tahun 1960);
h) Sebagai akibat hukum
pembubaran/pelarangan suatu parpol,
maka anggota parpol yang menjadi
anggota MPR, DPR, dan DPRD secara
otomatis ditanggap berhenti sebagai
anggota badan-badan tersebut (Pasal 9
Perpres No. 13 tahun 1960);

37 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
Berdasarkan penpres No. 7 Tahun 1959 Juncto
Perpres No. 25 Tahun 1960 di atas, maka pada era
Demokrasi terpimpin ada parpol-parpol yang diakui sah
keberadaannya, ada yang ditolak pengakuannya sebagai
parpol, dan ada parpol yang dibubarkan sebagai berikut:

A. Parpol yang diakui sah keberadaannya: (1) PNI; (2)


NU; (3)PKI; (4)Partai Katholik; (5)Partindo; (6)Partai
Murba; (7) PSII, dan (8) IPKI (berdasarkan keppres
No. 128 Tahun 1961 tanggal 14 April 1961); serta (9)
parkindo dan (10) Partai Islam Parti (berdasarkan
Keppres No. 440 Tahun 1961 tanggal 27 Juli 1961);
B. Parpol yang ditolak pengakuannya : (1) PSII
Abikusno; (2) PRN bebasa; (3) PRI dan (4) PRN
Djody.
C. Parpol yang dibubarkan : (1) partai Masyumi (Keppres
No. 200 Tahun 1960) dan PSI (Keppres No. 201 Tahun
1960).

Sebagai akibat dari pembaharuan politik, khususnya


di bidang kepartaian di era demokrasi Terpimpin tersebut,
maka dampaknya bagi parpol dan kehidupan kepartaian
adalah sbb.:

1) Berubahnya hakekat parpol yang semula merupakan “a


purely private association, a private fotmation”
menjadi “a quasi legal formation, a quast public
agency”, yaitu dengan diberikannya wewenang kepada
Pemerintah untuk ikut mengawasi, mengatur, dan
mengurusi masalah internal parpol, sehingga hidup,
lumpuh, dan

38 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
matinya suatu parpol sangat ditentukan oleh
Pemerintah (dari atas), tidak dari bawah oleh rakyat
sendiri (Abdoel Gani, 1972, makalah);
2) Adanya penyederhanaan parpol dalam jumlah parpol
yang semula (dari hasil pemilu1955) sebanyak 27
parpol menjadi hanya 10 parpol yang kemudian
dipolarisasikan dalam politik aliran dengan pola
NASAKOM (Nasionalis, Agama, dan Komunis);
3) Diimbanginya parpol-parpol ole apa yang dinamakan
golongan karya yang terhimpun dalam sekretariat
Bersama Golongan Karya (200 organisasi) yang
mendapatkan representasi di lembaga -lembaga
perwakilan dan Front Nasional (wadah untuk
menghimpun semua kekuatan sosial politik).

Dengan demikian, dalam era demokrasi Terpimpin


ada 10 (sepuluh) parpol yang mempunyai hak hidup yang
terus berlangsung hingga awal Orde Baru dengan
dibubarkannya PKI (12 Maret 1966) dan kemudian
Partindo. Daftar parpol di Era Demokrasi Terpimpin dapat
dilihat pada Lampiran 2.

Meskipun presiden Sukarno telah “mengembangkan


payung” NASAKOM (Nasionalisme, Agama, Komunisme)
untuk menjembatani konflik ideologi yang marak pada era
Demokrasi Liberal Parlementer, tetapi pada dasarnya
konflik ideologi tersebut masih tetap tajam yang mencapai
puncaknya pada akhirnya pada akhir periode Demokrasi
Terpimpin dengan timbulnya peristiwa G30S/PKI pada
tanggal 30 September 1965.

39 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
40 | Partai politik dalam Perkembangan
Sistem Ketatanegaraan Indonesia
Bab IV

PARPOL DI ERA

DEMOKRASI ORDE

BARU

1. Politik Hukum Kepartaian Orde Baru

Era Orde Baru adalah era pemerintah pasca


timbulnya peristiwa G30S/PKI tahun 1965, khusunya
dengan terjadinya pelimpahan kekuasaan dari Presiden
Soekarno kepada Jendral Soeharto melalui Surat Perintah
11 Maret 1966 (Super Semar) yang berlagsung hingga
tanggal 21 Mei 1998 saat Presiden Soeharto menyatakan
berhenti dari jabatannya dan menyerahkan jabatan presiden
kepada Wakil Presiden BJ. Habibi yang kemudian dilantik
sebagai Presiden. Era Orde Baru juga sering dinamakan
juga era Demokrasi Pancasila, sebab ingin melaksanakan
Pancasila dan UUD 1945 secra murni dan konsekuen.

41 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
Kehidupan kepartain era Orde Baru diawali dengan
pembubaran PKI pada tanggal 12 Maret 1966 dengan
keputusan Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimpin Besar
Revolusi No. 1/3/1966(dikukuhkan dengan Ketetapan
MPRS No. XXV/MPRS/1966 tanggal 5 Juli 1966) dan
kemudian partindo (1967) karena kedua parpol tersebut
dianggap terlibat peristiwa G30S/PKI Tahun 1965,
sehingga dari 10 Parpol Warisan Demokrasi Terpimpin
Tinggal 8 Parpol, yakni PNI, NU, PSII, Perti, IPKI, Partai
Katholik, Parkindo, dan Partai Murba (Catatan : P artai
Murba pernah dibekukan oleh Presiden Sukarno dengan
Keppres No. 1/KOTI/1965 tanggal 5 januari 1965 dan
kemudian dibubarkan dengan Keppres No. 291 Tahun 1965
tanggal 21 September 1965, Tetapi kemudian
direhabilitasi pada masa Orde Baru). Jumlah parpo l
tersebut kemudian bertambah dengan berdirinya Partai
Muslimin Indonesia (Parmusi) berdasarkan Keppres No. 70
tahun 1968 Tanggal 20 Februari1968 yang dimaksudkan
untuk mengakomodasi para pengikut eks Partai Masyumi
(Berdasarkan Piagam Penggabungan tanggal 17 Agustus
1967, Parmusi didukung oleh ormas -ormas Islam, yaitu:
Muhammadyah, Al Jamiatul Wasliyah, Gasbiindo,
Persatuan Islam Nahdlatul Wathan, Mathlaul Anwar, SNII,
KBIM, PUI, Al-ittihadiyah, PORPISI, PGARI, HSBI, Al
Irsyad, dan Wanita Islam (30 Tahun Indonesia Merdeka,
1965-1973, Tira Pustaka, 1981) dan Golongan Karya yang
merupakan penjelmaan Sekretariat Bersama Golkar (namun
Golkar walaupun dalam semua hal adalah partai tetapi tak
mau disebut parpol). Dengan demikian ada 10

42 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
(sepuluh) parpol atau Sembilan Parpol +Golkar pada masa
awal Orde Baru yang selanjutnya menjadi peserta Pemilu
tahun 1971.

Setelah pemilu 1971, pemerintah mendorong


(memaksa) sembilan parpol tersebut untuk melakukan fusi
yang kemudian dikukuhkan dengan UU No.3 Tahun 1975
Tantan Partai Politik dan Golongan Karya, sehingga jumlah
parpol pada era Orde Baru hanya tiga saja, yaitu:
1. Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang merupakan
fusi dari partai NU, Parmusi, PSII, dan Perti yang
merupakan fusi partai-partai Islam.
2. Patai Demokrasi Indonesia (PDI) yang merupakan fusi
dari partai-partai nasionalis dan agama yang non -
islam yaitu: PNI, Parkindo, partai Katholik, IPKI, dan
Paratai Murba.
3. Golongan Karya (Golkar) yang dinyatakan sebagai
golongan politik terdiri di luar dan tidak mau disebut
partai poltik, meskipun dipandang dari sudut manapun
Golkar tidak ubahnya seperti parpol (vide Boileau,
1983).

Ketiga parpol era Orde Baru tersebut yang


mempunyai hak (bahkan kewajiban) untuk mengikuti
pemilu 1977, Pemilu 1982, Pemilu 1987, Pemilu 1992,
Pemilu 1997 yang kesemuanya dimenagkan secara mutlak
ole Golkar, sehingga Golkar menjadi “single majority” di
semua lembaga perwakilan yang ada di Indonesia. Menurut
Pasal 2 ayat (1) UU No. 3 tahun 1975 tentan Partai Politik
dan Golongan Karya harus berazaskan

43 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
Pancasila dan UUD 1945, tetapi menurut ayat (2) Pasal
tersebut parpol dan Golkar masih diperbolehkan
mempunyai ciri sendiri. Baru setelah dilakukan revisi atas
UU No. 3 tahun 1975 dengan UU No. 3 Tahun 1985, parpol
dan Golkar harus menganut satu-satunya azas yakni
Pancasila.

Sistem kepartaian Orde Baru sering dinamakan


sistem kepartaian yang hegemonik, yaitu sistem kepartaian
di mana tingkat kompetensi antara parpol dibuat seminimal
mungkin oleh parpol hegemoni (Gaffar dan Amal, 1988,
makalah), Daniel Dhakidae (1999:13) menyebutnya
sebagai sistem partai tunggal (Golkar) dengan dua partai
setelit (PPP dan PDI). Sedangkan Mourice Duverger
(1981:40) menyebut sistem partai yang dominan, yaitu
apabilah suatu partai memperlihatkan dua karakteristik :i)
ia harus mengungguli rival-rivalnya dalam jangka waktu
yang cukup panjang, dan ii) ia harus dapat
mengidentifikasikan diriny dengan bangsa sebagai
keseluruhan. Ilmuan Politik Polandia, Jezy J. Wiart
(Ranney, 1995 : 175), berpendapat bahwa sistem
kepartaian hegemonik dan sistem kepartaian dominan,
bersama sistem monopartai hanyalah merupakan
pembedaan subtipe dari sistem partai tunggal ( One-party
systems) yang bersifat diktator, sbb.:

 Mono party systems, in which only one party is legally


permitted to exist;
 Hegemonic to exist, in which serveral parties are
permitted to exist, but they run candidates only when
allowed to do so by an officiallysuperior party, an no
competition between the parties is permittet and

44 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
 Dominant systems, in which any party may organi zed
and run candidates, but one party win almost all off
the votes and offices because of its hold on the voters
loyalties.

2. Kepartaian Menurut UU Parpol dan Golkar

Instrumen hukum yang dipakai untuk menata


kehidupan kepartaian Orde Baru, yakni UU No. 3 tahun
1975 Tentang Partai Politikdan Golongan Karya yang
diubah dengan UU No. 3 tahun 1985 yang memuat pokok -
pokok pengaturan sbb.:

1) Jumlah parpol sudah ditetapkan secara definitif hanya


tiga (dua parpol dan satu Golkar), yakni PPP,PDI, dan
Golkar [Pasal 1 ayat (1)], sehingga tidak ada ketentuan
tentang syarat- syarat dan tata cara pembentukan
Parpol (baru), juga tidak ada ketentuan tentang
pembubaran dan pelarangan parpol;
2) Berlaku asas tunggal Pancasila bago parpol dan Golkar
(Pasal 2 UU No. 3 tahun 1985), sebelumnya
berdasarkan Pasal 2 ayat (2) UU No. 3 tahun 1975
masih dimungkinkan adanya asa/ciri khusus di
samping Pancasila.
3) Parpol dan Golkar mempunyai kedudukan, fungsi, hak
dan kewajiban yang sama dan sederajat (Pasal 1 ayat
(2) UU Parpol dan Golkar);
4) Tujuan Parpol (dan Golkar) dan cara mencapainya
(Pasal 3 UU no. 3/1975);
a. Mewujudkan cita-cita bangsa sebagaiman
dimaksud dalam UUD 1945;

45 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
b. Menciptakan masyarakat adil dan makmur
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dalam
wadah NKRI;
c. Mengembangkan kehidupan Demokrasi pancasila.
Cara memperjuangkan tercapainya tujuan melalui
program-program dengan jiwa/semangat
keluargaan, musyawarah dan gotong royong.
5) Fungsi Parpol dan Golkar (Pasal 5 UU parpol dan
Golkar):
a. Menyalurkan pendapat dan aspirasi masyarakat
secara sehat dan mewujudkan hak politik rakyat.;
b. Membina anggota menjadi WNI yang bermoral
Pancasila dan setiaterhadap UUD 1945;
c. Wadah untuk mendidik kesadaran politik rakyat.
6) Hak dan Kewajiban Parpol dan Golkar (Pasal 6 dan
Pasal 7 UU No. 3/1975):
a. Hak Parpol dan Golkar : (i) mempertahankan dan
mengisi kemerdekaan NKRI ; (ii) ikut serta dalam
pemilu;
b. Kewajiban Parpol dan Golkar : (i) melaksanakan,
mengamalkan, dan mengamankan Pancasila dan
UUD 1945; (ii) mempertahankan dan mengisi
kemerdekaan NKRI; (iii) mengamankan dan
melaksanakan GBHN dan ketetapan MPR lainnya;
(iv) memelihara persatuan dan kesatuan bangsa
serta stabilitas nasional yang tertib dan dinamis;
(v) turut memelihara persahabatan serta antara RI
dengan negara lain; dan (vi) ikut mensukseskan
pelaksanaan Pemilu.

46 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
7) Keanggotaan Parpol dan Golkar (Pasal 8 UU Parpol
Golkar) : a) telah berumur 17 tahun atau sudah pernah
kawin; b) dapat membaca dan menulis; c) sanggup
aktif dalam kegiatan Parpol dan Golkar; d) PNS dapat
menjadi anggota Parpol dan Golkar dengan
pengetahuan atau ijin atasan.
8) Kepengurusan Parpol dan Golkar (Pasal 10 UU Parpol
dan Golkar) : hanya sampai daerah tingkat II. Di
tingkat kecamatan dapat dibentuk komisaris, tetapi
tidak termaksud keperguruan.
9) Keuangan Partai dan Golkar (Pasal 11): (a) iuran
anggota; b) sumbangan yang tidak mengikat; c) usaha
yang sah; d) bantuan dari Negara.
10) Larangan dan Pengawasan (Pasal 12 s.d. Pasal 14):
a. Larangan bagi Parpol dan Golkar (Pasal 12): (i)
menganut, mengembangkan, dan menyebarkan
faham atau ajaran komunisme/Marxisme-Leninime
serta faham atau ajran lain bertantangan dengan
Pancasila dan UUD 1945 dalam segala bentuk dan
perwujudannya; (ii) menerimah bantuan dari fihak
asing; (iii) memberikan bantuan kepada pihak
asing yang merugikan kepentingan bangsa dan
negara ;
b. Pengawasan Parpol dan Golkar (Pasal 13 dan
Pasal 14):
(i) Pengawasan dilakukan oleh Presiden (Pasal
13);
(ii) Presiden dapat membekukan Pegurus Tingkat
Pusat Parpol dan Golkar setelah

47 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
mendengar Pengurusan yang bersangkutan dan
pertimbangan MA.

Dengan berlakunya UU No. 3 tahun 1975 yang


diubah dengan UU No. 3 Tahun 1985 tentang Parpol dan
Golkar, maka UU No. 7 Pnps Tahun 1959 tentang syarat -
syarat dan penyederhanaan kepartaian (LNRI Tahun 1959
no. 149), UU No. 13 Pnps Tahun1960 tentan Pengakuan,
Pengawasan, dan Pembubaran Partai-partai (LNRI Tahun
1960 No. 79) dan perubahan dengan UU No. 25 Pnps 1960
(LNRI Tahun 1960 No. 139) dinyatakan tidak berlaku
(Pasal 17).

3. Parpol di Luar Sistem Orde Baru

Meskipun format politik Orde Baru telah membatasi


jumlah parpol yang mempunyai hak hidup, yaitu hanya
dipatok tiga saja, PPP, PDI, dan Golkar, tetapi muncul juga
perlawanan yang memunculkan parpol di luar sistem Orde
Baru, yakni munculnya Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan (PDIP) yang dipimpin Megawati Soekarnoputri
yang merupakan pecahan dari PDI senagai akibat
kekacauan Kongres PDI di Surabaya dan dilanjutkan di
Medan. Selain itu juga muncul Partai Unit Demokrasi
Indonesia (PUDI) pimpinan Dr. Ir. Sri Bintang Pamungkas
dan partai Rakyat Demokratik (PRD) pimpinan Budiman
Sujadmiko, dua partai yang meskipun tidak diakui negara,
tetapi secara terang-teranggan menentang Orde Baru.

48 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
PDIP, PUDI, dan PRD yang tidak diakui
Pemerintah Orde Baru kemudian menjadi parpol peserta
pemilu 1999 setelah menyesuaikan dengan UU No.2 Tahun
1999 Tentang Partai Politik. Bahkan PDIP menjadi
pemenang Pemilu 1999 dengan perolehan 154 kursi dari
jumlah kursi DPR sebanyak 500 kursi, sedangakan PUDI
dan PRD memperoleh kursi di DPR.

Runtuhnya Orde Baru pada bulan Mei 1998


berakibat runtuh pula format politik di bidang kepartaian
dengan “sistem tiga partai” yang salah satunya menjadi
partai hegemonik, sedangkan dua partai lainnya menjadi
partai ponokawan. Suatu era baru kepartaian yang
demokratis muncul bersama era reformasi. Daftar parpol
era Orde Baru lihat Lampiran 3.

49 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
50 | Partai politik dalam Perkembangan
Sistem Ketatanegaraan Indonesia
Bab V

PARPOL DIERA

REFORMASI

Yang dimaksud dengan Era Reformasi adalah era


kehidupan yang ketatanegaraan dan politik sesuda
berakhirnya er Orde Baru pada tanggal 21 Mei 1998 yang
ditandai dengan lengsernya Soeharto dari kursi
Kepresidenan RI dan diganti oleh BJ. Habibi. Era
reformasi juga serimg disebut era pasca Orde Baru.

Dalam Era reformasi, hingga saat ini (2007) pernah


diberlakukan dua undang-undang yang mengatur parpol,
yakni UU No. 2 Tahun 1999 Tentang Partai Politik (LNR
Tahun 1999 no. 22, TLNRI No. 3809) yang berlaku pada
tanggal 1 Februari 1999 sampai dengan tanggal 26
Desember 2002 dan UU No. 31 Tahun 2002 Tentang Partai
Politik (LNRI Tahun 2002 No. 138, TLNRI No. 4251) yang
berlaku mulai tanggal 27 Desember 2002, kemudian pada
tanggal 6 Desember 2007 DPR menyepakati UU Parpol
yang baru pengganti UU parpol 2002.

51 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
Selain itu, juga muncul Parpol Lokasi setelah lahirnya UU
Pemerintahan Aceh.

1. Parpol Menurut UU No. 2 Tahun 1999

Munculnya gerakan Reformasi pada tahun 1998


yang meruntuhkan Orde Baru juga berakibat runtuhnya
sistem kepartaian Orde Baru. UU No. 2 tahun 1999 tentang
Partai Politik yang menggantikan UU NO. 3 tahun 1975
tentang partai politik dan Golongan Karya yang tel ah
diubah dengan UU No. 3 tahun 1985 telah menimbulkan
perubahan besar dalam kehidupan kepartaian di Indonesia,
yaitu:

1) Perubahann dari sistem multipartai terbatas menjadi


sistem multipartai tidak terbatas sehingga jumlah
parpol yang tadinya dibatasi hanya tiga, yakni : PPP,
PDI, dan Golkar, menjadi tidak terbatas jumlahnya.
Penjelasan umum UU No. 2 tahun 1999 menyatakan
“dengan demikian, pada hakekatnya negara tidak
membatasi jumlah partai plitik yang dibentuk oleh
Rakyat”. Jumlah parpol setelah lahirnya UU No. 2
Tahun 1999 sebanyak 141 parpol (termaksudk PPP,
PDI, dan Golkar yang menurut pasal 20 UU a quo) di
mana 48 parpol boleh ikut Pemilu, sedangkan 93
parpol tidak lolos verifikasinya untuk dapat mengikuti
Pemilu, bahkan menurut peneliti litbang Harian
Kompas jumlahnya sebanyak 180 parpol (Tim Litbang

52 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
Harian Kompas 1999, h. Xi) tentang daftar jumlah
parpol yang lahir sesudah berlakunya UU No. 2 Tahun
1999 lihat lampiran 4.
2) Perubahan dari kebijakan parpol harus menganut asa
tunggal Pancasila (perubahan atas Pasal 2 UU No. 3
Tahun 1975 oleh UU No. 3 Tahun 1985) menjadi
kebijakan bahwa parpol bebas memilih asa atau ciri
asalnya tidak bertentangan dengan dan harus
mencantumkan Pancasila sebagai dasar negara dalam
anggaran dasar partai (Pasal 2 ayat (2) hur uf a dan b
UU No. 2 Tahun 1999).
3) Perubahan dari kebijakan masa mengambang (floating
mass) di mana kepengurusan parpol hanya sampai
Daerah Tingkat II (Kabupaten/Kota) menjadi kebijakan
yang membolehkan parpol mempunyai kepengurusan
sampai ke desa/kelurahan (Pasal 11 UU No. 2 tahun
1999).
4) Perubahan dari kebijakan tidak ada larangan bagi PNS
untuk menjadi anggota parpol asal sepengetahuan
atasannya (Pasal 8 ayat (2) UU No. 3 Tahun 1975 jo
UU No. 3 Tahun 1985) ke kebijakan yang melarang
PNS menjadi anggota Parpol (PP No. 5 Tahun 1999).
5) Perubahan kebijakan dari tidak adanya ketentuan
tentang pembatasan jumlah sumbangan kepad
Parpol/Golkar dari perseorangan/ perusahaan
kebijakan mengenai adanya pembatasan jumlah
sumbangan, yaitu maksimal 15 juta rupiah untuk
perseorangan dan 150 juta rupiah untuk perusahaan
(Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2) UU no. Tahun 1999).

53 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
6) Perubahan kebijakan mengenai pengawasan dan sanksi
terhadap parpol yang dalam UU parpol dan Golkar
hanya berupa pembekuan pengurus (jadi tidak ada
sanksi pembubaran) yang dilakukan oleh Presiden
(Pasal 13 dan pasal 14 UU Parpol dan Golkar) ke
kebijakan bahwa baik pengawasan, pembekuan
pengurus, pembubaran parpol, sanksi administratif
berupa penghentian bantuan keuangan dari anggaran
Negara, maupun pencabuan hak parpol untuk ikut
Pemilu berada di tangan Mahkama Agung (Pasal 17
dan Pasal 18 UU No. 2 tahun 1999).
7) Perubahan kebijakan dari sistem kepartaian yang
bersifat hegemonik di mana Golkar menjadi “Parta
yang di istimewakan“dan harus “selau menang mutlak”
dalam pemilu ke kebijakan kehidupan kepartaian yang
kompetitif di mana semua parpol mempunyai
kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama.
8) Perubahan kebijakan dari yang tidak menentukan
persyaratan bagi parpol/Golkar untuk ikut Pemilu
(karena peserta Pemilu telah di tentukan secara
defenitif, yakni PPP, PDI, dan Golkar, ke kebijakan
yang menentukan syarat-syarat bagi parpol untuk bisa
ikut Pemilu, seperti persebaran kepengurusan yakni
setengah jumlah provinsi dan pada setiap provinsinya
tersebar dalam setengah jumlah kabupaten /kota, serta
adanya kektentuan electoral threshold (2%) untuk
dapat ikut pemilu berikutrnya).
9) Tetap di berlakukannya larangan bagi parpol untuk
menganut, mengenbangkan , dan menyebarluaskan
ajaran /faham Komunisme/

54 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
arxisme/Leninisme (Pasal 16 huruf a UU No. 2 Tahun
1999).

Pasal 17 UU No. 22 Tahun 1999 Tentang Partai


Politik beserta pnjelasannya telah memuat ketentuan
tentang pengertian, institusi yang berwenag, alasan, dan
mekanisme pembubaran parpol sbb.:

a) Pengertian pembubaran parpol :


Yang dimaksud dengan membubarkan parpol adalah
mencabut hak hidup dan keberadaan parpol diseluru
wilayah Republik Indonesia (penjelasan Pasal 17 ayat
2).
b) Institus yang berwenag membubarkan parpol:
Mahkama Agung [Pasal 17 ayat (2)].
c) Alasan pembubaran parpol: apabial nyata-nyata
melanggar Pasal 2 dan Pasal 3 (syarat-syarat
pembentukan Parpol ), Pasal 5 (Tujuan Parpol), Pasal
9 (Kewajiban Parpol), dan Pasal 16 (larangan bagi
parpol dalam rangka pengawsan ) UU No. 2 Tahun
1999 yang pada pokok berisi ketentuan sbb.:
 Pasal 2: (i) syarat minimal pendirinya 50 orang
WNI yang telah berusia 21 tahun (ayat 1); (ii)
mencantumkan Pancasial dalam Anggaran Dasar
parpol (ayat 2 huruf

55 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
a); (iii) asas/ ciri, aspirasi, dan program parpol
tidak bertentangan dengan Pancasila (ayat 2 huruf
b); (iv) keanggotaan bersifat terbuka utnuk setiap
WNI yang telah mempunyai hak pilih (ayat 2
huruf c); (v) tak boleh menggunakan nama,
lambang, atu lambang negara asing, bendera
NKRI, partai lain yang telah ada (ayat 2 huruf d);
 Pasal 3: tidak boleh membahayakan persatuan dan
kesatuan nasional (menurut penjelasannya :
miasalnya tujuannya separatis atau berakibat
manggangu persatuan dan kesatuan nasional).
 Pasal 5: menganai tujuan parpol, secara umum
harus di wujudkan cita-cita nasional yang termuat
dalam Pembukaan UUD 1945, mengembangkan
kehidupan demokrasi berdasarka Pancasila dan
menjujung tinggi kedaulatan rakyat dalam NKRI
dan secara kuhusus memperjuangkan cita-cita para
anggotanya dalam seluru aspek kehidupan.
 Pasal 9 : (mengenai kewajiban Parpol) :
memegang teguh dandan mengamalkan
Pancasiladan UUD 1945, mempertahankan NKRI,
memelihara persatuan dan kesatuan bangsa, serta
mensukseskan pembangunan dan Pemilu
demokratis, luber, dan jurdil.
 Pasal 16 (mengenai larangan-larangan bagi
parpol), yakni tidak bole: (i) menganut,
mengembangkan ajaran/faham komu-

56 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
nisme/Marxisme-Leninisme dan ajaran lain yang
bertentangan dengan Pancasila; (ii) menerimah
sumbangan dan/atau bantuan dalam bentuk
apapun, baik langsung maupun tidak langsung;
(iii) memberi sumbangan dan/atau bantuan dalam
bentuk apapun kapada pihak asing, langsung atau
tidak langsungyang dapat merugikan kepentingan
bangsa dan negara; dan (iv) melakukan kegiatan
yang bertentangan dengan kebijakan Pemerintah
RI dalam memelihara persahabatan dengan negara
lain.
d) Mekanisme pembubaran Parpol oleh Mahkama Agung
(Pasal 17):
 MA lebih dahulu memberikan peringatan secara
tertulis kepada parpol yang bersangkutan sebanyak
tiga kali berturt-turut dalam waktu tiga bulan
sebelum proses peradilan [Penjelasan ayat (3)]
 Dalam proses peradilan, MA lebih dahulu
mendengar dan mempertimbangkan keterangan
dari Pengurus Parpol a quo (ayat 3);
 Pelaksanaan pembekuan atau pembubaran parpol
dilakukan setelah adanya putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan
diumumkan dalam Berita Negara oleh Menteri
Kehakiman (ayat 4).

2. Parpol Menurut UU No. 31 Tahun 2002

Perubahan UUD 1945 sebanyak emapat kali ( 1999 -


2002) yang telah mengubah secara signifikan dan
fundamental sistem ketatanegaraan

57 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
Indonesia mengharuskan dilakukannya perubahan tiga
undang-undang di bidang, yakni UU Parpol UU Pemilu,
dan UU Susduk.

Dibidang kepartaian, diterbitkan UU No. 31 Tahun


2002 Tentang Partai Politik (LNRI Tahun 2002 No. 138,
TLNRI No. 4251) untuk menggantikan UU No. 2 Tahun
1999 tentang Paratai politik yang dipandang tidak sesuai
lagi dengan perkembangan masyarakat dan perubahan
ketatanegaraan. Dalam Penjelasan UU a quo dinyatakan
bahwa sistem multipartai sederhana yang dilakukan dengan
menerapkan persyaratan kualitatif ataupun kuantitatif, baik
baik dalam pembentukan parpol maupun dalam
penggabungan parpol-parpol yang ada.

UU No. 31 Tahun 2002 tentang partai politik


(disingkat UU Parpol 2002) telah mengatur tentang syarat -
syarat pembentukan, larangan, pembubaran dan
penggabungan, pengawasan, dan sanksi terhadap Parpol
yang intinya sbb.:
1) Syarat-syarat pembentukan Parpol :
a) Syarat-syarat formal (Pasal 2, Pasal 3, dan Pasal 4
UU Parpol 2002):
 Didirikan dan dibentuk oleh minimal 50 (lima
puluh) orang WNI yang telah berusia 21 (dua
puluh satu) tahun dengan akta notaris.
 Akta notaris dimaksud harus memuat
anggaran dasar (AD), anggaran rumah tangga
(ART) dan kepengurusan tingkat nasional
parpol;

58 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
 Kepengurusan parpol tingkat nasional
berkedudukan di Ibu kota Negara (dapat
berkantor pusat di DKI, Kota Bogor, Kota
Depok, Kota Tanggerang, dan Kota Bekasi);
 Didaftarkan pada Departemen Kehakiman
dengan melampirkan :
 Akta notaris pendirian parpol yang
sesuai dengan UUD 1945 dan peraturan
perundang-undangan lainnya;
 Susunan kepengurusan minimal 50%
jumlah provinsi, 50% jumlah
kabupaten/kota dari provinsi terkait,
kabupaten/kota yang bersangkutan;
 Nama, lambang, dan tanda gambar yang
pada pokonya atau keseluruhannya tidak
sama dengan nama, lambang, dan tanda
gambar partai politik lain, bendera atau
lambang negara RI/lembaga
negara/Pemerintah/negara lain/lembaga
atau badan internasional, atau nama dan
gambar seseorang {Pasal 19 ayat (1)}.
 Mempunyai kantor tetap (alamat
sekretariat yang jelas yang ditunjukkan
dengan dokumen yang sah) dari pusat
sampai tingkat kabupaten/kota.
 Materi kehakiman mensahkan parpol yang
memenuhi syarat sebagai badan

59 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
hukum paling lambat 30 hari sejak
penerimaan pendaftaran dan mengumumkan
dalam Berita Negara, Republik Indonesia
(Pasal 3).
b) Syarat substansial :
 Asas parpol tidak boleh bertentangan dengan
Pancasila dan UUD 1945 dan dapat
mencantumkan ciri tertentu yang yang tidak
bertentangan dengan Pancasila dan UUD
1945, serta undang-undang (Pasal 5);
 Tujuan Parpol yang meliputi tujuan umum
(mewujutkan cita-cita nasional bangsa
indonesia, mengembangkan kehidupan
demokrasi, dan mewujudkan kesejagteraan
rakyat) dan tujuan khusus parpol diwujutkan
secara konstitusional (Pasal 6);
2) Larangan bagi Parpol (Pasal 19 UU Parpol 2002)
a) Pengguna nama, lambang, dan bendera
sebagaimana telah diuraikan dalam syarat format
pembentukan/pendirian Parpol (ayat 1);
b) Melakukan kegiatan-kegiatan yang bertentangan
dengan UUD 1945 dan peraturan perundang-
undangan lainnya, membahayakan keutuhan NKRI,
dan bertentangan dengan kebijakan pemerintah
dalam memelihara persahabatan dengan negara
memelihara persahabatan dengan negara lain untuk
ketertiban dan pendamaian dunia (ayat 2);
c) Menerima berbagai sumbangan (barang/uang) dari
pihak manapun yang berten-

60 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
tangan dengan peraturan perundang-undangan,
tanpa mencantumkan identitas yang jelas, melebihi
batas yang ditetapkan, dan dari BUMN, BUMD,
BUM Desa, Koperasi, yayasan, Ism, ormas, dan
organisasi kemanusiaan (ayat 3);
d) Mendirikan badan usaha atau memiliki saham atau
badan usaha (ayat 4);
e) Menganut, mengembangkan, dan menyebarkan
ajaran atau paham Komunisme/Maxisme -
Leninisme (ayat 5).
3. Pembubaran dan Penggabungan (Pasal 20, Pasal 21,
dan Pasal 22) :
a) Parpol bubar karena tiga hal, yaitu 1)
membubarkan dir, 2) menggabungkan diri dengan
parpol lain, dan 3) dibubarkan oleh NKRI (Pasal
20);
b) Penggabungan parpol dengan parpol lain (pasal 21)
dapat dilakukan dengan membentuk parpol baru
dengan nama, lembaga, dan tanda gambar baru
(harus menyesuaikan syarat-syarat pendirian
parpol), atau dengan memakai nama, lembaga dan
tanda gambar salah satu parpol (tak diwajibkan
memenuhi syarat-syarat pendirian parpol);
c) Pembubaran dan penggabungan parpol diumumkan
dalam Berita Negara oleh Departemen Kehakiman
(Pasal 22);
4) pengawasan terhadap aprpol (Pasal 23 sd Pasal 25 UU
Parpol 2002);
ada 3 (tiga) macam pengawasan terhadap Parpol oleh 3
(tiga) institusi yang berbeda, yaitu:

61 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
a) pengawasan atas syarat-syarat formal Parpol oleh
Departemen Kehakiman;
b) pengawasan atas keuangan parpol oleh KPU;
c) Pengawasan atas larangan-larangan parpol oleh
Departeman dalam Negeri.
5) Sanksi terhadap Parpol (Pasal 26 sd pasal 28 UU
parpol 2002);
Ada 4 (empat) macam sanksi yang dapat dijatuhkan
kepada parpol, yaitu :
a) Sanksi administratif berupa penolakan pendaftaran
sebagai parpol oleh Departemen Kehakiman atas
tidak terpenuhinya syarat subtansi Parpol, dan
larangan mengenai nama, lambang, dan tanda
gambar;
b) Sanksi administratif oleh KPU yang berupa teguran
dan tak bisa ikut Pemilu.
c) Sanksi administratif berupa pembekuan sementara
parpol paling lama 1 (satu) yahun oleh
pengadilan/MA atas pelaanggaran tersebut pasal 19
ayat (2);
d) Sanksi pembubaran parpol oleh NKRI atas
pelanggaran terhadap larangan tersebut Pasal 19
ayat (5).

