Anda di halaman 1dari 31

 Mekanika Tanah 

MEKANIKA TANAH

1. TANAH

 Tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari butiran mineral-


mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama
lainnya serta terletak di atas batuan dasar (bedrock).

 Butiran mineral-mineral padat tanah berasal dari bahan-bahan organik


yang telah mengalami pelapukan.

 Ikatan antar butiran relatif lemah disebabkan karena adanya ruang


(rongga) diantara partikel-partikel butiran tanah. Ruang tersebut dapat
berisi air, udara, ataupun keduanya.

 Tanah berguna sebagai bahan bangunan dan pendukung pondasi


bangunan.

 Para ahli teknik sipil harus mempelajari sifat-sifat dasar dari tanah,
seperti: asal usul tanah, penyebaran ukuran butiran, kemampuan
mengalirkan air, sifat pemampatan (compressibility) bila dibebani,
kekuatan geser, kapasitas daya dukung, dan lain-lain.

 Ilmu Mekanika Tanah (Soil Mechanics) adalah salah satu cabang dari
ilmu pengetahuan yang mempelajari sifat fisik tanah dan kelakuan
(karakteristik) massa tanah, apabila tanah tersebut menerima
gaya/beban.

 Ilmu Rekayasa Tanah (Soil Engineering) adalah ilmu yang mempelajari


aplikasi dari prinsip-prinsip mekanika tanah ke dalam permasalahan-
permasalahan praktis.

 Dengan diterbitkannya buku Erdbaumechanik karya Karl Terzaghi pada


tahun 1925, maka lahirnya ilmu mekanika tanah modern. Buku tersebut
membahas prinsip-prinsip dasar dari ilmu mekanika tanah, yang
selanjutnya buku itu juga yang menjadi dasar bagi banyak studi lanjutan
mengenai ilmu mekanika tanah.

2. PARTIKEL TANAH

 Ukuran dari partikel tanah sangat beragam dengan variasi yang cukup
besar. Tanah umumnya dapat disebut sebagai kerikil ( gravel), pasir
(sand), lanau (silt) atau lempung (clay), tergantung dari ukuran partikel
paling dominan pada tanah tsb.

1
 Mekanika Tanah 

 Untuk menerangkan tentang tanah berdasarkan ukuran-ukuran


partikelnya, beberapa organisasi telah mengembangkan “batasan-
batasan ukuran golongan jenis tanah” (soil separate size limits).

 Tabel 1, menunjukkan klasifikasi ukuran butiran tanah menurut sistem:


USDA (US Department of Agriculture), ASTM (American Society for
Testing and Materials), MIT (Massachussetts Institute of Technology)
dan International Nomenclature

Tabel 1
Klasifikasi Butiran Tanah

Sistem Ukuran Butiran (mm)


No
Klasifikasi Kerikil Pasir Lanau Lempung
1. USDA 1,0 – 2,0 0,050 – 1,00 0,002 – 0,05 < 0,002
2. ASTM > 2,0 0,075 – 2,0 0,005 – 0,075 < 0,005
3. MIT > 2,0 0,060 – 2,0 0,002 – 0,06 < 0,002
4. IN > 2,0 0,020 – 2,0 0,002 – 0,02 < 0,002

3. BERAT DAN VOLUME TANAH SERTA HUBUNGANNYA

 Segumpal tanah dapat terdiri dari dua atau tiga bagian.

 Pada kondisi kering, tanah terdiri dari dua bagian, yakni butir-butir tanah
dan pori-pori udara.

Berat Vol

Wa = 0 Udara Va

Vv
Ww Air Vw
W V

Butiran
Ws Vs

a b
Gambar 1
Diagram Fase Tanah

2
 Mekanika Tanah 

 Pada kondisi jenuh air, tanah terdiri dari dua bagian, yakni butir-butir
tanah dan air pori.

 Pada kondisi tidak jenuh air (natural), tanah terdiri dari tiga bagian,
yakni butir-butir tanah, pori-pori udara dan air pori.
 Gambar 1a memperlihatkan elemen tanah yang mempunyai berat total
W dan volume V. Sedangkan Gambar 1b memperlihatkan hubungan
antara berat dan volume tanah.

 Dari Gambar 1, diperoleh persamaan sbb:

W = W s + Ww ………………………. (1)
V = Vs + Vw + Va ……………………….. (2)
Vv = Vw + Va …………………..…… (3)

Keterangan:
Ws = berat butiran padat
Ww = berat air
Vs = volume butiran padat
Vw = volume air
Va = volume udara

 Berat udara dianggap sama dengan nol, karena udara dianggap tidak
mempunyai pengaruh teknis, sedang air sangat mempengaruhi sifat-sifat
teknis tanah.

 Hubungan-hubungan berat dan volume yang biasa digunakan dalam


mekanika tanah adalah: kadar air, porositas, angka pori, berat volume,
berat jenis, derajat kejenuhan, dan lain-lain.

 Kadar air (w) didefinisikan sebagai perbadingan antara berat air (W w)


dengan berat butiran (Ws) dalam tanah tersebut dan dinyatakan dalam
persen.
W
w(%)  w  100 ………………………… (4)
Ws

 Porositas (n) didefinisikan sebagai perbandingan antara volume rongga


(Vv) dengan volume total (V) dan dapat dinyatakan dalam persen atau
desimal.
V
n v ………………………… (5)
V

 Angka pori (e) didefinisikan sebagai perbandingan antara volume rongga


(Vv) dengan volume butiran (Vs) dan dinyatakan dalam desimal.
V
e v ………………………… (6)
Vs

3
 Mekanika Tanah 

 Berat volume atau berat volume natural/alami atau berat volume basah
() adalah perbandingan antara berat butiran tanah termasuk air dan
udara (W) dan volume total (V) tanah.
W
 ………………………… (7)
V

Dengan W = Ws + Ww + Wv (Wv = berat udara = 0). Bila ruang udara


terisi air seluruhnya (Va = 0), maka tanah menjadi jenuh.

