PBL 4 Skizofrenia
PBL 4 Skizofrenia
1
SKIZOFRENIA CAHYA DWI LESTARI 1102009059
Emil Kraepelin merupakan orang yang berjasa dalam sejarah modern psikiatri dalam hal
mengidentifikasi skizofrenia. Istilah dasar dari Emil Kraeplin untuk skizofrenia adalah dementia
praecox. Ini berdasarkan dari pengamatannya, bahwa penyakit pasien berkembang pada umur yang
relatif muda (praecox), ditambah dengan perjalanan penyakit secara kronik dan tidak memiliki secara
jelas akhir dari perjalanan penyakit tersebut (dementia).
Pada awal tulisannya tahun 1887 Kraepelin menyamakan hebefrenia dengan dementia
praecox dan membedakan dengan katatonia dan dementia paranoid. Tahun 1898, Kraepelin
mempresentasikan paper di Heidelburg berjudul "The Diagnosis and Prognosis of Dementia Praecox"
dan menunjukkan bahwa berbagai kondisi psikotik ini merupakan satu kesatuan dari seluruh penyakit
ini. Kraepelin berpikir bahwa terdapat suatu gangguan organik yang melandasi dementia praecox.
Pada tahun 1899, di buku Psychiatrie tertulis "...in dementia praecox, partial damage to, or
destruction of, cells of the cerebral cortex must probably occur, which may be compensated for in
some cases, but which mostly brings in its wake a singular, permanent impairment of the inner life."
Kraepelin membagi dementia prekoks menjadi 4 subtipe: paranoid, hebefrenik, katatonik, dan
simpleks. Pasien paranoid secara primer ditandai delusi. Individu dengan hebefrenik terdapat tingkah
laku bodoh dan pandir. Tanda khas dari katatonik berupa gejala motorik dimana terdapat peningkatan
tonus otot dan postur yang menetap. Subtipe simpleks menunjukkan apatis dengan penarikan diri.
Eugen Bleuler merupakan orang pertama mengunakan kata "skizofrenia", berasal dari kata
Yunani "pecah" dan "pikiran". Berbeda dengan kepribadian yang terpecah, Bleuler mengartikan
terpecahnya fungsi psikik.
Dia memperkenalkan 4 tanda penting berupa “4 A”,yaitu:
Afek tumpul
Asosiasi longgar
Ambivalensi
Autisme
Gejala lain dari skizofrenia seperti delusi, halusinasi, katatonia, negativisme, dan stupor
dikenal sebagai gejala sekunder. Bleuler mencatat bahwa gejala sekunder ini muncul seperti gejala
lainnya.
Kurt Schneider memperkenalkan gejala tingkat pertama dan gejala tingkat kedua
Gejala tingkat pertama berupa:
Mendengar suatu pikiran yang berbicara secara keras
Halusinasi auditorik yang mengomentari tingkah laku penderita
Thought withdrawal, insertion dan broadcasting
Halusinasi somatik, atau mengalami pikiran yang terkontrol atau dipengaruhi oleh alasan luar
yang tidak jelas.
Gejala tingkat kedua berupa bentuk halusinasi, depresi, atau suasana perasaan yang berubah,
emosi yang tumpul, kebingungan, dan ide delusi yang tiba-tiba. Bila gejala tingkat pertama absen,
skizofrenia masih dapat didiagnosis jika terdapat jumlah gejala tingkat kedua yang mencukupi.
Tahun 1949, American Psychiatric Association bekerja sama dengan New York Academy of
Medicine mulai menetapkan standar sistem diagnosis di Amerika Serikat. Hasilnya berupa Diagnostic
and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-I), diterbitkan tahun 1952. DSM-II terbit tahun
1968, tetapi tidak jauh berbeda dengan yang terdahulu. DSM-III terbit tahun 1980, DSM-IV tahun
1994, dan DSM-IV-TR tahun 2000. Edisi ketiga mengalami perubahan yang sangat besar. Pada DSM-
IV, skizofrenia dibagi menjadi 5 subtipe berupa paranoid, disorganisasi, katatonik, tak terinci, dan
residual.
Definisi
Sedangkan dalam DSM-IV dan DSM-IV-TR (tabel 1-1), skizofrenia didefinisikan sebagai
sekelompok ciri dari gejala positif dan negatif; ketidakmampuan dalam fungsi sosial, pekerjaan
ataupun hubungan antar pribadi dan menunjukan terus gejala-gejala ini selama paling tidak 6 bulan.
Sebagai tambahan, gangguan skizoafektif dan gangguan afek dengan gejala psikotik tidak
didefinisikan sebagai skizofrenia dan juga skizofrenia tidak disebabkan oleh karena efek langsung
karena psikologi dari zat atau kondisi medis.
Skizofrenia akut
2
SKIZOFRENIA CAHYA DWI LESTARI 1102009059
Episode skizofrenia akut merupakan suatu kondisi yang ditandai dengan onset akut gejala-
gejala skizofrenia di bawah 6 bulan. Sejak DSM-IV mendefinisikan skizofrenia sebagai gangguan
kronik, kondisi ini sekarang harus diklasifikasikan ke dalam gejala psikotik lain, seperti gangguan
skizofreniform, psikosis reaksi singkat, atau gangguan skizoafektif.
Skizofrenia laten
Suatu jenis skizofrenia yang ditandai dengan gejala skizofrenia jelas, tetapi tanpa adanya riwayat
episode skizofrenia psikotik, mencakup kondisi yang dulu disebut sebagai skizofrenia ambulatori,
borderline, prapsikotik, pseudoneurotik, dan pseudopsikopatik, yang didalamnya tidak pernah terdapat
episode psikotik akut. Penderita yang memenuhi istilah-istilah ini tidak memenuhi definisi skizofrenia
dari DSM-IV. Oleh karena itu sebagian besar diklasifikasikan sebagai gangguan kepribadian
skizotipal.
Menurut PPDGJ III, skizofrenia adalam sekelompok gangguan psikotik dengan gangguan
dasar pada kepribadian, distorsi khas pada proses pikir, kadang-kadang mempunyai perasaan bahwa
dirinya sedang dikendalikan oleh kekuatan dari luar, waham yang kadang-kadang aneh, gangguan
persepsi, afek abnornal yang tak terpadu, dengan situasi nyata yang sebenarnya, dan autisme.
Pikiran, perasaan, dan perbuatan yang paling mendalam dirasakan seakan diketahui oleh
orang lain, dan waham-waham yang timbul menjelaskan bahwa kekuatan alam dan supernatural
sedang bekerja mempengaruhi pikiran dan perbuatan penderita dengan cara-cara yang tidak masuk
akal atau bizzare (aneh). Halusinasi auditorik sering diketemukan dalam bentuk komentar tentang diri
pasien atau berbicara secara langsung kepadanya.
Sering terjadi penghentian dan interpolasi dalam arus proses pikir, dengan akibat pikiran
menjadi terputus-putus. Interpolasi (sisipan-sisipan) pikiran tersebut dirasakan oleh pasien atau yakin
bahwa pikirannya disedot (withdrawal) oleh kekuatan dari luar.
Alam perasaan dapat menjadi dangkal (shallow), berubah-ubah (capsicious), atau tidak sesuai
(incongruous). Ambivalensi dan gangguan dorongan kehendak dapat bermanifestasi sebagai inersia,
negativisme, atau stupor. Mungkin terdapat perilaku yang katatonia.
Epidemiologi
Prevalensi skizofrenia di Amerika Serikat dilaporkan bervariasi terentang dari 1 sampai 1,5
persen dengan angka insidens 1 per 10.000 orang per tahun. Di Amerika Serikat prevalensi
skizofrenia seumur hidup dilaporkan secara bervariasi terentang dari 1 sampai 1,5 persen; konsisten
dengan rentang tersebut, penelitian Epidemiological Catchment Area (ECA) yang disponsori oleh
National Institute of Mental Health (NIMH) melaporkan prevelensi seumur hidup sebesar 1,3 persen.
Kira-kara 0,025 sampai 0,05 persen populasi total diobati untuk skizofrenia dalam satu tahun.
