Anda di halaman 1dari 28

LESI HIPERPLASTIK/ REAKSIONER

MAKALAH
BIOLOGI MOLEKULER

OLEH:

Vera Yulina 160421170002

PEMBIMBING:

Prof. drg. Soenardi Widyaputra. MS. PhD

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS


ILMU KEDOKTERAN GIGI ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2018
BAB I

LESI HIPERPLASTIK

1.1. Inflamatory Fibrous Hyperplasia (Epulis Fisuratum)

Epulis fissuratum merupakan masa seperti tumor yang timbul karena

hyperplasia pada jaringan ikat fibrosa yang muncul akibat keterkaitan dengan

pinggiran dari gigi tiruan sebagian maupun gigi tiruan lengkap lepasan.

Gambaran Klinis

Epulis fisseratum dapat muncul sebagai lesi tunggal maupun lesi multipel

yang berlipat dengan gambaran jaringan hiperplastik pada vestibulum alveolar.

Seringkali, terlihat sepanjang margin/ pinggiran gigi tiruan yang tidak beradaptasi

dengan baik. Pada stadium lanjut dapat melapisi seluruh permukaan luar dari gigi

tiruan dan terbentuk lipatan-lipatan. Jika gigi tiruan diangkat maka akan terlihat

lekukan pada lesi tersebut. Lesi ini tumbuh lambat, warna sama dengan jaringan

sekitarnya.

Epulis tipe ini muncul disebabkan oleh terjadinya iritasi kronis akibat

pinggiran gigi tiruan yang tidak beradaptasi dengan baik. Jaringan yang tumbuh ini

biasanya padat dan berserat (fibrous), walaupun terkadang beberapa lesi nampak

erythematous dan berulser dengan gambaran klinis yang hampir sama dengan

pyogenic granuloma. Ukuran lesi dapat bervariasi dari hyperplasia lokal dengan

ukuran kurang dari 1 cm sampai lesi luas dengan ukuran yang dapat mencapai

sepanjang vestibulum. Epulis fissuratum biasanya berkembang pada sisi labial


alveolar ridge, walaupun terkadang ditemukan juga pada sisi lingual dari alveolar

ridge mandibula.

Epulis fissuratum paling sering terjadi pada orang dewasa dan usia lanjut,

berkaitan dengan pemakaian gigi tiruan. Lesi ini dapat terjadi baik pada maksila

maupun pada mandibula. Lesi ini lebih sering timbul pada bagian anterior

dibandingkan bagian posterior. Selain itu, lesi ini juga lebih sering timbul pada

wanita, di mana 2/3 atau ¾ kasus terjadi pada wanita.

Gambar 1.1 Epulis Fissuratum

Lesi dengan gambaran serupa dengan fibrous hyperplasia seringkali disebut

dengan istilah fibroepithelial polyp atau leaflike denture fibroma. Biasa nya terjadi

pada palatum keras di bawah landasan gigi tiruan. Karakteristik lesi ini adalah

massa berwarna pink, datar, dengan tangkai sempit yang menempel pada palatum.

Lesi ini mudah digerakkan karena adanya tangkai dan juga biasanya lesi ini berserat

dengan bentuk menyerupai daun.


Gambar 1.2 Epulis Fissuratum

Gambaran Histopatologi

Pemeriksaan mikroskopis dari epulis fissuratum menunjukkan adanya

hyperplasia pada jaringan ikat fibrosa. Biasanya lipatan dan lekukan muncul pada

daerah di mana gigi tiruan bergesekan dengan jaringan lunak pada rongga mulut.

Pada permukaan epithelium nampak jaringan hyperparakeratosis dan hyperplasia

irregular. Pada beberapa contoh kasus, epithelium menunjukkan gambaran

inflammatory papillary hyperplasia atau pseudoepitheliomatous

(pseudocarcinomatous) hyperplasia. Biasanya tidak terjadi ulserasi, khususnya


pada dasar alur antar lipatan. Variabel inflamasi kronis dapat juga muncul pada

gambaran histopatologi, biasanya meliputi eosinophils atau lymphoid follicle.

