Anda di halaman 1dari 22

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Seperti diketahui hampir semua sistem biologi memerlukan komunikasi
antar sel untuk pertumbuhan dan pengaturannya (Suega, 2012). Menurut Indah
(2004), organisme multiseluler memerlukan mekanisme untuk komunikasi antar
sel, agar dapat memberi respon dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan
eksterna dan interna yang selalu berubah.
Komunikasi antar sel merupakan media yang menopang pengendalian
fungsi sel atau organ tubuh. Pengendalian yang paling sederhana terjadi secara
lokal (intrinsik), yaitu yang dilakukan dengan komunikasi antar sel yang
berdekatan. Pengendalian jarak jauh (ekstrinsik) lebih kompleks dan
dimungkinkan melalui refleks yang dapat melibatkan sistem saraf (lengkung
refleks) maupun sistem endokrin (pengaturan umpan balik) (Siagian, 2004).
Adapun isi dari makalah ini akan dibahas lebih mendalam tentang
komunikasi antar sel (cell to cell communication), diantaranya: konsep, cara sel
berkomunikasi, metode, tahapan dan teori beserta ahlinya.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan
dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah konsep dari homeostasis?
2. Bagaimanakah cara sel berinteraksi?
3. Apakah metode yang digunakan untuk komunikasi sel?
4. Bagaimanakah tahapan dari komunikasi sel?
5. Apakah ada teori dari para ahli tentang komunikasi sel?

Tugas Kelompok 1 Fisiologi Hewan (Komunikasi antar Sel) 1


1.3 Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai
berikut:
1. Agar dapat menguasai konsep tentang homeostasis.
2. Agar dapat memahami cara sel berinteraksi.
3. Agar dapat memahami metode dari komunikasi sel.
4. Agar dapat memahami tahapan dari komunikasi sel.
5. Agar dapat mengetahui keberadaan teori dari para ahli tentang
komunikasi sel.

Tugas Kelompok 1 Fisiologi Hewan (Komunikasi antar Sel) 2


BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Homeostasis
2.1.1 Penghantar
Oganisme unisel tidak dapat bertahan hidup dalam lingkungan yang
berubah-ubah karena memiliki sedikit atau hampir tidak memiliki mekanisme
perlindungan terhadap lingkungannya. Namun, organisme multisel yang
kompleks, seperti manusia, dapat hidup di lingkungan yang berubah-ubah karena
mempunyai kemampuan mempertahankan keadaan lingkungan dalamnya (mileau
interiur). Hal ini akan melindungi sel-sel yang letaknya di dalam tubuh dari
perubahan lingkungan luar (milieu exteriur) sehingga menjamin kelangsungan
hidup sel-sel tubuh (Gambar 1). Pentingnya lingkungan dalam yang stabil telah
dikemukakan oleh Claude Bernard (dalam Siagian, 2004), seorang ahli ilmu faal
Perancis pada tahun 1859. Dengan mmempertahankan lingkungan dalam yang
relatif stabil, organisme multisel yang kompleks dapat hidup bebas di lingkungan
luar yang sangat bervariasi. Ahli ilmu faal Amerika Serikat, Walter Cannon
(dalam Siagian, 2004) menyebutkan upaya mempertahankan keadaan lingkungan
dalam yang stabil ini, sebagai homestasis yang berasal dari kata Yunani, homeo
(sama) dan stasis (mempertahankan keadaan).

Gambar 1. Hubungan sel, sistem-sistem tubuh dan homeostasis


(Dimodifikasi dari: Sherwood, dalam Siagian, 2004)

Tugas Kelompok 1 Fisiologi Hewan (Komunikasi antar Sel) 3


2.1.2 Pengertian Homeostasis
Homeostasis adalah suatu keadaan kimia dan fisiokimia yang konstan pada
medium internal organisme. Homeostasis merupakan manifestasi keberadaan
sejumlah faktor biologis yang konstan seperti indikasi kuantitatif, karakteristik
suatu organisme pada kondisi normal. Termasuk temperatur tubuh, tekanan
osmotik pada cairan, konsentrasi ion hidrogen, kandungan protein dan gula,
konsentrasi ion dan ratio ion-ion aktif yang berhubungan dengan biologi dan
sebagainya (Hernawati, tanpa tahun).

2.1.3 Konsep Homeostasis


Konsep homeostasis suatu organisme adalah suatu kemampuan untuk
memelihara stabilitas agar kelangsungan suatu sistem tetap terjaga dengan baik,
meskipun di dalamnya mengakomodasi adanya adaptasi dengan lingkungan
(Klein dan White dalam Puspitawati, 2013).
Cannon (dalam Siagian, 2004) mengajukan 4 postulat yang mendasari
homeostasis, yaitu:
1. Peran sistem saraf dalam mempertahankan kesesuaian lingkungan
dalam dengan kehidupan.
2. Adanya kegiatan pengendalian yang bersifat tonik.
3. Adanya pengendalian yang bersifat antagonistik.
4. Suatu sinyal kimia dapat mempunyai pengaruh yang berbeda di
jaringan tubuh yang berbeda.

