FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
1
IDENTITAS MAHASISWA
PAS FOTO
3x4
2
DAFTAR ISI
3
DAFTAR LAMPIRAN
4
KATA PENGANTAR
5
DOSEN PENGAMPU
DEPARTEMEN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
1 Prof. dr. Syarifuddin Wahid, SpPA(K), PhD, DFM, SpF SYW 0811417346
2 Prof. dr. Randanan Bandaso, SpPA(K), SpF, MSc, SpAnd, DFM RB 081342704194
9 Dr. dr. Gatot S Lawrence, MSc, SpPA(K), DFM, SpF, FESC GL 0816255306
15 Kompol. dr. Mauluddin Mansyur, S.Sos, SH, MH, MKes, SpF MM 081341508889
6
RESIDEN PEMBIMBING
DEPARTEMEN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
STAF ADMINISTRASI
DEPARTEMEN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
7
STANDAR KOMPETENSI DOKTER INDONESIA
8
I. KOMPETENSI KASUS / PENYAKIT
TARGET PENCAPAIAN
NO. KASUS YANG BANYAK DIJUMPAI DI MASYARAKAT
1 2 3 4
1 Kekerasan tumpul X
2 Kekerasan tajam X
3 Trauma kimia X
4 Luka tembak X
5 Luka listrik dan petir X
6 Barotrauma X
7 Trauma suhu X
8 Asfiksia X
9 Tenggelam X
10 Pembunuhan anak sendiri X
11 Pengguguran kandungan X
12 Kematian mendadak X
13 Toksikologi forensik X
TINGKAT KEMAMPUAN
1 Mengenali dan menjelaskan
Lulusan dokter mampu mengenali dan menjelaskan gambaran klinik penyakit, dan
mengetahui cara yang paling tepat untuk mendapatkan informasi lebih lanjut
mengenai penyakit tersebut, selanjutnya menentukan rujukan yang paling tepat bagi
pasien. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.
2 Mendiagnosis dan merujuk
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik terhadap penyakit tersebut dan
menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan
dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.
3 Mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan awal, dan merujuk
3A Bukan gawat darurat
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahuluan
pada keadaan yang bukan gawat darurat. Lulusan dokter mampu menentukan rujukan
yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu
menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.
3B Gawat darurat
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahuluan
pada keadaan gawat darurat demi menyelamatkan nyawa atau mencegah keparahan
dan/atau kecacatan pada pasien. Lulusan dokter mampu menentukan rujukan yang
paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu
menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.
9
4 Mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan secara mandiri dan tuntas
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan melakukan penatalaksanaan
penyakit tersebut secara mandiri dan tuntas.
4A Kompetensi yang dicapai pada saat lulus dokter
4B
Profisiensi (kemahiran) yang dicapai setelah selesai internsip dan/atau Pendidikan
Kedokteran Berkelanjutan (PKB)
10
II. KOMPETENSI KETERAMPILAN KLINIK
TINGKAT
KOMPETENSI
NO. JENIS KETERAMPILAN KLINIK
YANG DIHARAPKAN
1 2 3 4
MEDIKOLEGAL
1 Prosedur medikolegal X
2 Pembuatan Visum et Repertum X
3 Pembuatan surat keterangan medis X
4 Penerbitan Sertifikat Kematian X
FORENSIK KLINIK
5 Pemeriksaan selaput dara X
6 Pemeriksaan anus X
7 Deskripsi luka X
8 Pemeriksaan derajat luka X
KORBAN MATI
9 Pemeriksaan label mayat X
10 Pemeriksaan baju mayat X
11 Pemeriksaan lebam mayat X
12 Pemeriksaan kaku mayat X
13 Pemeriksaan tanda-tanda asfiksia X
14 Pemeriksaan gigi mayat X
15 Pemeriksaan lubang-lubang pada tubuh X
16 Pemeriksaan korban trauma dan deskripsi luka X
17 Pemeriksaan patah tulang X
18 Pemeriksaan tanda tenggelam X
TEKNIK AUTOPSI
19 Pemeriksaan rongga kepala X
20 Pemeriksaan rongga dada X
21 Pemeriksaan rongga abdomen X
22 Pemeriksaan sistem urogenital X
23 Pemeriksaan saluran luka X
24 Pemeriksaan uji apung paru X
25 Pemeriksaan getah paru X
TEKNIK PENGAMBILAN SAMPEL
26 Vaginal swab X
27 Buccal swab X
28 Pengambilan darah X
29 Pengambilan urine X
30 Pengambilan muntahan atau isi lambung X
31 Pengambilan jaringan X
32 Pengambilan sampel tulang X
33 Pengambilan sampel gigi X
11
34 Pengumpulan dan pengemasan barang bukti X
PEMERIKSAAN PENUNJANG / LABORATORIUM
FORENSIK
35 Pemeriksaan bercak darah X
36 Pemeriksaan cairan mani X
37 Pemeriksaan sperma X
38 Histopatologi forensik X
39 Fotografi forensik X
TINGKAT KEMAMPUAN
1 Mengetahui dan menjelaskan
(Knows) Lulusan dokter mampu menguasai pengetahuan teoritis termasuk aspek
biomedik dan psikososial keterampilan tersebut sehingga dapat menjelaskan
kepada dan psikososial keterampilan tersebut sehingga dapat menjelaskan
kepada pasien/klien dan keluarganya, teman sejawat, serta profesi lainnya
tentang prinsip, indikasi, dan komplikasi yang mungkin timbul. Keterampilan ini
dapat dicapai mahasiswa melalui perkuliahan, diskusi, penugasan, dan belajar
mandiri, sedangkan penilaiannya dapat menggunakan ujian tulis.
2 Pernah melihat atau didemonstrasikan
(Knows Lulusan dokter menguasai pengetahuan teoritis dari keterampilan ini dengan
How) penekanan pada clinical reasoning dan problem solving serta berkesempatan
untuk melihat dan mengamati keterampilan tersebut dalam bentuk demonstrasi
atau pelaksanaan langsung pada pasien/masyarakat. Pengujian keterampilan
tingkat kemampuan 2 dengan menggunakan ujian tulis pilihan berganda atau
penyelesaian kasus secara tertulis dan/atau lisan (oral test).
3 Pernah melakukan atau pernah menerapkan di bawah supervisi
(Shows) Lulusan dokter menguasai pengetahuan teori keterampilan ini termasuk latar
belakang biomedik dan dampak psikososial keterampilan tersebut,
berkesempatan untuk melihat dan mengamati keterampilan tersebut dalam
bentuk demonstrasi atau pelaksanaan langsung pada pasien/masyarakat, serta
berlatih keterampilan tersebut pada alat peraga dan/atau standardized patient.
Pengujian keterampilan tingkat kemampuan 3 dengan menggunakan Objective
Structured Clinical Examination (OSCE) atau Objective Structured Assessment
of Technical Skills (OSATS).
4 (Does) Mampu melakukan secara mandiri
Lulusan dokter dapat memperlihatkan keterampilannya dengan menguasai
seluruh teori, prinsip, indikasi, langkah-langkah cara melakukan, komplikasi, dan
pengendalian komplikasi. Selain pernah melakukannya di bawah supervisi,
pengujian keterampilan tingkat kemampuan 4 dengan menggunakan
Workbased Assessment misalnya mini-CEX, portfolio, logbook, dsb.
4A Keterampilan yang dicapai pada saat lulus dokter
4B Profisiensi (kemahiran) yang dicapai setelah selesai internsip dan/atau
Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan (PKB).
12
III. DAFTAR MASALAH TERKAIT PROFESI DOKTER
Selain daftar kasus/penyakit dan daftar keterampilan klinik yang harus dikuasai oleh
lulusan dokter sesuai dengan tingkat kompetensinya, SKDI 2012 juga memuat daftar masalah
terkait profesi dokter. Daftar ini berisi hal-hal yang sering dijumpai dalam praktik kedokteran sehari-
hari, dan berkaitan erat dengan bidang medikolegal. Oleh karena itu, penting bagi mahasiswa
program pendidikan dokter untuk mempelajari mengenai hal-hal berikut.
9 Tidak membuat dan menyimpan rekam medik sesuai dengan ketentuan yang berlaku
Membuka rahasia medis pasien kepada pihak yang tidak berkepentingan dan tidak
10
sesuai dengan ketentuan yang berlaku
Melakukan tindakan yang tidak seharusnya kepada pasien, misalnya pelecehan
11
seksual, berkata kotor, dan lain-lain
12 Meminta imbal jasa yang berlebihan
13 Menahan pasien di rumah sakit bukan karena alasan medis
14 Memberikan keterangan/kesaksian palsu di pengadilan
Tidak menangani pasien dengan baik sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan
15
oleh Konsil Kedokteran Indonesia
16 Melakukan tindakan yang tergolong malpraktik
Melakukan praktik kedokteran melebihi batas kewajaran dengan motivasi yang tidak
19
didasarkan pada keluhuran profesi dengan tidak memperhatikan kesehatan pribadi
13
22 Pelanggaran disiplin profesi**
Menggantikan praktik atau menggunakan pengganti praktik yang tidak memenuhi
23
syarat
Melakukan tindakan yang melanggar hukum (termasuk ketergantungan obat,
24
tindakan kriminal/perdata, penipuan, dan lain-lain)
14
KETERAMPILAN KLINIK 1
FOTOGRAFI FORENSIK
TUJUAN PEMBELAJARAN
Tujuan Umum
Setelah mempelajari dan mempraktikkan keterampilan klinik pada modul ini,
mahasiswa diharapkan dapat menguasai keterampilan melakukan identifikasi dan
dokumentasi berbagai jenis luka dalam bentuk foto.
Tujuan Khusus
Setelah mempelajari dan mempraktikkan keterampilan klinik pada modul ini,
mahasiswa diharapkan mampu:
1. Menyiapkan perlengkapan dokumentasi forensik berupa label identitas, skala
pengukuran, kamera, dan body chart.
2. Melakukan observasi dan identifikasi lokasi dan karakteristik luka.
3. Membuat dokumentasi foto (whole body, regional, close up) berdasarkan lokasi dan
karakteristik luka untuk kepentingan pembuatan rekam medis dan rekonstruksi lanjut.
4. Membuat sketsa luka pada body chart.
5. Membuat dokumentasi foto personal effect sebagai barang bukti.
STRATEGI PEMBELAJARAN
Metode Pembelajaran
1. Demonstrasi sesuai dengan buku panduan
2. Diskusi
3. Simulasi (partisipasi aktif)
4. Evaluasi menggunakan daftar tilik (check list).
15
REFERENSI
1. DiMaio VJ, DiMaio D. Forensic Pathology. 2nd ed. (Geberth VJ, ed.). Boca Raton: CRC
Press LLC; 2001.