Walaupun duapertiga dari pasien yang diobati tersebut membutuhkan perwatan dirumah sakit, hanya
kira-kira setengah dari semua pasien skizofrenik mendapatkan pengobatan, tidak tergantung pada
keparahan penyakit.
Skizofrenia adalah sama-sama prevelensinya antara laki-laki dan wanita. Tetapi, dua jenis
kelamin tersebut menunjukkan perbedaan dalam onset dan perjalaan penyakit . Laki-laki mempunyai
onset skizofrenia yang lebih awal daripada wanita. Lebih dari setengah semua pasien skizofrenik laki-
laki tetapi hanya sepertiga pasien skizofrenik wanita mempunyai perawatan dirumah sakit psikiatrik
yang pertamanya sebelum usia 25 tahun. Usia puncak onset untuk laki-laki adalah 15 sampai 25
tahun; untuk wanita usia puncak adalah 25 sampai 35 tahun. Onset skizofrenia sebelum usia 10 tahun
atau sesudah 50 tahun adalah sangat jarang. Kira-kira 90 persen pasien dalam pengobatan skizofrenia
adalah antara usia 15 dan 55 tahun. Beberapa penelitian telah menyatakan bahwa laki-laki adalah
lebih mungkin dari pada wanita untuk terganggu oleh gejala negatif dan bahwa wanita lebih mungkin
memiliki fungsi sosial yang lebih baik daripada laki-laki. Pada umumnya, hasil akhir untuk pasien
skizofrenik wanita adalah lebik baik dari pada hasil akhir untuk pasien skizofrenik laki-laki.
Gejala klinis
Secara klinis untuk menegakkan diagnosis skizofrenia diperlukan kriteria diagnostik.
a. Kriteria diagnosis menurut Eugen Bleuler, dibagi menjadi gejala primer dan sekunder.
Gejala primer (4A):
1. Asosiasi terganggu
Suatu proses pikir yang terganggu berupa ide yang satu belum habis diutarakan sudah muncul ide
yang lain sehingga pembicaraan menjadi tidak dapat diikuti atau dimengerti.
2. Autisme
3
SKIZOFRENIA CAHYA DWI LESTARI 1102009059
4
SKIZOFRENIA CAHYA DWI LESTARI 1102009059
Penderita merasa pikirannya seperti disiarkan kepada orang-orang disekitarnya atau isi pikirannya
dapat dibaca oleh orang lain
e. Made-feeling
Perasaannya seperti dibuat oleh orang lain
f. Made-impulse
Dorongan kehendaknya seolah-olah dari orang lain
g. Made-volitional Acts
Kemauan atau tindakannya seperti dipengaruhi oleh orang lain
h. Delusional
Persepsi yang dipengaruhi oleh waham
Gejala tingkat kedua:
a. Gangguan persepsi lain
b. Gagasan bersifat waham yang tiba-tiba
c. Kebingungan
d. Perubahan mood disforik dan euforik
e. Perasaan kemiskinan emosional
f. dan beberapa lainnya
c. menurut DSM IV adalah sebagai berikut :
A. Terdapat 2 atau lebih gejala kareakteristik, yang masing-masing ditemukan untuk sebagian
waktu yang bermakna selama periode 1 bulan (atau kurang bila berhasil diobati). Gejala karakteristik
tersebut berupa:
1. Waham
2. Halusinasi
3. Bicara terdisorganisasi (misalnya sering menyimpang atau inkoheren)
4. Perilaku terdisorganisasi atau katatonik yang jelas
5. Gejala negatif, yaitu afek datar, alogia, atau tidak ada kemauan( avolition)
Catatan: Hanya satu gejala kriteria A yang diperlukan jika waham adalah kacau atau
halusinasi terdiri dari suara yang terus menerus mengkomentari perilaku atau pikiran pasien, atau dua
atau lebih suara yang saling bercakap satu sama lainnya.
B. Disfungsi sosial atau pekerjaan untuk bagian waktu yang bermakna sejak onset gangguan, satu
atau lebih fungsi utama, seperti pekerjaan, hubungan interpersonal, atau perawatan diri, adalah jelas di
bawah tingkat yang dicapai sebelum onset (atau jika onset pada masa anak-anak atau remaja,
kegagalan untuk mencapai tingkat pencapaian interpersonal, akademik, atau pekerjaan yang
diharapkan).
C. Durasi tanda gangguan terus menerus menetap selama sekurang-kurangnya 6 bulan. Periode 6
bulan ini harus termasuk sekurangnya 1 bulan gejala (atau kurang jika diobati dengan berhasil) yang
memenuhi kriteria A (yaitu, gejala fase aktif) dan mungkin termasuk periode gejala prodomal atau
residual, tanda gangguan mungkin dimanifestasikan hanya oleh gejala negatif atau dua atau lebih
gejala yang dituliskan dalam kriteria A dalam bentuk yang diperlemah (misalnya, keyakinan yang
aneh, pengalaman persepsi yang tidak lazim).
D. Penyingkiran ganguan skizoafektif dan gangguan suasana perasaan: Gangguan skizoafektif
dan gangguan mood dengan ciri psikotik telah disingkirkan karena:
(1) tidak ada episode depresif berat, manik, atau campuran yang telah terjadi bersama-sama dengan
gejala fase aktif; atau
(2) jika episode mood telah terjadi selama gejala fase aktif, durasi totalnya adalah relatif singkat
dibandingkan durasi periode aktif dan residual.
E. Penyingkiran zat/ kondisi medis umum: Gangguan tidak disebabkan oleh afek biologis
langsung dari suatu zat (misalnya, obat yang disalahgunakan, suatu medikasi) atau suatu kondisi
medis umum.
F. Hubungan dengan perkembangan pervasif: Jika terdapat riwayat adanya gangguan autistik
atau gangguan perkembangan pervasif lainnya, diagnosis tambahan skizofrenia dibuat hanya jika
waham atau halusinasi yang menonjol juga ditemukan untuk sekurangnya satu bulan (atau kurang jika
diobati secara berhasil).
d. Sedangkan pedoman diagnostik lain yang dapat digunakan adalah PPDGJ III, yaitu:
5
SKIZOFRENIA CAHYA DWI LESTARI 1102009059
A. Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala atau lebih
gejala- gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):
1. “thought echo” : isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema
dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan,
walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda: atau
“thought insertion” : isi yang asing masuk di dalam pikirannya (insertion)
atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar
“thought broadcasting” : isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau
umum mengetahuinya;
2. “delusion of control” : waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan
tertentu dari luar; atau
“delusion of passivitiy” : waham tentang dirinya tidak berdaya dan Pasrah
terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang dirinya : secara
jelas merujuk kepergerakan ubuh/ anggota gerak atau ke
pikiran, tindakan atau penginderaan khusus);
“delusional perception” : pengalaman inderawi yang tidak wajar, yang bermakna
sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik
3. Halusinasi pendengaran, dapat berupa suara halusinasi yang berkomentar secara terus
menerus terhadap perilaku pasien, atau mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri
(diantara berbagai suasana yang berbicara) atau, jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu
bagian tubuh.
4. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap tidak wajar
dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan
kemampuan di atas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi
dengan mahluk asing dan dunia lain).
B. Atau paling sedikit dua gejala di bawah ini yang harus selalu ada secara jelas :
1. Halusinasi yang menetap dan panca indera apa saja, apabila disertai baik oleh waham yang
mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai
oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama
berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus menerus;
2. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolation), yang berakibat
inkoherensiatau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme;
3. Perilaku katatonik, seperti keadaan gelisah-gelisah (excitement), posisi tubuh tertentu (posturing),
atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme dan stupor
4. Gejala-gejala negatif, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan respons emosional yang
menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan
menurunnya kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi
atau medikasi neuroleptika;
C. Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau
lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik (prodromal).
D. Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan makna dalam mutu keseluruhan (overall quality)
dan beberapa aspek perilaku pribadi (personal behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat,
hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu sikap larut dalam diri sendiri (self-absorbed attitude) dan
penarikan diri secara sosial.
Perjalanan penyakit Skizofrenia dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu fase prodromal, fase
aktif, fase residual.