2.1.4 Pengaturan dalam Homeostasis


Pengaturan umpan balik negatif (negative feedback) merupakan
pengaturan penting dalam homeostasis. Dalam pengaturan umpan balik negatif ini
(Gambar 2) sistem pengendali senantiasa membandingkan parameter yang
dikendalikan (misalnya suhu tubuh atau tekanan darah) dengan nilai setpoint
(misalnya kisaran nilai normalnya). Perubahan-perubahan parameter yang
dikendalikan akan mencetuskan respons yang melawan perubahan sehingga
mengendalikan parameter tersebut pada nilai setpoint (misalnya, kisaran nilai

Tugas Kelompok 1 Fisiologi Hewan (Komunikasi antar Sel) 4


normalnya). Perubahan-perubahan parameter yang dikendalikan akan
mencetuskan respons yang melawan perubahan sehingga mengendalikan
parameter tersebut dengan nilai setpoint. Selain itu, ada juga pengaturan umpan
balik yang positif (positive feedback). Pengaturan ini tidak bersifat homeostatis
karena akan memperbesar respons, sampai ada faktor luar yang menghentikan
lingkaran setan ini (Siagian, 2004).

Gambar 2. Hubungan sel, sistem-sistem tubuh dan homeostasis


(Dimodifikasi dari: Sherwood, dalam Siagian, 2004)

Homeostasis dipertahankan oleh berbagai proses pengaturan yang


melibatkan semua sistem organ tubuh melalaui pengaturan keimbangan yang
sangat halus. Namun, bersifat dinamis (dynamic steady state). Setpoint misalnya,
tidak selalu sama, dan dapat berubah bergantung dari kebutuhan saat itu. Irama
biologi, seperti irama sirkadian misalnya, merupakan contoh dari perubahan
setpoint ini. Pengaturan juga tidak hanya melalui umpan balik, tetapi dapat
bersifat ke depan (feedforward control) yang memungkinkan tubuh
mengantisipasi perubahan yang akan datang. Bahkan besar respon dapat
dimodulasi melalui up-regulation atau down-regulation jumlah dan/atau kinerja
reseptor sel (Siagian, 2004).

Tugas Kelompok 1 Fisiologi Hewan (Komunikasi antar Sel) 5


Feed forward merupakan aktivitas antisipatori, berkaitan dengan perilaku
hewan yang dimaksudkan untuk memperkecil (meminimalkan)
kerusakan/gangguan pada sistem hidup, sebelum terjadi kerusakan yang lebih
parah. Contoh yang baik untuk feed forward ialah peristiwa makan dan minum
pada saat bersamaan. Memasukkan makanan ke dalam tubuh akan meningkatkan
osmolalitas isi usus, dan hal ini dapat mendorong pelepasan air dari jaringan
tubuh ke lumen usus untuk mempertahankan keseimbangan osmotik. Oleh karena
itu, makan tanpa diikuti minum berpotensi menyebabkan dehidrasi sehingga
homeostasis osmotik tubuh akan terganggu. Untuk memperkecil gangguan
tersebut, sejumlah hewan melakukan makan dan minum pada saat bersamaan
(Isnaeni, 2006).
Intinya, ada dua sistem umpan balik, seperti yang telah dijelaskan diatas
yakni umpan balik positif dan negatif. Sistem umpan balik yang berfungsi dalam
pengendalian kondisi homeostasis pada tubuh hewan adalah sistem umpan balik
negatif. Sistem ini didefinisikan sebagai perubahan suatu variabel yang dilawan
oleh tanggapan yang cenderung mengembalikan perubahan tersebut ke keadaan
semula. Sebagai contoh, peristiwa yang terjadi pada aves dan mamalia pada waktu
mempertahankan suhu tubuhnhya supaya tetap konstan. Peningkatan suhu tubuh
sebesar 0,5゜C akan mendorong timbulnya tanggapan yang akan mengembalikan
suhu tubuh ke suhu awal, yaitu suhu yang seharusnya. Pada mamalia, suhu tubuh
yang seharusnya ialah 37゜C. Dengan demikian, sistem umpan balik negatif pada
contoh di atas akan selalu membawa sistem fisiologi kepada suhu tubuh 37゜C
(Isnaeni, 2006).
Peristiwa yang terjadi pada sistem umpan balik positif berlawanan dengan
peristiwa pada sistem umpan balik negatif. Pada sistem umpan balik positif,
perubahan awal suatu variabel akan menghasilkan perubahan yang semakin besar,
misalnya, pada proses pembekuan darah. Proses pembekuan darah sebenarnya,
bekerja melalui mekanisme umpan balik positif, yang bertujuan untuk
menghentikan pendarahan. Namun, hasil dari proses tersebut selanjutnya
bermakna sangat penting untuk mempertahankan volume darah yang bersirkulasi
agar tetap konstan (Isnaeni, 2006).