2. Dolinak D, Matshes EW, Lew EO. Forensic Pathology: Principles and Practice. London:
Elsevier Academic Press; 2005.
3. Saukko P, Knight B. Knight’s Forensic Pathology. 3rd ed. London: Edward Arnold Ltd.;
2004.
4. Shepherd R. Simpson’s Forensic Medicine. 12th ed. (Shepherd R, ed.). New York:
Arnold; 2003.
5. Shkrum MJ, Ramsay DA. Forensic Pathology of Trauma: Common Problem for the
Pathologists. (Karch SB, ed.). Totowa, New Jersey: Humana Press; 2007.
16
KETERAMPILAN KLINIK 2
DESKRIPSI LUKA
TUJUAN PEMBELAJARAN
Tujuan Umum
Setelah mempelajari dan mempraktikkan keterampilan klinik pada modul ini,
mahasiswa diharapkan dapat menguasai keterampilan mendeskripsikan luka guna membuat
diagnosis luka dan melengkapi berkas rekam medis.
Tujuan Khusus
Setelah mempelajari dan mempraktikkan keterampilan klinik pada modul ini,
mahasiswa diharapkan mampu:
1. Melakukan observasi dan identifikasi lokasi dan karakteristik luka.
2. Mendeskripsikan luka yang ditemukan sesuai dengan aspek-aspek penilaian luka:
jumlah, jenis, lokasi anatomis & koordinat, serta karakteristik luka.
3. Mendiagnosis dan menilai berbagai jenis luka berdasarkan deskripsi yang telah dibuat.
4. Melakukan identifikasi agen penyebab luka dan karakteristiknya berdasarkan deskripsi
luka.
5. Menilai prognosis luka sehubungan dengan derajat keparahan luka berdasarkan UU.
STRATEGI PEMBELAJARAN
Metode Pembelajaran
1. Demonstrasi sesuai dengan buku panduan
2. Diskusi
3. Simulasi (partisipasi aktif)
4. Evaluasi menggunakan daftar tilik (check list).
17
REFERENSI
1. DiMaio VJ, DiMaio D. Forensic Pathology. 2nd ed. (Geberth VJ, ed.). Boca Raton: CRC
Press LLC; 2001.
2. DiMaio VJM. Gunshot Wounds Practical: Aspects of Firearms, Ballistics, and Forensic
Techniques. 2nd ed. Boca Raton: CRC Press LLC; 1999.
3. Dolinak D, Matshes EW, Lew EO. Forensic Pathology: Principles and Practice. London:
Elsevier Academic Press; 2005.
4. Saukko P, Knight B. Knight’s Forensic Pathology. 3rd ed. London: Edward Arnold Ltd.;
2004.
5. Shepherd R. Simpson’s Forensic Medicine. 12th ed. (Shepherd R, ed.). New York:
Arnold; 2003.
6. Shkrum MJ, Ramsay DA. Forensic Pathology of Trauma: Common Problem for the
Pathologists. (Karch SB, ed.). Totowa, New Jersey: Humana Press; 2007.
18
PROSEDUR DOKUMENTASI FORENSIK UNTUK KORBAN HIDUP
(FOTOGRAFI FORENSIK & DESKRIPSI LUKA)
NO. AKTIVITAS
A. Persiapan Pemeriksaan Luka
1. Sediakan alat dan bahan yang diperlukan:
Kamera
Sarung tangan medis (hanscoen)
Label identitas
Alat pengukur
Lembar sketsa tubuh (body chart)
Alat tulis menulis.
2. Periksa kelengkapan administrasi:
Surat Permintaan Visum (SPV) yang diantar penyidik
Persetujuan pemeriksaan medis forensik (informed consent) baik verbal
maupun tertulis
Bukti identitas pasien (KTP, SIM, SPV, dan sebagainya).
3. Tuliskan data-data yang dibutuhkan ke dalam label identitas dan lembar body
chart berdasarkan keterangan yang terdapat pada SPV dan bukti identitas
pasien sebagai berikut:
Nomor SPV
Nomor registrasi kasus di RS yang bersangkutan
Nama korban dan umur/tanggal lahir
Nama pemeriksa
Hari dan tanggal dilakukannya pemeriksaan
Waktu dilakukannya pemeriksaan.
B. Pemakaian Alat Pelindung Diri (APD)
1. Lakukan cuci tangan medis atau gunakan cairan antiseptik
2. Kenakan sarung tangan medis (hanscoen).
C. Fotografi Forensik
1. Foto seluruh tubuh (whole body)
Posisikan pasien dalam posisi anatomis, baik berdiri maupun berbaring
Letakkan alat pengukur tinggi/panjang badan di samping tubuh pasien
Letakkan label identitas yang telah diisi di tempat yang dapat terlihat jelas
(di samping kepala pasien, di dada atau perut pasien)
Lakukan pengambilan foto dengan posisi kamera tegak lurus 90° terhadap
titik pusat tubuh pasien (pusar)
Foto harus memuat keseluruhan tubuh pasien (ujung kepala hingga ujung
kaki), menampakkan wajah pasien (diambil dari depan), dan pasien tetap
mengenakan pakaian (kecuali alas kaki jika pasien dalam posisi berdiri
guna pengukuran tinggi badan), label identitas dan alat ukur
Dapat dilakukan pengambilan foto tambahan dari sisi kanan/kiri/belakang
jika dirasa perlu.
2. Foto regional
Bebaskan regio anatomis yang ingin didokumentasikan dari pakaian
19
Letakkan alat pengukur dan label identitas yang telah diisi sebidang dengan
bagian tubuh yang akan difoto
Lakukan pengambilan foto dengan posisi kamera tegak lurus 90° terhadap
titik pusat dari bagian tubuh (regio anatomis) yang akan difoto
Foto harus memuat keseluruhan regio yang ingin didokumentasikan, yakni
ada penanda (marker) anatomis dan harus jelas sisi atas dan bawah, kanan
dan kiri, depan dan belakang, label identitas dan alat ukur.
3. Foto close up
Identifikasi objek/luka yang ingin didokumentasikan dan bebaskan dari
penutup tubuh
Letakkan alat pengukur dan label identitas yang telah diisi sebidang dengan
luka
Lakukan pengambilan foto dengan posisi kamera tegak lurus 90° terhadap
titik pusat luka
Foto harus memuat keseluruhan luka dan dapat memberikan keterangan
mengenai karakteristik luka, label identitas dan alat ukur
Dapat dilakukan pengambilan foto tambahan dengan posisi kamera miring
45° terhadap titik pusat luka, baik dari sisi atas, bawah, kanan, kiri, maupun
diagonal, jika dirasa perlu.
4. Foto objek lain (barang bukti pakaian, bercak darah, anak peluru, senjata,
dokumen, dan lain-lain) jika ada
Letakkan alat pengukur dan label identitas yang telah diisi sebidang dengan
objek yang akan difoto
Lakukan pengambilan foto dengan posisi kamera tegak lurus 90° terhadap
titik pusat objek
Foto memuat keseluruhan objek, label identitas dan alat ukur
Jika objek mengandung tulisan, tulisan harus dapat dibaca dengan jelas
Dapat dilakukan pengambilan foto tambahan dengan posisi kamera miring
45° terhadap titik pusat objek, baik dari sisi atas, bawah, kanan, kiri,
maupun diagonal, jika dirasa perlu.
D. Dokumentasi pada Lembar Sketsa Tubuh (Body Chart)
1. Pastikan data-data mengenai nomor SPV, nomor registrasi kasus, identitas
pasien, pemeriksa, dan tanggal serta waktu pemeriksaan telah terisi lengkap
pada lembar body chart
2. Gambarkan garis yang menjadi acuan untuk menentukan absis dan ordinat luka
3. Gambarkan luka pada lembar body chart sesuai dengan hasil yang ditemukan
pada hasil pemeriksaan, kemudian arsir sesuai dengan legenda
4. Tuliskan panjang dan lebar luka
5. Tuliskan absis dan ordinat luka
6. Ulangi langkah 2-5 jika terdapat lebih dari satu luka.
E. Deskripsi Luka
1. Identifikasi luka yang akan dideskripsikan
2. Kelompokkan luka-luka yang ada berdasarkan regio anatomis
3. Tuliskan:
Jumlah luka di dalam regio tersebut
Jenis luka (tertutup atau terbuka)
20
Lokasi anatomis
Bentuk luka
Ukuran luka, yaitu panjang dan lebar luka (pengukuran kedalaman luka
hanya dilakukan jika memungkinkan)
Lokasi koordinat luka berdasarkan absis dan ordinat
Karakteristik luka, mencakup garis batas luka, daerah di dalam garis batas
luka, dan daerah di sekitar luka
21
LAMPIRAN 1: CONTOH LABEL IDENTITAS
22
LAMPIRAN 2: CONTOH LEMBAR SKETSA TUBUH (BODY CHART)
23
LAMPIRAN 3: DAFTAR TILIK KELENGKAPAN SYARAT-SYARAT FOTO FORENSIK
Foto regional
FOTO REGIONAL NO. __________ YA TIDAK
1. Ada label identitas
2. Ada standar pengukuran universal
Standar pengukuran diletakkan sebidang dengan regio
3.
anatomis
Regio anatomis dapat diidentifikasi (ada penanda/marker
4.
anatomis)
Sudut pengambilan foto tegak lurus terhadap titik pusat regio
5.
anatomis
6. Pencahayaan baik
7. Tidak ada distorsi ukuran foto
Foto close-up
FOTO CLOSE-UP NO. __________ YA TIDAK
1. Ada label identitas
2. Ada standar pengukuran universal
Standar pengukuran diletakkan sebidang dengan regio
3.
anatomis
Foto memuat keseluruhan luka (tidak terpotong/tertutup oleh
4.
label, standar pengukuran, pakaian, dsb)
5. Sudut pengambilan foto tegak lurus terhadap titik pusat luka
6. Pencahayaan baik
7. Tidak ada distorsi ukuran foto
8. Ukuran luka dapat diidentifikasi
9. Karakteristik/sifat luka dapat dinilai
24
Foto barang bukti
FOTO BARANG BUKTI NO. __________ YA TIDAK
1. Ada label identitas
2. Ada standar pengukuran universal
Standar pengukuran diletakkan sebidang dengan benda yang
3.
akan difoto
Foto memuat keseluruhan benda (tidak terpotong/tertutup oleh
4.
label, standar pengukuran, pakaian, dsb)
5. Sudut pengambilan foto tegak lurus terhadap titik pusat benda
6. Pencahayaan baik
7. Tidak ada distorsi ukuran foto
Jika benda memuat tulisan, tulisan harus dapat terbaca dengan
8.
jelas
9. Jika benda memuat gambar, gambar harus dapat diidentifikasi
25
Jenis luka
Tertutup Terbuka
terdapat permukaan
kerusakan kulit utuh
epidermis Tepi rata
Kelim-kelim
Luka tembak pada luka
Arah robekan
jaringan ke luar Jarak tembakan
27
LAMPIRAN 6: KATEGORISASI JENIS LUKA TEMBAK BERDASARKAN KARAKTERISTIKNYA
Ilustrasi
Contoh gambar
Catatan: perlu diperhatikan bahwa efek dari komponen-komponen tembakan akan tertinggal pada permukaan objek yang pertama dikenai,
sehingga jika terdapat penghalang antara moncong senjata dengan permukaan kulit/tubuh korban (seperti pakaian, peredam senjata, maupun
benda lainnya) maka bisa jadi kelim jelaga, kelim tato, dan sebagainya tidak akan ditemukan pada korban meskipun tembakan berjarak dekat.
