Laporan Kasus Rhinosinusitis
Laporan Kasus Rhinosinusitis
PENDAHULUAN
dalam praktek dokter sehari-sehari, bahkan dianggap sebagai salah satu penyebab
(common cold) yang merupakan infeksi virus, alergi dan gangguan anatomi yang
mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis. Yang paling sering terkena
ialah sinus maksila dan etmoid, sedangkan sinus frontal lebih jarang dan sinus
rinosinusitis kronis itu sendiri sudah masuk data rumah sakit berjumlah 18 sampai
22 juta pasien setiap tahunnya dan kira-kira sejumlah 200.000 orang dewasa
dan sinus berada pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama atau
sekitar 102.817 penderita rawat jalan di rumah sakit. Survei Kesehatan Indera
1
Penglihatan dan Pendengaran 1996 yang diadakan oleh Binkesmas bekerja sama
dengan PERHATI dan Bagian THT RSCM mendapatkan data penyakit hidung
dari 7 propinsi. Data dari Divisi Rinologi Departemen THT RSCM Januari-
Agustus 2005 menyebutkan jumlah pasien rinologi pada kurun waktu tersebut
adalah 435 pasien, 69%nya adalah sinusitis. Dari jumlah tersebut 30%
pada anak lebih banyak ditemukan karena anak-anak mengalami infeksi saluran
nafas atas 6 – 8 kali per tahun dan diperkirakan 5%– 10% infeksi saluran nafas
2
BAB 2
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS PENDERITA
1. Nama : M. yusuf
2. Umur : 13 tahun
4. Suku : Aceh
5. Agama : Islam
6. Pekerjaan : Pelajar
B. ANAMNESIS
hidung tersumbat dikedua hidung sejak 5 bulan yang lalu. Selain itu
pasien juga sering mengeluh bersin-bersin dipagi hari dan juga mengeluh
nyeri di bagian pipi kiri dan kanan dan berlanjut ke bagian kepala,
keluhan dirasakan hilang timbul dan semakin memberat rasa nyeri sangat
gangguan pada hidung seperti sulit bernafas terutama saat tidur dan
timbul di pagi hari atau dipicu oleh debu. Pasien juga pernah merasa
3
seperti tertelan ingus. Demam (-) batuk (-), nyeri menelan (-), gangguan
C. STATUS GENERALIS :
mukosa di kavum nasi kiri dan kanan livide, krusta (-), sekret (-), massa (-), konka
posterior terdapat post nasal drip. Pada pemeriksaan cavum oris dalam batas
4
Pemeriksaan foto polos SPN
Dari anamnesa dan pemeriksaan fisik dan dari hasil ronten SPN
5
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
hidung, berupa tonjolan atau resesus epitel mukosa hidung setelah janin berusia 2
bulan, resesus inilah yang nantinya akan berkembang menjadi ostium sinus.
Perkembangan sinus paranasal dimulai pada fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus
sphenoid dan sinus frontal. Sinus maksila dan sinus etmoid telah ada saat anak
lahir, saat itu sinus maksila sudah terbentuk dengan sangat baik dengan dasar agak
lebih rendah daripada batas atas meatus inferior. Setelah usia 7 tahun
frontal berkembang dari sinus etmoid anterior pada anak yang berusia kurang
lebih 8 tahun. Pneumatisasi sinus sphenoidalis dimulai pada usia 8 – 10 tahun dan
Pada waktu lahir sinus maksila hanya berupa celah kecil disebelah medial
orbita. Mula-mula dasarnya lebih tinggi daripada dasar rongga hidung, kemudian
terus mengalami penurunan, sehingga pada usia 8 tahun menjadi sama tinggi.
tahun. Sinus maksila atau Antrum Highmore, merupakan sinus paranasal yang
6
terbesar, bentuk piramid ireguler dengan dasarnya menghadap ke fosa nasalis dan
buku anatomi tubuh manusia, ukuran rata-rata pada bayi baru lahir 7–8 x 4–6 mm
dan untuk usia 15 tahun 31–32 x 18–20 x 19–20 mm. Sinus maksila merupakan
sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus maksila bervolume 6–8 ml, sinus
infraorbita, cabang lateral nasal dari arteri sfenopalatina, arteri greater palatine
serta anterior superior dan posterior dari arteri alveolaris, sedangkan vena yang
pterygoid.
