Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Banyak orang mengatakan bahwa pakaian yang dipakai dapat

mencerminkan kepribadian seseorang. Tidak hanya pakaian sehari-hari saja

namun pakaian tradisional juga dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk

mengetahui kepribadian suatu bangsa. Banyak negara yang mempertahankan

model pakaian tertentu sebagai identitas negaranya. Oleh karena itu orang-

orang sering menyebutnya dengan pakaian nasional atau suku tertentu. Akan

tetapi tidak setiap negara atau suku tertentu mengenakan pakaian nasional nya

itu dalam kehidupan sehari-hari. Pakaian penanda identitas suatu negara atau

kelompok tertentu lebih sering dikenakan pada kesempatan khusus semacam

peringatan hari besar atau upacara-upacara tertentu.

Perkembangan pakaian tradisional dari waktu ke waktu selalu

mengalami perubahan walaupun dapat terjadi secara lambat. Hal ini

dipengaruhi oleh perkembangan gaya berbusana yang berkembang di

masyarakat. Bermacam-macam model, warna dan jenis kain yang digunakan

dalam pakaian tradisional dapat saja berubah namun bentuk secara dasarnya

tetap sama.

1
2

Pakaian tradisional sangat sulit mengalami perubahan karena

dipercayai masayarakat sebagai suatu sistem aturan (adat-istiadat) yang harus

dipegang, dilestarikan dan bahkan telah membentuk pola perilaku hingga

menjadi kebiasaan masyarakat tersebut.

Menurut Soerjono Soekanto (1990) bahwa setiap pola masyarakat

membentuk adat atau kebiasaan yang merupakan pola-pola perilaku bagi

anggota masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pokoknya yang mencakup

berbagai bidang, salah satunya yaitu cara-cara berpakaian tertentu yang telah

terbiasa sedemikian rupa sehingga sukar diubah.

Pada zaman modern ini pemakai pakaian tradisional hampir tidak

dipergunakan untuk busana sehari-hari karena pada umumnya kurang praktis

dalam pemakaianya. Masyarakat mempergunakan pakaian tradisional hanya

dalam acara-acara tertentu seperti pernikahan, upacara adat, dan acara

kenegaraan saja.

Indonesia memiliki suku dan budaya yang beraneka ragam. Hampir

setiap suku di Indonesia memiliki ciri dan khasnya masing - masing. Hal ini

dapat ditunjukkan pada pakaian dan adat-istiadat. Tentunya setiap pakaian

daerah memiliki makna simbolik yang berbeda. Salah satu pakaian tradisional

adalah Baju Bodo.

.
3

Baju Bodo merupakan pakaian tradisional perempuan suku Bugis

Sulawesi Selatan Indonesia. Baju Bodo juga dikenal sebagai salah satu

pakaian tertua di dunia. Pakaian ini biasanya sering dikenakan pada acara adat

seperti upacara pernikahan. Tetapi sekarang ini, pemakaian Baju Bodo

memiliki banyak fungsi untuk berbagai kegiatan, misalnya untuk menari atau

upacara penyambutan tamu-tamu kehormatan. Dampak menjamurnya

pakaian modern yang berkembang saat ini tidak terlalu berpengaruh di

kampung - kampung Bugis yang jauh dari perkembangan modern. Baju Bodo

masih dikenakan oleh pengantin perempuan saat prosesi pernikahan, tidak

hanya itu sanak keluarga juga memakainya, yang membedakan hanya

aksesoris yang digunakan.

Tidak hanya di Indonesia, negara Korea juga memiliki pakaian

tradisional. Pakaian tradisional Korea Selatan terkenal dengan sebutan

hanbok ( 한복 ) dan di Korea Utara menyebutnya joseon-ot ( 저선 옷 ). Kata

“Han” berarti sebutan bagi warga Korea dan “bok” berarti pakaian. Secara

harfiah hanbok berarti “pakaian orang Korea”, tetapi gaya pakaian tradisional

ini sebenarnya mengacu pada zaman Dinasti Joseon (1392-1910). Hanbok

yang digunakan oleh bangsa Korea dikelompokkan ke dalam tiga kategori,

yaitu: pakaian sehari-hari, pakaian ritual dan pakaian yang dipakai untuk

tujuan khusus. Saat ini hanbok sudah tidak lagi digunakan dalam kegiatan

sehari-hari namun digunakan pada saat-saat tertentu saja. Pakaian ini

biasanya dipakai oleh masyarakat Korea pada acara-acara formal,


4

semiformal, upacara atau festival tradisional, misalnya perayaan chuseok

(추석 ) atau tahun baru imlek ( 선랄 ). Hanbok tidak hanya digunakan oleh

wanita atau pria dewasa saja, tetapi anak-anak juga bisa menggunakannya.

Hanbok pada umumnya memiliki motif dan warna yang cerah, tidak memiliki

saku dengan garis-garis yang sederhana. Pada zaman dahulu pemakaian

warna hanbok memiliki arti penting. Pemilihan warna antara baju dan rok

atau celana yang digunakan oleh wanita dan pria didasarkan pada warna yin

dan yang. Yin untuk chima (rok wanita) dan Yang untuk jeogori (bagian atas

baju untuk wanita dan pria).

Dengan tetap menggunakan bentuk dasarnya hanbok memiliki

beberapa jenis. Salah satunya adalah hanbok pernikahan, dalam bahasa korea

dikenal dengan nama Hollyebok ( 혼례복 ). Upacara pernikahan yang

menggunakan pakaian tersebut adalah upacara pernikahan pengantin yang

berasal dari kalangan keluarga kerajaan. Sedangkan untuk masyarakat biasa

tetap menyebutnya dengan sebutan hanbok. Bagian-bagian yang ada pada

Hollyebok pada dasarnya memiliki bagian yang sama dengan hanbok.

