PENDAHULUAN
1
miliaria sama antara laki-laki dengan perempuan dan menyerang semua umur (Siregar,
2005).
Pada gangguan kelenjar ekrin dan sebasea, klien akan mengalami gangguan
intergritas kulit, resiko infeksi akibat penyebaran virus sehingga pada penderita akan
mengalami gangguan rasa nyaman berupa nyeri, malaise.
Dari keadaan yang dikemukakan di atas, maka sangatlah penting untuk
melakukan tindakan pencegahan terjadinya akne vulgaris, rosasea, miliaria dan
memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas kepada penderita. Dengan demikian
kejadian akne vulgaris, rosasea, miliaria dapat dicegah dan kematian akibat komplikasi
acne, rosasea, miliaria dapat dikurangi.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah konsep kelenjar ekrin dan sebasea?
2. Apakah definisi dari acne vulgaris, rosasea, dan miliaria?
3. Apa saja klasifikasi dari acne vulgaris, rosasea, dan miliaria?
4. Bagiamanakah etiologi dari acne vulgaris, rosasea, dan miliaria?
5. Bagaimanakah patofisiologi dari acne vulgaris, rosasea, dan miliaria?
6. Bagaimankah WOC dari acne vulgaris, rosasea, dan miliaria?
7. Bagaimanakah manifestasi klinis dari acne vulgaris, rosasea, dan miliaria?
8. Bagaimankah pemeriksaan diagnostik acne vulgaris, rosasea, dan miliaria?
9. Bagaimanakah penatalaksanaan untuk acne vulgaris, rosasea, dan miliaria?
10. Apa saja komplikasi dari acne vulgaris, rosasea, dan miliaria?
11. Bagimanakah asuhan keperawatan yang tepat untuk kasus kelainan kelenjar ekrin dan
sebasea: acne vulgaris, rosasea, dan miliaria?
1.3 Tujuan
Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menjelaskan konsep dan asuhan keperawatan yang tepat untuk kasus
kelainan kelenjar ekrin dan sebasea: acne vulgaris, rosasea, dan miliaria.
Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu memahami dan mengerti konsep kelenjar ekrin dan sebasea.
2. Mahasiswa mampu memahami dan mengerti tentang definisi dari akne vulgaris,
rosasea, dan miliaria.
3. Mahasiswa mampu memahami dan mengerti klasifikasi dari akne vulgaris, rosasea,
dan miliaria.
4. Mahasiswa mampu memahami dan mengerti etiologi dari akne vulgaris, rosasea, dan
miliaria.
5. Mahasiswa mampu memahami dan mengerti patofisiologi dari akne vulgaris, rosasea,
dan miliaria.
6. Mahasiswa mampu memahami dan mengerti WOC dari akne vulgaris, rosasea, dan
miliaria.
2
7. Mahasiswa mampu memahami dan mengerti manifestasi klinis dari akne vulgaris,
rosasea, dan miliaria.
8. Mahasiswa mampu memahami dan mengerti pemeriksaan diagnostik akne vulgaris,
rosasea, dan miliaria.
9. Mahasiswa mampu memahami dan mengerti penatalaksanaan untuk akne vulgaris,
rosasea, dan miliaria.
10. Mahasiswa mampu memahami dan mengerti komplikasi dari akne vulgaris, rosasea,
dan miliaria.
11. Mahasiswa mampu memahami dan mengertitentang asuhan keperawatan yang tepat
untuk kasus kelainan kelenjar ekrin dan sebasea: akne vulgaris, rosasea, dan miliaria.
1.4 Manfaat
2.1 Makalah ini diharapkan mampu memberikan gambaran secara mendalam tentang
asuhan keperawatan pada pasien kelainan kelenjar ekrin dan sebasea: akne
vulgaris, rosasea, dan miliaria.
2.2 Makalah ini diharapkan dapat menjadi sumber referensi dan informasi bagi para
pembaca khususnya tentang asuhan keperawatan pada pasien kelainan kelenjar
ekrin dan sebasea: akne vulgaris, rosasea, dan miliaria.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Acne meliputi berbagai kelainan kulit yang hampir mirip satu dengan lainnya,
sehingga diperlukan penggolongan/klasifikasi untuk membedakannya. Beberapa peneliti
atau penulis buku dermatologi mengemukakan klasifikasi yang berbeda. Klasifikasi
secara klinik dapat berdasarkan :
a. Tingkat keseluruhan (overall grading)
Membagi berat ringannya acne berdasarkan ada/tidaknya peradangan (Pillsbury, 1963).
b. Penghitungan Lesi
Dalam usaha mengukur secara kuantitatif, Witkowski dan Simons menghitung lesi yang
ada dan jumlah lesi tersebut dianggap sebagai suatu skor. Untuk penafsiran acne, baik
secara kualitatif maupun kuantitatif, Plewig dan Kligman membagi acne menjadi tiga
tipe :
1. Acne tipe komedo
2. Acne tipe papulopustular
3. Acne Konglobata
Acne tipe komedo dan papulopustular dibagi menjadi 4 tingkatan.
I : memiliki komedo, papula, pustula yamg kurang dari 10 buah pada salah satu sisi
wajah
II : 10 hingga 20 komedo, papula atau pustula
III : 25 – 50 buah
IV : > 50 buah
Sedangkan acne konglobata selalu merupakan suatu acne yang berat
(Plewig&Kligman,1975).
c. Fotografi
Cook, dkk membagi tingkat ringan-beratnya acne secara garis besar (overall severity
grade) berdasarkan fotografi yang diperkirakan lebih objektif dan teliti. Dibuat foto pada
tiap tingkat kekerasan acne untuk dokumentasi dari keadaan masiing-masing penderita.