Apabila kelenjar saliva masuk dalam sampel jaringan (specimen), biasanya dapat

terlihat adanya sialadenitis kronis.

Dalam beberapa kasus yang cukup jarang terjadi, terdapat osteoid atau

chondroid, dan produk yang jarang ditemukan yang sering disebut dengan osseous

dan chondromatous metaplasia; merupakan phenomenon reaktif yang disebabkan

oleh iritasi akibat gigi tiruan.

Gambar 1.3 Gambaran histopatologis epulis Fissuratum

Denture related fibroepithelial polyp memiliki gambaran jaringan ikat padat

fibrosa yang bertangkai dan dilapisi oleh stratified squamous epithelium. Seperti

halnya epulis fissuratum, permukaan epithelium terjadi hiperplastik.


Gambar 1.4 Fibroepithelial polyp

Terapi dan Prognosis

Perawatan dan terapi dari epulis fissuratum atau fibroepithelial polyp yaitu

dilakukan operasi pengangkatan massa tumor atau bedah eksisi. Setelah itu dapat

dilakukan relaining atau rebasing pada gigi tiruan untuk mencegah rekurensi dari

lesi ini.

Prognosa umumnya baik jika faktor iritasi dihilangkan.


1.2.Pyogenic Granuloma

Pyogenic granuloma merupakan masa tumor yang biasa tumbuh dalam

rongga mulut yang merupakan non-neoplastik. Saat ini pyogenic granuloma

diyakini tidak berhubungan terhadap infeksi, namun diyakini penyebabnya adalah

iritasi lokal atau trauma.

Gambaran klinis

Pyogenic granuloma berbentuk masa halus atau lobulated, biasanya

bertangkai (pedunculated), namun terkadang juga terdapat lesi yang menempel

pada dasarnya (sessile). Permukaannya biasanya terdapat ulserasi dengan warna

pink hingga merah terang atau ungu bergantung usia lesinya. Pyogenic granuloma

yang baru muncul terdapat vaskularisasi yang sangat banyak sehingga mudah

berdarah. Sedangkan pada lesi yang sudah lama muncul menjadi terkolagenisasi

dan berwarna pink. Lesi ini memiliki ukuran yang bervariasi, mulai dari beberapa

millimeter hingga beberapa centimeter. Biasanya tidak sakit, walaupun sering

berdarah akibat adanya vaskularisasi yang ekstrim. Pyogenic granuloma dapat

bertambah besar dengan cepat sehingga patut diwaspadai adanya kemungkinan

adanya lesi ganas.


Gambar 1.5 Pyogenic granuloma

Pyogenic granuloma ini seringkali muncul pada gingiva, di mana 75% kasus

terjadi pada gingiva. Iritasi gingiva dan inflamasi yang diakibatkan oleh oral hygine

yang buruk dapat menjadi faktor pemicu pada sebagian pasien. Bibir, lidah, dan

mukosa bukal adalah tempat yang juga sering terjadi pyogenic granuloma. Lesi ini

lebih sering timbul pada maksilla dibandingkan pada mandibula. Sisi anterior lebih

sering terjadi dibandingkan pada sisi posterior. Selain itu, lesi ini lebih sering

muncul pada sisi labial dibandingkan sisi lingual. Terkadang lesi ini meluas hingga

di antara gigi sampai ke arah lingual atau palatal.


Gambar 1.6 Pyogenic granuloma

Walaupun pyogenic granuloma dapat muncul pada segala usia, tetapi

biasanya lesi ini lebih sering terjadi pada anak-anak dan dewasa muda. Selain itu

lesi ini juga lebih sering timbul pada wanita dikarenakan oleh efek vaskularisasi

hormon wanita. Pyogenic granuloma sering terjadi pada wanita hamil, di mana

seringkali disebut dengan epulis gravidarum atau granuloma gravidarum atau

pregnancy tumor. Beberapa lesi sering muncul pada saat usia kehamilan trimester

pertama, dan insidensi akan meningkat pada usia tujuh bulan kehamilan. Lesi ini

muncul karena adanya peningkatan hormon estrogen dan progesterone pada saat

hamil dan kombinasi dengan oral hygine yang buruk dan nutrisi yang inadekuat.

