Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

Ergonomi adalah ilmu, teknologi dan seni yang berupaya menserasikan alat, cara dan
lingkungan kerja terhadap kemampuan dan batasan manusia untuk terwujudnya kondisi
lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman dan efisien demi tercapainya produktivitas yang
setinggi-tingginya (Manuaba, 2003). Ergonomi merupakan ilmu tentang kemampuan dan
keterbatasan tubuh manusia, serta kriteria lainnya yang berkaitan dengan perancangan.
Rancangan ergonomi adalah perancangan peralatan kerja, perlengkapan, mesin-mesin,
pekerjaaan, tugas, tempat kerja duduk, organisasi, dan lingkungan berdasarkan informasi
karakteristik tubuh manusia untuk produktivitas, keselamatan, kenyamanan dan efektivitas
fungsi tubuh manusia (Manuaba, 2007). International Labour Organization (ILO)
mendefenisikan ergonomi sebagai penerapan ilmu biologi manusia sejalan dengan ilmu
rekayasa untuk mencapai penyesuaian bersama antara pekerjaan dan manusia secara optimum
dengan tujuan agar bermanfaat demi efisiensi dan kesejahteraan (Effendi, 2002). Ergonomi
merupakan disiplin ilmu yang bersifat multidisiplin di mana terintegrasi ilmu fisiologi,
psikologi, anatomi, hygiene, teknologi, sosial budaya, ekonomi dan ilmu lainnya yang
berkaitan dengan suatu pekerjaan. Di dalam praktek dan perkembangannya ergonomi
bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental, khususnya mencegah
munculnya cedera dan penyakit akibat kerja serta mempromosikan kepuasan kerja. Juga
untuk meningkatkan kesejahteraan sosial, memperbaiki kualitas kontak sosial dan
mengorganisir kerja sebaik-baiknnya, demi meningkatkan efisiensi sistem manusia-mesin
dengan bijaksana dan pertimbangan rasional antara aspek teknis, ekonomi antropologi, seni
dan budaya. Berhubungan dengan peralatan lingkungan kerja, Manuaba (1992) menyarankan
untuk mengurangi dampak negatif dalam pekerjaan pertama kali adalah dengan
menyesuaikan pekerjaan terhadap manusia. Bila karena alasan teknis atau ekonomis tidak
mungkin diterapkan maka diarahkan agar manusia dapat menyesuaikan diri terhadap
pekerjaan melalui proses seleksi, latihan dan adaptasi. Untuk melaksanakan hal tersebut ada
dua pendekatan yang digunakan yaitu pertama dengan menerapkan ergonomi saat
perencanaan dengan pendekatan konseptual, dan kedua dengan memperbaiki atau
memodifikasi pekerjaan yang sudah ada dengan memanfaatkan prinsip-prinsip ergonomi
yang dikenal dengan pendekatan kuratif. Dalam penelitiannya (Tarwaka 2002) menyebutkan
bahwa penerapan ergonomi dalam sikap kerja duduk atau duduk berdiri bergantian dapat
meningkatkan produktivitas kerja secara signifikan dibandingkan dengan sikap kerja berdiri.
Sedangkan Adiputra (1998) mengatakan melalui penerapan ergonomi pada industri skala
kecil dengan memberikan meja dan kursi ergonomis tenaga kerja bisa bekerja lebih nyaman.
Dari beberapa uraian di atas dapat dinyatakan bahwa ergonomi merupakan ilmu yang
berupaya menserasikan alat, cara dan lingkungan kerja terhadap kemampuan dan batasan
manusia untuk terwujudnya kondisi kerja yang sehat, aman, nyaman dan efisien demi
tercapainya produktifitas kerja yang tinggi.
1.1 LATAR BELAKANG

Proses pembubutan adalah proses pemesinan untuk menghasilkan bagianbagian mesin


berbentuk silindris yang dikerjakan dengan menggunakan mesin bubut. Prinsip dasarnya
dapat didefinisikan sebagai proses pemesinan permukaan luar benda silindris atau bubut rata
dengan benda kerja yang berputar satu pahat bermata potong tunggal (with a single-point
cutting tool) dengan gerakan pahat sejajar terhadap sumbu benda kerja pada jarak tertentu
sehingga akan membuang permukaan luar benda kerja . Pembubutan dilakukan dengan
menggunakan mesin bubut. Mesin bubut, termasuk mesin perkakas dengan gerak utama
berputar. Hal ini disebut gerak utama berputar, karena pada saat beroperasi, benda kerjanya
yang berputar. Fungsi mesin bubut adalah untuk memotong atau menghilangkan sebagian
dari benda kerja dengan gerak berputar, sehingga pada akhirnya menjadi benda atau produk
yang dapat dimanfaatkan sesuai dengan fungsinya. Adapun jenis-jenis kegiatan yang dapat
dikerjakan pada mesin bubut adalah membubut lurus, membubut tirus atau konis, membubut
alur, membuat ulir, mengkartel, mereamer, mengetap, menyenai dan menggerinda.
1.2 SEJARAH MESIN BUBUT

Sejarah berawal ketika manusia pertama kali membangun sebuah rangka kaku
bantalan untuk mendukung benda kerja yang dapat diputar pada sebuah kumparan dan
dipotong menjadi bentuk melingkar dengan alat genggam.Metode ini digunakan pertama kali
untuk pembuatan mangkuk dangkal pada tahun 1200 SM dan ditemukan di sebuah kuburan
di Mycenae yang diyakini telah berubah. Tak terbantahkan lagi contoh paling kuno dari seni
pembubutan sejauh ini ditemukan adalah fragmen dari sebuah mangkuk kayu Etruscan, yang
dibuat sekitar tahun 700 SM dan ditemukan di Makam Pejuang di Cornetto.

Pembubut dari Timur awalnya duduk di tanah pada


mesin bubut primitif mereka, dengan menggunakan satu
tangan untuk memutar kumparan sambil
membungkuk sementara tangan lain memegang
gagang pahat. Mereka menggunakan satu kaki untuk
menjaga kestabilan mesin bubut dan bertindak sebagai alat penumpu, sementara ujung kaki
yang lain digunakan untuk memandu titik alat pemotongan. Alat primitif seperti mesin bubut
kuno masih dapat kita lihat saat ini dan digunakan di pasar-pasar di Timur Dekat dan Asia.

Di China, orang duduk di mesin bubut dan menggunakan kakinya untuk membuat
gerakan bolak-balik (reciprocating) oleh pedal secara bergantian kaki kiri dan kanan pada
papan yang dikaitkan pada tali yang dililitkan pada mesin
spindle bubut, sehingga membuat kedua tangan bebas untuk
memegang dan mengarahkan pahat pemotong.
Orang Barat, lebih memilih untuk berdiri di mesin bubut.
Mereka mengembangkan mesin bubut tiang dimana hanya satu kaki
yang dibutuhkan untuk gerakan bolak-balik. Ilustrasi pertama yang
diketahui dari mesin bubut tiang muncul pada abad ke-13 di jendela
kaca patri di Chartres yang diberikan oleh pembubut gilda setempat
untuk menghormati pelindung mereka, Saint Julien.

Perkembangan berikutnya, terlihat di sini dalam sebuah ilustrasi dari


Mendelsches Bruderbuch 1395, menunjukkan bingkai bubut dan
eretan yang terbuat dari kayu-kayu yang berat untuk meningkatkan
kekakuan.

Kesulitan memegang alat pemotong dengan kuat ketika memotong material yang keras
melahirkan penemuan eretan utama di mana alat ini berpegang kuat dan maju dipotong oleh
sebuah slide di bawah kendali sebuah sekrup. Ini ilustrasi dari Mittelalterliche Hausbuch dari
1480 menunjukkan bentuk yang sangat awal.

Pemanfaatan putaran roda memiliki keuntungan luar biasa


karena menghasilkan kecepatan konstan dan dengan demikian
meningkatkan kontrol atas alat potong. Ilustrasi ini juga yang
pertama menunjukkan Drive antara dua bantalan dari
headstock dan sebuah tailstock dengan penyesuaian untuk
memutar sekrup benda kerja panjang yang berbeda antara
pusat-pusat.

Leonardo, pengganti Jacques Besson sebagai insinyur di Pengadilan Perancis, juga tertarik
pada pengembangan mesin bubut dan membawa beberapa ide menjadi realitas praktis dengan
membangun sebuah sekrup-pemotongan dan dua mesin bubut hias berputar.

Ilustrasi di samping ini dari buku Besson "Teater Instrumens


Mathématiques et des Mecanique" (1578).
Pada tahun 1615 Salomon de Caus dari Wales menggambarkan sebuah mesin bubut
eksentrik (Eccentric Lathe) untuk mengubah benda oval. Untuk pertama kalinya mesin bubut
spindle yang dapat diubah di bawah kendali eksentrik Cams terhadap tekanan tegangan
tali.Di bawah Ini merupakan ilustrasi awal prinsip mesin bubut.

Pada tahun 1797, Henry Mauldslay (1771-1831)


mendesain dan membuat mesin bubut yang disebut
sebagai screw cutting lathe, salah satu karyanya
yang berkembang di Negara bagian New England.
Waktu itu, Amerika Serikat masih mengalami
hambatan yang sangat ketat dengan undang-
undang negeri Inggris yang melarang ekspor
mesin-mesin ke luar negeri. Sementara undang-
undang ini merupakan penghambat untuk
sementara waktu tapi tidak memakan waktu terlalu
lama bagi bangsa Amerika yang bersifat
revolusioner untuk memberikan modal pada perkembangan mesin bubut Maudslay. Dan
dibuatlah mesin-mesin bubut yang serupa dengan bed-bed mesin dari kayu dan alurnya
terbuat dari besi.

1.3 Tujuan Akhir

Setelah mempelajari buku teks bahan ajar ini peserta diklat diharapkan dapat:

1.Mengidentifikasi mesin bubut sesuai SOP


2.Menggunakan/menggoperasikanmesin bubut standar sesuai SOP
3.Mengidentifikasi alat potong mesin bubut
4.Menggunakan alat potong mesin bubut untuk berbagai jenis pekerjaan
5.Menerapkan parameter pemotongan mesin bubut
6.Menggunakan parameter pemotongan mesin bubut untuk berbagai jenis pekerjaan
7.Menerapkan K3 L dalam proses pembubutan
8.Menerapkan teknik pemesinan bubut
BAB II

2.1MESIN BUBUT STANDAR/BIASA

Mesin bubut standar (Gambar 1.2a), merupakan salahsatu jenis mesin yang paling
banyak digunakan pada bengkel-bengkel pemesinan baik itu di industri manufaktur, lembaga
pendidikan kejuruan dan lembaga dikat atau pelatihan. Fungsi mesin bubut standar pada
prinsipnya sama dengan mesin bubut lainnya, yaitu untuk: membubut muka/facing, rata
lurus/bertingkat, tirus, alur, ulir, bentuk, mengebor, memperbesar lubang, mengkartel,
memotong dll.

Gambar 1.2a. Mesin bubut standar

Gambar 1.2b. Fungsi mesin bubut standar


a. Bagian-bagian Utama Mesin Bubut Standar
Untuk dapat digunakan secara maksimal, mesin bubut standar harus memilki bagian-bagian
utama yang standar. Bagian-bagian mesin bubut standar diantaranya:
1) Kepala Tetap (Head Stock)

Kepala tetap (head stock), terdapat spindle utama mesin (Gambar 1.3a) yang
berfungsi sebagai dudukan beberapa perlengkapan mesin bubut diantaranya: cekam (chuck),
kollet, senter tetap, atau pelat pembawa rata (face plate) dan pelat pembawa berekor (driving
plate). Alat-alat perlengkapan tersebut dipasang pada spindel mesin berfungsi sebagai
pengikat atau penahan benda kerja yang akan dikerjakan pada mesin bubut (Gambar 1.3b).

Gambar 1.3a. Spindel utama mesin bubut Gambar 1.3b. Kepala tetap terpasang cekam
chuck) pada spindle utama mesin bubut

Didalam konstruksi kepala tetap, terdapat roda pully yang dihubungkan dengan motor
penggerak (Gambar 1.4). Dengan tumpuan poros dan mekanik lainnya, pully dihubungkan
dengan poros spindel dan beberapa susunan transmisi mekanik dalam gear box (Gambar 1.5).
Susunan transmisi mekanik dalam gear box tersebut terdapat beberapa komponen diantarnya,
roda gigi berikut poros tumpuannya, lengan penggeser posisi roda gigi dan susunan mekanik
lainnya yang berfungsi sebagai pengatur kecepatan putaran mesin, kecepatan pemakanan dan
arah pemakanan. Susunan transmisi mekanik didalam gear box, dihubungkan dengan
beberapa tuas/handel dibagian sisi luarnya, yang rancangan atau didesainnya dibuat
sedemikan rupa agar seorang operator mudah dan praktis untuk menjanggkau dalam rangka
menggunakan/mengatur dan merubah tuas/handel tersebut sesuai dengan kebutuhannya.

Gambar 1.4. Roda pully dan mekanik lainnya Gambar 1.5. Gear box pada kepala tetap
Setiap mesin bubut dengan merk atau prabrikan yang berbeda, pada umumnya memiliki
posisi dan konstruksi tuas/ handel yang berberbeda pula walaupun pada prinsipnya memiliki
fungsi yang sama. Contoh pada jenis mesin bubut standar “Celtic 14”, dapat memperoleh
putaran mesin yang berbeda-beda apabila hubungan diantara roda gigi diadalamnya diubah-
ubah menggunakan tuas pengatur kecepatan putaran yaitu “A” (kerja tunggal) dan “B” (kerja
ganda). Putaran cepat (tinggi) biasanya dilakukan pada kerja tunggal, yaitu diperlukan untuk
pembubutan dengan tenaga ringan atau pemakanan kecil (finising), sedangkan putaran lambat
dilakukan pada kerja ganda. yaitu diperlukan untuk membubut dengan tenaga besar dan
sayatan tebal (pengasaran). Sedangkan tuas “C dan D” berfungsi mengatur kecepatan putaran
transportir yang berhubungan dengan kehalusan pembubutan dan jenis ulir yang akan dibuat
(dapat dilihat pada pelat tabel pembubutan dan ulir).
2) Kepala Lepas (Tail Stock)

Kepala lepas (tail stock) yang ditunjukkan pada (Gambar 1.6), digunakan sebagai
dudukan senter putar (rotary centre), senter tetap, cekam bor (chuck drill) dan mata bor
bertangkai tirus yang pemasanganya dimasukkan pada lubang tirus (sleeve) kepala lepas.
Senter putar (rotary centre) atau senter tetap dipasang pada kepala lepas dengan tujuan untuk
mendukung ujung benda kerja agar putarannya stabil, sedangkan cekam bor atau mata bor
dipasang pada kepala lepas dengan tujuan untuk proses pengeboran. Untuk dapat melakukan
dorongan senter tetap/senter putar pada saat digunakan untuk menahan benda kerja dan
mealkukan pengeboran pada kedalaman tertentu sesuai tuntutan pekerjaan, kepala lepas
dilengkapai roda putar yang disertai sekala garis ukur (nonius) dengan ketelitian tertentu,
yaitu antara 0,01 s.d 0,05 mm (Gambar 1.7).

3) Alas/Meja Mesin (Bed machine)


Alas/meja mesin bubut (Gambar 1.8), digunakan sebagai tempat kedudukan kepala
lepas, eretan, penyangga diam (steady rest) dan merupakan tumpuan gaya pemakanan pada
waktu pembubutan. Bentuk alas/meja mesin bubut bermacam-macam, ada yang datar dan ada
yang salah satu atau kedua sisinya mempunyai ketinggian tertentu. Selain itu, alat/meja mesin
bubut memilki 15 permukaannya yang sangat halus, rata dan kedataran serta kesejajaranya
dengan ketelitian sangat tinggi, sehingga gerakan kepala lepas dan eretan memanjang
diatasnya pada saat melakukan penyayatan dapat berjalan lancar dan stabil sehingga dapat
menghasilkan pembubutan yang presisi. Apabila alas ini sudah aus atau rusak, akan
mengakibatkan hasil pembubutan yang tidak baik atau sulit mendapatkan hasil pembubutan
yang sejajar.

Gambar 1.8. Alas/bed mesin


4) Eretan (carriage)
Eretan (carriage), terdiri dari tiga bagian/elemen diantaranya, Petama: Eretan
memanjang (longitudinal carriage) terlihat pada (Gambar 1.9a), berfungsi untuk melakukan
gerakan pemakanan arah memanjang mendekati atau menajaui spindle mesin, secara manual
atau otomatis sepanjang meja/alas mesin dan sekaligus sebagai dudukan eretan melintang.
Kedua: Eretan melintang (cross carriage) terlihat pada (Gambar 1.9b), befungsi untuk
melakukan gerakan pemakanan arah melintang mendekati atau menjaui sumbu senter, secara
manual/otomatis dan sekaligus sebagai dudukan eretan atas. Ketiga: Eretan atas (top
carriage) terlihat pada (Gambar 1.9c), berfungsi untuk melakukan pemakanan secara manual
kearah sudut yang dikehendaki sesuai penyetelannya. Bila dilihat dari konstruksinya, eretan
melintang bertumpu pada ertan memanjang dan eretan atas bertumpu pada eretan melintang.
Dengan demikian apabila eretan memanjang digerakkan, maka eretan melintang dan eretan
atas juga ikut bergerak/bergesar.

Gambar 1.9. Eretan (carriage) memanjang, melintang dan atas

Pada eretan memanjang dan melintang, dalam memberikan pemakanan dan mengatur
kecepatan pemakanan dapat diatur menggunakan skala garis ukur (nonius) yang memiliki
ketelitian tertentu yang terdapat pada roda pemutarnya (Gambar 1.10). Pada umumnya untuk
eretan memanjang memilki ketelitian skala garis ukurnya lebih kasar bila dibandingkan
dengan ketelitian skala garis ukur pada eretan melintang, yaitu antara 0,1 s.d 0,5 mm dan
untuk eretan melintang antara 0,01 s.d 0,05 mm. Skala garis ukur (noniuos) ini diperlukan
untuk dapat mencapai ukuran suatu produk dengan toleransi dan suaian yang terdapat pada
gambar kerja.

Gerakan secara otomatis eretan memanjang dan eretan


melintang, karena adanya poros pembawa dan poros
transportir yang dihubungkan secara mekanik dari gear
box pada kepala tetap menuju gear box mekanik pada
eretan. Pada gear box mekanik eretan, dihubungkan
melalui transmisi dengan beberapa tuas/handel dan
roda pemutar yang masing memilki fungsi yang
berbeda.
Gambar 1.10. Nonius pada roda pemutar eretan memanjang dan melintang
5) Poros Transportir dan Poros Pembawa
Poros transportir adalah sebuah poros berulir berbentuk segi empat atau trapesium
dengan jenis ulir whitehworth (inchi) atau metrik (mm), berfungsi untuk membawa eretan
pada waktu pembubutan secara otomatis, misalnya pembubutan arah memanjang/melintang
dan ulir. Poros transporter untuk mesin bubut standar pada umumnya kisar ulir transportirnya
antara dari 6 ÷ 8 mm. Poros pembawa adalah poros yang selalu berputar untuk membawa
atau mendukung jalannya eretan dalam proses pemakanan secara otomatis. Poros transportir
dan poros pembawa dapat dilihat pada (Gambar 1.11)

6) Tuas/Handel

Tuas/ handel pada setiap mesin bubut dengan merk atau pabrikan yang berbeda, pada
umumnya memiliki posisi/letak dan cara penggunaannya. Maka 18
dari itu, didalam mengatur tuas/handel pada setiap melakukan proses pembubatan harus
berpedoman pada tabel-tabel petunjuk pengaturan yang terdapat pada mesin bubut tersebut
(Gambar 1.2)

Gambar 1.12. Tuas pengatur kecepatan dan pengubah arah putaran transportir

7) Penjepit/Pemegang Pahat (Tools Post)


Penjepit/pemegang pahat (Tools Post) digunakan untuk menjepit atau memegang pahat.
Bentuknya atau modelnya secara garis besar ada dua macam yaitu, pemegang pahat standar
dan pemegang dapat dosetel (justable tool poss).
Pemegang pahat standar
Pengertian rumah pahat standar adalah, didalam mengatur ketinggian pahat bubut harus
dengan memberi ganjal sampai dengan ketinggiannya tercapai dan pengencangan pahat bubut
dilakukan dengan dengan cara yang standar, yaitu dengan mengencangkan baut-baut yang
terdapat pada pemegang pahat.
Pemegang pahat standar, bila dilihat dari dudukannya terdapat dua jenis yaitu, dudukan pahat
satu dan empat (Gambar 1.13). Pemegang pahat dengan dudukan satu, hanya dapat
digunakan untuk mengikat/menjepit pahat bubut sebanyak satu buah, sedangkan pemegang
pahat dengan 19 dudukan empat dapat digunakan untuk mengikat/menjepit pahat sebanyak
empat buah sekaligus, sehingga bila dalam proses pembubutan membutuhkan beberapa
bentuk pahat bubut akan lebih praktis prosesnya bila dibandingkan menggunakan pemegang
pahat dudukan satu.

Gambar 1.13. Penjepit pahat standar



Pemegang Pahat Dapat disetel (Justable Tooll Post)
Pengertian rumah pahat dapat disetel adalah, didalam mengatur ketinggian pahat bubut dapat
disetel ketinggiannya tanpa harus memberI ganjal, karena pada bodi pemegang pahat sudah
terdapat dudukan rumah pahat yang desain konstruksinya disertai kelengkapan mekanik yang
dengan mudah dapat menyetel, mengencangkan dan mengatur ketinggian pahat bubut. Jenis
pemegang pahat dapat disetel ini bila dilihat dari konstruksi dudukan rumah pahatnya
terdapat dua jenis yaitu, pemegang pahat dapat disetel dengan dudukan rumah pahat satu
buah (Gambar 1. 14) dan pemegang pahat dapat disetel dengan dudukan rumah lebih dari
satu/ multi (Gambar 1.15).

Gambar 1. 14. Pemegang pahat dapat disetel dengan dudukan rumah pahat satu buah

Gambar 1. 15. Beberapa jenis pemegang pahat dapat disetel dengan dudukan rumah pahat lebih
dari satu
Untuk jenis pemegang pahat dapat disetel dengan dudukan rumah pahat satu buah, karena
hanya terdapat dudukan rumah pahat satu buah apabila ingin mengganti jenis pahat yang lain
harus melepas terlebih dahulu rumah pahat yang sudah terpasang sebelumya. Sedangkan
untuk jenis pemegang pahat dapat disetel dengan dudukan rumah pahat lebih dari satu
(multi), pada rumah pahatnya dapat dipasang dua buah atau lebih rumah pahat, sehingga
apabila dalam proses pembubutan memerlukan beberapa jenis pahat bubut akan lebih mudah
dan praktis dalam menggunakannya, karena tidak harus melepas/membongkar pasang rumah
pahat yang sudah terpasang sebelumnya.

2.2 MCAM-MACAM TEKNIK PEMBUBUTAN

a. Menjelaskan teknik pembubutan muka


b. Menggunakan teknik pembubutan muka
c. Menjelaskan teknik pembubutan lurus dan bertingkat
d. Menggunakan teknik pembubutan lurus dan bertingkat
e. Menjelaskan teknik pembubutan tirus dengan eretan atas
f. Menggunakan teknik pembubutan tirus dengan eretan atas
g. Menjelaskan teknik pembubutan alur
h. Menggunakan teknik pembubutan alur
i. Menjelaskan teknik pembubutan bentuk/profil
j. Menggunakan teknik pembubutan bentuk/profil
k. Menjelaskan teknik pemotongan pada mesin bubut
l. Menggunakan teknik pemotongan pada mesin bubut
m. Menjelaskan teknik pembubutan ulir
n. Menggunakan teknik pembubutan ulir
o. Menjelaskan teknik pembubutan bentuk/profil
p. Menggunakan teknik pembubutan bentuk/profil
q. Menjelaskan teknik pengeboran pada mesin bubut
r. Menggunakan teknik pengeboran pada mesin bubut
s. Menjelaskan teknik pengkartelan pada mesin bubut
t. Menggunakan teknik pengkartelan pada mesin bubut
Yang dimaksud teknik pembubutan adalah, bagaimana cara melakukan berbagai
macam proses pembubutan yang dilakukan dengan menggunakan prosedur dan tata cara yang
dibenarkan oleh dasar-dasar teori pendukung yang disertai penerapan kesehatan, keselamatan
kerja dan lingkungan (K3L), pada saat melaksanakan proses pembubutan. Banyak teknik-
teknik pembubutan yang harus diterapakan dalam proses pembubutan diantaranya,
bagaimana teknik pemasangan pahat bubut, mertakan permukaan, membuat lubang senter,
membubut lurus, mengalur, mengulir, memotong, menchamper, mengkertel dll.
BAB III

3.1 Sikap Kerja


Pengertian dan Faktor yang mempengaruhi Sikap Kerja Menurut Bridger (1995), sikap kerja
dipengaruhi oleh 4 (empat) faktor penting yaitu :
1. Karateristik fisik seperti umur, jenis kelamin, antropometri, berat badan, kesegaran
jasmani, kemampuan gerakan sendi, sistem muskuloskletal, tajam penglihatan, masalah
kegemukan, riwayat cedera atau pernah operasi.
2. Jenis keperluan tugas, seperti memerlukan ketelitian mata, kekuatan tangan, giliran tugas,
waktu istirahat, perlengkapan kerja.
3. Desain Stasiun kerja, seperti ukuran tempat duduk, ketinggian landasan kerja, kondisi
permukaan atau bidang kerja, dan faktor lingkungan kerja.
4. Lingkungan kerja (environment), seperti intensitas cahaya, suhu lingkungan, kelembaban
udara, kecepatan udara, kebisingan, debu dan vibrasi. Dari empat faktor di atas muncul
bermacam – macam sikap kerja, seperti sikap kerja berdiri, sikap kerja duduk, sikap kerja
berdiri duduk, sikap kerja berbaring dan sebagainya.

3.2 Prinsip – Prinsip dalam Sikap Kerja


Prinsip – prinsip yang ada hubungannya dengan sikap kerja dan gerakan tubuh yaitu
biomekanik, fisiologi dan antropometri (Dul & Weerdmeester, 1993). Prinsip – prinsip
tersebut secara umum dapat diuraikan sebagai berikut.
1. Prinsip biomekanik :
a. Sendi harus dalam posisi netral.
b. Usahakan pekerjaan dilakukan sedekat mungkin dengan tubuh.
c. Hindari sikap membungkuk.
d. Hindari gerakan memutar badan.
e. Hindari gerakan tiba – tiba.
f. Usahakan sikap kerja tidak monoton.
g. Batasi waktu penggunaan otot secara terus menerus.
h. Cegah kelelahan otot.
i. Istirahat pendek berkali – kali lebih baik dari pada istirahat panjang satu kali.
2. Prinsip fisiologi :
a. Batasi penggunaan energi.
b. Istirahat secukupnya setelah bekerja berat.
3. Prinsip antropometri :
a. Perhitungkan adanya perbedaan ukuran – ukuran tubuh antar
pekerja.
b. Gunakan tabel antropometri yang tepat untuk populasi tertentu.
Eastman ( 1983) dan Helander (1995) mengemukakan 3 (tiga) sikap kerja
yaitu : duduk, duduk berdiri, dan berdiri.
1) Sikap kerja duduk
Pulat (1992) menyatakan bahwa pekerjaan yang paling baik dilakukan dengan
posisi duduk adalah sebagai berikut :
a. Pekerjaan yang memerlukan kontrol dengan teliti pada kaki.
b. Pekerjaan utama adalah menulis atau memerlukan ketelitian pada
tangan
c. Tidak diperlukan tenaga dorong yang besar
d. Objek yang dipegang tidak melebihi ketinggian lebih dari 15 cm
dari landasan kerja.
e. Diperlukan tingkat kestabilan tubuh yang tinggi
f. Pekerjaan dilakukan dalam waktu yang lama dan
g. Seluruh objek dikerjakan atau disuplai masih dalam jangkauan
dengan posisi duduk
Sikap kerja duduk mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan sikap kerja
berdiri.
4.Kelebihan sikap kerja duduk antara lain :
a. Rasa lelah pada otot akan berkurang dibandingkan sikap kerja
berdiri, karena pada sikap kerja duduk tubuh disangga oleh
permukaan tempat duduk, sandaran pinggang, sandaran lengan,
dan permukaan bidang kerja (Dul & Weerdmeester, 1993).
b. Hasil kerja akan lebih baik terhadap pekerjaan yang memerlukan
ketelitian (Helander, 1995).
c. Dapat mengurangi beban pada kaki, mempunyai kemampuan
menghindari sikap kerja yang tidak alamiah dan mengurangi
konsumsi energi (Grandjean, 2000).
5.Kekurangan sikap kerja duduk antara lain :
a. Sikap kerja duduk yang lama kurang baik bagi organ pencernaan
dan organ pernafasan (Grandjean,2000).
b. Kurang tepat untuk jenis pekerjaan yang menggunakan banyak
tenaga atau kekuatan (Dul & Weerdmeester, 1993).
c. Kurang cocok untuk pekerjaan yang bersifat dinamis.

6.Sikap kerja duduk berdiri


Sikap kerja duduk berdiri ini merupakan pilihan kedua terhadap hampir
seluruh jenis pekerjaan dan biasanya lebih sesuai digunakan terhadap jenis
pekerjaan yang terdiri dari beberapa sub bagian tugas dan sering melakukan gerak
di dalam ruang kerja (Helander, 1995). Pengguna dapat memilih salah satu sikap
kerja yang sesuai dengan jenis pekerjaan yang dilakukan. Helander (1995)
mengemukakan pemilihan sikap kerja terhadap jenis pekerjaannya yang
dituangkan dalam table 2.1 dibawah ini
3.3 Sikap Kerja Berdiri
Sikap kerja berdiri seimbang ditandai dengan : (1) garis vertikal berada dalam bidang
tumpuan, (2) gaya pada masing-masing sendi sama dengan nol, (3) keseimbangan tergantung
pada tinggi pusat gaya berat dan besarnya bidang tumpuan. Ada dua macam jenis berdiri : (1)
simetris jika kedua tungkai bebannya sama, (2) asimetris jika kedua tungkai beban tidak
sama. Jika berdiri tegang, paling efisien dalam hal : (1) berubah posisi, (2) kebutuhan
energinya paling sedikit, kadang-kadang = BMR. Centre of gravity saat berdiri tegak adalah
sedikit di bawah pusar. Sikap Kerja Berdiri membutuhkan pengurangan beban fisiologis
tubuh pada periode panjang, utamanya pergerakan darah dan penumpukan cairan tubuh di
daerah paha (leg). Terkadang pembebanan berulang pada perut dan leher untuk jenis gerak
menjangkau meraih maupun memutar. Keluhan biasanya terjadi karena lambat laun terasa
berat pada otot vena, jarak raih di luar toleransi jangkauan normal, luasan kerja yang
ketinggian atau kependekan, tidak tersedianya ruang gerak kaki (knee). Maka perlu ada
perbaikan seperti rancangan tempat kerja yang memperhatikan faktor – faktor dimensional
segmen tubuh seperti pergerakan telapak kaki, kaki, jangkauan (ke depan dan samping)
maupun jarak raih (ke atas – bawah), menyandarkan tubuh dan duduk tanpa tujuan
menghambat laju pekerjaan

3.4Sikap Kerja Mahasiswa


Sikap kerja adalah suatu sikap tubuh (posture) manusia pada waktu bekerja atau saat
beriteraksi dengan alat atau peralatan kerja. Sikap tubuh adalah sikap orientasi relatif tubuh di
dalam suatu ruang. Untuk mempertahankan suatu orientasi tertentu dalam selang waktu
tertentu, kita mempergunakan otot-otot tubuh melawan gaya gravitasi bumi (Pheasant, 1993).
Pada dasarnya sikap tubuh manusia dalam keadaan istirahat terdiri dari sikap berdiri, duduk,
jongkok, dan berbaring. Dalam bekerja sikap tubuh dapat merupakan salah satu kombinasi
dari sikap-sikap tersebut di atas. Sikap-sikap tubuh yang diaplikasikan pada pekerjaan disebut
sikap kerja. Pada mahasiswa, khususnya mahasiswa di Jurusan Teknik umumnya memiliki
tingkat kebugaran tubuh yang baik. Namun demikian,
pekerjaan membubut saat melakukan praktikum di
bengkel mekanik aktivitas yang menuntut konsistensi
sikap tubuh yang kurang variatif, cenderung monoton dan
mayoritas dikerjakan dalam posisi berdiri atau berdiri
sambil membungkuk (gambar 2.5). Dibandingkan berdiri,
sikap berdiri membungkuk, khususnya saat membubut,
memiliki tingkat keluhan yang lebih besar. Rasa pegal dan
sakit akan dirasakan pada bagian punggung, bahu,
pinggang, paha dan betis. Para mahasiswa akan
merasakan kelelahan yang amat sangat ketika beranjak
tidur. Kelelahan yang dirasakan adalah kelelahan
sementara yang akan segera hilang ketika besok paginya
bangun dari tidur.
Pada gambar di atas terlihat sikap tubuh mahasiswa yang condong ke depan dan membungkuk
selama bekerja. Sikap kerja ini dilakukan hampir sepanjang melakukan praktikum selama rata-
rata 3 jam kerja.
Sikap kerja berdiri dipilih bila pekerjaan itu banyak menggunakan tenaga dan sering berpindah
tempat (bergerak) (Dul dan Weerdmeester, 1993). Menurut Bridger (1995) sikap kerja berdiri
mempunyai kelebihan dan kekurangan dibandingkan dengan sikap kerja duduk.
a) Kelebihan sikap kerja berdiri :
1. Jangkauanya lebih jauh
2. Sedikit memerlukan ruang.
b) Kekurangan sikap kerja berdiri (Dul dan Weerdmeester , 1993):
1. Lama-kelamaan dapat menimbulkan rasa pegal/kaku di bagian belakang tubuh dan ke dua kaki.
Beban tambahan akan muncul bila kepala menunduk dan badan membungkuk akan menyebabkan
keluhan rasa sakit di leher dan pinggang
2. Sikap kerja berdiri kurang baik untuk pekerjaan yang memerlukan ketelitian dibandingkan
sikap kerja duduk.
Berdasarkan observasi pendahuluan yang telah dilakukan, mahasiswa merasakan keluhan yang
sama ketika sedang dan setelah melaksanakan aktivitas praktikum, seperti sakit yang amat sangat
pada punggung bawah dan pinggang. Pegal dan linu pada paha dan betis dan pada seluruh bagian
tubuh. Kelelahan seperti ini, kalau tidak ditangani secara baik dan terjadi dalam waktu yang lama
akan menimbulkan CTD atau RSI.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

Widarto, (2088), Teknik Pemesinan Juilid 1, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah


Kejuruan. Direktirat Jendral Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen
Pendidikan Nasional.

Wirawan Sumbodo dkk, (2008).Teknik Produksi Mesin Industri jilid II. Direktorat
Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan. Direktirat Jendral Manajemen Pendidikan Dasar
dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional.

Rizal Sani, 20006. Dasar Fabrikasi Logam. PPPG Teknologi Bandung.

BM. Surbakty, Kasman Barus (1983). Membubut C.Van Terheijden, Harun (1985). Alat-alat
Perkakas 2.

Daryanto (1987). Mesin Pengerjaan Logam, Bandung : Tarsito

Jhon Gain,(1996). Engenering Whorkshop Practice. An International Thomson Publishing


Company. National Library of Australia

................(1975). Machining in a chuck or with a faceplate 3-5, Canberra : Department of


Labour and Immigration.

…………..(1975). Turning Between Centres, 3-3, Canberra : Department of Labour and


Immigration.

…………..(1975). Thread Cutting 3-6, Canberra : Department of Labour and Immigration.

Abdul Rachman (1984). Penambatan Frais, Jakarta : Bratasa Karya Aksara.

C.Van Terheijden, Harun . Alat-alat Perkakas 3.

Daryanto (1987). Mesin Pengerjaan Logam, Bandung : Tarsito.

Fitting and Machining Volume 2 : Education Department Victoria.

Anda mungkin juga menyukai