Anda di halaman 1dari 9

Syukur Meniti Garis Takdir Sang Illahi

Judul Buku : 4 Ginjal di Tubuhku


Penulis : Basyirah Nasution
Penerbit : PT. Mizan Pustaka
Tahun Terbit : 2014
Kota Terbit : Bandung
Halaman : 203
Cetakan : Cetakan I
Harga : Rp. 65.000,-

Namanya Basyirah Nasution, lahir di Medan pada tanggal 27 Juni 1966. Sarjana
lulusan Tekhnik Perminyakan ITB ini sempat berkarier di perusahaan oil service
company, kemudian terjun ke dunia wiraswasta. Hingga pada 2009, di puncak
usia produktifnya di vonis gagal ginjal.

Siapa yang tidak tahu penyakit gagal ginjal ? gagal ginjal adalah kondisi dimana
ginjal kehilangan kemampuannya untuk menyaring cairan dan sisa-sisa makanan.
Saat kondisi ini kadar racun dan cairan berbahaya akan terkumpul di dalam tubuh
dan dapat berakibat fatal jika tidak diobati.

Bagaimana bisa, seorang pengusaha yang dengan sejuta kesibukkan harus


dilumpuhkan dengan gagal ginjal. Hari-hari Basyirah yang menyenangkan
menggeluti dunia perusahaan perlahan meredup akibat vonis yang di jatuhkan
dokter di awal Februari.

Kata sakit sering kita dengar sehari-hari. Namun, jarang kita menyadari bahwa
sakit memiliki arti yang sangat besar karena sakit merupakan simpangan jalan.
Seseorang yang awalnya sehat, saat menderita sakit, dia akan berada di samping
jalan menuju sehat atau kematian. Masing-masing simpangan jalan itu akan
mengarah ke satu pertemuan. Pertemuan kepada Tuhan jika dia meninggal dan
pertemuan pada keluarga jika dia sehat.

Kondisi sakit adalah kondisi yang mesti disikapi secara serius karena Tuhan
tempat kembali yang paling akhir. Kembali ini bisa jadi berujung bahagia ataupun
sengsara bergantung sikap hidup sebelumnya. Kembali kepada keluarga biasanya
selalu berujung bahagia.
Menyikapi sakit dengan baik mestinya di wujudkan dengan bersabar, berdo’a, dan
berobat. Bersabar akan menentramkan keluarga dan orang-orang yang membantu
untuk menyembuhkan. Do’a yang sungguh-sungguh diiringi usaha maksimal
akan membawa kepada sehat dan berujung bertemu keluarga. Berobat akan
membawa rasa tentram, baik orang sakit itu berujung kematian ataupun berujung
kesehatan.

Tuhan telah berfirman, ‘’Setiap bencana yang menimpa di bumi dan yang
menimpa dirimu, semuanya telah tertulis dalam kitab sebelum kami
mewujudkannya. Sungguh, yang demikian itu mudah bagi Allah. Agar kamu tidak
bersedih hati terhadap apa yang luput dari kamu dan tidak pula terlalu gembira
terhadap apa yang telah diberikanNya kepadamu’’ (QS Al-Hadid [57]: 22-23).

Awal Februari merupakan titik awal atas garisan takdir Illahi yang diberikanNya
kepada Basyirah Nasution. Cuaca yang cerah dan matahari pun bersinar terik,
tetapi berbeda dengan keadaan badan Basyirah. Keadaan badannya tidak enak.
Sudah beberapa hari, dirinya merasa mual. Pagi itu, berkali-kali dirinya mual dan
ingin muntah. Semula, Basyirah berniat jalan kaki ke rumah sakit. Namun,
khawatir akan muntah dalam perjalanan. Akhirnya, Basyirah meminta untuk di
antar ke rumah sakit sekadar untuk mengetahui penyebab mual yang dialaminya.
Karena jarak antara rumah dan rumah sakit tidak terlalu jauh, sehingga dalam
waktu 5 menit pun sudah sampai dan mendaftarkan diri untuk klinik pelayanan
penyakit dalam.

Basyirah kembali ke kursi tunggu antrean dalam keadaan lebih tenang. Saat
hampir tertidur karena bosan , tiba-tiba, ‘’Tuan Basyirah!’’ seru perawat dari
depan pintu ruang praktik. Setelah diperiksa, lalu dokter hanya berkesimpulan
Basyirah mengidap mag atau menderita pusing kepala karena kacamatanya sudah
lama tidak disesuaikan.