29
LAMPIRAN 7: FORMAT PENULISAN MCOD SESUAI REKOMENDASI WHO
Temuan Kematian
Penyebab
II Faktor kontribusi / komorbid ICD-10
kontribusi
waktu
Damage/disease
Penyebab
B Faktor kontribusi / komorbid ICD-10
kontribusi
waktu
Death
31
KETERAMPILAN KLINIK 3
PEMBUATAN SURAT KETERANGAN VISUM ET REPERTUM
DAN SURAT KETERANGAN MEDIS
TUJUAN PEMBELAJARAN
Tujuan Umum
Setelah mempelajari dan mempraktikkan keterampilan klinik pada modul ini,
mahasiswa diharapkan dapat menguasai keterampilan membuat surat keterangan visum et
repertum secara benar dan mandiri.
Tujuan Khusus
Setelah mempelajari dan mempraktikkan keterampilan klinik pada modul ini,
mahasiswa diharapkan mampu:
1. Menyebutkan syarat-syarat dan kelengkapan pembuatan SK VER.
2. Menyebutkan bagian-bagian dari SK VER: Pro Justitia, pendahuluan, pemberitaan,
ringkasan, kesimpulan, dan penutup.
3. Menyusun dan menuliskan bagian pendahuluan SK VER berdasarkan data-data yang
diambil dari Surat Permintaan Visum (SPV).
4. Menyusun dan menuliskan bagian pemberitaan SK VER berdasarkan hasil pemeriksaan.
5. Menyusun dan menuliskan bagian ringkasan SK VER berdasarkan bagian pemberitaan.
6. Menyusun dan menuliskan bagian kesimpulan SK VER sesuai dengan format penulisan
Multiple Cause of Damage (MCODamage) berdasarkan prinsip proximus morbus
approach.
7. Menyusun dan menuliskan bagian penutup SK VER sesuai dengan waktu dan tempat
penerbitan SK VER.
STRATEGI PEMBELAJARAN
Metode Pembelajaran
1. Demonstrasi sesuai dengan buku panduan
2. Diskusi
32
3. Simulasi (partisipasi aktif)
4. Evaluasi menggunakan daftar tilik (check list).
REFERENSI
1. DiMaio VJ, DiMaio D. Forensic Pathology. 2nd ed. (Geberth VJ, ed.). Boca Raton: CRC
Press LLC; 2001.
2. Dolinak D, Matshes EW, Lew EO. Forensic Pathology: Principles and Practice. London:
Elsevier Academic Press; 2005.
3. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 290 Tahun 2008 tentang Persetujuan Tindakan
Kedokteran.
4. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana RI.
5. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana RI.
6. Konsil Kedokteran Indonesia. 2012. Kode Etik Kedokteran Indonesia.
7. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 36 Tahun 2012 tentang Rahasia Kedokteran.
8. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 269 Tahun 2008 tentang Rekam Medis.
9. Saukko P, Knight B. Knight’s Forensic Pathology. 3rd ed. London: Edward Arnold Ltd.;
2004.
10. Shepherd R. Simpson’s Forensic Medicine. 12th ed. (Shepherd R, ed.). New York:
Arnold; 2003.
11. Shkrum MJ, Ramsay DA. Forensic Pathology of Trauma: Common Problem for the
Pathologists. (Karch SB, ed.). Totowa, New Jersey: Humana Press; 2007.
33
PROSEDUR PEMBUATAN SURAT KETERANGAN VISUM ET REPERTUM (SK VER)
KORBAN HIDUP
NO. AKTIVITAS
A. Pemeriksaan Kelengkapan Administrasi
1. Surat Permintaan Visum (SPV) yang diantar penyidik
2. Persetujuan pemeriksaan medis forensik (informed consent) baik verbal
maupun tertulis
3. Bukti identitas pasien (KTP, SIM, SPV, dan sebagainya).
B. Pemeriksaan Medis Forensik
1. Nilai kondisi pasien; jika terdapat kegawatdaruratan maka dahulukan
pertolongan pertama hingga kondisi pasien stabil
2. Setelah kondisi pasien stabil, lakukan anamnesis pada pasien
3. Anamnesis sebaiknya meliputi:
Keluhan utama pasien
Mekanisme terjadinya perlukaan
Waktu terjadinya perlukaan (menurut pasien)
Ada tidaknya gejala/perlukaan di tempat lain
4. Lakukan pemeriksaan medis forensik (dokumentasi forensik) pada pasien
5. Lakukan pemeriksaan penunjang bila perlu
6. Tentukan diagnosis dan Multiple Cause of Damage (MCODamage)
7. Lakukan penanganan medis jika diperlukan
8. Catat seluruh hasil pemeriksaan pada berkas rekam medis.
C. Pembuatan Surat Keterangan Visum et Repertum
1. Perhatikan beberapa ketentuan penulisan SK VER seperti:
Ada kop surat institusi yang mengeluarkan SK VER
Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai EYD (hindari
penggunaan singkatan dan istilah asing, termasuk istilah medis)
Jenis huruf (font) yang disarankan adalah Arial dengan ukuran
11 Tidak menggunakan spasi antarbaris (spasi 1)
Untuk angka ditulis menggunakan huruf (“1” menjadi “satu”, “2017” menjadi
“dua ribu tujuh belas”, dst) kecuali untuk nomor surat resmi, nomor bukti
identitas, dan data-data yang disadur/disalin dari sumber tertulis lainnya
(dicetak miring)
Jika kalimat selesai sebelum mencapai tepi/margin kanan kertas, maka sisa
ruang yang kosong diberi tanda garis datar (---) hingga penuh ke margin
kanan kertas
Diberi nomor halaman dan jumlah total halaman
2. Tuliskan laporan VER sesuai dengan urutan-urutan sebagai berikut:
Pro Justitia (“Demi Kebenaran”/”For the sake of the truth”)
Pendahuluan, memuat dasar pembuatan SK VER (SPV), dokter pemeriksa,
waktu dan tempat pemeriksaan, serta identitas pasien
Pemberitaan, memuat hasil pemeriksaan (anamnesis, pemeriksaan fisis,
pemeriksaan penunjang)
Ringkasan, memuat ringkasan pemberitaan yang disusun menurut alur
patobiologi
34
Kesimpulan, memuat diagnosis perlukaan (MCODamage), penyebab
perlukaan, dan prognosis perlukaan
Penutup, memuat waktu dan tempat dikeluarkannya SK VER serta nama
lengkap dan tanda tangan dokter yang memeriksa.
D. Penyerahan SK VER Kepada Pihak yang Meminta SK VER
1. Setelah selesai dibuat, laporan VER harus dibaca kembali untuk mengurangi
risiko terdapatnya kesalahan dalam penulisan
2. SK VER yang telah selesai dicetak kemudian ditandatangani oleh dokter yang
membuat SK VER tersebut, serta diberi cap institusi yang menerbitkan SK VER
di tiap halaman untuk menjaga keasliannya
3. SK VER hanya boleh diserahkan kepada petugas yang membawa surat
tugas/perintah pengambilan SK VER dari institusi/pihak yang mengirimkan Surat
Permintaan Visum (SPV).
35
LAMPIRAN 8: ALUR PENANGANAN MEDIS UNTUK KORBAN HIDUP
Catatan:
1. SPV dapat diterima kapanpun, misalnya:
Mulai Selesai SPV datang bersamaan pasien masuk RS
SPV datang saat pasien sedang dalam perawatan
dirawat PERAWATAN MEDIS dirawat
SPV datang setelah pasien selesai dirawat (pulang).
2. Pemeriksaan dan penanganan medis harus selalu
PEMERIKSAAN MEDIS lebih diutamakan daripada pemeriksaan forensik.
Kesimpulan:
PENATALAKSANAAN Syarat pemeriksaan forensik (untuk membuat SK VER):
MEDIS 1. Ada permintaan dari penyidik (SPV)
2. Kondisi pasien sudah stabil
S1 F1 S2 F2 S3 F3
SK VER SK VER
SK VER
REKAM RESUME
MEDIS MEDIS
36
LAMPIRAN 9: CONTOH SURAT PERMINTAAN VISUM (SPV)
Kepada
Institusi (RS) tujuan SPV Yth. KA RSP Universitas Hasanuddin
di Makassar
1. Dasar :
a. Pasal 133 ayat (1) KUHP
b. Laporan Polisi No: LP/327/IV/2017/Sek.Panakkukang tanggal 25 April 2017.
2. Bersama ini diserahkan satu barang bukti hidup dengan identitas sebagai berikut:
Nama : Taufiq Ismail
Umur : 23 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki (II.b) Identitas pasien
Agama : Islam
Pekerjaan : Pegawai swasta
Alamat : Jl. Racing Center Blok D No.13 Kec. Panakkukang Kota Makassar
3. Orang tersebut di atas mengalami luka di pipi kiri akibat terjatuh dari motor di Jl. Urip Sumoharjo Kec.
Panakukkang kota Makassar, pada hari Selasa tanggal 25 April 2017 sekitar jam 21.30 WITA.
4. Mohon diadakan pemeriksaan medis/pengobatan/perawatan atas orang tersebut serta dibuatkan
Visum et Repertum.
Diterima oleh:
Nama : Theresia Sasmito, S.Ked
Jabatan : dokter muda IRD
Penerimaan SPV dari penyidik
Tanggal : 26 April 2017, pukul 05.30 WITA
oleh petugas institusi tujuan (RS)
Tanda tangan :
37
LAMPIRAN 10: CONTOH FORMAT SK VER KORBAN HIDUP
1 2 3
SURAT KETERANGAN VISUM ET REPERTUM
KORBAN HIDUP Logo
Departemen Kedokteran Forensik & Medikolegal (KFM) Institusi
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Jejaring
RS Pendidikan Universitas Hasanuddin
Jl. Tamalanrea No. 90 Makassar – Indonesia
PRO JUSTITIA 4
No. Surat Keterangan VeR: ................................. 5
b) Nama lengkap dan Nomor Induk Kepegawaian dokter/dokter gigi yang diberi wewenang
pelayanan kesehatan : …………………………………………………………. 24
d) Tanda tangan : 26
39
PENJELASAN POIN DEMI POIN
SURAT KETERANGAN VISUM ET REPERTUM PASIEN HIDUP
40
dilakukan pemeriksaan pasien hidup dalam rangka menjawab Surat Permintaan Visum
et Repertum).
