Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

KLIEN DENGAN GANGGUAN JIWA

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas

Program Profesi Ners Keperawatan Jiwa

Disusun oleh :

Gita Puspitasari

220112170022

UNIVERSITAS PADJADJARAN

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

PROFESI KEPERAWATAN JIWA ANGKATAN XXXIV

BANDUNG

2018
LAPORAN PENDAHULUAN
KEPUTUSASAAN
1. Diagnosa Keperawatan
Keputusasaan
2. Tinjauan Teori
a. Pengertian
Keputusasaan merupakan keadaan subjektif seorang individu yang
melihat keterbatasan atau tidak ada alternatif atau pilhan pribadi yang
tersedia dan tidak dapat memobilisasi energy yang dimilikinya (NANDA,
2005).
Keputusasaan adalah keadaan emosional ketika individu merasa
bahwa kehidupannya terlalu berat untuk dijalani ( dengan kata lain
mustahil ). Seseorang yang tidak memiliki harapan tidak melihat adanya
kemungkinan untuk memperbaiki kehidupannya dan tidak menemukan
solusi untuk permasalahannya, dan ia percaya bahwa baik dirinya atau
siapapun tidak akan bisa membantunya.
Keputusasaan berkaitan dengan kehilangan harapan,
ketidakmampuan , keraguan .duka cita , apati , kesedihan , depresi , dan
bunuh diri. ( Cotton dan Range, 2004)

b. Rentang Respon

Respon Adaptif Respon Maladaptif


Harapan Putus Harapan
Yakin Tidak berdaya
Percaya Putus asa
Inspirasi Apatis
Tetap hati Gagal dalam kehidupan
Ragu – ragu
Sedih
Depresi
Bunuh diri

c. Perilaku yang berhubungan dengan diagnosis


Adapun tanda dan gejala menurut, Keliat (2005) adalah:
 Ungkapan klien tentang situasi kehidupan tanpa harapan dan terasa
hampa (“saya tidak dapat melakukan”)
 Sering mengeluh dan Nampak murung.
 Nampak kurang bicara atau tidak mau berbicara sama sekali
 Menunjukkan kesedihan, afek datar atau tumpul.
 Menarik diri dari lingkungan.
 Kontak mata kurang.
 Mengangkat bahu tanda masa bodoh.
 Nampak selalu murung atau blue mood.
 Menunjukkan gejala fisik kecemasan (takikardia, takipneu)
 Menurun atau tidak adanya selera makan
 Peningkatan waktu tidur.
 Penurunan keterlibatan dalam perawatan.
 Bersikap pasif dalam menerima perawatan.
 Penurunan keterlibatan atau perhatian pada orang lain yang
bermakna.

d. Faktor Presdisposisi dan factor presipitasi


a. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi yang mempengaruhi rentang respon keputusasaan
adalah:
a) Faktor Genetic : Individu yang dilahirkan dan dibesarkan di
dalam keluarga yang mempunyai riwayat depresi akan sulit
mengembangkan sikap optimis dalam menghadapi suatu
permasalahan
b) Kesehatan Jasmani : Individu dengan keadaan fisik sehat,
pola hidup yang teratur, cenderung mempunyai kemampuan
mengatasi stress yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu
yang mengalami gangguan fisik
c) Kesehatan Mental : Individu yang mengalami gangguan jiwa
terutama yang mempunyai riwayat depresi yang ditandai dengan
perasaan tidak berdaya pesimis, selalu dibayangi oleh masa depan
yang suram, biasanya sangat peka dalam menghadapi situasi
masalah dan mengalami keputusasaan.
d) Struktur Kepribadian
e) Individu dengan konsep yang negatif, perasaan rendah diri
akan menyebabkan rasa percaya diri yang rendah yang tidak
objektif terhadap stress yang dihadapi.
b. Faktor presipitasi
Ada beberapa stressor yang dapat menimbulkan perasaan
keputusasaan adalah:
1. Faktor kehilangan
2. Kegagalan yang terus menerus
3. Faktor Lingkungan
4. Orang terdekat ( keluarga )
5. Status kesehatan ( penyakit yang diderita dan dapat
mengancam jiwa)
6. Adanya tekanan hidup
7. Kurangnya iman
3. Patofisiologi (Clinical Pathway) : Patofisiologi, Situasional,
Maturasional
Menurut Keliat, 2005 adapun patway dari keputusasaan adalah