Sinus maksila ini mendapat persarafan dari nervus maksilaris (V2) yang
a. Dinding medial atau dasar antrum dibentuk oleh lamina vertikalis os palatum,
dengan infundibulum ethmoid. Ostium ini terletak pada bagian superior dari
7
9 mm ke arah posterior duktus nasolakrimalis. Ujung posterior dari ostium
b. Dinding atas memisahkan rongga sinus dengan orbita terdiri dari tulang yang
oleh bagian alveolar os maksila atas dan bagian luar palatum durum. Dinding
d. Dinding anterior terbentuk dari fasia fasialis maksila yang berhadapan dengan
Dasar dari sinus dibentuk oleh prosesus alveolaris maksila. Pada anak
letaknya sekitar 4 mm diatas dasar cavum nasi , dan pada dewasa letaknya 4- 5
Proses supuratif yang terjadi disekitar gigi ini dapat menjalar ke mukosa
sinus melalui pembuluh darah atau limfe, sedangkan pencabutan gigi ini dapat
sinusitis.5
kemudian berkembang kearah atas dari hidung pada bagian frontal reses. Sinus ini
jarang tampak pada pemeriksaan rontgen hingga tahun kedua setelah kelahiran,
kemudian sinus ini berkembang secara lambat kearah vertikal pada tulang frontal
8
Sekitar 5% dari populasi mengalami kegagalan pertumbuhan dari sinus ini.
6 sampai 7 ml. Perdarahan pada sinus frontal meliputi cabang supra troklear dan
supraorbital dari arteri optalmikus dan melalui vena superior optalmikus yang
Sinus frontal terletak pada tulang frontal dibatas atas supraorbital dan akar
hidung. Sinus ini dibagi dua oleh sekat secara vertikal dibatas midline dengan
Dinding posterior dari sinus ini melebar secara inferior obliq dan posterior
dimana nantinya akan bertemu dengan atap dari orbita. Ostium alami dari sinus
ini terletak di anteromedial dari dasar sinus. Sel-sel infraorbita bisa terobstruksi
dan membentuk mukokel yang terisolasi dari ostium dan sinus etmoid.6
Sel-sel etmoid mulai terbentuk pada bulan ketiga dan keempat setelah
kelahiran yang merupakan invaginasi dari dinding lateral hidung pada daerah
meatus medial (etmoid anterior) dan meatus superior (etmoid posterior). Saat
Kelima bagian tersebut yakni unsinatus, bula etmoid basal lamella (ground
9
Sel-sel sinus etmoid ini akan tumbuh secara cepat sehingga pada usia
etmoidalis anterior dan posterior, cabang arteri optalmikus dari arteri karotis
interna. Sedangkan aliran vena berasal dari vena maksilaris dan etmoidalis yang
Inervasi persarafan dari sinus etmoid ini berasal dari cabang posterolateral
hidung dari nervus maksilaris (V2) dan cabang nervus etmoidalis dari nervus
optalmikus (V1).
Anatomi dari sinus etmoid ini cukup kompleks, bervariasi dan merupakan
subjek penelitian yang baik. Sinus etmoid memiliki dinding yang tipis dengan
jumlah dan ukuran yang bervariasi. Pada bagian lateral berbatasan dengan dinding
medial orbita (lamina papyracea) dan bagian medial dari kavum nasi.
Sinus ini terletak di inferior dari fossa kranial anterior dekat dengan
midline. Beberapa sel melebar mengelilingi frontal sfenoid dan tulang maksila.