[18] Ringkasan Pemeriksaan diisi sesuai dengan rangkuman hasil pemeriksaan fisis serta
pemeriksaan penunjang terhadap jejas atau damage (diagnosis/gambaran klinik pada
saat dilakukan pemeriksaan pasien hidup dalam rangka menjawab Surat Permintaan
Visum et Repertum).
[19] Diagnosis Kerja (ICD coding) diisi sesuai dengan diagnosis terhadap jejas atau
damage pada saat dilakukan pemeriksaan pasien hidup dalam rangka menjawab Surat
Permintaan Visum et Repertum. Bilamana damage tersebut merupakan rangkaian
damage dan komplikasi sebagai konsekuensi dari adanya kejadian (incidence), maka
dalam mengungkapkan rangkaian patomekanisme tersebut perlu dimasukan dalam
lampiran semua ringkasan/ resume medik dari tindakan medik terdahulu yang telah
dilakukan oleh dokter/dokter gigi/petugas kesehatan yang diberikan wewenang; dan
resume medik tersebut harus ditandatangani oleh dokter/dokter gigi/petugas kesehatan
tersebut. Urutan diagnosis kerja menggunakan pendekatan Multiple Cause of Damage
(MCOD), sehingga dituliskan keadaan morbid yang langsung berhubungan dengan
damage sekarang (A1), dan penyebab antaranya (A-2, A-3), serta penyebab yang
mendasari terjadinya damage (A-4). Selain itu dituliskan pula semua keadaan morbid
lain yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan penyebab langsung damage
tersebut, namun berkontribusi terhadap keadaan damage sekarang (B-1, B-2, B-3, dan
B-4). Kemudian diagnosis/damage tersebut diberi kode sesuai dengan International
Classification of Disease-10 (ICD-10).
[20] Pengobatan dan Tindakan diisi sesuai dengan pengobatan dan tindakan terhadap
jejas atau damage (diagnosis/gambaran klinik pada saat dilakukan pemeriksaan pasien
hidup dalam rangka menjawab Surat Permintaan Visum et Repertum).
[21] Prognosis dari penyakit/damage diisi sesuai dengan prognosis yang dibuat
berdasarkan penilaian terhadap jejas atau damage (diagnosis/gambaran klinik pada
saat dilakukan pemeriksaan pasien hidup dalam rangka menjawab Surat Permintaan
Visum et Repertum).
[22] Kesimpulan diisi sesuai dengan Diagnosis dan Prognosis.
[23] Tempat dan Tanggal dikeluarkan VeR diisi dengan tempat dan tanggal
dikeluarkan/diterbitkan Surat Keterangan Visum et Repertum oleh institusi yang
membuat VeR.
[24] Nama lengkap dan Nomor Induk Kepegawaian dari dokter/dokter gigi yang diberi
wewenang pelayanan kesehatan diisi sesuai dengan nama dan NIK dari dokter/ dokter
gigi/ petugas kesehatan yang melakukan pemeriksaan pasien hidup dalam rangka
menjawab Surat Permintaan Visum et Repertum. Dokter/ dokter gigi/ petugas kesehatan
ini adalah dokter/ dokter gigi/ petugas kesehatan yang ditunjuk/mewakili institusi yang
mengeluarkan/menerbitkan Surat Keterangan Visum et Repertum.
[25] Jabatan dan kompetensi dari [24] diisi sesuai dengan jabatan dan kompetensi yang
dimiliki oleh dokter/ dokter gigi/ petugas kesehatan yang membuat surat keterangan
Visum et Repertum.
[26] Tanda tangan ditandatangani oleh [24].
[27] Lampiran pemeriksaan dilampirkan semua pemeriksaan dalam rangka membuat
diagnosis terhadap damage yang terjadi (misalnya hasil pemeriksaan laboratorium,
radiologi, ultrasonografi, EKG, EEG, histopatologi, toksikologi, DNA, dan lain-lain).
41
LAMPIRAN 11: CONTOH FORMAT SURAT KETERANGAN MEDIS
1 2 3
*beri tanda centang (√) pada salah satu kotak yang sesuai 42
Penyebab langsung (A-1) : ………………………………………………………….
Penyebab antara (A-2) : ………………………………………………………….
Penyebab yang mendasari (A-n) : ………………………………………………………….
Keadaan morbid lain yang tidak berhubungan dengan penyebab langsung tersebut (A-
1), namun berkontribusi terhadap damage tersebut:-----------------------------------------------
Keadaan morbid lain (B-1) : ………………………………………………………….
Keadaan morbid lain (B-2) : ………………………………………………………….
Keadaan morbid lain (B-n) : ………………………………………………………….
26
6. Pengobatan dan Tindakan : ………………………………………………………….
7. Prognosis : …………………………………………………………. 27
8. Kesimpulan : …………………………………………………………. 28
III. Penutup---------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Demikian surat keterangan ini dibuat berdasarkan dengan penguraian yang sejujur-
jujurnya dan menggunakan pengetahuan yang sebaik-baiknya serta mengingat sumpah
pada saat menerima jabatan.---------------------------------------------------------------------
a) Tempat dan Tanggal dikeluarkan Surat Keterangan Medis: …………………………………. 29
b) Nama lengkap dan Nomor Induk Kepegawaian dokter/dokter gigi yang diberi wewenang
pelayanan kesehatan : …………………………………………………………. 30
d) Tanda tangan : 32
43
PENJELASAN POIN DEMI POIN
SURAT KETERANGAN MEDIS (SKM)
44
[16] Cara pasien masuk diisi sesuai dengan cara pasien datang, apakah datang sendiri
melalui poliklinik atau IRD, atau dirujuk dari fasilitas pelayanan kesehatan lain. Pada
bagian ini dipilih salah satu sesuai dengan kondisi pasien dan diberi tanda centang (√)
untuk kondisi yang sesuai. [tulisan dicetak miring]
[17] Tanggal mulai dirawat diisi sesuai dengan tanggal pasien mulai dirawat di fasilitas
pelayanan kesehatan yang bersangkutan, sesuai dengan data yang tercantum dalam
rekam medis. [tulisan dicetak miring]
[18] Tanggal selesai dirawat diisi sesuai dengan tanggal pasien selesai dirawat di fasilitas
pelayanan kesehatan yang bersangkutan, sesuai dengan data yang tercantum dalam
rekam medis. Jika pasien masih sementara dirawat saat Surat Keterangan Medis
dibuat, maka pada bagian ini diberi penjelasan bahwa pasien tersebut masih dalam
perawatan. [tulisan dicetak miring]
[19] Dokter yang merawat diisi sesuai dengan semua dokter yang merawat pasien selama
dirawat di fasilitas pelayanan kesehatan tersebut, meliputi dokter penanggung jawab
pelayanan (DPJP) beserta dokter-dokter lainnya (bila ada) sesuai dengan data yang
tercantum dalam rekam medis. [tulisan dicetak miring]
[20] Hasil Pemeriksaan diisi sesuai dengan hasil pemeriksaan (anamnesis, pemeriksaan
fisis, pemeriksaan penunjang, diagnosis klinis, pengobatan dan tindakan, serta
prognosis) pasien selama dirawat di fasilitas pelayanan kesehatan yang bersangkutan,
diisi sesuai dengan data yang tercantum dalam rekam medis.
[21] Anamnesis diisi sesuai hasil anamnesis terhadap pasien pada saat dirawat di fasilitas
pelayanan kesehatan untuk memperoleh penanganan medis, sesuai dengan data yang
tercantum dalam rekam medis.
[22] Pemeriksaan Fisis diisi sesuai pemeriksaan fisis yang telah dilakukan terhadap pasien
sesuai dengan data yang tercantum dalam rekam medis. Pemeriksaan fisis ini
mencakup hasil pemeriksaan oleh semua dokter yang merawat pasien selama dirawat
di fasilitas pelayanan kesehatan tersebut, termasuk hasil konsul.
[23] Pemeriksaan Penunjang diisi sesuai dengan pemeriksaan penunjang yang telah
dilakukan terhadap pasien selama dirawat di fasilitas pelayanan kesehatan tersebut,
sesuai dengan data yang tercantum dalam rekam medis.
[24] Ringkasan Pemeriksaan diisi sesuai dengan rangkuman hasil pemeriksaan fisis serta
pemeriksaan penunjang terhadap jejas atau damage.
[25] Diagnosis Klinis diisi sesuai dengan diagnosis terhadap kondisi pasien pada saat
dirawat di fasilitas pelayanan kesehatan yang bersangkutan. Bilamana kondisi tersebut
merupakan rangkaian perjalanan dan komplikasi sebagai konsekuensi dari adanya
kejadian (incidence), maka dalam mengungkapkan rangkaian patomekanisme tersebut
perlu dimasukan dalam lampiran semua ringkasan/ resume medik dari tindakan medik
terdahulu yang telah dilakukan oleh dokter/dokter gigi/petugas kesehatan yang
diberikan wewenang; dan resume medik tersebut harus ditandatangani oleh
dokter/dokter gigi/petugas kesehatan tersebut. Urutan diagnosis kerja menggunakan
pendekatan Multiple Cause of Disease (MCOD), sehingga dituliskan keadaan morbid
yang langsung berhubungan dengan kondisi sekarang (A-1), dan penyebab antaranya
(A-2, A-3), serta penyebab yang mendasari terjadinya kondisi (A-4). Selain itu dituliskan
pula semua keadaan morbid lain yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan
penyebab langsung kondisi tersebut, namun berkontribusi terhadap keadaan kondisi
sekarang (B-1, B-2, B-3, dan B-4). Kemudian diagnosis klinis tersebut diberi kode sesuai
dengan International Classification of Disease-10 (ICD-10).
45
[26] Pengobatan dan Tindakan diisi sesuai dengan seluruh pengobatan dan tindakan
medis yang telah dilakukan terhadap pasien selama dirawat di fasilitas pelayanan
kesehatan tersebut, sesuai dengan data yang tercantum dalam rekam medis.
[27] Prognosis diisi sesuai dengan prognosis yang dibuat berdasarkan penilaian terhadap
kondisi pasien setelah memperoleh penanganan medis di fasilitas pelayanan kesehatan
yang bersangkutan, sesuai dengan data yang tercantum dalam rekam medis.