 Berat volume kering (d) adalah perbandingan antara berat butiran (W s)


dengan volume total (V) tanah.
Ws
d  ………………………… (8)
V

 Berat volume butiran padat (s) didefinisikan sebagai perbandingan


antara berat butiran padat (Ws) dengan volume butiran padat (Vs).
Ws
s  ………………………… (9)
Vs
 Berat jenis tanah (spesific gravity) tanah (Gs) didefinisikan sebagai
perbandingan antara berat volume butiran padat (s) dengan berat
volume air (w) pada temperatur 40C.

s
Gs  ………………………… (10)
w

Gs tidak berdimensi. Gs berkisar antara 2,65 sampai dengan 2,75. Nilai Gs


sebesar 2,67 biasanya digunakan untuk tanah-tanah tak berkohesi.
Sedang untuk tanah kohesif anorganik berkisar antara 2,68 sampai
dengan 2,72.

 Derajat kejenuhan (S) adalah perbandingan antara volume air (V w)


dengan rongga pori (Vv) tanah dan dinyatakan dalam persen.

Vw
S(%)   100 ………………………… (11)
Vv

Bila tanah dalam keadaan jenuh, maka S = 1.

 Dari persamaan-persamaan tersebut di atas dapat disajikan hubungan


antara masing-masing persamaan, yaitu:

a. Hubungan antara angka pori dengan porositas:


4
 Mekanika Tanah 

n
e ………………………… (12)
1n

e
n ………………………… (13)
1e

b. Berat volume, dapat juga dinyatakan dengan rumus sbb:

G s . w (1  w)
 ………………………… (14)
1e

c. Untuk tanah jenuh air (S = 1)

 w (G s  e )
 sat  ………………………… (15)
1e

d. Untuk tanah kering sempurna (S = 0)

G s . w
d  ………………………… (16)
1 w

e. Bila tanah terendam air, berat volume dinyatakan sebgai ’, dengan:

G s . w   w (G  1). w
'  atau  '  s ……………… (17)
1e 1e
   sat   w bila w = 1, maka  '   sat  1
'
€€……………… (18)

Contoh Soal:

Soal 1.
Pada kondisi asli di lapangan, sampel tanah mempunyai volume (V) 10 cm 3
dan berat (W) 18 gram. Setelah dikeringkan di dalam oven, sampel tanah
beratnya menjadi 16 gram. Jika berat jenis tanah (G s) 2,71. Hitung kadar
air (w), berat volume (), berat volume kering (d), angka pori (e), porositas
(n), dan derajat kejenuhan (S).

Jawab:
Ww W  Ws 18  16
a. Kadar air: w     12,5%
Ws Ws 16
W 18
b. Berat volume:     1,80 gr/cm3
V 10
Ws 16
d    1,60
c. Berat volume kering: V 10 gr/cm3

5
 Mekanika Tanah 

Vv Ws
d. Angka pori: e   Vs  dan Vv  V  Vs  jadi:
Vs G s . w
V  Vs V G . .V 2,71.1.10
e  1  s w 1   1  0,69
Vs Vs Ws 16
e 0,69
e. Porositas: n  1  e  1  0,69  0,41

Vw Ww
f. Derajat Kejenuhan: S   Vw   jadi:
Vv w
Ww G  W  Ws  2,71.2
S  s  X100%  49%
Vv . w V.G s . w  Ws 10.2,71.1  16

Soal 2.
Tanah mempunyai angka pori (e) = 0,70, kadar air (w) = 20% dan berat
jenis (Gs) = 2,65. Hitung: porositas (n), berat volume, berat volume kering
(d) dan derajat kejenuhan.

Jawab:
e 0,70
a. Porositas : n  1  e  1  0,70  0,41

1  w .G s . w 1  0,20 .2,65.1  1,87


b.Berat Volume :    gram/cm3
1e 1  0,70
 1,87
c. Berat Volume Kering:  d  1  w  1  0,20  1,56 gram/cm3
w.G s 0,20.2,65
d. Derajat Kejenuhan: S   X100%  76%
e 0,70

Perhatikan!!  pada saat tanah menjadi jenuh: e.S = w.Gs.

Soal 3.
Tanah pada kondisi porositas (n) = 0,45, kadar air (w) = 12% dan berat
jenis (Gs) = 2,68. Tentukan berat air yang harus ditambahkan untuk 12 m 3
tanah, supaya menjadi jenuh.

Jawab:

(1  w).G s . w
a. Berat Volume :    (1  w).G s . w .(1  n)
1e

  1,12.2,68.1,0.0,55  1,65 t/m3

(G s  e). n (2,68  0,82).1,0


b. Berat Volume Jenuh:  sat    1,92 t/m3
1e 1  0,82
Berat air yang harus ditambahkan per m3:

6
 Mekanika Tanah 

sat   = 1,92 – 1,65 = 0,27 ton


Jadi untuk membuat 12 m3 tanah menjadi jenuh harus ditambahkan air
sebesar = 3,24 m3.

4. ANALISIS UKURAN BUTIRAN

 Analisis ukuran butiran tanah adalah penentuan persentasi berat butiran


pada suatu unit saringan, dengan ukuran dan diameter lubang tertentu.

 Sifat-sifat tanah sangat bergantung dari ukuran butirannya.

 Besarnya ukuran butiran dijadikan dasar untuk pemberian nama dan


klasifikasi tanah.

 Ada 2 (dua) cara yang umum digunakan untuk mendapatkan distribusi


ukuran butiran tanah, yaitu analisis ayakan atau saringan, untuk tanah
berbutir kasar (diameter butiran tanah > 0,075 mm) dan analisis hidro-
meter untuk tanah berbutir halus (diameter butiran tanah < 0,075 mm).

a. Analisis Ayakan (Saringan)

Distribusi ukuran tanah berbutir kasar dapat ditentukan dengan cara


mengayak (penyaringan).