Dengan bekal secarcik kertas pengantar dari dokter, dirinya menuju ruang
laboratorium. Tak lama menunggu, hasilnya pun keluar, dokter tidak dapat
menyimpulkan secara keseluruhan. Akan tetapi, dokter menyarankan dirinya
untuk di rawat inap dan melakukan tes darah dan USG. Semua ini Basyirah jalani
tanpa perasaan akan terjadi sesuatu yang besar dalam hidupnya.

Keesokan harinya, hasil laboratorium darah sudah keluar begitupun hasil USG.
Istri Basyirah, Sari, diberi penjelasan oleh dokter bahwa hasil lab menunjukkan
ada sesuatu dengan ginjalnya. ‘’ Hasil ini menunjukkan ada yang salah dengan
fungsi ginjal suami Ibu.’’ Ungkap sang dokter.

Sejak siang hingga sore, Sari mencari informasi via internet atas hasil
laboratorium darah Basyirah. Menghubungi kenalan atau saudara yang dokter
untuk mengonfirmasi hasil lab. Tak puas sampai di situ, Sari membuat janji
konsultasi dengan seorang spesialis ginjal. Dengan berbekal hasil lab, Sari
menemui dokter spesialis. Tanpa perlu waktu lama untuk menganalisis hasil lab,
sang dokter spesialis yang kebetulan juga perempuan berkesimpulan bahwa ada
kemungkinan ginjal Basyirah gagal berfungsi. ‘’ Ada kemungkinan, suami ibu
harus mengalami perawatan cuci darah.’’ Tapi untuk pastinya, dokter
menyarankan melakukan test fungsi ginjal nuklir atau filtration rate di Rumah
Sakit Pusat, RSHS (RS Hasan Sadikin).

Mendengar kata cuci darah, Sari seperti di hantam palu godam tepat di
jantungnya. Air mata tak kuasa di bendung. Bayangan gelap mendadak
menyergapnya. Masa depan keluarga terasa berat dan tak menentu baginya.

Kebodohan Basyirah adalah ketidak tahuan bahwa satu hari penuh, Sari telah
mengolah informasi hasil lab yang mengarah satu kata peringatan : akan cuci
darah, dan Sari sudah mendengar gong peringatan dari sang spesialis ginjal
sendiri.

Vonis gagal ginjal bak petir di siang hari, terasa amat begitu berat bagi Sari dan
Basyirah. Gagal ginjal adalah putusan terhadap suatu fungsi ginjal yang
mengalami kehilangan fungsi atau kemampuannya dalam melakukan filtrasi
cairan ataupun sisa-sisa makanan di dalam tubuh. Orang yang mengidap penyakit
gagal ginjal biasanya merasakan gatal-gatal yang luar biasa di sekujur tubuh,
kehilangan selera makan, cepat lelah dan irama jantung tidak normal.

Basyirah mencoba menebalkan sisi-sisi hati yang memudar akibat vonis dari sang
dokter spesialis ginjal. Hatinya terus bergelut bagaimana bisa selama ini dirinya
tidak menyadari penyakit gagal ginjal yang mengidap pada dirinya, di balik
kesibukkan seorang pegawai perusahaan. Bagaimana jika vonis yang di jatuhkan
kepada seorang paruh baya yang masih membutuhkan biaya besar bagi
pendidikan putra-putrinya? Tidak menjadi lebih mudah! Siapapun orangnya,
mendengar berita ini akan tetap sulit. Seakan ada badai tiba-tiba menerjang biduk
pengarung samudera kehidupan di permukaan laut yang semula tenang-tenang
saja.

Setelah palu diketuk oleh dokter spesialis ginjal, Basyirah dan Sari berkeliling
mencari rumah sakit atau klinik yang menyediakan fasilitas dialisis alias cuci
darah. Mereka harus segera menentukan pilihan tempat cuci darah karena dokter
sudah berpesan bahwa dirinya tidak boleh terlalu lama menunda cuci darah.
‘’Racun di tubuh bapak sudah tinggi. Ini terlihat dari angka kreatinin dan ureum,’’
jelas dokter spesialis ginjal saat mereka terakhir bertemu di RSHS.