[28] Kesimpulan diisi sesuai dengan Diagnosis dan Prognosis
[29] Tempat dan Tanggal dikeluarkan Surat Keterangan Medis diisi dengan tempat dan
tanggal dikeluarkan/diterbitkan Surat Keterangan Medis oleh institusi yang membuat
SKM.
[30] Nama lengkap dan Nomor Induk Kepegawaian dari dokter/dokter gigi yang diberi
wewenang pelayanan kesehatan diisi sesuai dengan nama dan NIK dari dokter/dokter
gigi/petugas kesehatan yang membuat Surat Keterangan Medis. Dokter/dokter gigi/petugas
kesehatan ini adalah dokter/dokter gigi/petugas kesehatan yang ditunjuk/mewakili institusi
yang mengeluarkan/menerbitkan Surat Keterangan Medis.
[31] Jabatan dan kompetensi dari [27] diisi sesuai dengan jabatan dan kompetensi yang
dimiliki oleh dokter/dokter gigi/petugas kesehatan yang membuat Surat Keterangan
Medis.
[32] Tanda tangan ditandatangani oleh [27].
[33] Lampiran pemeriksaan dilampirkan semua hasil pemeriksaan yang telah dilakukan
terhadap pasien selama dirawat di fasilitas pelayanan kesehatan tersebut, sesuai
dengan data yang tercantum dalam rekam medis (misalnya hasil pemeriksaan
laboratorium, radiologi, ultrasonografi, EKG, EEG, histopatologi, toksikologi, DNA, dan
lain-lain).
46
LAMPIRAN 12: DAFTAR TILIK KELENGKAPAN KOMPONEN REKAM MEDIS (SESUAI
DENGAN PERMENKES NO. 269 TAHUN 2008 TENTANG REKAM MEDIS)
47
LAMPIRAN 13: DAFTAR TILIK KELENGKAPAN KOMPONEN RINGKASAN PULANG
(SESUAI DENGAN PERMENKES NO. 269 TAHUN 2008 TENTANG REKAM MEDIS)
48
KETERAMPILAN KLINIK 4
PEMERIKSAAN PADA KORBAN DUGAAN KEKERASAN SEKSUAL
TUJUAN PEMBELAJARAN
Tujuan Umum
Setelah mempelajari dan mempraktikkan keterampilan klinik pada modul ini,
mahasiswa diharapkan dapat menguasai keterampilan melakukan pemeriksaan medis
forensik pada korban dugaan kekerasan seksual serta melakukan/menentukan pemeriksaan
penunjang yang sesuai.
Tujuan Khusus
Setelah mempelajari dan mempraktikkan keterampilan klinik pada modul ini,
mahasiswa diharapkan mampu:
1. Melakukan anamnesis pada korban dugaan kekerasan seksual.
2. Melakukan pemeriksaan fisis pada korban dugaan kekerasan seksual untuk mencari
bukti-bukti medis.
3. Melakukan/menentukan pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan dan interpretasi
hasilnya.
4. Menyimpulkan perkiraan umur korban berdasarkan hasil pemeriksaan.
5. Menyimpulkan ada/tidaknya tanda-tanda persetubuhan dan perkiraan waktu terjadinya
persetubuhan.
6. Menyimpulkan ada/tidaknya tanda-tanda penetrasi di lokasi lain.
7. Menyimpulkan ada/tidaknya tanda-tanda kekerasan.
8. Menentukan penanganan pertama yang harus diberikan pada korban dugaan kekerasan
seksual.
STRATEGI PEMBELAJARAN
49
3. Sarung tangan medis (hanscoen)
4. Label identitas
5. Standar/skala pengukuran: penggaris, meteran, dsb
6. Senter
7. Pinset anatomis
8. Cotton swab
9. Spoit
10. Rape kit
11. Alat tulis menulis.
Metode Pembelajaran
1. Demonstrasi sesuai dengan buku panduan
2. Diskusi
3. Simulasi (partisipasi aktif)
4. Evaluasi menggunakan daftar tilik (check list).
REFERENSI
1. DiMaio VJ, DiMaio D. Forensic Pathology, 2nd Edition. USA: CRC Press LLC; 2001: ch.
18.
2. Dolinak D, Matshes EW, Lew EO. Forensic Pathology: Principles and Practice. London:
Elsevier; 2005: p. 467-86.
3. Iowa Department of Public Health. Sexual Assult: A Protocol for Adult Forensic and
Medical Examination. USA: IDPH; 2012.
4. McQuoid-Mason D, Pillemer B, Friedman C, Dada M. Crimes against women and children:
A medico-legal guide. UK: Dundee University & the Independent Medico-Legal Unit; 2002:
p. 153-84.
5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan
Reproduksi.
6. Saukko P, Knight B. Knight’s Forensic Pathology, 3rd Edition. London: Edward Arnold;
2004: p. 421-30.
7. US Department of Justice, Office on Violence Against Women. A National Protocol for
Sexual Assault Medical Forensic Examinations: Adults/Adolescents, 2nd Edition. USA:
US Department of Justice; 2013.
8. US Department of Justice, Office on Violence Against Women. Adult and Child Sexual
Assault Protocols: Initial Forensic Physical Examination. USA: US Department of Justice;
2015.
9. World Health Organization. Guidelines for medico-legal care for victims of sexual
violence. Geneva: WHO; 2003.
50
PANDUAN PEMERIKSAAN MEDIS FORENSIK
PADA KORBAN DUGAAN KEKERASAN SEKSUAL
1. Ada tidaknya tanda-tanda persetubuhan. Jika ada, apakah persetubuhan tersebut terjadi
baru-baru ini atau sudah lama
2. Ada tidaknya tanda-tanda penetrasi di tempat lain, seperti mulut dan anus, baik
penetrasi menggunakan penis ataupun benda tumpul lain
3. Ada tidaknya tanda-tanda kekerasan, serta perkiraan umur luka jika ada.
Catatan: Perhatikan bahwa yang pemeriksaan fisis medis difokuskan pada ada tidaknya
“tanda-tanda” penetrasi maupun kekerasan, yang berarti bahwa seorang dokter tidak
berwenang menentukan apakah benar telah terjadi penetrasi atau kekerasan, melainkan
hanya berupaya mencari tanda-tanda (bekas-bekas) fisik untuk membantu penyidik
menyimpulkan, apakah benar telah terjadi penetrasi maupun tindak kekerasan fisik.
51
Panduan Pemeriksaan
NO. AKTIVITAS
A. Persiapan Pemeriksaan
1. Sebelum dilakukan pemeriksaan, dokter pemeriksa mesti menginformasikan
pada pasien mengenai jaminan kerahasiaan pemeriksaan tersebut (konsep
kerahasiaan medis). Selain itu, perlu adanya persetujuan tertulis (informed
consent) yang diberikan oleh pasien di hadapan saksi sebelum dilakukan
pemeriksaan, pengumpulan spesimen, serta dokumentasi foto.
2. Pada saat pemeriksaan berlangsung, sebaiknya pasien (baik laki-laki maupun
perempuan) selalu disertai oleh pendamping berjenis kelamin sama (biasanya
perawat), dan pemeriksaan dapat dilakukan tanpa perlu disaksikan oleh penyidik
sebab dianggap sebagai suatu invasi terhadap privasi pasien. Untuk menjaga
privasi dan kenyamanan pasien, diupayakan sesedikit mungkin orang yang
berada di dalam ruangan periksa, yakni cukup satu orang pemeriksa (dokter),
korban sendiri, dan satu orang perawat.
B. Anamnesis
1. Sama seperti anamnesis pada korban hidup lainnya, anamnesis pada korban
kasus dugaan kekerasan seksual berfungsi sebagai skrining awal untuk indikasi
pemeriksaan maupun penanganan medis.
2. Untuk pasien anak-anak yang belum mampu berkomunikasi secara lancar,
anamnesis dapat dilakukan pada orang terdekat yang mengasuh seperti
orangtua, keluarga, atau pengasuh yang bukan merupakan terduga pelaku (non-
accused caregiver).
3. Beberapa pertanyaan yang harus ditanyakan pada korban kasus dugaan
kekerasan seksual untuk membantu mengarahkan pemeriksaan dan tindakan
medis antara lain sebagai berikut.
Apakah ada penetrasi penis ke vulva?
Apakah terjadi ejakulasi? Jika ya, di mana?
Apakah pelaku menggunakan kondom?
Apakah korban sudah mengganti pakaian, mandi, membersihkan diri,
membilas daerah genital (vagina), buang air kecil, buang air besar sejak
kejadian hingga sebelum pemeriksaan?
Apakah ada penetrasi di tempat lain (mulut, anus)?
Apakah pelaku menggunakan benda lain selain penis? Jika ya, apa?
Apakah pelaku melakukan kekerasan pada korban? Jika ya, di mana dan
bagaimana mekanismenya?
Riwayat menstruasi korban, berkaitan dengan perkiraan usia serta
perhitungan hari pertama haid terakhir (HPHT) jika ternyata korban hamil
akibat perkosaan tersebut dan ingin melakukan terminasi kehamilan.
Riwayat kehamilan dan persalinan.
Riwayat penggunaan kontrasepsi.
Riwayat hubungan seksual terakhir, berguna untuk perbandingan sampel
DNA.
C. Pemeriksaan Fisis
1. Pemeriksaan fisis pada korban kasus dugaan kekerasan seksual terdiri dari
pemeriksaan fisis non-genital dan pemeriksaan fisis genital.2 Pemeriksaan fisis
52
non-genital bertujuan untuk mencari tanda-tanda penetrasi di bagian tubuh lain
(mulut) dan tanda-tanda kekerasan lain, sedangkan pemeriksaan fisis genital
bertujuan untuk mencari tanda-tanda persetubuhan atau penetrasi pada anus,
serta tanda-tanda kekerasan pada daerah genital.
2. Pemeriksaan fisis pada korban kasus dugaan kekerasan seksual dilakukan
bersamaan dengan pengambilan sampel untuk barang bukti medis. Setiap
temuan dan bukti pemeriksaan didokumentasikan dalam bentuk catatan dan
foto.
3. Adapun proses pemeriksaan fisis dan pengumpulan barang bukti medis adalah
sebagai berikut.
Jika korban datang sebelum mengganti pakaian atau membersihkan diri
(korban masih mengenakan pakaian yang sama seperti yang dikenakan
saat kejadian), maka korban diminta berdiri di atas lembaran plastik khusus
kemudian melepaskan pakaiannya (termasuk pakaian dalam). Selain itu
juga dilakukan penyisiran pada rambut kepala korban, sebab kadangkala
rambut pelaku bisa tertinggal (untuk perbandingan, rambut korban juga
diambil sebagai sampel kontrol). Selanjutnya, pakaian lama korban
dibungkus satu per satu (terpisah untuk setiap barang bukti) di dalam
lembaran plastik dan disimpan sebagai barang bukti. Korban diberi pakaian
pengganti untuk dikenakan.