Perilaku Kekerasan “Risiko Bunuh Diri“ : Efek

Isolasi Sosial “Keputusasaan“ : Core Problem

Gangguan Konsep Diri; “ HDR “ : Etiologi


Berduka Disfungsional
Patofisiologi
Setiap penyakit kronis dan atau terminal dapat menyebabkan atau menunjang keputusasaan
(misal penyakit jantung, penyakit ginjal, kanker, dan AIDS)
Berhubungan dengan:
 Kegagalan atau penyimpangan kondisi fisologis
 Tanda atau gejala baru dan tidak diharapkan dari proses penyakit
sebelumnya
 Nyeri, tidak nyaman, kelemahan yang berkepanjangan
 Kerusakan kemampuan fungsi (berjalan, eliminasi, dan makan)
Situasional
 Pembatasan aktivitas yang berkepanjangan (misal: fraktur, cidera medula
spinalis)
 Isolasi karena proses penyakit yang berkepanjangan (misal: penyakit
menular)
 Dicampakan atau perpisahan dari orang-orang terdekat (orang tua atau anak-
anak)
 Ketidakmampuan untuk mencapai tujuan yang berharga dalam kehidupan
(perkawinan, pendidikan)
 Ketidakmampuan berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan (misal:
jalan-jalan atau olahraga)
 Kehilangan sesuatu atau seseorang yang berarti
 Tangung jawab memberi asuhan yang berkepanjangan
 Terpajan pada stres fisiologis dan psikologis yang berkepanjangan
 Kehilangan kepercayaan dalam nilai-nilai luhur dan tuhan
 Keputusasaan besar yang menimbulkan stres
 Riwayat penyakit fisik dan seksual
Maturasional
Anak
Berhubungan dengan:
 Kehilangan pengasuh
 Kehilangan kepercayaan pada orang orang terdekat
 Dicampakkan oleh pengasuh
 Kehilangan autonomi yang berhubungan dengan penyakit.
 Kehilangan fungsi tubuh
 Ketidakmampuan mencapai tugas-tugas perkembangan
 Penolakan oleh keluarga
Remaja
Berhubungan denga:
 Kehilangan orang-orang terdekat (teman sebaya dan keluarga)
 Kehilangan fungsi tubuh
 Perubahan dalam citra diri
 Ketidakmampuan untuk mencapai tugas perkembangan (identitas peran)
Dewasa
Berhubungan dengan:
 Kerusakan fungsi tubuh, kehilangan bagian tubuh
 Kerusakan hubungan atara sesama
 Kehilangan pekerjaan, karier
 Kehilangan orang terdekat (kematian anak atau pasangan)
 Ketidan mampuan untuk mencapai tugas perkembangan (intiminasi,
komitmen)
Lansia
Berhubungan dengan:
 Defisit sensori
 Defisit motorik
 Defisit kognitif
 Kehilangan kemandirian
 Kehilangan orang terdekat, barang-barang
 Ketidakmampuan untuk mencapai tugas perkembangan (integritas)