Selepas maghrib, cuci darah pertama akan dimulai. ‘’Saya akan suntik dulu, pak,’’
kata perawat. Dirinya tidak tahu suntik apa yang dimaksud. Belakangan, baru
Basyirah ketahui bahwa itu adalah suntikan anestesi agar suntikan cuci darah yang
berukuran jumbo tidak akan menyakitinya. Berikutnya, perawat itu menyuntikkan
jarum jumbo lagi ke tangan Basyirah. Kali ini, sakitnya amat luar biasa.
Selanjutnya Basyirah tidak mengetahui apa yang dilakukan saat menekan tombol-
tombol alat cuci darah. Yang Basyirah dengar hanyalah dengung mesin.
Awal-awal cuci darah, Basyirah tidak merasakan apa-apa. Tapi, satu jam setelah
itu, dirinya merasa lemas yang luar biasa. Basyirah tak kuat untuk mengeluh.
Tekanan darah turun dari 140-150/100 menjadi 110/70. Basyirah merasakan mual
yang luar biasa, hingga makanan yang dirinya makan tadi sore berhamburan
semua keluar dari mulutnya membasahi kain penutup. Perawat yang menusuk
jarum tadi menyarankan keluarga Basyirah untuk memberi teh manis hangat.

Menjelang akhir cuci darah, serangan kedua datang. Badan Basyirah lemas lagi,
sama seperti keadaan sebelumnya. Tapi kali ini Basyirah bisa menguasai diri.
Kemudian hari, baru Basyirah ketahui bahwa keadaan dirinya itu disebabkan oleh
pembuangan racun yang sudah tinggi di tubuh dalam waktu cepat sehingga terjadi
penurunan mendadak.

Jadwal cuci darah Basyirah seminggu dua kali. Cuci darah berikutnya, Basyirah
tidak mengalami pengalaman seperti saat pertama. Tetapi, setiap kali selesai cuci
darah, Basyirah mengalami masalah lain. Kadang, setelah cuci darah, Basyirah
mengalami kram di kaki atau tangan. Jari-jari tangan atau kaki merapat tidak bisa
di gerakkan, telinga berdengung. Lain waktu, Basyirah merasakan setiap kali
sampai rumah. Perlu waktu beberapa jam setelah cuci darah untuk mencapai
keadaan normal kembali.

Yang tak kalah mengesalkan adalah susah tidur pada penderita gagal ginjal.
Sering kali, matany baru bisa terpejam lewat tengah malam, bahkan jelang dini
hari. Sekali-kali, Basyirah beruntung bisa tidur lebih awal. Tapi, baru saja dirinya
tertidur barang satu atau dua jam, serangan kram di kaki mendadak muncul.
Basyirah terbangun dan harus meredakan kram dengan berjalan-jalan di sekitar
rumah atau melemaskan otot. Basyirah mulai bisa tertidur lagi saat orang lain
mulai bangun subuh hari.

Di antara semua itu, yang juga mengesalkan adalah gatal-gatal. Bagi sebagian
orang, menggaruk gatal adalah kenikmatan, tapi bagi Basyirah ini adalah siksaan.
Tiba-tiba, gatal di paha seperti ada semut merah di balik celana. Mendadak semut
merah itu pindah ke punggung kaki. Kalau gatal-gatal ini sedang menyerang,
Basyirah kadang-kadang menggaruk anggota badannya di sana-sini macam
monyet kampung.

Tahap selanjutnya, Sari mencari informasi pasien-pasien yang sudah melakukan


transplantasi ginjal. Lalu, membuat kontak dengan pasien tersebut dan dokter-
dokter di Jakarta. Pada, selang waktu antara dua cuci darah, mereka
menyempatkan waktu untuk menggali segala informasi tentang transplantasi,
seperti biasa, sumber donor, rumah sakit pelaksana transplantasi, hingga
perawatan pasca transplantasi. Banyak dokter dan rumah sakit yang mereka
datangi . masalah yang selalu dikemukakan, baik oleh pasien maupun dokter,
adalah sulitnya mendapatkan donor.
Kebijakan pemerintah yang tidak membolehkan donor selain saudara menyulitkan
pelaksanaan transplantasi. Donor yang berasal dari bukan keluarga dicurigai
mengandung transaksi jual-beli organ tubuh. Ini yang dilarang oleh pemerintah
sehingga operasi transplantasi jarang dilakukan. Akibatnya, pasien sukar
disembuhkan dan pihak rumah sakit sukar mengasah dan mengembangkan
keterampilan operasi transplantasi.