1. Fase Prodomal
- Berlangsung antara 6 bulan sampai 1 tahun
- Gangguan dapat berupa Self care, gangguan dalam akademik, gangguan dalam
pekerjaan,gangguan fungsi sosial, gangguan pikiran dan persepsi.
2. Fase Aktif
- Berlangsung kurang lebih 1 bulan
- Gangguan dapat berupa gejala psikotik; Halusinasi, delusi, disorganisasi proses berfikir,gangguan
bicara, gangguan perilaku, disertai kelainan neurokimiawi
3. Fase Residual
6
SKIZOFRENIA CAHYA DWI LESTARI 1102009059
Klien mengalami minimal 2 gejala; gangguan afek dan gangguan peran, serangan biasanya
berulang.
Pada fase prodromal biasanya timbul gejala-gejala non spesifik yang lamanya bisa minggu,
bulan ataupun lebih dari satu tahun sebelum onset psikotik menjadi jelas. Gejala tersebut meliputi :
rendahnya fungsi pekerjaan, fungsi sosial, fungsi penggunaan waktu luang dan fungsi perawatan diri.
Perubahan-perubahan ini akan menggangu individu serta membuat resah keluarga dan teman, mereka
akan mengatakan “orang ini tidak seperti dulu”. Semakin lama fase prodromal semakin buruk
prognosisnya. Pada fase aktif gejala positif / psikotik menjadi jelas seperti tingkah laku katatonik,
inkoherensi, waham, halusinasi, disertai gangguan afek. Hampir semua individu datang berobat pada
fase ini, bila tidak mendapat pengobatan gejala-gejala tersebut dapat hilang spontan suatu saat
mengalami eksaserbasi atau terus bertahan. Fase aktif akan diikuti oleh fase residual dimana gejala-
gejalanya sama dengan fase prodromal tetapi gejala positif / psikotiknya sudah berkurang. Disamping
gejala-gejala yang terjadi pada ketiga fase diatas, penderita skizofrenia juga mengalami gangguan
kognitif berupa gangguan berbicara spontan, mengurutkan peristiwa, kewaspadaan dan eksekutif
(atensi, konsentrasi, hubungan sosial).
Ada 2 gejala skizofrenia yaitu:
1. Gejala positif /gejala tipe I
A. Delusi adalah kepercayaan yang tidak sesuai realita;.mis. Merasa dirinya Nabi
B. Halusinasi adalah pengalaman indrawi yang tidak nyata; mis. Merasa melihat, mendengar, atau
membaui sesuatu yang sebenarnya tidak ada
C. Pikiran dan bicara kacau adalah pola bicara yang kacau; mis. ‘tidak nyambung’, menyambung
kata berdasar bunyinya yang tidak ada artinya
D. Perilaku kacau atau katatonik adalah perilaku sangat tidak dapat diramalkan, aneh, dan sangat
tidak bertanggung jawab; mis. Tidak bergerak sama sekali dalam waktu lama, tiba-tiba melompat-
lompat tanpa tujuan.
1. Gejala negative/ gejala II
A. Afek datar adalah secara emosi tidak mampu memberi respon thd lingkungan sekitarnya; mis.
Ketika bicara ekspresi tidak sesuai, tidak ada ekspresi sedih ketika situasi sedih.
B. Alogia adalah tidak mau bicara atau minimal; mis. Membisu beberapa hari.
C. Avolition adalah tidak mampu melakukan tugas berdasar tujuan tertentu (dalam jangka lama);
mis. Tidak mampu mandi sendiri, makan sampai selesai, dll.
Selain gejala-gejala tersebut terdapat beberapa ciri lain skizofrenia, yang sebenarnya bukan kriteria
formal untuk diagnosa namun sering muncul sebagai gejala, yaitu:
1) afek yang tidak tepat (mis. Tertawa saat sedih dan menangis saat bahagia),
2) anhedonia (kehilangan kemampuan untuk merasakan emosi tertentu, apapun yang dialami tidak
dapat merasakan sedih atau gembira), dan
3) ketrampilan sosial yang terganggu (mis. kesulitan memulai pembicaraan, memelihara hubungan
sosial, dan mempertahankan pekerjaan).
Secara klinis skizofrenia dapat diklasifikasikan menjadi beberapa golongan, tiap golongan
mempunyai spesifikasi masing-masing. Skizofrenia dapat digolongkan menjadi
1. Skizofrenia Paranoid
Ini adalah jenis skizofrenia yang paling sering dijumpai di Negara manapun. Gambaran Klinis
didominasi oleh waham waham yang secara relative stabil, sering kali bersifat paranoid, biasanya
disertai oleh halusinasi-halusinasi, terutama halusinasi pendengaran dan gangguan persepsi.
Gangguan afektif, dorongan kehendakdan pembicaraan serta gejala gejala katatonik tidak menonjol
2. Skizofrenia Hebefrenik
Suatu bentuk skizofrenia dengan perubahan afektif yang tampak jelas dan secara umum juga dijumpai
waham dan halusinasi yang bersifat mengambang serta terputus putus, perilaku yang tak bertanggung
jawab da tak dapat diramalkan, serta umumnya mannerism. Suasana perasaan pasien dangkal dan
tidak wajar, sering disertai cekikikan atau perasaan puas diri, senyum sendiri, atau oleh sikap yang
angkuh/ agung; menyeringai, mengibuli secara bersenda gurau, keluhan hipokondrik, dan ungkapan
kata yang diulang ulang. Proses pikir mengalami disoranisasi dan pembicaraan tak menentu serta
inkoheren, Ada kecenderungan untuk tetap menyendiri, dan perilaku tampak hampa tujuan dan hampa
perasaan.
7
SKIZOFRENIA CAHYA DWI LESTARI 1102009059
3. Skizofrenia Katatonik
Gangguan psikomotor yang menonjol merupakan gambarab yang esensial dan dominan dan dapat
bervariasi antara kondisi ekstrem seperti hiperkinesis dan stupor, atau antara sifat penurut yang
otomativs da negativism. Sikap dan posisi tubuh yang dipaksakan (constrained) dapat dipertahankan
untuk jangka waktu yang lama. Episode kegelisahan disertai kekerasan (violent) mungkin merupakan
gambaran keadaan ini yang mencolok.
4. Skizofrenia Residual
Suatu stadium kronis dalam perkembangan suatu gangguan skizofrenik dimana telah terjadi progresi
yang jelas dari stadium awal (terdiri dari satu atau lebih episode dengan gejala psikotik yang
memenuhi criteria umum untuk skizofrenia di atas) ke stadium leih lanjut yang ditandai secara khas
oleh gejala gejala “negatif” jangka panjang, walalupun belum tentu ireversibel.
5. Skizofrenia Simpleks
Suatu kelainan yang tidak lazim dimana ada perkembangan yang bersifat perlahan tetapi progresif
mengenai keanehan tingkah laku, ketidakmampuan untuk memenuhi tuntutan masyarakat dan
penurunan kinerja secara menyeluruh. Tidak terdapat waham dan halusinasi, serta gangguan ini
bersifat kurang nyata psikotik jika dibandingkan dengan skizofrenia subtype hebefrenik, paranoid dan
katatonik. Ciri ciri ‘negatif’ yang khas dari skizofrenia residual tmbul tanpa didahului oleh gejala
gejala psikotik yang overt. Bersama dengan bertambahnya kemunduran sosial, maka pasien dapat
berkembang lebih lanjut menjadi gelandangan (psikotik), pendiam, malas, dan tanpa tujuan.
Sumber: http://id.shvoong.com/social-sciences/psychology/2215636-tipe-skizofrenia-
ppdgj/#ixzz1hHkS20L2
Skizofrenia merupakan penyakit yang cenderung berlanjut, maka pengobatan penyakit ini
memerlukan waktu yang lama. Pengobatan penyakit ini dimaksudkan untuk menekan kemungkinan
kekambuhan. Perkembangan di dalam metode yang bersifat komprehensif dan holistik, terapi yang
dimaksud meliputi penggunaan obat psikofarmaka dan psikoterapi.
ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI DITINJAU DARI FAKTOR BIOLOGIS
Latar belakang
Untuk mengetahui dam memahami perjalanan penyakit skizofrenia diperlukan pendekatan
yang sifatnya holistik, yaitu sudut organobiologik, psikodinamik, psikoreligius dan psikososial.
Dalam bagian ini akan dibahas secara lebih mendalam aspek neurobiologi dari skizofrenia.
Ganguan jiwa skizofrenia tidak terjadi dengan sendirinya, seperti disebutkan pada bab
sebelumnya, bahwa skizofrenia disebabkan oleh faktor biologis dan lingkungan. Dalam bagian ini
akan dibahas lebih lanjut mengenai faktor neurobiologi yang menjadi penyebab skizofrenia. Beberapa
faktor neurobiologi yang dapat menyebabkan skizofrenia adalah :
A. Genetik
Penelitian tentang genetika dari skizofrenia, dilakukan pada tahun 1930 an. Dimana
diketemukan bahwa kemungkinan seseorang akan menderita skizofrenia jika anggota keluarga
lainnya juga menderita skizofrenia. Kemungkinan seseorang menderita skizofrenia berhubungan
dengan dekatnya hubungan persaudaraan tersebut ( sebagai contohnya, sanak saudara derajat pertama
atau derajat kedua).
Prevalensi Skizofrenia pada populasi spesifik
Populasi Prevalensi(%)
Populasi umum 1,0
Bukan saudara kembar pasien skizofrenik 8,0
Anak dengan satu orang tua skizofrenik 12,0
Kembar dizigotik pasien skizofrenik 12,0
Anak dari kedua orang tua skizofrenik 40,0
Kembar monozigot pasien skizofrenik 47,0
Kembar monozigot memiliki angka yang tertinggi. Penelitian bahwa kembar monozigot yang
diadopsi menunjukan bahwa kembar yang diasuh oleh orang tua angkat mempunyai skizofrenia
dengan kemungkinan yang sama besarnya seperti saudara kembarnya yang dibesarkan oleh orang tua
8
SKIZOFRENIA CAHYA DWI LESTARI 1102009059
kandungnya. Temuan tersebut menyatakan bahwa pengaruh genetic melebihi pengaruh lingkungan.
Pada penelitian yang sekarang dengan dilakukan observasi dengan berbagai peralatan biologi
molecular dan genetic molecular. Terdapat beberapa hubungan yang dilaporkan pada pasien dengan
skizofrenia, meliputi kromosom 3,5,6, 8,13,dan 18. Dan disamping itu juga diketemukan trinucleotide
repeats ( CAG/ CTG) pada kromosm 17 dan 18.
B. Biokimia
Rumusan yang paling sederhana untuk mengungkapkan patofisiolgi dari skizofrenia adalah
hipotesa dopamine. Hipotesa ini secara sederhana menyatakan bahwa skizofrenia disebabkan karena
terlalu banyaknya aktivitas dopaminergik. Hipotesis ini disokong dari hasil observasi pada beberapa
obat antipsikotik yang digunakan untuk mengobati skizofrenia dimana berhubungan dengan
kemampuannya menghambat dopamine ( D 2 ) reseptor.
Hipotesis dopaminergik tentang skizofrenia terus diperbaiki dan diperluas. Satu bidang
spekulasi adalah reseptor dopamine tipe 1 mungkin memainkan peranan dalam gejala negatif, dan
beberapa peneliti tertarik dalam menggunakan agonis D 1 sebagai pendekatan pengobatan untuk
gejala tersebut.
mesolimbic overactivity =
positive symptoms of psychosis
9
SKIZOFRENIA CAHYA DWI LESTARI 1102009059
psikotik dan pasien yang teragitasi berat, tidak tergantung diagnosis. Dengan demikian tidak mungkin
untuk menyimpulkan bahwa terjadi hiperaktivitas dopaminergik. Sebagai contohnya antagonis
dopamine digunakan juga untuk mengobati mania akut. Kedua, beberapa data eletrofisiologis
menyatakan neuron dopaminergik mungkin meningkatkan kecepatan pembakarannya sebagai respon
dari pemaparan jangka panjang dengan obat anti psikotik. Data tersebut menyatakan bahwa
abnormalitas awal pada pasien ini mungkin melibatkan keadaan hipodopaminergik.
Beberapa penelitian sebelumnya menyatakan bahwa, dalam kondisi experimental yang
terkontrol, konsentrasi asam homovanilinic ( sebagai metabolit dopamine utama) dalam plasma dapat
mencerminkan konsentarasi asam homovanilinic dalam susunan saraf pusat. Penelitian tersebut
menunjukan hubungan positif antara konsentrasi asam homovanilinic praterapi yang tinggi dengan :
keparahan gejala psikotik dan respon terapi terhadap obat anti psikotik.
Disamping itu perlu juga dipikirkan neurotransmitter lainnya seperti serotonin dan asam
amino GABA sebagai etiologi dari skizofrenia. Secara spesifik antagonism pada reseptor serotonin ( 5
– hidroxy- tryptamine) tipe 2 ( 5 – HT2) menurunkan gejala psikotik dan dalam menurunkan
gangguan tersebut berhubungan dengan antagonism D2.
Pada salah satu penelitian, aktivitas serotonin berperan dalam perilaku bunuh diri dan impuls
yang serupa juga ditemukan pada pasien skizofrenia.
Neurotransmiter lainnya yang juga berperan adalah asam amino GABA inhibitor, dimana
pada beberapa pasien skizofrenia mengalami kehilangan neuron GABA nergik di dalam hipokampus.
Kehilangan inhibitor GABA ergik secara teoritis dapat menyebabkan hiperaktivitas neuron
dopaminergik dan noradrenergic.
C. Anatomi dan patalogi
10
SKIZOFRENIA CAHYA DWI LESTARI 1102009059
Dalam dekade yang lalu semakin banyak penelitian yang telah melibatkan peranan
patofisiologis untuk daerah tertentu di dalam otak, termasuk system limbic, korteks frontalis, dan
ganglia basalis. Ketiga daerah tersebut saling berhubungan, sehingga disfungsi pada salah satu daerah
mungkin akan melibatkan patalogi primer di daerah lainnya di dalam otak.
Penelitian menyebutkan bila terjadi disfungsi misalnya pada bagian tertentu dari sitem limbic
yang merupakan tempat yang potensial akan menimbulkan gangguan pada sebagian besar pasien
dengan gangguan skizofrenia.
Pembesaran ventricular otak merupakan salah satu yang paling sering menyebabkan
gangguan pada pasien skizofrenia. Akan tetapi pembesaran pada sulkus dan atrofi pada otak juga
pernah dilaporkan. Pembesaran ventricular secara teoritis berhubungan dengan menurunnya fungsi
premorbid, gejala negative, menurunnya terhadap respon pengobatan, dan gangguan kognitif.
Pada pemeriksaan dengan menggunakan MRI terdapat juga kemungkinan kerusakan pada
daerah thalamus, amygdale/ hippocampus, lobus temporal, dan basal ganglia. Pada peneliatan,
menunjukan sampel otak pasien skizofrenia postmortem diketemukan adanya penurunan ukuran
daerah tersebut. Ganglia basalis terlibat dalam pengendalian gerakan dimana pada pasien skizofrenia
mempunyai pergerakan yang aneh, bahkan tanpa adanya gangguan pergerakan akibat medikasi.
Gerakan aneh termasuk berjalan yang kaku, menyeringai wajah, dan gerkan streotipik. Sehingga
ganglia basalis dilibatkan dalam patofisiologi skizofrenia.
Beberapa penelitian menyatakan bahwa ukuran regio temporal yang berkurang pada
skizofrenia dan gangguan pada gyrus temporalis superior atau planum temporal berhubungan dengan
timbulnya halusinasi.