Kelompok sel anterior kecil-kecil dan banyak, drainasenya melalui meatus media,
Sinus sfenoid mulai berkembang saat bulan ketiga setelah kelahiran yang
merupakan invaginasi dari mukosa bagian superior posterior dari kavum nasi,
10
Pneumatisasi sfenoid ini terjadi selama pertengahan usia kanak-kanak dan
mengalami pertumbuhan yang cepat saat berusia 7 tahun. Sinus ini mengalami
Sinus sfenoid kiri dan kanan yang asimetris tersebut dibagi oleh septum
intersinus. Ukuran sinus ini sekitar 2,5 x 2,5 x 1,5 mm pada tahun pertama dan 14
etmoidalis posterior, sedangkan aliran vena berasal dari vena maksilaris dan
pleksus pterigoid. Inervasi persarafan dari sinus sfenoid ini berasal dari cabang
nervus etmoidalis posterior dari nervus optalmikus (V1), dan cabang nasal dan
Sinus sfenoid ini pada bagian dinding lateralnya berbatasan dengan arteri
karotis interna, nervus optikus dan vena kavernosa serta sinus interkavernosus.
Pada daerah ini juga terdapat bagian ketiga, keempat opthalmikus dan maksilaris
posterior terdapat fosa pituitari. Nervus dan pembuluh darah sfenopalatina terletak
didepan dari sinus sfenoid ini, sedangkan nervus vidianus terletak dibagian
inferiornya.5
11
2.2 Fisiologi Sinus Paranasal
Fungsi dari sinus paranasal masih belum diketahui dengan pasti dan masih
belum ada persesuaian pendapat. Ada yang berpendapat bahwa sinus paranasal
tulang muka.
sebab ternyata tidak didapati pertukaran udara yang defenitif antara sinus dan
rongga hidung.
12
Volume pertukaran udara dalam ventilasi sinus kurang lebih 1/1000
volume sinus pada tiap kali bernafas, sehingga dibutuhkan beberapa jam untuk
pertukaran udara total dalam sinus, lagi pula mukosa sinus tidak mempunyai
orbita dan fosa serebri dari suhu rongga hidung yang berubah-ubah. Akan tetapi
kenyataannya sinus-sinus yang besar tidak terletak diantara hidung dan organ-
muka. Akan tetapi bila udara dalam sinus diganti dengan tulang, hanya akan
memberikan penambahan berat sebesar 1% dari berat kepala, sehingga teori ini
mempengaruhi kualitas suara, akan tetapi ada yang berpendapat, posisi sinus dan
lagipula tidak ada korelasi antara resonansi suara dan besarnya sinus pada hewan
tingkat rendah.
Fungsi ini berjalan bila ada perubahan tekanan yang besar dan mendadak,
13
6. Membantu produksi mukus
membersihkan partikel yang turut masuk dengan udara inspirasi karena mukus ini
berkesinambunagn dengan mukosa di rongga hidung. Epitel sinus ini lebih tipis
dari epitel hidung. Ada 4 tipe sel dasar,yaitu epitel torak bersilia, epitel torak tidak
bersilia, sel basal dan sel goblet. Sel-sel bersilia memiliki 50-200 silia per sel.
Data penelitian menunjukan sel ini berdetak 700-800 kali per menit, dan
Sel tidak bersilia ditandai oleh mikrovili yang menutupi daerah apikal sel
meningkatkan konsentrasi dari ostium sinus. Fungsi sel basal belum diketahui.