Juga karena adanya iritasi lokal seperti adaptasi mahkota yang tidak baik, restorasi

yang buruk dan adanya deposit kalkulus.


Gambar 1.7 Pyogenic granuloma

Setelah masa kehamilan berakhir dan tingkat hormon kembali normal,

beberapa epulis gravidarum akan hilang tanpa perawatan atau menjadi semakin

matang dan bentuk menyerupai fibroma.

Gambar 1.8 Pyogenic granuloma


Gambaran histopatologi

Pemeriksaan mikroskopis pyogenic granuloma menunjukkan adanya

proliferasi vaskular yang sangat banyak dan menyerupai jaringan granulasi.

Lapisan endothelium nampak membesar karena adanya sel darah merah. Pembuluh

darah ini kadang-kadang terorganisir dalam lobular aggregates (lobular capillary

hemangioma). Pada permukaan biasanya terjadi ulserasi dengan membran

fibrinopurulent yang tebal. Dalam gambaran mikroskopis juga seringkali

ditemukan sel inflamasi seperti neutrophil, plasma cell, dan limfosit. Neutrophil

banyak ditemukan pada permukaan ulserasi. Lesi yang sudah lama terbentuk akan

menunjukkan jaringan fibrosa yang lebih banyak.

Gambar 1.9 Histopatologis Pyogenic granuloma

Terapi dan prognosis

Terapi pasien dengan pyogenic granuloma yaitu bedah eksisi konservatif,

yang mana biasanya kuratif. Spesimen harus dilakukan pemeriksaan mikroskopis

untuk menentukan diagnosis secara tepat. Pada lesi gingiva eksisi harus diperluas
hingga ke bawah periosteum dan gigi yang berkaitan harus dilakukan scaling dan

kuretase untuk menghilangkan sumber iritasi. Pada epulis gravidarum, terapi

biasanya ditunda pada saat pasien masih hamil, kecuali terdapat gangguan

fungsional dan estetik yang signifikan. Tingkat rekurensi epulis gravidarum lebih

tinggi pada saat terapi dilakukan pada masa kehamilan dan beberapa lesi juga hilang

secara spontan setelah pasien melahirkan. Pada umumnya prognosanya baik.

1.3.Peripheral Giant Cell granuloma

Peripheral giant cell merupakan massa seperti tumor yang cukup biasa

ditemukan dalam rongga mulut. Giant cell epulis ini tidak memperlihatkan

neoplasma sejati tetapi merupakan lesi reaktif yang disebabkan oleh iritasi lokal

atau trauma. Epulis ini adalah pernbesaran jaringan diatas gusi ditandai dengan

banyaknya sel-sel raksasa , di dalam jaringan fibrous. Di masa lalu lesi ini biasa

disebut peripheral giant cell reparative granuloma, tetapi sifat reparative kemudian

diragukan. Beberapa peneliti percaya bahwa giant cells menunjukkan adanya

gambaran immunohistochemical dari oeteoklas, dan beberapa peneliti lainnya

mengatakan bahwa lesi ini dibentuk oleh sel mononuclear fagosit.

Gambaran Klinis

Peripheral giant cell biasanya terjadi pada gingiva atau edentulous alveolar

ridge. Lesi ini berwarna merah atau merah kebiruan dengan massa nodular.

Kebanyakan lesi memiliki diameter lebih kecil dari 2 cm, walaupun lesi dengan

ukuran besar juga seringkali ditemukan. Lesi ini dapat bertangkai maupun
menempel pada dasarnya, biasanya tidak terdapat ulserasi. Gambaran klinis lesi ini

hampir sama dengan pyogenic granuloma pada gingiva, walaupun pheriperal giant

cell biasanya lebih berwarna biru keunguan dibandingkan pyogenic granuloma

yang berwarna merah terang.