Klasifikasi acne menurut American Academy of dermatology Concensus Conference of
Acne Classification pada tahun 1990 di Washington D.C
Komedo Papula/pustula Nodul
RINGAN Beberapa-banyak <25 Beberapa <10 -
SEDANG Banyak dan/atau luas >25 Beberapa-banyak 10-30 Beberapa >10
BERAT Tidak bisa dianggap berat Banyak dan/luas >30 Banyak >10
4
Tabel 1. J. AM.Acad.Derm.,March, 1991, 24 (3) : 495-500
Klasifikasi yang dibuat oleh Plewig dan Kligman adalah sebagai berikut :
a. Acne sejati
- Erupsi terbatas pada folikel kelenjar palit.
- Erupsi dimulai dengan komedo kemudian pada fase yang lebih lanjut
timbul peradangan.
Ada tiga macam acne sejati :
1). Acne vulgaris dan varietasnya (terdapat pada pubertas) : Acne tropikalis, acne
fulminan, acne mekanika, pioderma fasial, acne pada punggung laki-laki dewasa.
2). Acne Venenata dan varietasnya (karena bahan-bahan dari luar) : Acne kosmetik, acne
minyak rambut (pomade acne), acne klor, acne pekerjaan (occupational acne).
3). Acne komedonal akibat agen fisik dan varietasnya : Solar comedones, acne radiasi
sinar X,kobal. Acne ini ditandai dengan lesi beradang berupa pupula dan pustula.
Penyebabya paling sering karena obat-obatan yodida dan bromida, INH,
kortikosteroid, fenobarbital, trimetadion.
b. Erupsi yang mirip acne (acneiform eruptions)
(Plewig&Kligman, 1975)
2.1.3 Etiologi Acne
Penyebab yang pasti belum diketahui, tetapi banyak faktor yang berpengaruh.
1. Sebum
Sebum merupakan faktor utama penyebab timbulnya acne. Acne yang keras selalu
disertai pengeluaran sebore yang banyak.
2. Bakteria
Mikroba yang terlibat pada terbentuknya acne adalah Corynebacterium acnes,
Staphylococcus epidermidis, dan Pityrosporum ovale. Dari ketiga mikroba ini, yang
terpenting yakni C.acnes, yang bekerja secara tak langsung.
3. Herediter
Faktor herediter sangat berpengaruh pada besar dan aktivitas kelenjar palit
(glandula sebacea). Apabila kedua orang tua mempunyai parut bekas acne, kemungkinan
besar anaknya akan menderita acne.
5
4. Hormon
Hormon androgen. Hormon ini memegang peranan yang penting karena kelenjar
palit sangat sensitif terhadap hormone ini. Hormon androgen berasal dari testis dan
kelenjar anak ginjal (adrenal). Hormon ini menyebabkan kelenjar palit bertambah besar
dan produksi sebum meningkat.
Pada penyelidikan Pochi, Forstrom dkk. dan Lim James didapatkan bahwa
konsentrasi testosterone dalam plasma penderita acne pria tidak berbeda dengan yang
tidak menderita acne. Berbeda dengan wanita, kadar testosterone plasma sangat
meningkat pada penderita acne.
Esterogen. Pada keadaan fisiologik, esterogen tidak berpengaruh terhadap produksi
sebum. Esterogen dapat menurunkan kadar gonadotropin yang berasal dari kelenjar
hipofisis. Hormone gonadotropin mempunyai efek menurunkan produksi sebum.
Progesteron. Progesteron, dalam jumlah fisiologik, tak mempunyai efek terhadap
aktivitas kelenjar lemak. Produksi sebum tetap selama siklus menstruasi, akan tetapi
kadang-kadang progesterone dapat menyebabkan acne premenstrual.
Hormon-hormon dari kelenjar hipofisis. Pada tikus hormone tirotropin,
gonadotropin, dan kortikotropin dari kelenjar hipofisis diperlukan untuk aktivitas kelenjar
palit. Pada kegagalan dari kelenjar hipofisis, sekresi sebum lebih rendah dibandingkan
dengan orang normal. Penurunan sebum diduga disebabkan oleh adanya suatu hormone
sebotropik yang berasal dari lobus intermediate kelenjar hipofisis.
5. Diet
Beberapa pengarang terlalu membesar-besarkan pengaruh makanan terhadap acne,
akan tetapi dari penyelidikan terakhir ternyata diet sedikit atau tidak berpengaruh
terhadap acne. Pada penderita yang makan banyak karbohidrat dan zat lemak, tak dapat
dipastikan akan terjadi perubahan pada pengeluaran sebum atau komposisinya karena
kelenjar lemak bukan alat pengeluaran untuk lemak yang kita makan.
6. Iklim
Di daerah yang mempunyai empat musim, biasanya acne bertambah hebat pada
musim dingin, sebaliknya kebanyakan membaik pada musim panas.
Sinar ultraviolet (u.v.) mempunyai efek membunuh bekteri pada permukaan kulit. Selain
itu, sinar ini juga dapat menembus epidermis bagian bawah dan bagian atas dermis
6
sehingga berpengaruh pada bakteri yang berada di bagian dalam kelenjar palit. Sinar u.v.
juga dapat mengadakan pengelupasan kulit yang dapat membantu menghilangkan
sumbatan saluran polisebasea.
Menurut Cunliffe, pada musim panas didapatkan 60% perbaikan acne, 20% tidak
ada perubahan, dan 20% bertambah hebat. Bertambah hebatnya acne pada musim panas
bukan disebabkan oleh sinar u.v., melainkan oleh banyaknya keringat pada keadaan yang
sangat lembab dan panas tersebut.
7. Psikis
Pada beberapa penderita, stress dan gangguan emosi dapat menyebabkan
eksaserbasi acne. Mekanisme yang pasti mengenai hal ini belum diketahui. Kecemasan
menyebabkan penderita memanipulasi acnenya secara mekanis, sehingga terjadi
kerusakan pada dinding folikel dan timbul lesi beradang yang baru. Teori lain mengatakan
bahwa eksaserbasi ini disebabkan oleh meningkatnya produksi hormone androgen dari
kelenjar adrenal dan sebum, bahkan asam lemak dalam sebum pun meningkat.