Kuku-kuku jari tangan korban dapat digunting dan disimpan sebagai barang
bukti, atau dapat dilakukan pengerokan pada sela-sela bawah kuku jari
tangan korban. Intinya adalah untuk melihat kemungkinan adanya sel-sel
epitel pelaku yang tertinggal jika korban sempat melakukan perlawanan dan
mencakar pelaku.
Pemeriksaan non-genital meliputi ujung kepala hingga ujung kaki (head to
toe, side to side). Pemeriksaan ini meliputi inspeksi secara makroskopis
maupun menggunakan bantuan alternative light source (ALS) dan
pengambilan apusan (swab). Daerah-daerah yang perlu diperhatikan lebih
teliti khususnya:
Bibir, bagian dalam rongga mulut adanya abrasi/lecet, memar,
laserasi, biasanya disebabkan oleh ciuman, gigitan, atau penetrasi
benda tumpul. Dilakukan buccal swab/oral swab jika dicurigai adanya
penetrasi penis maupun ejakulasi ke dalam rongga mulut (bisa
ditanyakan saat anamnesis), bertujuan untuk mendeteksi adanya sel
epitel, cairan semen, atau spermatozoa dari pelaku.
Leher, bahu, payudara, bokong mencari abrasi/lecet, memar, bekas
gigitan, luka robek, biasanya disebabkan oleh bekas isapan (oral suction),
gigitan, maupun manipulasi menggunakan tangan pelaku. Untuk bekas
isapan atau bekas gigitan (bite marks), atau jika ada indikasi (berdasarkan
anamnesis), dilakukan swab pada daerah tersebut guna mengambil sampel
liur (saliva) pelaku. Untuk bekas gigitan dapat difoto lalu dikonsultasikan
pada ahli odontologi forensik untuk dianalisis lebih lanjut. Lesi bekas gigitan
ini dapat berupa lesi minor hingga mutilasi.
Lengan bagian dalam, paha bagian dalam mencari tanda-tanda grab
marks atau restrain marks, yakni berupa memar atau lecet yang terjadi
ketika pelaku berusaha menahan korban. Selain itu, dapat dicari bekas
53
ikatan pada pergelangan tangan maupun kaki, menunjukkan adanya
upaya untuk menghalangi pergerakan korban.
Pemeriksaan genital meliputi pemeriksaan eksternal, pengumpulan sampel,
dan pemeriksaan internal sebagai berikut.
Pemeriksaan eksternal vulva dan anus, dimulai dengan pemeriksaan
pada rambut pubis bekas-bekas cairan ejakulat, juga dilakukan
penyisiran rambut pubis sebab kadangkala rambut pubis pelaku
tertinggal di vulva korban (untuk perbandingan, rambut pubis korban juga
diambil sebagai sampel kontrol). Selanjutnya diperhatikan apakah ada
lecet, memar, maupun laserasi pada bagian luar vulva dan anus.
Pemeriksaan selaput dara hymen intak atau tidak intak, adanya
lecet, memar, atau robekan. Jika terdapat perlukaan pada hymen, perlu
ditentukan apakah perlukaan tersebut masih baru atau sudah lama,
yakni dengan memperhatikan tanda-tanda radang akut dan
penyembuhan jaringan hymen.
Pemeriksaan anus adanya lecet, memar, atau robekan pada anus.
Pengambilan sampel, meliputi sampel cairan vagina, apusan vagina,
apusan serviks, apusan rektum. Pengambilan apusan vagina dan
apusan serviks dilakukan sebelum pemeriksaan serviks dan
pemeriksaan bimanual. Jika ingin dilakukan bilas vagina (untuk
pengambilan sampel) maka dilakukan terakhir setelah pengambilan
sampel yang lain selesai dilakukan.
Pemeriksaan internal dilakukan pada vagina menggunakan spekulum
plastik tanpa lubrikan, atau jika ingin menggunakan lubrikan, sebaiknya
hanya menggunakan air steril. Adapun insersi spekulum ke dalam liang
vagina hanya dilakukan pada korban perempuan yang sudah memiliki
riwayat berhubungan seksual sebelumnya.
Jika korban berjenis kelamin laki-laki, dapat dilakukan apusan pada
penis, khususnya pada daerah bukaan uretra, glans penis, corona,
corpus, maupun skrotum; jika ada riwayat kekerasan seksual
(anamnesis) pada daerah tersebut.
Jika dalam pemeriksaan fisis tidak dijumpai adanya tanda-tanda
persetubuhan maupun tanda-tanda kekerasan, maka tetap dilakukan
pengambilan sampel sesuai prosedur sebab tidak dijumpainya tanda-tanda
persetubuhan maupun kekerasan tidak otomatis berarti bahwa
persetubuhan maupun kekerasan tidak pernah terjadi.
Kondisi psikis tidak selalu berperan dalam menunjang maupun
melemahkan dugaan kekerasan seksual, sebab dampak kekerasan seksual
bagi psikis masing-masing orang adalah bervariasi.
D. Pemeriksaan Penunjang
1. Jika ditemukan bercak yang dicurigai sebagai cairan semen baik pada pakaian
maupun tubuh korban, dapat dilakukan pemeriksaan cairan semen mulai dari
inspeksi secara makroskopis, pemeriksaan menggunakan sinar ultraviolet (UV),
maupun pengambilan sampel untuk pemeriksaan laboratorium.
2. Deteksi spermatozoa pada sampel yang berasal dari vagina, anus, maupun
mulut. Spermatozoa motil paling banyak ditemukan pada hasil pemeriksaan < 6
jam, dan kadang masih bisa ditemukan setelah 12 jam. Setelah 24 jam,
54
spermatozoa motil kemungkinan hanya dapat ditemukan pada sampel apusan
serviks. Adapun spermatozoa non-motil dapat ditemukan pada hasil
pemeriksaan 26 jam hingga 2-3 hari berikutnya. Pada sampel cairan vagina, ekor
sperma dapat bertahan hingga 26 jam, sedangkan kepala sperma dapat
bertahan hingga 120 jam. Pada apusan serviks, sperma non-motil masih dapat
bertahan hingga 179 jam (sekitar 7 hari).
3. Deteksi cairan semen pada sampel yang berasal dari vagina (bukti persetubuhan
dan/atau ejakulasi), anus (anal sex), maupun mulut (oral sex). Jika pelaku
menggunakan kondom, atau tidak terjadi ejakulasi, atau pada pelaku aspermia (baik
sekunder karena penyakit maupun akibat vasektomi), maka tidak akan ditemukan
spermatozoa. Untuk mengantisipasi hal ini, dapat dilakukan deteksi cairan semen,
di mana cairan ejakulat tersebut paling mungkin dideteksi pada 12 jam pertama, dan
masih bisa terdeteksi pada 18-24 jam hingga 72 jam.
4. Pemeriksaan toksikologi menggunakan sampel darah (hingga 48 jam sesudah
kejadian) dan urine (hingga 72 jam sesudah kejadian). Pemeriksaan toksikologi
dilakukan jika pasien melaporkan adanya riwayat kehilangan kesadaran atau
penurunan kesadaran, kehilangan ingatan, cameo memory, gangguan
pergerakan motorik, kelelahan atau rasa mengantuk, onset intoksikasi yang
cepat, dan/atau riwayat konsumsi substansi secara volunter sehingga
menyebabkan ketidakberdayaan (incapacitation).
5. Pemeriksaan skrining untuk mendeteksi infeksi menular seksual (IMS) seperti
gonore, Chlamydia, sifilis, herpes, vaginosis bakterial, maupun penyakit seperti
HIV/AIDS, hepatitis, dan penyakit-penyakit lain yang dapat menular melalui
kontak seksual. Untuk deteksi IMS dapat digunakan sampel darah atau apusan
serviks. Untuk skrining penyakit lain dapat dilakukan sampel darah. Khusus
untuk pemeriksaan HIV/AIDS disarankan untuk melakukan pemeriksaan
berulang.
6. Pemeriksaan kehamilan menggunakan sampel urine. Jika korban positif hamil
dan terbukti sebagai akibat dari kejadian perkosaan tersebut, dan jika korban
tidak menghendaki kehamilan itu, maka secara hukum korban berhak
memutuskan untuk mengakhiri kehamilannya, dengan batasan usia kehamilan
(menurut PP No. 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi) adalah 40
(empat puluh) hari dihitung sejak HPHT.
E. Penanganan Medikamentosa
Beberapa terapi medikamentosa yang dapat diberikan setelah pasien memberikan
informed consent antara lain:
1. Pemberian kontrasepsi darurat untuk mencegah kehamilan, sebaiknya
diberikan dalam waktu 72 jam setelah kejadian.
2. Pemberian profilaksis HIV, sebaiknya diberikan dalam 72 jam pertama setelah
kejadian.
3. Pemberian vaksinasi hepatitis B.
4. Antibiotik profilaksis untuk mencegah infeksi menular seksual,
55
KETERAMPILAN KLINIK 5
PEMERIKSAAN LUAR PADA JENAZAH
TUJUAN PEMBELAJARAN
Tujuan Umum
Setelah mempelajari dan mempraktikkan keterampilan klinik pada modul ini,
mahasiswa diharapkan dapat menguasai keterampilan melakukan pemeriksaan luar pada
jenazah serta menuliskan anjuran/saran untuk melakukan pemeriksaan bedah mayat
(autopsi) pada kasus-kasus tertentu.
Tujuan Khusus
Setelah mempelajari dan mempraktikkan keterampilan klinik pada modul ini,
mahasiswa diharapkan mampu:
56
1. Menyebutkan syarat-syarat dan kelengkapan administrasi untuk melakukan
pemeriksaan luar pada jenazah.
2. Mengidentifikasi label mayat dan mencocokkan keterangan pada label mayat dengan
data-data yang terdapat pada SPV maupun berkas rekam medis.
3. Mendokumentasikan pembungkus jenazah termasuk pakaian dan barang-barang yang
melekat pada tubuh mayat.
4. Mengukur panjang badan dan berat badan jenazah serta menilai status gizi.
5. Mendokumentasikan ciri-ciri fisik jenazah maupun ciri khusus/kelainan yang dapat
digunakan untuk mengidentifikasi mayat.
6. Memeriksa kaku mayat, lebam mayat, dan tanda-tanda pembusukan serta
menginterpretasikan temuan-temuan tersebut untuk menyimpulkan perkiraan interval
postmortem.