4. Data yang perlu dikaji


1. Kaji dan dokumentasikan kemungkinan bunuh diri
2. Pantau afek dan kemampuan membuat keputusan
3. Pantau nutrisi: Asupan dan berat badan
5. Penentuan diagnosa keperawatan
a. Batasan Karakteristik (NANDA)
Menurut Rosernberg dan Smith, 2010 dalam buku NANDA adapun
batasan karakteristiknya yaitu:
 Menutup mata
 Penurunan pengaruh
 Penurunan nafsu makan
 Penurunan respons terhadap rangsangan
 Penurunan verbalisasi
 Kurangnya keterlibatan dalam perawatan
 Kepasifan
 Mengangkat bahu dalam menanggapi pembicaraan
 Gangguan pola tidur
 Berpaling dari pembicaraan
 Isyarat verbal (Mengucapkan sesuatu yang pesimis, “aku tidak bisa,”
mendesah)
b. Tanda mayor (Lynda Jual Carpenito)
Mengungkapkan atau mengekspresikan sikap apatis yang mendalam ,
berlebihan, dan berkepanjangan dalam merespon situasi yang dirasakan
sebagai hal yang mustahil isyarat verbal tentang kesedihan.
1) Fisiologis :
 respon terhadap stimulus melambat
 tidak ada energi
 tidur bertambah
2) Emosional :
 individu yang putus asa sering sekali kesulitan
mengungkapkan perasaannya tapi dapat merasakan
 tidak mampu memperoleh nasib baik, keberuntungan dan
pertolongan tuhan
 tidak memiliki makna atau tujuan dalam hidup
 hampa dan letih
 perasaan kehilangan dan tidak memiliki apa-apa
 tidak berdaya,tidak mampu dan terperangkap.
3) Individu memperlihatkan :
 Sikap pasif dan kurangnya keterlibatan dalam perawatan
 Penurunan verbalisasi
 Penurunan afek
 Kurangnya ambisi,inisiatif,serta minat.
 Ketidakmampuan mencapai sesuatu
 Hubungan interpersonal yang terganggu
 Proses pikir yang lambat
 Kurangnya tanggung jawab terhadap keputusan dan
kehidupannya sendiri.
4) Kognitif :
 Penurunan kemampuan untuk memecahkan masalah dan
kemampuan membuat keputusan
 Mengurusi masalah yang telah lalu dan yang akan datang
bukan masalah yang dihadapi saat ini
 Penurunan fleksibilitas dalam proses pikir
 Kaku ( memikirkan semuanya atau tidak sama sekali )
 Tidak punya kemampuan berimagenasi atau berharap
 Tidak dapat mengidentifikasi atau mencapai target dan tujuan
yang ditetapkan
 Tidak dapat membuat perencanaan, mengatur serta membuat
keputusan
 Tidak dapat mengenali sumber harapan
 Adanya pikiran untuk membunuh diri.
c. Tanda Minor (Lynda Jual Carpenito)
1. Fisiologis
 Anoreksia
 BB menurun
2. Emosional
 Individu marasa putus asa terhadap diri sendiri dan orang lain
 Merasa berada diujung tanduk
 Tegang
 Muak ( merasa ia tidak bisa)
 Kehilangan kepuasan terhadap peran dan hubungan yang ia jalani
 Rapuh
3. Individu memperlihatkan
 Kontak mata yang kurang mengalihkan pandangan dari pembicara
 Penurunan motivasi
 Keluh kesah
 Kemunduran
 Sikap pasrah
 Depresi
4. Kognitif
Penuruna kemampuan untuk menyatukan informasi yang diterima
 Hilangnya persepsi waktu tentang mas lalu , masa sekarang , masa
datang
 Bingung
 Ketidakmampuan berkomunikasi secara efektif
 Distorsi proses pikir dan asosiasi
 Penilaian yang tidak logis