Tanah uji disaring melaui satu unit saringan (Tabel 2) standar


pengujian tanah.

Tabel 2
Saringan Standar Amerika

Diameter Diameter
Ayakan Ayakan
Lubang Lubang
Nomor Nomor
(mm) (mm)
3 6,350 40 0,425
4 4,750 50 0,300
6 3,350 60 0,250
8 2,360 70 0,210
10 2,000 100 0,150
16 1,180 140 0,106
20 0,850 200 0,075
30 0,600 270 0,053

Contoh tanah dikeringkan (di oven), dihaluskan, dimasukkan ke satu


set ayakan standar, lalu diayak.

Berat tanah yang tinggal pada masing-masing ayakan ditimbang dan


persentase terhadap berat komulatif pada tiap saringan dihitung.

7
 Mekanika Tanah 

b. Analisis Hidrometer

Analisis hidrometer didasarkan pada prinsip sedimentasi atau pengen-


dapan butir-butir tanah dalam air.

Distribusi ukuran tanah berbutir halus atau bagian berbutir halus dari
tanah berbutir kasar, dapat ditentukan dengan cara sedimentasi.

Untuk menyerderhanakan, diasumsikan semua partikel tanah


berbentuk bola (bulat). Berdasarkan hukum Stokes, kecepatan
pengendapan butiran dapat ditentukan oleh persamaan:
s w 2
v D ………………………… (19)
18

Keterangan:
v = kecepatan (L/t)
w = berat volume air (gr/cm3)  w = 1 gr/cm3.
s = berat volume butiran padat (gr/cm3)  s = Gs. w
 = kekentalan air absolut (gr.det/cm2)
D = diameter butiran tanah (mm)

Persamaan (19) dapat disederhanakan:

18. .v 18. L 18. L


D   ………………… (20)
s w s w t (Gs  1) w t

Berdasarkan analisis dimensi (satuan) diperoleh:

D(mm) 18.[( gr. det) / cm 2 ] L(cm)


 …………………
10 (G s  1). w ( gr / cm ) t (menit )  60
3

(21)

Pengujian Hidrometer

Di laboratorium, pengujian hidrometer dilakukan dalam silinder


pengendap yang terbuat dari gelas dan memakai 50 gr contoh tanah
yang kering oven. Silinder pengendap mempunyai tinggi 18 inci (457,2
mm) dan diameter 2,5 inci (63,5 mm). Silinder tersebut diberi tanda
yang menunjukkan volume sebesar 1000 ml.

Campuran calgon(natrium hexame-


taphosphate) biasanya digunakan
sebagai bahan pendispersi (disper-
sing agent). Total volume dari
larutan air + calgon + tanah yang

8
 Mekanika Tanah 

terdispersi dibuat menjadi 1000 ml


dengan menambahkan air suling.

Gambar 2
Alat Pengujian Hidrometer

c. Kurva Distribusi Ukuran Butiran

 Hasil dari analisis mekanis (analisis saringan dan hidrometer)


umumnya digambarkan dalam kertas semilogaritmik yang dikenal
sebagai kurva distribusi ukuran butiran (particle-size distribution
curve).

 Diameter butiran digambarkan dalam skala logaritma dan


persentase dari butiran yang lolos saringan digambarkan dalam
skala hitung biasa.

 Parameter yang digunakan untuk mengklasifikasikan tanah


berbutir kasar adalah:
(1) Ukuran efektif (effective size)
(2) Koefisien keseragaman (uniformity coefficient atau Cu)
(3) Koesien gradasi (coefficient of gradation atau Cc)

 Ukuran efektif adalah ukuran butiran yang bersesuaian dengan


10% lolos saringan atau sering disingkat dengan D10.

 Kemiringan dan bentuk umum dari kurva distribusi dapat


digambarkan oleh koefisien keseragaman dan koefisien gradasi.
D 60
 Koefisien keseragaman (Cu) dinyatakan dengan: C u 
D10
(D 30 ) 2
 Koefisien gradasi (Cc) dinyatakan dengan: C c 
D 60 .D10

D30 dan D60 adalah diameter butiran yang bersesuaian dengan


30% dan 60% lolos saringan.

9
 Mekanika Tanah 

Gambar 3
Kurva Distribusi Ukuran Butiran

 Kurva ukuran butiran tidak hanya menunjukkan rentang


(range) ukuran butiran tetapi juga tipe tanah.

 Kurva A mewakili suatu tipe tanah dimana ukuran butirannya


terbagi didalam rentang yang lebar dan dinamakan tanah
bergradasi baik (well graded soil).

 Kurva B mewakili kombinasi dari dua atau lebih fraksi dengan


gradasi yang sama dinamakan tanah bergradasi senjang (gap
graded soil). Kurva B termasuk kelompok tanah bergradasi buruk
(poorly graded soil).

 Kurva C mewakili suatu tipe tanah dimana sebagian besar


butiran tanah berukuran sama dinamakan tanah bergradasi buruk
(poorly graded soil).

 Tanah dikatakan bergradasi baik, jika:


(1) Koefisien keseragaman (Cu) untuk kerikil lebih besar
dari 4,0 dan pasir lebih besar dari 6,0. Jika Cu > 15,0 tanah
dikatakan bergradasi sangat baik.
(2) Koefisien gradasi (Cc) untuk kerikil dan pasir antara
1,0 sampai 3,0

Contoh 1:

Hitung koefisien keseragaman (Cu) dan koefisien gradasi (Cc) tanah A, B


dan C, seperti terlihat pada Gambar C.1.