8. Kosmetika
Pemakaian bahan-bahan komestika tertentu, secara terus menerus dalam kurun
waktu lama, dapat menyebabkan sesuatu bentuk acne ringan yang terutama terdiri dari
komedo tertutup dengan beberapa lesi papulopustular pada pipi dan dagu. Bahan yang
sering menyebabkan acne ini terdapat pada berbagai krem muka seperti alas bedak
(foundation), pelembab (moisturizer), krem penahan sinar matahari (sunscreen) dan krem
malan (nightcreem) yang mengandung bahan-bahan seperti lanolin, petrolatum, minyak
tumbuh-tumbuhan dan bahan-bahan kimia murni (butyl stearat, laurel alcohol, bahan-
bahan pewarna merah D&C dan asam oleic).
Jenis kosmetika yang dapat menimbulkan acne tak tergantung pada harga, merk,
dan kemurnian bahannya. Suatu kosmetika dapat bersifat lebih komedogenik tanpa perlu
mengandung suatu bahan yang istimewa, tetapi karena kosmetika tersebut memang
mengandung campuran bahan yang bersifat komedogenik atau bahan dengan konsentrasi
lebih besar. Penyelidikan terbaru di Leeds tak berhasil menemukan hubungan antara lama
pemakaian dengan jumlah kosmetika yang dipakai dengan hebatnya acne.
9. Bahan-bahan kimia
7
Beberapa macam bahan kimia dapat menyebabkan erupsi yang mirip dengan acne
(acneiform-eruption), seperti yodida, kortikosteroid, I.N.H, obat anti konvulsan
(difenilhidantoin, fenobarbital dan trimetandion), tetrasiklin, dan vitamin B12.
10. Reaktivitas
Disamping faktor-faktor diatas masih ada faktor “X” pada kulit yang merupakan
faktor penting yang menentukan hebatnya acne (Marwali, 2000).
8
terutama asam linoleik, rendah. Mungkin hal ini ada hubungannya dengan terjadinya
hiperkreatinisasi pada saluran pilosebasea.
b. Keratinisasi folikel
Keratinisasi pada saluran pilosebasea disebabkan oleh adanya penumpukan
korneosit dalam saluran pilosebasea. Hal ini dapat disebabkan oleh :
- Bertambahnya produksi korneosit pada saluran pilosebasea
- Pelepasan korneosit yang tidak adekuat
- Kombinasi kedua factor diatas
Bertambahnya produksi korneosit dari sel keratinosit merupakan salah satu sifat
komedo. Terdapat hubungan terbalik antara sekresi sebum dan konsentrasi asam linoleik
dalam sebum. Menurut Downing, akibat dari meningkatnya sebum pada penderita acne,
terjadi penurunan konsentrasi asam linoleik. Hal ini dapat menyebabkan defisiensi asam
linoleik setempat pada epitel folikel, yang akan menimbulkan hyperkeratosis folikuler dan
menurunkan fungsi barier dari epitel. Dinding komedo lebih mudah ditembus bahan-
bahan yang dapat menimbulkan peradangan. Walaupun asam linoleik merupakan unsur
penting dalam seramaid-1, lemak lain mungkin juga berpengaruh pada pathogenesis acne.
Kadar sterol bebas juga menurun pada komedo, sehingga terjadi ketidakseimbangan
antara kolesterol bebas dengan kolesterol sulfat, sehingga adhesi korneosit pada
akroinfundibulumbertambah dan terjadi retensi hiperkreatosis folikel.
c. Bakteri
Tiga macam mikroba yang terlibat pada pathogenesis acne adalah
Corynebacterium acnes (Proprionibacterium acnes), Staphylococcus epidermis dan
Pityrosporum ovale (Malassezia furfur). Adanya sebore pada pubertas biasanya disertai
dengan kenaikan jumlah Corynebacterium acnes, tetapi tidak ada hubungan antara jumlah
bakteri pada permukaan kulit atau dalam saluran pilosebasea dengan derajat hebatnya
acne. Tampaknya ketiga macam bakteri ini bukanlah penyebab primer pada proses
patologis acne. Beberapa lesi mungkin timbul tanpa ada mikroorganisme yang hidup,
sedangkan pada lesi yang lain mikroorganisme mungkin memegang peranan penting.
Bakteri mungkin berperan pada lamanya masing-masing lesi. Apakah bakteri yang
berdiam didalam folikel (resident bacteria) mengadakan eksasebasi tergantung pada
lingkungan mikro dalam folikel tersebut.
9
Menurut hipotesis Saint-Leger, skualen yang dihasilkan oleh kelenjar palit
dioksidasi didalam folikel dan hasil oksidasi ini menjadi penyebab terjadinya komedo.
Kadar oksigen dalam folikel berkurang dan akhirnya terjadi kolonisasi Corynebacterium
acnes. Bakteri ini memproduksi porfirin, yang bila dilepaskan dalam folikel akan menjadi
katalisator untuk terjadinya oksidasi skualen, sehingga oksigen dalam folikel tambah
berkurang lagi. Penurunan tekanan oksigen dan tingginya jumlah bakteri ini dapat
menyebabkan peradangan folikel. Hipotesis ini dapat menerangkan mengapa acne hanya
dapat terjadi pada beberapa folikel, sedangkan folikel yang lain tetap normal.
d. Peradangan
Faktor yang menimbulkan peradangan pada acne belumlah diketahui dengan pasti.
Pencetus kemotaksis adalah dinding sel dan produk yang dihasilkan oleh
Corynebacterium acnes, seperti lipase, hialuronidase, protease, lesitinase, dan
neuramidase, memegang peranan penting pada proses peradangan.
Faktor kemotatik yang berberat molekul rendah (tidak memerlukan komplemen
untuk bekerja aktif), bila keluar dari folikel, dapat menarik lekosit nucleus polimorfi
(PMN) dan limfosit. Bila masuk kedalam folikel, PMN dapat mencerna Corynebacterium
acnes dan mengeluarkan enzim hidrolitik yang bias menyebabkan kerusakan dari folikel
pilosebasea. Limfosit dapat merupakan pencetus terbentuknya sitokin.