Beberapa teori menjelaskan bahwa sel basal dapat bertindak sebagai suatu sel
stem. Sel goblet memproduksi glikoprotein yang berfungsi untuk viskositas dan
elastisitas mukosa. Sel goblet dipersarafi oleh saraf simpatis dan parasimpatis
rangsangan saraf simpatis bekerja sebaliknya. Lapisan epitel disokong oleh suatu
14
BAB 3
RINOSINUSITIS
dapat ditegakkan berdasarkan riwayat gejala yang diderita, dan sesuai dengan 2
Gejala Mayor: nyeri sinus, hidung buntu, ingus purulen, post nasal drip,
gangguan penghidu, Sedangkan Gejala Minor: nyeri kepala, nyeri geraham, nyeri
Sesuai anatomi sinus yang terkena, sinusitis dapat dibagi menjadi sinusitis
maksila, sinusitis etmoid, sinusitis frontal dan sinusitis sfenoid. Bila mengenai
Sinusitis yang paling sering ditemukan ialah sinusitis maksila dan sinusitis
Beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA akibat virus,
bermacam rinitis terutama rinitis alergi, rinitis hormonal pada wanita hamil, polip
hidung, kelainan anatomi seperti deviasi septum atau hipertrofi konka, sumbatan
diskinesia silia seperti pada sindrom kartagener, dan penyakit fibrosis kistik.8
15
3.3 Patofisiologi Rinosinusitis
perluasan infeksi dari hidung. Walaupun gejala klinis yang dominan merupakan
manifestasi gejala infeksi dari sinus frontal dan maksila, tetapi kelainan dasarnya
tidak pada sinus-sinus itu sendiri melainkan pada dinding lateral rongga hidung.
merupakan serambi muka bagi sinus maksila dan frontal memegang peranan
penting dalam terjadinya sinusitis. Bila terdapat gangguan didaerah KOM. Seperti
peradangan, udema atau polip maka hal itu akan menyebabkan gangguan drainase
Bila ada kelainan anatomi seperti deviasi atau spina septum, konka bulosa
atau hipertrofi konka media, maka celah yang sempit itu akan bertambah sempit
Infundibulum etmoid dan resesus frontal yang termasuk bagian dari KOM,
berdekatan satu sama lain dan transportasi lendir pada celah yang sempit ini dapat
lebih efektif karena silia bekerja dari dua sisi atau lebih.
sehingga silia tidak dapat bergerak dan lendir tidak dapat dialirkan, maka akan
terjadi gangguan drainase dan ventilasi sinus maksila dan frontal. Karena
gangguan ventilasi, maka akan terjadi penurunan pH dalam sinus, silia menjadi
kurang aktif dan lendir yang diproduksi menjadi lebih kental sehingga merupakan
16
Patogenesis dari rinosinusitis kronis berawal dari adanya suatu inflamasi
dan lain-lain.9
1. Gejala Subjektif
a. Nyeri
Sesuai dengan daerah sinus yang terkena dapat ada atau mungkin tidak.
Secara anatomi, apeks gigi-gigi depan atas (kecuali gigi insisivus) dipisahkan dari
lumen sinus hanya oleh lapisan tipis tulang atau mungkin tanpa tulang hanya oleh
mukosa, karenanya sinusitis maksila sering menimbulkan nyeri hebat pada gigi-
gigi ini.10
b. Sakit kepala
Merupakan tanda yang paling umum dan paling penting pada sinusitis.
Wolff menyatakan bahwa nyeri kepala yang timbul merupakan akibat adanya
tanda khas dari peradangan atau penyakit pada sinus. Jika sakit kepala akibat
17
kelelahan dari mata, maka biasanya bilateral dan makin berat pada sore hari,
sedangkan pada penyakit sinus sakit kepala lebih sering unilateral dan meluas
kesisi lainnya.
badan kedepan dan jika badan tiba-tiba digerakkan. Sakit kepala ini akan menetap
saat menutup mata, saat istirahat ataupun saat berada dikamar gelap.
Nyeri kepala pada sinusitis kronis biasanya terasa pada pagi hari, dan akan
berkurang atau hilang setelah siang hari. Penyebabnya belum diketahui dengan
pasti, tetapi mungkin karena pada malam hari terjadi penimbunan ingus dalam
Nyeri bila disentuh dan nyeri pada penekanan jari mungkin terjadi pada
d. Gangguan penghidu
tidak tercium oleh hidung normal. Keluhan yang lebih sering adalah hilangnya
penghidu (anosmia). Hal ini disebabkan adanya sumbatan pada fisura olfaktorius
didaerah konka media. Oleh karena itu ventilasi pada meatus superior hidung
Pada kasus kronis, hal ini dapat terjadi akibat degenerasi filament terminal
18
2. Gejala Objektif
Jika sinus yang berbatasan dengan kulit terkena secara akut, dapat terjadi
pembengkakan dan udem kulit yang ringan akibat periostitis. Palpasi dengan jari
mendapati sensasi seperti pada penebalan ringan atau seperti meraba beludru.