Dokter di Singapura yang sudah berpengalaman tidak mempermasalahkan


perbedaan ini namun berbeda dengan dokter di Indonesia. Sari mengalami dilema
untuk memilih transplantasi di Singapura atau di Indonesia, dengan catatan
transplantasi di Indonesia haruslah dengan pendonor yang memiliki golongan
darah yang sama dengan Basyirah.

Di Singapura, dokter dan rumah sakit sudah berpengalaman melakukan


transplantasi beda golongan darah, tapi biayanya sangat mahal. Di Indonesia,
biaya lebih murah, tapi belum berpengalaman.

Dalam kebingungan, Sari tetap browsing internet. Akhirnya, muncul satu situs
yang menawarkan diri sebagai jasa pelayanan kesehatan untuk transplantasi. Sari
terus menggali informasi sebanyak mungkin. Tiap malam pula mereka berdiskusi
tentang berbagai kemungkinan. Tak lupa, mereka menghitung dengan cermat
biaya yang mesti disiapkan. Akhirnya, pilihan jatuh ke Cina.

Kontek intensif via internet dan telepon dilakukan. Ternyata, sang agen adalah
wanita asal Indonesia sehingga komunikasi berjalan mudah. Negosiasi biaya
dilakukan secara hati-hati karena mereka memiliki keterbatasan dana. Hingga
akhirnya tercapai kesepakatan harga. ‘’waktunya bulan Juni, Bu Sari,’’ kata agen
itu. ‘’Sementara ini, jaga kesehatan.’’

Bayang-bayang sakitnya tusukan jarum, kedinginan, dan pusing setelah cuci


darah, serta gatal-gatal yang menyiksa, mulai terangkat dengan berita kepastian
transplantasi.

Bulan Juni datang, pesawat terbang pukul 7 pagi. Perjalanan memakan waktu 6
jam sehingga mereka diperkirakan akan tiba di Guangzhou pukul 2 siang. Sesuai
perjanjian, agen Basyirah dan Sari telah menunggu. Dengan mobil jemputan ini,
mereka memasuki jantung Kota Ghuangzhou yang megah dan padat.

Mereka tiba di tengah kota sekitar pukul 3. Menghabiskan waktu istirahat di hotel
sungguh membosankan. Kasur keras dan acara televisi yang tidak bisa dipahami
membuat mereka betul-betul merasa terasingkan.

Setelah beberapa hari menunggu, akhirnya waktu yang ditunggu-tunggu tiba.


Rasa takut dan cemas akan bayangan pengobatan penderitan penyakit gagal ginjal
menyergap di atas kepalanya. Namun semua itu terkalahkan oleh keinginan yang
begitu besar untuk sembuh.

Sang dokter memberikannya satu pasang piama. Basyirah menyempatkan shalat


dan berdo’a setelah gejolak perutnya mereda. Selesai dirinya shalat, sang dokter
masuk lagi dengan sebuah pisau cukur. Dia berusaha menggunakan Bahasa
Inggris bercampur kode-kode untuk berkomunikasi dengannya. Dokter itu
meminta Basyirah menaikkan baju dan menurunkan celana. Dia mencukur bagian
bawah perut Basyirah, lalu keluar. Tak lama, si dokter kembali mengajak
Basyirah keluar. Dokter itu menunjuk satu arah dan berujar ‘’pergi sana.’’ Dalam
hening, Basyirah berjalan sendiri menyusuri koridor tanpa sepenuhnya paham
instruksi si dokter. Basyirah mencoba melihat setiap kamar, tetapi pintunya
tertutup. Terus berjalan, hingga akhirnya di sebelah kiri, Basyirah menemukan
satu ruangan terang benderang dengan cahaya menerangi koridor di depannya. Di
dalam ruangan, ada 4 dokter yang menggunakan baju operasi warna hijau,
penutup kepala, dan masker.

Basyirah memasuki ruangan ini tanpa mengucap sepatah kata. Seorang dokter
memberi kode agar Basyirah menaiki meja operasi di ujung kakinya ada meja
stainles steel portable berisi alat-alat seperti pisau, gunting, dan botol-botol
cairan. Sekitar satu meter di atas Basyirah, menyalah lampu-lampu berukuran
besar. Semua berjalan mengalir tanpa ada percakapan dan diskusi.