6. Rencana Tindakan Keperawatan


a. Tujuan Keperawatan Pada Pasien
1. Tujuan Umum
Klien mampu mengekspresikan harapan positif tentang masadepan,
mengekspresikan tujuandan arti kehidupan.
2. Tujuan Khusus : Klien mampu
 Membina hubungan saling percaya
 Mengenal masalah keputusasaannya
 Berpartisipasi dalam aktivitas
 Menggunakan keluarga sebagai system pendukung
b. Tindakan Keperawatan Pada Pasien
1. Bina hubungan saling percaya
 Ucapkan salam
 Perkenalkan diri : sebutkan nama dan panggilan yang disukai
 Jelaskan tujuan pertemuan
 Dengarkan klien dengan penuh perhatiane) Bantu klien penuhi
kebutuhan dasarnya.
2. Klien mengenal masalah keputusasaannya
 Beri kesempatan bagi klien mengungkapkan perasaan
sedih/kesendirian/keputusasaannya.
 Tetapkan adanya perbedaan antara cara pandang klien terhadap
kondisinya dengancara pandang perawat terhadap kondisi klien.
 Bantu klien mengidentifikasi tingkah laku yang mendukung putus
asa : pembicaraan abnormal/negative, menghindari interaksi dengan
kurangnya partisipasidalam aktivitas.
 Diskusikan dengan klien cara yang biasa dilakukan untuk mengatasi
masalah,tanyakan manfaat dari cara yang digunakan.
 Dukung klien untuk menggunakan koping efektif yang selama ini
digunakan olehklien.
 Beri alternative penyelesaian masalah atau solusi.
 Bantu klien mengidentifikasi keuntungan dan kerugian dari tiap
alternative.
 Identifikasi kemungkinan klien untuk bunuh diri (putus asa adalah
factor risikoterbesar dalam ide untuk bunuh diri): tanyakan tentang
rencana, metode dan cara bunuh diri.
3. Klien berpartisipasi dalam aktivitas
 Identifikasi aspek positif dari dunia klien (“keluarga anda menelepon
RS setiaphari untuk menanyakan keadaanmu ?”
 Dorong klien untuk berpikir yang menyenangkan dan melawan rasa
putus asa.
 Dukung klien untuk mengungkapkan pengalaman yang mendukung
pikiran dan perasaan yang positif.
 Berikan penghargaan yang sungguh-sungguh terhadap usaha klien
dalam mencapaitujuan, memulai perawatan diri, dan berpartisipasi
dalam aktivitas. diri : sebutkan nama dan panggilan yang disukai.
c. Tindakan keperawatan pada keluarga
Klien menggunakan keluarga sebagai sistem pendukung
1. Bina hubungan saling percaya dengan keluarga:
 Ucapkan salam
 Perkenalkan diri: sebutkan nama dan panggilan yang disukai
 Tanyakan nama keluarga, panggilan yang diisukai dan hubungan
dengan klien
 Jelaskan tujuan pertemuan
 Buat kontrak pertemuan
2. Identifikasi masalah yang dialami keluarga terkait kondisi
keputusasaan klien
3. Diskusikan upaya yang telah dilakukan keluarga untuk membantu
klien atasi masalah dan bagaimana hasilnya
4. Tanyakan harapan keluarga untuk membantu klien atasi masalahnya
5. Diskusikan dengan keluarga tentang keputusasaan:
 Arti, penyebab, tanda-tanda, akibat lanjut bila tidak diatasi
 Psikofarmaka yang diperoleh klien: manfaat, dosis, efek
samping, akibat bila tidak patuh minum obat
 Cara keluarga merawat klien
d. Terapi Aktifitas Kelompok

Terapi Aktivitas Kelompok Pada Klien


Dengan Keputusasaan

1. Pengertian
Terapi aktivitas kelompok adalah salah satu upaya untuk memfasilitasi
psikoterapis terhadap sejumlah klien pada waktu yang sama untuk memantau dan
meningkatkan hubungan antar anggota (Depkes RI, 1997).\
Terapi kerja atau terapi okupasi adalah suatu ilmu dan seni pengarahan
partisipasi seseorang untuk melaksanakan tugas tertentu yang telah ditetapkan. Terapi
ini berfokus pada pengenalan kemampuan yang masih ada pada seseorang,
pemeliharaan dan peningkatan bertujuan untuk membentuk seseorang agar mandiri,
tidak tergantung pada pertolongan orang lain (Riyadi dan Purwanto, 2009).
2. Tujuan terapi okupasi
Adapun tujuan terapi okupasi menurut Riyadi dan Purwanto (2009), adalah:
a. Terapi khusus untuk mengembalikan fungsi mental :
1. Menciptakan kondisi tertentu sehingga klien dapat mengembangkan
kemampuannya untuk dapat berhubungan dengan orang lain dan masyarakat
sekitarnya.
2. Membantu melepaskan dorongan emosi secara wajar.
3. Membantu menemukan kegiatan sesuai bakat dan kondisinya.
4. Membantu dalam pengumpulan data untuk menegakkan diagnosa dan terapi.