Selain itu, berdasarkan Ketentuan Peralihan (Pasal 2 9),


parpol yang sudah berstatus sebagai badan hukum menurut
UU Parpol 1999 meskipun tetap diakui keberadaannya,
tetapi apabila dalam waktu 9 (sembilan) bulan tidak
menyesuaikan dengan UU Parpol 2002, akan dibatalkan
keabsahannya sebagai badan hukum

62 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
dan tidak diakui keberadaannya sebagai parpol. Tentang
daftar jumlah parpol pada masa berlakunya UU Parpol
2002, termaksud parpol yang telah dibatalkan status badan
hukumnya (yang berarti praktis parpol itu dibubarkan lihat
Lampiran 5.

UU No. 24 tahun 2003 Tentang Mahkama


Konstitusi (disingkat UU NKRI) selain menegaskan
kembali kewenangan MKRI untuk memutus pembubaran
Parpol [Pasal 10 ayat (1)] huruf c UU NKRI) juga
mengatur tentang mekanisme (hukum acara) pembubaran
parpol sebagaimana tersebut Pasal 68 sd Pasa l 73 UU
MKRI yang pada pokoknya adalah sbb.:

a. Pemohon pembubaran Parpol adalah Pemerintah Pusat


(Pasal 68 ayat (1) dan penjelasannya);
b. Termohon tidak ditentukan secara eksplisit, tetapi
secara implisit dari ketentuan pasal 69, termohonnya
adalah parpol yang diminta untu dibubarkan;
c. Alasan pembubaran parpol adalah bahwa ideologis,
asa, tujuan, program, dan kegiatan parpol yang
dimohonkan dianggap bertentangan dengan UUD 1945
[Pasal 68 ayat (2) UUMK];
d. MKRI memberitahukan permohonan yang sudah
diregistrasi diberitahukan kapada termohon (Parpol
terkait) dalam waktu 7 (Tujuh) hari kerja sejak
permohonan dicatat dalam buku Registrasi Perkara
Konstitusi (BRPK);

63 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
e. MKRI sudah harus memutus permohonan pembubaran
parpol dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari kerja
sejak permohonan diregistrasi diBPRK (Pasal 71 UU
MKRI)
f. Pemutusan MKRI tentang pembubaran parpol ada 3
(tiga) kemungkinan (Pasal 70 UU MKRI):
(i) Permohonan tidak dapat diterimah, jika
permohonan tak memenuhi syarat sebagaimana
dimaksud Pasal 68 UU MKRI;
(ii) Permohonan dikabulkan, jika permohonan
dinilai beralasan;
(iii) Permohonan ditolak, jika permohonan dinilai
tidak beralsan.
g. Pelaksanaan putusan pembubaran parpol dilakukan
dengan “membatalkan pendaftaran pada Pemerintah”
[Pasal 73 ayat (1) UU MKRI], yang berarti sesuai
dengan ketentuan UU Parpol 2002 adalah pembatalan
status batas hukumnya dan tidak diakui keberadaannya
sebagai parpol;
h. Putusan MKRI tentang pembubaran parpol diberikan
kepada parpol yang bersangkutan (pasal 72 UU MKRI)
dan diumumkan oleh pemerintah dalam Berita Negara
RI dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak
putusan diterimah {Pasal 73 ayat (2) UU MKRI}.

Dari uraian tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa


ketentuan tentang alasan pembubaran parpol yang terdapat
dalam UU Parpol 2002 campur aduk den gan alasan sanksi
administratif dan alasan pembekuan parpol, serta tidak
sinkron dengan ketentuan yang diatur dalam UU MKRI.

64 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
Selain itu, juga tidak jelas apakah parpol yang dibubarkan
tersebut dinyatakan sebagai parpol terlarang.

3. Pembaharuan UU Parpol Menyongsong Pemilu


2009

Menyongsong Pemilu 2009, nampaknya telah


menyiapkan satu paket undang-undang bidang politik yang
mencangkup UU Parpol, UU Pemilu Anggota DPR, DPD,
dan DPRD, UU Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden,
dan UU Susduk MPR, DPR, DPD, dan DPRD untuk
menggantikan UU No. 31 tahun 2002 Tentang Partai
Politik, UU No. 12 Tahun 2003 Tentang Pemilu anggota
DPR, DPD, DPRD, UU No. 22 Tahun 2003 tentang Susduk
MPR, DPR, DPD dan DPRD, dan UU No. 23 Tahun 2003
tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.

Khusus tentang pembaharuan UU Parpol, pada


tanggal 6 Desember 2007 suatu UU Parpol yang baru telah
disetujui bersama oleh DPR dan pemerintah untuk
menggantikan UU parpol 2002 dan kemudian diundang
menjadi UU No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik
(TLNRI Tahun 2008 No. 2, TLNRI No. 4801) pada tanggal
4 januari 2008 (selanjutnya disebut UU parpol 2008).
Meskipun wacana yang muncul (khususnya dari parpol -
parpol besar) adalah semangat untuk membatasi atau
mengurangi jumlah parpol yang ada, namun UU parpol
2008 tersebut sebenarnya tidak jauh berbeda dengan UU
Parpol 2002. Pokok-pokok materi muatan UU Parpol 2008
tersebut adalah sebagai berikut:

65 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
a. Pembentukan parpol (Bab II, Pasal 2, 3, dan 4).
 Didirikan dan dibentuk oleh 50 orang WNI yang
telah berusia 21 tahun dengan akta notaris (sama
dengan UU Parpol 2002, meskipun dalam Draft
Depdagri tadinya dinaikan menjadi 250 orang) dan
menyertakan 30% keterwakilan perempuan (dalam
UU Parpol 2002 tidak ada ketentuan).
 Akta notaris pendirian harus memuat AD dan ART
serta kepengurusan parpol tingkat pusat yang
menyertakan minimal 30% keterwakilan
perempuan (quota 30% perempuan tak ada dalam
UU Parpol 2002). Sedangkan AD parpol minimal
memuat: 1) asa dan ciri Parpol; 2) visi dan misi
Parpol; 3) nama, lambang dan tanda gambar; 4)
tujuan dan fungsi parpol; 5) organisasi, tempat
kedudukan, dan pengambilan keputusan; 6)
kepengurusan; 7) peraturan dan keputusan parpol;
8) pendidikan politik dan; 9) keuangan parpol.
 Untuk menjadi badan hukum, parpol didaftarkan
ke departemen hukum dan HAM dan harus
mempunyai: 1) akta notaris pendirian parpol; 2)
nama, lambang, atau tanda gambar yang tak punya
kesamaan pada pokoknya atau keseluruhannya
dengan nama, lambang, atau tanda gambar yang
telah dipakai secara sah oleh parpol lain; 3) kantor
tetap; 4) kepengurusan minimal 60% jumlah
provinsi (dalam UU

66 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
Parpol 2002 hanya 50%), 50% jumlah
kabupaten/kota pada provinsi yang bersangkutan,
dan 25% jumlah kecamatan pada setiap
kota/kabupaten yang bersangkutan; dan 5) dan
memiliki rekening atas nama parpol.
 Departemen menerimah pendaftaran dan
melakukan penelitian dan/atau verifikasi
kelengkapan dan kebenaran persyaratan parpol
paling lama 45 hari sejak diterimahnya dokumen
persyaratan secara lengkap, dan 15 hari sesuda
selesai proses verifikasi memberikan pengesahan
parpol sebagai badan hukum dengan keputusan
Menteri yang diumumkan dalam Berita negara RI
(BNRI).
b. Perubahan AD dan ART parpol (Bab III, Pasal 5, 6,
7, dan 8).
Diatur lebih rinci jika dibandingkan dengan UU Parpol
2002 sbb.:
 Perubahan AD dan ART harus didaftarkan ke
departemen paling lama 14 hari sejak terjadinya
perubahan, disertai akta notaris perubahan AD dan
ART, kecuali jika tidak menyangkut hal pokok;
 Menteri dengan keputusan Menteri mengesahkan
perubahan AD dan ART dimaksud paling lama 14
hari sejak diterimahnya dokumen persyaratan
secara lengkap dan mengumumkan dalam BNRI;
 Apabilah terjadinya perselisihan parpol,
pengesahan perubahan AD dan ART tidak dapat
dilakukan oleh Menteri.

67 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
c. Asas dan ciri Parpol (Bab IV, Pasal 9)
Semula ada keinginan parpol besar seperti Partai
Golkar dan PDIP agar Pancasila menjadi satu-satunya
asas semuan parpol, namun ditentang oleh parpol -
parpol lain dan juga tak sesuai dengan Draft RUU dari
pemerintah, sehingga disepakati ketentuan yang
hampir sama dengan UU Parpol 2002 sbb.:
 Asas parpol tak boleh bertentangan dengan
Pancasila dan UUD 1945;
 Parpol dapat mencantumkan cir tertentu yang
mencerminkan kehendaka dan cita-cita parpol,
asal tidak bertentangan dengan dan merupakan
(hal baru dan nampaknya adalah kompromi dari
yang pro dan kontra asas tunggal Pancasila).
d. Tujuan dan Fungsi Parpol (Bab V, Pasal 10 dan
Pasal 11)
Berdasarkan dengan UU Parpol 2002 yang
memisahkan fungsi dengan tujuan dan menggabungkan
dengan tujuan dan menggabungkannya dengan hak dan
kewajiban, maka UU Parpol 2008 mengatur Tujuan
dan Fungsi Parpol dalam satu bab, yaitu Bab V (hal
tersebut kiranya lebih tepat) sbb.:
 Tujuan parpol (Pasal 10) yang dibagi dalam tujuan
umum dan tujuan khusus yang harus diwujudkan
secara konstitusional, yakni tujuan umum: 1)
mewujudkan cita-cita nasional sebagaimana
dimaksud Pembukaan UU 1945; 2) menjaga dan
memelihara keutuhan NKRI (Hal baru); 3)

68 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
mengembangkan kehidupan demokrasi
berdasarkan pancasila dengan menjunjung tinggi
kedaulatan rakyat dalam NKRI; dan 4)
mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat
indonesia; sedangkan tujuan khusus (lebih rinci
dibandingkan UU Parpol 2002):1) menigkatkan
partisipasi politik anggota dan masyarakat dalam
rangka menyelenggarakan kehidupan politik dan
pemerintahan; 2) memperjuangkan cita-cita parpol
dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa, dan
bernegara; dan 3) membangun etika dan budaya
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara;
 Fungsi parpol (Pasal 11) yang harus diwujudkan
konstitusional, yakni sebagai sarana: 1)
pendidikan politik bagi anggota dan masyarakat
luas agar manjadi WNI yang sadar akan hak dan
kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara; 2) penciptaan iklim yang
kondusif bgi persatuan dan kesatuan bangsa
Indonesia untuk kesejahteraan masyarakat; 3)
penyerap, penghimpun, dan penyalur aspirasi
politik masyarakat dalam merumuskan dan
menetapkan kebijakan negara; 4) partisipasi
politik WNI; dan 5) rekrutmen politik dalam
proses pengisian jabatan politik melalui
mekanisme demokrasi dengan memperhatikan
kesetaraan dan keadilan gender.

69 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
e. Hak dan Kewajiban Parpol (Bab VI, Pasal 12 dan
pasal 13).
 Hak Parpol: 1) memperoleh perlakuan yang sama,
sederajat, dan adil dari negara; 2) mengatur dan
mengurus rumah tangga organisasi secara mand iri;
3) memperoleh hak cipta atas nama, lambang, dan
tanda gambar parpol sesuai dengan peraturan
perundang-undangan; 4) ikut serta dalam pemilu
untuk memilih anggota DPR, DPRD, Presiden, dan
Wakil presiden, serta kepala daerah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan; 5) membentuk
fraksi di MPR, DPR, DPRD provinsi, dan DPRD
kabupaten/kota sesuai dengan peraturan
perundang-undangan (catatan : dalam UU Parpol
2002 tak ada); 6) mengajukan calon untuk mengisi
keanggotaan DPR dan DPRD sesuai dengan
peraturan perundang-undangan; 7) mengusulkan
pergantian antat waktu (PAW) anggotanya di DPR
dan DPRD sesuai dengan peraturan perundang -
undangan; 8) mengusulkan pemberhentian
anggotanya di DPR dan DPRD sesuai dengan
peraturan perundang-undangan; 9) mengusulkan
pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden,
calon Gubernur dan Wakil Gubernur, calon Bupati
dan Wakil Bupati, serta calon Walikota dan Wakil
Walikota sesuai dengan peraturan perundang-
undangan; 10) membentuk dan memiliki
organisasi sayap parpol (catatan : dalam UU

70 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
Parpol 2002 tak ada, berarti kembali ke era orla
yang pada era orba dilarang); 11) memperoleh
bantuan keuangan dari APBN dan APBD sesuai
dengan peraturan perundang-undangan (catatan :
UU Parpol 2002 tak ada).
 Kewajiban Parpol :1) mengamalkan
Pancasila,melaksanakan UU 1945, dan peraturan
perundang-undangan; 2) memelihara dan
mempertahankan keutuhan NKRI; 3) berpartisipasi
dalam pembangunan nasional; 4) menjunjung
tinggi supremasi hukum, demokrasi, dan HAM; 5)
melakukan pendidikan politik dan menyalurkan
aspirasi politik anggotanya; 6) menyukseskan
penyelenggaraan pemilu; 7) melakukan
pendaftaran dan memelihara ketertiban data
anggota; 8) membuat pembukuan, memelihara
daftar penyumbang dan jumlah sumbangan yang
diterima, serta terbuka kepad masyarakat; 9)
menyampaikan laporan pertanggungjawaban
penerimaan dan pengeluaran yang bersumber dari
dana bantuan APBN dan APBD secara berskala
satu tahun sekali kepada pemerintah setelah
diperiksa oleh BPK; 10) memiliki rekening khusus
dana kampanye pemilu; dan 11) menyosialisasikan
program parpol kepada masyarakat.
f. Keanggotaan dan Kedaulatan Anggota (Bab VII)
Pada dasarnya, ketentuan mengenai hal ini hampir
sama dengan ketentuan dalam UU Parpol 2002, hanya
dengan perbaikan rumusan

71 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
dan penembahan mengenai akibat pemberhentian
keanggotaan yang pokok-pokok isinya adalah sbb.:
 Syarat dan sifat keanggotaan parpol (pasal 14):
WNI telah berusia 17 tahun atau /sudah pernah
kawin, bersifat sukarela, terbuka, dan tidak
deskriminatif bagi WNI yang menyetujui AD dan
ART;
 Kedaulatan anggota (Pasal 15) : kedaulatan parpol
berada di tangan anggota yang dilaksanakan sesuai
AD/ART. Anggota punya hak menentukan
kebijakan dan hak memilih/dipilih, wajib
mematuhi dan melaksanakan AD/ART serta
berpartisipasi dalam kegiatan parpol;
 Pemberhentian anggota (Pasal 16) : alasan
pemberhebtian karena 1) meninggal dunia, 2)
mengundurkan diri secara tertulis, 3) menjadi
anggota parpol lain, 4) melanggar AD/ART, yang
tatacaranya diatur dalam peraturan parpol dan
berakibat pada pemberhentian keangotaan di
lembaga perwakilan rakyat bagi mereka yang
berstatus angota lembaga tersebut menurut
peraturan perundang-undangan.
g. Oraganisasi dan Tempat kedudukan (Bab VIII
Pasal 17 dan 18).
 Susunan organisasi (Pasal 17) : tersusun hierarkis
dalam organisasi tingkat pusat, tingkat provinsi,
tingkat kabupaten/kota dan dapat dibentuk sampai
tingkat kelurahan/Desa/ sebutan lain;

72 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
 Kedudukan organisasi (Pasal 18) : tingkat pusat
diibu kota negara, tingkat privinsi di ibu kota
provinsi, di tingkat kabupaten/kota di ibu kota
kabupaten/kota
h. Kepengurusan (Bab IX, Pasal 19 s.d. Pasal 26).
 Kedudukan kepengurusan (Pasal 19) : tingkat
pusat di ibu kota negara, tingkat provinsi di ibu
kota provinsi, tinggkat kabupaten/kota di ibu kota
kabupaten/ kota, dan apabila kepengurusan sampai
ingkat kelurahan/desa/sebutan lain menyesuaikan
dengan wilayahnya;
 Ada keterwakilan perempuan 30% pada
kepengurusan tingkat provinsi dan kabupaten/kota
yang diatur dala AD/ART (Pasal 20) dan dapat
dibentuk badan/ lembaga penjaga kehormatan dan
martabat parpol beserta anggotanya (Pasal 21);
 Pemilihan dan penggantian pengurus :
keperguruan dipilih secara demokratis melalui
musyawara sesuai ketentuan AD dan ART (Pasal
22), demikian juga tatacara penggantiannya yang
untuk tingkat pusat harus didaftarkan di
departemen paling lambat 30 hari sejak terjadinya
penggantian dalam mana susunan kepengurusan
baru parpol ditetapkan dengan keputusan menteri
dengan tenggat 7 hari sejak diterimanya
pendaftaran (Pasal 23);
 Perselisihan kepengurusan hasil forum tertinggi
parpol berakibat tidak dapat disahkannya
perubahan kepengurusan oleh

73 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
menteri sampai perselisihan terselesaikan (Pasal
24), yaitu yang terjadi apabilah pergantian
kepengurusan ditolak minimal 2/3 jumlah peserta
forum tertinggi parpol (Pasal 25);
 Larangan membentuk kepengurusan dan/atau
parpol yang sama bagi anggota parpol yang
diberhentikan daro keanggotaan dan/atau
kepengurusan parpol (Pasal 26).
i. Pengambilan Keputusan (Bab X, Pasal 27 dan 28).
Pengambilan keputusan parpol disemua tingkatan
dilakukan secara demokratis (Pasal 27) sesuai dengan
AD dan ART (Pasal 28).
j. Rekrutmen politik (Bab XI, Pasal 29).
Parpol melakukan rekrutmen politik terhadap WNI
secara demoktratis dengan kepputusan pengurus sesuai
dengan AD dan ART untuk menjadi 1) anggota parpol;
b) bakal calon anggota DPR dan DPRD; c) bakal calon
Presiden dan wakil Presiden; dan d) bakal calon kapala
daerah dan wakil kepal daerah.
k. Peraturan dan kepengurusan Parpol (Bab XII Pasal
30).
Parpol berwenag membentuk dan menetapakan
peraturan dan/atau keputusan perpol berdasarkan AD
dan ART serta tidak bertentangan dengan per aturan
perundang-undangan.
l. Pendidikan politik (Bab XIII, Pasal 31).
Parpol melakukan pendidikan parpol politik bagi
masyarakat sesuai dengan ruang lingkup tanggung
jawabnya dengan memperhatikan keadialn dan
keseteraan gender untuk mem-

74 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
bengun etika dan budaya politik sesuai dengan
panvasila dengan tujuan antara lain:
 Menigkatkan keasadaran hak dan kewajiban
masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat,
berbagsa, dan bernegara;
 Menigkatkan partisipassi politik dan inisiatif
masyarakat dalam kehidupan bermasyaraakat,
berbangsa, dan bernegara;
 Menigkatkan kemandirian, kedewasaan dan
membangun karakter bangsa dalam rangka
memelihara persaatuan dan kesatuan bangsa.
m. Penyelesaian Perselisian Parpol (Bab XIV) Pasal 32
dan 33).
Mungkin karena banyak parpol yang mengalami
perpecahan internal, maka secara eksplisit perlu
pengaturan tantang hal ini yang dalam UU parpol 2002
dirumuskan berbagai “Peradilan Perkara Partai Politik
(Bab VIII) yang tidak jelas apa yang dimaksud dengan
‘perkara Parpol’ tersebut.
 Pasal 32 : perselisian parpol deselesaikan secara
musyawarah mufakat, apabilah tak tercapai
diselesaikan lewat pengadilan atau di luar
pengadilan (misal rekonsiliasi, modiasi atau
arbitrase parpol yang mekanismenya diatur dalam
AD dan ART).
 Pasal 33 : forum pengadilan perkara parpol adalah
pengadilan negri sebagai peradilan pertama dan
terakhir yang harus selesai dalam waktu 60 hari
sejak gugatan perkara terdaftar dikepaniteraan dan
hanya dapat diajukan kasasi ke MA yang harus

75 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
selesai dalam waktu 30 hari sejak memori kasasi
terdaftar dikepaniteraan MA.
n. Keuangan Parpol (Bab XV, Pasal 34 s.d. Pasal 39).
 Sumber keuangan parpol berasal dari 1) Iuran
anggota; 2) sumbangan yang sah menurut hukum;
3) bantuan keuangan dari APBN dan APBD;
 Sumbangan yang dapat berupa uang, barang
dan/atau jasa didasarkan pada prinsip kejujuran,
sukarela, keadilan, terbuka, tanggung jawab, serta
kedaulatan dan kemandirian parpol dapat berasal
dari : 1) perseorangan anggota parpol yang
pelaksanaannya diatur dalam AD dan ART; 2)
perseorangan bukan naggota parpol m,aksimal 1
(satu miliar rupiah perorang pertahun anggaran);
3) perusahaan dan/atau badan usaha maksimal
senilai 4 (empat) miliar rupiah per perusahaan per
tahun anggaran;
 Bantuan keuangan dari APBN dan APBD yang
diberikan secara proporsional kepada parpol yang
mendapatkan kursi di DPR, DPRD Provinsi, dan
DPRD Kabupaten/kota yang penghingtungannya
berdasarkan jumlah perolehan suara yang diatur
lebih lanjut dengan peraturan pemerintah (PP).
 Pengelolaan keuangan parpol : 1)n digunakan
untuk pelaksanaan program yang mencangkup
pendidikan politik dan operasional sekretariat; 2)
dikelola melalui rekening kas umum parpol; 3)
penerimaan dan

76 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
pengeluaran dicatat oleh pengurus parpol disemua
tingkatan yang juga menyusun laporan
pertangungjawaban setelah tahun anggaran
berakhir yang hasil pemeriksaannya terbuka untuk
publik; 4) pengelolaan parpol diatur lebih lanjut
dalam AD dan ART
o. Larangan Bagi Parpol (Bab XVI, Pasal 40).
UU parpol juga memuat larangan bagi parpol yang
mencakup :
 Larangan menggunakan nama, lambang, atau tanda
gambar yang sama dengan (Ayat 1) : 1) bendera
atau lambang bendera RI; 2) Lambang-lambang
negara atau lambang pemerintah; 3) nama,
bendera, lambang negara lain atau lembaga/badan
internasional; 4) nama, bendera, simbol organisasi
gerakan separatis atau organisasi terlarang; 5)
nama atau gambar seseorang; 6) pada pokoknya
atau keseluruhannya dengan kepunyaan parpol lain
 Larangan melakukan kegiatan yang bertentangan
dengan UUD 1945 dan peraturan perundang-
undangan atau membahayakan keutuhan dan
keselamatan NKRI (ayat 2);
 Larangan : 1) menerima drai atau memberikan
sumbangan kepada pihak asing dalam bentuk
apapun yang bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan; 2) menerima sumbangan
berupa uang, barang, atau jasa dari pihak manpun
tampa mencantumkan identitas yang jelas; 3)
meneriama

77 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
sumbangan dari perseorangan dan/atau
peruhasaan/badan usaha melebihi batas yang
ditetapkan dalam praturan perundang-undangan;
4) meminta atau menerima dana dari BUMN,
BUMD, dan BUMDesa atau dengan sebutan
lainnya; 5) menggunakan fraksi di MPR, DPR,
DPRD provinsi, dan DPRD Kabupaten/kota
sebagai sumber pendanaan parpol (ayat 3)
 Larangan mendirikan badan usaha dan/atau
memiliki saham suatu badan usaha (ayat 4),
meskipun ada wacana sebelumnya bahwa parpol
dapat memiliki suatu badan usaha.
 Larangan menganut dan mengembangkan serta
menyebarkan ajaran atau paham komunisme/
marxisme-leninisme (ayat 5).
p. Pembubaran dan Penggabungan Parpol(Bab XVII).
 Ada tiga kemungkinan yang menyebabkan suatu
parpol bubar (Pasal 41), yaitu :
 Membubarkan diri atas keputusan sendiri
yang dilakukan berdasarkan AD dan ART
(Pasal 41 huruf a junco Pasal 42);
 Menggabungkan diri dengan parpol lain
(Pasal 41 huruf b);
 Dibubarkan oleh MK (Pasal 41 Huruf c).
 Menggabungkan parpol dengan parpol lain dengan
parpol dilakukan dengan mekanisme sbb. (pasal
43):
 Menggabungkan diri membentuk parpol baru
dengan nama. Lambang, dan tanda

78 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
gambar baruyang harus memenuhi ketentuan
Pasal 2 dan Pasal 3 UU Parpol;
 Menggabungkan diri dengan menggunakan
nama, lambang dan tanda gambar salah satu
parpol yang tidak wajib memenuhi ketentuan
Pasal 2 dan Pasal 3 UU Parpol.
 Pembubaran parpol (baik karena membubarkan
diri, penggabungan, maupun dibubarkan oleh
MK) diberitahukan kepada menteri dan ment eri
kemudian mencabut status badan hukum parpol
yang bersangkutan (Pasal 44), serta
mengumumkannya dalam berita negara RI (Pasal
45)
q. Pengawasan (Bab XVIII, Pasal 46).
Berbeda dengan UU parpol 2002 yang mengatur secara
lebih rinci mengenai pengawasan dalam tiga pasal dan
betul-betul mengenai pengawasan terhadap parpol, UU
Parpol 2008 hanya merumuskan secara umum dalam
satu pasal bahwa “pengawasan terhadap pelaksanaan
undang-undang ini dilakukan oleh lembaga negara
yang berwenang secara fungsional sesuai deng an
undang-undang”. Penjelasan pasal tersebut hanya
mengenai pengertian “sesuai dengan undang-undang”
yang dimaksud dengan undang-undang organik yang
memberikan kewenang kepada lembaga negara untuk
melakukan pengawasan. Dengan demikian, rumusan
pengawasan dalam UU Parpol 2008 justru kabur dan
bisa menimbulkan multitafsir.

79 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
r. Sanksi (Bab XIX, Pasal 47 s.d. Pasal 50).
 Sanksi administrasi yang dapat berupa :
 Penolakan pendaftaran parpol sebagai badan
hukum, apabila melanggara ketentuan pasal 2
dan pasal 3 (syarat-syarat pembentukan),
pasal 9 ayat (1) mengenai asas parpol, dan
Pasal 40 ayat (1) mengenai penggunaan nama,
lambang, dan tanda gambar [Pasal 47 ayat
(1)];
 Teguran oleh pemerintah, jika melanggar
ketentuan Pasal 13 huruf h mengenai
kewajiban membuat pembukuan, memelihara
daftar penyumbang dan jumlah sumbangan
yang diterima yang terbuka untuk masyarakat
[Pasal 47 ayat (2)];
 Penghentian bantuan APBN/APBD sampai
laporan diterimah oleh pemerintah, jika
melanggar ketentuan Pasal 13 huruf i
mengenai kewajiban menyampaikan laporan
pertanggungjawaban penerimah dan
pengeluaran keuangan yang bersumber dari
dana bantuan APBN dan APBD [Pasal 47 ayat
(3)];
 Teguran oleh KPU terhadap pelanggaran atas
Pasal 13 huruf j mengenai kewajiban memiliki
rekening khusus dana kampanye pemilu [Pasal
47 ayat (4)];
 Ketentuan yang ditetapkan oleh
lembaga/badan yang bertugas untuk

80 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
menjaga kehormatan dan martabat parpol
beserta anggotanya, jika melanggar Pasal 40
ayat (3) huruf e mengenai pengguna fraksi di
MPR, DPR, DPRD sebagai pendanaan parpol
[Pasal 47 ayat (5)];
 Pembekuan kepengurusan parpol oleh
pengadilan negri bagi parpol yang telah
memiliki badan hukum, jika melanggar
ketentuan Pasal 40 ayat (1) mengenai larangan
penggunaan nama, lambang, atau tanda
gambar yang sama [Pasal 48 ayat (1)];
 Pembekuan sementara kepengurusan parpol
sesuai dengan tingkatannya oleh pengadilan
negri serta aset dan saham disita untuk negara,
apabilah melanggar pasal 40 ayat (4) tentang
larangan parpol mendirikan badan usaha
dan/atau memiliki saham suatu badan usaha
[Pasal 48 ayat (6)];
 Pembekuan sementara parpol oleh pengadilan
negri sesuai dengan tingkatannya paling lama
satu tahun, jika melanggar ketentuan pasal 40
ayat (2) mengenai larangan melakukan
kegiatan yang bertentangan UUD 1945 dan
peraturan perundang-undangan, serta yang
membahayakan keutuhan dan keselamatan
NKRI [Pasal 48 ayat (2)].
 Sanksi pembubaran parpol oleh MK apabila :
 Parpol yang telah dibekukan sementara
melakukan pelanggaran lagi atas

81 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
ketentuan pasal yang sama [pasal 48 ayat ( 3)];
 Parpol melanggar ketentuan Pasal 40 ayat (5)
tentang larangan menganut dan
mengembangkan, serta menyebarkan ajran
ataupun paham komunisme/Marxisme-
Leninisme;
 Pengurus parpol melakukan kegiatan yang
berkaitan dengan kejahatan terhadap
keamanan negara (Pasal 50).
 Sanksi pidana terhadap :
 Pengurusan perpol yang melanggar ketentuan
Pasal 40 ayat (3) huruf a mengenai larangan
parpol menerima atau memberikan kepada
pihak asing sumbangan dalam bentuk apapun
yang bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan dengan pidana penjara
maksimal dua tahun dan denda dua kali lipat
dari jumlah dana yang diterima [Pasal 48 ayat
(4)];
 Pengurus parpol yang melanggar ketentuan
Pasal 40 ayat (3) huruf b (menerima
sumbangan dalam bentuk apapun tampa
identitas yang jelas), huruf c (menerima
sumbangan melebihi ketentuan), huruf d
(meminta atau menerima dana dari
APBN/APBD/BUMDesa) dengan pidana
penjara maksimal satu tahun dan denda dua
kali lipat jumlah dana yang diterima [Pasal 48
ayat (5)];

82 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
 Setiap orang atau perusahaan dan/atau badan
usaha yang memberi sumbangan kepada
parpol melebihi ketentuan Pasal 35 ayat (1)
huruf b (satu miliyar per orang per tahun) dan
huruf c (empat miliyar per tahun per
perusahaan) dipidana dengan pidana penjara
paling lama enam bulan dan denda dua kali
lipat jumlah dana yang disumbangkan [Pasal
49 ayat (1)];
 Pengurus parpol yang menerima sumbangan
dari perseorangan dan/atau badan usaha yang
melebihi ketentuan pasal 35 ayat (1) huruf b
dan huruf c dipidana dengan pidana penjara
paling lama satu tahun dan denda dua kali
lipat jumlah dana yang diterima [Pasal 49 ayat
(2)]; sedangkan sumbangan yang diterima
parpol daro perseorangan/perusahaan yang
melebihi ketentuan disita untuk negara [Pasal
49 ayat (3)].
s. Ketentuan peradilan (Bab XX, Pasal 51).
 Parpol yang telah disahkan oleh badan hukum
berdasarkan UU Parpol 2002 tetap diakui
keberadaannya, tetapi harus menyesuaikan diri
dengan ketentuan Pasal 2 ayat (5) UU Parpol
2008;
 Parpol yang telah didaftarkan diri ke departemen
sebelum UU ini diundangkan, diproses sebagai
badan hukum menurut UU Parpol 2008;

83 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
 Penyelesaian perkara parpol yang sedang dalam
proses pemeriksaan di pengadilan sebelum UU ini
diundangkan diputus berdasarkan UU Parpol 2002,
sedangkan yang sudah didaftarkan di pengadilan
namun belum diproses, diproses dan diputus
berdasarkan UU Parpol 2008.

Kesimpulan

Dengan demikian, dalam kurun waktu 10 (sepuluh) tahun


penjara Era Reformasi (1998-2008) regulasi mengenai
parpol di indonesia telah berganti sebanyak 3 (Tiga) kali,
yaitu UU Parpol 1999 (UU No. 2 Tahun 1999), UU Parpol
2002 (UU No. 31 Tahun 2002), dan UU Parpol (UU No. 2
Tahun 2008). Atau dapat dikatakan bahwa setiap
menghadapi pemilu harus selalu dibuat UU Parpol yang
baru.