Basyirah membuka baju, hawa dingin ruang operasi menusuk tulang, Basyirah
merasa agak mengigil ketika itu. Di jam dinding menunjukan angka satu. Dini
hari di ruang operasi yang dingin, di tempat yang tak Basyirah kenal, dan berada
di antara dokter yang tak bisa dirinya sapa. Seorang dokter membantu tubuhnya
untuk memiringkan badan kemudian menyuntikkan jarum ke tulang belakang
Basyirah. Lalu dirinya berbalik terlentang. Basyirah merasakan ada semacam
tarikan garis di perut.

Tak lama, dokter-dokter itu mengerubuti perut Basyirah. Seperti kawanan srigala
yang melahap domba. Suara gunting memecah kesunyian. Tidak ada rasa sakit,
tetapi ketakutan Basyirah menguasai perasaannya. Hatinya ciut dan dirinya pasrah
setengah ingin menangis. Basyirah bersyukur seorang dokter memberikan segelas
cairan. Entah apa jenis cairan itu, yang jelas, sesaat setelah Basyirah meneguknya
dirinya tak mengetahui apa lagi yang terjadi.

Basyirah terbangun dengan segala macam kabel yang menempel di badannya.


Ada kabel yang terselubung untuk mengukur tekanan darah yang berbunyi setiap
dua jam, ada selang infus di lengan kanan, selang obat cair di kaki, dan selang
kateter untuk menampung urin yang tersambung ke tabung penampungan.
Basyirah meraba perutnya yang diikat semacam kemben ibu-ibu yang di
dalamnya ada potongan bambu sepanjang 30 cm memanjang ke bawah. Pada saat
itu jam menunjukkan pukul 10 lebih operasi sudah selesai pikirnya.
Sepulang dari Cina, kendaaan mulai membaik, yang paling Basyirah senangi
adalah dirinya dapat membuang angin. Buru-buru dirinya mengabari dokter
pribadinya, lalu dokter itu bertanya ‘’Berapa kali ?’’ ku jawab ‘’Satu kali’’ .
‘’No’’ katanya sambil menggerak-gerakkan jari telunjukknya. ‘’Tiga kali OK,’’
lanjutnya, lalu melengos ke ruang kaca.

Selama tiga minggu, Basyirah berbaring hingga punggungnya luka. Akhirnya, ia


bersiap-siap untuk pulang ke Indonesia. Basyirah mencoba meninggalkan jauh-
jauh kenangan sakit lambung dan ujung kateter yang menyiksa ‘’sekarang,
waktunya aku berkumpul dengan anak-anak. Semua pasti ada akhirnya,’’ ujar
Sari.

Sepulang dari Cina, Basyirah berdiam diri di rumah selama empat bulan dengan
senantiasa mengenakan masker di wajah selama itu dirinya menjalani masa-masa
karantina. Masa-masa awal transplantasi adalah masa yang rawan. Pasien
transplantasi rentan terhadap serangan virus. Basyirah dipisahkan sendiri di
ruangan khusus tak boleh seorang pun masuk kedalamnya kecuali dokter
pribadinya. Istri dan anak-anaknya pun hanya boleh melihatnya dari jendela yang
berada di kamarnya. Piring, sendok gelas tidak bercampur dengan anggota
keluarga yang lain.

Setelah habis empat bulan, kira-kira tujuh bulan pasca-transplantasi, tepat


Februari 2010, tim ‘’Kick Andy’’ dari Metro TV menghubungi mereka untuk
melakukan wawancara dan meminta mereka mengisi acara di studio Metro TV.
Tim ‘’Kick Andy’’ mengatakan akan menayangkan acara mengenai penyakit
ginjal. Acara ini dikaitkan dengan meninggalnya Gus Dur akibat penyakit gagal
ginjal.

Penampilan wawancara mereka disaksikan banyak orang. Teman kuliah yang


sudah lama tidak bertemu, akhirnya menyambung silaturahmi lagi setelah
menonton acara ini. Ada pula yang ingin bertanya perihal transplantasi karena
anggota keluarganya mengalami sakit yang sama. Sesaat, dirinya menjadi orang
yang terkenal.

Hasil laboratorium dan keadaan fisik yang mulai kuat membuat Basyirah ingin
bekerja kembali. Sejak itu mulailah dirinya bolak-balik Bandung Jakarta.
Beberapa minggu setelah pekerjaan di Jakarta selesai, Basyirah berangkat ke
Makassar untuk memulai pekerjaan baru. Pekerjaan di Makassar, selain jarak
yang jauh, permasalahannya tak kalah rumit. Persoalana tenaga kerja, serta
karakter warga sekitar yang keras.