Pada dasarnya, pakaian pernikahan tradisional di Indonesia maupun

di Korea tentunya memiliki ciri dan khasnya masing-masing. Makna simbolik

yang ada pada Baju Bodo dan Hollyebok menjadi salah satu faktor masih

dilestarikannya hingga saat ini.


5

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas, maka penulis

mengajukan beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana perbandingan makna simbolik pada bagian-bagian pakaian

pengantin tradisional Hollyebok dan Baju Bodo?

2. Aksesoris apa saja yang digunakan pada pakaian pengantin tradisional

Hollyebok dan Baju Bodo?

1.3. Tujuan Penulisan

Dalam melakukan penulisan tentunya ada tujuan yang ingin dicapai

oleh penulis. Berikut ini merupakan tujuan penulisan:

1. Untuk mengetahui perbandingan makna simbolik pada pakaian

pengantin tradisional Hollyebok dan Baju Bodo.

2. Untuk mengetahui aksesoris yang digunakan pada pakaian pengantin

tradisional Hollyebok dan Baju Bodo.

1.4. Manfaat Penulisan

1.4.1. Manfaat Teoritis

1. Penulisan ini diharapkan dapat menambah wawasan tentang

perbandingan simbolik pada pakaian pernikahan tradisional Hollyebok

dan Baju Bodo.


6

2. Penulisan ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi, bahan

penulisan, bahan diskusi dan penelitian yang berkaitan dengan pakaian

pengantin tradisional Korea dan Bugis khusunya Hollyebok dengan

Baju Bodo.

1.4.2. Manfaat Praktis

1. Penulisan ini diharapkan dapat memperkenalkan pakaian pengantin

tradisional Hollyebok dan Baju Bodo.

2. Penulisan ini diharapkan dapat menjadi pengetahuan yang berkaitan

dengan pakaian pengantin tradisional Hollyebok dan Baju Bodo.

1.5. Batasan Masalah

Permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini agar lebih terarah

dan tidak menimbulkan penyimpangan maka harus ada batasan masalahnya.

Penelitian ini hanya membahas perbandingan makna simbolik pada pakaian

pengantin tradisional Hollyebok dan Baju Bodo yang masing-masing hanya

membahas pakaian pengantin wanitanya saja, hal ini dikarenakan pakaian

pengantin laki-laki memiliki nama atau sebutan yang berbeda. Serta aksesoris

yang digunakan pada kedua pakaian pengantin wanita tradisional tersebut.

1.6. Metode Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan

kualitatif dengan metode wawancara. Penelitian kualitatif menurut Mc Millan


7

dan Schumacher (2003) adalah suatu pendekatan yang juga disebut

pendekatan investigasi karena biasanya peneliti mengumpulkan data dengan

cara bertatap muka langsung dan berinteraksi dengan orang-orang ditempat

penelitian. Sedangkan metode wawancara menurut Prabowo (1996) adalah

metode pengambilan data dengan cara menanyakan sesuatu kepada seseorang

responden, caranya adalah dengan bercakap-cakap secara tatap muka. Pada

penelitian ini wawancara akan dilakukan dengan menggunakan pedoman

wawancara.

Hasil penelitian ini akan dianalisa menggunakan metode deskriptif

analisis. Metode deskriptif adalah suatu metode dalam penelitian status

kelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran,

ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang.

Penulis tidak hanya melakukan penelitian langsung dengan cara

wawancara kepada narasumber yang berkompeten saja, tetapi penulis juga

akan mengambil data dari berbagai sumber data tertulis yang relevan, seperti

buku, surat kabar, majalah dan jurnal, serta fasilitas pendukung seperti situs

internet.

1.7. Tinjauan Pustaka

Skripsi yang berjudul “Makna Motif dan Warna Hollyebok dalam

Pakaian Pernikahan Korea: Kajian Semiotika Peirce” tahun 2013 ditulis oleh

Diah Purbosari menjadi pustaka yang relevan untuk penulisan tugas akhir ini.
8

Dalam skripsi tersebut dijelaskan mengenai makna motif dan warna pada

Hollyebok. Sehingga dapat menjadi acuan untuk penulisan tugas akhir ini.

Dalam buku yang berjudul “Busana Adat Pada Masyarakat di

Sulawesi Selatan” tahun 1990 diterbitkan oleh Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan, Direktorat Jendral Kebudayaan, Proyek Inventarisasi dan

Dokumentasi Kebudayaan Daerah dijelaskan tentang pakaian adat di

Sulawesi Selatan atau yang dikenal dengan sebutan Baju Bodo. Sehingga

buku ini juga dapat membantu untuk memahami sejarah Baju Bodo dan

sangat membantu dalam penulisan tugas akhir ini.

1.8. Sistematika Penulisan

Tugas Akhir ini terdiri dari empat bab, yaitu Bab I merupakan pendahuluan

yang didalamnya terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan

penulisan, manfaat penulisan, batasan masalah, metodologi penulisan dan

sistematika penulisan. Selanjutnya Bab II merupakan tinjauan umum yang

menjelaskan tentang pengertian dan sejarah dari pakaian pengantin tradisional

Hollyebok dan Baju Bodo. Bab III merupakan Hasil Analisis dari data-data yang

telah dikumpulkan tentang makna simbolik pada pakaian pengantin tradisional

Hollyebok dan Baju Bodo. Bab IV merupakan bagian penutup yang didalamnya

terdiri dari kesimpulan dan saran.

Anda mungkin juga menyukai