b. Terapi khusus untuk mengembalikan fungsi fisik :


1. Meningkatkan gerak, sendi, otot dan koordinasi gerakan.
2. Mengajarkan adl seperti makan, berpakaian, bak, bab dan sebagainya.
3. Membantu klien menyesuaikan diri dengan tugas rutin di rumah.
4. Meningkatkan toleransi kerja, memelihara dan meningkatkan kemampuan
yang dimiliki.
5. Menyediakan berbagai macam kegiatan agar dicoba klien untuk mengetahui
kemampuan mental dan fisik, kebiasaan, kemampuan bersosialisasi, bakat,
minat dan potensinya.
6. Mengarahkan minat dan hobi untuk dapat digunakan setelah klien kembali
di lingkungan masyarakat.

3. Aktivitas
Muhaj (2009), mengungkapkan aktivitas yang digunakan dalam terapi okupasi,
sangat dipengaruhi oleh konteks terapi secara keseluruhan, lingkungan, sumber yang
tersedia, dan juga oleh kemampuan si terapi sendiri (pengetahuan, keterampilan, minat
dan kreativitasnya).
a. Jenis
Jenis kegiatan yang dapat dilakukan meliputi: latihan gerak badan,
olahraga, permainan tangan, kesehatan, kebersihan, dan kerapian pribadi,
pekerjaan sehari-hari (aktivitas kehidupan sehari-hari, seperti dengan
mengajarkan merapikan tempat tidur, menyapu dan mengepel), praktik pre-
vokasional, seni (tari, musik, lukis, drama, dan lain-lain), rekreasi (tamasya,
nonton bioskop atau drama), diskusi dengan topik tertentu (berita surat kabar,
majalah, televisi, radio atau keadaan lingkungan) (Muhaj, 2009).
b. Aktivitas
Aktivitas adalah segala macam aktivitas yang dapat menyibukan
seseorang secara produktif yaitu sebagai suatu media untuk belajar dan
berkembang, sekaligus sebagai sumber kepuasan emosional maupun fisik. Oleh
karena itu setiap aktivitas yang digunakan harus mempunyai karakteristik
sebagai berikut:
1) Setiap gerakan harus mempunyai alasan dan tujuan terapi yang jelas.
Jadi, bukan hanya sekedar menyibukkan klien.
2) Mempunyai arti tertentu bagi klien, artinya dikenal oleh atau ada
hubungannya dengan klien.
3) Klien harus mengerti tujuan mengerjakan kegiatan tersebut, dan apa
kegunaanya terhadap upaya penyembuhan penyakitnya.
4) Harus dapat melibatkan klien secara aktif walaupun minimal.
5) Dapat mencegah lebih beratnya kecacatan atau kondisi klien, bahkan
harus dapat meningkatkan atau setidaknya memelihara kondisinya.
6) Harus dapat memberi dorongan agar klien mau berlatih lebih giat
sehingga dapat mandiri.
7) Harus sesuai dengan minat, atau setidaknya tidak dibenci olehnya.
8) Harus dapat dimodifikasi untuk tujuan peningkatan atau penyesuaian
dengan kemampuan klien.

4. Indikasi terapi okupasi


Riyadi dan Purwanto (2009), menyatakan bahwa indikasi dari terapi okupasi
sebagai berikut:
a. Klien dengan kelainan tingkah laku, seperti klien harga diri rendah yang
disertai dengan kesulitan berkomunikasi.
b. Ketidakmampuan menginterpretasikan rangsangan sehingga reaksi terhadap
rangsang tidak wajar.
c. Klien yang mengalami kemunduran.
d. Klien dengan cacat tubuh disertai gangguan kepribadian.
e. Orang yang mudah mengekspresikan perasaan melalui aktivitas.
f. Orang yang mudah belajar sesuatu dengan praktik langsung daripada
membayangkan.
5. Karakteristik aktivitas terapi
Riyadi dan Purwanto, (2009), mengemukakan bahwa karateristik dari aktivitas
terapi okupasi, yaitu: mempunyai tujuan jelas, mempunyai arti tertentu bagi klien, harus
mampu melibatkan klien walaupun minimal, dapat mencegah bertambah buruknya
kondisi, dapat memberi dorongan hidup, dapat dimodifikasi, dan dapat disesuaikan
dengan minat klien.