Tugas Kelompok 1 Fisiologi Hewan (Komunikasi antar Sel) 6


2.1.5 Tujuan Homeostasis
Homeostasis ini pada dasarnya adalah untuk menstabilkan cairan di sekitar
sel-sel organisme multisel yaitu cairan ekstrasel (CES), yang merupakan interface
antara sel dan lingkungan luar. Sel-sel tubuh selain harus selalu basah, harus pula
mengandung zat-zat terlarut tertentu (solut) dalam kadar yang tertentu pula demi
kelangsungan proses-proses dalam sel. Oleh karena itu, parameter CES yang
harus dipertahankan melalui homeostasis adalah:
1. Kadar nutrien
2. Kadar O2 dan CO2
3. Kadar sisa metabolisme
4. pH
5. Kadar air, garam dan elektrolit lainnya
6. Volume dan tekanan (Siagian, 2004).
Hampir semua penyakit merupakan kegagalan tubuh mempertahankan
homeostasis. Keberadaan seseorang di lingkungan sangat dingin tanpa pakaian
dan perlindungan dapat berakibat fatal, jika tubuhnya gagal mempertahankan suhu
sehingga suhu inti tubuh turun. Hal ini disebabkan oleh terganggunya proses-
proses (enzimatik) sel yang sanhgat bergantung kepada suhu tertentu. Contoh lain
adalah, kehilangan darah dalam jumlah yang kecil mungkin tidak fatal karena
tubuh masih mampu mengkompensasi kehilangan tersebut dengan cara
meningkatkan tekanan darah, mereabsorpsi cairan di ginjal dan lain sebagainya.
Tetapi bila kehilangan darah terjadi dalam jumlah yang besar, upaya kompensasi
tubuh mungkin tidak memadai sehingga berakibat fatal. Tanggung jawab dokter
dan paramedis adalah untuk membantu mempertahankan homeostasis. Tanggung
jawab ini jelas terlihat di unit perawatan intensif untuk pasien-pasien yang gawat.
Berbagai indikator homeostasis akan dipantau di unit intensif ini, seperti frekuensi
denyut jantung, tekanan darah, frekuensi pernapasan, suhu tubuh, kimia darah dan
masuk-keluarnya cairan tubuh. Tujuan unit ini adalah untuk mengambil alih
fungsi homeostasis yang tidak dapat dilaksanakan oleh pasien yang sedang sakit

Tugas Kelompok 1 Fisiologi Hewan (Komunikasi antar Sel) 7


parah sehingga tidak mampu melakukan proses homeostasis sendiri (Siagian,
2004).

2.1.6 Contoh Homeostatis


1. Homeostasis Kalsium
Gangguan pada homeostasis kalsium dapat mengakibatkan gangguan
dalam metabolisme tulang, fungsi neuromuscular, koagulasi darah,
proliferasi sel dan transduksi signal. Homeostasis kalsium yang
efektif, penting dalam banyak proses biologis, termasuk metabolisme
tulang, proliferasi sel, koagulasi darah, hormonal signaling
transduction dan fungsi neuromuscular. Homeostasis dipertahankan
oleh 3 organ utama, yaitu sistem gastrointestinal, tulang dan ginjal.
Dimana, sistem gastrointestinal menjaga homeostasis kalsium dengan
mengatur absorpsi kalsium melalui sel-sel gastrointestinal (Muliani,
2012).
2. Homeostasis Besi (Fe)
Epitel duodoneum merupakan tempat absorpsi besi yang
mengendalikan homeostasis besi pada organisme. Apabila
homeostasis ini terganggu, maka dapat menimbulkan keadaan seperti
hemokromatosis (siderosis) yaitu adanya timbunan simpanan besi
pada jaringan tubuh seperti paru, jantung, pancreas dan lainnya.
Disamping itu juga dapat timbul keadaan yang disebut anemia
penyakit kronik, ditandai oleh peningkatan uptake dan retensi besi
pada sel-sel di sistem retikuoendotelial (Suega, 2012).
Regulator negatif dari homeostasis besi ialah hepcidin. Studi terbaru
menunjukkan bahwa hepcidin bekerja mengatur homeostasis besi
dengan terikat pada ferroportin, dan diikuti oleh internalisasi dan
degradasi ferroportin di lisosom, seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 3.