Hal tersebut menunjukan bahwa Era Reformasi merupakan


Era yang masih terus berproses, masih mencari paradogma
Orde Lama maupun paradigma Orde Baru dalam seluruh
aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara,
termaksuk dalam kehidupan kepartaian.perubahan UUD
1945 (1999-2002) nampaknya belum mampu melahirkan
suatu regulasi Parpol yang relatif permanen, tidak bersifat
ad hoc yang beruba setiap menghadapi pemilu.

84 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
Bab VI
PARTAI POLITIK LOKAL

1. Tinjauan Umum

Secara umum, partai politik lokal (selanjutnya


disingkat Parpol Lokal) adalah parpol yang berbasis atau
mengandalkan dukungannya semata-mat pada suatu
wilayah atau daerah saja dari suatu negara. Tujuan Parpol
lokal ini berbeda-beda, namun pada umumnya dapat
dikategorikan dalam tiga macam (Lawrence Sullivan,
2003) sbb.:
a. Hak Minoritas, parpol bertujuan melindungi dan
memajukan ekonomi, sosial, budaya, bahasa, dan
pendidikan kelompok minoritas tertentu, antara lain
parpol lokal di Filandia, Belgia, Bulgaria, dsbnya.
b. Memperoleh otonomi, parpol lokal memerlukan
otonomi untuk

85 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
daerahnya. Antara lain parpol lokal di Spanyol
(beberapa), India, Sri Langka, dsbnya.
c. Mencapai kemerdekaan , parpol lokal yang secara
eksplisit memperjuangkan wilayah meraka dan
pembentukan negara baru. Antara lain parpol lokal di
Turki (suku kurdi), di Skotlandia dan Wales yang
merdeka dari kerajaan Inggris Raya, di Canada (Partai
Quebecois). Parpol lokal yang bertujuan kemerdekaan
bagi wilayahnya merupakan partai lokal separatis,
yang dibeberapa negara asalkan diperjuangkan secara
damai, demokratis, dan konstitusional tidak dilarang,
walaupun ada juga yang melanggarnya.

Isu tentang partai lokal di Indonesia muncul setelah


ada penandatanganan nota kesepahaman (memorandum of
understading) antara pemerintah Republik Indonesia (The
Goverment of Indonesia, disingkat Gol) dan gerakan Aceh
Merdeka (selanjutnya disebut MoU RI-GAM) pada tanggal
15 Agustus 2005 di Helsinki, Filandia. Butir 1.2 MoU
tersebut tentang political participation menyatakan dalam
angka 1.2.1 bahwa “As soon as possible and not later than
one year from the signing of this MoU, Gol agrees to and
will facilitate the estabilishment of aceh based political
parties that meet national criteria. Understading the
aspiration of Acehnese people or the letest 18 months from
the signing of this MoU, the political and legal conditionss
for the estabilishment of local political parties in aceh in
consultation with parliamen”.

86 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
MoU RI-GAM yang terkait dengan Parpol lokal di
Aceh tersebut kemudian di akomondasikan dalam UU No.
11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh yang
diundangkan pada tanggal 1 Agustus 2006 dengan LNRI
tahun 2006 No. 62, TLNRI No. 4633 (selanjutnya
disingkat UUPA). Ketentuan tentang Parpol lokal
tercantum dalam XI Partai Politik Lokal, pasal 75 sampai
dengan 95 dan masih akan ditentukan lebih lanjut dengan
peraturan pemerintah (PP). Menurut pasal 257 UUPA, PP
mengenai parpol lokal diterbitkan paling lambat Februari
2007, tetapi baru diterbitkan pada tanggal 16 Maret 2007,
yakni peraturan pemerintah No. 20 Tahun 2007 tentang
partai politik lokal di aceh dengan LNRI No. 4 711
(selanjutnya disebut PP Parpol Lokal).

Sebenarnya, pada pemilu 1955 (untuk memilih


anggota DPR dan memilih anggota Badan Konstituate),
indonesia pernah mengenal beberapa parpol peserta pemilu
yang kalau titik dari namanya dapat diindikasikan sebagai
semacam parpol lokal, atau yang menurut Herbert Feith
(1999: 89-90) disebut “kelompo kecil yang bercakupan
daerah”, yaitu :

 Gerindra – Yogyakarta
 Partai Persatuan Daya – Kalimantan Barat
 AKUI – Madura
 Partai Rakyat Desa (PRD) Jawa Barat
 Partai rakyat Indonesia merdeka (PRIM) – Jawa Barat
 R. Soedjono Prawirosoedarso dkk – Madium
 Gerakan Pilihan sundah (GPS) – Jawa Barat

87 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
 Paratai Tani Indonesia – Jawa Barat
 Raja Keprambonan dkk – cirebon Jawa Barat
 Gerakan Babteng- Jawa Barat
 PIR (partai Indonesia Raya) Nusa Teggara Barat –
Lombok
 PPLM Idrus efendi _ Sulawesi Tenggara.

Memang masih sulit untuk menyatakan


bahwaparpol-parpol tersebut dapat dikategorikan sebagai
parpol lokal, karena pada waktu itu belum ada pengaturan
yang jelas tentang parpol di Indonesia dan keduanya juga
mengikuti pemilu yang bersifat nasional.

Selain itu, dalam UU No. 21 Tahun 2001 tentang


Otonomi Khusus Papua juga ada ketentuan tentang hak
penduduk papua untuk membentuk partai politik (Pasal 28
UU Otonomi Papua), yang karena Provinsi Papua
merupakan daerah otonomi khusus (seperti Aceh),
seharusnya parpol tersebut merupakan parpol lokal.
Peraturan Perundang-undangan yang mengatur kepartaian
yang pernah ada di Indonesia seperti Penpres No.7 tahun
1959 UUNo. 3 Tahun 1975, UU No. 2 Tahun 1999, dan UU
No. 31 Tahun 2002mungkin tidak memungkinkan adanya
parpol lokal, tetapi dengan kasus diaceh, apabilah
Argumentasinya adalah “Lex specialis derogat
legigeneralis”, maka semestinya parpol lokal di papua
juga dimungkinkan.

2. Parpol lokal di Aceh


Tentang parpol lokal di aceh ini, pokok-pokok
pengaturannya dalam UUPA juncto PP parpol lokal adalah
sbb.:

88 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
a. Pembentukan, Pendaftaran, dan Pengesahan
sebagai badan Hukum.
Tata cara pembentukan, pendaftaran, dan pengesahan
sebagai badan hukum parpol lokal di aceh adalah sbb.:
1) Didirikan dan dibentuk oleh minimal 50 orang WNI
yang telah berusia 21 tahun dan berdomisili tetap di
aceh dengan memperhatikan keterwakilan perempuan
minimal 30% [Pasal 75 ayat (2) UUPA];
2) Didirikan dengan akta notaris yang memuat AD, ART,
dan struktur kepengurusan [Pasal 75 ayat (3) UUPA];
3) Kepengurusan kependudukan di ibu kota aceh dan
memperhatikan keterwakilan perempuan minimal 30 %
[Pasal 75 ayat (4) dan ayat (5) UUPA];
4) Agar dapat didaftarkan dan disahkan sebagai badan
hukum, selain memenuhi ketentuan tersebut 1)
samapai 3), parpol lokal harus mempunyai :
 Kepengurusan minimal 50% dikabupaten/kota dan
25 % dari jumlah kecamatan pada setiap
kabupaten/kota yang bersangkutan [Pasal 75 ayat
(8) UUPA];
 Nama, lambang, dan tanda gambar yang tidak
mempunyai persamaan pada pokoknya atau
keseluruhannya dengan lambang negara, lambang
lembaga negara, lambang pemerintah, lambang
pemerintah daerah, nama, lambang, dan tanda
gambar parpol atau parpol

89 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
lokal lain [Pasal 2 ayat (4) PP No. 20 Tahun
2007];
 Alat kantor tetap yang dibuktikan dengan
dokumen yang sah [Pasal 2 ayat (2) huruf c
dan ayat (6) PP No. 20 Tahun 2007];
5) Didaftarkan dan di sahkan sebagai badan hukum oleh
kantor wilayah departemen hukum dan ham di aceh
melalui pelimpahan wewenang dari menteri yang
berwenana [Pasal 76 ayat (1) UUPA] setelah dilakukan
verifikasi paling lama 30 hari.
6) Pengesahan parpol lokal sebagai badan hukum
diumumkan dalam berita negara [Pasal 76 ayat (2)
UUPA];
7) Berubahan AD, ART, Lambang, tanda gambar, dan
kepengurusan parpol lokal didaftarkan di Kanwil
Dephukham Aceh dan keputusan tentang Hal itu
dimuat dalam berita negara RI.

b. Asas, tujuan, dan fungsi.


Parpol lokal di aceh mempunyai asas, tujuan, dan fungsi
sbb.:
1) Selain asasnya tak boleh bertentangan dengan
pancasila dan UUD 1945, parpol lokal mempunyai
ciri tertentu yang mencerminkan aspirasi, agama,adat
istiadat, dan filosofi kehidupan masyarakat aceh
(Pasal 77 UUPA);
2) Tujuan parpol lokal terdiri atas tujuan umum
(mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia,
mengembangkan demo-

90 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
krasi sesuai konstitusi, dan mewujudkan
kesejahteraan bagi seluruh masyarakat aceh) dan
tujuan khsus (meningkatkan partisipasi politik
masyarakat aceh dalam penyelenggaraan
pemerintahan daerah dan mewujudkan cita -cita
parpol lokal dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegarasesuai dengan kekhususan
dan keistimewaan aceh), tujuan mana harus
diwujudkan secara konstitusional (pasal 78 UUPA);
3) Fungsi parpol lokal adalah seperti fungsi parpol pada
umumnya, yaitu pendidikan politik. Penciptaan iklim
yang kondusif bagi persatuan dan kesatuan bangsa
penyerap, penghimpun, dan penyalur aspirasi, serta
partisipasi politik rakyat (Pasal 78 UUPA).

c. Hak dan Kewajiban Parpol Lokal


Parpol lokal diaceh mempunyai hak (Pasal 80):
 Memperoleh perlakuan yang sama,sederajat, dan
adil dari Pemerintah Aceh dan Pemerintah
kabupaten/kota.
 Mengatur dan mengurus rumah tangga organisasi
secara mandiri;
 Memperoleh hak cipta atas nama, lambang, dan
tanda gambar partai dari departemen Hukum dan
HAM;
 Ikut serta dalam pemilu untuk memilih anggota
DPRA dan DPRK (diatur dengan Qanun Aceh);

91 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
 Mengajukan calon untuk mengisi keanggotaan
DPRA dan DPRK (diatur dengan Qanun Aceh);
 Mengusulkan pemberhentian keanggotaannya di
DPRA dan DPRK (diatur dengan Qanun Aceh);
 Mengusulkan penggantian antar waktu anggotanya
di DPRA dan DPRK (diatur dengan Qanun Aceh);
 Mengusulkan pasangan calon gubernur danwakil
gubernur, calon bupati/wakil bupati, dan calon
walikota/wakil walikota di aceh (diatur dengan
Qanun Aceh); dan 9) melakukan afiliasi atau kerja
sama dalam bentuk lain dengan sesama parpol
lokal atau parpol nasional (sesuai dengan pasal 10
PP No. 20 Tahun 2007).

Parpol lokal mempunyai kewajiban (Pasal 81):

 Mengamalakan pancasila dan melaksanakan UUD


1945 dan peraturan perundang-undangan lainnya;
 Mempertahankan keutuhan NKRI;
 Berpartisipasi dalam pembangunan aceh dan
pembangunan nasional;
 Menjunjung tinggi supremasi hukum, demokrasi,
dan HAM;
 Melakukan pendidikan politik dan menyalurkan
aspirasi politik anggotanya;
 Menyukseskan pemilu tingkat daerah dan
nasional;
 Melakukan pendataan dan memelihara data
anggota;

92 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
 Membuat pembukuan data penyumbang dan
jumlah sumbangan yang diterimah yang terbuka
untuk diketahui msyarakat dan pemerintah;
 Membuat laporan keuangan secara berkala;
 Memiliki rekening khusus dana partai.

d. Larangan (Pasal 82) dan sanksi (Pasal 88) :


Parpol lokal dilarang dengan ancaman sanksinya sbb.:
1) Menggunakan nama, lambang, atau tanda gambar
yang sama dengan (i) bendera atau lambang
negara RI ; (ii) lambang lembaga negara/
pemerintah; (iii) lambang daerah aceh ; (iv) nama,
bendera, atau lambang negara lain atau lembaga/
badan internasional; (v) nama dan gambar
seseorang; atau (vi) yang mempunyai persamaan
pada pokoknya atau keseluruhannya dengan parpol
atau parpol lokal lain. Sanksinya menurut pasal 87
ayat (1) UUPA adalah sanksi administratif berupa
penolakan pendaftaran parpol lokal a quo.
2) Melakukan kegiatan yang bertentangan dengan
pancasila dan UUD 1945 atau peraturan
perundang-undangan lain, serta membahayakan
keutuhan NKRI. Sanksinya menurut pasal 87 ayat
(2) UUPA adalah sanksi administratif berupa
pembekuan sementarapaling lama 1 tahun oleh
pengadilan negeri yang wilayah hukumnya
meliputi tempat kedudukan parpol lokal.

93 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
3) Menerima atau meberikan sumbangan : (i) kepada
pihak asing dalam bentuk apapun yang
bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan; (ii) barang atau uang dari pihak
manapun tanpa mencantumkan identitas yang
jelas; (iii) dari perseorangan dan/ atau perusahaan/
badan usaha melebihi batas yang ditetapkan dalam
peraturan perundang-undangan; (iv) dana dari
BUMN, BUMD, BUMDesa, atau dengan sebutan
lainnya, koperasi, yayasan, LSM, Ormas, dan
Organisasi kemanusiaan. Sanksinya menurt pasal
87 ayat (3) UUPA adalah sanksi administratif
berupa tegoran secara terbuka oleh KIP Aceh.
4) Mendirikan badan usaha dan/atau memiliki saham
suatu badan usaha. Sanksinya menurut pasal 87
ayat (4) UUPA adalah sanksi administratif berupa
larangan mengikuti pemiluberikutnya oleh
pengadilan negeri yang wilayah hukumnya
meliputi tempat kedudukan parpol lokal;
5) Menganut, mengembangkan, dan menyebarkan
ajaran komunisme dan marxisme-Leninisme.
Sanksinya menurut pasal 86 ayat (3) huruf c
juncto pasal 88 ayat (1) parpol lokal a quo dapat
dibubarkan oleh MK. Parpol lokal yang dibekukan
apabilah melanggar lagi juga dapat dibubarkan
[pasal 88 ayat (20) UUPA].

e. Keuangan parpol lokal ( pasal 84 UUPA) :


Sumber keuangan parpol lokal berasal dari :

94 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
1) Iuran anggota
2) Sumbangan yang sah menurut hukum yang dapat
berupa uang, barang, fasilitas, peralatan, dan/atau
jasa. Sumbangan dari anggota/ bukan anggota
maksimal senilai Rp 200.000.000,- (dua ratus
juta) per tahunnya, sedangkan dari perusahaan /
badan usaha maksimal Rp 800.000.000, - (delapan
ratus juta) per tahunnya. Sanksinya bagi partai
lokal berupa sanksi administratif, sedangkan bagi
pengurus parpol lokal sanksinya ancaman pidana
kurungan maksismal 6 (enam) bulan dan / atau
denda maksimal Rp. 800.000.000,- .
3) Bantuan dari APBA dan APBK yang diberikan
secara proposional kepada parpol lokal yang
mendapatkan kursi dilembaga perwakilan
masyarakat aceh dan kabupaten/kota. Bantuan
dapat dihentikan apabilah parpol lokal tidak
membuat laporan keuangan berkalah dan tidak
memiliki rekening khusus dana parpol lokal.

f. Keanggotaan dan kepengurusan :


Pasal 83 UUPA menetukan masalah keanggotaan
parpol lokal sbb.:
1) WNI berdomisili tetap di aceh dengan usiah
minimal 17 tahun atau sudah/pernah kawin:
2) Bersifat sukarela, terbuka, dan non diskriminatif;
3) Dapat dirangkap keanggotaannya dengan suatu
parpol (nasional);

95 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
4) Kedaulatan parpol ditangan anggota menurut
ketentuan AD dan ART.

Berdasarkan pasal 7 PP parpol lokal, ketentuan


tentang kepengurusan sbb.:

1) Kepengurusan berkedudukan di ibu kota aceh;


2) Kepengurusan dapat sampai tingkat kelurahan /
gampong atau nama lain;
3) Kepenguerusan disemua tinggkatan dipilih secara
demokratis melalui forum musyawara sesuai
dengan ketentuan AD /ART ;
4) Pergantian kepengurusan didaftarkan ke kantor
wilayah Dephukham aceh paling cepat tujuh hari
dan paling lambat 30 hari sejak terjadinya
pergantian kepengurusan;
5) Apabilah terjadi perselisihan kepengurusan,
pendaftaran pengesahan perubahan kepengurusan
belum dapat dilakukan sampai perselisian
kepengurusan terselesaikan (Pasal 8 PP parpol
lokal);
6) Pengurus dan/atau anggota yang berhenti atau
diberhentikan tidak dapat membentuk
kepengurusan parpol lokal yang sama dan/atau
membentuk parpol lokal yang sama (pasal 9);

g. Persyaratan Untuk Mengikuti Pemilu (lokal) :


Persyaratan parpol lokal untuk dapat mengikuti pemilu
DPRA /DPRK (pemilu legislatif lokal) diatur dalam
pasal 89 dan pasal 90 UUPA sbb.:
1) Telah disahkan sebagai badan hukum;

96 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
2) Mempunyai kepengurusan lengkap minimal di 2/3
jumlah kabupaten/kota dan minimal 2/3 jumlah
kecematan dalam setiap kabupaten/ kota a quo,
serta mempunyai kantor tetap;
3) Memiliki anggota minimal 1 / 1000 (seper seribu)
dari jumlah penduduk pada setiap jenjang
kepengurusan yang dibuktikan dengan kartu tanda
anggota parpol lokal ;
4) Penetapan tata cara penelitian dan pelaksanaannya
dilakukan oleh KIP dan bersifat Final;
5) Meskipun sudah terdaftar (berbadab hukum) ,
apabilah tidak memenuhi syarat-syarat lainnya,
parpol lokal tidak bisa menjadi peserta pemil u
DPRA /DPRK ;
6) Unttuk dapat ikut pemilu berikutnya harus
memenuhi electorial threshold minimal 50%
jumlah kursi DPRA atau 5 % Julah kursi DPRK
yang tersebar diminimal setengah jumlah
kabupaten/ kota di aceh.

Persyaratan untuk dapat mengajukan pasangan


calon gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan
walikota/wakil walikota diatur dalam pasal 91 UUP, yakni
parpol lokal atau gabungan parpol lokal memenuhi syarat
sbb.:

1) Minimal memperoleh 15% njumlah kursi DPRA atau


15 % dari akumulasi peroleh suara sah dalam pemilu
DPRA di daerah yang bersangkutan ;
2) Wajib membuka kesempatan yang seluas-luasnya bagi
bakal calon perseorangan yang memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud pasal 67 ayat (2) UUPA ;

97 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
3) Menyerahkan: a) surat pencalonan yang ditanda
tangani oleh pimpinan parpol lokal / parpol lokal yang
bergabung; b) kesepakatan tertulis untuk mencalonkan
pasangan calon; c) surat pernyataan tidak akan
menarik pencalonan; d) surat peryataan kesediaan
pasangan calon, pernnyataan tidak akan mengundurkan
diri, dan kesanggupan mengundurkan diri dari jabatan
apabilah terpilih; e) surat pernyataan mengundurkan
diri dari jabatan negari bagi calon yang berasal dari
PNS, Prajurit TNI, dan anggota POLRI; f) surat
pernyataan non-aktif bagi pasangan calon yang
menjabat pimpinan DPRA/DPRK didaerah yang
menjadi wilayah kerjanya; g) surat pemberitahuan
kepada pimpinannya bagi calon yang sedang menjadi
anggota DPR, DPR dan /DPRA/DPRK; h) kelengkapan
persyaratan yang ditentukan pasal 67 ayat (2) UUPA ;
dan i) naska visi, misi, dan program pasangan calon;
4) Hanya dapat mengusulkan satu pasangan calon dan
pasangan calon tersebut tidak dapat di ajukan oleh
parpol lokal/ gabungan parpol llokal lainnya;
5) Dalam proses penempatan pasangan calon
memperhatikan pendapat dan tanggapan masyarakat ;
6) Masa pendaftaran pasangan calon paling lambat 7 hari
kerja sejak tanggal pengumuman pendaftaran calon.

98 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
h. Pengawasan :
Pengawasan terhadap parpol llokal diatur dalam pasal
92, pasal 93, dan pasal 94 UUPA juncto pasal 18, pasal
19, pasal 20, dan pasal 21 PP parpol lokal sbb.:
1) Pengawasan meliputi hal-hal sbb.:
 Penelitian secara administratif dan substansi
terhadap akan pendiriannya;
 Pengecekan terhadap kepengurusan sesuai
dengan akta pendirinya;
 Pengecekan terhadap nama, lambang, dan
tanda gambar;
 Laporan perubahan AD/ART,
nama/lambang/tanda gambar, dan
kepengurusan;
 Hasil audit laporan keuangan tahunan dan
dana kampanye; dan
 Penelitian atas kemungkinan adanya
pelanggaran larangan bagi parpol lokal;
2) Yang melakukan pengawasan adalah :
 Kanwil dephunkam untuk masalah tersebut
untuk masah tersebut empat butir nomor 1)
diatas;
 KIP untuk audit keuangan;
 Gubernur selaku wakil Pemerintah (Pusat)
untuk penelitian adanya pelanggaran larangan.
3) Pengawasan tidak berkaitan dengan pelaksanaan
fungsi dan hak parpol lokal.
4) Hasil pengawasan tersebut di atas menjadi dasar
pengenaan sanksi.

99 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
i. Pentelesaian perselisian internal (pasal 16 PP
Parpol lokal):
Apabilah terjadi perselisian internal parpol lokal
diselesaikan secara musyawarah mufakat, dan apabilah
penyelesaian secara musyawarah mufakat tidak
tercapai maka perselisian diselesaikan melalui
arbitrase atau badan peradilan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.

j. Penggabungan dan pembubaran parpol lokal


Mekanisme penggabungan dan pembubaran parpol
lokal diatur dalam pasal 12 sampai dengan pasal 15 PP
parpol lokal sbb.:
1) Dilakukan dengan akta notaris;
2) Diberitahukan kepada kepala kantor wilayah
Departemen Hukum dan HAM di Aceh.
3) Dilakukan secara tertulis dengan menyertakan a)
akta notaris keputusan pembubaran yang
dilakukan secara suka rela; b) akta notaris yang
membuat keputusan penggabungan diri dengan
parpol lokal lainnya (jika menggunakan asa, nama,
lambang dan tanda gambar baru berlaku ketentuan
tentang pendirian dan pembentukan parpol baru,
sedangkan jika menggunakan asas, nama,
lambang, tanda gambar dari salah satu parpol lokal
untuk diberitahukan kepada kakanwil
dephukham); c) putusan mahkamah konstitusi
apabilah parpol lokal dibubarkan oleh MK.

100 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
Apabilah parpol dibubarkan oleh MK, maka berlaku
mekanisme pembubaran yang diatur dalam Pasal 68
sampai dengan Pasal 73 UU No. 24 Tahun 2003
tentang mahkamah konstitusi (UUMK) karena
pengaturan mengenai pembubaran parpol dalam
UUMK masih sangat sumir atau belu lengkap, maka
MK dapat melengkapinya dengan peraturan Mahkamah
Konstitusi sesuai dengan ketentuan Pasal 86 UUMK.

3. Kesimpulan

Kalau kita cermati peraturan mengenai parpol lokal


diaceh yang tercantum dalam UUPA dan PP parpol lokal
menunjukan bahwa pengaturan mengenai parpol lokal
justru lebih rinci dan lebih lengkap apabila dibandingkan
misalnya dengan peraturan mengenai parpol nasional yang
tercantum dalam UU No. 31 Tahun 2002 Tentang partai
politik.

Persyaratan pembentukan parpol lokal di aceh juga


cenderung lebih berat dari pada pendirian parpol nasional.
Barangkali hal ini menjadi indikator bagi pembaharuan UU
Parpol nasional harus merujuk pengaturan mengenai parpol
lokal di aceh.

Peraturan mengenai parpol lokal diaceh juga dapat


menjadi model pengaturan parpol lokal di daerah lain
apabilah perkembangan politik memungkinkan, khususnya
di daerah-daerah yang diberikan status otonomi khusus.
Selain itu dalam undang-undang yang mengatur parpol

101 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
nasional seharusnya juga memuat klausula kemungkinan
pendirian parpol lokal.

102 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
Bab VII

PENUTUP

D
ari urain tersebut di atas, dapat
disimpulkan bahwa sistem dan kepartaian
di indonesia semenjak kemerdekaan hingga
kini mengalami pasang suut sesuai dengan dinamika
kehidupan politik dan ketatanegaraan sbb.:

1. Siatem kepartaian : sistem multipartai tak ter batas


(1945-1959), sistem multi partai terbatas (1959-1973),
sistem multi partai sangat terbatas (1975-1999), sistem
multi partai tak terbatas (1999-2002), dan sistem
multipartai sederhana (2002-sekarang/2008).
2. Upaya penyederhanaan dan pembatasan parpol
dilakukan semenjak dekrit presiden 5 juli 1959 melaui
tiga model rekayasa politik political (engineering)
yaitu (Dhakidae, 2004 : 6):

103 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
a. Political engineering by legal process, misal lewat
penpres No. 7 Tahun 1959 jopepres No. 13 Tahun
1960 (masa Demokrasi Terpimpin), lewat fusi
parpol di era Orde Baru yang dikukuhkan dengan
UU No. 3 Tahun 1975, di era reformasi dengan
legalisasi parpol oleh departemen kehakiman
/dephukham seperti yang tercantum dalam UU
parpol 1999 dan UU parpol 2002. Saat ini dalam
draf RUU partai politik versi departemen dalam
negri ada gagasan bahwa untuk mendirikan parpol
harus memiliki deposit sebesar 5 Miliyar Rupiah.
b. Political engineering by
beurocratic/administrative process, misal yang
dilakukan oleh komisi pemilihan umum (KPU)
dengan proses vertivikasi administrative dan
verifikasi faktualagar parpol biasa ikut pemilu
(lewat UU Pemilu 1999 dan Pemilu 2004);
c. Political engineering by electoral process, misal
dengan penentuan electoral thershold (ambang
batas/ kematian) bagi parpol agar dapat mengikuti
pemilu priode berikutnya. dalam UU pemilu 1999
electoral thershold (ET) 2% untuk bisa ikut
pemilu 2004 (dari memenuhi ET) dan dalam UU
pemilu 2004 Etnya sebesar 3% agar suatu parpol
dapatikut pemilu 2009 secara otomatis (dari hasil
pemilu 2004 hanya ada tujuh parpol). Saat ini ada
wacana untuk menaikan ET 5% untuk Pemilu -
pemilu pasca tahun 2009.

104 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
3. Mekanisme pembubaran parpol juga berkembang dari
pembubaran oleh presiden (era demokrasi tepimpin,
awal Orba) ke pembubaran lewat proses hukum d i
pengadilan, yakni oleh MA (UU Parpol 1999) dan oleh
MK (UU Parpol 2002 dan UU Parpol 2008).
4. Perkembangan parpol di indonesia juga ditandai
dengan munculnya parpol lokal, meskipun masih
tebatas di aceh, namun tidak menutup kemungkinan
bahwa parpol lokal juga akan muncul di daerah lain,
khususnya derah-daerah yang mendapatkan status
otonomi khusus.
5. Parpol menduduki posisi strategis dalam sistem
ketatanegaraan Indonesia sesudah perubahan UUD
1945, yaitu parpol menjadi semacam “embarkasi”dan
“kendaraan” untuk menduduki jabatan-jabatan publik,
khususnya pada lembaga perwakilan di pusat dan
daerah, serta jabatan eksekutif yaitu Presiden dan
Wakil Presiden dan kepalah daerah/wakil kepala
daerah (meskipun lewat putusan No. 5/PUU-V/2007,
MK telah membuka pintu bagi kemungkinan calon
perseorangan tanpa lewat pencalonan oleh
parpol/gabungan parpol).
6. Regulasi parpol di era reformasi masih terus berproses
untuk mencari paradigma, formula, dan format yang
tepat untuk menagkap makna reformasi, yakni
demokratisasi dan penghormatan hak asasi manusia.
7. Reformasi kehidupan kepartaian di Indonesia akan
mengalami kegagalan, apabila tidak mampu
melepaskan diri dari, baik perangkap

105 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
paradigma Orde Lama, maupun paradigma Orde baru,
sehingga perubahan UUD 1945 tidak berdampak
signifikan.

106 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
DAFTAR PUSTAKA

1. Abdoel Gani, 1972, Pembaharuan Struktur Politik di


Indonesia, Makalah, FHPM Unibraw, Malang.
2. Abdoel Mukthie Fadjar, 2006, Hukum Konstitusi dan
Mahkamah Konstitusi, Konpress, Jakarta.
3. Affan Gaffar & Ichlasul Amal, 1988, Makalah,
Fungsi dan Peranan Partai Politik, Universitas Gadja
Mada, Yogyakarta.
4. Amal, ichlasul, Editor, 1998, Teori-teori Muktahir
Partai Politik, PT Tiara Wacana Yogya.
5. A. Mukhtie Fadjar, 1997, Hukum dan Penataan
Kehidupan Politik, UUM Press.

107 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
6. Arief Hidayat, 2006, Disertasi, Kebebasan Berserikat
dan Berkumpul di indonesia, Universitas Diponegoro,
Semarang.
7. Bambang Sunggono, 1992, Partai Politik Dalam
Kerangka Pembangunan Politik di Indonesia, Bina
Ilmu, Surabaya.
8. Boileau, M. Julian, 1983, Golkar:Functional Grup
Politics in Indonesia, CSIS, Jakarta.
9. Budiardjo, Miriam, 1977, Dasar-dasar Ilmu Politik,
Gramedia, Jakarta.
10. Budiardjo, Miriam, Penyunting, 1981, Partisipasi
dan Partai Politik: Sebuah Bungan Rampai, PT.
Gramedia, Jakarta.
11. Daniel Dhakidae,1999, Partai-partai Politik di
Indonesia. Litbang Kompas.
12. Departemen Penerangan RI, 1961, Almanak Lembaga
Negara dan Kepartaian.
13. Depatemen Dalam Negri, 1996/1997, Himpunan
Peraturan Perundang-undangan di Bidang
Pembinaan Organisasi Kekuatan Sosial Politik,
Organisasi Kemasyarakatan, dan Lembaga Swadaya
Masyarakat.
14. Duverger, Maurice, terjemahan Laila Hasyim, 1981,
Partai-partai Politik danKelompak-kelompak
Penekan, Suatu Pengantar Kompratif, Bina Aksara,
Jakarta.
15. Feith, Herbert & Castles, Lance, Editor, 1988,
Pikiran Politik Indonesia 1945-1965, LP3ES,
Jakarta.

108 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
16. Feith, Herbert, 1999, Pemilihan Umum 1955, di
Indonesia, KPG (Kepustakaan Populer Gramedia),
Yogyakarta.
17. Komisi Pemilihan Umum, 2004, Himpunan Undang -
undang Bidang Politik.
18. Komisi Pemilihan Umum, 2003, Partai Politik
Peserta Pemilu, 2004, Perjalanan dan Profilnya.
19. Kompas, Penerbit Buku, 2004, Partai-partai Politik
Indonesia: ideologi dan Program, 2004 -2009.
20. Kreasi Jaya Utama, PT, 1984, Perjalanan Bangsa dari
Proklamasi Sampai Orde Baru : Himpunan Dokumen
Historis.
21. Liddle, William, R, 1992, Partisipasi & Partai Politik
Indonesia pada Awal Orde Baru, Grafiti, Jakarta.
22. Peraturan Perundang-undangan:
a. UU No. 2001 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus
Papua;
b. UU No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan
Daerah.
c. UU No. 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh;
d. PP No. 20 Tahun 2007 Tentang Partai Politik Lokal
di Aceh.
23. Ranney, Austin, 1995, Governing:An Introduction to
Political Science.

109 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
24. Sinar Grafika, 1999, Tiga Undang-undang Politik
1999.
25. Sullivan, Laurence, 2003, Partai Politik Lokal,
Makalah, UNCEN, Jayapura.
26. Tim Sosialisasi Aceh Damai, tanpa tahun, Nota,
Kesepahaman Antara Pemerintah Republik Indonesia
dan Gerakan Aceh Merdeka/Memorandum of
Understading Between the Governent of the Republic
of Indonesia and the free Aceh Movement.
27. Tira Pustaka, PT, Jakarta, 1981, 30 Tahun Indonesia
Merdeka.