Gambar 1.10 Peripheral giant cell granuloma

Peripheral giant cell granuloma dapat muncul pada semua usia tetapi puncak

prevalensi berada pada usia dekade kelima dan keenam. Kira-kira 60% kasus terjadi

pada wanita. Lesi ini dapat muncul baik pada sisi anterior maupun posterior pada

gingiva atau mukosa alveolar. Lesi ini lebih sering muncul pada mandibula

dibandingkan oleh maksila. Walaupun peripheral giant cell ini merupakan tumor

jaringan lunak, terkadang ditemukan adanya resorpsi ke bawah tulang alveolar pada

beberapa kasus.
Gambar 1.11 Peripheral giant cell granuloma

Gambaran Histopatologi

Pemeriksaan mikroskopis peripheral giant cell granuloma menunjukkan

adanya proliferasi dan multinucleated giant cells dengan sel mesenkim berbentuk

bulat besar dan berbentuk spindle. Giant cell itu sendiri mungkin berisi beberapa

nuclei atau hingga beberapa lusin. Beberapa sel memiliki ukuran yang besar,

dengan inti vaskular, tetapi juga terdapat sel yang berukuran kecil dengan inti

pyknotic. Hemorrhage yang sangat banyak merupakan karakteristik yang

ditemukan di seluruh massa, di mana hal ini mengakibatkan deposit pigmen

hemosiderin, khususnya pada tepi lesi. 50% pada permukaan mukosa terjadi

ulserasi. Daerah jaringan ikat fibrosa yang padat biasanya dipisahkan oleh

proliferasi giant cell dari permukaan mukosa. Biasanya juga terlihat sel inflamasi

akut dan kronis yang berdekatan.


Gambar 1.12 Histopatologis Peripheral giant cell granuloma

Terapi dan Prognosis

Terapi dari peripheral giant cell granuloma adalah dengan bedah eksisi

hingga mencapai dasar tulang. Gigi yang berkaitan harus dilakukan scaling dan

kuretase untuk menghilangkan sumber iritasi dan meminimalisir terjadinya

rekurensi. Kira-kira 10% dari kasus dilaporkan terjadi rekurensi dan diperlukan

bedah eksisi ulang. Sebelum eksisi sebaiknya dilakukan rontgen foto untuk melihat

hubungan lesi tersebut dengan gigi serta tulang disekitarnya. Misalnya jika lesi

tersebut melibatkan gigi-gigi sebelahnya atau bila kekambuhan terjadi karena tidak

terangkatnya lesi dengan sempurna, disarankan untuk mengekstraksi gigi-gigi

tersebut. Jika tulang dibawahnya terlibat, maka pengambilan epulis harus meliputi

tulang yang terlibat.

Prognosa cukup baik jika pengangkatan dilakukan dengan sernpurna.


1.4 Fibroma Ossifying

Peripheral ossifying fibroma merupakan tumor gingiva yang biasa tumbuh

di mana lesi ini lebih reaktif dibandingkan neoplastic pada umumnya. Pathogenesis

lesi ini tidak diketahui. Karena gambaran klinis dan histopatologisnya yang hampir

mirip, peripheral ossifying fibroma dianggap sebagai perkembangan lebih lanjut

dari pyogenic granuloma di mana terjadi maturasi dan kalsifikasi jaringan fibrosa.

Bagaimana pun juga, tidak semua peripheral ossyfing fibroma berawal dari

pyogenic granuloma. Mineralisasi mungkin berasal dari sel pada periosteum atau

ligamen periodontal.

Gambaran klinis

Peripheral ossifying fibroma seringkali terjadi pada gingiva. Gambaran

yang terlihat yaitu massa nodular, baik bertangkai maupun menempel pada dasar,

biasanya muncul dari interdental papilla. Warna lesi merah atau merah muda,

dengan permukaan biasanya terjadi ulserasi. Pertumbuhan biasanya jinak,

sebagaimana lesi ulser dapat terjadi penyembuhan pada lesi. Lesi ulser berwara

merah ini seringkali sulit dibedakan dengan pyogenic granuloma. Sedangkan

apabila lesi non ulser berwarna merah muda seringkali sulit dibedakan dengan

fibroma. Sebagian lesi berukuran kurang dari 2 cm, walaupun terkadang muncul

lesi dengan ukuran besar. Lesi ini dapat berkembang hingga beberapa minggu atau

beberapa bulan sebelum dapat dilakukan penegakan diagnosis.