Tugas Kelompok 1 Fisiologi Hewan (Komunikasi antar Sel) 8


Gambar 3. Pengaruh hepcidin pada ekspresi ferroportin
(Sumber: Suega, 2012)

Banyak sistem regulator yang bekerja seperti dietary regulator, store


regulator dan erythropoetic regulator yang saling berinteraksi untuk
mengatur homeostasis besi melalui molekul peptida hepcidin yang
banyak ditemukan pada sebagian sel dalam tubuh manusia.
Selanjutnya bila ada gangguan profil sitokinin akibat stimulasi respon
imun maka kan mempengaruhi homeostasis besi, antara lain melalui
aktivasi dari molekul hepcidin (Suega, 2012).
3. Homeostasis Ion Ca (Calcium-Activated Potassium (Kca), Klorida
dan Kalsium)
Radikal bebas dapat menyebabkan gangguan pada homeostasis ini.
Gangguan homeostasis ion ca ini menimbulkan terbukanya
mitochondrial permeability transition pore (MPTP) yang
mengeluarkan sitokrom c dan apoptotic protease activating factor-1
(Apaf-1) kemudian mengaktifkan proses caspase-9, caspase-3
sehingga terjadi kerusakan mtDNA dan berakhir dengan kematian sel
melalui proses apoptosis. Proses tersebut menyebabkan terjadinya
degenerasi aksonal terutama pada saraf dengan axon yang panjang
serta kaliber saraf yang terkecil (Nasronudin dalam Widanta, 2014).

Tugas Kelompok 1 Fisiologi Hewan (Komunikasi antar Sel) 9


4. Homeostasis Ca2+
Dinamika atau homeostasis sinyal Ca2+ diatur oleh interaksi antara
reaksi ON dan OFF yang mengendalikan fluks Ca2+ di kedua plasma
membran dan organel internal seperti retikulum endoplasma (ER) dan
mitokondria. Kelainan homeostasis Ca2+ telah ditemukan dalam
berbagai jaringan, termasuk tulang, jantung danotot polos, sel
sekretori, sel darah, ginjal dan osteoblas (Kurniawan, 2015).
Pertukaran natrium/kalsium (NCX, Na+/Ca2+ exchanger) di membran
plasma (PM, plasma membran) merupakan faktor penting pada
homeostasis. Dan untuk mengetahui mekanisme buffer pada
homeostasis Ca2+ terdapat beberapa parameter yang mempengaruhi,
diantaranya: konsentrasi sitosol, afinitas untuk ion Ca2+ atau ion metal
lain, kinetik Ca2+ untuk melekat dan lepas serta mobilitas Ca2+ itu
sendiri (Kurniawan, 2015).

2.2 Interaksi Sel


2.2.1 Pengantar
Kultur jaringan dan sel hewan mulai diperhatikan oleh para peneliti sejak
awal abda 20 yang lalu, terutama untuk melakukan penelitian yang bertujuan
untuk mengetahui perilaku sel hewan (Djati dalam Chotimah, Rahayu, Ciptadi
dan Fatchiyah, 2014). Lingkungan kultur yang berbeda dengan kondisi in vivo
akan menyebabkan berkurangnya interaksi antar sel dan interaksi matriks
dengan sel, sehingga berpengaruh terhadap proliferasi sel (Freshney dalam
Chotimah, Rahayu, Ciptadi dan Fatchiyah, 2014).
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Chotimah, Rahayu,
Ciptadi dan Fatchiyah (2014) menunjukkan bahwa sel neuron akan mulai
berinteraksi dengan sel neuron lainnya pada hari ke-2 dan ke-3 kultur (Gambar 4),
sedangkan pada hari ke-6 (Gambar 5), sel neuron akan berinteraksi untuk
membentuk jaringan antara sel satu dengan sel lainnya. Selama proses
pertumbuhan, sel neuron tidak hanya berinteraksi dengan sel tetangganya tetapi
juga dengan neurit dari tubuh sel neuron sendiri.

Tugas Kelompok 1 Fisiologi Hewan (Komunikasi antar Sel) 10


Gambar 4. Perkembangan morfologi sel neuron pada hari ke-1 & ke-2
(Sumber: Chotimah, Rahayu, Ciptadi dan Fatchiyah, 2014)

Gambar 5. Perkembangan morfologi sel neuron pada hari ke-6


(Sumber: Chotimah, Rahayu, Ciptadi dan Fatchiyah, 2014)

2.2.2 Ciri Interaksi Sell


Penelitian yang telah dilakukan oleh Listyowati dan Nurkhasanah (2013)
yaitu melakukan uji apoptosis (pengujian terhadap kegagalan kemoterapi,
yang berkaitan dengan kegagalan agen antikanker untuk mempengaruhi
kematian sel secara terprogram) pada sel Hela (sel kanker leher rahim).
Dimana, dari penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa sel HeLa yang
hidup akan berfluoresensi hijau dengan acridine orange, sedangkan pada
sel HeLa yang mati akan berfluoresensi merah karena berinteraksi
dengan ethidium bromide. Artinya, sel HeLa yang berinteraksi dengan
senyawa ethidium bromide dapat mengakibatkan sel tersebut menjadi mati.