10
 Mekanika Tanah 

Gambar C.1
Kurva Distribusi Ukuran Butiran Tanah A, B dan C

Tabel C.1.
Data hasil Perhitungan Cu dan Cc Tanah A, B dan C

Tanah D10 D30 D60 Cu CC Kesimpulan


A 0,020 0,60 8,50 425,0 2,100 Well Graded
B 0,021 0,04 1,00 47,6 0,076 Poorly Graded
C 0,350 0,65 0,80 2,29 1,510 Poorly Graded

Keterangan :
D 60 (D 30 ) 2
Rumus C u  dan C c 
D10 D 60 .D10
Indikator bergradasi baik: Cu  > 4,0 (kerikil) dan > 6,0 (pasir)
Cc  antara 1,0 sampai 3,0

Contoh 2:

Hasil uji analisis saringan adalah sebagai berikut:

Nomor Diameter lubang Berat Butiran yang tinggal

11
 Mekanika Tanah 

Saringan (mm) (gram)


4 4,75 0,0
8 2,36 8,0
16 1,18 7,0
30 0,60 11,0
50 0,30 21,0
70 0,21 63,0
100 0,15 48,0
200 0,075 14,0

Dari pengujian hidrometer diperoleh data sebagai berikut:

Diameter Butiran Berat Butiran


(mm) (gram)
0,06 – 0,02 2
0,02 – 0,006 2
0,006 – 0,002 0
Lebih kecil 0,002 0

Gambarkan kurva distribusi ukuran, koefisien gradasi (Cc), koefisien kesera-


gaman (Cu) dan bagaimana gradasinya?

Jawab:

Nomor Dia. lubang Berat Butiran % Butiran % Butiran


Saringan (mm) yang tinggal (gram) yg tinggal yg Lolos
4 4,75 0,0 0,0 100,0
8 2,36 8,0 4,6 95,4
16 1,18 7,0 4,0 91,4
30 0,60 11,0 6,3 85,1
50 0,30 21,0 12,0 73,1
70 0,21 63,0 36,0 37,1
100 0,15 48,0 27,4 9,7
200 0,075 14,0 8,0 1,7
H 0,020 2,0 1,1 0,6
H 0,006 1,0 0,6 --
H 0,006–0,002 0,0 -- --
H < 0,002 0,0 -- -

12
 Mekanika Tanah 

Nomor Dia. lubang Berat Butiran % Butiran % Butiran


Saringan (mm) yang tinggal (gram) yg tinggal yg Lolos
4 4,75 0,0 0,0 100,0
8 2,36 8,0 4,6 95,4
16 1,18 7,0 4,0 91,4
30 0,60 11,0 6,3 85,1
50 0,30 21,0 12,0 73,1
70 0,21 63,0 36,0 37,1
100 0,15 48,0 27,4 9,7
200 0,075 14,0 8,0 1,7
H 0,020 2,0 1,1 0,6
H 0,006 1,0 0,6 --
H 0,006– 0,0 -- --
0,002
H < 0,002 0,0 -- -

Dari diagram distribusi butiran dapat dilihat:


D10 = 0,15 mm
D30 = 0,18 mm
D60 = 0,26 mm

D 60 0,26
Cu    1,73  6,0
D10 0,15

(D30 )2 (0,18)2
Cc    0,83  1,0
D60 .D10 0,26.0,15

Maka tanah bergradasi buruk

5. KONSISTENSI TANAH

 Konsistensi tanah adalah kemampuan tanah dalam menyerap air. Bila


kadar air tanah sangat tinggi, tanah akan lembek, bahkan mencair.
Begitu pula sebaliknya.
13
 Mekanika Tanah 

 Pada tahun 1911, seorang ilmuwan Swedia bernama Atterberg


mengembangkan metode untuk menjelaskan sifat konsistensi tanah
berbutir halus pada kadar air yang bervariasi.

Semi
Padat Platis Cair
Padat
Kadar Air
Bertambah

Batas Batas Batas


Susut Plastis Cair
Gambar 4
Batas-batas Atterberg

 Atterberg membagi empat keadaan dasar tanah, berdasarkan air yang


dikandung tanah tersebut, yaitu padat, semipadat, plastis dan cair. Batas
antara padat – semipadat disebut batas susut (shrinkage limit), batas
antara semipadat – plastis disebut batas plastis (plastic limit) dan batas
antara plastis – cair disebut batas cair (liquid limit). Batas-batas ini
dikenal dengan batas-batas Atterberg.

a. Batas Cair (Liquid Limit)

 Batas cair atau liquid limit atau disingkat dengan LL yaitu batas
(transisi) kadar air antara keadaan plastis dengan keadaan cair.

 Batas cair ditentukan dari pengujian Casagrande (1948). Gambar


skematis dari alat pengukur batas cair dapat dilihat pada gambar 5.

14
 Mekanika Tanah 

Gambar 5
Skema Alat Pengujian Batas Cair

 Contoh tanah dimasukkan ke dalam cawan. Alat pembuat alur


(grooving tool) dikerukkan tepat ditengah-tengah cawan hingga
menyentuh dasar cawan. Kemudian, dengan alat penggetar, cawan
diketuk-ketukan pada landasannya dengan tinggi jatuh 1 cm.
Persentasi kadar air yang dibutuhkan untuk menutup celah pada
dasar cawan, sesudah 25 kali pukulan, didefinisikan sebagai batas
cair tanah tersebut.

 Untuk mengatur kadar air pada waktu celah menutup pada 25 kali
pukulan sulit, maka percobaan dilakukan beberapa kali (minimal 4
kali percobaan), yaitu dengan kadar air yang berbeda dengan
jumlah pukulan berkisar antara 15 sampai 35.

 Hubungan kadar air dan jumlah pukulan, digambarkan dalam grafik


semi logaritma untuk menentukan kadar air pada 25 kali pukulan.

b. Batas Plastis (Plastic Limit)

 Batas plastis atau plastic limit atau disingkat dengan PL


didefinisikan sebagai kadar air pada keadaan antara daerah plastis
dan semi padat.