D. Perkembangan saraf
Saat trisemester kedua pada kehamilan, neuron otak janin harus saling berhubungan dengan
neuron lainnya sehingga menghasilkan suatu kesatuan dalam otak. Gangguan proses perkembangan
yang dapat dihubungkan pada gangguan skizofrenia adalah kegagalan sel dalam melakukan
pematangan, pemindahan hingga terjadinya apoptosis. Kegagalan dari sel untuk berpindah pada posisi
yang benar akan menyebabkan terjadinya daerah abu abu yang ektopik pada otak dan kekacauan
neuron pada daerah spesifik di hipokampus. Hal tersebut akan menimbulkan gejala pada pasien
skizofrenia.
Disamping itu juga ditemukan adanya hubungan gangguan perkembangan dengan cedera otak
yang terjadi pada awal kehidupan, dimana pada pasien dengan skizofenia memiliki lebih banyak
sejarah cedera otak dan komplikasi perinatal dibandingkan dengan pasien yang tidak skizofrenia.
E. Elektrofisiologi
11
SKIZOFRENIA CAHYA DWI LESTARI 1102009059
12
SKIZOFRENIA CAHYA DWI LESTARI 1102009059
Sigmund Freud mendalilkan bahwa skizofrenia disebabkan oleh fiksasi dalam perkembangan
yang terjadi lebih awal dari fase yang menyebabkan terjadinya neurosis. Freud juga mendalilkan
bahwa adanya defek ego yang berperan dalam gejala skizofenia.
Disintegrasi ego merupakan suatu pengembalian ke suatu waktu pada saat ego masih belum
ditegakkan atau baru mulai ditegakkan.Konflik intrapsikis yang disebabkan dari fiksasi awal dan
defek ego, disebabkan oleh hubungan objek awal yang buruk.
Teori psikoanalitik mendalilkan bahwa berbagai gejala skizofenia mempunyai arti simbolik
bagi pasien individual.
Fantasi tentang dunia internal seseorang telah mengalami kerusakan. Perasaan kebesaran
dapat mencerminkan narsisme yang direaktivasi. Halusinasi mungkin menggantikan ketidakmampuan
pasien untuk menghadapi kenyataan objektf dan mencerminkan harapan atau ketakutan dari dalam
diri mereka. Waham, serupa dengan halusinasi, merupakan regresif dari pengganti untuk menciptakan
kenyataan baru atau untuk mengekspresikan rasa takut atau dorongan yang tersembunyi.
Teori belajar
Ahli teori belajar, mempelajari anak – anak yang kemudian menderita skizofrenia. Mereka
mempelajari reaksi dan cara berpikir yang irasional dengan meniru orang tuanya yang mungkin
memiliki masalah emosionalnya yang bermakna.
Hubungan interpersonal yang buruk, menurut teori belajar, berkembang karena telah
dipelajarinya model yang buruk selama masa kanak – kanak.
Teori tentang keluarga
Beberapa pasien skizofrenia memang berasal dari keluarga yang disfungsional, demikian juga
banyak orang sakit yang non psikiatrik berasal dari keluarga disfungsional. Penting bagi para klinisi
untuk mengenali perilaku keluarga patalogis, karena perilaku tersebut dapat bermakna meningkatkan
stress emosional yang harus dihadapi oleh pasien skizofrenia yang rentan.
Theodore Lidz menggambarkan dua pola perilaku keluarga yang abnormal. Dalam satu tipe
keluarga, terdapat keretakan yang menonjol antara orang tua, dan satu orang tua yang terlalu dekat
dengan anak dari jenis kelamin yang berbeda. Pada jenis keluarga lain, hubungan condong antara satu
orang tua melibatkan suatu perjuangan tenaga antara orang tua dan menyebabkan dominasi salah satu
orang tua.
Teori lain yang diungkapkan oleh Lyman Wynne menggambarkan keluarga di mana ekspresi
emosional komunikasi verbal secara semu ( pseudomutual) atau bermusuhan secara semu (
pseudohostile). Hal tersebut menyebabkan perkembangan komunikasi verbal yang unik pada keluarga
tersebut dan tidak dapat dimengerti oleh orang lain di luar keluarga, dan masalahnya akan timbul jika
anak meninggalkan rumah dan berhubungan dengan orang lain.
Teori ikatan ganda
Konsep ikatan ganda dirumuskan oleh Gregory Baetson untuk menggambarkan suatu
keluarga hipoetik dimana anak – anak mendapatkan pesan yang bertentangan dari orang tuanya
tentang perilaku, sikap, dan perasaan anak – anak. Di dalam hipotesis tersebut anak menarik diri ke
dalam keadaan psikotik mereka sendiri untuk meloloskan dari kebingungan ikatan ganda yang tidak
dapat dipecahkan,
Teori sosial
Beberapa ahli menyatakan bahwa industrialisasi dan urbanisasi terlibat dalam penyebab
skizofrenia. Walaupun beberapa data mendukung teori tersebut, namun stress sebenarnya dianggap
dapat menimbulkan efek utama dalam menetukan waktu onset dan keparahan penyakit.
Penatalaksanaan Skizofrenia
1. Terapi Somatik (Medikamentosa)
Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati Skizofrenia disebut antipsikotik. Antipsikotik
bekerja mengontrol halusinasi, delusi dan perubahan pola fikir yang terjadi pada Skizofrenia. Pasien
mungkin dapat mencoba beberapa jenis antipsikotik sebelum mendapatkan obat atau kombinasi obat
antipsikotik yang benar-benar cocok bagi pasien. Antipsikotik pertama diperkenalkan 50 tahun yang
lalu dan merupakan terapi obat-obatan pertama yang efekitif untuk mengobati Skizofrenia. Terdapat 3
kategori obat antipsikotik yang dikenal saat ini, yaitu antipsikotik konvensional, newer atypical
antipsycotics, dan Clozaril (Clozapine).
13
SKIZOFRENIA CAHYA DWI LESTARI 1102009059
a. Antipsikotik Konvensional
Obat antipsikotik yang paling lama penggunannya disebut antipsikotik konvensional.
Walaupun sangat efektif, antipsikotik konvensional sering menimbulkan efek samping yang serius.
Contoh obat antipsikotik konvensional antara lain :
1) Haldol (haloperidol)
2) Mellaril (thioridazine)
3) Navane (thiothixene)
4) Prolixin (fluphenazine)
5) Stelazine ( trifluoperazine)
6) Thorazine ( chlorpromazine)
7) Trilafon (perphenazine)
Akibat berbagai efek samping yang dapat ditimbulkan oleh antipsikotik konvensional, banyak
ahli lebih merekomendasikan penggunaan newer atypical antipsycotic.----
Ada 2 pengecualian (harus dengan antipsikotok konvensional). Pertama, pada pasien yang
sudah mengalami perbaikan (kemajuan) yang pesat menggunakan antipsikotik konvensional tanpa
efek samping yang berarti. Biasanya para ahli merekomendasikan untuk meneruskan pemakaian
antipskotik konvensional. Kedua, bila pasien mengalami kesulitan minum pil secara reguler. Prolixin
dan Haldol dapat diberikan dalam jangka waktu yang lama (long acting) dengan interval 2-4 minggu
(disebut juga depot formulations). Dengan depot formulation, obat dapat disimpan terlebih dahulu di
dalam tubuh lalu dilepaskan secara perlahan-lahan. Sistemdepot formulation ini tidak dapat digunakan
pada newer atypic antipsycotic.
c. Clozaril
Clozaril mulai diperkenalkan tahun 1990, merupakan antipsikotik atipikal yang pertama.
Clozaril dapat membantu ± 25-50% pasien yang tidak merespon (berhasil) dengan antipsikotik
konvensional. Sangat disayangkan, Clozaril memiliki efek samping yang jarang tapi sangat serius
dimana pada kasus-kasus yang jarang (1%), Clozaril dapat menurunkan jumlah sel darah putih yang
berguna untuk melawan infeksi. Ini artinya, pasien yang mendapat Clozaril harus memeriksakan
kadar sel darah putihnya secara reguler. Para ahli merekomendaskan penggunaan Clozaril bila paling
sedikit 2 dari obat antipsikotik yang lebih aman tidak berhasil.