Tugas Kelompok 1 Fisiologi Hewan (Komunikasi antar Sel) 11


2.2.3 Cara Interaksi Sel
1. Menghambat dan Merusak Pembentukan Dinding Sel Bakteri
Pada mekanisme penghambatan bakteri oleh polifenol, yaitu dengan
cara menghambat dan merusak pembentukan dinding sel, sehingga
akan memudahkan senyawa lain berinteraksi dengan komponen
penyusun sel lain dari bakteri (Poelongan dalam Ainurrochmah,
Ratnasari dan Lisdiana, 2013).
2. Merusak Membran Sel Bakteri
Masih berhubungan dengan yang diatas, senyawa saponin dapat
merusak membran sel bakteri dengan cara berinteraksi dengan
membran sel. Berarti, bentuk interaksinya dalam hal negatif, yakni
merugikan dari sisi si bakteri. Hal tersebut dapat terjadi karena saponin
mempunyai sisi aktif pada permukaan sel yang memungkinkan untuk
berikatan dengan senyawa penyusun membran sel bakteri, lipid
(Robinson dalam Ainurrochmah, Ratnasari dan Lisdiana, 2013).
3. Merusak Mitokondria Sel Ganggang Nitella
Kerusakan mitokondria terjadi akibat dari interaksi insektisida dengan
sel ganggang Nitella yang menimbulkan potensial membran sel menjadi
menurun. Tanda-tanda kerusakan mitokondria yaitu terbukanya
membran mitokondria. Hal ini menyebabkan molekul-molekul di dalam
mitokondria keluar sehingga mengakibatkan sintesis ATP terhenti serta
permeabilitas mitokondria mengalami transisi yang menyebabkan
peningkatan Ca2+ dan keseimbangan osmosis terganggu sehingga
mitokondria mengembang (berkurangnya Na+ dan K+) dan terjadi
kebocoran saluran ion-ion (Na+ , K+ dan Cl-) serta terjadi apoptosis.
Apoptosis adalah kematian sel akibat stimulus dari luar (Franco dalam
Handayani, Juswono dan Widodo, tanpa tahun).
4. Memberikan sinyal pembentuk senyawa
Interaksi antara hormon dengan reseptor permukaan sel akan
memberikan sinyal pembentukan senyawa yang disebut sebagai second
messanger. Dimana, yang merupakan kelompok second messenger

Tugas Kelompok 1 Fisiologi Hewan (Komunikasi antar Sel) 12


adalah senyawa cAMP, cGMP, Ca2+, fosfoinositol, dan lintasan kinase
(Indah, 2004).

2.2.4 Contoh Interaksi Sel


1. Hubungan Terbalik antara Insiden Tuberkulosis dan RA
(Rheumatoid Arthritis)
Dimana, dalam hubungan tersebut terdapat keterbatasan penyediaan
besi pada RA yang akan melidungi terhadap infeksi tuberkulosis
(Suega, 2012).
2. Hubungan antara ADB dan Sel Limfosit
Berdasarkan penelitian di Malawi Afrika didapatkan adanya hubungan
yang kuat antara ADB dan sel limfosit yang memproduksi IL-6 (Jason,
Archibald, Nwanyanwu, Bell, Jensen, Gunter dalam Suega, 2012).

2.3 Komunikasi Sel


2.3.1 Pengantar
Sel berkomunikasi dengan melepas pembawa pesan (messager) (Gambar
6). Sel hewan melakukan komunikasi dengan kontak langsung, memiliki
cell junctions yang secara langsung menghubungkan sitoplasma dengan sel
sebelahnya (Gambar 7).

Gambar 6. Ilustrasi komunikasi sel


(Sumber: Anonim, 2014)

Tugas Kelompok 1 Fisiologi Hewan (Komunikasi antar Sel) 13


Gambar 7. Gap junctions diantara sel hewan
(Sumber: Anonim, 2014)

2.3.2 Metode Komunikasi Sel


Signaling lokal pada sel hewan, dapat berkomunikasi melalui interaksi
antara molekul-molekul yang menonjol dari permukaan sel (Gambar 8).

Gambar 8. Pengenalan sel-sel


(Sumber: Anonim, 2014)

Cara kerja dari cell signaling, antara lain sebagai berikut:


1. Secara langsung
- Pensinyalan parakrin
Molekul sinyal dikeluarkan oleh sebuah sel dan bekerja pada sel
target di dekatnya. Molekul pengatur lokal dilepas ke dalam fluida
ekstraseluler. Jadi, mediator local akan mempengaruhi sel target
sekitar/tetangga (Gambar 9).