7. Memeriksa dan menginterpretasikan tanda-tanda kegagalan napas dan kegagalan
sirkulasi yang ditemukan pada pemeriksaan luar.
8. Mendokumentasikan kondisi gigi jenazah serta mengonsultasikan pada ahli odontologi
forensik jika perlu.
9. Memeriksa lubang-lubang tubuh dan mendokumentasikan kelainan yang ditemukan.
10. Memeriksa ada tidaknya luka-luka pada kulit, lalu mendokumentasikan dan
mendeskripsikan temuan yang diperoleh.
11. Menilai intravitalitas luka yang ditemukan.
12. Memeriksa ada tidaknya patah tulang tertutup pada jenazah.
13. Memeriksa ada tidaknya tanda-tanda tenggelam berdasarkan pemeriksaan luar.
STRATEGI PEMBELAJARAN
Metode Pembelajaran
1. Demonstrasi sesuai dengan buku panduan
2. Diskusi
3. Simulasi (partisipasi aktif)
4. Evaluasi menggunakan daftar tilik (check list).
REFERENSI
1. DiMaio VJ, DiMaio D. Forensic Pathology. 2nd ed. Boca Raton: CRC Press LLC;
2001. 57
2. DiMaio VJM. Gunshot Wounds Practical: Aspects of Firearms, Ballistics, and Forensic
Techniques. 2nd ed. Boca Raton: CRC Press LLC; 1999.
3. Dix J, Graham M. Time of Death , Decomposition and Identification: An Atlas. Boca
Raton: CRC Press LLC; 2000.
4. Dolinak D, Matshes EW, Lew EO. Forensic Pathology: Principles and Practice. London:
Elsevier Academic Press; 2005.
5. Perkapolri No. 10 Tahun 2009 tentang Pemeriksaan Laboratorium Forensik.
6. Saukko P, Knight B. Knight’s Forensic Pathology. 3rd ed. London: Edward Arnold Ltd.;
2004.
7. Shepherd R. Simpson’s Forensic Medicine. 12th ed. New York: Arnold; 2003.
8. Shkrum MJ, Ramsay DA. Forensic Pathology of Trauma: Common Problem for the
Pathologists. Totowa, New Jersey: Humana Press; 2007.
58
PROSEDUR PEMERIKSAAN LUAR PADA JENAZAH
NO. AKTIVITAS
A. Pemeriksaan Kelengkapan Administrasi
Jika pemeriksaan dilakukan sebagai salah satu prosedur rutin di rumah sakit:
1. Berkas rekam medis, yang dicocokkan dengan identitas jenazah
2. Lembar persetujuan pemeriksaan luar jenazah oleh keluarga (disesuaikan
dengan SOP rumah sakit).
Jika pemeriksaan dilakukan berdasarkan permintaan penyidik:
1. Berkas rekam medis (jika sebelumnya pasien pernah dirawat di rumah sakit)
2. Surat permintaan pemeriksaan jenazah (Surat Permintaan Visum) dari penyidik
3. Pemeriksaan dilakukan terhadap jenazah yang ditunjukkan oleh penyidik
(penyidik bertanggung jawab untuk menunjukkan/mengidentifikasi jenazah yang
dimaksud).
B. Pemeriksaan Label dan Pembungkus Tubuh Jenazah
1. Identifikasi label yang terdapat pada jenazah, cocokkan identitas pada label
dengan data-data di berkas rekam medis/SPV
2. Deskripsikan jenis pembungkus tubuh mayat lapis demi lapis, dimulai dari
lapisan paling luar ke lapisan paling dalam
3. Deskripsi meliputi:
Jenis barang (kantung jenazah, selimut, pakaian, dsb)
Jenis bahan (terpal, plastik, kain katun, dsb)
Merk barang (jika ada)
Ukuran (panjang dan lebar, atau ukuran huruf [S, M, L], atau ukuran angka)
Motif/corak
Warna
Keterangan tambahan (terdapat cacat/noda/robekan/bercak darah/dll)
4. Dokumentasikan setiap pembungkus jenazah dalam bentuk foto
5. Jika terdapat barang-barang yang melekat pada tubuh mayat, juga dicatat
masing-masing deskripsi dan difoto.
C. Pemeriksaan Status Antropometri dan Ciri Fisik
1. Lepaskan seluruh pembungkus tubuh dan pakaian jenazah
2. Posisikan jenazah dalam posisi anatomis
3. Ukur panjang badan mulai dari puncak kepala (vertex) ke dasar tumit
4. Pengukuran berat badan hanya bermakna pada jenazah yang belum mengalami
proses pembusukan
5. Deskripsikan ciri-ciri fisik jenazah seperti:
Jenis kelamin, yakni melalui inspeksi alat kelamin dan tanda-tanda
perkembangan seks sekunder
Perkiraan usia
Ras
Warna kulit
Status gizi
Rambut-rambut pada jenazah, mulai dari rambut kepala, alis, bulu mata,
kumis dan janggut, rambut di tubuh dan ekstremitas, rambut kemaluan (catat
warna, ukuran terpanjang, jenis [lurus/ikal], serta mudah/tidaknya dicabut)
6. Amati dan deskripsikan jika terdapat ciri-ciri khusus pada jenazah, misalnya:
59
Tanda lahir
Cacat khusus
Tato
Lain-lain, seperti gigi emas, dll
7. Dapat dilakukan pengambilan sampel sidik jari dengan bantuan tim INAFIS.
D. Pemeriksaan Tanatologi
Kaku mayat (rigor mortis)
1. Periksa kekakuan pada mayat dengan menggerakkan persendian: rahang, siku,
pergelangan tangan dan jari-jari tangan, lutut, serta pergelangan kaki dan jari-
jari kaki
2. Nilai derajat kekakuan: tidak ada, mudah dilawan, sukar dilawan
3. Perhatikan ada tidaknya cadaveric spasm
4. Pada jenazah yang terbakar, bedakan antara kaku mayat dengan heat
stiffening atau sikap pugilistik
5. Penilaian kaku mayat akan rancu jika jenazah telah disimpan di dalam lemari
pendingin sebelumnya (cold stiffening)
1. Periksa lebam mayat dengan cara inspeksi seluruh tubuh jenazah dari semua
sisi serta amati bagian-bagian yang berwarna lebih gelap dan umumnya
berbatas tegas
2. Lakukan penekanan pada bagian yang berwarna lebih gelap, dan amati
apakah terjadi perubahan warna menjadi pucat (blanching)
3. Catat lokasi dan warna lebam mayat, serta apakah lebam masih menghilang
dengan penekanan atau sudah menetap
4. Lebam mayat mungkin akan sulit dinilai pada pasien yang meninggal dalam
kondisi hypovolemia atau memiliki riwayat
anemia Penurunan suhu tubuh (algor mortis)
1. Pengukuran suhu tubuh mayat jarang dilakukan karena banyaknya faktor
perancu yang dapat menghasilkan bias dalam interpretasi penentuan interval
postmortem
2. Pengukuran suhu tubuh mayat biasanya hanya dilakukan pada temuan kasus
baru, dan tidak perlu dilakukan jika mayat sudah dimasukkan ke dalam lemari
pendingin
Pembusukan (dekomposisi)
1. Amati ada tidaknya warna kehijauan serta pelebaran vena-vena superfisial
(marbling) pada kulit jenazah; jika ada, catat lokasinya
2. Amati ada tidaknya pembengkakan oleh gas pembusukan (bloating); biasanya
terlihat jelas pada bagian tubuh yang berongga seperti wajah, dan perut. Pada
wajah, bola mata dan lidah bisa terdorong keluar
3. Amati apakah terdapat cairan pembusukan berwarna kecoklatan yang keluar
dari lubang-lubang tubuh seperti hidung, telinga, dan mulut; bedakan dengan
darah
4. Amati ada tidaknya pembentukan vesikel/bulla maupun pengelupasan lapisan
epidermis yang kadang menyerupai luka lecet. Dapat pula terjadi degloving pada
tangan dan kaki
5. Periksa apakah rambut-rambut mayat mudah dicabut (rambut kepala, alis, bulu
mata, kumis dan janggut, rambut tubuh dan ekstremitas, rambut kemaluan)
60
6. Kenali tanda-tanda mumifikasi, adiposera/saponifikasi, dan maserasi
Penentuan interval postmortem
Tentukan perkiraan interval postmortem berdasarkan kaku mayat, lebam mayat,
dan tanda-tanda pembusukan.
E. Pemeriksaan Tanda-Tanda Asfiksia
1. Buka kedua mata mayat dan periksa konjungtiva palpebra serta konjungtiva
bulbi, cari ada tidaknya petekia dan tanda-tanda anemis
2. Periksa bibir, bagian dalam bibir, gusi dan palatum, cari ada tidaknya petekia,
tanda-tanda sianosis, atau tanda-tanda anemis
3. Periksa ujung-ujung jari tangan dan kaki mayat, nilai apakah terdapat tanda-
tanda anemis atau sianosis.
F. Pemeriksaan Gigi Jenazah
1. Buka mulut mayat dan periksa kelengkapan gigi-geligi, bedakan antara gigi
susu dan gigi dewasa
2. Jika gigi dewasa, lihat apakah gigi geraham belakang (molar III) sudah erupsi
atau belum
3. Periksa ada tidaknya karang gigi
4. Amati kelainan pada gigi (gigi hilang, gigi palsu, dsb)
5. Pemeriksaan gigi dapat digunakan untuk menentukan perkiraan umur, ras, dan
identitas mayat
6. Interpretasi lanjut untuk kondisi gigi dapat dikonsultasikan kepada ahli
odontologi forensik.
G. Pemeriksaan Lubang-Lubang pada Tubuh
1. Periksa kedua lubang telinga, amati ada tidaknya benda asing, cairan,
perdarahan, maupun kelainan lainnya
2. Periksa kedua lubang hidung, amati ada tidaknya benda asing, cairan,
perdarahan, maupun kelainan lainnya
3. Periksa mulut, amati ada tidaknya benda asing, cairan, perdarahan, maupun
kelainan lainnya
4. Periksa anus, amati ada tidaknya benda asing, cairan, perdarahan, feses,
maupun kelainan lainnya
5. Untuk mayat laki-laki, periksa uretra, amati ada tidaknya urine, cairan mani,
atau kelainan lainnya
6. Untuk mayat perempuan, periksa uretra, amati ada tidaknya urine; serta liang
vagina untuk melihat apakah terjadi prolaps uteri atau ekstrusi janin akibat
proses pembusukan.