110 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
LAMPIRAN
LAMPIRAN 1

DAFTAR PARTAI POLITIK

ERA DEMOKRASI LEBERAL PARLEMENTER

I. Aliran Islam :
1. Partai Islam masyumi (Majelis Syura Muslimin
Indonesia)
2. Partai Nahdlatul Ulama (NU)
3. Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII)
4. Partai Islam Perti (Persatuan Tarbiayah Islamiyah)
5. Partai Politik Tarikat Islam (PPTI)
6. AKUI (Angkatan Umat Islam)

II. Aliran Kristen/Nasrani :


7. Partai Kristen Indonesia (Parkindo)
8. Partai Katolik

III. Aliran Kebangsaan/Nasional


9. Partai Nasional Indonesia (PNI)
10. Partai Rakyat Indonesia (PRN) Djody
11. Partai Rakyat Nasional (PRN) Bebas
12. Parindra (Partai Indonesia Raya)
13. PIR (Persatuan Indonesia Raya)Wongsonogoro
14. PIR (Persatuan Indonesia Rakya) Haza irin
15. Partai Rakyat Indonesia (PRI)
16. Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI)
17. Gerindo (Gerakan Rakyat Indonesia)

111 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
18. Gerakan Pembelah Pancasila (GPPS)
19. Partai Republik Indonesia Merdeka (PRIM)
20. Persatuan Pegawai Polisi RI (P3RI)
21. Persatuan Rakyat Desa (PRD)
22. Gerakan Banteng Republik Indonesia (GBRI)
23. Partai Kedaulatan Rakyat (PKR)
24. Partai Kebangsaan Indonesia (Parki)
25. Partai Wanita Indonesia (PWI)
26. Partai Rakyat Djelata (PRD)
27. Partai Murba
28. Partai Indonesia (Partindo)
29. Partai Tani Indonesia (PTI)

IV. Aliran Sosialis:

30. Partai Sosialis Indonesia (PSI)


31. Partai Buruh
32. Gerakan Tani Indonesia (GTI)

V. Aliran Marxis/Komunis:

33. Partai Komunis Indonesia (PKI)


34. Angkata Comunis Muda (Acoma)
35. Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia (Permai)

VI. Aliran Lain-lain:

36. Baperki
37. Partai Demoktar Tionghoa Indonesia Indonesia
(PDTI); DAN
38. Partai Indo Nasional (PIN)

112 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
Lampiran 2

DAFTAR PARTAI POLITIK ERA

DEMOKRASI TERPIMPIN

I. Partai Yang Diakui Berdasarkan Panpres No. 7 Tahun


1959:
A. Berdasarkan Keppres No. 128 Tahun 1961
1. Partai Nasional Indonesia (pni)
2. Partai Nahdlatul Ulama (NU)
3. Partai Komunis Indonesia (PKI)
4. Prtai Syarikat Islam Indonesia (PSSI) Arudji
Kartawinata
5. Partai Partindo
6. Partai IPKI (Ikatan Pendukung Kemerdekaan
Indonesia)
7. Partai Murba
8. Partai Katolik
B. Berrdasarkan Keppres No. 440 Tahun 1961
9. Partai Kristen Indonesia (Parkindo)
10. Partai Islam Perti
II. Partai Yang Dibubarkan:
1. Partai Islam Masyumi (dengan Keppres No. 200 Tahun
1960)
2. Partai Sosialis Indonesia (PSI, dengan Keppres No. 201
Tahun 1960)
III. Partai Yang Ditolak Pengakuannya (Keppres No. 129
Tahun 1961):
1. PSII Abikuso
2. Partai Rakyat Nasional (PRN) Bebasa Daeng Lalo
3. Partai Rakyat Indonesia (PRI)
4. PRN Djodi Gondokusumo

Sumber: Almanak Lembaga Negara dab Partai Politik,


Depatemen Penerangan RI, 1961.

113 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
LAMPIRAN 3

DAFTAR PARTAI POLITIK ERA ORDE BARU

I. Parpol Warisan Demokrasi Terpimpin:


1. Partan Nasional Indonesia (PNI)
2. Partai NU
3. PSII
4. Partai Islam Perti
5. Partai IPKI
6. Parkindo
7. Partai Katolik
8. Partai Murba

II. Partai Baru:


1. Partai Muslimin Indonesia (Parmusi), berdasarkan
Keppres No. 70 Tahun 1968
2. Golongan Karya atau Golkar (semula berasal 200 ormas
yang tergabung dalam Sekreyariat Bersama Golongan
Karya)

III. Setelah Fusi Yang Kemudian Dikokohkan Dalam UU


Parpol dan Golkar:
1. Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang merupakan
fusi parpol-parpol islam yakni NU, PSII, Perti, dan
Parmusi dideklarisakan 5 Januari 1973
2. Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang merupakan fusi
parpol nasionalis, yakni Parkindo, dan Partai Katolik
yang dideklarasikan pada 10 Januari 1973.
3. Golongan Karya atau Golkar, yang tidak mau disebut
Parpol.

114 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
IV. Parpol yang dibubarkan:
1. PKI dibubarkan tanggal 12 Maret 1966dengan Keppres
No. 1/3/1966 yang dikukuhkan dengan ketetapan MPRS
No. XXV/MPRS/1966;
2. Partindo (Tahun 1967).

V. Parpol di luar sistem Orde Baru:


1. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP);
2. Partai Uni Demikrasi Indonesia (PUDI)
3. Partai Rakyat Demokratik (PRD)

Sumber: beberapa sumber diolah

115 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
LAMPIRAN 4

DAFTAR PARPOL ERA DEMOKRASI

BERDASARKAN UU NO. 2 TAHUN 1999

I. Parpol yang memenuhi syarat dan ikut pemilu 1999:


1. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP)
2. Partai Golongan Karya (Partai Golkar)
3. Partai Persatuan Pembagunan (PPP)
4. Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)
5. Partai Amanat Nasional (PAN)
6. Partai Bulan Bintang (PBB)
7. Partai Keadilan (PK)
8. Partai Demorasi Kasih Bangsa (PDKB)
9. Partai Nahdlatul Ummat (PNU)
10. Partai Keadilan dan Persatuan ( PKP)
11. Partai Demokrasi Indonesia (PDI)
12. Partai Bhineka Tunggal Ika
13. Partai Khatolik Demokrat
14. Partai Daulat Rakyat (DPR)
15. Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia
(Partai IPKI)
16. Partai Persatuan
17. Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII)
18. Partai Nasional Indonesia (PNI) Massa Marhaen
19. Partai Nasional Indonesia (PNI) Front Marhaenis
20. Partai Politik Islam Masyumi
21. Partai Kebangkitan Umat (PKU)
22. Partai Buruh Nasional (PBN)
23. Partai Ikatan Penerus Kemerdekaan Indonesia (PIPKI)
24. Partai Pilihan Rakyat
25. Partai Nasional Demokrat (PND)
26. Partai Rakyat Indonesia (PARI)
27. Partai MKGR
28. Partai Uni Demokrasi Indonesia (PUDI)

116 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
29. Partai Cinta Damai
30. Partai Ummat Islam (PUI)
31. Partai Umat Muslimin Indonesia
32. Partai Rakyat Demokratik (PRD)
33. Partai Pekerja Indonesia
34. Partai Nasional Bangsa Indonesia
35. Partai Musyawarah Rakyat Banyak
36. Partai Solidaritas Uni Nasional Indonesia
37. Partai Masyumi Baru
38. Partai Islam Demokrat
39. Partai Abul Yatama
40. Partai Indonesia Baru
41. Partai Republik
42. PSII-1950
43. Partai Aliansi Demokrat
44. Partai Kebangkitan Merdeka
45. PNI Supeni
46. Partai Kristen Nasional Indonesia
47. Partai Solidaritas Pekerja

II. Parpol yang sah menurut UU, tetapi tak ikut verifikasi
KPU:
1. Partai Kedaulatan Rakyat Indonesia
2. Partai Trisila
3. Partai Perjuangan Rakyat Indonesia
4. Partai Trasti Rakyat Indonesia
5. Partai Kesejahteraan
6. Partai Perempuan Indonesia
7. Partai Kedaulatan Rakyat
8. Partai Era Reformasi Tarbiyah Islamiyah
9. Partai Demokrasi Liberal Indonesia
10. Partai Demokrat Pembaharuan Indonesia
11. Partai Dua Syahadat
12. Partai Rakyat Tani Usaha Informal dan Pemuda Putus
Sekolah

117 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
13. Partai Patriot Indonesia
14. Partai Ka’bah
15. Partai Aliansi Rakyat Miskin Indonesia
16. Partai Warga Bangsa Indonesia
17. Partai Masyarakat Gotong Rakyat
18. Partai Madani
19. Partai Indonesia Raya
20. Partai Proklamasi’45
21. Partai Amanat Masyarakat Madani
22. Partai Stu Nusa Satu Bangsa
23. Partai Reformasi Tionghoa Indonesia
24. Partai Api Pancasila
25. Partai Gema Masyarakat
26. Partai Seni dan Dagelan Indonesia
27. PartaiPersatua Thareqat Islam
28. Partai Pengamal Thareqat Indonesia
29. Partai Indonesia
30. Partai Kebangkitan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah
31. Partai Orde Asli Indonesia
32. Partai Perjuagan Pelajar dan Pekerja Indonesia
33. Partai Aksi Keadilan Indonesia
34. Partai Persaudaraan Nasional Indonesia Raya
35. Partai Kesatuan Ummat Indonesia

III. Parpol yang Didiskualifikasi Sebelum Verifikasi KPU


(tidak sah):
1. Partai Pembaharuan Indonesia
2. Partai Pelopor Reformasi
3. Partai Satu Keadilan Teknologi dan Ekonomi
4. Partai Reformasi Cinta Kasih Kristus Kebangsaan
5. Partai Bhakti Muslimin
6. Partai Pelopor Pendidikan Indonesia
7. Partai Lansia Indonesia
8. Partai Bhuddis Demokrat Indonesia
9. Partai Perjoangan dan Do’a Rakyat Indonesia

118 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
10. Partai Persatuan Warga Negara Indonesia
11. Partai Uni Sosial Kemasyarakatan ’45
12. Partai Kongres Nasional
13. Partai Demokrat Katolik
14. Partai Sejahtera Indonesia
15. Partai Perjuangan Pengusaha Kecil dan Menengah
Indonesia
16. Partai Nachnoer Nuklir Memakmurkan Rakyat
Indonesia
17. Partai Nasional Indonesia-Massa Marhaen 1927
18. Partai Reformasi Perjuangan Bangsa Indonesia
19. Partai Amanah Rakyat
20. Partai Mega Bateng
21. Partai Reformasi Sopir Sejahtera Indonesia
22. Partai Islam Persatuan Indonesia
23. Partai Independen
24. Partai Generasi Penerus Perintis Kemerdekaan
Indonesia
25. Partai Barisan Inti Pembangunan
26. Partai Penerus Proklamasi Indonesia
27. Partai Putra Bangsa
28. Partai Aliansi Kebangkitan Muslim Sunni Indonesia
29. Partai Budaya Bangsa Indonesia
30. Partai Universal Rakyat dan Mahasiswa Indonesia
Seutuhnya
31. Partai Rakyat Bersatu Indonesia
32. Partai Kesatuan Wahdatul Ummah
33. Partai Tauladan Kebangsaan
34. Partai Rakyat Marhaen
35. Partai Tunas Bangsa
36. Partai Persatuan Sabilillah
37. Partai Kedaulatan Warhga Negara Indonesia
38. Partai Hijau
39. Partai Dinamika Umat
40. Partai Kesejahtraan Rakyat

119 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
41. Partai Rakyat Prima
42. Partai Kerja Keras Indonesia
43. Partai Demokrasi Islam Republik Indonesia
44. Partai Amanat Penderitaan Rakyat
45. Partai Demokrasi Rakyat Indonesia
46. Partai Penanggulangan Pengangguran Indonesia (PPPI)

IV. Parpol yang tidak lolos Verifikasi KPU:


1. Partai Mutiara Indonesia
2. Partai Republik Indonesia
3. Partai Kebangsaan
4. Partai Adil Makmur
5. Partai Keadilan Sosial Marta Sasuruk
6. Partai Kemandirian Rakyat
7. Partai Mencerdaskan Bangsa
8. Partai Perjuangan Rakyat Indonesia
9. Partai Politik Tarekat Islam
10. Partai Kesejahteraan Tani dan Nelayan
11. Partai Pelopor Pembangunan
12. Partai Reformasi Indonesia

Sumber: Komisi Pemilihan Umum 1999

120 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
LAMPIRAN 5

DAFTAR PARPOL ERA REFORMASI

BERDASRKAN UU O. 31 TAHUN 2002

I. Parpol Peserta Pemilu 2004:


1. Partai Golongan Karya (Partai Golkar)
2. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP)
3. Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)
4. Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
5. Partai Demokrat (PD)
6. Partai Keadilan Sejahtera (PKS)
7. Partai Amanat Nasional (PAN)
8. Partai Bulan Bintang (PBB)
9. Partai Bintag Reformasi (PBR)
10. Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB)
11. Partai Damai Sejahtera (PDS)
12. Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI)
13. Partai Nasioal Banteng Kemerdekaan (PNBK)
14. Partai Persatuan Demokrasi Kebangsaan (PPDK)
15. Partai Patriot Pancasila
16. Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia (PPNUI)
17. PNI Marhaenis
18. Partai Penegak Demokrasi Indonesia (PPDI)
19. Partai Merdeka
20. Partai Pelopor
21. Partai Serikat Indonesia (PSI)
22. Partai Persatuan Daerah (PPD)
23. Partai Perhimpunan Indonesia Baru (PPIB)
24. Partai Buruh Sosial Demokrat (PBSD)
II. Parpol yang Tidak Lolos Verifikasi Administrasi dan
Faktual KPU
1. Partai Katolik Demokrasi Indonesia
2. Partai Pemersatu Bangsa

121 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
3. Partai Penyelamat Perjuangan Reformasi
4. Partai Amanah Sejahtera
5. Partai Pewarta Damai Kasih Bangsa
6. Partai Bhineka Tunggal Ika
7. Partai Nasional Marhaen Jaya
8. Partai Indonesia Tanah Air Kita (PITA)
9. Partai Demokrat Bersatu
10. Partai Gotong Royong
11. Partai Nasional Marhaenis
12. Partai Kristen Indonesia 1945
13. Partai Demokrat Kasih Bangsa Indonesia
14. Partai Islam Indonesia
15. Partai Kejayaan Demokrasi
16. Partai Kesatuan Republik Indonesia
17. Partai Nasional Induk Banteng Kerakyatan 1927
18. Partai Demokrasi Perjuangan Rakyat
19. Partai Kristen Nasional Demoktar
20. Partai Kongres Pekerja Indonesia
21. Partai Pemersatu Nasionalis Indonesia
22. Partai Reformasi
23. Partai Tenaga Kerja Indonesia
24. Partai Islam
25. Partai Pro Republik
26. Partai Katolik
III. Parpol yang tidak Lolos Verifikasi Depkeh dan HAM
(27-8-2003)
1. Partai Demokrasi Republik Indonesia (PADRI)
2. Partai Reformasi Indonesia
3. Partai Solidaritas Perjuangan Perempuan da Pekerja
4. Partai eformasi Pembasmi KKN Indonesia
5. Partai Demokrat Reformasi
6. Partai Kebenaran
7. Partai Kristen Indonesia
8. Partai Kemakmuran Rakyat
9. Partai Abad Sejahtera Indonesia

122 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
10. Partai Kebangkita Indonesia (Matori Abdul Jalil)
11. Partai Indonesia
12. Partai Umat Islam Bersatu
13. Partai Perjuangan Rakyat
14. Partai Mukmin Indonesia
15. Partai Adil Makmur
16. Partai Nasional Tani Indonesia
17. Partai Kesatuan WNI
18. Partai Indonesia 1931
19. Partai Universal Rakyat Mahasiswa Indonesia
Seutuhnya
20. Partai Persatuan Islam
21. Partai Demokrasi Pembaharuan Indonesia
22. Partai Nusa Budaya Indonesia

IV. Parpol yang Dibatalkan Status Badan Hukumnya oleh


Depkeh & HAM
1. Partai Abdi Masyarakat (PADMA)
2. Partai Abul Yatama
3. Partai Adil Makmur Wasiat Bung Karno
4. Partai Aksi Keadilan Sosial Indonesia (PAKSI)
5. Partai Aliansi Demokrat Indonesia (padi)
6. Partai Aliansi Kebangkitan Muslim Sunny Indonesia
(Partai AKAMSI)
7. Partai Aliansi Rakyat Miskin Indonesia (PARMI)
8. Partai Amanah Masyarakat Madani (PAMM)
9. Partai Amanah Rakyat (PAR)
10. Partai Amanat Kasih (PAK)
11. Partai Amanat Pembangunan (PAP)
12. Partai Amanat Penderitaan Rakyat (Partai Ampera)
13. Partai Anak Bangsa Republik Indonesia
14. Partai Api Pancasila
15. Partai Barisan Inti Pembangunan (BINTANG)
16. Partai Bhineka Tunggal Ika (PBI)

123 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
17. Partai Budaya Bangsa Nusantara (PBBN)
18. Partai Budhis Demokrat Indonesia
19. Partai Buruh Indonesia
20. Partai Buruh Nasional (PBN)
21. Partai Cinta Damai
22. Partai Daulat Rakyat (PDR)
23. Partai Demokrasi Indonesia
24. Partai Demokrasi Islam Republik Indonesia ( PADRI)
25. Partai Demokrasi Kasih Bangsa Pembaharuan (PDKB
Pembaharuan)
26. Partai Demokrasi Liberal Indonesia (PDLI)
27. Partai Demokrasi Ptriatik Indonesia (PDPI)
28. Partai Demokrasi Rakyat Indonesia (PDRI)
29. Partai Demokrat Katolik (PDK)
30. Partai Demokrat Pembangunan Indonesia (PDPI)
31. Partai Dinamika Ummat (PDU)
32. Partai Dua Syahadat (PDS)
33. Partai Era Demokrasi Tarbiyah Islamiyah (PERTI)
34. Partai Gema Masyarakat (PGM)
35. Partai Generasi Baru Indonesia (GEBAR INDONESIA)
36. Partai Generasi Muda Indonesia
37. Partai Generasi Penerus Perintis Kemerdekaan
Indonesia
38. Partai Garakan Pemberantas Korupsi (pgpk)
39. Partai Hijau (PH)
40. Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia
(Partai IPKI)
41. Partai Independen (IP)
42. Partai Indonesia Baru (PIB)
43. Partai Indonesia Persatuan (Partindo Persatuan)
44. Partai Indonesia Raya (PIR)
45. Partai Islam Demokrat (PID)
46. Partai Islam Persatuan Indonesia (PIPI)
47. Partai Islam Radikal Indonesia (PIRI)
48. Partai Jabar Nur Indonesia (PJNI)

124 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
49. Partai Ka’bah
50. Partai Kasih Nasional (PKN)
51. Partai Katolik Demokrat (PKD)
52. Partai Keadilan (PK)
53. Partai Keadilan dan Persatuan (PKP)
54. Partai Keadilan Sosial / Marata Saruksuk
55. Partai Kebangkitan Ahlussunah Wal Jama’ah
(PAKKAM)
56. Partai Kebangkitan Bangsa Indonesia (PKB Indonesia)
57. Partai Kebangkitan Muslim Indonesia ( Partai KAMI)
58. Partai Kebangkitan Umat (PKU)
59. Partai Kebangsaan
60. Partai Kebangsaan Merdeka (PKM)
61. Partai Kedaulatan Rakyat Indonesia (PKRI)
62. Partai Kemakmuran Tani dan Nelayan
63. Partai Kemandirian Rakyat (PKR)
64. Partai Kemanusiaan (PAKEM)
65. Partai Kemaslahatan Nasional ( PKN)
66. Partai Kesatuan Ummat Indonesia (PKUI)
67. Partai Kesatuan Wahdatul Ummah (PKWU)
68. Partai Kesejahteraan (PAJAR)
69. Partai Kesejahteraan Indonesia (PAKI)
70. Partai Kesejahteraan Rakyat (PKR)
71. Partai Kesejahteraan Semesta (PARTA)
72. Partai Kongres Nasional (PKN)
73. Partai Kristen Nasional Indonesia ( KRISNA)
74. Partai Lansia Indonesia (Parlindo)
75. Partai Madani
76. Partai Masyarakat Gotong Royong (Parmagoro)
77. Partai Masyarakat Gotong Royong Sejahtera
(Parmagora)
78. Partai Masyumi Baru
79. Partai Mega Banteng
80. Partai Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong
(Partai MKGR)

125 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
81.Partai Musyawarah Rakyat Banyak (Partai Murba)
82.Partai Mutiara Indonesia
83.Partai Nachnoer Nuklir Kemakmuran Rakyat Indonesia
84.Partai Nahdlatul Ummah (PNU)
85.Partai Nasional Bangsa Indonesia (PNBI)
86.Partai Nasional Demokrat (PND)
87.Partai Nasional Indonesia Bung Karno1927
88.Partai Nasional Indonesia Supeni (PNI-Supeni)
89.Partai Negara Pancasila (PAL)
90.Partai Nusantara (PARRA)
91.Partai Orde Asli Indonesia ( PORAS)
92.Partai Patriot Indonesia
93.Partai Pekerja Indonesia
94.Partai Pelopor Pembangunan
95.Partai Pelopor Pendidikan Indonesia (PPPI)
96.Partai Pelopor Persatuan dan Kesatuan Bangsa
Indonesia (P3KBI)
97. Partai Pelopor Reformasi (PPR)
98. Partai Pembaharuan Indonesia (PPI)
99. Partai Penganggulangan Pengangguran Indonesia
(PPPI)
100. Partai Penerus Proklamasi Indonesia
101. Partai Pengamal Tarekat Indonesia (PPTI)
102. Partai Pengusaha dan Pekerja Indonesia
103. Partai Perempuan Indonesia
104. Partai Perjuangan dan Do’a Rakyat Indonesia (Partai
PDRI)
105. Partai Perjuangan Indonesia (PPI)
106. Partai Perjuangan Pelajar dan Pekerja
107. Partai Perjuangan Pengusaha Kecil dan Menengah
Indonesia (PP-PKMI)
108. Partai Perjuangan Reformasi
109. Partai Persahabatan Antar Bangsa (Persahabatan)

126 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
110. Partai Persatuan (PP)
111. Partai Persatuan Bangsa Indonesia
112. Partai Persatuan Perjuangan Rakyat Republik
Indonesia
113. Partai Persatuan Sabilillah
114. Partai Persatuan Tarekat Islam
115. Partai Persatuan Warga Negara Indonesia
116. Partai Persaudaraan Nasional Indonesia Raya (PNI -
Raya)
117. Partai Pilihan Rakyat (PILAR)
118. Partai Politik Islam Indonesia Masyumi (PPIIM)
119. Partai Politik Tarekat Islam (PPTI)
120. Partai Proklamasi ‘45
121. Partai Putra Bangsa (PURBA)
122. Partai Rakyat Bersatu (PRB)
123. Partai Rakyat Demokratik (PRD)
124. Partai Rakyat Indonesia (PARI)
125. Partai Rakyat Marhaen
126. Partai Rakyat Prima (PRP)
127. Partai Rakyat Tani Usaha Informal dan Pemuda Putus
Sekolah
128. Partai Reformasii Cinta Kasih Kristus Kebangsaan
(PARCINKRISKIN)
129. Partai Reformasi Perjuangan Bangsa Indonesia
(PRPBI)
130. Partai Reformasi Sopir Sejahtera Indonesia
(PARRESSINDO)
131. Partai Reformasi Tionghoa Indonesia (PARTI)
132. Partai Republik
133. Partai Republik Indonesia
134. Partai Satu Keadilan Teknologi dan Ekonomi
135. Partai Satu Nusa Satu Bangsa (PSNSB)
136. Partai Sejahtera Indonesia (PARSI)
137. Partai Seni dan Dagelan Indonesia (PARSENDI)
138. Partai Siliwangi Indonesia (PSI)

127 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
139. Partai Solidaritas Pekerja (PSP)
140. Partai Solidariras Pekerja Seluruh Indonesia (Partai
SPSI)
141. Partai Syari’at Islam
142. Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII)
143. Partai Syarikat Islam Indonesia 1905 (PSII 1905)
144. Partai Tauladan Kebangsaan
145. Partai Trasti Rakyat Indonesia (PTRI)
146. Partai Trisila
147. Partai Tunas Bangsa
148. Partai Umat Islam (PUI)
149. Partai Ummat Muslimin Indonesia (PUMI)
150. Partai Uni Demokrasi Indonesia (PUDI)
151. Partai Uni Kemasyarakatan 45 (PUSAKA 45)
152. Partai Utama Rakyat (PURA)
153. Partai Warga Bangsa Indonesia

Sumber: Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia


(diolah)

128 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
LAMPIRAN 6

PARPOL BARU YANG SUDAH MENDAFTARKAN DIRI


KE
DEPARTEMEN HUKUM DAN HAM
TAHUN 2006 & 2007

1. Partai Generasi (Ketua: Wali Yunus SRI)


2. Partai Indonesia Muda Bangkit (Ketua: Ir. Mohamad Jati
Ajis)
3. Partai Nusantara Indonesia Maju (Ketua: Prof. Dr. KH.
Marullah Maszuki, Ph.D)
4. Partai Nusantara Indonesia (Ketua: ITMSARKM, Msc.)
5. Partai Islam Persatuan (Ketua: Prof. Dr. KH. Djalani
Sitohang, SH)
6. Partai Solidaritas Buruh (Ketua: Samuel EJ Mintje,M.Min)
7. Partai Buruk (Ketua: Dr. Muchtar Pakpahan, SH.MA)
8. Partai Republik (Ketua: Lasdya TNI Purn. Wahyu
Sasongko)
9. Partai Murba Indonesia (Ketua :Drs. H. Kusrin,SH.MA)
10. PNI massa Marhaen (Ketua: Moh. Gempar
Soekarnoputra,SH)
11. PNI Marhaen (Ketua: Andi Baso Amir, MBA)
12. Partai Peduli Rakyat Nasional (Ketua: Brigjen (Purn) Taida
Hasahatan Sinambela)
13. Partai Solidaritas Nasional (Ketua: Harsono Badai
Samodra)
14. Partai Bela Negara (Ketua: Eddy Hartawan Siswono)
15. Partai Kristen Demokrat (Ketua: Michael H. Lumanaw)
16. Partai Orde Baru (Ketua: Drs. Zaufi Lubis)
17. Partai Satria Piningat (Ketua: Dr. Achmad Seafidinnur
18. Partai Demiokrasi Pembaruan (Ketua: H. Roy BB. Janis,
SH.,MH)

129 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
19. Partai Bintang Bulan (Ketua: Hamdan Zoelva,SH.MH)
20. Partai Kristiani Indonesia (Ketua: Padmono Sastrokasmojo,
S.Th)
21. Partai Nasional (Ketua: David Pestaman Napitupulu)
22. Partai Damai Sejahtera Indonesia (Ketua: Gideon Mamahit,
SH)
23. Partai Demokrasi Indonesia (Ketua: Drs. Joes Prananto)
24. Partai Pembaharuan Damai Sejahtera (Ketua: Victor E.
Saerang)
25. Partai Rakyat Merdeka (Ketua: H. Abd. Azis Halid,
SE.MM)
26. Partai Demokrat Sejahtera (Ketua: Hendri Ajob Ruru)
27. Partai Kemerdekaan Rakyat (Ketua: Alma Shepard Supit)
28. Partai Karang Baja Sejahtera (Ketua: Antoo Dasihan,
SH.MH)
29. Partai Indonesia Sejahtera (Ketua: H. Budiyanto
Damastono, SE)
30. Partai Kedaulatan (Ketua: H. Ibrahim Basrah, SH)
31. Partai Pelita Soeharto (Ketua: Pandara HR)
32. Partai Kebangkitan Nasional Ulama (Ketua: Drs. H. Choirul
Anam)
33. Partai Kebangsaan (Ketua: Dr. KRH. Suprayitno K.MBA)
34. Partai Negara Kesatuan Republik Indonesia (Ketua: RMH.
Heroe Syswanto Ns (Sys Ns)
35. Partai Hati Nurani Rakyat (HANURA, semula Partai
Perhimpunan Kebangsaan), Ketua: Jendral (Purn. Wiranto)
36. Partai Indonesia Madani (Ketua: H. Edy Susanto,
SH.MH.MM)
37. Partai Garuda (Ketua: Drs. H. Abdul Malik Mohamad
Razif)
38. Partai Kemakmuran (Ketua: Abdul Basit H. Yusuf, SH)

130 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
39. Partai Amanat Perjuangan Rakyat (AMPERA), Ketua:
Djabros Djabarin)
40. Partai Nasionalis Bersatu (Ketua: Edy Toegino)
41. Partai Pengamal Thareqat Islam Negara Islam Indonesia
(Ketua: Masykur Loamena, S.Ag.M.Ag.SH)
42. Partai Perserikatan Rakyat (Ketua: Syaiful Bahari)
43. Partai Aman Sejahtera
44. Partai Syarekat Islam Indonesia (Ketua: H. Hartono
Harsono Tjokroaminoto, SH)
45. Partai Matahari Bangsa (Ketua: Imam Addaruqutni)
46. Partai Kemakmuran Rakyat (Ketua: Ir. Komarudin)
47. Partai Permata Nusantara (Ketua: Agung Yulianto,SE)
48. Partai Solidaritas Pekerja Se Indonesia
49. Partai Pemuda Indonesia
50. Partai Parade Nusantara

Sumber: Departemen Hukum dan HAM

131 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
LAMPIRAN 7

PENETAPAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

NO. 7 TAHUN 1959


TENTANG
SJARAT-SJARAT DAN PENJEDERHANAAN
KEPARTAIAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang:
Bahwa berhubung dengan keadaan ketatanegaraan di Indonesia,
jang memjebabkan dikelarkannja Dekrit Presiden/Panglima
Tertinggi Angkatan Perang Republik Indonesia pada tanggal 5
Djuli 1959 dan jang memnahajakan persatuan dan keselamatan
negara, Nusa dan bangsa serta merintangi pembangunan semesta
untuk mentjapai masjarakat jang adil dan makmur, perlu
diadakan peraturan tentang sjarat-sjarat dan penjederhanaan
kepartaian;

Memperhatikan:
Manifesto Politik Presiden tanggal 17 Agustus 1959;

Mendengar:
1. Dewan Pertimbangan Agung pada tanggal 25 Nopember
1959;
2. musjawarah Kabinet Kerdja pada tanggal 16 Desember
1959;

Memutuskan:
Pertama: Mentjabut maklumat pemerintah pada tanggal 3
Nopember 1945 (Berita Republik Indonesia Tahun I No. 1
Halaman 3 Kolom 4) mengenai Andjuran Pemerintah tentang
pembentukan partai-partai politik;

132 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
Kedua : Menetapkan

PENETAPAN PRESIDEN TENTANG SJARAT-SJARAT


DAN PENJERDAHANAAN KEPARTAIAN

BAB I
ARTI KATA

Pasal 1
“Partai” dalam penetapan presiden ini adalah organisasi
golongan rakjat berdasarkan persamaan kehendak didalam
Negara untuk memperdjuangkan bersama -sama tertjapainja
tudjuan rakjat jang tersusun dalam bentuk Negara.

BAB II
SJARAT-SJARAT

Pasal 2
Partai harus menerma dan mempertahankan azas dan tudjuan
Negara Kesatuan Republik Indonesia menurut Undang -undang
Dasar 1945.

Pasal 3
(1) Untuk dapat diakui sebagai partai maka dalam Anggaran
Dasar organisasi harys ditjantumkan dengan tegas, bahwa
organisasi itu menerima dan mempertahankan Undng -
undang Dasar Negara Republik Indonesia jang memuat
dasar-dasar negara, jaitu Ketuhana Jang Maha Esa,
Kebangsaan, Kedaulata Rakjat, Perikemanusiaan dan
Keadilan sosial, dan bertudjuan membangun suatu
masjarakat jang adil dan makmur menurut kepribadian
bangsa

133 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
Indonesia. serta mendasarkan program kerdjanja mesing -
masing atas Manifesto Politik Presiden tanggan 17 Agustus
1959, jang telah dinjatakan mendjadi haluan Negara.
(2) Dalam Anggaran Dasar dan/atau Anggaran Rumah Tangga
Partai termasuk pada ajat (1) pasal ini harus ditjantumkan
pula dengan tegas organisasi-organisasi lain jang mendjadi
pendukung dan/atau bernaung dibawah Partai itu.

Pasal 4
Dalam memperdjuangkan tudjuannnja, Partai-partai diharuskan
menggunakan djalan-djalan damai dan demokratis.

Pasal 5
Partai harus mempundjai tjabang-tjabang jang tersebar paling
sedikit seperempat djumlah Daerah Tingkat I dan djumlah
tjabang-tjabang ini harus memiliki sekurang -kuragnja
seperempat dari djumlah Daerah tingkat II seltuh wilayah
Republik Indonesia.

Pasal 6
(1) partai tidak diperbolehkan mempunjai seorang asingpun
baik dalam pengurus dan pengurus penghormatan maupun
sebagai anggota biasa.
(2) Partai tidak diperbolehkan tanpa itjin dari pemerintah
menerima bantuan dari fihak asing dan/atau memberi
bantuan kepada fihak asing dalam bentuk dan dengan tjara
apapun djuga.

Pasal 7
Jang berhak mendjadi Anggauta Partai ialah Warga Negara
Indonesia jang telah berumur 18 tahun atau lebih.

134 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
BAB III
PENGAWASAN

Pasal 8
Presiden berwenang mengawasi dan memerintahkan untuk
memeriksa tata usaha, keuangan dan kekajaan Partai -partai.

BAB IV
PEMBUBARAN

Pasal 9
(1) Presiden, sesudah mendengar Mahkamah Agung, dapat
melarang dan/atau membubarkan Partai jang:
1. Bertentangan dengan azas dan tudjuan Negara;
2. Programnja bermaksud merombak azas dan tudjuan
Negara;
3. Sedang melakukan pemberontakan karena peminpin -
pemimpinnja turut-serta dalam pemberontakan-
pemberontakan atau telah djelas memberikan bantuan,
sedangkan partai itu tidak dengan resmi menjalahkan
perbuatan anggota-anggota itu;
4. tidak memenuhi sjarat-sjarat lain jang ditentukan dalam
Penetapan Presiden ini.
(2) Partai jang dibubarkan berdasarkan ajat (1) pasal ini, harus
dibubarkan dalam waktu selama-lamanja tiga puluh kali dua
puluh empat jdam, terhitung mulai tanggal berlakunja
Keputusan Presiden jang menjatakan pembubaran itu.