Tugas Kelompok 1 Fisiologi Hewan (Komunikasi antar Sel) 14


- Pensinyalan sinaptik (neuronal)
Sel saraf melepaskan molekul neurotransmiter ke dalam sinapsis
atau bisa juga dengan cara protein dari suatu sel berikatan langsung
dengan protein lain pada sel lain (Gambar 9).

(a) (b)

Gambar 9. (a) Pensinyalan parakrin, (b) Pensinyalan sinaptik


(Sumber: Anonim, 2014)

2. Jarak yang lebih jauh


- Pensinyalan hormonal (endokrin). Sel endokrin mensekresikan
hormon ke dalam cairan tubuh (darah) (Gambar 10). Jadi, hormon
akan dibawa melalui pembuluh darah (Anonim, 2005).

Gambar 10. Pensinyalan hormonal


(Sumber: Anonim, 2014)

Tugas Kelompok 1 Fisiologi Hewan (Komunikasi antar Sel) 15


3. Pensinyalan Autokrin (contact dependent)
Sel responsif terhadap substansi yang dihasilkan oleh sel itu sendiri atau
sel sekitarnya (Gambar 11) (Anonim, 2005).

Gambar 11. Pensinyalan Autokrin


(Sumber: Anonim, 2005)

1. Cadangan Besi dalam Tubuh dengan Sel Entrosit


Berawal dari molekul peptide hepcidin yang ditemukan oleh Nicholas, et
al. pada tahun 2001, yang merupakan molekul yang bekerja sebagai alat
komunikasi antara cadangan besi tubuh dengan sel entrosit, yang juga pada
awalnya dikenal sebagai peptide antimikroba (Suega, 2012).
Hal ini terlihat pada anemia akibat pendarahan, dimana stores regulator
(yang mengatur kebutuhan besi tubuh yang normal dan cadangan besi
tubuh) akan mengirimkan signal ke entrosit, untuk meningkatkan
absorpsi besi untuk mengatasi kehilangan besi melalui pendarahan (Suega,
2012).
2. Sel-sel Otot Jantung
Pada jantung manusia, terdapat 2 sampai 3 milyar sel otot jantung
sedangkan jantung memiliki kerja yang sangat kompleks. Salah satu yang
memungkinkan hal itu adalah adanya komunikasi antar sel. Banyak rute
yang dapat ditembuh untuk komunikasi antar sel, misalnya dengan

Tugas Kelompok 1 Fisiologi Hewan (Komunikasi antar Sel) 16


pembentukan kompleks ligand-reseptor, dan melalui kontak fisik
(misalnya dengan pembentukan kompleks ligand-reseptor, dan
melalui pembentukan kompleks adhesi), serta bisa juga melalui
kontak antara sel dengan matriks ekstraseluler (Gambar 12). Matriks
ekstraseluler adalah suatu matriks di luar sel yang berbatasan dengan
membran plasma. Matriks ini berperan dalam menentukan bentuk dan
aktivitas sel (Anonim, 2005).
Salah satu cara komunikasi secara langsung antar sel otot jantung adalah
melalui gap junction. Gap junction terdapat pada sebagian besar sel
mamalia dan memungkinkan jalur komunikasi untuk ion dan solut kecil.
Pada jantung, gap junction dan protein gap junction dari family connexin
telah terbukti memainkan peranan penting dalam mempertahankan
konduksi impuls dan morfogenis jantung. Gangguan fungsi gap function
dapat menimbulkan gangguan fungsi normal jantung, bahkan
mengakibatkan kematian (Condro,2014).
Jadi, komunikasi antar sel otot jantung melalui gap junction, yang
terutama tersusun oleh protein connexin43, sangatlah penting untuk
mempertahankan komunikasi dan penghantaran impuls listrik jantung
yang efektif (Condro,2014).

Gambar 12. Kontak sel (Matriks ekstraseluler)


(Sumber: Anonim, 2005)

Tugas Kelompok 1 Fisiologi Hewan (Komunikasi antar Sel) 17


3. Sitokin dan Membran Sel
Maksudnya disini adalah sitokin sebagai mediator atau pembawa pesan,
maka ia mempunyai reseptor untuk menerima pesan tersebut, dimana
reseptornya pada membran sel (Kaiser dalam Suega, 2012).