H. Pemeriksaan Luka-Luka pada Kulit dan Deskripsi Luka
1. Bersihkan tubuh mayat dengan menggunakan spons; jika sulit dapat
menggunakan spons yang dibasahi dengan air bersih
2. Pemeriksaan luka-luka pada kulit dilakukan sesuai dengan langkah-langkah
deskripsi luka
3. Lakukan penilaian intravitalitas untuk setiap luka yang ditemukan.
I. Pemeriksaan Patah Tulang
1. Jika memungkinkan, pemeriksaan adanya kecurigaan patah tulang tertutup
sebaiknya menggunakan pemeriksaan radiologi
2. Jika pemeriksaan radiologi tidak dapat dilakukan, pemeriksaan patah tulang
tertutup bisa dilakukan dengan melihat adanya deformitas pada tubuh dan
61
meraba adanya krepitasi pada bagian tubuh yang dicurigai mengalami patah
tulang.
J. Pemeriksaan Tanda Tenggelam
1. Amati ada tidaknya tanda-tanda tenggelam pada pemeriksaan luar, seperti:
Adanya busa berwarna putih/merah pada hidung dan mulut
Adanya benda-benda air seperti pasir, tumbuhan, dsb pada rongga hidung
dan rongga mulut
Cutis anserina
Washer woman’s hand
Cadaveric spasm
Dan lain-lain
2. Tentukan apakah tanda-tanda tersebut merupakan tanda intravital atau
postmortem.
62
LAMPIRAN 14: GRAFIK PERKIRAAN INTERVAL POSTMORTEM BERDASARKAN TANATOLOGI
Lebam mayat
Kaku mayat
Dekomposisi
Algor mortis
0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42 45 48
Interval postmortem (jam)
63
LAMPIRAN 15: ALGORITMA PEMERIKSAAN LUAR PADA JENAZAH BAYI DAN JANIN
Janin Plasenta
Jenis kelamin
Ukuran plasenta
Golongan darah
Berat plasenta
Sampel DNA
Lengkap tidaknya
kotiledon
Ukuran & potongan
tali pusat
Perkiraan usia Pemeriksaan
kandungan dan viabilitas histopatologis
Tes toksikologi
Panjang badan
Berat badan
Tanda-tanda maturasi
Ada cacat bawaan
Terduga ibu
Pengembangan dada
Involusi uteri
Tes apung paru
Robekan jalan lahir
Gambaran makroskopis
Ciri-ciri adanya
dan mikroskopis paru
riwayat kehamilan
64
LAMPIRAN 16: TATA CARA PENGAMBILAN DAN PENYIMPANAN SAMPEL MEDIS
Bahan
No. Jenis Barang Bukti Jumlah Sampel
Pengawet
Korban hidup (sampel diambil oleh dokter atau paramedis)
1. Sisa makanan/minuman (bila ada) Seluruhnya Alkohol 96%
2. Muntahan (bila ada) Seluruhnya Alkohol 96%
3. Cairan tubuh:
Urine 25 ml -
Darah 10 ml Heparin
Cairan lambung Alkohol 96%
4. Sisa obat-obatan dan resepnya (jika korban
Seluruhnya -
sempat mendapat perawatan medis)
Korban mati (sampel diambil oleh dokter pada saat autopsi)
1. Organ/jaringan tubuh:
Lambung beserta isinya 100 gr Alkohol 96%
Hati 100 gr Alkohol 96%
Ginjal 100 gr Alkohol 96%
Jantung 100 gr Alkohol 96%
Jaringan lemak bawah perut 100 gr Alkohol 96%
Otak 100 gr Alkohol 96%
2. Cairan tubuh:
Urine 25 ml -
Darah 10 ml Heparin
3. Sisa makanan, minuman, obat-obatan, serta
alat/peralatan/wadah dan barang-barang lain Seluruhnya
yang diduga ada kaitannya dengan kasus
4. Barang bukti pembanding yang diduga
sebagai penyebab kematian korban
Korban mati telah dikubur (sampel diambil oleh dokter pada saat penggalian jenazah)
1. Jika mayat belum rusak, maka barang bukti
yang diperlukan sama dengan barang bukti
pada korban mati yang belum dikubur
2. Jika mayat sudah rusak/hancur:
Tanah bagian bawah lambung/perut
korban
Tanah bagian bawah kepala korban
Rambut korban
Kuku jari tangan dan kuku jari kaki korban
Catatan:
Tiap jenis barang bukti ditempatkan dalam wadah terpisah yang ditutup rapat dan
masing-masing diberi label
65
Gunakan wadah berbahan kaca/plastik yang masih baru dan bersih; hindari
menggunakan wadah bekas
Contoh bahan pengawet juga dikirimkan sebagai pembanding
Untuk kasus keracunan alkohol, barang bukti tidak diawetkan dengan alkohol, melainkan
dimasukkan ke dalam ice box berisi es batu setelah ditempatkan di dalam wadah.
Waktu
Pengambilan
Jumlah Bahan
No. Jenis Barang Bukti Sampel
Sampel Pengawet
(Setelah
Pemakaian)
Narkoba oral (diminum)
1. Darah 4—48 jam 10 ml Na.sitrat/EDTA
2. Serum 4—48 jam 5 ml -
3. Urine 1—4 hari 25 ml Suhu < 0°
Narkoba intravena (disuntik)
1. Darah 2—6 jam 10 ml Na.sitrat/EDTA
2. Serum 2—6 jam 5 ml -
3. Urine 1—3 hari 25 ml Suhu < 0°
Catatan:
Tiap jenis barang bukti ditempatkan dalam wadah terpisah yang ditutup rapat dan
masing-masing diberi label
Gunakan wadah berbahan kaca/plastik yang masih baru dan bersih; hindari
menggunakan wadah bekas
Barang bukti diterima oleh Labfor Polri paling lambat 1 (satu) hari setelah pengambilan
sampel
Selama dalam pengiriman, barang bukti yang telah ditempatkan di dalam wadah,
dimasukkan ke dalam ice box yang berisi es batu.
66
Masing-masing serapan darah dimasukkan ke dalam
amplop/wadah terpisah
2. Darah kering Gunakan sarung tangan untuk menghindari
kontaminasi
Darah kering dikerik menggunakan alat kerik yang
tajam dan bersih lalu ditampung pada sehelai kertas
putih kemudian dilipat dan dimasukkan ke dalam
amplop terpisah
Jika bercak darah kering tipis dan sulit dikerik, dapat
menggunakan kain katun putih yang dibasahi dengan
aquadest, lalu ditekan pada permukaan bercak darah
sehingga terserap kemudian dikeringkan dengan cara
diangin-anginkan
Jaringan tubuh dan tulang
1. Jaringan tubuh Gunakan sarung tangan untuk menghindari
kontaminasi
Pilih jaringan tubuh yang belum mengalami
pembusukan lanjut
Jaringan tubuh diambil seukuran kurang lebih 2 cm x 2
cm x 2 cm, dengan lokasi pengambilan disesuaikan
dengan jenis organ/jaringan tubuh
Jika terdapat daerah yang dicurigai mengalami kondisi
patologis, ambil sampel pada bagian perbatasan
sehingga sampel mengandung jaringan patologis dan
jaringan normal sebagai pembanding
Masing-masing jaringan tubuh dimasukkan ke dalam
wadah yang berbeda dan diberi pengawet formalin
10% untuk pemeriksaan histopatologi
Masing-masing wadah diikat, dilak, disegel, dan diberi
label
2. Tulang Jika jaringan tubuh telah membusuk, ambil sampel
tulang dan gigi
Untuk tulang yang kecil dapat diambil utuh, sedangkan
untuk tulang yang besar diambil sampel mulai dari
korteks hingga sumsum tulang
Sampel gigi diambil dari gigi geraham belakang
(berakar tiga)
Sampel tulang dan gigi tidak perlu menggunakan
bahan pengawet
Masing-masing sampel dimasukkan ke dalam wadah
yang berbeda lalu diikat, dilak, disegel, dan diberi label
Rambut
1. Rambut di TKP Rambut diangkat menggunakan pinset dan
dimasukkan ke dalam lipatan kertas putih, lalu
dimasukkan ke dalam amplop dan diberi label
67
2. Rambut pada Sisir rambut kemaluan dengan sisir yang bersih
kemaluan Rambut yang terkumpul dimasukkan ke dalam lipatan
kertas putih, lalu dimasukkan ke dalam amplop dan
diberi label
Catatan: Diperlukan bahan pembanding yaitu rambut tersangka/korban, dengan jumlah
minimum 3 helai berikut akarnya (dicabut). Rambut pembanding dibungkus
secara terpisah, kemudian diikat, dilak, disegel, dan diberi label.
Air mani/sperma
1. Air mani/sperma yang Sampel air mani/sperma dikeringkan terlebih dahulu
terdapat pada benda (dengan cara diangin-anginkan) kemudian dibawa
yang mudah diangkat bersama dengan benda tempatnya melekat dan
(pakaian, sprei, dsb) dibungkus, disegel, dan diberi label
2. Air mani/sperma yang Sampel air mani/sperma dikeringkan terlebih dahulu
terdapat pada benda (dengan cara diangin-anginkan)
yang besar dan sulit Bagian benda yang terdapat air mani/sperma
diangkat (kasur, digunting/dipotong, kemudian dimasukkan ke dalam
karpet) amplop, dibungkus, disegel, dan diberi label
3. Air mani/sperma yang Gunakan sarung tangan untuk menghindari
terdapat pada benda kontaminasi
yang tidak dapat Jika air mani/sperma belum mengering, dapat diambil
diangkat (tubuh menggunakan kertas saring/kain kasa/cotton swab lalu
manusia, lantai, dikeringkan dengan cara diangin-anginkan dan
dinding, dsb) dimasukkan dalam wadah
Kerik air mani/sperma menggunakan alat kerik yang
tajam dan bersih lalu ditampung pada sehelai kertas
putih kemudian dilipat dan dimasukkan ke dalam
amplop terpisah
Catatan: Diperlukan bahan pembanding yaitu air mani/sperma tersangka/korban. Sampel
pembanding dibungkus secara terpisah, kemudian diikat, dilak, disegel, dan diberi
label.
Saliva/air liur
1. Saliva/air liur yang Sampel saliva/air liur dibawa bersama dengan seluruh
terdapat pada benda barangnya lalu dibungkus, disegel, dan diberi label
yang mudah diangkat
(puntung rokok, dsb)
2. Saliva/air liur yang Gunakan sarung tangan untuk menghindari
terdapat pada benda kontaminasi
yang tidak dapat Sampel saliva/air liur diambil menggunakan kertas
diangkat (bekas saring/kain kasa lalu dikeringkan dengan cara diangin-
gigitan) anginkan dan dimasukkan dalam kantung plastik,
diikat, dilak, disegel, dan diberi label
Catatan: Diperlukan bahan pembanding yaitu darah tersangka/korban. Sampel
pembanding dibungkus secara terpisah, kemudian diikat, dilak, disegel, dan
diberi label.
68