14
SKIZOFRENIA CAHYA DWI LESTARI 1102009059
Cara penggunaan
o Pada dasarnya semua obat anti psikosis mempunyai efek primer (efek klnis) yang samapada
dosis ekivalen, perbedaan terutama pada efek samping sekunder.
o Pemilihan jenis obat anti psikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan dan efek
samping obat. Pergantian obat disesuaikan dengan dosis ekivalen.
o Apabila obat anti psikosis tertentu tidak memberikan respon klinis dalam dosis yang sudah
optimal setelah jangka waktu yang memadai, dapat diganti dengan obat psikosis lain (sebaiknya dari
golongan yang tidak sama), dengan dosis ekivalennya dimana profil efek samping belum tentu sama.
o Apabila dalam riwayat penggunaan obat anti psikosis sebelumnya jenis obat antipsikosis
tertentu yang sudah terbukti efektif dan ditolerir dengan baik efek sampingnya, dapat dipilih kembali
untuk pemakaian sekarang
o Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan:
Onset efek primer (efek klinis) : sekitar 2-4 minggu
Onset efek sekunder (efek samping) : sekitar 2-6 jam
Waktu paruh 12-24 jam (pemberian 1-2 kali perhari)
Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk mengurangi dampak efek samping (dosis pagi
kecil, dosis malam lebih besar) sehingga tidak begitu mengganggukualitas hidup pasien
o Mulai dosis awal dengan dosis anjuran à dinaikkan setiap 2-3 hari à sampai mencapai dosis
efektif (mulai peredaan sindroma psikosis) à dievaluasi setiap 2 minggu dan bila perlu dinaikkan à
dosis optimal à dipertahankan sekitar 8-12 minggu (stabilisasi) à diturunkan setiap 2 minggu à dosis
maintanance à dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun (diselingi drug holiday 1-2 hari/mingu) à
tapering off (dosis diturunkan tiap 2-4 minggu)à stop
o Untuk pasien dengan serangan sndroma psikosis multi episode terapi pemeliharaan dapat
dibarikan palong sedikit selama 5 tahun.
o Efek obat psikosis secara relatif berlangsung lama, sampai beberapa hari setelah dosis terakhir
yang masih mempunyai efek klinis.
o Pada umumnya pemberian oabt psikosis sebaiknya dipertahankan selama 3 bulan sampai 1
tahun setelah semua gejala psikosis mereda sama sekali. Untuk psikosis reaktif singkat penurunan
obat secara bertahap setelah hilangnya gejala dalam kueun waktu 2 minggu – 2 bulan.
o Obat antipsikosis tidak menimbulkan gejala lepas obat yang hebat walaupun diberikan dalam
jangka waktu yang lama, sehingga potensi ketergantungan obat kecil sekali.
o Pada penghentian yang mendadak dapat timbul gejala Cholinergic rebound yaitu: gangguan
lambung, mual muntah, diare, pusing, gemetar dan lain-lain. Keadaan ini akan mereda dengan
pemberian anticholinergic agent (injeksi sulfas atrofin 0,25 mg IM dantablet trihexypenidil 3x2
mg/hari)
o Obat anti pikosis long acting (perenteral) sangat berguna untuk pasien yang tidak mau atau
sulit teratur makan obat ataupun yang tidak efektif terhadap medikasi oral. Dosis dimulai dengan 0,5
cc setiap 2 minggu pada bulan pertama baru ditingkatkan menjadi 1 cc setap bulan. Pambarian anti
psikosis long acting hanya untuk terapi stabilisasi dan pemeliharaan terhadap kasus skizofrenia.
o Penggunaan CPZ injeksi sering menimbulkan hipotensi ortostatik pada waktu perubahan
posisi tubuh (efek alpha adrenergik blokade). Tindakan mengatasinya dengan injeksi noradrenalin
(effortil IM)
Haloperidol sering menimbulkan sindroma parkinson. Mengatasinya dengan tablet trihexyphenidyl 3-
4x2 mg/hari, SA 0,5-0,75 mg/hari.
15
SKIZOFRENIA CAHYA DWI LESTARI 1102009059
Newer atypical antipsycoic merupakn terapi pilihan untuk penderita Skizofrenia episode
pertama karena efek samping yang ditimbulkan minimal dan resiko untuk terkena tardive dyskinesia
lebih rendah.
Biasanya obat antipsikotik membutuhkan waktu beberapa saat untuk mulai bekerja. Sebelum
diputuskan pemberian salah satu obat gagal dan diganti dengan obat lain, para ahli biasanya akan
mencoba memberikan obat selama 6 minggu (2 kali lebih lama pada Clozaril)
16
SKIZOFRENIA CAHYA DWI LESTARI 1102009059
2. Terapi Psikososial
a. Terapi perilaku
Teknik perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan ketrampilan sosial
untukmeningkatkan kemampuan sosial, kemampuan memenuhi diri sendiri, latihan praktis, dan
komunikasi interpersonal. Perilaku adaptif adalah didorong dengan pujian atau hadiah yang dapat
ditebus untuk hal-hal yang diharapkan, seperti hak istimewa dan pas jalan di rumah sakit. Dengan
demikian, frekuensi perilaku maladaptif atau menyimpang seperti berbicara lantang, berbicara
sendirian di masyarakat, dan postur tubuh aneh dapat diturunkan.
b. Terapi berorientasi-keluarga
Terapi ini sangat berguna karena pasien skizofrenia seringkali dipulangkan dalam keadaan
remisi parsial, keluraga dimana pasien skizofrenia kembali seringkali mendapatkan manfaat dari
terapi keluarga yang singkat namun intensif (setiap hari). Setelah periode pemulangan segera, topik
penting yang dibahas didalam terapi keluarga adalah proses pemulihan, khususnya lama dan
kecepatannya. Seringkali, anggota keluarga, didalam cara yang jelas mendorong sanak saudaranya
yang terkena skizofrenia untuk melakukan aktivitas teratur terlalu cepat. Rencana yang terlalu
optimistik tersebut berasal dari ketidaktahuan tentang sifat skizofrenia dan dari penyangkalan tentang
keparahan penyakitnya.----
Ahli terapi harus membantu keluarga dan pasien mengerti skizofrenia tanpa menjadi terlalu
mengecilkan hati. Sejumlah penelitian telah menemukan bahwa terapi keluarga adalah efektif dalam
menurunkan relaps. Didalam penelitian terkontrol, penurunan angka relaps adalah dramatik. Angka
relaps tahunan tanpa terapi keluarga sebesar 25-50 % dan 5 - 10 % dengan terapi keluarga.
c. Terapi kelompok
Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana, masalah, dan
hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok mungkin terorientasi secara perilaku, terorientasi secara
psikodinamika atau tilikan, atau suportif. Terapi kelompok efektif dalam menurunkan isolasi sosial,
meningkatkan rasa persatuan, dan meningkatkan tes realitas bagi pasien skizofrenia. Kelompok yang
memimpin dengan cara suportif, bukannya dalam cara interpretatif, tampaknya paling membantu bagi
pasien skizofrenia.
d. Psikoterapi individual
Penelitian yang paling baik tentang efek psikoterapi individual dalam pengobatan skizofrenia
telah memberikan data bahwa terapi alah membantu dan menambah efek terapi farmakologis. Suatu
konsep penting di dalam psikoterapi bagi pasien skizofrenia adalah perkembangan suatu hubungan
terapetik yang dialami pasien sebagai aman. Pengalaman tersebut dipengaruhi oleh dapat
dipercayanya ahli terapi, jarak emosional antara ahli terapi dan pasien, dan keikhlasan ahli terapi
seperti yang diinterpretasikan oleh pasien.----
Hubungan antara dokter dan pasien adalah berbeda dari yang ditemukan di dalam pengobatan
pasien non-psikotik. Menegakkan hubungan seringkali sulit dilakukan; pasien skizofrenia seringkali
kesepian dan menolak terhadap keakraban dan kepercayaan dan kemungkinan sikap curiga, cemas,
bermusuhan, atau teregresi jika seseorang mendekati. Pengamatan yang cermat dari jauh dan rahasia,
perintah sederhana, kesabaran, ketulusan hati, dan kepekaan terhadap kaidah sosial adalah lebih
disukai daripada informalitas yang prematur dan penggunaan nama pertama yang merendahkan diri.
Kehangatan atau profesi persahabatan yang berlebihan adalah tidak tepat dan kemungkinan dirasakan
sebagai usaha untuk suapan, manipulasi, atau eksploitasi.
17
SKIZOFRENIA CAHYA DWI LESTARI 1102009059
perawatan rumahsakit harus direncanakan. Dokter harus juga mengajarkan pasien dan pengasuh serta
keluarga pasien tentang skizofrenia.----
Perawatan di rumah sakit menurunkan stres pada pasien dan membantu mereka menyusun
aktivitas harian mereka. Lamanya perawatan rumah sakit tergantung dari keparahan penyakit pasien
dan tersedianya fasilitas pengobatan rawat jalan. Rencana pengobatan di rumah sakit harus memiliki
orientasi praktis ke arah masalah kehidupan, perawatan diri, kualitas hidup, pekerjaan, dan hubungan
sosial. Perawatan di rumah sakit harus diarahkan untuk mengikat pasien dengan fasilitas perawatan
termasuk keluarga pasien. Pusat perawatan dan kunjungan keluarga pasien kadang membantu pasien
dalam memperbaiki kualitas hidup.----
Selain anti psikosis, terapi psikososial ada juga terapi lainnya yang dilakukan di rumah sakit
yaitu Elektro Konvulsif Terapi (ECT). Terapi ini diperkenalkan oleh Ugo cerleti(1887-1963).
Mekanisme penyembuhan penderita dengan terapi ini belum diketahui secara pasti. Alat yang
digunakan adalah alat yang mengeluarkan aliran listrik sinusoid sehingga penderita menerima aliran
listrik yang terputus putus. Tegangan yang digunakan 100-150 Volt dan waktu yang digunakan 2-3
detik.
Frekuensi dilakukannya terapi ini tergantung dari keadaan penderita dapat diberi:
2-4 hari berturut - turut 1-2 kali sehari
2-3 kali seminggu pada keadaan yang lebih ringan
Maintenance tiap 2-4 minggu
Dahulu sebelum jaman psikotropik dilakukan 12-20 kali tetapi sekarang tidak dianut lagi.
Indikasi pemberian terapi ini adalah pasien skizofrenia katatonik dan bagi pasien karena
alasan tertentu karena tidak dapat menggunakan antipsikotik atau tidak adanya perbaikan setelah
pemberian antipsikotik.----
Kontra indikasi Elektro konvulsiv terapi adalah Dekompensasio kordis, aneurisma aorta,
penyakit tulang dengan bahaya fraktur tetapi dengan pemberian obat pelemas otot pada pasien dengan
keadaan diatas boleh dilakukan. Kontra indikasi mutlak adalah tumor otak.
Sebagai komplikasi terapi ini dapat terjadi luksasio pada rahang, fraktur pada vertebra, Robekan otot-
otot, dapat juga terjadi apnue, amnesia dan terjadi degenerasi sel-sel otak.
Prognosis
A. Prognosis ke Arah Baik
1) Onset akut dengan faktor pencetus yang jelas
2) Riwayat hubungan sosial & pekerjaan yang baik ( premorbid )
3) Adanya gejala afektif ( depresi )
4) Subtipe paranoid
5) Subtipe katatonik
6) Sudah menikah
7) Banyak symptoms positif
8) Kebingungan
9) Tension, cemas hostilitas
B. Prognosis ke Arah Buruk
1) Onset perlahan-lahan dengan faktor pencetus tidak jelas
2) Riwayat hubungan sosial dan pekerjaan buruk ( premorbid )
18
SKIZOFRENIA CAHYA DWI LESTARI 1102009059
Definisi
Simptomatologi adalah ilmu yang mempelajari tentang gejala – gejala. Simptomatologi
gangguan jiwa berarti ilmu yang mempelajari gejala – gejala gangguan jiwa. Dalam kerja psikiatri
(ilmu tentang cara pengobatan jiwa yang sakit), mempelajari gejala – gejala sangat penting artinya.
Tidak saja untuk menentukan atau mengklasifikasikan gangguan yang dialami penderita, tetapi yang
lebih pentingadalah untuk mengidentifikasi sebab – sebab dari gangguan tersebut (etiologi).
Mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit/gangguan jiwa berarti upaya untuk
menghilangkan suatu sebab dan bukan sekedar menghilangkan suatu gejala. Suatu gejala hanyalah
manifestasi dari adanya gangguan dan bukan sebab, namun untuk menemukan sesuatu yang
menyebabkan gangguan tersebut dapat dilakukan dengan mempelajari gejala – gejalanya.
Gejala adalah sesuatu yang adanya dipermukaan, sedang sebab adanya dibalik atau di bawah
gejala. Sesuatu gangguan dapat dengan mudah dikenali melalui gejala-gejalanya, sedangkan untuk
menemukan sebab – sebabnya harus dilakukan melalui studi yang mendalam tentang gejala –
gejalanya. Dalam pandangan psikopatologi modern, dikatakan bahwa setiap gejala mempunyai arti
yang dapat menjelaskan perkembangan psikodinamik dari penyakit si penderita.
Pada hakekatnya, tiap gejala merupakan satu segi dari proses gangguan secara keseluruhan.
Misalnya seorang yang mengalami gangguan pikiran, bukan berarti yang terganggu hanya pikirannya
saja sementara aspek yang lain tetap sehat, tetapi sebenarnya gangguan tersebut merupakan gangguan
keseluruhan kepribadian. Hanya yang lebih dominan atau lebih menjadi pusat perhatian kita pada
aspek pikirannya. Disamping itu, gejala yang dapat dialami atau dilihat dari dalam (misal takut yang
irrasional) atau dapat dilihat dari luar (misal berkeringat dingin pada penderita katatonik).
Gejala gangguan mental pada umumnya bersifat kompleks dan merupakan hasil interaksi
antar unsure somatika, psikogenik, dan sosiobudaya. Karena itu, gejala selalu menunjukkan adanya
dekompresi proses adaptasi dan terdapat terutama dalam pemikiran, perasaan, dan perilaku.
Bagaimana pentingnya mempelajari gangguan jiwa tampak dalam suatu proses penyembuhan
yang dilakukan oleh seorang terapis atau dokter. Sebelum terapis atau dokter tersebut memberikan
treatment tertentu, maka langkah awal yang dikerjakan adalah melakukan pemeriksaan.
Secara umum, menurut Maramis (1990), pemeriksaan terhadap penderita gangguan jiwa
diperlukan untuk mendapatkan satu atau lebih hal – hal berikut ini :
1. Menemukan dan menilai gangguan jiwa yang ada, yang akan dipakai sebagai dasar pembuatan
dignosis serta menentukan tingkat gangguan pengobatannya (indikasi pengobatan psikiatri khusus)
dan selanjutnya penafsiran prognosisnya (ramalan hasil atau akibat suatu penyakit yang diderita
seseorang).
2. Menggambarkan struktur kepribadian yang mungkin dapat menerangkan riwwayat dan
perkembangan gangguan jiwa yang dialami.
3. Menilai kemampuan dan kemauan pasien dalam berpartisipasi secara wajar dalam pengobatan
yang cocok baginya.
Hasil pemeriksaan jiwa pasien yang telah dilakukan, selanjutnya disusun dalam bentuk
laporan, diharapkan dapat menggambarkan keadaan jiwa pasien dalam arti luas. Karena itu harus
19
SKIZOFRENIA CAHYA DWI LESTARI 1102009059
mengandung banyak hal tentang aspek kejiwaan manusia itu sendiri, seperti : afek, emosi, cara
berbicara (ucapan), proses berpikir (bentuk, isi, dan jalan pikiran), kesadaran, psikomotor, persepsi,
fungsi kognitif, termasuk didalamnya persepsi, dan sebagainya. Karena itu pula studi tentang
gangguan kejiwaan juga mencakup tentang gangguan – gangguan dalam aspek tersebut.