2.3.3 Tahapan Komunikasi Sel


Tahapan-tahapan dari komunikasi sel, diantaranya:
1. Sintesa molekul sinyal oleh sel yang memberi sinyal.
2. Pelepasan molekul sinyal oleh sel yang memberi sinyal.
3. Transpor sinyal oleh sel target.
4. Pengikatan sinyal oleh reseptor spesifik yang menyebabkan aktivasi
reseptor tersebut.
5. Inisiasi satu atau lebih jalur transduksi sinyal intrasel.
6. Perubahan spesifik fungsi, metabolisme, atau perkembangan sel.
7. Pembuangan sinyal yang mengakhiri respon sel (Anonim, 2005).
Proses percakapan seluler terdiri dari tiga tahapan (Gambar 13), yaitu
sebagai berikut:
1. Penerimaan/Reception
 Pendeteksian sinyal yang datang dari luar sel oleh sel target.
2. Transduksi
 Proses transduksi diawali dengan pengikatan molekul sinyal yang
mengubah protein reseptor. Reseptor ini bersifat sangat spesifik.
Reseptor intraseluler berasal dari cytoplasmic or nuclear proteins.
Molekul sinyal yang menggunakan reseptor ini adalah yang kecil
atau hydrophobic dan dapat langsung melewati plasma membran.
Reseptor pada plasma membran, terbagi atas tiga tipe yaitu:
a. G-protein-linked
Ligand – reseptor => aktivasi protein G => hambat suatu enzim
=> mengaktivasi ion channel/second messanger.
Contoh : reseptor untuk epinefrin (B-adrenergic), serotonin dan
glukagon.

Tugas Kelompok 1 Fisiologi Hewan (Komunikasi antar Sel) 18


b. Tyrosine kinases
Ligand – reseptor => stimulasi dimerisasi reseptor => interaksi
dengan protein tirosin kinase pada sitosol.
Contoh : faktor tumbuh.
c. Ion channel
Ligand – reseptor => perubahan konformasi reseptor => aliran ion
tertentu (K, Na, Ca, Cl) => ubah potensial elektris pada membran
sel.
Contoh : reseptor asetikolin (Anonim, 2005).
3. Respon
 Sinyal yang ditransduksi memicu respon selular spesifik (Anonim,
2014).

Gambar 13. Proses percakapan seluler


(Sumber: Anonim, 2014)

2.3.4 Para Ahli tentang Komunikasi Sel


Pada akhir abad ke-20, terjadi berbagai kemajuan ilmiah di bidang
komunikasi seluler. Langkah-langkah besar telah diambil untuk memahami
jaringan komunikasi di dalam tubuh kita. Misalnya, jika kita melihat pada
penganugerahan hadiah Nobel dalam 12 tahun terakhir, enam dari anugerah-
anugerah yang diberikan di bidang kedokteran adalah untuk penelitian-penelitian

Tugas Kelompok 1 Fisiologi Hewan (Komunikasi antar Sel) 19


di bidang komunikasi sel. Sistem yang telah kami gambarkan sejauh ini adalah
bagian keajaiban yang ditemukan sebagai hasil penelitian-penelitian itu (Yahya,
2003:66).
Seberapa jauh pencapaian kita pada tahun 2003? Seberapa jauh lagi yang
harus ditempuh dunia ilmiah? Jawaban pertanyaan ini sangat penting karena
jawaban-jawaban yang kita berikan akan membantu kita memahami bahwa sistem
komunikasi sel ini adalah kehebatan penciptaan (Yahya, 2003:67).
Di berbagai negara di dunia, ada banyak organisasi, dengan anggaran
keseluruhan jutaan dolar, yang meneliti hal ini. Menjelang akhir tahun 2000,
AFCS atau Alliance for Cellular Signalling (Persekutuan bagi Pengisyaratan
Seluler) didirikan. Dua puluh univesitas dan ratusan ilmuwan menjadi anggota
perkumpulan ini, dan pendirinya, Alfred Gilman, dianugerahi hadiah Nobel di
tahun 1994 untuk hasil kerjanya di bidang komunikasi seluler. Berikut
perkataan Profesor Gilman tentang hal ini:
Saat otak membutuhkan gula, hati harus melepaskannya. Jika otot
membutuhkan lebih banyak darah, jantung harus berdetak lebih cepat.
Ratusan isyarat-isyarat kimia mengalir ke seluruh tubuh, dilepaskan dari satu
sel untuk mempengaruhi kegiatan sel lain. Sel-sel terus-menerus dibanjiri
dengan isyarat kimia berjumlah besar yang memberitahu apa yang harus
dilakukan dan bagaimana caranya. Masalah yang lebih besar, dan yang paling
sulit dijelaskan adalah, bagaimana semua modul ini saling berinteraksi
(Yahya, 2003:68).
Kemudian AFCS memulai kerjanya demi tujuan ini, memaparkan
proyeknya dengan pembandingan berikut:
Persekutuan ini akan meluncurkan penjelajahan penelitian yang ditujukan
ke dua benua (miosit jantung, limfosit B). Kita mengetahui sedikit tentang garis
pantai masing-masing benua, beberapa pelabuhan dan gunung berjajar di dekat
pantai (reseptor, ligan, dan sketsa kasar jalur isyarat). Kemudian, pertama kita
akan berkonsentrasi pada penelusuran pantai secara lebih lengkap, pada awalnya
dengan memberikan lebih banyak perhatian pada pelabuhan yang kita kenal
dengan baik (misalnya, reseptor protein G dan protein G heterotrimer) tanpa
mengabaikan banyak hal yang tak kita ketahui dengan baik (kinase tirosin
reseptor, reseptor sitokin, dsb). Pemetaan bagian dalam benua ini dimulai dengan
penelusuran ke daerah daratan dekat pantai (sitosol), diikuti dengan sungai dan