BAB V
KETENTUAN-KETENTUAN LAIN

Pasal 10
Presiden menetapkan ketentuan-ketentuan lebih landjut untuk
melaksanakan Penetapan Presiden ini.

135 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
BAB VI
ATURAN PERALIHAN

Pasal 11
Jang dapat diakui sebagai Ppada waktu mulai berlakunja
Penetapan Presiden ini ialah partai -partai jang telah berdiri pada
waktu Dekrit Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang
Republik Indonesia dikeluarkan dan jang memenuhi sjarat-sjarat
tersebut dalam Penetapan Presiden ini.

BAB VII
ATURAN PENUTUP

Pasal 12
Penetapan Presiden ini mulai berlaku pada hari diundangkannja.
Agar supaja setiap setiap orang dapat mengetauhinja,
memerintah pengundangan Penetapan Presiden ini dengan
penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Djakarta
pada tanggal 31 Desember 1959
Presiden Republik Indonesia
SUKARNO

Duindangkan di Djakarta
pada tanggal 31 Desember 1959
Menteri Muda Kehakiman,

136 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
SAHARDJO.

LEMBARA NEGARA NO. 149 TAHUN 1959

PENJELASAN
Atas
PENETAPAN PRESIDEN NO. 7 TAHUN 1959
Tentang
SJARAT-SJARAT DAN PENJEDERHANAAN
KEPARTAIAN

I. Penjelasan Umum :
Maklumat Pemerintah tanggal 3 Nopember 1945, jang
mengandjurkan berdirinja partai-partai dengan tidak terbatas,
ternjata tidak berhasil mentjapai stabilitet politik.
Ketiak-stabilan dilapangan politik itu mentjapai puntjaknja
pada waktu konstituante membitjarakan Amanat Presiden
tertanggal 22 April 1959, jang mengadjurkan untuk kembali
kepada Undang-undang Dasar 1945.
Berhubung keadaan politik seperti diuraikan diatas, jang
membahajakan kesatuan dan keselamatan Negara, Nusa dan
Bangsa, pula merintangi pembangunan semesta untuk mentjapai
masyarakat jang adil dan makmur, terpaksalah dikeluarkan
Dekrit Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang tertanggal
5 Djuli 1959 jang terkenal.
Sejak itu telah tibalah waktunja untuk mentjabut Maklumat
Pemerintah tertanggal 33 Nopember 1945 tersebut diatas dan
untuk mengatur perkembangan partai -partai sebagai alat
demokrasi, sehingga ia dapat berlangsung dalam suasana
demokrasi terpimpin.
Dalam mengatur keadaan kepartaian perlu diutamakan
penentuan sjarat-sjarat dan penjederhanaan djumlah partai.

137 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
Bentuk juridis peraturan tentang sjarat-sjarat dan
penjederhanaan kepartaian itu ialah Penetapan Presiden, oleh
Karena itu berdasarkan atas keadaan ketatanegaraan di Indonesia
pada waktu ini, jang memaksa pula dikeluarkannja Dekrit
Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang tertanggal 5 Djuli
1959 tersebut diatas, dan jang akan dipertanggung-djawabkan
kepada Madjelis Permusjawaratan Rakyat.

II. Pendjelasan Pasal demi Pasal:

Pasal 1
Pasal 1 memuat definisi dari “partai”.
Menurut definisi itu maka jang dimaksud dengan istilah “partai”
dalam Penetapan Presiden ini ialah organisasi politik dari suatu
golongan dari rakjat, jang sebagai alat demokrasi
memperdjuagkan suatu susunan negara dan masjarakat yang
tertentu.

Pasal 2
Susunan negara dan masjarakat jang diperdjuangkan oleh partai
termaksud pada pasal 1 tidak boleh bertentangan de ngan azas
dan tudjuan negara Negara, sebagaimana terdjantum dalam
Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 dan Undang -undang
Dasar 1945.

Pasal 3
Untuk mentjapai tudjuan termaksud pada pasal 2 maka partai
harus memenuhi sjarat-sjarat pokok, jangharus dimuat dalam
anggaran dasar partai dan jang disebut limitative dalam pasal 3.

Sebelum sjarat-sjarat pokok tersebut dapat dimasukkan dalam


anggaran dasar partai melalui kongres partai maka pimpinan
partai diharuskan menjatakan

138 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
menjetudjui sjarat-sjarat pokok tersebut dalam sebuah statement.

Pasal 4
Ketentua ini sudah semestinja, memgimgat suasana demokrasi
terpimpin dibawah Undang-undang Dasar 1945.

Pasal 5
Untuk dapat tampil kemuka sebagai “organisasi nasional” maka
perlu diadakan ketentuan minimal tentang tersebarnja partai di
wilajah Republik Indonesia.

Pasal 6
Sebagai organisasi nasional dipandang tidak pantas apabila
partai memelihara hubungan-hubungan dengan fihak asing
seperti tersebut pada pasal 6.

Jang dimaksud ialah hubungan-hubungan baik jang bersifat


perseorangan (anggota, pengurus, pengurus kehormatan) maupun
jang berwujud bantuan (materiil dan moril).

Adalah sesuai pula dengan prinsip demokrasi terpimpin


apabila hubungan antara fihak-fihak nasional dan fihak-fihak
asing itudiawasi oleh dan hanja dapat dilakukan dengan izin
pemerintah.

Pasal 7
Mengingat ketentuan pada pasal 6 maka partai hanja dapat
terdiri dari warga negara Indonesia

Seorang yang berusia sekurang-kurangnja 18 tahun dianggap


tjukup dewasa untuk menjadi anggota partai.

139 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
ketentuan dalam pasal ini adalah sesuai dengan prinsip
demokrasi terpimpin.

Pengawasan ini bersifat represif dan preventif; dengan


pengawasan itu penerintah tidak hanja dapat mengambil
tindakan terhadap perbuatan-perbuatan jang melanggar hukum
atau jang tertjela, tetapi dapat memberi petundjuk-petundjuk
pula untuk menjalurkan kehidupan kepartaian yang lebih sehat.

Pasal 9
(1) Adalah sebagaimana mestinja, apabila Presiden melarang
dan/atau partai berdasarkan alasan-alasan tesebut pada
pasal 9, untuk kepentingan keselamatan dan keamanan
Negara dan Masjarakat. Sebelum mengambil keputusan
mengenai hal penting seperti tersebut diatas, Presiden
mendengar dulu Pertimbangan Mahkamah Agung, jang
untuk itu mengudji persoalannja atas dasar -dasar juridisdan
objektif.
(2) Untuk mengatur segala sesuatu berhubung dengan
pembubaran partai, maka kepada pengurusnja perlu diberi
waktu jang tjukup.

Pasal 10
Ketentuan-ketentuan untuk melaksanakan atau mengatur
lebih lanjut Penetapan Presiden ini dikeluarkan menurut
keperlua dalam bentuk peraturan presiden dan/atau Keputusan
Presiden.

Dalam pada itu dapatlah dikeluarkan misalnya Suatu


Peraturan Presiden tentang pendaftaran partai, tentang
penjelesaian pembubaran partai dan lain -lain sebagainja.

140 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
Pasal 11
Sebagai langkah pertama dalam penertiban keadaan kepartaian,
maka partai-partai jang sudah ada pada waktu mulai berlakunja
Penetapan Presiden ini diakui oleh pemerintah, tetapi partai -
partai termaksud sebaliknja harus memenuhi sjarat -sjarat
tersebut dalam penetapan presiden ini dan mela porkan segala
sesuatu kepada instansi jang akan ditunjuk nanti oleh
pemerintah.

Pasal 12

Tjukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA 1916

141 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
LAMPIRAN 8

PERATURAN PRESIDEN NO. 13 TAHUN 1960


Tentang
PENGAKUAN, PENGAWASAN DAN PEMBUBARAN
PARTAI-PARTAI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang: bahwa perlu diadakan ketentuan-ketentuan lebih


landjut untuk melaksanakan Penetapan Presiden N0. 7 Tahun
1959 tentang sjarat-sjarat dan penyederhanaan kepartaian;

Mengingat:Pasal 10 dan Pasal 11 Penetapan Presiden No. 7


Tahun 1959;

Mendengar:Musyawarah Kabinet kerja pada tanggal 5 Djuli


1960;

Memutuskan
Menetapkan: Peraturan Presiden tentang pengakuan,
pengawasan, dan pembubaran partai-partai.

BAB I
PENGAKUAN SEBAGAI PARTAI

Pasal 1
Partai-partai yang telah berdiri pada tanggal 5 Djuli 1959
diwajibkan menyesuaikan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah
Tangga masing-masing dengan ketentuan-ketentuan pada pasal-
pasal 3,4,5,6, dan 7 dari penetapan presiden No. 7 Thun 1959.

142 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
Pasal 2

Partai-partai tersebut pada pasal 1 diwajibkan selambat-


lambatnja pada tanggal 31 Desember 1960 melaporkan kepada
presiden:
1. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga masing -
masing;
2. tjatatan djumlah tjabang-tjabang dan djumlah anggota
disetiap tjabang;
3. Tjatatan nama, umur dan pekerdjaan dari pada anggota dari
setiap tjabang;
4. Organisasi-organisasi lain jang mendukung dan/atau
bernaung dibawah partai masing-masing;
5. Keterangan Polisi setempat, bahwa tjabang -tjabang sudah
berdiri pada tanggal 5 Djuli 1959.

Pasal 3

(1) Djumlah anggota dari seluruh partai harus sekurang-


kurangja 150.000 orang.
(2) Jang dianggap sebagai tjabang ialah kesatuan organisasi
dari partai setempat jang beranggotakan sedikit -dikitnja 50
orang.

Pasal 4

(1) Pengakuan dan penolakan pengakuan partai -partai


dilakukan dengan keputusan Presiden
(2) Keputusan presiden tentang pengakuan dan penolakan
pengakuan partai-partai disampaikan kepada pimoinan
partai-partai dan diumumkan dengan penempatan dalam
Berita Negara Republik Indonesia.

143 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
BAB II
PENGAWASAN

Pasal 5

Setiap partai jang sudah diakui, wajib melaporkan setiap 6 bulan


sekali kepada Presiden:
a. Hal-hal jang dimaksudkan pada pasal 2 angka 2, 3, dan 4;
b. Kekaaan dan masuk/keluarnja keuangan.

BAB III
PEMBUBARAN

Pasal 6

Kalau ada persangkaan, bahwa suatu partai berada dalam


keadaan jang dimaksudkan pada pasal 9 ajat (1) Penetapan
Presiden No. 7 Tahun 1959, maka presiden menjatakan hal itu
kepada Mahkamah Agung dengan menjerahakan surat -surat dan
lain-lain jang dapat dipergunakan sebagai alat pembuktian untul
meneguhkan persangkaan tersebut.

Pasal 7

(1) Mahkamah Agung mengadakan pemeriksaan dengan tjara


bebas dengan persangkaan tersebut pada pasal 6.
(2) Untuk pemeriksaan tersebut pada ajat (1) pasal ini
Mahkamah Agung dapat mendengar saksi -saksi dan ahli-
ahli dibawah sumpah.
(3) Setelah pemeriksaan tersebut pada ajat (1) pasal ini selesai,
Mahkamah Agung memberitahukan pendapatnya kepada
Presiden.

144 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
Pasal 8

(1) Keputusan presiden jang menjatakan pembuaran suatu


partai diberitahukan selekas mugkin kepada pimpinan partai
itu.
(2) Dalam waktu tiga puluh hari, terhitung mulai tanggal
berlakunya keputusan presiden jang menjatakan
pembubaran tersebut pada ayat (1) pasal ini, pimpinan
partai harus menjatakan partainya bubar dengan
memberitahukannya kepada presiden seketika itu juga.
(3) Apabila tenggang waktu tersebut dalam ajat (2) pasal ini
lampau tanpa pernjataan partai termaksud, maka partai yang
bersangkutan ialah perkumpulan terlarang.

Pasal 9

Sebagai akibat pembubaran/pelarangan sesuatu partai, seorang


anggota dari partai itu jang duduk sebagai ang gota Majelis
Permusjawaratan Rakjat, Dewan Perwakilan Rakjat atau Dewan
Perwakilan Rakjat Daerah dianggap berhenti sebagai anggota
badan-badan tersebut.

BAB IV
PENUTUP

Pasal 10

Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada hari diundang.

Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinja, memerintahkan


pengundangan Peraturan Presiden ini dengan penempatan dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia.

145 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
Diundangkan di Jakarta Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 5 Djuli 1959 Pada tanggal 5 Djuli 1959
Menteri Kehakiman Presiden Republik Indonesia
Indonesia

SAHARDJO SUKARNO

PENJELASAN ATAS
PERATURAN PRESIDEN NO. 13 TAHUN 1960
TENTANG PENGAKUAN, PENGAWASAN DAN
PEMBUBARAB PARTAI-PARTAI

Peraturan presiden ini merupakan pelaksanaan pasal 10 dan


pasal 11 penetapan presiden No. 7 Tahun 1959 tentang sjarat -
sjarat dan penjederhaaan kepartaian

Dalam peraturan presiden ini disebut tiga matjam tidakan dari


pemerintah mengenai soal kepartaian, jaitu pengakuan,
pengawasan, dan pembubaran partai-partai

Taraf pertama ialah megakui partai-partai jang sudah berdiri


pada tanggal 5 Djuli 1959, jaitu mulai berlakunja Dekrit
Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang.

Kepada partai-partai diberi diberi kesempatan untuk


menjesuaikan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
masing-masing dengan ketentuan-ketentuan dalam penetapan
Presiden No. 7 tahun 1959.

Sjarat-sjarat tersebut dalam pasal 5 Penetapan Presiden No. 7


tahun 1959, diperintji, dengan menentukan bahwa seluruh partai
harus beranggotakan sekurang-kurangnya 150.000 orang, sedang
yang dianggap sebagai tjabang ialah kesatuan organisasi parta
setempat jang beranggotakan sedikit-dikitnja 50 orang.

146 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
Ketentuan-ketentuan ini diadakan untuk menjamin tersebarnya
anggota partai diwilayah Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Penetapan Presiden No. 7 tahin 1959.

Dengan berlakunya peraturan presiden ini maka nanti aka nada


partai-partai jang tidak diakui.
Atas partai-partai jang diakui, dilakukan pengawasan oleh
pemerintah seperlunja, dan partai-partai itu dapat kemudian
dibubarkan kalau ada alasan.

Pembubaran itu didahului dengan suatu pemeriksaan oleh


Mahkamah Agung.

147 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
LAMPIRAN 9

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 3 TAHUN 1975
TENTANG
PARTAI POLITIK DAN GOLONGAN KARYA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:
a. Bahwa dalam rangka penyederhanaan dan pendayagunaan
kehidupan politik, dewasa ini organisasi -organisasi
kekuatan sosial politik yang telah ada telah
mengelompokkan diri menjadi dua partai politi k dan satu
Golongan Karya, seperti yang telah dinyatakan dalam
Garis-Garis Besar Haluan Negara;
b. Bahwa dengan adanya tiga organisasi kekuatan sosial
politik tersebut, diharapkan agar partai -partai politik dan
golongan karya benar-benar dapat menjamin
terpeliharannya persatuan dan kesatuan bangsa, stabilitas
nasional serta terlaksanannya percepatan pembangunan;
c. Bahwa agar supaya kenyataan-kenyataan yang positif itu
dapat tumbuh semakin kuat dan mantap, perlu diatur tata
kehidupan partai-partai politik dan golongan karya tersebut,
yang sekaligus yang sekaligus memberikan kepastian
tentang kedudukan, fungsi, hak dan kewajiban yang sama
dan sederajat dari organisasi-organisasi kekuatan politik
yang bersangkuta yang memadai serta sesuai denga prinsip -
prinsip Demokrasi Pancasila serta pelaksanaan
pembangunan bangsa;
d. pasal 27 dan 29 Undang-Undang Dasar1945.

148 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
Megingat:
1. Pasal 5 ayat (1), pasal 20 ayat (1) dan pasal 28 Undang -
Undang Dasar 1945;
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor
IV/MPR/1973 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara.

Dengan Persetujuan:
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN

Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG PARTAI POLITIK DAN
GOLONGAN KARYA

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
(1) Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan partai
politik dan golongan karya adalah organisasi kekuatan
sosial politik yang merupakan, hasil pembaharuan, dan
penyederhanaan kehidupan politik di Indonesia, yaitu:
a. Dua partai politik yang saat berlakunya undang -undang
inibernama:
1. Partai Persatuan Pembangunan;
2. Partai Demokrasi Indonesia
b. Satu Golongan Karya yag pada saat berlakunya undang -
undang ini bernama golongan karya.
(2) Partai politik dan Golongan Karya sebagai organisasi yang
dibentuk oleh anggota masyarakat warga negara Republik
Indonesia atas dasar perdamaan kehendak,

149 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
mempunyai kedudukan, fungsi, hak dan kewajiban yang
sama dan sederajat sesuai dengan undag-undang ini dan
kedaulatannya berada ditangan anggota.
(3) Partai politik dan Golongan Karya yang dimaksud ayat (1)
pasal ini wajib melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam
undang-undang itu dengan sebaik-baiknya.

BAB II
AZAS DAN TUJUAN

Pasal 2

(1) Azas partai politik dan golongan karya adalah Pancasila dan
Undang-undang Dasar 1945
(2) Selain ketentua tersebut dalam ayat (1) pasal ini, azas/ciri
Partai Politik dan Golongan Karya yang telah ada pada saat
diundangkannya. undang-undang ini adalah juga azas/ciri
Partai Politik dan Golongan Karya.

Pasal 3

(1) Tujuan partai politik dan golongan karya adalah:


a. mewujudkan cita-cita bangsa seperti dimaksud dalam
Undang-Undang Dasar 1945
b. Mebciptakan masyarakat adil dan makmur yang merata
spirituil dan materiil berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945 dalam wadah Negara
Kesatuan Republik Indonesia
c. Mengembangkan kehidupan Demokrasi Pancasila
(2) Partai politik dan golongan karya memperjuangkan
tercapainya tujuan tersebut dalam ayat (1) pasal ini dengan
jiwa/semangat kekeluargaan, musyawarah dan gotong -
royong, serta cara lain selama tidak bertentangan dengan
ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam semua Undang-
undang yang berlaku.

150 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
Pasal 4

Partai politik dan golongan karya wajib mencantumkan azas dan


tujuan seperti yang dimaksud dalam pasal 2 dan pasal 3 undang -
undag ini dalam anggaran dasarnya.

BAB III
FUNGSI, HAK DAN KEWAJIBAN

Pasal 5

Partai politik dan golongan karya berfungsi:


a. sebagai salah satu lembaga demokrasi pancasila
menyalurkan pendapat dan aspirasi masyaraat secara sehat
dan mewujudkan hak-hak politik rakyat
b. membina anggota-anggotanya menjadi warga nwgagra
Indonesia yang bermoral pancasila, setia terhadap undang-
undanf dasar 1945 dan sebagai salah satu wadah untuk
mendidik kesadaran politik rakyat.

Pasal 6

Partai politik dan golongan karya berhak:


a. Mempertahankan dan mengisi Kemerdekaan Negara
Kesatuan Republik Indonesia;
b. Ikut serta dala pemilihan umum.

Pasal 7

Partai politik dan golongan karya berkewajiban:


a. Melaksanakan, mengamalkan, dan mengamankan Pancasila
serta Undang-Umdang Dasar 1945;
b. Mempertahankan dan mengisi kemerdekaan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.

151 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
c. Mengamaknan dan melaksanakan Garis-Garis Besar Haluan
Negara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Lainnya;
d. Memelihara persatuan dan kesatuan bangsa, serta
memelihara stabilitas nasional yang tertib dan dinamis
sebagai prasyarat mutlak untuk berhasilnya pelaksanaan
pemabangunan bangsa disegala bidang;
e. Turut memelihara persahabatan antara Republik Indonesia
dengan negara lain atas dasar saling hormat
menghormatidan atas dasar kerjasama menuju terwujudnya
Perdamaian Dunia yang abadi;
f. Mensukseskan Pelaksanaan Pemilihan Umum.

BAB IV
KEANGGOTAAN DAN KEPENGURUSAN

Pasal 8
(1) Yang dapat menjadi anggota partai politik dan golongan
karya adalah Warga Negara Republik Indonesia yang telah
melalui penelitian/penyaringan oleh pengurus partai politik
dan golongan karya yang bersangkutan dan telah memenuhi
persyaratan antara lain:
a. Telah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau sudah kawin;
b. dapat membaca dan menulis;
c. Sanggup aktif mengikuti kegiatan yang ditentukan oleh
partai politik dan golongan karya

(2) a. Pegawai Negeri Sipil dapat menjadi anggota p artai politik


atau golongan karya dengan sepengatahuan Pejabat yang
berwenang;

b. Pegawai negeri sipil yang memegang jabatan -jabatan


tertentu tidak dapat menjadi anggota partai politik atau
golongan karya, kecuali dengan izin tertulis dari pejabat
yang berwenang.

152 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
Pasal 9

Partai politik dan golongan karya mendaftar anggota -anggotanya


dan memelihara daftar annggotanya.

Pasal 10

(1) Partai politik dan golongan karya mempunyai kepengurusan


di:

a. Ibukota Negara Republik Indonesia untuk tingkat


pusat;
b. Ibikota tingkat profinsi untuk daerah tingat I;
c. Ibukota Kabupaten/Kotamadya untuk daerah tingkat I;
di tiap kota kecamatan dan Desa ada/dapat ditetapkan
seorang Komisaris sebagai pelaksana Pengurus
Daearah Tingkat II. Komisaris dibantu oleh beberapa
orang pembantu.
(2) Kepengurusan untuk daerah administrative di lingkungan
khusus Ibukota Jakarta Raya dan lainnya dipersamakan
dengan Daerah Tingkat II sebagaimana tersebut pada ayat
(1) pasal ini.

BAB V
KEUANGAN

Pasal 11

Keuangan Partai Politik dan Golo ngan Karya diperoleh dari:


a. Iuran anggota;
b. Sumbangan yang tidak mengikat;
c. Usaha lain yang sah;
d. Bantuan dari Negara/Pemerintah.

153 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
BAB VI

LARANGAN DAN KEPENGAWASAN

Pasal 12

Partai politik dan golongan karya dilarang:

a. Menganut, mengembangkan dan menyebarkan paham atau


ajaran kominisme/marxisme-leninisme serta paham atau
ajaran lain yang bertentangan dengan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945 dalam segala bentuk dan
perwujudannya;
b. Menerima bantuan dari pihak asing;
c. Memberikan bantuan kepada pihak asing yang merugikan
kepentingan Bangsa dan Negara.

Pasal 13
(1) Dengan tidak mengurangi berlakunya ketentuan -ketentuan
dalam semua Undang-undang yang berlaku, pengawasan
terhadap Pasal 4, Pasal 7a dan Pasal 12 dilakukan oleh
Presiden/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat,
(2) Presiden/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat
dalam melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan
Pasal 4, Pasal 7a dan Pasal 12 dapat meminta keterangan
kepada Pengurus Tingkat Pusat Partai Politik atau
Golongan Karya.

Pasal 14
(1) Dengan kewenagan yang ada padanya, Presiden/Mandataris
Majelis Permusyawaratan Rakyat dapat membekukan
Pengurus Tingkat Pusat Partai Politik atau Golongan Karya
yang ternyata melakukan tindakan-tindankan yang
bertentangan dengan pasal 4, pasal 7a dan pasal 12 Und ang-
undang ini.

154 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
(2) Pembekuan yang dimaksud ayat (1) pasal ini dilakukan
setelah mendengar keterangan dari Pengurus Tingkat Pusat
yang bersangkutan dan sesudah mendengar pertimbangan
Mahkamah Agung.

BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 15
Dengan berlakunya Undang-undang ini kepada Partai Politik dan
Golongan Karya diberikan kesempatan untuk menyesuaikan diri
dengan ketentuan-ketentuann Undang-undang ini yang harus
sudah selesai selambat-lambatnya satu tahun setelah berlakunya
Undang-undang ini.

BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 16
Pelaksanaan dari undang-undang ini diatur dengan peraturan
pemerintah.

Pasal 17
(1) Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini, dinyatakan
tidak berlaku lagi:
a. Undang-undang nomor 7 Pnps Tahun 1959 tentang
syarat-syarat dan penyederhanaan kepartaian (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 149):
b. Undang-undang Nomor 13 Prps Tahun 1960 tentag
pengakuan, pengawasan dan pembubaran partai -partai
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960
Nomor 79);
c. Undang-undang Nomor 25 Prps Tahun 1960 tentang
Perubahan Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 1960
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960
Nomor 139).

155 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
(2) Segala ketentuan dalam peraturan perundang -undangan
yang bertentangan dengan Undang-undang ini di
sesuaikan/dicabut.

Pasal 18

Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan


pengundangan undang-undang ini dengan penempatannya dalam
Lembaga Negara Republik Indonesia.

Disahkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 27 Agustus 1975
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
SOEHARTO
JENDERAL TNI

Diundangkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 17 Agustus 1975
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
SUDHARMONO,SH

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1975


NOMOR 32

156 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
PENJELASAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 3 TAHUN 1975
TENTANG
PARTAI POLITIK DAN GOLONGAN KARYA

UMUM
Undang-undang ini disusun berlandaskan dan sebagai
pelaksanaan dari Garis-Garis Besar Haluan Negara yang
tertuang dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Ra kyat
Nomor IV/MPR/1973, yang menyatakan antara lain bahwa
“Penyusunan Partai-partai Politik dan Golongan Karya” perlu
disesuaikan dengan dan dalam rangka penyederhanaan Partai -
partai Politik dan Golongan Karya dan pelaksanaannya akan
diatur dengan Undang-undang sesuai dengan jiwa Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945.

Demikian pula pokok-pokok materi yang terkandung dalam


Undang-undang ini merupakan pelaksanaan dari ketentuan -
ketentuan yang telah dirumuskan dalam Garis -Garis Besar
Haluan Negara tersebut.

Dengan undang-undang ini dikukuhkan dan diberikan landasan


hukum bagi dua partai politik dan saru golongan karya yang ada
dewasa ini, seperti yang telah dinyatakan dalam Garis -Garis
Besar Haluan Negara tersebut.Pengukuhan ini ditetapkan dalam
Bab I Undang-undang ini.

Partai Politik dan Golongan Karya sebagai organisasi yang


dibentuk oleh anggota masyarakat Warga negara Indonesia atas
dasar persamaan kehendak, mempunyai kedudukan, fungsi, hak
dan kewajiban yang sama dan sederajat sesuai dengan undang -
undang ini dan kedaulatannya berada ditangan anggota.

157 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
Dengan undang-undang ini ditetapkan pula dasar -dasar dan arah
kehidupan dan kegiatan partai politik dan golongan karya yang
sesuai dengan Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945 dan
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat, yang harus diikuti
dan dilaksanakan sebaik-baiknya oleh partai politik dan
golongan karya.

Sekiranya dalam tubuh partai politik dan golongan karya,


sekarang ini ada hal-hal yang tidak sesuai dengan ketentuan-
ketentuan dalam undang-undang ini, maka partai politik dan
golongan karya wajib menyesuaikan dalam waktu 1 (satu) tahun,
seperti yang ditentukan dalam pasal 15 undang -undang ini.

BAB II (Azas dan Tujuan) dan BAB III (Fungsi, Hak dan
Kewajiban) jelas menentukan bahwa partai politik dan go longan
karya harus bersikap dan melakukan kegiatan -kegiatannya
berdasarkan dan sesuai dengan ketentuan-ketentuan dan jiwa
Pancasila, Undanng-Undang Dasar 1945, dan Ketetapan-
ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Selain itu, azas/ciri Partai Politik dan Golongan Karya yang


telah ada pada saat diundangkannya Undang -undang ini adalah
juga azas/ciri Partai Politik dan Golongan Karya.

Dalam usaha mempercepat jalannya pembangunan maka


diperlukan peningkatan mutu dan kemampuan disegala
bidang.Usaha untuk meningkatkan kemampuan partai politik dan
golongan karya diberi bentuk yang nyata dalam undang -undang
ini melalui ketentuan mengenai keanggotaan seperti yang
disebutkan dalam BAB IV Pasal 8 dan pasal 9.Dengan
pembatasan umur dimaksudkan agar para anggota bena r-benar
dianggap telah mampu memikul hak-hak dan tanggung jawab
politiknya.Oleh karena itu salah satu fungsi dari partai politik
dan golongan karya adalah untuk membimbing anggota -
anggotanya menjadi warga negara Indonesia yang bermoral

158 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
Pacasila serta setia terhadap Undang-Undang Dasar 1945 dan
sebagai salah satu wadah untuk mendidik kesadaran politik
rakyat.

Ketentuan dapat membaca dan menulis merupakan salah satu


syarat untuk mempercepat segala proses pembaruan dan
peningkatan kemampuan warga negara dalam ikut serta
melaksanakan pembangunan.

Demikian pula persyaratan keanggotaan yang lain, ialah aktif


mengikuti kegiatan partai politik dan golongan karya, juga untuk
meningkatkan kehidupan kepartaian dan kekaryawanan.

Bagi Pegawai Negeri Sipil kesempatan untuk menjadi anggota


partai politik dan golongan karya harus tetap terjamin.

Akan tetapi berhubung dengan keduduka dan tugasnya dalam


pemerintahan perlu pula terjamin terlaksanannyapembinaan
aparatur negara dengan sebaik-baiknya, maka Pegawai Negeri
Sipil yang dapat menjadi anggota Partai Politik atau Golongan
Karya dengan sepengetahuan dari pejabat yang berwenang.

Bagi pejabat-pejabat tertentu seperti tersebut dalam pasal 8 ayat


(2) b. Untuk dapat menjadi anggota partai politik atau golongan
karya diharuskan mendapatkan izin tertulis dari pejabat yang
berwenang.

Pendaaftaran anggota-anggota partai politik dan golongan karya


serta pemeliharaa daftar aggota sebaik-baiknya yag ditentuan
dalam pasal 9, merupakan ketentuan yang sangat penting baik
bagi tertib adminisi dan organisasi politik dan golongan karya
yang bersangkutan, maupun untuk memudahkan partisipasi
partai politik dan golongan karya dalam melaksanakan
fungsinya.

159 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
Kepengurusan partai politik dan golongan karya ditentukan ada
ditingkat Pusat Ibukota Negara, di daerah tingkat I ibukota
propinsi dan di daerah tingkat II di ibukota
kabupaten/kotamadya.Ketentuan yang termuat dalam pasal 10
ini merupakan pelaksanaan dari Garis -Garis Besar Haluan
Negara.

Tingkat-tingkat kepengurusan yang sejajar degan tin gkat-tingkat


Lembaga Perwakilan Rakyat kita itu, diharapkan akan terbina
hubungan dan kerjasama yang lancer antara Lembaga -lembaga
Perwakilan Rakyat dengan Partai Politik dan Golongan Karya

Walaupun pengurus partai politik dan golongan karya telah


ditentukan berada di ibukota masing-masing tingkat, hal ini
tidak berarti mengurangi tugas pembinaan yang dilakukan oleh
para pengurus masing-masing terhadap anggota-anggotanya
yang bertempat tinggal tersebar diluar ibukota
kabupaten/kotamadya; untuk itu di setiap kota kecamatan dan
desa ada/dapat ditetapkan seorang komisaris sebagai pelaksana
Pengurus Tingkat II yang tidak merupakan pengurus yang
berdiri sendiri. Komisaris mempunyai beberapa pembantu.

Justru untuk menjamin agar Partai Politik dan Golongan Karya


dapat tumbuh kearah yang dikehendaki, maka undang -undang ini
memuat pula ketentuan-ketentuan tentang larangan dan
pengawasan yang dapat dilakukan terhadapnya. Larangan
menganut, mengembangkan dan menyebarkan paham atau ajaran
komunisme/masxisme-leninisme serta paham atau ajaran lain
yang bertentangan dengan Pancasila dan Undang -Undanga Dasar
1945 dalam segala bentuk dan perwujudannya kiranya tidak
memerlukan penjelasan lagi, karena hal itu sesuai pula dengan
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor
V/MPRS/1966.

160 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
Larangan menerima bantuan dari pihak asing dan atau memberi
bantuan kepada pihak asing bertujuan untuk menjamin
kepribadian nasional serta kemerdekaan nasional yang utuh dan
bersatu. Ini tidak berarti bahwa bangsa Indonesia mengurung
diri, tidak mengadakan hubungan apapun dengan bangsa -bangssa
lain, untuk itu tetap ada kesempatan agi partai politik dan
golongan karya menerima bantuan dari pihak asing dan atau
memberi bantuan kepada pihak asing sepanjang tidak merugikan
kepentingan Bangsa dan Negara.

Dalam hal pengawasan undang-undang ini bertolak dari pokok


pikiran bahwa adanya dua organisasi partai politik dan satu
golongan karya harus dijamin dan dilindugi kelangsungan
hidupnya. Karena itu undang-undang ini tidak mengenal
pembubaran organisasi partai politik maupun organisasi
golongan karya.Namun demikian undang-undang ini juga
menyediakan sarana-sarana yang memadai untuk menjamin
dilaksaakannya ketentuan-ketentuan undang-undang ini
sebagaimana mestinya.Sarana-saran tersebut termuat dalam BAB
VI Pengawasan itu berbentuk pengawasan atas pelaksanaan
beberapa pasal undang-undang ini. Kemungkinan pembekuan
pengurus sudah selayaknya diberikan wewenang kepada
presiden tidak kepada kekuasaan negara atau pejabat negara
lainnya, mengingat bahwa Presidenlah Mandataris Majelis
Permusyawaratan Rakyat yang melaksanakan Garis-Garis Besar
Haluan Negara dan harus mempertanggung jawabkan
pelaksanaannya kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat
sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam perangkat
ketatanegaraan Republik Indonesia. Namun demikian agar
tindakan pembekuan pengurus oleh presiden ini dapat
dipertanggungjawabkan dari semua segi, maka tindakan
pembekuan itu baru dapat dilakukan setelah presiden mendengar
pertimbangan Mahkamah Agung, terutama pertimbangannya dari
segi hukum.Dengan sendirinya keputusan presiden untuk
membekukan pengurus partai politik atau golongan karya ini

161 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
mengakibatan berhentinya kegiatan partai politik dan golongan
karya yang bersangkutan.
Tetapi karena adanya partai politik dan golongan karya itu perlu
dijamin dan dilindungi, maka harus tetap trbuka kesempatan
untuk menyusun pengurus baru yang dapat menjamin
pelaksanaan ketentuan-ketentuan undang-undang ini sebaik-
baiknya.

Mengingat ketentuan perundang-undangan tentang partai politik


yang berlaku dewasa ini sudah tidak sesuai lagi dengan
ketentuan-ketentuan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Nomor IV/MPR/1973, maka dengan berlakunya undang -undang
ini, dinyatakan tidak berlaku lagi:
a. Undang-undang Nomor 7 Pnps tahun 1959 tentang syara t-
syarat dan penyederhanaan kepartaian (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 149);
b. Undang-undang nomor 13 Prps Tahun 1960 tentang
pengakuan, pengawasan dan pembubaran partai -partai
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor
79);
c. Undang-undang nomor 25 Prps tahun 1960 tentang
perubahan Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 1960
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor
139);
d. Ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang
bertentangan dengan undang-undang ini
disesuaikan/dicabut.

PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Pasal 1 undang-undang ini mengandung maksud:
a. Memberikan lansadan hukum yang mantap pada kenyataan
adanya (eksistensi) dua partai politik dan satu golongan
karya yang merupakan kenyataan berfungsinya:

162 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
Kegiatan politik partai-partai Islam yaitu:
Partai Nahdlatul Ulama, Partai Muslimin Indonesia, Partai
Serikat Islam Indonesia dan Persatuan Tarbiyah Islamiah
dalam Partai Persatuan Pembangunan;
Partai Nasional Indonesia, Partai Kristen Indonesia, Partai
Katholik, Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia
dan Partai Murba menjadi Partai Demokrasi Indonesia;
Organisasi-organisasi golongan karya menjadi golongan
karya.
b. Dengan pengelompokan partai-partai dan organisasi
golongan karya di Indonesia, sebagai hasil pembaharuan
dan penyederhanaan kehidupan politik seperti dimaksud di
dalam ayat (1) pasal ini, maka eks (bekas) partai politik dan
organisasi karya sebagai organisasi masyarakat dibenarkan
melakukan kegiatan lain yang bukan kegiatan politik
berdasarkan dan sepanjang tidak bertentangan dengan
ketentuan-ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.

Pasal 2

Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 adalah azas bagi


partai politik dan golongan karya, karena Pancasila adalah
falsafah dan ideology Bangsa dan Negara, serta Un dang-Undang
Dasar 1945 adalah landasan strukturil konstitusionil Negara
Republik Indonesia.

Oleh karena azas/ciri yang terdapat dalam Anggaran Dasar


partai politik dan golongan karya pada saat berlakunya undang -
undang ini adalah dalam rangka Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945, maka partai politik dan golongan karya dapat tetap
mencantumkan azas/ciri tersebut dalam Anggaran Dasarnya
masing-masing yaitu Islam sebagai azas bagi Partai Persatuan
Pembangunan; Demokrasi Indonesia, Kebangsaan

163 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
Indonesia (Nasionalisme) dan Keadilan Sosial (Sosialisme
Pancasila) sebagai azas/ciri bagi Partai Demokrasi Indonesia;
dan kekaryaan rohaniah-jasmaniah untuk kesejahteraan bangsa
dan keadilan sosial dalam rangka Pancasila sebagai azas/ciri
bagi golongan karya.
Pasal 3

(1) a. Yang dimaksud dengan Undang-Undang Dasar 1945


dalam huruf a pasal ini meliputi pembukaan, batabg
tubuh dan penjelasannya.
b. Dengan tidak mengurangi ketentuang dimaksud huruf b
pasal ini, partai politik dan golongan karya dapat
mencantumkan kekhususan masing-masing dalam
Anggaran Dasarnya.
c. Yang dimaksud dengan Demokrasi Pancasila adalah
Demokrasi berdasarkan Pancasila.
(2) Cukup jelas.

Pasal 4
Cukup jelas.

Pasal 5

Sebagai salah satu Lembaga Demokrasi Pancasila, partai politik


dan golongan karya adalah merupakan salah satu sarana
perjuangan untuk membina persatuan dan kesatuan bangsa dan
salah satu sarana memperjuangkan hak-hak politik rakyat yang
telah dijamin dalam Undang-Undang Dasar 1945.

Penyaluran pendapat dan aspirasi rakyat dilakukan terutama


melalui lembanga-lembanga perwakilan rakyat. Hal tersebut
tidak menutup kemungkinan untuk menyalurkan pendapat dan
aspirasi rakyat melalui lembnga -lembang lain dan upaya lain
yang tidak

164 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
bertentangan dengan hukum. Untuk dapat melaksanakan
fungsinya,partai politik dan golongan karyamengadakan rapat -
rapat.

Yang dimaksud dengan membina ialah meliputi meliputi pula


mendidik kesadaran politik dan memberikan bimbingan kepada
anggotanya dalam berpartisipasi pada pembangunan Bangsa dan
Negara sesuai dengan pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945.

Selain membina anggota-anggotanya, partai politik dan


golongan karya juga mempunyai fungsi untuk bersama -sama
dengan pemerintah memberikan pendidikan dan bimbingan yang
serupa kepada rakyat.

Pasal 6

Yang dimaksud dengan “berhak ikut serta dalam pemilihan


umum” dalam huruf b pasal ini adalah antara lain hak Partai
Politik dan Golongan Karya untuk mangajukan calon -calon
dalam pemilihan umum.

Pasal 7

Yang dimaksud dengan menyukseskan dalam huruf f pasal ini


berarti bahwa “tidak ikut serta dalam pemilihan umum” tidak
dapa diartikan tidak mensukseskan pemilihan umum sepanjang
tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang mengatur pemilihan umum.

Pasal 8

(1) Yang dimaksud dengan anggota dalam undang-undang ini


adalah anggota penuh yang menurut ketentuan Anggaran
Dasar/ Aggaran Rumah Tangga dari partai politik/golongan
karya yang bersangkutan (dalam hal

165 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
ketentuan yang demikian ada) telah melampaui massa calon
anggota.

Ketentuan tersebut dalam ayat (1) huruf b ini tidak berlaku


bagi mereka yang pada saat diundangkannya undang -
undang ini sudah menjadi anggota partai politik dan
golongan karya, dan dengan sendirinya tidak berlau bagi
calon anggota seperti tersebut diatas, asal saja syarat
tersebut dipenuhi pada waktu ia menjadi anggota penuh.

Mengingat kenyataan bahwa masyarakat Indonesia belum


semuanya dapat membaca dan menulis huruf latin, maka
untuk sementara dipersyaratkan asal dapat membaca dan
menulis huruf apapun saja.

Setelah menjadi anggota partai politik dan golongan karya,


yag bersangkutan memenuhi kesanggupannya sesuai dengan
kedudukannya masing-masing.

(2) a. 1.Dengan pencantuman kata-kata “dengan


sepengetahuan” dikandung maksud dapatnya
tercapai dua tujuan:

a. Terjaminnya kesempatan bagi Pegawai Negeri


Sipil untuk menggunakan haknya ssebagai
warga negara menjadi anggota partai politik
atau golongan karya;

b. Terpenuhinya kebutuhan akan terlaksanannya


pembinaan aparatur negara yang berwibawa,
tertib, efektif dan efisien.

2. Yang dimaksud dengan “sepengetahuan” ialah


memberitahukan kepada pejabat yang berwenang
oleh pegawai yang bersangkutan tentang akan
masuknya pegawai tersebut menjadi anggota partai

166 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
politik atau golongan karya sehingga pejabat
tersebut dapat mengetahuinya.

3. Yang dimaksud dengan “pejabat yang berwenang”


ialah pejabat yang berhak mengangkat dan
memberhentikan pegawai negeri sipil yag
bersangkutan.

4. “Sepengetahuan” yang dimaksud telah terpenuhi


apabila:

a. Pejabat yang berwenang menyatakan telah


menerima adanya pemberitahuan dari pegawai
yang bersangkutan atau atau apabila telah
lampau 21 (dua puluh satu) hari terhitung
tanggal pengiriman pemberitahuan tersebut
dengan pembuktian yang sah; atau

b. Apabila telah lampau 21 (dua puluh satu) hari


terhitung tanggal diterimanya tembusan
pemberitahuan tersebut oleh atasan langsung
oleh pegawai yang bersangkutan; atau

c. Apabila telah lampau (dua puluh satu) hari


terhitung tanggal pemberitahuan dimaksud
diterima oleh atasan langsung dari pegawai yang
bersangkutan.

5. “Dengan sepengetahuan” yang dimaksud dalam ayat


(2) a pasal ini bukan merupakan perizinan dan
karenanya tidak dapat dilakukan penolakan
pemberitahuan termaksud.

(2) b. Diperlukannya izin tertulis bagi pegawai negeri sipil


yang memegang jabatan tertentu untuk menjadi
anggota partai politik dan golongan karya adalah
karena kekhususan, besarnya tanggung jawab

167 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
dan/atau luasnya bidang tugas yang dibebankan
pada pegawai negeri sipil tersebut.

Pejabat-pejabat tertentu yang memerlukan izin yang dimaksud


diatas antara lain:

1. Di Departemen: Kepala-kepala direktorat ke atas;

2. Di Daerah:

a. Gubernur/Kepala daerah tingkat I, sekretaris daerah dan


kepala-kepala dinas tingkat I;

b. Bupati/Walikota madya kepala daerah tingkat II,


sekretaris daerah, kepala-kepala dinas tingkat II;

c. Camat dan kepala desa;

3. Jabatan-jabatan lain yang setingkat di pusat seperti disebut


dalam angka I di atas dan di daerah yang setingkat angka 2
di atas;

4. Ketua, wakil ketua dan anggota -anggota Mahkamah Agung,


Jaksa Agung, Jaksa Agung Muda, Ketua, Wakil ketua dan
anggota-anggota Badan Pemeriksa Keuanga n, Hakim,
Jaksa, Gubernur Bank Sentral dan jabatan-jabatan lainnya
yang akan diatur dengan peraturan pemerintah.

Pasal 9

Pendaftaran anggota partai politik dan golongan karya serta


pemeliharaan daftar anggota dimaksudkan untuk ketertiban
administrasi dan kebaikan organisasi partai politik dan golongan
karya yyang bersangkutan, serta memudahkan partisipasi partai
politik dan golongan karya dalam melaksanakan
fungsinya.Pelaksanaan pendaftaran dilakukan oleh masing -
masing partai politik/golongan karya.

168 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
Pasal 10

Kepengurusan partai politik dan golongan karya di sesuaikan


dengan tingkat Lembaga Perwakilan Rakyat, sehingga dengan
demikian tingkat kepengurusan adalah sampai tingkat
kepengurusan daerah tingkat II. Untuk menjamin kelancaran
pembinaan anggota-anggota serta pelaksanaan kegiatan-
kegiatannya, di kota kecamatan dan desa ada/dapat ditetapkan
seorang komisaris partai politik/golongan karya oleh pengurus
partai politik/golongan karya tingkat II.

Komisaris partai politik/golongan karya di kota kecamatan dan


desa tersebut merupakan pelaksana daripada pengurus partai
politik/golongan karya daerah tingkat II.

Sebagai pelaksana pengurus partai politik/golongan karya


daerah tingkat II. Komisaris partai politik/golongan karya di
kota kecamatan dan desa berfungsi menyampaikan dan
melaksanakan kebijaksanaan pengurus tersebut dan menyalurkan
pendapat dan aspirasi masyarakat kecamatan dan desa kepada
pengurus partai politik/golongan karya daerah tingkat II, dalam
rangka pelaksanaan fungsi partai politik dan golongan karya
menurut undang-undang ini.

Komisaris partai politik/golongan karya di kota kecamatan dan


desa tidak/bukan merupakan pengurus partai politik/golongan
karya yang berdiri sendiri.

Komisaris di kota kecamatan dibantu oleh beberapa pembantu,


yang berjumlah sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang; sedangkan
beberapa pembantu komisaris di desa berjumlah sebanyak -
banyaknya 4 (empat) orang. Pembantu-pembantu tersebut dapat
mewakili komisaris dalam melakukan fungsinya.

Pasal 11

Cukup jelas

169 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
Pasal 12

a. Dengan “ajaran lain yang bertentangan dengan Pancasila


dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam segala bentuk dan
perwujudannya” dimaksudkan segala paham atau ajaran
yang bertetangan dengan Pancasila sebagai falsafah dan
ideology Bangsa dan Negara Republik Indonesia dan
Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan strukturil
kehidupan Bangsa dan Negara.

Yang dimaksud dengan paham atau ajaran yang


bertentangan dengan Pncasila dan Undang -Undang Dasar
1945 adalah misalnya atheism, imperialisme dan
kolonialisme dalam segala bentuknya.

b. Dengan “bantuan” termasuk dalam pasal 12 huruf b dan c


dimaksudkan bantuan materiil dan finansial dari dan kepada
pihak asing. Tidak termasuk didalamnya bantuan fasilitas
(misalnya undangan perjalanan) dan bantuan non -materiil
(misalnya ucapan selamat, pernyataan-pernyataan) dalam
rangka pelaksanaan kewajiban turut memelihara
persahabatan antar bangsa atas dasar saling hormat -
menghormati dan tidak merugikan kepentingan bangsa dan
negara.

c. Yang dimaksud dengan pemberian bantuan kepada pihak


asing yang tidak merugikan bangsa dan negara, adalah
bantuan yang dimaksud dalam huruf b tersebut di atas.

Pasal 13

Pengawasan oleh Presiden/mandataris Majelis Permusyawaratan


Rakyat yang dimaksud dalam pasal ini mengingat sangat
pentingnya pelaksanaan pasal 2, pasal 7a dan pasal 12 tersebut
dilakukan dalam rangka menjamin kehidupan politik yang sehat
dan melindungi kelangsungan hidup partai politik dan Golongan

170 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
Karya serta dalam rangka pembangunan nasional yang
menyeluruh dengan memperhatikan fungsi partai politik dan
Golongan Karya sebagai salah satu lembaga demokrasi pancasila
tanpa mengurangi berlakunya ketentuan-ketentuan dalam semua
undang-undang yang berlaku.

Pasal 14
Pembekuan yang dimaksud pasal ini hanya berlaku bagi
pengurus tingkat pusat partai politik atau golongan kar ya. Dalam
hal pengurus tingkat daerah melkukan perbuatan yang melanggar
ketentuan yang dapat mengakibatkan pembekuan, maka presiden
meminta keterangan pada pengurus tingkat pusat yang
bersangkutan. Pengurus tringkat pusat yang bersangkutan
mengambil langkah-langkah seperlunya, apabila ternyata bahwa
pengurus tingkat pusat tidak mengambil langkah -langkah atau
tidak dapat mengatasi masalahnya, maka presiden setelah
mendengar pertimbangan Mahkama Agung dapat membekukan
pengurus tingkat pusat yang bersangkutan.

Pasal 15
Cukup jelas

Pasal 16
Cukup jelas

Pasal 17
Cukup jelas

Pasal 18
Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 3062

171 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
Lampiran 10

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NO. 3 TAHUN 1985

TENTANG

PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 3

TAHUN 197 TENTANG PARTAI POLITIK DAN

GOLONGAN KARYA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang :

Bahwa untuk melaksanakan ketetapan majelis permusyawaratan rakyat


Nomor II/MPR/1983 tentang garis-garis besar haluan yang antara lain
menetapkan, bahwa peranan partai politik dan golongan karya sangat
penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sebagai modal dasar
pembangunan nasional, serta dengan memperhatikan perkembangan
keadaan, dipandang perlu untuk mengadakan perubahan at as beberapa
ketentuan undang-undang Nomor 3 Tahun 1975 tentang partai politik
dan golongan karya;

Mengingat :

1. Pasal 5 ayat (1),Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 28 Undang -undang


Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan
Golongan Karya (Lembaran Negara Tahun 1975 Nomor 32,
tambahan Lembaran Negara Nomor 3062).

Dengan persetujuan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

172 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
MEMUTUSKAN:

Menetapkan:

UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-


UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1975 TENTANG PARTAI POLI TIK
DAN GOLONGAN KARYA.

Pasal 1

Ketentuan-ketentua dalam undang-undang nomor 3 tahun 1965 tentang


partai politik dan golongan karya, diubah sebagai berikut:

Angka 1

Judul BAB II diganti dengan judul yang berbunyi sebagai berikut


:ASAZ, TUJUAN, DAN PROGRAM”

Angka 2

Ketentuan pasal 2 di ganti dengan ketentuan yang berbunyi sebagai


berikut:

(1) Partai politik dan golongan karya berasaskan pancasila sebagai


satu-satunya asas.

(2) Asas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah asas dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara."

Angka 3

Ketentuan pasal 3 diganti dengan ketentuan yang berbunyi sebagai


berikut:

“Tujuan partai politik dan golongan karya adalah:

a. Mewujudkan cita-cita bangsa sebagaimana dimaksud dalam


Undang-Undang Dasar 1945;

173 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
b. Menciptakan masyarakat adil dan makmur yang merata spiritual
dan materiil berdasarkan Pancasila dan Undang -Undang Dasar
1945 dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia;

c. Mengembangkan kehidupan demokrasi Pancasila”

Angka 4

Di antara pasal 3 dan 4 di sisipkan ketentuan yang dijadikan pasal 3a


yang berbunyi sebagai berikut:

“Partai politik dan golongan karya memperjuangkan tercapainya tujuan


sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 melalui program -programnya
dengan jiwa/semangat kekeluargaan, musyawarah, dan goto ng
royong.”

Angka 5

Ketentuan pasal 5 huruf b di ganti dengan ketentuan yang berbunyi


sebagai berikut:

“b. Membina anggota-anggotanya menjadi Warga Negara Republik


Indonesia yang bermoral Pancasila, setia terhadap Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945 dan sebagai salah satu wadah untuk
mendidik kesadaran politik rakyat.:

Angka 6

Ketentuan Pasal 7 huruf f di ganti dengan ketentuan yang berbunyi


sebagai berikut:

“f. Ikut mensukseskan pelaksanaan pemilihan umum.”

Angka 7

Ketentuan Pasal 8 ayat (1) di ganti dengan ketentuan yang berbunti


sebagai berikut:

“(1) Yang dapat menjadi anggota Partai politik dan Golongan Karya
adalah Warga Negara Republik Indonesia yang telah melalui
penelitian/penyaringan oleh pengurus partai politik dan

174 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
golongan karya yang bersangkutan dan telah memenuhi
persyaratan antara lain:

a. Telah berumur 17 (tujug belas) tahun atau sudah/pernah


kawin;

b. Dapat membaca dan menulis;

c. Sanggup aktif mengikuti kegiatan sesuai dengan ketentuan


yang ditetapkan oleh partai politik dan golongan kar ya.”

Angka 8

Ketentuan pasal 13 di ganti dengan ketentua yang berbunyi sebagai


berikut:

(1) Dengan tidak mengurangi berlakunya ketentuan -ketentuan


dalam semua undang-undang yang berlaku, pengawasan
terhadap pasal 4, pasal 7 hirif a, dan pasal 12 dilakukan oleh
Presiden/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat.
(2) Presiden/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat dalam
melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan pasal 4, pasal
7 huruf a, dan pasal 12 dapat meminta keterangan kepada
pengurus tingkat pusat partai politik dan golongan karya.”

Angka 9

Ketentuan pasal 14 ayat (1) di ganti dengan ketentuan yang berbunyi


sebagai berikut:

“(1) Dengan kewenagan yang ada padanya, Presiden/Mandataris


Majelis Permusyawaratan Rakyat dapat membekukan pengurus
tingkat pusat partai politik dan golongan karya yang ternyata
melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan pasal
4, pasal 7 huruf a, dan pasal 12.”

Angka 10

Ketentuan pasal 15 diganti dengan ketentuan yang berbunti sebagai


berikut:

175 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
Partai politik dan golongan karya harus sudah selesai menyesuaikan
diri dengan ketentuan-ketentuan undang-undang ini termasuk
perubahan-perubahannya, selambat-lambanya satu tahun setelah
tanggal mulai berlakunya undang-undang ini.”

Pasal II

Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan


undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.

Disahkan Di Jakarta,

Pada Tanggal 19 Pebruari 1985

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Ttd.

SOEHARTO

Diundangkan Di Jakarta,

Pada Tanggal 19 Pebruari 1985

MENTERI/SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Ttd.

SUDHARMANTO,SH.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1985

NOMOR 12.

176 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 3 TAHUN 1985

TENTANG

PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 3

TAHUN 1975 TENTANG PARTAI POLITIK DAN

GOLONGAN KARYA

UMUM

1. Perubahan atas undang-undang nomor 3 tahun 1975 tentang partai


politik dan golongan karya di dasarkan pada Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor
II/MPR/1983 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara yang
menyebutkan antara lain bahwa untuk memantapkan stabilitas di
bidang politik haruslah di usahakan makin kokohnya persatuan
dan kesatuan bangsa serta makin tegak tumbuhnya kehidupan
yang konstitusional dan Demokratis berdasarkan Undang-Undang
Dasar 1945. Dalam rangka ini dan demi kelestarian dan
pengamalan Pancasila, kekuatan-kekuatan sosial politik
khususnya partai politik dan golongan karya harus benar -benar
menjadi kekuatan sosial politik yang hanya berasaskan Pancasila
sebagai satu-satunya asas. Pancasila yang dimaksud dalam
Undang-Undang ini ialah yang rumusannya tercantum dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Pengertian asas meliputi
juga pengertian “dasar”, “landasan”, pedoman pokok” dan kata
lain yang pengertiannya dapat disamakan dengan “asas”. Dengan
demikian partai politik dan golongan karya tidak perlu
mecantumkan kata “dasar”, “landasan”, “pedoman pokok” dalam
Anggaran Dasarnya. Dengan ditentukannya Pancasila sebagai
satu-satunya asas bagi partai politik dan golongan karya, maka
kekhususan partai politik dan golongan karya Nampak pada
pendekatan dan penekanan dalam pemikiran dan memecahkan
masalah-masalah luas yang dihadapi dalam pembangunan
nasional sebagai pengamalan Pancasila dan hal i tu akan tercermin
dalam program masing-masing.

177 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
Dengan dihapuskannya asas/ciri bagi partai politik dan golongan
karya, maka organisasi partai politik dan golongan karya terbuka
bagi seluruh Warga Negara Republik Indonesia.

Partai politik dan golongan karya berhak untuk ikut serta dalam
pemilihan umum yang merupakan sarana pelaksanaan asas
kedaulatan rakyat yang diselenggarakan berdasarkan Demokrasi
Pancasila sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

2. Kemudian apabila ada ketentuan atau perkataa n/kata dalam


undang-undang ini yang dinyatakan diubah,diganti, atau dihapus,
maka ketentuan atau perkataan/kata tersebut dalam penjelasannya
juga diubah, digati, atau dihapus.

PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Angka 1

Cukup jelas.

Angka 2

Cukup jelas

Angka 3

a. Yang dimaksud degan Undang-Undang Dasar 1945 adalah


meliputi Pembukaan, Batang Tubuh, dan Penjelasannya.

b. Penjelasan pasal 3 ayat (1) huruf b undang-undang nomor 3


tahun 1975 tentang partai politik dan golongan karya di
ganti menjadi “Cukup jelas.”

178 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
c. Yang dimaksud dengan demokrasi Pancasila adalah
demokrasi berdasarkan Pancasila yang rumusannya
tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.

Angka 4

Cukup jelas

Angka 5

Cukup jelas

Angka 6

Penjelasan pasal 7 undang-undang nomor 3 tahun 1975 tentang


partai politik dan golongan karya di ganti menjadi “Cukup
jelas”.

Angka 7

Cukup jelas

Angka 8

Cukup jelas

Angka 9

Cukup jelas

Angka 10

Cukup jelas

Pasal II

Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 3285

179 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
LAMPIRAN 11

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 2 TAHUN 1999

TENTANG

PARTAI POLITIK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang:

a. Bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan


mengeluarkan pikiran sebagaimana diakui dan di jamin
dalam Undang-Undang Dasar 1945 adalah bagian dari
hak asasi manusia;

b. Bahwa usaha untuk menumbuhkan dan memperkokoh


kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan
pikiran, merupakan bagian dari upaya untuk
mewujudkan kehidupan berkebangsaan yang kuat dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka,
bersatu, berdaulat, deemokratis dan berdasarkan hukum;

c. Bahwa partai politik merupakan sarana yang sangat


penting arti, fungsi, dan perannya sebagai perwujudan
kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan
pikiran dalam mengembangkan kehidupan demokrasi
yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat Negara
Kesatuan Republik Indonesia;

d. Bahwa undang-undang nomor 3 tahub1975tentang partai


politik sebagaimana telah diubah dengan undang -undang
nomor 3 tahun 1985 tentang perubahan undang-undang

180 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
nomor 3 tahun 1975 tentang partai politik dan golongan
karya sudah tidak dapat menampung aspirasi politik
yang berkembang sehigga kehidupan demokrasi di
Indonesia tidak dapat berlangsung dengan baik.

e. Bahwa sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas dan


untuk memberi landasan hukum yang lebih baik bagi
tumbuhnya partai politik yang dapat lebih menjamin
peran serta rakyat Indonesia dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara berdasarkan Pancasila dan Undang -
Undang Dasar 1945, dipandang perlu mengganti undang -
undang nomor 3 tahun 1975 tentang partai politik dan
golongan karya sebagaimana telah diubah dengan
undang-undang nomor 3 tahun 1985 tentang partai
politik dan golongan karya tentang perubahan undang -
undag nomor 3 tahun 1975 tentang partai politik dan
golongan karya dengan sebuah undang-undang partai
pilitik yang baru.

Mengingat:

Pasal 5 ayat (1), pasal 20 ayat (1), pasal 27 ayat (1), dan pasal
28 Undang-Undang Dasar 1945.

Dengan persetujuan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT INDONESIA

181 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
MEMUTUSKAN:

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PARTAI POLITIK

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

(1) Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan partai


politik adalah setiap organisasi yang dibentuk oleh warga
Negara Indonesia secara sukarela atas dasar persamaan
kehendak untuk memperjuangkan baik kepentingan
anggotanya maupun bangsa dan negara melalui pemilihan
umum.

(2) Kedaulatan partai politik berada di tangan anggotanya

(3) Setiap partai politik mempunyai kedudukan, fungsi, hak,


dan kewajiban yang sama dan sederajat.

(4) Setiap organisasi bersifat mandiri dalam mengatur rumah


tangganya organisasinya.

BAB II

SYARAT-SYARAT PEMBENTUKAN

Pasal 2

(1) Sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) orang Warga Negara


Republik Indonesia yang telah berusia 21 (dua puluh satu)
tahun dapat membentuk partai politik

(2) Partai politik yang dibentuk sebagaimana dimaksud ayat (1)


harus memenui syarat:

182 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
a. Mencantumkan Pancasila sebagai dasar negara dari
Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam anggaran
partai;

b. Asas atau ciri, aspirasi dan program partai politik tidak


bertentangan dengan Pancasila;

c. Keanggotaan partai politik bersifat terbuka untuk setiap


warga negara Republik Indonesia yang telah mempunyai
hak pilih

d. Partai politik tidak boleh menggunakan nama atau


lambang yang sama dengan lambang negara asing,
bendera Negara Kesatuan Republik Indonesia Sang Saka
Merah Putih, bendera kebangsaan negara asing, gambar
perorangan dan nama serta lambang partai lain yang
telah ada.

Pasal 3

Pembentukan partai politik tidak boleh membahayakan


persatuan dan kesatuan nasional.

Pasal 4

(1) Partai politik didirikan dengan akte notaris dan di daftarkan


pada Departemen Kehakiman Republik Imdonesia

(2) Departemen Kehakiman Republik Indonesia hanya dapat


menerima pendaftaran pendirian partai politik apabila telah
memenuhi syarat sesuai dengan pasal 2 dan p asal 3 undang-
undang ini

(3) Pengesahan pendirian partai politik sebagai badan hukum


diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia oleh
Menteri Kehakiman Republik Indonesia.

183 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
BAB III

TUJUAN

Pasal 5

(1) Tujuan umum partai politik adalah:

a. Mewujudkan cita-cita nasional Bangsa Indonesia


sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang -
Undang Dasar 1945

b. Mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan


Pancasila dengan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat
dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

(2) Tujuan khusus partai politik adalah memperjuangkan cita-


cita para anggotanya dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan benegara.

Pasal 6

Setiap partai politik berhak mencantumkan tujuan umum dan


tujuan khusus seperti tercantum dalam pasal 5 undang -undang
ini di dalam anggaran dasarnya.

BAB IV

FUNGSI, HAK DAN KEWAJIBAN

Pasal 7

(1) Partai politik berfungsi untuk:

a. Melaksanakan pendidikan politik dengan menumbuhkan


dan mengembangkan kesadaran atas hak dan kewajiban
politik rakyat dalam berbangsa dan bernegara;

184 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
b. Menyerap, menyalurkan dan memperjuangkan
kepentingan masyarakat dalam pembuatan kebijakan
negara melalui mekanisme badan-badan
permusyawaratan/perwakilan rakyat;

c. Mempersiapkan anggota masyarakat untuk mengisi


jabatan-jabatan politik sesuai dengan mekanisme
demokrasi.

(2) Partai politik sebagai lambang demokrasi merupakan


wahana guna menyatakan dukungan dan tuntutan dalam
proses politik.

Pasal 8

Partai politik mempunyai hak:

a. Ikut serta dalam pemilihan umum sesuai dengan undang -


undang tentang pemilihan umum

b. Memperoleh perlakuan yang sama, sederajat, dan adil dari


negara.

Pasal 9

Partai politik berkewajiban:

a. Memegang teguh serta mengamalkan Pancasila dan


Undang-Undang Dasar 1945

b. Mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik


Indonesia

c. Memelihara persatuan dan kesatuan bangsa

d. Menyukseskan pambangunan nasional

185 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
e. Menyukseskan penyelenggaraanpemilihan umum secara
demokratis, jujur dan adil dengan mengadakan pemberian
dan pemungutan suara secara langsung, umum, bebas, dan
rahasia.

BAB V

KEANGGOTAAN DAN KEPENGURUSAN

Pasal 10

(1) Anggota partai politik adalah warga negara Republik


Indonesia dengan persyaratan sebagai berikut:

a. Telah berusia 17 (tujuh belas) tahun atau suah/pernah


kawin;

b. Dapt membaca dan menulis;

c. Memenuhi ketentuan yang di tetapkan partai politik

(2) Partai politik mendaftar dan memelihara da ftar anggotanya.

Pasal 11

Partai politik dapat membentuk kepengurusan di:

a. Ibukota negara Republik Indonesia untuk pengurus tingkat


pusat;

b. Ibukota propinsi untuk daerah tingkat I;

c. Ibukota kabupaten/kotamadya untuk pemgurus daerah


tingkat II;

d. Kecamatan untuk pengurus tingkat kecamatan;

e. Desa/kelurahan untuk pengurus tingkat desa/kelurahan

186 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
BAB VI

KEUANGAN

Pasal 12

(1) Keuangan partai politik diperoleh dari:

a. Iuran anggota

b. Sumbangan

c. Usaha lain yang sah

(2) Partai politik menerima bantua tahunan dari anggaran


negara yang di tetapkan berdasarkan perolehan suara dalam
pemilihan umum sebelumnya,

(3) Penetapan mengenai bantuan tahunan seagaimana dimaksud


ayat (2) ditetapkan melalui peraturan pemerintah

(4) Partai politik tidak boleh menerima sumbangan dan bantuan


dari pihak asing

Pasal 13

(1) Partai politik merupakan organisasi nirlaba

(2) Pelaksanaan sebagaimana dimaksud ayat (1) partai politik


dilarang mendirikan badan usaha dan/atau memiliki saham
suatu badan usaha.

Pasal 14

(1) Jumlah sumbangan dari setiap orang yang dapat diterima


oleh partai politik sebanyak-banyaknya adalah
15.000.000,00 (lima belas juta rupiah) dlam waktu satu tahu

187 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
(2) Jumlah sumbangan dari setiap perusahaan dan sertiap badan
lainnya yang dapat diterima oleh partai politik sebanyak -
banyaknya adalah Rp. 150.000.000,00 (seratus l ima puluh
juta rupiah) dalam waktu satu tahun.

(3) Sumbangan yang berupa barang dinilai menurut nilai pasar


yang berlaku dan diperlakukan sama dengan sumbangan
yang berupa uang.

(4) Partai politik memelihara daftar penyumbang dan jumlah


sumbangannya, serta terbuka untuk di audit oleh akuntan
public.

Pasal 15

(1) Partai politik wajib melaporkan darftar sebagaimana


dimaksud pasal 14 ayat (4) beserta laporan keuangannya
setiap akhir tahun dan setiap 15 (lima belas) hari sebelum
serta 30 (tiga puluh) hari sesudah pemilihan umum kepada
Mahkamah Agung Republik Indonesia.

(2) Laporan sebaimana dimaksud ayat (1) sewaktu -waktu dapat


di audit oleh akuntan public yang di tunjuk oleh Mahkamah
Agung Republik Indonesia

BAB VII

PENGAWASAN DAN SANKSI

Pasal 16

Partai politik tidak boleh:

a. Menganut, mengembangkan, menyebarkan ajaran atau


paham Komunisme/Marxisme/Leninisme dan ajaran lain
yang bertentangan dengan Pancasila;

188 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
b. Menerima sumbangan dan/atau bantuan dalam bentuk
apapun kepada pihak asing, baik langsung maupun tidak
langsung;

c. Memberi sumbangan dan/atau bentuan dalam bentuk apa


pun kepada pihak asing, baik lansung maupun tidak
lagsung, yang dapat merugikan kepentingan bangsa dan
negara.

d. Melakukan kegiatan yang bertentangan dengan kebijakan


pemerintah republik indonesia dalam memelihara
persahabatan dengan negara lain.

Pasal 17

(1) Pengawasan atas ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam


Undang-undang ini dilakukan oleh Mahkamah Agung
Republik Indonesia.
(2) Dengan kewenangan yang ada padanya, Mahkamah Agung
Republik Indonesia dapat membekukan ata u membubarkan
suatu partai politik jika melanggar Pasal 2, Pasal 3 Pasal 5
Pasal 9 dan Pasal 16 Undang-undang ini.
(3) Pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud ayat (2)
dilakukan dengan terlebih dahulu mendengar dan
mempertimbangkan keterangan dari pengurus Pusat Partai
Politik yang bersangkutan dan setelah melalui proses
peradilan.
(4) Pelaksanaan pembekuan atau pembubaran partai politik
dilakukan setelah adanya putusan peradilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap mengumumkannya
dalam Berita Negara Republik Indonesia oleh mentri
Kehakiman Republik Indonesia.

189 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
Pasal 18

(1) Mahkamah Agung Republik Indonesia dapat menjatuhkan


sanksi administratif berupa penghentian bantuan dari
anggaran negara apabilah suatu partai politik nyata -nyata
melanggar pasal ini.
(2) Mahkamah agung republik indonesia dapat mencabut hak
suatu partai politik untuk ikut pemilihan umum jika nyata -
nyata melanggar pasal 13 dan pasal 14 undang -undang ini.
(3) Pencabutan hak sebagaimana dimaksud ayat (2)
dilakukandengan terlebih dahulu mendengar pertimbangan
pengurus pusat Partai Politik yang bersangkutan dan setelah
melalui proses peradilan.

Pasal 19

(1) Barangsiapa dengan sengaja memberikan sumbagan kepada


partai politik melebihi ketentuan yang diatur kepada partai
politik melebihi ketentuan yang diatur dalam Pasal 14 ayat
(1) dan ayat (2) undang-undang ini diancam pidana
kurungan selama-lamanya 30 (tiga puluh) hari atau
pidana denda sebanyak-banyaknya Rp100.000.000,00
(seratus juta rupiah).
(2) Barangsiapa dengan sengaja memberikan uang ata u barang
kepada orang lain dengan maksud agar orang te rsebut
menyumbangkannya kepada Partai Politik sehingga
melebihi ketentuan yang diatur dalam Pasal 14 ayat (1)
dan ayat (2) undang-undang ini diancam pidana
kurungan selama-lamanya 30 (tiga puluh) hari atau
pidana denda sebanyakbanyaknya Rp100.000.000,00
(seratus juta rupiah).
(3) Barangsiapa dengan sengaja menerima uang atau barang
dari seseorang untuk disumbangkan kepada Partai Politik
dengan maksud agar orang tersebut dapat menyumbang
melebihi ketentuan yang diatur dalam Pasal 14 ayat (1)

190 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
dan ayat (2) undang-undang ini diancam pidana
kurungan selama-lamanya 30 (tiga puluh) hari atau
pidana denda sebanyakbanyaknya Rp100.000.000,00
(seratus juta rupiah).
(4) Barangsiapa dengan sengaja memaksa seseorang atau
badan untuk memberikan sumbangan kepada Partai
Politik dalam bentuk apa pun diancam pidana kurungan
selama-lamanya 30 (tiga puluh) hari atau pidana denda
sebanyak-banyaknya Rp100.000.000,00 (seratus juta
rupiah).

BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 20

Pada saat berikutnya undang-undang ini maka organisasi


peserta pemilihan umum Tahun 1997, yaitu partai persatuan
pembangunan, Golongan karya, dan partai demokrasi
Indonesia sebagai organisasi kekuatan sosial politik
berdasarkan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1975 tentang
Partai Politik dan Golongan Karya sebagaimana telah
diubah dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1985
tentang perubahan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1975
tentang Partai Politik dan Golongan Karya dianggap telah
memenuhi persyaratan sebagaimana telah diatur dalam
Pasal 2 dan Pasal 4 Undang-undang ini serta Wajib
menyesuaikan diri dengan ketentuan undang -undang ini.

BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal
(1) Sejak mulai berlakunya Undang-undang ini maka Undang-
undang Nomor 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan
Golongan Karya sebagaimana telah diubah dengan Undang -
undang Nomor 3 Tahun 1985 tentang perubahan Undang -

191 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
Undang Nomor 3 Tahun 1975 tentang partai politik dan
Golongan Karya dinyatakan tidak berlaku lagi.
(2) Segala ketentuan dan peraturan yang bertentangan dengan
undang-undang ini dinyatakan tidak berlaku lagi.

Pasal 22

Undang-undang ini berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang memagtuhinya, memerintah pengundangan


undang-undang ini dengan penetapannya dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta

Pada tanggal 1 Februari 1999

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

ttd

BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE

Diundang di Jakarta

Pada tanggal 1 Februari 1999

MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA

REPUBLIK INDONESIA

ttd

AKBAR TANDJUNG

192 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
Lampiran 12

UNDANG- UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 31 TAHUN 2002

TENTANG

PARTAI POLITIK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:

a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan


pendapat adalah bagian dari hak asasi manusia sebagaimana
diakui dan dijamin dalam Undang Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;

b. bahwa usaha untuk memperkukuh kemerdekaan berserikat,


berkumpul, danmengeluarkan pendapat merupakan bagian
dari upaya untuk mewujudkan kehidupankebangsaan
yangkuat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
merdeka,bersatu, berdaulat, demokratis, dan berdasarkan
hukum;

c. bahwa kaidah - kaidah demokrasi yang menjunjung tinggi


kedaulatan rakyat, transparansi, keadilan, aspirasi, tanggung
jawab, dan perlakuan yang tidak diskriminatif dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia perlu diberi landasan hukum;

d. bahwa partai politik merupakan salah satu wujud partisipasi


masyarakat yang penting dalam mengembangkan kehidupan
demokrasi yang menjunjung tinggi kebebasan, kesetaraan,
kebersamaan, dan kejujuran;

193 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
e. bahwa merupakan kenyataan sejarah bangsa Indonesia, Partai
Komunis Indonesia yang menganut paham atau ajaran
Komunisme/Marxisme- Leninisme telah melakukan
pengkhianatan terhadap bangsa dan Negara Kesatuan
Republik Indonesia, oleh karena itu Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik Indonesia
Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Pembubaran Partai
Komunis Indonesia, Pernyataan Sebagai Organisasi Terlarang
di Seluruh Wilayah Negara Republik Indonesia bagi Partai
Kom unis Indonesia dan Larangan Setiap Kegiatan untuk
Menyebarkan atau Mengembangkan Paham atau Ajaran
Komunisme/MarxismeLeninisme harus tetap diberlakukan
dan dilaksanakan secara konsekuen;

f. bahwa Undang- undang Nomor 2 Tahun 1999 tentang Partai


Politik sudah tidak sesuai dengan perkembangan masyarakat
dan perubahan ketatanegaraan, serta atas dasar amanat
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor
X/MPR/2001 tentang Laporan Pelaksanaan Putusan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia oleh Lembaga
Tinggi Negara pada Sidang Tahunan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 2001
dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor
VI/MPR/2002 tentang Rekomendasi Atas Laporan
Pelaksanaan Putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Republik Indon esia oleh Presiden, DPA, DPR, BPK, MA
pada Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Republik Indonesia Tahun 2002, karena itu perlu
diperbaharui;

g. bahwa berdasarkan pertimbangan huruf a, huruf b, huruf c,


huruf d, huruf e, dan huruf f perlu dibentuk un dang - undang
tentang partai politik;

194 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
Mengingat:

Pasal 5 ayat (1), Pasal 6A, Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2), Pasal
22E ayat (3), Pasal 24C ayat (1), Pasal 2 7 ayat (1), dan Pasal 28
Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Dengan persetujuan bersama antara

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

dan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:

UNDANG- UNDANG TENTANG PARTAI POLITIK.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam undang- undang ini yang dimaksud dengan:

Partai Politik adalah organisasi politik yang dibentuk oleh


sekelompok warga negara Republik Indonesia secara sukarela
atas dasar persamaan kehendak dan cita - cita untuk
memperjuangkan kepentingan anggota, masyarakat, bangsa, dan
negara melalui pemilihan umum.

BAB II

PEMBENTUKAN PARTAI POLITIK

195 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
Pasal 2

(1) Partai politik didirikan dan dibentuk oleh sekurang -


kurangnya 5 (lima puluh) orang warga negara Republik
Indonesia yang telah berusia 21 (dua puluh satu) tahun
dengan akta notaris.
(2) Akta notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
memuat anggaran dasar dan anggaran rumah tangga disertai
kepengurusan tingkat nasional.
(3) Partai politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
didaftarkan pada Departemen Kehakiman dengan syarat :
a. memiliki akta notaris pendirian partai politik yang
sesuai dengan Undang- Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 dan peraturan perundang -
undangan lainnya;
b. mempunyai kepengurusan sekurang- kurangnya 50%
(lima puluh persen) dari jumlah provinsi, 50% (lima
puluh persen) dari jumlah kab upaten/kota pada setiap
provinsi yang bersangkutan, dan 25% (dua puluh lima
persen) dari jumlah kecamatan pada setiap
kabupaten/kota yang bersangkutan;
c. memiliki nama, lambang, dan tanda gambar yang tidak
mempunyai persamaan pada pokoknya atau
keseluruhannya dengan nama, lambang, dan tanda
gambar partai politik lain; dan
d. mempunyai kantor tetap.

Pasal 3

(1) Departemen Kehakiman menerima pendaftaran pendirian


partai politik yang telah memenuhi syarat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2.

(2) Pengesahan partai politiksebagai badan hukum dilakukan


oleh Menteri Kehakiman selambat-lambatnya 30 (tiga

196 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
puluh) hari setelah penerimaan pendaftaran sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).

(3) Pengesahan partai politik sebagaimana dimaksud pada ayat


(2) diumumkan dalam Berita Negara Repu blik Indonesia.

Pasal 4

Dalam hal terjadi perubahan anggaran dasar dan anggaran rumah


tangga, nama, lambang, dan tanda gambar partai politik
didaftarkan ke Departemen Kehakiman.

BAB III

ASAS DAN CIRI

Pasal 5

(1) Asas partai politik tidak boleh bertentangan dengan


Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.

(2) Setiap partai politik dapat mencantumkan ciri tertentu sesuai


dengan kehendak dan cita-citanya yang tidak bertentangan
dengan Pancasila, Undang- Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, dan undang- undang.

BAB IV

TUJUAN

Pasal 6

(1) Tujuan umum partai politik adalah :

a. mewujudkan cita- cita nasional bangsa Indonesia


sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang -
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

197 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
b. mengembangkan keh idupan demokrasi berdasarkan
Pancasila dengan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat
dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia; da n

c. mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat


Indonesia.

(2) Tujuan khusus partai politik adalah memperjuangkan cita -


citanya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.

(3) Tujuan partai politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


dan ayat (2) diwujudkan secara konstitusional.

BAB V

FUNGSI, HAK, DAN KEWAJIBAN

Pasal 7

Partai politik berfungsi sebagai sarana :

a. pendidikan politi k bagi anggotanya dan masyarakat luas agar


menjadi warga negara Republik Indonesia yang sadar akan
hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara;

b. penciptaan iklim yang kondusif serta sebagai perekat


persatuan dan kesatuan bangsa untuk menyejahterakan
masyarakat;

c. penyerap, penghimpun, dan penyalur aspirasi politik


masyarakat secara konstitusional dalam merumuskan dan
menetapkan kebijakan negara;

d. partisipasi politik warga negara; dan

198 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
e. rekrutmen politik dalam proses pengisian ja batan politik
melalui mekanisme demokrasi dengan memperhatikan
kesetaraan dan keadilan gender.

Pasal 8

Partai politik berhak:

a. memperoleh perlakuan yang sama, sederajat, dan adil dari


negara;

b. mengatur dan mengurus rumah tangga organisasi secara


mandiri;

c. memperoleh hak cipta atas nama, lambang, dan tanda


gambar partainya dari Departemen Kehakiman sesuai
dengan peraturan perundang- undangan;

d. ikut serta dalam pemilihan umum sesuai dengan ketentuan


Undang - Undang tentang Pemilihan Umum;

e. mengajukan calon untuk m engisi keanggotaan di lembaga


perwakilan rakyat;

f. mengusulkan penggantian antarwaktu anggotanya di


lembaga perwakilan rakyat sesuai dengan peraturan
perundang- undangan;

g. mengusulkan pemberhentian anggotanya di lembaga


perwakilan rakyat sesuai dengan peraturan perundang-
undangan; dan

h. mengusulkan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden


sesuai dengan peraturan perundang- undangan.

199 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
Pasal 9

Partai politik berkewajiban:

a. mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang - Undang


Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945dan peraturan
perundang- undangan lainnya;

b. memelihara dan mempertahankan keutuhan Negara


Kesatuan Republik Indonesia;

c. berpartisipasi dalam pembangunan nasional;

d. menjunjung tinggi supremasi hukum, demokrasi, dan hak


asasi manusia;

e. melakukan pendidikan politik dan menyalurkan aspirasi


politik;

f. menyukseskan penyelenggaraan pemilihan umum;

g. melakukan pendaftaran dan memelihara ketertiban data


anggota;

h. membuat pembukuan, memelihara daftar penyumbang dan


jumlah sumbangan yang diterima, serta terbuka untuk
diketah ui oleh masyarakat dan pemerintah;

i. membuat laporan keuangan secara berkala satu tahun sekali


kepada Komisi Pemilihan Umum setelah diaudit oleh
akuntan publik; dan

j. memiliki rekening khusus dana kampanye pemilihan umum


dan menyerahkan laporan neraca keuangan hasil audit
akuntan publik kepada Komisi Pemilihan Umum paling
lambat 6 (enam) bulan setelah hari pemungutan suara.

200 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
BAB VI

KEANGGOTAAN DAN KEDAULATAN ANGGOTA

Pasal 10

(1) Warga negara Republik Indonesia dapat menjadi anggota


partai politik apabila telah berumur 17 (tujuh belas) tahun
atau sudah/pernah kawin.
(2) Keanggotaan partai politik bersifat sukarela, terbuka, dan
tidak diskriminatif bagi setiap warga negara Indon esia
yang menyetujui anggaran dasar dan anggaran rumah
tangga partai yang bersangkutan .

Pasal 11

(1) Kedaulatan partai politik berada di tangan anggota yang


dilaksanakan menurut anggaran dasar dan anggaran rumah
tangga.
(2) Anggota partai politik mempunyai hak dalam menentukan
kebijakan, hak memilih dan dipilih.
(3) Anggota partai politik wajib mematuhi anggaran dasar dan
anggaran rumah tangga serta berkewajiban untuk
berpartisipasi dalam kegiatan partai politik

Pasal 12

Anggota partai politik yang menjadi anggota l embaga


perwakilan rakyat dapat diberhentikan keanggotaannya dari
lembaga perwakilan rakyatapabila:

a. menyatakan mengundurkan diri dari keanggotaan partai


politik yang bersangkutan atau menyatakan menjadi
anggota partai politik lain;
b. diberhentikan dari keanggotaan partai politik yang
bersangkutan karena melanggar anggaran dasar dan
anggaran rumah tangga; atau

201 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
c. melakukan pelanggaran peraturan perundang - undangan
yang menyebabkan yang bersangkutan diberhentikan.

BAB VII

KEPENGURUSAN

Pasal 13

(1) Partai politik mempunyai kepengurusan tingkat nasional


dan dapat mempunyai kepengurusan sampai tingkat
desa/kelurahan atau dengan sebutan lainnya.

(2) Kepengurusan partai politik tingkat nasional berkedudukan


di ibu kota negara.

(3) Kepengurusan partai politik di setiap tingkatan dipilih


secara demokratis melalui forum musyawarah partai politik
sesuai dengan anggaran da sar dan anggaran rumah tangga
dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender.

(4) Dalam hal terjadi pergantian atau penggantian


kepengurusan partai politik tingkat nasional sesuai dengan
anggaran dasar dan anggaran rumah tangga, susunan
pengurus baru didaftarkan kepada Departemen Kehakiman
paling cepat 7 (tujuh) hari danpaling lambat 30 (tiga puluh)
hari terhitung sejak terjadinya pergantian atau pen ggantian
kepengurusan tersebut.

(5) Departemen Kehakiman memberikan keputusan terdaftar


kepada pengurus baru sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
paling lambat 7 (tujuh) hari setelah pendaftaran diterima.

202 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
Pasal 14

(1) Apabila terjadi keberatan dari sekurang- kurangnya setengah


peserta forum musyawarah atau terdapat kepengurusan
ganda partai politik yang didukung oleh sekurang -
kurangnya setengah peserta forum musyawarah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3), keberatan
itu diselesaikan melalui musya warah untuk mufakat.

(2) Apabila penyelesaian melalui musyawarah untuk mufakat


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dicapai,
para pihak dapat mengajukan gugatan melalui pengadilan.

(3) Selama dalam proses penyelesaian, kepengurusan partai


politik yang bersangkutan dilaksanakan untuk sementara
oleh pengurus partai politik hasil forum musyawarah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3).

Pasal 15

Pengurus dan/atau anggota partai politik yang berhenti atau


diberhentikan dari kepengurusan dan/atau keanggotaan partainya
tidak dapat membentuk kepengurusan atas partai politik yang
sama dan/atau membentuk partai politik yan g sama.

BAB VIII

PERADILAN PERKARA PARTAI POLITIK

Pasal 16

(1) Perkara partai politik berkenaan dengan ketentuan undang -


undang ini diajukan melalui pengadilan negeri.

(2) Putusan pengadilan negeri adalah putusan tingkat pertama


dan terakhir, dan hanya dapat diajukan kasasi kepada
Mahkamah Agung.

203 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
(3) Perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselesaikan
oleh pengadilan negeri paling lama 60 (enam puluh) hari
dan oleh Mahkamah Agung paling lama 30 (tiga puluh)
hari.

BAB IX

KEUANGAN

Pasal 17

(1) Keuangan partai politik bersumber dari:

a. iuran anggota;

b. sumbangan yang sah menurut hukum; dan

c. bantuan dari anggaran negara.

(2) Sumbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b


dapat berupa uang, barang, fasilitas, peralatan, dan/atau
jasa.

(3) Bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c


diberikan secara proporsional kepada partai politik yang
mendapatkan kursi di lembaga perwakilan rakyat.

(4) Tata cara penyaluran bantuan sebagaimana dimaksud pada


ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Pasal 18

(1) Sumbangan dari anggota dan bukan anggota sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b paling banyak
senilai Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dalam
waktu 1 (satu) tahun.

204 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
(2) Sumbangan dari perusahaan dan/atau badan usaha
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b
paling banyak senilai Rp 800.000.000,00 (delapan ratus
juta rupiah) dalam waktu 1 (satu) tahun.

(3) Sumbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang


diberikan oleh perusahaan dan/atau badan usaha harus
dilakukan sesuai dengan keten tuan peraturan perund ang
undangan.

BAB X

LARANGAN

Pasal 19

(1) Partai politik dilarang menggunakan nama, lambang, atau


tanda gambar yang sama dengan:

a. bendera atau lambang negara Republik Indonesia;

b. lambang lembaga negara atau lambang Pemerintah;

c. nama, bendera, atau lambang negara lain dan nama,


bendera, atau lambang lembaga/badan internasional;

d. nama dan gambar seseorang; atau

e. yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau


keseluruhannya dengan partai politik lain.

(2) Partai politik dilarang:

a. melakukan kegiatan y ang bertentangan dengan Undang -


Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
atau peraturan perundang- undangan lainnya;

205 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
b. melakukan kegiatan yang membahayakan keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia; atau

c. melakukan kegiatan yang bertentangan dengan kebijakan


pemerintah negara dalam memelihara persahabatan
dengan negara lain dalam rangka ikut memelihara
ketertiban dan perdamaian dunia.

(3) Partai politik dilarang:

a. menerima dari atau memberikan kepada pihak asing


sumbangan dalam bentuk apapun, yang bertentangan
dengan peraturan perundang- undangan;

b. menerima sumbangan, baik berupa barang maupun uang,


dari pihak mana pun tanpa mencantumkan identitas
yang jelas;

c. menerima sumbangan dari perseorangan dan/atau


perusahaan/badan usaha melebihi batas yang
ditetapkan; atau

d. meminta atau menerima dana dari badan usaha milik


negara, badan usaha milik daerah, badan usaha milik
desa atau dengan sebutan lainnya, koperasi, yayasan,
lembaga swadaya masyarakat, organisasi
kemasyarakatan, dan organisasi kemanusiaan.

(4) Partai politik dilarang mendirikan badan usaha dan/atau


memiliki saham suatu badan usaha.

(5) Partai politik dilarang menganut, mengembangkan, dan


menyebarkan ajaran atau paham Komunisme/Marxisme -
Leninisme.

206 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
BAB XI

PEMBUBARAN DAN PENGGABUNGAN

Pasal 20

Partai politik bubar apabila:

a. membubarkan diri atas keputusan sendiri;

b. menggabungkan diri dengan partai politik lain; atau

c. dibubarkan oleh Mahkamah Konstitusi.

Pasal 21

(1) Partai politik dapat bergabung dengan partai politik lain


dengan cara:

a. bergabung membentuk partai pol itik baru dengan nama,


lambang, dan tanda gambar baru; atau

b. bergabung dengan menggunakan nama, lambang, dan


tanda gambar salah satu partai politik.

(2) Partai politik baru hasil penggabungan sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) huruf a harus memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3.

(3) Partai politik yang menerima penggabungan dari partai


politik lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
tidak diwajibkan untuk memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3.

207 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
Pasal 22

Pembubaran partai politik sebagaimana dimaksud dalam Pasal


20 huruf a dan huruf b dan penggabungan partai politik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 diumu mkan dalam Berita
Negara oleh Departemen Kehakiman.

BAB XII

PENGAWASAN

Pasal 23

Pengawasan atas pelaksanaan ketentuan undang - undang ini


meliputi tugas sebagai berikut:

a. melakukan penelitian secara administratif dan substantif


terhadap akta pendirian dan syarat pendirian partai politik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 5;

b. melakukan pengecekan terhadap kepengurusan partai politik


yang tercantum dalam akta pendirian partai politik dan
kepengurusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3)
huruf b;

c. melakukan pengecekan terhadap nama, lambang, dan tanda


gambar partai politik sebagaimana dimaksu d dalam Pasal 19
ayat (1);

d. menerima laporan perubahan anggaran dasar dan anggaran


rumah tangga, nama, lambang, dan tanda gambar partai
politik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan pergantian
atau penggantian kepengurusan partai politik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 ayat (4);

e. meminta hasil audit laporan keuangan tahunan partai politik


dan hasil audit laporan keuangan dana kampanye pemi lihan

208 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf h, huruf i,
dan huruf j; dan

f. melakukan penelitian terhadap kemungkinan dilakukannya


pelanggaran terhadap larangan - larangan partai politik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2), (3), (4), dan
(5).

Pasal 24

(1) Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23


dilakukan oleh:

a. Departemen Kehakiman di dalam melaksanakan tu gas


pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23
huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d;

b. Komisi Pemilihan Umum di dalam melaksanakan tugas


pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23
huruf e; dan

c. Departemen Dalam Negeri melaksanakan pengawasan


sebagai mana dimaksud dalam Pasal 23 huruf f.

(2) Tindak lanjut pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.

Pasal 25

Pemerintah tidak melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan


fungsi dan hak partai politik sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 dan Pasal 8.

209 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
BAB XIII

SANKSI

Pasal 26

(1) Pelanggaran terhadap ketentuan sebaga imana dimaksud


dalam Pasal 2 dan Pasal 5 ayat (1) dikenai sanksi
administratif berupa penolakan pendaftaran sebagai partai
politik oleh Departemen Kehakiman.

(2) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 9 huruf h dikenai sanksi admin istratif berupa
teguran secara terbuka oleh Komisi Pemilihan Umum.

(3) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 9 huruf i dan huruf jdikenai sanksi
administratif berupa dihentikannya bantuan dari anggaran
negara.

Pasal 27

(1) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 19 ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa
penolakan pendaftaran partai politik oleh Departemen
Kehakiman.

(2) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 19 ayat (2) dikenai sanksi administratif berupa
pembekuan sementara partai politik paling lama 1 (satu)
tahun oleh pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
16 ayat (1).

(3) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 19 ayat (3) dikenai sanksi admini stratif berupa
teguran secara terbuka oleh Komisi Pemilihan Umum.

210 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
(4) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 19 ayat (4) dikenai sanksi administratif berupa
larangan mengikuti pemilihan umum berikutnya oleh
pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1).

(5) Sebelum dikenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud


pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) pengurus pusat
partai politik yang bersangkutan terlebih dahulu didengar
keterangannya.

Pasal 28

(1) Setiap orang yang memberikan sumbangan kepada partai


politik melebihi ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal
18 diancam dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua)
bulan dan/atau pidana den da paling banyak
Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

(2) Pengurus partai politik yang menerima sumbangan dari


perseorangan dan/atau perusahaan/badan usaha yang
melebihi ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 18,
diancam dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam)
bulan dan/atau pidana denda paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

(3) Setiap orang yang mempengaruhi atau memaksa sehingga


seseorang dan/atau perusahaan/badan usaha memberikan
sumbangan kepada partai politik melebihi ketentuan
sebagaimana diatur dalam Pasal 18, diancam dengan pidana
kurungan paling lama 6 (enam) bulan dan/atau pidana denda
paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

(4) Sumbangan yang diterima partai politik dari perseorangan


dan/atau perusahaan/badan usaha yang melebihi batas
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, disita
untuk negara.

211 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
(5) Pengurus partai politik yang melakukan pelanggaran
sebagaimana dimaksud pada Pasal 19 ayat (3) diancam
dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan
dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah).

(6) Pengurus partai politik yang menggunakan partainya untuk


melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19
ayat (5) dituntut berdasarkan Undang-Undang Nomor 27
Tahun 1999 tentang Perubahan Kitab Undang - Undang
Hukum Pidana yang berkaitan dengan Kejahatan terhadap
Keamanan Negara dalam Pasal 107 huruf c, huruf d, dan
huruf e, dan partainya dapat dibubarkan.

BAB XIV

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 29

(1) Partai politik yang menurut Undang - UndangNomor 2 Tahun


1999 tentang Partai Politik telah disahkan sebagai badan
hukum oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia diakui
keberadaannya dan wajib menyesuaikan dengan ketentuan
undang undang ini selambat - lambatnya 9 (sembilan) bulan
sejak berlakunya undang-undang ini.

(2) Partai politik yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) dibatalkan keabsahannya sebagai
badan hukum dan tidak diakui keberadaannya menurut
undang- undang ini.

(3) Dengan berlakunya undang- undang ini, penyelesaian


perkarapartai politik yang sedang dalam proses perad ilan
menyesuaikan dengan ketentuan undang- undang ini.

212 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
Pasal 30

Sebelum Mahkamah Konstitusi dibentuk, kewenangan


Mahkamah Konstitusi yang berkaitan dengan pembubaran partai
politik dilaksanakan oleh Mahkamah Agung

BAB XV

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 31

Pada saat mulai berlakunya undang- undang ini, Undang -


undang Nomor 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik (Lembaran
Negara Tahun 1999 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3809) dinyatakan tidak berlaku lagi.

Pasal 32

Undang- undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan


pengundangan undang- undang ini dengan menempatkannya
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

213 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
Disahkan di Jakarta

pada tanggal 27 Desember 2002

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

MEGAWATI SOEKARNOPUTRI

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 27 Desember 2002

SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

BAMBANG KESOWO

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2002

NOMOR 138

214 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
Lampiran 13

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 2 TAHUN 2008

TENTANG

PARTAI POLITIK

Menimbang : a. Bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul


serta mengeluarkan pikiran dan pendapat
merupakan hak asasi manusia yang diakui
dan dijamin oleh Undang-undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. Bahwa untuk memperkukuh kemerdekaan


yang berserikat, berkumpul dan
mengeluarkan pendapat merupakan bagian
dari upaya untuk mewujutkan bangsa yang
kuat dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat,
adil dan makmur, serta demokratis dan
berdasarkan hukum;

c. Bahwa kaidah demokrasi yang menjunjung


tinggi kedaulatan rakyat, aspirasi,
keterbukaan, keadilan, tanggung jawab, dan
perlakuan yang tidak diskriminatif dalam
Negara Republik Indonesia perlu diberi
landasan hukum;

d. Bahwa partai politik merupakan sarana


partisipasi politik masyarakat dalam
mengembangkan kehidupan demokrasi untuk
menjunjung tinggi kebebasan yang
bertanggung jawab;

215 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
e. Bahwa Undang-undang Nomor 31 Tahun
2002 tentang Partai Politik perlu diperbaharui
sesuai dengan tuntutan dan dinamika
perkembangan masyarakat;

f. Bahwa berdasarkan pertimbangan


sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf
b, huruf c, huruf d, dan huruf e perlu
membentuk undang-undang tentang Partai
Politik.

Mengingat : Pasal 5 ayat (1), Pasal 6A ayat (2), Pasal 20,


Pasal 22E ayat (3), Pasal 24C ayat (1), Pasal
28, Pasal 28C ayat (2), dan Pasal 28J
Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

dan

BAB I

KETENTUAN UMUM

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

1. Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan


dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara
sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita -cita untuk
memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota,
masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.

216 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
2. Anggaran Dasar Partai Politik, selanjutnya dising kat AD,
adalah peraturan dasar Partai Politik.

3. Anggaran Rumah Tangga Partai Politik, selanjutnya disingkat


ART, adalah peraturan yang dibentuk sebagai penjabaran
AD.

4. Pendidikan Politik adalah proses pembelajaran dan


pemahaman tentang hak, kewajiban, dan tanggung jawab
setiap warga negara dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.

5. Keuangan Partai Politik adalah semua hak dan kewajiban


Partai Politik yang dapat dinilai dengan uang, berupa uang,
atau barang serta segala bentuk kekayaan yang dimiliki dan
menjadi tanggung jawab Partai Politik.

6. Menteri adalah Menteri yang membidangi urusan hukum


dan hak asasi manusia.

7. Departemen adalah Departemen yang membidangi urusan


hukum dan hak asasi manusia.

BAB II

PEMBENTUKAN PARTAI POLITIK

Pasal 2

(1) Partai Politik didirikan dan dibentuk oleh paling sedikit 50


(lima puluh) orang warga negara Indonesia yang telah
berusia 21 (dua puluh satu) tahun dengan akta notaris.
(2) Pendirian dan pembentukan Partai Politik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) menyertaka n 30% (tiga puluh
perseratus) keterwakilan perempuan.

217 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
(3) Akta notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
memuat AD dan ART serta kepengurusan Partai Politik
tingkat pusat.

(4) AD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memuat paling


sedikit:

a. Asas dan ciri Partai Politik;

b. Visi dan misi Partai Politik;

c. Nama, lambang, dan tanda gambar Partai Politik;

d. Tujuan dan fungsi Partai Politik;

e. Organisasi, tempat kedudukan, dan pengambilan


keputusan;

f. Kepengurusan Partai Politik;

g. Peraturan dan keputusan Partai Politik;

h. Pendidikan politik; dan

i. Keuangan Partai Politik.

(5) Kepengurusan Partai Politik tingkat pusat sebagaimana


dimaksud pada ayat (3) disusun dengan menyertakan paling
rendah 30% (tiga puluh perseratus) keterwakilan
perempuan.

Pasal 3

(1) Partai Politik harus didaftarkan ke Departemen untuk


menjadi badan hukum.

(2) Untuk menjadi badan hukum sebagaimana dimaksud pada


ayat (1), Partai Politik harus mempunyai:

218 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
a. Akta notaris pendirian Partai Politik;

b. Nama, lambang, atau tanda gambar yang tidak


mempunyai persamaan pada pokoknya atau
keseluruhannya dengan nama, lambang, atau tanda
gambar yang telah dipakai secara sah oleh Partai
Politik lain sesuai dengan peraturan perundang -
undangan;

c. Kantor tetap;

d. Kepengurusan paling sedikit 60% (enam puluh


perseratus) dari jumlah provinsi, 50% (lima puluh
perseratus) dari jumlah kabupaten/kota pada setiap
provinsi yang bersangkutan, dan 25% (dua puluh lima
perseratus) dari jumlah kecamatan pada setiap
kabupaten/kota pada daerah yang bersangkutan; dan

e. Memiliki rekening atas nama Partai Politik.

Pasal 4

(1) Departemen menerima pendaftaran dan melakukan


penelitian dan/atau verifikasi kelengkapan dan kebenaran
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3 ayat (2).

(2) Penelitian dan/atau verifikasi sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) dilakukan paling lama 45 (empat puluh lima) hari
sejak diterimanya dokumen persyaratan secara lengkap.

(3) Pengesahan Partai Politik menjadi badan hukum dilakukan


dengan Keputusan Menteri paling lama 15 (lima belas) hari
sejak berakhirnya proses penelitian dan/atau verifikasi.

(4) Keputusan Menteri mengenai pengesahan Partai Politik


sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diumumkan dalam
Berita Negara Republik Indonesia.

219 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
BAB III

PERUBAHAN ANGGARAN DASAR

DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA PARTAI POLITIK

Pasal 5

(1) Perubahan AD dan ART harus didaftarkan ke Departemen


paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak terjadinya
perubahan tersebut.
(2) Pendaftaran perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
menyertakan akta notaris mengenai perubahan AD dan
ART.

Pasal 6

Perubahan yang tidak menyangkut hal pokok sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) diberitahukan kepada Menteri
tanpa menyertakan akta notaris.

Pasal 7

(1) Menteri mengesahkan perubahan sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 5 paling lama 14 (empat belas) hari terhitung
sejak diterimanya dokumen persyaratan secara lengkap.
(2) Pengesahan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
(3) Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Pasal 8
Dalam hal terjadi perselisihan Partai Politik, pengesahan
perubahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) tidak
dapat dilakukan oleh Menteri.

BAB IV

220 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
ASAS DAN CIRI
Pasal 9

(1) Asas Partai Politik tidak boleh bertentangan dengan


Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
(2) Partai Politik dapat mencantumkan ciri tertentu yang
mencerminkan kehendak dan cita-cita Partai Politik yang
tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang -Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
(3) Asas dan ciri Partai Politik sebagaimana d imaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) merupakan penjabaran dari
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.

BAB V
TUJUAN DAN FUNGSI
Pasal 10

(1) Tujuan umum Partai Politik adalah:


a. Mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang -
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Menjaga dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia;
c. Mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan
Pancasila dengan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat
dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan
d. Mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat
Indonesia.
(2) Tujuan khusus Partai Politik adalah:
a. Meningkatkan partisipasi politik anggota dan
masyarakat dalam rangka penyelenggaraan ke giatan
politik dan pemerintahan;

221 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
b. Memperjuangkan cita-cita Partai Politik dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;
dan
c. Membangun etika dan budaya politik dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
(3) Tujuan Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) diwujudkan secara konstitusional.

Pasal 11

(1) Partai Politik berfungsi sebagai sarana:


a. Pendidikan politik bagi anggota dan masyarakat luas
agar menjadi warga negara Indonesia yang sadar akan
hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara;
b. Penciptaan iklim yang kondusif bagi persatuan dan
kesatuan bangsa Indonesia untuk kesejahteraan
masyarakat;
c. Penyerap, penghimpun, dan penyalur aspirasi polit ik
masyarakat dalam merumuskan dan menetapkan
kebijakan negara;
d. artisipasi politik warga negara Indonesia; dan
e. rekrutmen politik dalam proses pengisian jabatan
politik melalui mekanisme demokrasi dengan
memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender.
(2) Fungsi Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diwujudkan secara konstitusional.

BAB VI
HAK DAN KEWAJIBAN
Pasal 12

Partai Politik berhak:


a. Memperoleh perlakuan yang sama, sederajat, dan adil dari
negara;

222 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
b. Mengatur dan mengurus rumah tangga organisasi secara
mandiri;
c. Memperoleh hak cipta atas nama, lambang, dan tanda
gambar Partai Politik sesuai dengan peraturan perundang -
undangan;
d. Ikut serta dalam pemilihan umum untuk memilih anggota
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, serta kepala daerah
dan wakil kepala daerah sesuai dengan peraturan perundang -
undangan;
e. Membentuk fraksi di tingkat Majelis Permusyawaratan
Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah provinsi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
kabupaten/kota sesuai dengan peraturan perundang -
undangan;
f. Mengajukan calon untuk mengisi keanggotaan Dewan
Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
g. Mengusulkan pergantian antarwaktu anggotanya di Dewan
Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
h. Mengusulkan pemberhentian anggotanya di Dewan
Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
i. Mengusulkan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden,
calon gubernur dan wakil gubernur, calon bupati dan wakil
bupati, serta calon walikota dan wakil walikota sesuai
dengan peraturan perundang-undangan;
j. Membentuk dan memiliki organisasi sayap Partai Politik;
dan

k. Memperoleh bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan


dan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

223 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
Pasal 13

Partai Politik berkewajiban:


a. Mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang -Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan
peraturan perundang-undangan;
b. Memelihara dan mempertahankan keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia;
c. Berpartisipasi dalam pembangunan nasional;
d. Menjunjung tinggi supremasi hukum, demokrasi, dan hak
asasi manusia;
e. Melakukan pendidikan politik dan menyalurkan aspirasi
politik anggotanya;
f. Menyukseskan penyelenggaraan pemilihan umum;
g. Melakukan pendaftaran dan memelihara ketertiban data
anggota;
h. Membuat pembukuan, memelihara daftar penyumbang dan
jumlah sumbangan yang diterima, serta terbuka kepada
masyarakat;
i. Menyampaikan laporan pertanggungjawaban penerimaan
dan pengeluaran keuangan yang bersumber dari dana
bantuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah secara berkala 1
(satu) tahun sekali kepada Pemerintah setelah diperiksa
oleh Badan Pemeriksa Keuangan;
j. Memiliki rekening khusus dana kampanye pemilihan umum;
dan
k. Menyosialisasikan program Partai Politik kepada
masyarakat.

224 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
BAB VII
KEANGGOTAAN DAN KEDAULATAN ANGGOTA
Pasal 14

(1) Warga negara Indonesia dapat menjadi anggota Partai


Politik apabila telah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau
sudah/pernah kawin.
(2) Keanggotaan Partai Politik bersifat sukarela, terbuka, dan
tidak diskriminatif bagi warga negara Indonesia yang
menyetujui AD dan ART.

Pasal 15

(1) Kedaulatan Partai Politik berada di tangan anggota yang


dilaksanakan menurut AD dan ART.
(2) Anggota Partai Politik mempunyai hak dalam menentukan
kebijakan serta hak memilih dan dipilih.
(3) Anggota Partai Politik wajib mematuhi dan melaksanakan
AD dan ART serta berpartisipasi dalam kegiatan Partai
Politik.

Pasal 16

(1) Anggota Partai Politik diberhe ntikan keanggotannya dari


Partai Politik apabila:
a. meninggal dunia;
b. mengundurkan diri secara tertulis;
c. menjadi anggota Partai Politik lain; atau
d. melanggar AD dan ART.
(2) Tata cara pemberhentian keanggotaan Partai Politik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam peraturan
Partai Politik.
(3) Dalam hal anggota Partai Politik yang diberhentikan adalah
anggota lembaga perwakilan rakyat, pemberhentian dari
keanggotaan Partai Politik diikuti dengan pemberhentian

225 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
dari keanggotaan di lembaga perwakilan rakyat sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.

BAB VIII
ORGANISASI DAN TEMPAT KEDUDUKAN
Pasal 17

(1) Organisasi Partai Politik terdiri atas:


a. organisasi tingkat pusat;
b. organisasi tingkat provinsi; dan
c. organisasi tingkat kabupaten/kota.
(2) Organisasi Partai Politik dapat dibentuk sampai tingkat
kelurahan/desa atau sebutan lain.
(3) Organisasi Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) mempunyai hubungan kerja yang bersifat hierarkis.

Pasal 18

(1) Organisasi Partai Politik tingkat pusat berkedudukan di ibu


kota negara.
(2) Organisasi Partai Politik tingkat provinsi berkedudukan di
ibu kota provinsi.
(3) Organisasi Partai Politik tingkat kabupaten/kota
berkedudukan di ibu kota kabupaten/kota.

BAB IX
KEPENGURUSAN
Pasal 19

(1) Kepengurusan Partai Politik tingkat pusat berkedudukan di


ibu kota negara.
(2) Kepengurusan Partai Politik tingkat provinsi berkedudukan
di ibu kota provinsi.
(3) Kepengurusan Partai Politik tingkat kabupaten/kota
berkedudukan di ibu kota kabupaten/kota.

226 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
(4) Dalam hal kepengurusan Partai Politik dibentuk sampai
tingkat kelurahan/desa atau sebutan lain, kedudukan
kepengurusannya disesuaikan dengan wilayah yang
bersangkutan.

Pasal 20

Kepengurusan Partai Politik tingkat provinsi dan kabupaten/kota


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) dan ayat (3)
disusun dengan memperhatikan keterwakilan perempuan paling
rendah 30% (tiga puluh perseratus) yang diatur dalam AD da n
ART Partai Politik masing-masing.

Pasal 21

Kepengurusan Partai Politik dapat membentuk badan/lembaga


yang bertugas untuk menjaga kehormatan dan martabat Partai
Politik beserta anggotanya.

Pasal 22

Kepengurusan Partai Politik di setiap tingkatan dipil ih secara


demokratis melalui musyawarah sesuai dengan AD dan ART.

Pasal 23

(1) Pergantian kepengurusan Partai Politik di setiap tingkatan


dilakukan sesuai dengan AD dan ART.
(2) Susunan kepengurusan hasil pergantian kepengurusan Partai
Politik tingkat pusat didaftarkan ke Departemen paling
lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak terjadinya
pergantian kepengurusan.
(3) Susunan kepengurusan baru Partai Politik sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan
Menteri paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak
diterimanya persyaratan.

227 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
Pasal 24

Dalam hal terjadi perselisihan kepengurusan Partai Politik hasil


forum tertinggi pengambilan keputusan Partai Politik,
pengesahan perubahan kepengurusan belum dapat dilakukan
oleh Menteri sampai perselisihan terselesaikan.

Pasal 25

Perselisihan kepengurusan Partai Politik sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 24 terjadi apabila pergantian kepengurusan Partai
Politik yang bersangkutan ditolak oleh paling rendah 2/3 (dua
pertiga) dari jumlah peserta forum tertinggi pengambilan
keputusan Partai Politik.

Pasal 26

(1) Anggota Partai Politik yang berhenti atau yang


diberhentikan dari kepengurusan dan/atau keanggotaan
Partai Politiknya tidak dapat membentuk kepengurusan
dan/atau Partai Politik yang sama.
(2) Dalam hal dibentuk kepengurusan dan/atau Partai Politik
yang sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
keberadaannya tidak diakui oleh Undang -Undang ini.

BAB X
PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Pasal 27

Pengambilan keputusan Partai Politik di setiap tingkatan


dilakukan secara demokratis.

228 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
Pasal 28

Pengambilan keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27


sesuai dengan AD dan ART Partai Politik.

BAB XI
REKRUTMEN POLITIK
Pasal 29

(1) Partai Politik melakukan rekrutmen terhadap warga negara


Indonesia untuk menjadi:
a. Anggota Partai Politik;
b. Bakal calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
c. Bakal calon Presiden dan Wakil Presiden; dan
d. Bakal calon kepala daerah dan wakil kepala daerah.
(2) Rekrutmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
secara demokratis dan terbuka sesuai dengan AD dan ART
serta peraturan perundang-undangan.
(3) Penetapan atas rekrutmen sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) dilakukan dengan keputusan pengurus
Partai Politik sesuai dengan AD dan ART.

BAB XII
PERATURAN DAN KEPUTUSAN PARTAI POLITIK
Pasal 30

Partai Politik berwenang membentuk dan menetapk an peraturan


dan/atau keputusan Partai Politik berdasarkan AD dan ART serta
tidak bertentangan dengan peraturan perundang -undangan.

229 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
BAB XIII
PENDIDIKAN POLITIK
Pasal 31

(1) Partai Politik melakukan pendidikan politik bagi


masyarakat sesuai dengan ruang lingkup tanggung
jawabnya dengan memperhatikan keadilan dan kesetaraan
gender dengan tujuan antara lain:
a. Meningkatkan kesadaran hak dan kewajiban masyarakat
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara;
b. Meningkatkan partisipasi politik dan inisiatif
masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara; dan
c. Meningkatkan kemandirian, kedewasaan, dan
membangun karakter bangsa dalam rangka memelihara
persatuan dan kesatuan bangsa.
(2) Pendidikan politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan untuk membangun etika dan budaya politik
sesuai dengan Pancasila.

BAB XIV
PENYELESAIAN PERSELISIHAN PARTAI POLITIK
Pasal 32

(1) Perselisihan Partai Politik diselesaikan dengan cara


musyawarah mufakat.
(2) Dalam hal musyawarah mufakat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tidak tercapai, penyelesaian perselisihan
Partai Politik ditempuh melalui pengadilan atau di luar
pengadilan.
(3) Penyelesaian perselisihan di luar pengadilan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan melalui
rekonsiliasi, mediasi, atau arbitrase Partai Politik yang
mekanismenya diatur dalam AD dan ART.

230 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
Pasal 33

(1) Perkara Partai Politik berkenaan dengan ketentuan


UndangUndang ini diajukan melalui pengadilan negeri.
(2) Putusan pengadilan negeri adalah putusan tingkat pertama
dan terakhir, dan hanya dapat diajukan kasasi kepada
Mahkamah Agung.
(3) Perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselesaikan
oleh pengadilan negeri paling lama 60 (enam puluh) hari
sejak gugatan perkara terdaftar di kepaniteraan pengadilan
negeri dan oleh Mahkamah Agung paling lama 30 (tiga
puluh) hari sejak memori kasasi terdaftar di kepan iteraan
Mahkamah Agung.
BAB XV
KEUANGAN
Pasal 34

(1) Keuangan Partai Politik bersumber dari:


a. Iuran anggota;
b. Sumbangan yang sah menurut hukum; dan
c. Bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah.
(2) Sumbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
dapat berupa uang, barang, dan/atau jasa.
(3) Bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c di berikan
secara proporsional kepada Partai Politik yang mendapatkan
kursi di Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah kabupaten/kota yang penghitungannya berdasarkan
jumlah perolehan suara.

231 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
(4) Bantuan keuangan kepada Partai Politik sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 35

(1) Sumbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1)


huruf b yang diterima Partai Politik berasal dari:
a. Perseorangan anggota Partai Politik yang
pelaksanaannya diatur dalam AD dan ART;
b. Perseorangan bukan anggota Partai Politik, paling
banyak senilai Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)
per orang dalam waktu 1 (satu) tahun anggaran; dan
c. Perusahaan dan/atau badan usaha, paling banyak senilai
Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) per
perusahaan dan/atau badan usaha dalam waktu 1 (satu)
tahun anggaran.
(2) Sumbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
didasarkan pada prinsip kejujuran, sukarela, keadilan,
terbuka, tanggung jawab, serta kedaulatan dan kemandirian
Partai Politik.
Pasal 36

(1) Sumber keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34


merupakan pendapatan yang dapat digunakan untuk
pengeluaran dalam pelaksanaan program, mencakup
pendidikan politik, dan operasional sekretariat Partai
Politik.
(2) enerimaan dan pengeluaran keuangan Partai Politik dikelola
melalui rekening kas umum Partai Politik.
(3) Pengurus Partai Politik di setiap tingkatan melakukan
pencatatan atas semua penerimaan dan pengeluaran
keuangan Partai Politik.

232 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
Pasal 37

Pengurus Partai Politik di setiap tingkatan organisasi menyusun


laporan pertanggungjawaban penerimaan dan pengeluaran
keuangan setelah tahun anggaran berkenaan berakhir.

Pasal 38

Hasil pemeriksaan laporan pertanggungjawaban penerimaan dan


pengeluaran keuangan Partai Politik sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 37 terbuka untuk diketahui masyarakat.

Pasal 39

Pengelolaan keuangan Partai Politik diatur lebih lanjut dalam


AD dan ART.

BAB XVI
LARANGAN
Pasal 40

(1) Partai Politik dilarang menggunakan nama, lambang, atau


tanda gambar yang sama dengan:
a. Bendera atau lambang negara Republik Indonesia;
b. Lambang lembaga negara atau lambang Pemerintah;
c. Nama, bendera, lambang negara lain atau
lembaga/badan internasional;
d. Nama, bendera, simbol organisasi gerakan separatis
atau organisasi terlarang;
e. Nama atau gambar seseorang; atau
f. Yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau
keseluruhannya dengan nama, lambang, atau tanda
gambar Partai Politik lain.
(2) Partai Politik dilarang:

233 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
a. Melakukan kegiatan yang bertentangan dengan
UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 dan peraturan perundang-undangan; atau
b. Melakukan kegiatan yang membahayakan keutuhan dan
keselamatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(3) Partai Politik dilarang:
a. Menerima dari atau memberikan kepada pihak asing
sumbangan dalam bentuk apa pun yang bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan;
b. Menerima sumbangan berupa uang, barang, ataupun
jasa dari pihak mana pun tanpa mencantumkan
identitas yang jelas;
c. Menerima sumbangan dari perseorangan dan/atau
perusahaan/badan usaha melebihi batas yang
ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan;
d. Meminta atau menerima dana dari badan usaha milik
negara, badan usaha milik daerah, dan badan usaha
milik desa atau dengan sebutan lainnya;atau
e. Menggunakan fraksi di Majelis Permusyawaratan
Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah kabupaten/kota sebagai sumber pendanaan
Partai Politik.
(4) Partai Politik dilarang mendirikan badan usaha dan/atau
memiliki saham suatu badan usaha.
(5) Partai Politik dilarang menganut dan mengembangkan serta
menyebarkan ajaran atau paham
komunisme/MarxismeLeninisme.

BAB XVII
PEMBUBARAN DAN PENGGABUNGAN PARTAI POLITIK
Pasal 41

Partai Politik bubar apabila:


a. Membubarkan diri atas keputusan sendiri;

234 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
b. Menggabungkan diri dengan Partai Politik lain; atau
c. Dibubarkan oleh Mahkamah Konstitusi.

Pasal 42

Pembubaran Partai Politik atas keputusan sendiri sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 41 huruf a dilakukan berdasarkan AD dan
ART.
Pasal 43

(1) Penggabungan Partai Politik sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 41 huruf b dapat dilakukan dengan cara:
a. Menggabungkan diri membentuk Partai Politik baru
dengan nama, lambang, dan tanda gambar baru; atau
b. Menggabungkan diri dengan menggunakan nama,
lambang, dan tanda gambar salah satu Partai Politik.
(2) Partai Politik baru hasil penggabungan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a harus memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3.
(3) Partai Politik yang menerima penggabungan Partai Politik
lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak
diwajibkan untuk memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3.
Pasal 44

(1) Pembubaran Partai Politik sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 41 diberitahukan kepada Menteri.
(2) Menteri mencabut status badan hukum Partai Politik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 45

Pembubaran Partai Politik sebagaimana dimaksud dalam Pasal


41 diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia oleh
Departemen.

235 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
BAB XVIII

PENGAWASAN

Pasal 46

Pengawasan terhadap pelaksanaan Undang-Undang ini dilakukan


oleh lembaga negara yang berwenang secara fungsional sesuai
dengan undang-undang.

BAB XIX

SANKSI

Pasal 47

(1) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 9 ayat (1), dan Pasal 40 ayat
(1) dikenai sanksi administratif berupa penolakan
pendaftaran Partai Politik sebagai badan hukum oleh
Departemen.
(2) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 huruf h dikenai sanksi administratif berupa
teguran oleh Pemerintah.
(3) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 huruf i dikenai sanksi administratif berupa
penghentian bantuan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sampai
laporan diterima oleh Pemerintah dalam tahun anggaran
berkenaan.
(4) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 huruf j dikenai sanksi administratif berupa
teguran oleh Komisi Pemilihan Umum.
(5) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 40 ayat (3) huruf e dikenai sanksi administratif
yang ditetapkan oleh badan/lembaga yang bertugas untuk

236 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
menjaga kehormatan dan martabat Partai Politik beserta
anggotanya.

Pasal 48

(1) Partai politik yang telah memiliki badan hukum melanggar


ketentuan Pasal 40 ayat (1) dikenai sanksi administratif
berupa pembekuan kepengurusan oleh pengadilan negeri.
(2) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 40 ayat (2) dikenai sanksi administratif berupa
pembekuan sementara Partai Politik yang bersangkut an
sesuai dengan tingkatannya oleh pengadilan negeri paling
lama 1 (satu) tahun.
(3) Partai Politik yang telah dibekukan sementara sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan melakukan pelanggaran lagi
terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40
ayat (2) dibubarkan dengan putusan Mahkamah Konstitusi.
(4) Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (3) huruf a,
pengurus Partai Politik yang bersangkutan dipidana dengan
pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda 2 (dua)
kali lipat dari jumlah dana yang diterimanya.
(5) Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (3) huruf b,
huruf c, dan huruf d, pengurus Partai Politik yang
bersangkutan dipidana dengan pidana penja ra paling lama 1
(satu) tahun dan denda 2 (dua) kali lipat dari jumlah dana
yang diterimanya.
(6) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 40 ayat (4) dikenai sanksi administratif berupa
pembekuan sementara kepengurusan Partai Politik yang
bersangkutan sesuai dengan tingkatannya oleh pengadilan
negeri serta aset dan sahamnya disita untuk negara.

237 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
(7) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 40 ayat (5) dikenai sanksi pembubaran Partai
Politik oleh Mahkamah Konstitusi.

Pasal 49

(1) Setiap orang atau perusahaan dan/atau badan usaha yang


memberikan sumbangan kepada Partai Politik melebihi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1)
huruf b dan huruf c dipidana dengan pidana penjara paling
lama 6 (enam) bulan dan denda 2 (dua) kali lipat dari
jumlah dana yang disumbangkannya.
(2) Pengurus Partai Politik yang menerima sumbangan dari
perseorangan dan/atau perusahaan/badan usaha yang
melebihi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35
ayat (1) huruf b dan huruf c dipidana dengan pidana penjara
paling lama 1 (satu) tahun dan denda 2 (dua) kali lipat dari
jumlah dana yang diterima.
(3) Sumbangan yang diterima Partai Politik dari perseorangan
dan/atau perusahaan/badan usaha yang melebihi batas
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1)
huruf b dan huruf c disita untuk negara.

Pasal 50

Pengurus Partai Politik yang menggunakan Partai Politiknya


untuk melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
40 ayat (5) dituntut berdasarkan Undang-Undang Nomor 27
Tahun 1999 tentang Perubahan Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana yang berkaitan dengan Kejahatan terhadap Keamanan
Negara dalam Pasal 107 huruf c, huruf d, atau huruf e, dan
Partai Politiknya dapat dibubarkan.

238 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
BAB XX

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 51

(1) Partai Politik yang telah disahkan sebagai badan hukum


berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang
Partai Politik tetap diakui keberadaannya.
(2) Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (5) paling lama pada forum tertinggi
pengambilan keputusan Partai Politik pada kesempatan
pertama sesuai dengan AD dan ART setelah Undang-
Undang ini diundangkan.
(3) Partai Politik yang sudah mendaftarkan diri ke Departemen
sebelum Undang-Undang ini diundangkan, diproses sebagai
badan hukum menurut Undang-Undang ini.
(4) Penyelesaian perkara Partai Politik yang sedang dalam
proses pemeriksaan di pengadilan dan belum diputus
sebelum UndangUndang ini diundangkan, penyelesaiannya
diputus berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002
tentang Partai Politik.
(5) Perkara Partai Politik yang telah didaftarkan ke pengadilan
sebelum Undang-Undang ini diundangkan dan belum
diproses, perkara dimaksud diperiksa dan diputus
berdasarkan UndangUndang ini.

239 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
BAB XXI

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 52

Pada saat berlakunya Undang-Undang ini, Undang-Undang


Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 138, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4251), dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.

Pasal 53

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.


Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

240 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
Disahkan di Jakarta

pada tanggal 4 Januari 2008

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 4 Januari 2008

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,

ttd

ANDI MATTALATTA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2008

NOMOR 2

Salinan sesuai dengan aslinya

SEKRETARIAT NEGARA RI

Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan

Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat

Ttt

Wisnu Setiawan

241 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
PENJELASAN

ATAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 2 TAHUN 2008

TENTANG

PARTAI POLITIK

I. UMUM

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun


1945 menjamin kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan
mengeluarkan pendapat sebagai hak asasi manusia yang
harus dilaksanakan untuk mewujudkan kehidupan
kebangsaan yang kuat dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil,
demokratis, dan berdasarkan hukum.

Dinamika dan perkembangan masyarakat yang majemuk


menuntut peningkatan peran, fungsi, dan tanggung jawab
Partai Politik dalam kehidupan demokrasi secara
konstitusional sebagai sarana partisipasi politik masyarakat
dalam upaya mewujudkan cita-cita nasional bangsa
Indonesia, menjaga dan memelihara keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia, mengembangkan kehidupan
demokrasi berdasarkan Pancasila sebagaimana termaktub
dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 dengan menjunjung tinggi
kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia, dan mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh
rakyat Indonesia.

242 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang P artai
Politik belum optimal mengakomodasi dinamika dan
perkembangan masyarakat yang menuntut peran Partai
Politik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara serta
tuntutan mewujudkan Partai Politik sebagai organisasi yang
bersifat nasional dan modern sehingga Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik perlu
diperbarui.

Undang-Undang ini mengakomodasi beberapa paradigma


baru seiring dengan menguatnya konsolidasi demokrasi di
Indonesia, melalui sejumlah pembaruan yang mengarah
pada penguatan sistem dan kelembagaan Partai.

Politik, yang menyangkut demokratisasi internal Partai


Politik, transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan
keuangan Partai Politik, peningkatan kesetaraan gender dan
kepemimpinan Partai Politik dalam sistem nasional
berbangsa dan bernegara.

Dalam Undang-Undang ini diamanatkan perlunya


pendidikan politik dengan memperhatikan keadilan dan
kesetaraan gender yang ditujukan untuk meningkatkan
kesadaran akan hak dan kewajiban, meningkatkan
partisipasi politik dan inisiatif warga ne gara, serta
meningkatkan kemandirian dan kedewasaan dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara.

Untuk itu, pendidikan politik terus ditingkatkan agar


terbangun karakter bangsa yang merupakan watak atau
kepribadian bangsa Indonesia yang terbentuk atas dasar
kesepahaman bersama terhadap nilai-nilai kebangsaan yang
lahir dan tumbuh dalam kehidupan bangsa, antara lain
kesadaran kebangsaan, cinta tanah air, kebersamaan,
keluhuran budi pekerti, dan keikhlasan untuk berkorban
bagi kepentingan bangsa.

243 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
Dalam Undang-Undang ini dinyatakan secara tegas
larangan untuk menganut, mengembangkan, dan
menyebarkan ajaran komunisme/Marxisme -Leninisme
sebagaimana diamanatkan oleh Ketetapan MPRS Nomor
XXV/MPRS/Tahun 1966. Ketetapan MPRS ini diberlakukan
dengan memegang teguh prinsip berkeadilan dan
menghormati hukum, demokrasi, dan hak asasi manusia.

Seluruh pokok pikiran di atas dituangkan dalam Undang -


Undang ini dengan sistematika sebagai berikut: (1)
Ketentuan Umum; (2) Pembentukan Partai Politik; (3)
Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga;
(4) Asas dan Ciri; (5) Tujuan dan Fungsi; (6) Hak dan
Kewajiban; (7) Keanggotaan dan Kedaulatan Anggota; (8)
Organisasi dan Tempat Kedudukan; (9) Kepengurusan;
(10) Pengambilan Keputusan; (11) Rekrutmen Politik; (12)
Peraturan dan Keputusan Partai Politik; (13) Pendidikan
Politik; (14) Penyelesaian Perselisihan Partai Politik; (15)
Keuangan; (16) Larangan; (17) Pembubaran dan
Penggabungan Partai Politik; (18) Pengawasan; (19) Sanksi;
(20) Ketentuan Peralihan; dan (21) Ketentuan Penutup.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas.

Pasal 2

Cukup jelas.

Pasal 3

Ayat (1)

Cukup jelas.

244 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
Ayat (2)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Yang dimaksud dengan ”mempunyai


persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya
dengan nama, lambang, dan tanda gambar
Partai Politik lain” adalah memiliki kemiripan
yang menonjol dan menimbulkan kesan adanya
persamaan, baik mengenai bentuk, cara
penempatan, cara penulisan maupun kombinasi
antara unsur-unsur yang terdapat dalam nama,
lambang, dan tanda gambar Partai Politik lain.

Huruf c

Kantor tetap ialah kantor yang layak, milik


sendiri, sewa, pinjam pakai, serta mempunyai
alamat tetap.

Huruf d

Kota/kabupaten administratif di wilayah


Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta kedudukannya
setara dengan kota/kabupaten di provinsi lain.

Huruf e

Cukup jelas.

Pasal 4

Ayat (1)

245 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
Penelitian dan/atau verifikasi Partai Politik dilakukan
secara administratif dan periodik oleh Departemen
bekerja sama dengan instansi terkait.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 5

Cukup jelas.

Pasal 6

Cukup jelas.

Pasal 7

Cukup jelas.

Pasal 8

Cukup jelas.

Pasal 9

Cukup jelas.

Pasal 10

Cukup jelas.

246 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
Pasal 11

Cukup jelas.

Pasal 12

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

Huruf f

Cukup jelas.

Huruf g

Cukup jelas.

Huruf h

Cukup jelas.

Huruf i

247 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
Cukup jelas.

Huruf j

Organisasi sayap Partai Politik merupakan organisasi


yang dibentuk oleh dan/atau menyatakan diri sebagai
sayap Partai Politik sesuai dengan AD dan ART
masing-masing Partai Politik.

Huruf k

Yang memperoleh bantuan keuangan adalah Partai


Politik yang mendapatkan kursi di Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi,
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota

Pasal 13

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

Huruf f

248 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
Cukup jelas.

Huruf g

Cukup jelas.

Huruf h

Cukup jelas.

Huruf i

Laporan penggunaan dana bantuan dari Anggaran


Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah yang telah diperiksa
oleh Badan Pemeriksa Keuangan disampaikan oleh
Partai Politik kepada Departemen Dalam Negeri.

Huruf j

Rekening khusus dana kampanye pemilihan umum


hanya diberlakukan bagi Partai Politik peserta
pemilihan umum.

Huruf k

Cukup jelas.

Pasal 14

Cukup jelas.

Pasal 15

Cukup jelas.

Pasal 16

Cukup jelas.

249 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
Pasal 17

Cukup jelas.

Pasal 18

Cukup jelas.

Pasal 19

Cukup jelas.

Pasal 20

Cukup jelas.

Pasal 21

Cukup jelas.

Pasal 22

Cukup jelas.

Pasal 23

Cukup jelas.

Pasal 24

Yang dimaksud dengan “forum tertinggi pengambilan


keputusan Partai Politik” adalah musyawarah nasional,
kongres, muktamar, atau sebutan lainnya yang sejenis.

Pasal 25

Cukup jelas.

Pasal 26

250 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
Cukup jelas.

Pasal 27

Cukup jelas.

Pasal 28

Cukup jelas.

Pasal 29

Cukup jelas.

Pasal 30

Cukup jelas.

Pasal 31

Cukup jelas.

Pasal 32

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “perselisihan Partai Politik”


meliputi antara lain: (1) perselisihan yang berkenaan
dengan kepengurusan; (2) pelanggaran terhadap hak
anggota Partai Politik; (3) pemecatan tanpa alasan
yang jelas; (4) penyalahgunaan kewenangan; (5)
pertanggung jawaban keuangan; dan/atau (6) keberatan
terhadap keputusan Partai Politik.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

251 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
Cukup jelas.

Pasal 33

Cukup jelas.

Pasal 34

Cukup jelas.

Pasal 35

Cukup jelas.

Pasal 36

Cukup jelas.

Pasal 37

Cukup jelas.

Pasal 38

Cukup jelas.

Pasal 39

Cukup jelas.

Pasal 40

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

252 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
Ayat (3)

Huruf a

Yang dimaksud dengan “pihak asing” dalam


ketentuan ini adalah warga negara asing,
pemerintahan asing, atau organisasi
kemasyarakatan asing.

Huruf b

Yang dimaksud dengan “identitas yang jelas”


dalam ketentuan ini adalah nama dan alamat
lengkap perseorangan atau perusahaan dan/atau
badan usaha.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Larangan dalam ketentuan ini tidak termasuk


sumbangan dari anggota fraksi.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Pasal 41

253 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
Cukup jelas.

Pasal 42

Cukup jelas.

Pasal 43

Ayat (1)

Penggabungan Partai Politik dalam ketentuan ini


bukan merupakan gabungan Partai Politik
sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Perolehan kursi di Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan


Perwakilan Rakyat Daerah provinsi, Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota hasil
pemilihan umum tahun 2004 tidak hilang bagi Partai
Politik yang bergabung.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 44

Cukup jelas.

Pasal 45

Cukup jelas.

254 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
Pasal 46

Yang dimaksud dengan “sesuai dengan undang -undang”


dalam ketentuan ini adalah sesuai dengan undang -undang
organik yang memberikan kewenangan kepada lembaga
negara untuk melakukan pengawasan.

Pasal 47

Cukup jelas.

Pasal 48

Cukup jelas.

Pasal 49

Cukup jelas.

Pasal 50

Cukup jelas.

Pasal 51

Cukup jelas.

Pasal 52

Cukup jelas.

Pasal 53

Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 4801

255 | Partai politik dalam Perkembangan


Sistem Ketatanegaraan Indonesia
256 | Partai politik dalam Perkembangan
Sistem Ketatanegaraan Indonesia

Anda mungkin juga menyukai