 Cara pengujiannya sederhana, yaitu dengan cara menggulung


massa tanah berukuran elipsoida (diameter 1/8 inci atau 3,2 mm)
dengan telapak tangan di atas kaca datar, hingga menjadi retak-
retak. Setelah tanah terlihat retak-retak, diperiksa kadar airnya.

c. Batas Susut (Shrinkage Limit)

 Tanah akan menyusut apabila air yang dikandungnya perlahan-


lahan hilang dalam tanah.

 Dengan hilangnya air terus-menerus, tanah akan mencapai suatu


tingkat keseimbangan dimana penambahan kehilangan air tidak
akan menyebabkan perubahan volume. Kondisi ini dikatakan
sebagai batas susut.

15
 Mekanika Tanah 

 Batas susut atau shrinkage limit atau disingkat dengan SL


didefinisikan sebagai kadar air pada keadaan antara daerah semi
padat dan padat, dimana pengurangan kadar air selanjutnya tidak
akan menyebabkan perubahan volume.

 Percobaan batas susut dilakukan di laboratorium dengan cawan


porselen diameter 44,4 mm dengan tinggi 12,7 mm. Bagian dalam
cawan dilapisi pelumas dan diisi dengan tanah jenuh sempurna.
Kemudian dikeringkan dalam oven. Volume ditentukan dengan
mencelupkannya ke dalam air raksa.

 Batas susut dinyatakan dengan persamaan:

 (m  m2 ( v 1  v 2 ). w 
SL   1  X100% ………………… (22)
 m 2 m 2 

Keterangan:
m1 = berat tanah basah dalam cawan (gram)
m2 = berat tanah kering oven (gram)
v1 = volume tanah basah dalam cawan (cm3)
v2 = volume tanah kering oven (cm3)
w = berat jenis air (gram/cm3)

Gambar 6
Variasi Volume dan Kadar Air pada Kedudukan LL, PL dan SL

 Gambar 6 memperlihatkan hubungan variasi kadar air dan volume


total dari tanah pada kedudukan batas cair (LL), batas plastis (PL)
dan batas susut (SL). Batas-batas Atterberg sangat berguna untuk
mengidentifikasi dan mengklasifikasi tanah. Batas-batas ini sering

16
 Mekanika Tanah 

digunakan secara langsung dalam spesifikasi, guna mengontrol


tanah yang digunakan untuk struktur urugan tanah.

d. Indek Plastisitas (Plasticity Index)

Tanah Plastisitas Indeks atau plasticity Index atau disingkat dengan PI


adalah perbedaan antara batas cair dengan batas plastis tanah atau
PI = LL – PL

Tabel 3
Nilai Indek Plastisitas dan Macam Tanah

PI Sifat Macam Tanah Kohesi


0 Non-plastis Pasir Non-kohesif
<7 Plastisitas rendah Lanau Kohesif sebagian
7 – 17 Plastisitas sedang Lempung berlanau Kohesif
> 17 Plastisitas tinggi Lempung Kohesif

e. Indek Cair (Liquid Index)

Kadar air tanah asli relatif pada kedudukan plastis dan cair dapat
didefinisikan sebagai indek cair (liquidity index) atau LI
WN  PL WN  PL
LI   …………………
LL  PL PI
(23)
Keterangan:
 WN adalah kadar air asli.
 Jika WN = LL, maka LI = 1, sedangkan jika WN = PL, maka LI = 0.
 Untuk lapisan tanah asli dalam kedudukan plastis, nilai LL>W N>PL.
 Nilai LI bervariasi antara 0 sampai 1
 Lapisan tanah asli dengan WN > LL akan mempunyai LI > 1

Contoh Soal:

Soal 1.

Dari hasil uji laboratorium (untuk menentukan batas-batas konsistensi)


diperoleh data sebagai berikut:

Tabel C.2
Data Hasil Uji Laboratorium

Uraian Percobaan
17
 Mekanika Tanah 

1 2 3 4
Jumlah pukulan 12 17 23 28
Berat tanah + cawan (gram) 28,15 23,22 23,20 23,18
Berat tanah kering + cawan (gram) 24,20 20,80 20,89 20,90
Berat cawan (gram) 15,30 15,10 15,20 15,00

Tentukan batas cair (LL), indeks plastisitas (PI) dan indeks cair (LI) tanah
tersebut. Diasumsikan PL = 20% dan WN = 38%.

Jawab:
28,15  24 ,20
Kadar air: w1 = 24,20  15,30 X100%  44,38%
23,22  20,80
w2 = 20,80  15,10 X100%  42,46%
23,20  20,89
w3 = 20,89  15,20 X100%  40,60%
23,18  20,90
w4 = 20,90  15,00 X100%  38,64%
Kadar Air, w (%)

Gambar C.2
Hubungan kadar air dengan jumlah pukulan

Hasil kadar air (w) dan jumlah pukukan digambarkan pada diagram batas
cair (gambar C.2). Dari gambar, pada 25 kali pukulan diperoleh kadar air
39%. Jadi batas cair (LL) = 39%.
Indeks plastisitas (PI) = LL – PL = 39% – 20% =19%
W  PL 38  20
Indeks cair (LI) = N   94 ,74%
PI 19

Soal 2

Data hasil uji batas susut di laboratorium sebagai berikut: berat tanah
dalam cawan mula-mula 47 gram dengan volume 16,25 cm 3. Setelah di
18
 Mekanika Tanah 

oven, beratnya tinggal 30 gram. Volume ditentukan dengan mencelupkan


tanah kering ini ke dalam air raksa. Air raksa yang tumpah seberat 150,96
gram. Hitung batas susut tanah ini ?.