Tugas Kelompok 1 Fisiologi Hewan (Komunikasi antar Sel) 20


jalur-jalur perdagangan (titik-titik genting jalur isyarat yang sudah diketahui).
Penelusuran lebih jauh akan menyebar dari titk-titik ini, dan penjelajahan lanjutan
akan lebih masuk ke pedalaman (sitoplasma ke inti) (Yahya, 2003:68).
Nyatanya, sebagaimana diperlihatkan dalam paragraf di atas, informasi
yang kita miliki tentang komunikasi seluler ini amat terbatas, dalam beberapa
tahun ke depan, mikroorganisme-mikroorganisme akan menambah pengetahuan
kita akan sistem lain (Yahya, 2003:68).
Ada ilmuwan-ilmuwan yang berbicara jujur dan tulus tentang hal ini.
Salah satunya adalah pemenang Hadiah Nobel bidang kedokteran tahun 1999,
Gunter Blobel yang melakukan panelitian tentang sistem “kode pos” dalam sel.
Profesor terkenal dunia ini berkata sebagai berikut di dalam sebuah wawancara
tentang hal ini, “Mengejutkan betapa sedikit yang kita ketahui tentang bagaimana
sel bekerja. Dan akan makan waktu yang sangat lama untuk mengetahuinya”
(Yahya, 2003:68).
Abad ke-21, dengan kemajuan ilmu pengetahuan, akan membuat kita
mempelajari lebih jauh tentang keajaiban-keajaiban komunikasi dalam sel yang
tak tertandingi. Bagi mereka yang memahami, setiap sistem yang ditemukan
adalah unjuk kearifan dan kekuasaan abadi Allah, dan sebuah tanda yang
mengingatkan kita bahwa Satu-Satunya yang berhak disembah adalah Allah
(Yahya, 2003:68).
Dan Dialah yang menciptakan langit dan bumi dengan benar. Dan
benarlah perkataan-Nya di waktu Dia mengatakan: "Jadilah, lalu terjadilah", dan
di tangan-Nyalah segala kekuasaan di waktu sangkakala ditiup. Dia mengetahui
yang gaib dan yang nampak. Dan Dialah Yang Maha Bijaksana lagi Maha
Mengetahui (Quran, 6: 73).

Tugas Kelompok 1 Fisiologi Hewan (Komunikasi antar Sel) 21


BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat ditarik berbagai kesimpulan bahwa komunikasi
antar sel merupakan media yang menopang pengendalian fungsi sel atau organ
tubuh (Siagian, 2004). Pusat Kesehatan Universitas Utara Malaysia (dalam Aku,
Sandiah, Sadsoeitoeboen, Amin dan Herdis, 2007), melaporkan bahwa lesitin E
yang mengandung bahan aktif lesitin (nama komersil dan populer untuk campuran
phospolipid) dapat meningkatkan komunikasi antar sel. Selain itu dari segi
hormon, hormon FSH (Follicle Stimulating Hormone), LH (Luteinizing hormone)
dan testosteron dapat mengontrol proses seluler pada sistem reproduksi, salah
satunya dalam hal komunikasi antar sel (Weinbauer, Gromoll, Simoni dan
Nieschlag dalam Sutyarso dan Busman, 2003).

3.2. Saran
Saran yang dapat saya sampaikan dalam makalah ini yaitu pembaca
diharapkan dalam memahami tentang komunikasi antar sel (cell to cell
communication), sehingga pemahaman itu dapat diinformasikan kembali kepada
orang lain dan dapat diaplikasikan untuk diri sendiri. Selain itu, penulis
mengharapkan saran yang membangun yang dapat menjadi motivasi dalam
pembuatan makalah-makalah berikutnya sehingga dalam pembuatan makalah
berikutnya, penulis lebih teliti dan lebih baik lagi dalam menyampaikan informasi
dalam bentuk makalah.

Tugas Kelompok 1 Fisiologi Hewan (Komunikasi antar Sel) 22

Anda mungkin juga menyukai