Bahan keratin yang sukar larut, yang terdapat di dalam sel tanduk, serta lemak dari
kelenjar palit dapat menyebabkan reaksi non spesifik, yang disertai oleh makrofag dan
sel-sel raksasa. Pada fase permulaan peradangan yang ditimbulkan oleh Corynebacterium
acnes, juga terjadi aktivasi jalur komplemen klasik dan alternatif (classical and
alternative complement pathways). Respon pejamu terhadap mediator juga amat penting.
Selain itu antibody terhadap Corynebacterium acnes juga meningkat pada penderita acne
hebat (Marwali, 2000).
10
2.1.5 Manifestasi Klinis Acne
Bentuk lesi acne adalah polimorf. Lesi yang khas adalah komedo. Komedo
tertutup (whitehead) merupakan lesi obstruktif yang terbentuk dari lipid atau minyak
yang terjepit dan keratin yang menyumbat folikel. Whitehead merupakan papula kecil
berwarna keputihan dengan lubang folikuler yang halus sehingga umunya tidak terlihat.
Komedo yang tertutup ini dapat berkembang menjadi komedo terbuka. Komedo terbuka
dinamakan blackhead. Warna blackhead bukan terjadi karena kotoran melainkan karena
akumulasi lipid, bakteri serta debris epitel (Brunner&Suddarth, 2001).
Bila terjadi peradangan akan terbentuk papula, pustula, nodul, dan kista. Dan bila
sembuh lesi dapat meninggalkan eritema dan hiperpigmentasi pascainflamasi, bahkan
dapat terbentuk sikatrik seperti cetakan es yang atrofik dan keloid. Lesi terutama timbul di
daerah yang banyak mempunyai kelenjar palit, seperti muka, punggung, dan dada. Dapat
disertai rasa gatal, namun umunya keluhan penderita adalah keluhan estetis (Marwali,
2000).
11
Pemeriksaan histopatologis memperlihatkan gambaran yang tidak spesifik berupa
serbukan sel radang kronis di sekitar folikel polisebasea dengan massa sebum di
folikel.
3. Pemeriksaan mikrobiologis
Mempunyai peran pada etiologi dan patogenesis penyakit. Dapat dilakukan secara
lengkap namuun untuk menunjukkan tujuan penelitian, serta hasilnya sering tidak
memuaskan.
4. Pemeriksaan susunan dan kadar lipid permukaan kulit dapat pula dilakukan untuk
tujuan seperti pemeriksaan mikrobiologi. Pada acne vulgaris kadar asam lemak bebas
meningkat karena itu pada pencegahan dan pengobatan digunakan cara untuk
menurunkannya (Sjarif,2007).
12
Preparat benzoil peroksida banyak digunakan karena preparat ini mengurangi lesi
inflamasi dengan cepat dan berkelanjutan. Preparat tersebut mengurangi produksi
sebum dan menguraikan sumbat komedo. Obat ini juga mempunyai efek antibakteri
dengan menekan pertumbuhan Propionicbacterium acnes. Pada awalnya, benzoil
peroksida menimbulkan kemerahan dan deskuamasi, tetapi kulit kemudian
menyesuaikan dirinya secara cepat dengan pemakaian preparat tersebut. Kombinasi
benzoil peroksida, benzoil eritromisin dan benzoil sulfur dapat dibeli dengan bebas di
toko obat atau dengan resep di apotik.
b. Asam vitamin A
Asam vitamin A (tretinoin) yang dioleskan secara topikal digunakan untuk
menghilangkan sumbat keratin dari duktus pilosebaseus. Preparat ini akan
mempercepat proses pergantian sel, menghilangkan komedo dan mencegah
pembentukan komedo yang baru. Jadi, asam vitamin A merupakan preparat yang
efektif untuk mengobati acne yang disertai pembentukan komedo.
c. Antibiotik Topikal
Pemakaian antibiotik topikal akan menekan pertumbuhan Propionicbacterium acnes,
menurunkan kadar asam lemak bebas pada permukaan kulit, menguarngi komedo,
papula dan pustula, dan tidak menimbulkan efek samping sistemik. Preparat topikal
yang mengandung tertrasiklin, klindamisin, eritromisin atau meklosiklin kerapkali
digunakan (Bunner&Suddarth,2001).
4) Pengobatan Sistemik
Pengobatan sistemik ditujukan terutama untuk menekan aktivitas jasad renik di
samping dapat juga mengurangi reaksi radang, menekan produksi sebum, dan
mempengaruhi keseimbangan hormonal. Golongan obat sistemik :
a. Anti bakteri sistemik, tetrasiklin (250 mg-1 g/hari), eritromisin (4x250 mg/hari),
doksisiklin, trimetoprim.
b. Obat hormonal untuk menekan produksi androgen dan secara kompetitif
menduduki reseptro organ target di kelenjar sebasea, misalnya estrogen atau
antiandrogen siproteron asetat. Pengobatan ini ditujukan untuk penderita wanita
dewasa acne vulgaris beradang yang gagal dengan terapi lain. Kortikosteroid
13
sistemik diberikan untuk menekan peradangan dan menekan sekresi kelenjar
adrenal, misalnya prednison atau deksametason.
c. Vitamin A dan retinoid oral. Vitamin A digunakan sebagai anti keratinisasi.
Isotretinoin merupakan derivat retinoid yang menghambat produuksi sebum
sebagai pilihan pada acne nodulokistik atau konglobata yang tidak sembuh
dengan pengobatan lain (Sjarif, 2007).
5) Terapi bedah
Tindakan bedah kulit kadang-kadang diperlukan terutama untuk memperbaiki
jaringan parut acne maeradang yang berat (sering menimbulkan jaringan parut baik
secara hipertrofik maupun hipotrofik). Jenis bedah kulit disesuaikan dengan macam
dan kondisi jaringan parut yang terjadi.
a. Bedah skalpel dilakukan untuk meratakan sisi jaringan parut yang menonjol atau
melakukan eksisi elips pada jaringan parut hipotrofik yang dalam.
b. Ekstraksi komedo. Komedo dapat dihilangkan dengan alat ekstraktor komedo.