Tanah
Tanah

Sebelum dikeringkan Sesudah dikeringkan

Gambar C.3

Dihitung volume tanah setelah kering:


Berat jenis air raksa 13,60 gram/cm3
Volume tanah kering oven: v2 = 150,96/13,60 = 11,10 cm3
Batas susut ditentukan dengan menggunakan persamaan:

 (m  m2 ( v 1  v 2 ). w 
SL   1  X100%
 m2 m2 

 (47  30 (16,25  11,10).1,0 


SL    X100%  39,50%
 30 30 

Jadi batas susut (SL) tanah ini adalah 39,50%

Soal 3

Lempung jenuh berbentuk kubus mempunyai volume 1 m 3 dengan berat


jenis = 2,70 dan batas susut (SL) = 12%. Lempung mempunyai kadar air
20%, dikeringkan di bawah sinar matahari sampai kadar air mencapai 3%.
Diasumsikan lempung ini homogen dan isotrop, tentukan tinggi kubus
setelah kering.

Jawab:

Batas susut adalah batas kadar air dimana tanah tidak mengalami
perubahan volume lagi, maka tinggi kubus setelah kering akan diperhi-
tungkan pada kadar air batas susutnya yakni pada kadar air 12%.

Ww
Kadar air (w) = 20%   0,2  Ww = 0,2 Ws
Ws
Ws
Berat Jenis (Gs) =  2,70  Ws = 2,70 Vs
Vs . w
Ww = Vw = 0,2 X 2,7 Vs = 0,54 Vs
19
 Mekanika Tanah 

Untuk 1 m3 tanah jenuh (tanpa rongga udara)

1
Volume padat: Vs  1  0,54 X 1,0 m3 = 0,65 m3
0,54
Volume air: Vw1  X 1,0 m3 = 0,35 m3
1  0,54

Kondisi setelah dikeringkan :

Ww
Kadar air (w) = 12%   0,12  Ww = Vw = 0,12 Ws
Ws
Ww = Vw = 0,2 X 2,7 Vs = 0,32 Vs
Kondisi sebelum dan sesudah dikeringkan, Vs tetap sama, maka:
Volume air Vw2 = 0,32 X 0,65 = 0,21 m3.
Perubahan volume air Vw1 – Vw2 = 0,14 m3
Volume tanah setelah kering 1 – 0,14 = 0,86 m3.

Jadi, tinggi kubus stlh kering (0,86)1/3 = 0,95 m

6. KLASIFIKASI TANAH

 Klasifikasi tanah adalah suatu sistem pengaturan beberapa jenis tanah


yang berbeda-beda tetapi mempunyai sifat yang serupa ke dalam
kelompok dan subkelompok berdasarkan pemakaian.

 Secara umum, klasifikasi tanah dibagi dua, yakni klasifikasi berdasarkan


tekstur dan klasifikasi berdasarkan pemakaian.

a. Klasifikasi berdasarkan tekstur

 Pengertian umum tekstur tanah adalah keadaan permukaan tanah


yang bersangkutan.

 Tekstur tanah dipengaruhi oleh ukuran tiap-tiap butir yang ada di


dalam tanah.

 Klasifikasi tanah berdasarkan tekstur, membagi tanah ke dalam 4


(empat) kelompok, yakni: kerikil (gravel), pasir (sand), lanau (silt)
dan lempung (clay).

 Salah satu organisasi yang mengembangkan klasifikasi tanah


berdasarkan tekstur adalah Departemen Pertanian Amerika (USDA).

 USDA membagi tekstur tanah menjadi 3 (tiga) kelompok yakni:


1) Pasir (diameter butiran 0,05 mm – 2,0 mm)
2) Lanau (diameter butiran 0,002 mm – 0,05 mm)
3) Lempung (diameter butiran < 0,002 mm)

20
 Mekanika Tanah 

Gambar 7
Klasifikasi berdasarkan tekstur (USDA)

Contoh Soal:

Soal 1.

Jika diketahui distribusi ukuran butir tanah A terdiri dari 30% pasir, 40%
lanau dan 30% lempung, tentukan klasifikasi tanah A berdasarkan
tekstur!.

Jawab:

Berdasarkan gambar klasifikasi berdasarkan tekstur, termasuk dalam


kategori “tanah liat berlempung”.
21
 Mekanika Tanah 

Soal 2.

Jika diketahui distribusi ukuran butir tanah B terdiri dari 20% kerikil,
10% pasir, 30% lanau dan 40% lempung, tentukan klasifikasi tanah B
berdasarkan tekstur!.

Jawab:

Berdasarkan gambar klasifikasi berdasarkan tekstur, hanya terdapat


komposisi tekstural: pasir, lanau dan lempung.

Tanah B mengadung kerikil 


komposisi tekstural dimodifikasi, sehingga:
10
1) Pasir X100%  12,5%
80
30
2) Lanau X100%  37,5% Lempung  Lempung
80
berkerikil
40
3) Lempung X100%  50,0%
80

b. Klasifikasi berdasarkan pemakaian

 Klasifikasi tanah berdasarkan tekstur relatif sederhana karena


hanya didasarkan pada ukuran distribusi ukuran butiran tanah.

 Untuk keperluan teknik sipil, klasifikasi berdasarkan tekstur tidak


memadai, karena memperhitungkan sifat plastisitas tanah. Oleh
karena itu perlu diperhatikan jumlah dan jenis mineral lempung
yang dapat mempengaruhi sifat fisis tanah (sifat platisitas tanah).

 Klasifikasi berdasarkan sistem pemakaian ada 2 (dua) yakni:


Unified Soil Clasification System (USCS) dan AASHTO Soil
Clasification System.
 Sistem klasifikasi tanah Unified dan AASTHO menggunakan sifat-
sifat indeks tanah yang sederhana, seperti: distribusi ukuran
butiran, batas cair dan indeks plastisitas.

 Sistem klasifikasi tanah Unified banyak digunakan oleh para ahli


geotektik, sedangan sistem AASTHO umumnya digunakan oleh para
ahli jalan raya.

22
 Mekanika Tanah 

Unified Soil Clasification System (USCS)

 Pada USCS, tanah dibagi kedalam 2 (dua) kelompok, yakni:


tanah berbutir kasar (coarse grained soil) dan tanah berbutir halus
(fine grained soil).

 Tanah dikatakan berbutir kasar (kerikil dan pasir), jika lebih


dari 50% tinggal pada saringan nomor 200, begitu pula sebaliknya,
tanah dikatakan berbutir halus (lanau dan lempung), jika lebih dari
50% lolos saringan nomor 200.

 Simbol-simbol yang digunakan:


Tanah berbutir kasar: G = gravel (kerikil) dan S = sand (pasir)
Tanah berbutir halus: M = silt (lanau) anorganik; C = clay
(lempung) anorganik; O = organic slit or clay (lanau atau lempung
organik); dan PT = peat and highly organic soil (tanah gambut dan
tanah lain yang berkadar organik tinggi).

Simbol lain yang digunakan dalam USCS adalah:


W = well graded (tanah bergradasi baik)
P = poorly graded (tanah bergradasi buruk)
L = low plasticity (plastisitas rendah atau LL < 50)
H = high plasticity (plastisitas tinggi atau LL > 50)

 Prosedur untuk menentukan USCS, sebagai berikut:


Tentukan apakah tanah berbutir kasar atau tanah berbutir halus.
Jika tanah berbutir kasar:

1) Tentukan persen butiran yang lolos saringan nomor 4


(4,75 mm). Jika lebih dari 50 % butiran tinggal di saringan
nomor 4, tanah dikatakan sebagai kerikil. Jika lebih dari 50 %
butiran lolos di saringan nomor 4, tanah dikatakan sebagai
pasir.

2) Jika persentasi butiran yang lolos saringan nomor 200


kurang dari 5%, pertimbangkan bentuk grafik distribusi butiran
dengan menghitung Cu dan Cc. Jika bergradasi baik, maka
diklasifi-kasikan sebagai GW (untuk kerikil) atau SW (untuk
pasir). Jika begradasi buruk, maka diklasifikasikan sebagai GP
(untuk kerikil) atau SP (untuk pasir).
3) Jika persentasi butiran yang lolos saringan nomor 200
antara 5% sampai 12%, tanah mempunyai simbol dobel
(ganda) dan mempunyai sifat keplastisan (GW-GM, SW-SM,
dsb).

4) Jika persentasi butiran yang lolos saringan nomor 200


lebih besar 12%, harus diadakan pengujian batas-batas

23
 Mekanika Tanah 

Atterberg. Kemudian dengan menggunakan diagram plastisitas,


tentukan klasifikasinya (GM, GC, SM, SC, GM-GC atau SM-SC).

Jika tanah berbutir halus:

1) Periksa batas-batas Atterberg, jika batas cair (LL) lebih


dari 50, diklasifikasikan sebagai H (plastisitas tinggi) dan jika
kurang dari 50 diklasifikasikan sebagai L (plastisitas rendah).

2) Untuk H (plastisitas tinggi), jika plot batas-batas


Atterberg pada grafik plastisitas di bawah garis A, tentukan
apakah organik (OH) atau anorganik (MH). Jika plotnya jatuh di
atas garis A, klasifikasikan sebagai CH.

3) Untuk L (plastisitas rendah), jika plot batas-batas


Atterberg pada grafik plastisitas di bawah garis A dan area yang
diarsir, tentukan klasifikasi tanah tersebut sebagai organik (OL)
atau anorganik (ML). Jika plotnya jatuh di atas garis A,
klasifikasikan sebagai CH.

4) Jika plot batas-batas Atterberg pada grafik plastisitas


jatuh pada area yang diarsir, dekat dengan garis A atau nilai LL
sekitar 50, gunakan simbol dobel (ganda).

Contoh Soal:

Soal 1.

Data hasil uji laboratorium diperoleh sbb: batas platis (PL) = 16% dan
batas cair (LL) = 42%, sedang dari analisis saringan diperoleh:

Nomor Saringan % Lolos


4 100,0
10 93,2
40 81,0
200 61,5

Tentukan klasifikasi tanah di atas dengan USCS

Jawab:

 Persentase lolos saringan nomor 200 = 61,5% (> 50%) 


tanah berbutir halus.
 Batas cair (LL) = 42% (< 50%)  CL atau ML
 Indeks plastisitas (PI) = LL – PL = 42% – 16% = 26%.
 Nilai PI dan LL diplot ke diagram plastisitas  CL

24
 Mekanika Tanah 

 Jadi tanah tersebut di atas diklasifikasikan sebagai CL (lempung


tak organik berplastisitas rendah).

Soal 2.
Distribusi ukuran butiran dua contoh tanah (A dan B) di berikan dalam
gambar C.4. Batas cair (LL) dan batas plastis (PL) tanah yang lolos
saringan nomor 40, untuk tanah A sebesar LL = 30 dan PL = 22,
sedangkan tanah B sebesar 26 dan 20. Klasifikasikan tanah A dan B
tersebut dengan USCS.

Gambar C.4
Ditribusi ukuran butiran tanah A dan B

Jawab:

Tanah A
 Sekitar 8% dari tanah lolos saringan nomor 200 (0,075 mm) 
tanah berbutir kasar.
 100% dari tanah, lebih halus (lolos) saringan nomor 4 (4,75 mm)
 tanah berpasir.

 Nilai 8%, berada antara 5% – 12%, oleh karena itu digunakan


simbol dobel (ganda).
 D10 = 0,085 mm; D30 = 0,120 mm; dan D60 = 0,135 mm, jadi:
D 0,135
C u  60   1,59  < 6,0
D10 0,085

25
 Mekanika Tanah 

(D 30 ) 2 (0,120) 2
Cc    1,25  > 1,0
D10 .D 60 0,085.0,135

 PI = LL – PL = 30 – 22 = 8 (lebih besar dari 7)  terletak di atas


garis A, jadi klasifikasi tanah A adalah SP – SC.

Tanah B
 Sekitar 61% dari tanah lolos saringan nomor 200 (0,075 mm) 
tanah berbutir halus.
 PI = LL – PL = 26 – 20 = 6  Jika di plot di diagram plastisitas,
nilai tersebut masuk ke dalam daerah yang di arsir, jadi klasifikasi
tanah B adalah CL – ML.

AASHTO Soil Clasification System


 Sistem klasifikasi American Association of State Highway and
Transportation Officials Classification (AASTHO) membagi tanah dalam
7 (tujuh) kelompok, yakni: A–1 sampai A–7.

 A–1, A–2 dan A–3 adalah tanah berbutir (kurang dari 35% lolos
saringan nomor 200).

 A–4, A–5, A–6 dan A–7 tanah lanau–lempung (lebih dari 35%
lolos saringan nomor 200).

 Indeks kelompok (group index atau GI) digunakan untuk


mengevaluasi mutu (kualitas) tanah sebagai bahan lapisan tanah
dasar (subgrade) jalan raya.

GI = (F – 35)[0,2 + 0,005 (LL – 40)] + 0,01(F – 15)(PI – 10)


Keterangan:
GI : group indeks
F : persen tanah lolos saringan nomor 200.
LL : batas cair
PI : indeks plastisitas

Catatan dalam menggunakan GI, sebagai berikut:


1) Bila nilai GI < 0, maka diasumsikan nilai GI = 0.
2) Hasil perhitungan nilai GI dibulatkan ke angka terdekat
(contoh: GI = 3,4 dibulatkan menjadi 3,0 dan GI = 3,5 menjadi
4,0).
3) GI untuk tanah yang masuk dalam kelompok A–1a, A–
1b, A–2–4, A–2–5 dan A–3 sama dengan nol.
4) Untuk kelompok tanah A–2–6 dan A–2–7 hanya bagian
dari persamaan indeks kelompok yang digunakan, GI = 0,01(F –
15)(PI – 10)
5) Tak ada batas nilai GI.

Contoh Soal:
26
 Mekanika Tanah 

Soal 1.
Hasil analisis butiran dari tanah anorganik diperoleh data sbb:

Ukuran Saringan (mm) % Lolos


2,000 (No. 10) 100
0,075 (No. 200) 75
0,050 65
0,005 33
0,002 18
LL = 54 dan PI = 23
Klasifikasikan tanah tersebut dengan cara AASTHO.

Jawab:

 75% lolos saringan No. 200  tanah lanau–lempung (masuk


dalam kelompok A–4, A–5, A–6 dan A–7).
 Jika LL = 54 dan PI = 23  masuk kelompok A–7–5 atau A–7-
6
 PL = LL – PI = 54 – 23 = 31  masuk kelompok A–7–5.
 GI = (75–35)[0,2+0,005(54–40)] + 0,01(75–15)(23–10) = 19
 Klasifikasi tanah di atas termasuk dalam kelompok A–7–5 (19).

Soal 2.

Hasil dari uji analisis butiran tanah adalah sebagai berikut:


Persentase butiran yang lolos saringan No. 10 = 100%
Persentase butiran yang lolos saringan No. 40 = 58%
Persentase butiran yang lolos saringan No. 200 = 58%
Batas cair (LL) dan indeks platisitas (PI) dari tanah yang lolos saringan
No. 40 adalah 30 dan 10.
Klasifikasikan tanah tersebut dengan cara AASTHO.
Jawab:

 58% lolos saringan No. 200  tanah lanau–lempung (masuk


dalam kelompok A–4, A–5, A–6 dan A–7).
 LL = 30 dan PI = 10  masuk kelompok A–4
 GI = (58–35)[0,2+0,005(30–40)] + 0,01(58–15)(10–10) = 3
 Klasifikasi tanah di atas termasuk dalam kelompok A–4(3).

Soal 3.

95% berat suatu tanah lolos saringan No. 200 dan mempunyai batas cair
(LL) 60 dan indeks plastisitas (PI) 40. Klasifikasikan tanah tersebut
dengan cara AASTHO.

27
 Mekanika Tanah 

Jawab:

 95% lolos saringan No. 200  tanah lanau–lempung (masuk


dalam kelompok A–4, A–5, A–6 dan A–7).
 LL = 60, PI = 40 dan PL = 20  masuk kelompok A–7–6
 GI = (95–35)[0,2+0,005(60–40)] + 0,01(95–15)(40–10) = 42
 Klasifikasi tanah di atas termasuk dalam kelompok A–7–6 (42).

28
 Mekanika Tanah 

Gambar 8
Klasifikasi berdasarkan USCS

29
 Mekanika Tanah 

Gambar 9
Klasifikasi berdasarkan AASTHO

010809/SSH/Edisi-3

Daftar Bacaan

Bowles, J.E., Foundation Analisys and Design, McGraw-Hill Kogakusha, Ltd.,


30
 Mekanika Tanah 

Tokyo, Japan, 1977.

Bowles, J.E., Physical and Geotecnical Properties of Soils, McGraw-Hill Book


Company, USA, 1984.

Das, Braja M., Principles of Geotechnical Engineering , PWS Publisher,


London, 1985.

Hardiyatmo, Hary Christady., Mekanika Tanah I, Penerbit PT. Gramedia


Pustaka Utama, Jakarta, 1992.

Hardiyatmo, Hary Christady., Mekanika Tanah II, PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta, 1992.

Hardiyatmo, Hary Christady., Teknik Pondasi 1, Beta Offset, Yogyakarta, 2002.

Hardiyatmo, Hary Christady., Teknik Pondasi 2, Beta Offset, Yogyakarta, 2002.

Lambe, T.W. dan Whitman, R.V., Soil Mechanics, John Wiley and Son, Inc.,
New York, 1969.

Mochtar, Noor Endah dan Mochtar, Indrasurya B., Mekanika Tanah


(Prinsip-prinsip Rekayasa Goteknis), Jilid I, terjemahan dari buku:
Principles of Geotechnical Engineering ., Penerbit Erlangga, Jakarta,
1995.

31

Anda mungkin juga menyukai