Gambar 1.13 Peripheral ossifying fibroma

Peripheral ossifying fibroma biasanya muncul pada remaja atau dewasa

muda, dengan puncak pervalensi pada usia 10 hingga 19 tahun. Hampir 2/3 kasus

terjadi pada wanita. Lesi ini seringkali terjadi pada maksila dengan lebih dari 50%

kasus terjadi di regio gigi incisivus. Biasanya tidak terdapat keterlibatan pada gigi,

tetapi dapat menyebabkan terjadinya pergeseran gigi dan hilangnya perlekatan gigi.

Gambar 1.14 Peripheral ossifying fibroma


Gambaran histopatologi

Gambaran mikroskopis peripheral ossifying fibroma nampak proliferasi

fibrosa hasil dari mineralisasi. Apabila epithelium terdapat ulser, permukaannya

dilapisi membran fibrinopurulent dengan jaringan granulasi di bawahnya.

Komponen fibroblast yang lebih dalam sering berupa seluler, khususnya di area

mineralisasi. Dalam beberapa kasus, proliferasi fibroblastic dan mineralisasi

tersebut hanya berupa komponen kecil massa yang lebih besar yang menyerupai

fibroma atau pyogenic granuloma.

Gambar 1.15 Gambaran histipatologi peripheral ossifying fibroma

Jenis komponen termineralisasi merupakan variabel dan bisa terdiri dari

tulang, material seperti sementum, atau kalsifikasi distrofik. Kombinasi produk

sering terbentuk. Biasanya tulang berbentuk anyaman dan trabecular, walaupun lesi

yang lebih lama bisa menunjukan tulang lamellar matang. Trabekula osteoid yang

tidak termineralisasi umum terjadi. Droplet ovoid material seperti sementum

basofilik terbentuk. Kalsifikasi distrofik memiliki ciri multiple granula, globulus

kecil, atau besar, massa irregular material termineralisasi basofilik. Kalsifikasi


distrofik tertentu lebih umum terjadi di awal, lesi berulser; lesi non ulser yang lebih

lama lebih cenderung menunjukan tulang atau sementum yang terbentuk dengan

baik. Pada beberapa kasus, multinucleated giant cells bisa terlihat, biasanya

berhubungan dengan produk termineralisasi.

Gambar 1.16 Gambaran histipatologi peripheral ossifying fibroma

Perawatan dan prognosis

Pilihan perawatan untuk peripheral ossifying fibroma adalah bedah eksisi

lokal dengan mengirim spesimen untuk pemeriksaan histopatologis (biopsy eksisi)

untuk meyakinkan diagnosis. Massa harus dieksisi ke arah periosteum karena

rekurensi cenderung terjadi jika dasar lesi tertinggal. Selain itu, gigi yang

bersebelahan harus di bersihkan untuk menghilangkan kemungkinan iritan lainnya.

Rekurensi tidak umum terjadi. Menurut Candiff, dari kasus yang terjadi

rekurensinya sekitar 16% dan dari 50 kasus yang dilaporkan Eversule dan Rovin,

rata-rata rekurensinya 20% (Shafer, 1983; Regezi dan Sciubba, 1993).


1.5 Parulis

Parulis atau yang sering juga disebut dengan gumboil adalah massa jaringan

granulasi subakut yang terinflamasi pada sinus tract intraoral yang terbuka. Parulis

yang terjadi pada gigi non vital tidak menimbulkan gejala sehingga menimbulkan

kesulitan untuk menentukan gigi penyebab. Untuk membantu diagnosa dapat

dilakukan dengan cara memasukkan gutta-percha kedalam tract saat pemeriksaan

radiografi. Mikroorganisme yang paling berperan pada lesi ini adalah steptokokus

dan staphylococcus.

Gambaran Radiografi

Jika lesi ini terjadi dalam waktu yang singkat dan terbatas pada tulang

medular maka tidak akan terlihat adanya kerusakan pada tulang alveolar. Pada

pemeriksaan radiografi lesi parulis akan terlihat adanya pelebaran ligamen

periodontal dan pada kasus yang terjadi dalam jangka waktu yang lama akan

terdapat rarefaksi periapikal.