b. Sekret nasal
kecurigaan adanya suatu peradangan dalam sinus. Pus di meatus medius biasanya
merupakan tanda terkenanya sinus maksila, sinus frontal atau sinus etmoid
1. Pemeriksaan fisik
posterior.14
19
2. Transluminasi
untuk pemeriksaan sinus maksila dan sinus frontal, bila fasilitas pemeriksaan
3. Pemeriksaan radiologi
Lateral. Tepi mukosa sinus yang sehat tidak tampak pada foto rontgen, tetapi jika
ada infeksi tepi mukosa akan tampak karena udema permukaan mukosa.
Permukaan mukosa yang membengkak dan udema tampak seperti suatu densitas
alveolaris antrum maksila biasanya terjadi akibat infeksi yang berasal dari gigi
Jika cairan tidak mengisi seluruh rongga sinus, selalu dapat dilihat adanya
batas cairan (air fluid level) pada foto dengan posisi tegak .14
20
b. CT-Scan (Computer Tomography) sinus paranasal
Sinus maksila, rongga hidung, septum nasi dan konka terlihat pada
penampang CT-Scan aksial dan koronal. Pada sinusitis dengan komplikasi, CT-
Scan adalah cara yang terbaik untuk memperlihatkan sifat dan sumber masalah.
sistem gradasi yaitu staging Lund-Mackay. Sistem ini sangat sederhana untuk
digunakan secara rutin dan didasarkan pada skor angka hasil gambaran CT scan.
Radiologik sinus maksila, etmoid anterior, etmoid posterior dan sinus sphenoid,
Penilaian Gradasi radiologik dari 0-2, Gradasi 0 : Tidak ada kelainan, Gradasi 1 :
4. Nasoendoskopi
meatus media, konka media dan inferior, juga dapat mengetahui adanya polip atau
tumor.15
21
3.6 Diagnosis Rinosinusitis
rinosinusitis yang berlangsung lebih dari 12 minggu dengan 2 gejala mayor atau
skor 2 dan gejala minor skor 1, sehingga didapatkan skor gejala klinik sebagai
berikut; Gejala Mayor: Nyeri sinus = skor 2, Hidung buntu = skor 2, Ingus
Sedangkan Gejala Minor: Nyeri kepala = skor 1, Nyeri geraham = skor 1, Nyeri
telinga = skor 1, Batuk = skor 1, Demam = skor 1, Halitosis = skor 1 dan skor
menjadi dua, yaitu; sedang-berat (skor ≥8), dan ringan (skor <8) dengan Skor total
3.7 Penatalaksanaan
deviasi septum, kelainan atau variasi anatomi KOM, hipertrofi adenoid pada anak,
a. Medikamentosa
1. Antibiotika
22
Meskipun tidak memegang peran penting, antibiotika dapat diberikan
sebagai terapi awal. Pilihan antibiotika harus mencakup β-laktamase seperti pada
terapi sinusitis akut lini ke II, yaitu amoksisillin klavulanat atau ampisillin
siprofloksasin, golongan kuinolon atau yang sesuai dengan kultur. Jika diduga ada
Karena efek peningkatan tekanan darah tinggi dan penyakit jantung harus
hidung, namun efeknya ini sebetulnya tidak fisiologik dan pemakaian jangka lama
23
Antihistamin, Alergi berperan sebagai penyebab sinusitis kronis pada lebih
yang tinggi, generasi kedua lebih disukai seperti azelastine, acrivastine, cetirizine,
keluhan pasien berkurang karena udema di rongga hidung dan meatus medius
hilang .
keluhan. Preparat oral dapat diberikan mendahului yang topikal, obat oral dapat
merata.16
b. Penatalaksanaan Operatif
Sinusitis kronis yang tidak sembuh dengan pengobatan medik adekuat dan
bedah.