6. Analisa aktivitas
Riyadi dan Purwanto (2009), menyatakan bahwa analisa dari kegiatan terapi
okupasi, meliputi: jenis kegiatan yang dilakukan seperti latihan gerak badan atau
pekerjaan sehari-hari, maksud dan tujuan dari kegiatan dilakukan dan manfaatnya bagi
klien, sarana atau alat atau aktivitas dilakukan disesuaikan dengan jenis kegiatan yang
dilakukan, persiapan terhadap sarana pendukung dan klien maupun perawat,
pelaksanaan dari kegiatan yang telah direncanakan, kontra indikasi dan disukai klien
atau tidak disukai yang disesuaikan dengan kemampuan yang dimiliki oleh klien.

7. Proses terapi okupasi


Adapun proses dari terapi okupasi, sebagai berikut:
a. Pengumpulan data, meliputi data tentang identitas klien, gejala, diagnosis,
perilaku dan kepribadian klien. Misalnya klien mudah sedih, putus asa, marah.
b. Analisa data dan identifikasi masalah dari data yang telah dikaji ditegakkan
diagnosa sementara tentang masalah klien maupun keluarga.
c. Penentuan tujuan dan sasaran dari diagnosa yang ditegakkan dapat dibuat
sasaran dan tujuan yang ingin dicapai.
d. Penentuan aktivitas jenis kegiatan yang ditentukan harus disesuaikan dengan
tujuan terapi.
e. Evaluasi kemampuan klien, inisiatif, tanggungjawab, kerjasama, emosi dan
tingkah laku selama aktivitas berlangsung. Dari hasil evaluasi rencanakan kembali
kegiatan yang sesuai dan akan dilakukan. Evaluasi dilakukan secara periodik,
misalnya 1 minggu sekali dan setiap selesai melaksanakan kegiatan.
8. Pelaksanaan Terapi
Terapi okupasi dapat dilakukan secara individu maupun kelompok tergantung dari
kondisi klien dan tujuan terapi.
a. Metode
1) Individual: dilakukan untuk klien baru masuk, klien yang belum
mampu berinteraksi dengan kelompok dan klien lain yang sedang menjalani
persiapan aktivitas.
2) Kelompok: klien dengan masalah sama, klien yang lama dan yang
memiliki tujuan kegiatan yang sama. Jumlah anggota kelompok yang nyaman
adalah kelompok kecil yang anggotanya berkisar antara 5-12 orang (Keliat
dan Akemat, 2005). Jumlah anggota kelompok kecil menurut Stuart dan
Laraia (2001, dalam Keliat dan Akemat, 2005) adalah 7-10 orang, Rawlins,
Williams, dan Beck (1993, dalam Keliat dan Akemat, 2005) menyatakan
jumlah anggota kelompok adalah 5-10 orang. Jika anggota kelompok terlalu
besar akibatnya tidak semua anggota mendapat kesempatan mengungkapkan
perasaan, pendapat, dan pengalamannya. Jika terlalu kecil, tidak cukup variasi
informasi dan interaksi yang terjadi. Johnson (dalam Yosep, 2009)
menyatakan terapi kelompok sebaiknya tidak lebih dari 8 anggota karena
interaksi dan reaksi interpersonal yang terbaik terjadi pada kelompok dengan
jumlah sebanyak itu. Apabila keanggotaanya lebih dari 10, maka akan terlalu
banyak tekanan yang dirasakan oleh anggota sehingga anggota merasa lebih
terekspos, lebih cemas, dan seringkali bertingkah laku irrasional.
b. Waktu
Terapi dilakukan 1-2 jam setiap sesi baik metode individual maupun
kelompok dengan frekuensi kegiatan per sesi 2-3 kali dalam seminggu. Setiap
kegiatan dibagi menjadi 2 bagian,pertama: ½-1 jam yang terdiri dari tahap persiapan
dan tahap orientasi, kedua: 1-1/2 jam yang terdiri dari tahap kerja dan tahap
terminasi (Riyadi dan Purwanto, 2009)
9. Pengorganisasian
1. Waktu
Kegiatan terapi kognitif ini akan dilaksanakan selama 1 hari yaitu pada:
Hari :
Jam :
Lama :
2. Terapis
Adapun terapis yang akan terlibat adalah
a. Fasilitator.
Menyusun rencana terapi kognitif
- Mengarahkan kelompok mencapai tujuan
- Memberikan contoh cara kerja membuat ket pot bunga
- Memfasilitasi anggota untuk mengekspresikan perasaan dapat dan
memberi umpan balik
- Sebagai role model
- Mempertahankan kehadiran anggota
3. Klien
4. Metode dan media
a. Metode
Adapun metode yang digunakan pada terapi okupasi ini adalah dinamika kelompok
b. Media
Media yang akan digunakan meliputi:
- Spidol
- Buku catatan
Skema Ruang Terapi