Hampir sekitar 3 bulan Basyirah di Makassar untuk menggeluti pekerjaannya.


Tiba-tiba sebuah pesan singkat masuk, yang berbunyi ‘’Selamat pagi, Pak.
Berikut hasil lab: kreatinin 1,8 ureum.’’ Basyirah segera menelepon istrinya dan
menyampaikan bahwa angka kreatinin yang menakutkan dari prodia ini. Angka
kreatinin adalah salah satu acuan dokter ginjal untuk mengetahui baik buruknya
keadaan ginjal seseorang. Untuk laki-laki, besarannya 0,9-1,2. Jadi 1,8 jelas di
atas besaran normal.

Kejadian ini membuat Basyirah gagal ginjal kembali, ginjalnya tak berfungsi lagi.
Basyirah lupa dirinya adalah seorang pasien gagal ginjal yang seharusnya tidak
bekerja terlalu berat dan tidak memikirkan hal-hal yang membuat dirinya pusing.

Proses transplantasi kali ini dilakukan di Indonesia dengan mencari calon


pendonor yang bergolongan darah sama. Kebetulan calon pendonor kali ini adalah
adik Basyirah sendiri, namanya Nurainun. Semuanya telah di persiapkan sebaik
mungkin antara Basyirah dengan Non dari mulai pemeriksaan fungsi ginjal,
fungsi hati, diabetes, lemak, dll. Tahap ini dinamakan seleksi awal. Setelah
melakukan pemeriksaan ternyata Non memenuhi syarat jadi donor. Tahap
selanjutnya adalah foto thorax, cross match, HLA dan foto intravena pyelogram.

Hari besar itu tiba, Sabtu pagi sekitar pukul 7, Nuraini sudah dibawa ke ruang
operasi untuk donor. Basyirah menyusul di bawa ke ruang operasi 30 menit
kemudian. Di ruang itu, Basyirah menjalani pemeriksaan tensi dan suntikan
anestesi. Tak lama setelah suntikkan itu disuntikkan dirinya tertidur. Selama 6 jam
operasi berjalan lancar dan Basyirah tersadar setelah satu jam kemudian,
begitupun adiknya, Nuraini.

Tepatnya pada hari Minggu 22 September, hari kesembilan pasca operasi


Basyirah pulang dengan 4 ginjal yang melekat ditubuhnya. Dirinya berharap,
itulah yang terakhir kalinya menjalani operasi transplantasi. Tak lupa
mengucapkan syukur kepada Allah swt. Yang telah memudahkan segala
urusannya dalam rangkaian proses operasi ini.

Man Jadda Wajada, siapa yang bersungguh-sungguh pasti dapatlah ia. Usaha
untuk mendapatkan kesembuhan tidak datang dengan sendirinya, tetapi harus
diusahakan. Berbagai macam usaha wajib dilakukan tanpa melupakan doa. Akan
tetapi, doa bukan lampu ajaib. Usaha dan doa harus beriringan dalam setiap
langkah untuk mendapatkan segala yang beriringan.

Buku ini sangat bagus dan menginspirasi bagi pembacanya, buku ini mengajarkan
nilai-nilai kesabaran yang luar biasa. Selain itu buku ini cocok di baca bagi
sesama penderita gagal ginjal, karena di dalamnya banyak terkandung informasi
dan perawatan yang baik dan benar mengenai proses penyembuhan gagal ginjal.
Buku ini banyak mengandung unsur kesahatan dan medis namun pembaca tidak
perlu khawatir, karena di buku ini diberikan penjelasan dan arti mengenai unsur
kesehatan dan medis tersebut. Selama kita membacanya, kita merasakan
ketenangan dan ketentraman penuh, karena di buku ini banyak sekali kutipan ayat
al-quran dan hadist yang menambah rasa syukur kita atas karunia sehat yang
diberikanNya.
Namun sayangnya, gaya penulisan dalam buku ini banyak sekali yang tidak tepat
dalam pemberian titik dan koma. Sehingga pembaca merasakan kesulitan untuk
memahami gagasan yang penulis sampaikan. Selain itu design cover dan warna
buku yang kurang menarik memberikan kesan membosankan apabila ingin
membacanya.

Anda mungkin juga menyukai