24
Beberapa macam tindakan bedah mulai dari antrostomi meatus inferior,
normal agar tetap berfungsi dan melakukan antrostomi meatus medius sehingga
dalam bedah sinus. Jenis operasi ini lebih dipilih karena merupakan tindakan
sangat terang, sehingga saat operasi kita dapat melihat lebih jelas dan rinci adanya
Dengan ini ventilasi sinus lancar secara alami, jaringan normal tetap
berfungsi dan kelainan didalam sinus maksila dan frontal akan sembuh sendiri.15
Paling sering timbul akibat sinusitis frontal dan biasanya ditemukan pada
25
B. Kelainan Orbita
Yang paling sering ialah sinusitis etmoid, kemudian sinusitis frontal dan maksila .
Variasi yang dapat timbul ialah udema palpebra, selulitis orbita, abses
kavernosus.
C. Kelainan Intrakranial
Dapat berupa meningitis, abses ektradural, abses otak dan trombosis sinus
kavernosus.
D. Kelainan Paru
disertai denga kelainan paru ini disebut sinobronkitis. Selain itu dapat juga timbul
asma bronkial.18
26
BAB 4
KESIMPULAN
dokter sehari sehari, bahkan dianggap sebagai salah satu penyebab gangguan
cold) yang merupakan infeksi virus, alergi dan gangguan anatomi yang
Gejala yang paling sering di keluhkan ialah nyeri kepala, obstruksi hidung
dan adanya sekret hidung berupa serosa, dan pada pemeriksaan fisik di dapatkan
nyeri tekan pada sinus yang terkena. Pada pemeriksaan rinoskopi anterior di
temukan mukosa livide, dan konka hipertropi. Dan pada pemeriksaan rontgen
SPN tampak gambaran radio opak pada sinus yang terkena. Penatalaksanaan
27
DAFTAR PUSTAKA
4. Stammberger, H., Lund, V.J., 2008. Anatomy of the nose and paranasal
sinuses. In: Browning G.G., et al. Scott-Brown's Otorhinolaryngology, Head
and Neck Surgery. 7th ed. Great Britain: Hodder Arnold, 1318-1320.
5. Broek, P.V.D, Feenstra L., 2010. Anatomi dan Fisiologi Sinus Paranasal.
Buku Saku Ilmu Kesehatan Tenggorok, Hidung, dan Telinga. Edisi 12.
Jakarta: EGC, 99-100.
6. Soepardi EA., Iskndar N., Baharuddin., Restuti 2010 Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Dan Leher. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.
10. Lane., A.P. and Kennedy, D.W., 2003. Sinusitis and Polyposis. In: Snow.,J.B.
11. Manor, Y. et al., 2010. Late signs and symptoms of maxillary sinusitis after
sinus augmentation, School of Dental Medicine, Tel-Aviv University
12. Triolit Z, 2004. Hubungan Kelainan anatomi Hidung dan Sinus Paranasal
Dengan Gejala Klinis Rinosinusitis Kronis Berdasarkan Gambaran CT-Scan
Sinus Paranasal dan Temuan Durante Bedah Sinus Endoskopi Fungsional.
Dalam: Tesis Bagian THT-KL FK Universitas Sumatera Utara Medan.
28
13. BECKER W, at all, Inflamation Of Sinuses Clinical As Pects Of Desease Of
Thenose An Throar, A Pocket Reference Second Edition, Thiem.
14. Hilger, peter. A 1997, Penyakit Sinus Paranasal Boeis Buku Ajar Penyakit
THT Jakarta: EGC.
17. Lund, V.J. and Jones, J.R., 2008. Surgical management of rhinosinusitis. In:
Browning G.G., et al. Scott-Brown's Otorhinolaryngology, Head and Neck
Surgery. 7th ed. Great Britain: Hodder Arnold, 1481-1495.
29