Gambaran Histopatologi

Gambaran histopatologi lesi parulis memperlihatkan area supurasi yang

terdiri dari :

- Central area leukosit polimorfonukleat disintegrasi (Gambar 1.17)

- Dilatasi pembuluh darah

- Jaringan disekitar area supurasi mengandung eksudat serousa


Perawatan

Perawatan lesi parulis adalah dengan melakukan drainase segera mungkin,

pulpektomi atau ekstraksi diindikasikan pada gigi tertentu dan kontrol reaksi

sistemik. (Chaudhary; 2011)

Gambar 1.17 abses alveolar akut memperlihatkan banyaknya leukosit


polimorfonukleat dan pembuluh darah yang mengalami dilatasi

1.6 Drug-Related Gingival Hyperplasia

Drug-related gingival hyperplasia merujuk kepada suatu pertumbuhan

abnormal dari jaringan gingiva akibat penggunaan obat-obatan sistemik. Obat-

obatan yang dapat menimbulkan lesi ini dapat dilihat pada Tabel 1.1.

Obat-obatan yang dapat mengakibatkan hiperplasia gingiva


Anticonvulsants
• Carbamazepine
• Ethosuximide
• Ethotoin
• Felbamate
• Mephenytoin
• Methsuximide
• Phenobarbital
• Phensuximide
• Phenytoin
• Primidone
• Sodium valproate
• Vigabatrin

Calcium channel blockers


• Amlodipine
• Bepridil
• Diltiazem
• Felodipine
• Nifedipine
• Nitrendipine
• Verapamil

• Cyclosporine
• Erythromycin
• Oral contraceptives

Dari berbagai obat-obatan tersebut, cyclosporine merupakan jenis obat yang

paling erat kaitannya dengan lesi ini (Gambar 1.18), selain itu juga phenytoin dan

nifedipine (Gambar 1.19).

Gambar 1.18 Cyclosporine-related gingival hyperplasia. Diffuse, erythematous,


dan fibrotic gingival hyperplasia
Gambar 1.19 nifedipine-related gingival hyperplasia. Diffuse, fibrotic gingival

hyperplasia setelah 1 bulan oral hygiene intensif. Erythema

signifikan, edema, dan peningkatan pembesaran gingiva terlihat

sebelum intervensi

Obat-obatan lainnya yang berperan terhadap terjadinya lesi ini walaupun

lebih ringan adalah agent calcium channel-blocker seperti diltiazem, amlodipine

dan verapamil. Cyclosporine dikenal erat kaitannya dengan hipertensi, sering

mengarah pada pemanfaatan calcium channel blocker. Saat cyclosporine dan

nifedipine dikonsumsi secara bersamaan, tingkat keparahan hyperplasia sering

meningkat (Gambar 1.20).


Gambar 1.20 Cyclosporine- dan nifedipine-related gingival hyperplasia. Gingival
hyperplasia berat pada pasien yang menggunakan 2 jenis obat yang
mengakibatkan pembesaran gingiva.

Tingkat pembesaran gingiva sangat tergantung pada tingkat kelemahan atau

ketahanan pasien dan kebersihan mulutnya. Pada pasien yang memiliki tingkat

kebersihan mulut yang sangat baik, pembesaran gingiva berkurang sangat drastis

atau tidak terlihat. Namun, terkadang walaupun pasien memiliki kebersihan mulut

yang baik, beberapa derajat pembesaran gingiva dapat ditutupi oleh ketahanan

individual, walaupun pada beberapa kasus perubahannya sulit terdeteksi.

Gambaran Klinis

Dikarenakan pasien muda lebih sering menggunakan phenytoin, hiperplasia

yang dikarenakan obat ini merupakan masalah utama pada pasien yang lebih muda

dari 25 tahun. Kasus-kasus yang disebabkan oleh obat-obatan calcium channel

blocker terjadi pada orang dewasa yang lebih tua. Resiko berat hiperplasia gingiva

lebih terjadi ketika obat-obatan digunakan pada anak-anak, khususnya remaja.


Setelah 1 hingga 3 bulan penggunaan obat, terjadi pembesaran pada papila

interdental dan menyebar menyeberang permukaan gigi (gambar 1.21).

Gambar 1.21. pembesaran gingiva terjadi lebih dominan pada papila interdental

Segmen anterior dan fasial adalah area yang paling sering terlibat. Pada

kasus-kasus berat, gingiva hiperplastik dapat menutupi sebagian atau seluruh

mahkota gigi (Gambar 1.22 dan Gambar 1.23)


Gambar 1.22. Phenytoin-related gingival hyperplasia. Hiperplasia gingiva
menutupi sebagian mahkota pada beberapa gigi

Gambar 1.22 phenytoin-related gingival hyperplasia. Hiperplasia gingiva hampir


menutupi seluruh mahkota gigi posterior maksila.

Perluasan hiperplasia gingiva kearah lingual dan oklusal dapat mengganggu

bicara dan pengunyahan. Pada kondisi tidak adanya inflamasi, pembesaran gingiva

memiliki warna dan kegetasan yang normal, dengan permukaan yang halus,

stippled atau granular. Pada konsisi terdapatnya inflamasi, gingiva yang terlibat

akan memiliki warna merah gelap dan edema dengan permukaan yang friable,

mudah mengalami perdarahan dan biasanya mengalami ulserasi. Pembesaran

gingiva – menyerupai pyogenic granuloma biasanya terlihat pada kondisi inflamasi

berat.

Gambaran Histopatologi

Pada pemeriksaan histopatologi, permukaan atas epitelium menunjukkan

elongasi rete ridge, dengan perluasan kedalam lapisan dibawah stroma. Lamina
propria menunjukkan peningkatan jumlah jaringan ikat fibrosa yang memiliki

densitas normal fibroblas. Pada pasien dengan inflamasi sekunder, terdapat

peningkatan vaskularitas dan infiltrat seluler inflamasi kronis umumnya terdiri atas

limfosit dan sel-sel plasma. Pada pasien dengan pyogenic granuloma-like

overgrowths, proliferasi biasanya menunjukkan peningkatan vaskularitas dan

inflamasi subakut signifikan.

Perawatan dan Prognosis

Pemberhentian penggunaan obat-obatan atas persetujuan dokter dapat

mengurangi lesi atau menghentikan pembesaran gingiva atau alternatif lainnya

adalah dengan penggnatian jenis obat dengan obat lainnya pada golongan yang

sama. Pilihan perawatan lainnya adalah dengan konsumsi agent antiplak seperti

chlorhexidine dapat bermanfaat dalam dal mencegah pembentukan plak.

Konsumsi asam folat sistemik atau topikal telah menunjukkan dapat

meringankan hiperplasia gingiva pada beberapa kasus. Penggunaan metronidazole,

azithromycin atau roxithromycin juga dapat menyembuhkan hiperplasia gingiva

terkait dengan nifedipine dan phenytoin.

Walaupun hiperplasia gingiva dikaitkan dengan peningkatan kedalaman

probing, beberapa penelitian tidak menyetujui kondisi ini dapat mengakibatkan

hilangnya perlekatan dan tanggalnya gigi. Oleh karena itu, beberapa klinisi terus

berusaha dan tidak melakukan perawatan invasiv sebelum terlihat adanya

kehilangan perlekatan, kondisi estetis yang buruk atau gangguan bicara dan

pengunyahan.
DAFTAR PUSTAKA

Cawson R.A. & E.W.Odell. 2012. Cawson’s Essentials of Oral Pathology and Oral

Medicine 7e. Elsevier

Neville, et., al. 2002. Oral and Maxillofacial Pathology. Philadelphia: WB.

Saunders

Regezi JA., Sciubba JJ. 1999. Oral Pathology; Clinical Pathologic Correlation. 3rd

Ed. Philadelphia. W.B. Sounders Co.

Masthan KMK, 2011. Textbook of Pediatric Oral Pathology. New Delhi. Jaypee
Brother Medical Publishers.

Chaudhary M, 2011. Essentials of Pediatric Oral Pathology. New Delhi. Jaypee


Brother Medical Publishers.

Anda mungkin juga menyukai