Untuk memperoleh data tentang gejala – gejala dalam banyak hal tersebut, caranya dapat
dilakukan dengan tes maupun nontes. Dengan tes misalnya melalui tes – tes psikologik (tes
intelegensi atau tes kepribadian). Dengan nontes misalnya melalui wawancara atau observasi terhadap
reaksi-reaksi yang ditampilkan (yaitu reaksi umum dan sikap badan, ekspresi muka, mata, reaksi
terhadap apa yang dikatakan dan diperbuat, reaksi otot, reaksi emosi yang tampak, reaksi bicara,
wujud tulisan, dan sebagainya).
Pada pasien yang dalam pemeriksaan menunjukkan perilaku tidak kooperatif atau tidak mau
bicara (diam), bukan berarti gejalanya tidak ada, sebab tidak kooperatif atau tidak mau bicara itu
sendirinsudah merupakan gejala yang penting dalam pemeriksaan.
Dengan demikian, salah satu tujuan pemeriksaan penderita gangguan jiwa adalah untuk
menemukan gejala – gejala yang ada pada penderita tersebut, pembuatan diagnosis, pembuatan jenis
dan tingkat gangguan yang dialami, pilihan pengobatan dan sebagainya.
Gejala – gejala gangguan jiwa pada umumnya dapat dipahami dari dua segi, yaitu :
1. Deskriptif, hanya melukiskan bagaimana gejala itu terjadi tanpa menerangkan makna
dan dinamikanya. Misal : terjadi halusinasi berulang – ulang atau pada saat-saat tertentu (pagi hari)
tanpa menerangkan halusinasi apa dan sebagainya.
2. Psikodinamik, tidak hanya menerangkan tentang bagaimana gejala itu terjadi tetapi
juga dinamikanya. Misal : kapankah terjadinya, tentang apa gangguannya, bagaimana prosesnya,
reaksi psikologis yang ditampilkan kemudian, dan sebagainya.
Dalam mempelajari gejala-gejala gangguan jiwa, perlu dipahami istilah penting sebagai
berikut :
a. Sindrom
Sindrom/sindroma adalah kumpulan gejala yang membedakan antara penyakita atau
gangguan yang satu dengan yang lain. Misalnya ada sejumlah gejala (a,b,c). Ketiga gejala tersebut
dapat dipahami tentang adanya penyakit tertentu. Jadi sifatnya khas dan menunjukkan suatu penyjakit
tertentu.
b. Sign
Sign adalah gejala-gejala yang dapat diobservasi (observable) dan pada umumnya bersifat
objektif (mengenai fisik).
c. Simptom
Simptom adalah gejala-gejala yang tidak dapat diobservasi (unobservable) oleh orang lain,
tetapi mungkin merupakan gejala bagi orang yang bersangkutan. Jadi sifatnya subjektif, karena itu
harus ditanyakan kepada yang bersangkutan.
d. Gejala primer primer & sekunder
Gejala primer dan sekunder dibedakan atas urutan munculnya gejala. Gejala primer adalah
gejala pertama yang dialami oleh seseorang, sedangkan gejala sekunder gejala yang muncul
kemudian. Misalnya seorang penderita insomnia (sulit tidur) kemudian diikuti munculnya halusinasi.
Ini berarti insomnia adalah gejala primer dan halusinasi adalah gejala sekunder.
e. Gejala dasar dan gejala tambahan
Gejala dasar adalah gejala-gejala yang ada dalam tiap gangguan tertentu, terutama setelah
gangguan tersebut mencapai intensitas tertentu, atau gejala utama dari suatu gangguan tertentu. Gejala
ini penting untuk kepentingan diagnosis. Sedangkan gejala tambahan adalah gejala-gejala yang belum
tentu ada pada setiap gangguan. Misalnya pada penderita skizophrenia, maka gejala dasarnya adalah
kerancuan pikiran, sedang gejala tambahannya dapat berupa halusinasi, ilusi, dan sebagainya yang
mungkin berbeda untuk setiap penderitanya.
f. Gejala organogenik dan gejala psikogenik
Pembedaan gejala ini berdasarkan pada asal atau sebabnya. Gejala organogenik adalah gejala-
gejala yang muncul sebagai akibat dari adanya gangguan fungsi organik. Sedangkan gejala psikogenik
adalah gejala-gejala yang muncul dan berasal dari adanya gangguan-gangguan dalam fungsi
20
SKIZOFRENIA CAHYA DWI LESTARI 1102009059
psikologis, yang terutama berakar pada alam kesadarannya. Misalnya seseorang yang pusing karena
banyak pikiran, merupakan gejala psikogenik. Sedangkan orang yang pusing karena keracunan
makanan adalah gejala organogenik, sekalipun gejala yang ditampakkan bersifat kejiwaan.
g. Gejala prodomal dan residual
Gejala prodomal adalah gejala-gejala yang ditunjukkan sebelum sakit, pada awal sakit, atau
selama fase sakit. Sedangkan gejala residual adalah gejala-gejala yang ditunjukkan sesudah fase sakit.
h. Perilaku sakit, peran sakit, dan peran pasien (illness behavior, sick role, and
patient role)
Perilaku sakit (illness behavior) yaitu reaksi penderita terhadap pengalamannya sebagai orang
sakit yang merupakan respon unik individu tentang kesadarannya bahwa ia sakit (orang yang sakit
gigi responnya berbeda dengan yang sakit kepala). Perilaku sakit ini misalnya ; meraung-raung,
teriak-teriak, dan sebagainya.
Peran sakit (sick role) merupakan aspek lain dari perilaku sakit, yaitu peran penderita yang
diberikan masyarakat dalam kaitannya dengan kesadaran sekeliling. Seperti dilayani, disuruh tidur,
disuruh berobat, disuruh periksa, dan perilaku mencari kesehatan (heakth seeking behavior).
Bagamana peran seseorang yang sakit sangat ditentukan oleh masyarakatnya.
Peran pasien (patient role) pengertiannya lebih sempit dibanding peran sakit, karena
merupakan salah satu akibat dari peran sakit dan hanya dijumpai pada penderita yang sudah berstatus
sebagai pasien. Peran sakit ini seperti ; patuh pada otoritas dokter, minum obat teratur, dan banyak
istirahat. Peran pasien sangat ditentukan oleh pihak medis.
1. Ibadah Mahdhah
Ibadah mahdhah atau ibadah khusus ialah ibadah yang apa saja yang telah ditetpkan Allah akan
tingkat, tata cara dan perincian-perinciannya. Jenis ibadah yang termasuk mahdhah, adalah :
Ø Wudhu,
Ø Tayammum
Ø Mandi hadats
Ø Shalat
Ø Shiyam ( Puasa )
Ø Haji
Ø Umrah
c. Bersifat supra rasional (di atas jangkauan akal) artinya ibadah bentuk ini bukan ukuran logika,
karena bukan wilayah akal, melainkan wilayah wahyu, akal hanya berfungsi memahami rahasia di
baliknya yang disebuthikmah tasyri’. Shalat, adzan, tilawatul Quran, dan ibadah mahdhah lainnya,
keabsahannnya bukan ditentukan oleh mengerti atau tidak, melainkan ditentukan apakah sesuai
21
SKIZOFRENIA CAHYA DWI LESTARI 1102009059
dengan ketentuan syari’at, atau tidak. Atas dasar ini, maka ditetapkan oleh syarat dan rukun yang
ketat.
d. Azasnya “taat”, yang dituntut dari hamba dalam melaksanakan ibadah ini adalah kepatuhan atau
ketaatan. Hamba wajib meyakini bahwa apa yang diperintahkan Allah kepadanya, semata-mata untuk
kepentingan dan kebahagiaan hamba, bukan untuk Allah, dan salah satu misi utama diutus Rasul
adalah untuk dipatuhi.
Rumus Ibadah Mahdhah adalah = “KA + SS” (Karena Allah + Sesuai Syariat)
Ulama’ ahli bijak berkata: inti dari sekian banyak ibadah itu ada 4, yaitu[6]:
بالموجود والرضا المفقو على الحدودوالصبر على والمحافطة بالعهدود الوفاء
1. Melakasanakan kewajiban-kewajiban Allah
2. Memelihara diri dari semua yang diharamkan Allah
3. Sabar terhadap rizki yang luput darinya
4. Rela dengan rizki yang diterimanya.
22