K F

F K

K
F

F K
K
F

KETERANGAN:

F : Fasilitator

K : Klien

10. Mekanisme Kegiatan


1. Persiapan
a) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.
b) mengumpulkan informasi mengenai riwayat dan pengalaman pekerjaan
pasien, pola hidup sehari-hari, minat, dan kebutuhannya
c) analisa tampilan pekerjaan seperti kemampuan untuk melaksanakan aktivitas
dalam kehidupan keseharian, yang meliputi aktivitas dasar hidup sehari-hari,
pendidikan, bekerja, bermain, mengisi waktu luang, dan partisipasi social
2. Orientasi
a. Salam tarapeutik
 Salam dari terapis kepada klien
 Terapis dan klien memakai papan nama.
b. Evaluasi / validasi
 Menanyakan perasaan klien saat ini
c. Kontrak
 Terapis menjelaskan tujuan terapi
 Menjelaskan aturan main berikut:
 Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus minta izin
kepada terapis.
 Lama kegiatan ± 60 menit.
 Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.
d. Tahap Kerja
e. Tahap terminasi.
f. Evaluasi
1) Terapis menanyakan perasan klien setelah mengikuti terapi okupasi
2) Terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok.
g. Tindak lanjut
Menganjurkan klien membuat ketrammpilan seperti yang telah diajarkan
h. Kontrak yang akan datang
Buat kesepakatan baru untuk kegiatan berikutnya

11. Evaluasi Dan Dokumentasi


Hal-hal yang perlu di evalausi antara lain adalah sebagi berikut:
a. Kemampuan membuat keputusan
b. Tingkah laku selama bekerja
c. Kesadaran adanya orang lain yang bekerja bersama dia dan yang
mempunyai kebutuhan sendiri
d. Kerjasama
e. Cara memperlihatkan emosi (spontan, wajar, jelas, dan lain-lain)
f. Inisiatif dan tanggung jawab
g. Kemampuan untuk diajak atau mengajak berunding
h. Menyatakan perasaan tanpa agresi
i. Kompetisi tanpa permusuhan
j. Menerima kritik dari atasan atau teman sekerja
k. Kemampuan menyatakan pendapat sendiri dan apakah bertanggung jawab
atas pendapatnya tersebut
l. Wajar dalam penampilan
m. Orientasi, tempat, waktu, situasi, orang lain
n. Kemampuan menerima instruksi dan mengingatnya
o. Kemampuan bekerja tanpa terus menerus diawasi
p. Kerapian bekerja
q. Lambat atau cepat

Daftar Pustaka
Azis, R. (2003).Pedoman asuhan keperawatan jiwa. Semarang: RSJD Dr. Amino
Gondoutomo.
Keliat, B.A. (2005). Proses keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta: EGC
Keliat, B.A., Akemat, Helena, N., Susanti, H., Panjaitan, R.V., Wardani, I, Y., dkk.
(2006).
Modul praktek keperawatan profesional jiwa (MPKP Jiwa). Jakarta: FIK UI dan
WHOStuart, G.W. (2007).Buku saku keperawatan jiwa. Edisi 6. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai