Anda di halaman 1dari 3

Hipertiroid

A. Etiologi
Penyebab Hipertiroidisme adalah adanya Imuoglobulin perangsang tiroid
(Penyakit Grave), sekunder akibat kelebihan sekresi hipotalamus atau hipofisis
anterior, hipersekresi tumor tiroid. Penyebab tersering hipertiroidisme adalah penyakit
Grave, suatu penyakit autoimun, yakni tubuh secara serampangan membentuk thyroid-
stymulating immunoglobulin (TSI), suatu antibodi yang sasarannya adalah reseptor
TSH di sel tiroid (Sherwood, 2002).
Sherwood, L. 2002. Human Physiology: From Cells to Systems. Penerbit buku kedokteran:
EGC
B. Faktir Resiko
1. Genetik
Variasi genetik mempunyai kontribusi pada semua variasi di fungsi tiroid pada masing
masing individu dengan kemungkinan 30 persen sampai 65 persen. Terdapat tiga
deiodenases yang mempunyai perbedaan peranan fisiologis. Gen deiodenasi berperan
dalam homeostatis, pertumbuhan dan perkembangan dan kontrol metabolis dengan
mengaktifkan T3 intraseluler dan ekspresi gen pada target sel yang spesifik. Deiodinase 1
(D1) berperan dalam siklus produksi hormon T3 aktif dari T4 dan menginaktifkan T3
menjadi bentuk rT3. Polimorfisme D1 berhubungan dengan kadar fT3, fT4 dan rT3. Tipe
2 berfungsi untuk mengaktifkan pro-hormon tiroksin (T4) ke bentuk aktif T3. Tipe 3
berfungsi untuk menghentikan aktivitas hormon tiroid dengan mengkatalisasi
penginaktifan T4 dan T3 (Wibowo et al, 2015).
Polimorfisme gen iodotironin deiodinase berperan dalam menentukan variasi kadar faali
hormon tiroid, yaitu mengatur sintesis T4 menjadi T3 (aktivasi) dan rT3 (inaktivasi),
sehingga kadar hormon tiroid selalu dalam keadaan yang seimbang. Saat ini dipercayai
bahwa setiap individu mempunyai sistem pengaturan yang spesifik terhadap fungsi
hormon tiroid terhadap dirinya, dan faktor genetik dipercayai berperan dalam
mekanisme ini. Terdapat polimorfisme pada gen iodotiroin deiodenase. Variasi genetik
pada iodotironin deiodenase meningkatkan rasio fT3 /fT4 pada subjek hipotiroid.
(Wibowo et al, 2015)
PROFIL GENETIK IODOTIRONIN DEIODENASE DAN STATUS TIROID PADA WANITA USIA
SUBUR PENDERITA HIPOTIROID DAN HIPOTIROID SUBKLINIK. Vol 6 no.2. th 2015. R. Agus
Wibowo*1 , Sri Nuryani Wahyuningrum1 , Taufiq Hidayat1 1 Balai Litbang GAKI
Magelang. Indonesian journal of micronutrient.
2. Wanita dalam Masa kehamilan
iodin dari sumber makanan penting dalam proses sintesis pembentukan hormon tiroid.
Dalam beberapa dekade terakhir disebutkan bahwa kelompok risiko tertinggi kurangnya
asupan iodin adalah wanita hamil dan menyusui, serta anak usia kurang dari 2 tahun
yang tidak terimplementasi oleh strategi iodisasi garam universal.
Gangguan fungsi tiroid selama periode reproduksi lebih banyak terjadi pada wanita,
sehingga tidak mengejutkan jika banyak gangguan tiroid ditemukan pada wanita hamil1 .
Pada kehamilan, penyakit tiroid memiliki karakteristik tersendiri dan penanganannya
lebih kompleks pada kondisi tertentu. Kehamilan dapat mempengaruhi perjalanan
gangguan tiroid dan sebaliknya penyakit tiroid dapat pula mempengaruhi kehamilan.2
Seorang klinisi hendaknya memahami perubahan-perubahan fi siologis masa kehamilan
dan patofi siologi penyakit tiroid, dapat mengobati secara aman sekaligus menghindari
pengobatan yang tidak perlu selama kehamilan.
Hipotiroid, baik bermakna maupun subklinis (kadar TSH melebihi batas atas dengan
kadar fT4 yang normal), memiliki efek selama kehamilan dan juga pada perkembangan
janin. Perbedaan sedikit saja pada konsentrasi hormon tiroid selama kehamilan dapat
menyebabkan perubahan signifi kan kecerdasan anak.7 Kadar hormon tiroid yang
rendah selama kehamilan dapat menyebabkan keterlambatan fungsi kognitif verbal dan
nonverbal pada masa awal kanak-kanak, defek psikomotorik, dan bahkan retardasi
mental (Dimitry, 2013).
Dapus: Penyakit Tiroid pada Kehamilan. Dimitry Garry Rumah Sakit Umum Daerah
Menggala, Lampung, Indonesia. Artikel. vol. 40 no. 7, th. 2013 hal. 500-503.
http://kalbemed.com/Portals/6/09_206Penyakit%20Tiroid%20pada%20Kehamilan.pdf
3. Pajanan Pestisida
Beberapa teori menerangkan, pajanan pestisida, baik dari golongan organoklorin
maupun organosfosfat, dapat menekan sintesis hormon tiroid. Pestisida dapat
mengganggu proses sintesis hormon tiroid melalui beberapa mekanisme, yaitu pertama,
mengganggu reseptor TSH (TSH-r) di kelenjar tiroid, sehingga TSH yang akan memacu
sintesis hormon tiroid tidak dapat masuk ke dalam kelenjar, dan berdampak pada
terhambatnya sintesis hormon tiroid; kedua, pestisida menghambat kerja enzim
deyodinase tipe 1 (D1), yang berfungsi mengkatalis perubahan T4 menjadi T3 (bentuk
aktif hormon dalam tubuh); ketiga, karena kemiripan struktur kimia dari pestisida
dengan hormon tiroid, hal ini menyebabkan terjadinya persaingan dalam pengikatan
oleh reseptor hormon tiroid (TH-r) di sel target24; dan keempat, pestisida diduga
memacu kerja dari enzim D3, yang berfungsi merubah T4 menjadi rT3 (bentuk inaktif
hormon tiroid), sehingga tubuh merasakan kekurangan bentuk aktif hormon tiroid (T3)
(Suhartono, et al 2012).

Suhartono, RRJ. Sri Djokomoeljanto, Suharyo Hadisaputro, Hertanto Wahyu Subagio, Apoina Kartini,
Suratman. 2012. Pajanan Pestisida Sebagai Faktor Risiko Hipotiroidisme pada Wanita Usia Subur di
Daerah Pertanian. Artikel. Media Medika Indonesiana. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
dan Ikatan Dokter Indonesia Wilayah Jawa Tengah. Volume 46, Nomor 2, Tahun 2012.

4. RadioterapiTumor Ganas Kepala- Leher

Radioterapi merupakan salah satu pilihan modalitas pada penatalaksanaan tumor ganas kepala
dan leher selain pembedahan dan kemoterapi. Radioterapi pada tumor ganas kepala dan leher
dapat mempengaruhi kelenjar tiroid dan merangsang kelainan. Diantara efek samping akibat
radioterapi pada kelenjar tiroid tersebut, hipotiroid merupakan kelainan yang paling sering
ditemukan. Hipotiroid akibat radioterapi ini bersifat irreversibel dan mempengaruhi kualitas hidup
pasien. Radioterapi pada pasien tumor ganas kepala dan leher dapat menimbulkan efek
samping berupa hipotiroid yang dibuktikan dengan peningkatan nilai TSH dan penurunan nilai
T4 pada pemeriksaan fungsi tiroid.
Fungsi Tiroid Pasca Radioterapi Tumor Ganas Kepala- Leher. Ade Chandra, Sukri Rahman. Vol
5. No. 3. 2016 Jurnal Kesehatan Andalas. 2016; 5(3). Hal. 745-751. http://jurnal.fk.unand.ac.id.
5. Pekerja yang Terpajan Pb

hipotiroidisme lebih banyak terjadi pada subyek yang memiliki kadar Pb darah tidak normal (58,3%)
dibanding dengan subyek yang memiliki kadar Pb darah normal (5,0%). Hal ini dapat diinterpretasi
bahwa semakin tinggi kadar Pb darah, maka akan semakin besar kemungkinan seseorang mengalami
hipotiroidisme. Logam berat Pb dapat berperan sebagai “blocking agent”, prinsip kerjanya adalah
Pbdapat menghambat pemanfaatan yodium oleh kelenjar tiroid. Sehingga meskipun
konsumsiyodium mencukupi, namun apabila ada gangguan pemanfaatan yodium oleh kelenjar
tiroid,maka kejadian gangguan fungsi tiroid (hipotiroidisme) dapat terjadi.Perubahan pada tingkat
sirkulasi hormon tiroid, terutama serum thyroxine (T4) dan thyroidstimulating hormone (TSH),
umumnya terjadi pada pekerja dengan kadar Pb dalam darah (PbB)rata-rata _ 40-60 µg/dL. Hasil dari
penelitian Robins et al. 1983 dan Cullen et al. 1984 adalahterjadi penurunan serum T4 yang
ditemukan dalam penelitian pada pekerja dengan pajananPbB yang sangat tinggi. Penelitian
Gustafson et al. 1989; López et al. 2000; Singh et al. 2000,menemukan perubahan pada serum
hormon tiroid dan TSH pada kisaran PbB 40-60 ìg/dL (Eko, 2011)

Eko Hartini. 2011. Dampak Pajanan Plumbum (Pb) dalam Darah terhadap Fungsi tiroid pada Wanita
Usia Subur di Daerah Pertanian. Prosiding Seminar Nasional “Peran Kesehatan Masyarakat dalam
Pencapaian MDG’s di Indonesia”.

Anda mungkin juga menyukai