Dilakukan pada komedo tertutup untuk mempermudah pengeluaran sebum atau
pada nodulo kistik untuk drainase cairan isi yang mempercepat penyembuhan.
Lokasi lesi pertama-tam dibersihkan dengan spons alkohol. Komedo kemudian
ditusuk dengan jarum suntik ukuran-18 atau dengan ujung skalpel untuk
membuka lubang folikel, melebarkannya dan mempermudah pengeluaran
komedo. Mulut ekstaktor kemudian ditempatkan pada lesi, dan dilakukan
penekanan langsung agar isi kelenjar yang menyumbat komedo dapat terpijat
keluar lewat ekspresor.
c. Kriosurgesi, yaitu merupakan bedah beku dengan bubur CO2 atau N2 cair untuk
mempercepat penyembuhan radang
d. Dermabasi atau disebut terapi abrasi dalam, dimana epidermis dan sebagian
lapisan dermis superfisial dibuang sampai setinggi sikatrik (Bunner&Suddarth,
2001).
2.1.8 Pencegahan Acne
Cara termudah untuk mencegah munculnya jerawat yaitu dengan menghindari atau
melakukan kebalikannya dari hal-hal penyebab munculnya jerawat diatas. Berikut ini ada
beberapa tips agar Jerawat enggan bertandang di wajah kita lagi :
14
1. Agar pencegahan berjalan maksimal, pertama-tama harus dicari dulu penyebabnya.
Jika penyebabnya adalah kuman, maka harus rajin mandi agar kebersihan terjaga, jika
perlu mandi tiga kali sehari. Untuk sabun tak perlu sabun khusus, sabun mandi biasa
yang bukan sabun antiseptik pun sudah cukup efektif untuk mencegah kuman datang.
Selain itu sabun mandi biasa juga bisa mencegah jerawat akibat produksi kelenjar
minyak yang berlebihboleh diminum bersama antasid atau produk dari susu, karena
akan mengikat trasiklin menjadi senyawa yang tidak larut, sehingga mengurangi
absorpsinya.
2. Gunakan pembersih khusus seperti lotion atau sabun khusus untuk kulit berjerawat.
3. Selalu jaga kebersihan kulit wajah, tangan, serta perangkat rias. Begitu juga dengan
kebersihan rambut, terutama jika rambut Anda panjang dan berponi, karena minyak
serta kotoran yang ada pada rambut dapat menempel pada kulit muka yang akhirnya
dapat memicu produksi sebum berlebihan dan munculnya jerawat.
4. Pilih kosmetik yang larut dalam air, hindari kosmetik yang mengandung minyak.
5. Hindari makan makanan yang berlemak.
6. Hindari merokok.
7. Tidur (istirahat) yang cukup.
8. Hindari stres.
9. Mengonsumsi makanan sehat dan seimbang.
10. Makan buah untuk membantu mengeluarkan racun dari dalam tubuh.
11. Minum air putih (minimal 8 gelas sehari) untuk membersihkan ginjal dan hati serta
mengeluarkan racun dari dalam, sehingga kulit menjadi sehat, bersih dan cerah.
12. Olahragalah secara teratur.
15
Lesi jerawat akut yang telah memudar akan meninggalkan bintik hitam.
16
dengan sensitivitas berlebihan kelenjar sebasea terhadap androgen (Corwin, 2009)
7. Pola Hidup (life style)
Pemakaian bahan-bahan kosmetika tertentu, secara terus-menerus dalam waktu yang lama
dapat menyebabkan suatu bentuk acne ringan yang terutama terdiri dari komedo tertutup
dengan beberapa lesi pada pipi dan dagu (Djuanda, 2007).
8. Pemeriksaan Fisik
a. Warna
Bila muncul komedo, warnanya tergantung dari tipenya, yaitu tertutup (whitehead) dan
terbuka (blackhead). Komedo tertutup lebih mudah diraba dan dilihat. Sedangkan
komedo tertutup adalah folikel rambut yang tertutup dan melebar, tetapi tidak jelas apa
penyebab bercak-bercak hitam yang khas itu (Graham, 2005).
Pada sebagian besar pasien acne, timbul papula dan pustula. Papula dan pustula
dikenal baik sebagai bintik-bintik merah atau pustula dengan dasar yang kemerahan
(Graham, 2005). Bila sembuh, lesi dapat meninggalkan eritema dan hiperpigmentasi
pasca inflamasi (Goldstein, 1998).
b. Moisture
Kelembapan kulit yang dikaji adalah tingkat hidrasi kulit terhadap basah dan minyak
(Modul Praktikum Integumen, 2014). Tanda fisik pertama yang perlu diperhatikan
adalah wajah dan tubuh bagian atas menjadi sangat berminyak akibat peningkatan
produksi sebum (Brown, 2005). Walaupun hal ini normal terjadi pada masa pubertas,
tetapi pada akne produksi sebum sangat berlebihan.
c. Temperatur
Dikaji dengan dorsal tangan (Modul Praktikum Integumen, 2014). Pada area yang
terdapat lesi, suhunya lebih tinggi daripada area kulit yang lainnya. Hal ini disebabkan
karena adanya proses inflamasi pada lesi tersebut.
d. Texture
Palpasi tekstur kulit dengan menekan secara lembut dengan ujung jari (Modul
Praktikum Integumen, 2014). Pada acne, ada lesi superficial yang biasanya muncul 5
sampai 10 hari dan tidak menimbulkan bekas, tapi lesi yang lebih besar biasanya
sampai berminggu-minggu dan menimbulkan bekas (Monahan, et. al, 2007).
e. Turgor
17
Cara mengkajinya adalah dengan mengukur seberapa lama kulit dan jaringan
dibawahnya kembali ke bentuk awal setelah ditarik (Modul Praktikum Integumen,
2014). Biasanya pada kasus acne, turgor kulit normal yaitu < 3 detik.
f. Edema
Edema adalah penumpukan cairan yang berlebihan dalam jaringan. Area edema
dipalpasi untuk menentukan konsistensi, temperature, bentuk, mobilisasi (Modul
Praktikum Integumen, 2014). Biasanya pada kasus acne, tidak ditemukan edema.
g. Odor
Biasanya apabila lesi acne dipencet, akan mengeluarkan cairan yang berbau.
h. Lesi
Akan terbentuk lesi (polimorf). Lesi yang khas adalah komedo. Bila terjadi
peradangan akan terbentuk papula, pustula, nodul, dan kista. Bila sembuh, lesi dapat
meninggalkan eritema dan hiperpigmentasi pasca inflamasi, bahan dapat terbentuk
sikatrik seperti cetakan es yang atrofik dan keloid. Lesi terutama timbul di daerah yang
banyak mempunyai kelenjar palit, seperti muka, punggung, leher, dada, bahu, dan
telinga (Goldstein, 1998).
B. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan proses peradangan
b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan substansi kimia
c. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penyakit
d. Resiko infeksi berhubungan dengan luka terbuka
e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan proses terjadinya penyakit serta
tatalaksana
C. Intervensi
a. Nyeri akut (00132) berhubungan dengan proses peradangan
NOC NIC
Pain Control (1605) Pain management (1400)
Pain level (2102) 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
menyeluruh meliputi lokasi, durasi,
Kriteria Hasil :
1. Nyeri terkontrol yang dilihat dari kualitas, keparahan nyeri, dan
indikator : faktor pencetus nyeri
a. Klien menuliskan gejala nyeri 2. Observasi ketdaknyamanan non
berkurang (skala 1-3) verbal
b. Klien dapat menjelaskan faktor 3. Ajarkan teknik non farmakologi
18
penyebab nyeri seperti relaksasi, guide imajeri,
c. Klien dapat mengetahui
terapi musik, distraksi
intervensi yang dilakukan 4. Kendalikan faktor lingkungan yang
untuk mengurangi nyeri mempengaruhi respon terhadap
(farmaka dan no farmaka) ketidaknyamanan misal suhu,
2. Level nyeri
cahaya, lingkungan
a. Laporan nyeri
5. Kolaborasi pemberian analgesik
b. Durasi nyeri
c. Ekspresi wajah klien sesuai indikasi
3. TTV dalam batas normal
19
NOC NIC
Domain : Health knowledge & Infection Control (6540)
1. Pantau tanda dan gejala infeksi
Behaviour (IV)
2. Kaji faktor yang mempengaruhi
Class : Risk Control & Safety (T)
infeksi
Kriteria Hasil : 3. Cuci tangan sebelum dan
Tidak ada tanda atau gejala infeksi
sesudah tindakan perawatan
Indikator :
4. Intruksikan agar klien selalu
Mencari informasi tentang
menjaga hygiene
pengendalian infeksi
5. Berikan terapi antibiotik (bila
Mengidentifikasi faktor resiko
diperlukan)
infeksi pada kegiatan sehari-hari
Mengidentifikasi tanda dan gejala
infeksi
2.2 Rosasea
20
2.2.1 Definisi
- Rosasea adalah penyakit kulit kronis pada daerah sentral wajah (yang
menonjol/cembung) yang ditandai dengan kemerahan pada kulit dan disertai episode
peradangan yang memunculkan erupsi papul, pustul dan edema (Sjarif, 2007).
- Rosasea adalah penyakit kulit kronis yang terutama terdapat di muka bagian tengah
(centre facial). Lokalisasinya terdapat pada hidung, pipi, dagu, dahi, dan glabela
ditandai dengan adanya eritema dan teleangiektasi dan kadang-kadang disertai dengan
peradangan. Pada waktu terjadinya peradangan terdapat papula, pustule, dan
pembengkakan (Marwali, 2000).
2.2.2 Klasifikasi
Fase eritema / Episode eritema :
a. Stadium I : Eritema sedang yang menetap, disertai dengan teleangiektasi yang
tersebar.
b. Stadium II : Eritema menetap, banyak teleangiektasi, papula, pustule.
c. Stadium III : Eritema hebat yang menetap disertai banyak teleangiektasi
terutama pada hidung, papula, pustula, nodul dengan edema yang mirip plakat
(Marwali, 2000).
2.2.3 Etiologi
Etiologi rosasea belum diketahui, tapi ada beberapa faktor penyebab, diantaranya :
a. Makanan : kopi, teh panas, minuman keras, tembakau dan makanan pedas/banyak
rempah-rempah dapat memperhebat rosasea. Alkohol merupakan salah satu penyebab
rosasea.
b. Farmasi (obat-obatan) : adanya peningkatan bradikinin yang dilepas oleh adrenalin
pada saat kemerahan kulit (flushing), hal ini menimbulkan dugaan adanya peran
berbagai obat, baik sebagai penyebab maupun yang dapat digunakan sebagai terapi
rosasea.
c. Infeksi : Demodex folliculorum dianggap berperan dalam etiologi rosasea, namun
akhir-akhir ini mulai ditinggalkan.
d. Iklim (musim) : peran sinar ultraviolet yang dapat menimbulkan kerusakan pembuluh
darah kulit penyebab eritema persisten.
e. Imunologi : dari lapisan dermo-epidermal penderita rosasea ditemukan adanya deposit
imunoglobulin, sedangkan di kolagen papiler ditemukan antibodi antikolagen dan
antinuklear antibodi sehingga ada dugaan faktor imunologis pada rosasea (Sjarif,
2007).
21
2.2.4 Patofisiologi
Rosasea merupakan penyakit kulit kronis yang terdapat di muka bagian tengah
(centre facial) yang terjadi akibat proses infeksi (peradangan). Banyak faktor yang
menyebabkan terjadinya peradangan, seperti : infeksi Helicobaccer pylori pada saluran
pencernaan yang menyebabkan hipersensitiasi syaraf sensori wajah melalui plasma
kalikrein-klinin dan produksi bradikinin sehingga pembuluh darah kecil wajah mengalami
vasodilatasi, lalu farmakologi: Corticosteroid yang menstimulasi adrenalin untuk
mengeluarkan bradikinin, paparan sinar matahari menyebabkan kerusakan pembuluh
darah kulit, konsumsi alcohol, makanan minuman panas, stress, dan olahraga berat serta
faktor resiko: genetik, jenis kelamin perempuan, menopause, dan berkulit putih
merupakan pencetus terjadinya rosasea.
Penyebab pasti dari rosacea tidak diketahui. Tapi ada sejumlah faktor yang
mungkin terlibat. Namun, tidak satupun dari faktor-faktor ini telah pasti terbukti menjadi
penyebabnya, seperti :
- Pembuluh darah kecil di bawah kulit yang terkena mungkin menjadi abnormal
- Sebuah tungau kecil yang disebut follicularum demodex mungkin terlibat. Ia hidup pada
kulit banyak orang tetapi telah ditemukan dalam jumlah yang lebih tinggi pada klien
dengan rosacea
- Abnormal atau reaksi kekebalan di kulit yang mengarah ke peradangan
- Genetika juga dapat terlibat sebagai rosacea
- Penggunaan steroid krim di wajah dalam jangka panjang dapat menyebabkan kondisi
yang identik dengan rosacea.
22
e. Pustula
Gejala eritema yang menetap dan teleangiektasi merupakan dua gejala utama dan
tetap ada antara episode akut dari proses inflamasi. Lokalisasi terutama pada pipi,
hidung, dagu, dahi, dan glabela. Pustula hanya ditemukan pada seperlima dari
penderita rosasea akut, sedangkan komedo tidak didapatkan (Marwali, 2000).
2.2.6 Penatalaksanaan
Belum ada obat khusus untuk rosasea.
Tujuan pengobatan adalah untuk mengidentifikasi dan menghindari kemungkinan yang
dapat memicu, dengan demikian mengurangi gejala. Dengan menjaga gejala harian untuk
mengidentifikasi spesifik pemicu yang mungkin dimiliki.
2.2.7 Komplikasi
23
a. Rinofima
b. Inflamasi Okuler
c. Rosasea Limfedema (Sjarif, 2007)
2.2.8 Prognosis
Rosasea umumnya persisten, berangsur bertambah berat melalui episode akut. Namun
adapula yang remisi secara spontan.
1. Identitas klien
Nama, Jenis kelamin, Usia, Pekerjaan, Alamat, Status perkawinan, Tanggal MRS, dan
sebagainya.
2. Keluhan utama
Kulit kemerahan (eritema), disertai papul dan pustule terutama pada dahi, hidung, pipi,
dan dagu. Kemerahan pada wajah dan terbentuknya papula dan pustule inflamasi secara
sekunder, yang terutama terdapat pada pipi, dagu, dan dahi bagian tengah.
Pada keratosis piliaris tonjolan kecil seperti duri keluar dari mulut folikel rambut,
terutama pada lengan bagian luar dan bahu. Lesi bisa tampak di wajah, terutama pada
anak-anak, dan kadang-kadang pustular.
Rosasea berhubungan dengan sensitivitas yang tinggi terhadap sinar matahari. Kondisi
tersebut dapat timbul dan hilang, terutama diperburuk oleh minuman panas dan
beralkohol.
7. Pengkajian psikososial
Orang yang mengidap rosasea mudah sekali wajahnya memerah ketika terkena panas
matahari. Sehingga mereka memerlukan dukungan dan pendekatan khusus agar mereka
tidak sampai menarik diri dari lingkungannya.
8. Pemeriksaan fisik
a. Warna
Menurut National Rosacea Society, rosacea merupakan gangguan kulit yang bersifat
kronik terutama pada bagian wajah, sering ditandai dengan kemerah-merahan di sekitar
hidung dan pipi.
b. Moisture
Kelembapan kulit yang dikaji adalah tingkat hidrasi kulit terhadap basah dan minyak.
Tidak ada korelasi antara jumlah ekskresi sebum dan keparahan dari rosacea.
c. Temperatur
Dikaji dengan dorsal tangan. Pada area yang terdapat lesi, suhunya lebih tinggi daripada
area kulit yang lainnya. Hal ini disebabkan karena adanya proses inflamasi pada lesi
tersebut.
d. Texture
Palpasi tekstur kulit dengan menekan secara lembut dengan ujung jari.
Rosacea kronis bisa menimbulkan penebalan kulit distal pada hidung secara ireguler dan
bulat (rhinophyma), dengan warna-merah keunguan dan folicle yang melebar.
Fibrosis merupakan langkah penting ke dalam edema limfatik yang dapat dilihat pada
banyak klien rosacea.
e. Turgor
25
Cara mengkajinya adalah dengan mengukur seberapa lama kulit dan jaringan dibawahnya
kembali ke bentuk awal setelah ditarik. Biasanya pada kasus rosacea turgor kulit tidak
normal.
f. Edema
Edema adalah penumpukan cairan yang berlebihan dalam jaringan. Area edema dipalpasi
untuk menentukan konsistensi, temperature, bentuk, mobilisasi.
Edema dapat menghilang atau menetap antara episode rosasea. Pada tahap lanjut (stadium
III) terlihat eritema, papul, pustule, nodus, dan edema.
g. Odor
Dari berbagai penelitian, diketahui bahwa bau menyengat berhubungan dengan gangguan
fungsi barrier kulit.
h. Lesi
Tempat predileksi rosasea adalah di sentral wajah, yaitu hidung, pipi, dagu, kening, dan
alis. Kadang-kadang meluas ke leher bahkan pergelangan tangan atau kaki. Lesi
umumnya simetris .
Gejala utama rosasea adalah eritema, telangektasia, papul, edema, dan pustule.
Komedo tidak ditemukan dan bila ada mungkin kombinasi dengan acne (komedo solaris,
acne kosmetika). Adanya eritema dan telangektasia adalah persisten pada setiap episode
dan merupakan gejala khas rosasea. Papul kemerahan pada rosasea tidak nyeri, berbeda
dengan acne vulgaris, dan hemisferikal. Pustul hanya ditemukan pada 20% penderita,
sedang edema dapat menghilang atau menetap antara episode rosasea.
B. Diagnosa Keperawatan
C. Intervensi
26
1. Kerusakan integritas Kriteria Hasil : Pressure management :
kulit b.d destruksi
- Integritas kulit yang - Anjurkan klien
jaringan kulit dan
baik bisa menggunakan pakaian
lesi
dipertahankan longgar
- Tidak ada luka/lesi - Hindari kerutan pada
pada kulit tempat tidur
- Perfusi jaringan baik - Jaga kebersihan kulit
- Menunjukkan
agar tetap bersih
pemahaman dalam - Mobilisasi klien setiap
proses perbaikan kulit dua jam sekali
- Mampu melindungi - Monitor kulit adanya
kulit dan menjaga kemerahan
- Oleskan lotion pada
kelembaban kulit
daerah yang tertekan
- Monitor status nutrisi
klien
27
mengidentifikasi terhadap tubuhnya
- Monitor frekuensi klien
kekuatan personal
- Mendiskripsikan secara dalam mengkritik
factual perubahan dirinya
- Jelaskan tentang
fungsi tubuh
- Mempertahankan pengobatan, perawatan,
interaksi social kemajuan dan
prognosis penyakit
- Dorong klien
mengungkapkan
perasaannya
- Fasilitasi kontak
dengan individu lain
dalam kelompokm
kecil
2.3 Miliaria
2.3.1 Definisi Miliaria
Miliariasis atau sering disebut dengan biang keringat / keringat buntet adaalah
kelainan pada kulit akibat retensi keringat dan ditandai dengaan adanya vesikel milier.
Miliariasis merupakan dermatosis yang disebabkan oleh retens keringat akibat
tersumbatnya pori kelenjar keringat (Natahusada dalam Djuanda 2007).
Miliaris adalah gangguan ekskresi kelenjar keringat ekrin dengan retensi keringat
di dalam kulit. Miliaris merupakan gangguan umum yang terjadi pada anak-anak dan
infants walaupun dapat juga ditemukan di berbagai golongan usia (Andreas Katsambas
dan Torello Lotti, 2003).
Miliaris merupakan istilah pada lesi yang terjadi akibat obstruksi dan ruptur
kelenjar keringat (Julia McMillan, dkk, 2006).
2.3.2 Klasifikasi
Menurut Natahusada (2007), miliariasis dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:
28
a. Miliaria kristalina
Miliaria kristalina terdiri dari vesikel transparan, superficial, intra corneal atau sub
corneal dan tidak meradang. Vesikel tersebut berukuran 1 – 2 mm dan mudah pecah
ketika tersentuh oleh tangan. Sifat dari vesikelnya asimptomatik dan biasanya
diketahui secara kebetulan pada waktu pemeriksaan fisik serta di bagian superfisial.
Pada bayi, lesi sering terjadi pada kepala, leher, dan bagian atas badan. Sedangkan
pada dewasa, lesi terjadi pada badan. Miliaria tipe ini dapat sembuh sendiri. Selain
itu, juga terdapat varian dari tipe ini yang disebut miliaria kristalina alba yang
kelihatan berwarna perak akibat adanya korneosit pada lesi. Miliarias kristalina
terdapat di lipat siku, lipat lutut, lipat payudara, lipat paha dan punggung, dahi, leher,
dan dada.
b. Miliariasis rubra
Miliaria rubra lebih berat dari pada miliaria kristalina, terdapat pada badan dan
tempat-tempat tekanan atau gesekan pakaian. Miliaria rubra meliputi lesi papul yang
eritematous dan papul ovesikel berdiameter kurang lebih 1 – 4 mm disertai dengan
macula eritem, gatal yang luar biasa, serta sensasi seperti terbakar, tertusuk atau
perasaan geli. Pada bayi lesi terjadi pada leher, dan aksila. Sedang kanpada dewasa,
lesi terjadi pada daerah kulit yang tertutup di mana terjadi gesekan, area ini termasuk
leher, bagian atas badan, dan sela-sela tubuh. Terdapat juga pada muka dan area
pergelangan, tetapi minimal. Pada stadium akhir, anhidrosis terjadi pada kulit yang
terkena. Miliaria rubra terdapat pada badan dan tempat-tempat tekanan ataupun
gesekan pakaian.
c. Miliariasis profunda
Bentuk miliaria profunda agak jarang kecuali pada daerah tropis. Miliaria profunda
biasanya timbul setelah miliaria rubra dengan ciri-ciri tidak gatal, berwarna seperti
daging, lebih dalam, dan papul yang putih berukuran 1 – 3 mm. Asimptomatik
biasanya kurangdari 1 jam setelah kepanasan yang berlebihan, dan terfokus pada
ekstremitas. Selain wajah, aksila, tangan, dan kaki, dan kemungkinan merupakan
kompensasi dari hiperhidrosis, semua kelenjar keringat tidak berfungsi. Oklusi
terdapat pada bagian atas dermis. Pada kasus yang berat yang memungkinkan
terjadinya pengaliran panas, dapat terjadi hiperpireksia dan takikardia.Miliaria
profunda terdapat dimana saja, kecuali muka, ketiak, tangan, dan kaki.
29
Gambar 1. Macam-macam Miliaria
2.3.3 Etiologi
Secara umum miliaria disebabkan oleh penyumbatan kelenjar atau saluran
keringat oleh daki, debu, dan kosmetik. Kelenjar keringat yang belum berkembang
sempurna dan tidak ada penyebab genetic yang berperan.
Penyebab lain yang menimbulkan miliaria antara lain:
a. Peningkatan aktivitas yang menyebabkan produksi dari keringat meningkat dan
terakumulasi di permukaan kulit.
b. Penggunaan pakaian yang tidak mampu menyerap keringat dengan baik, juga
penggunaan beban yang menghalangi aliran keringat.
c. Mengkonsumsi obat yang menimbulkan keringat seperti bethanecol dan obat yang
dapat menyebabkan folikular diferensiasi, misalnya isotretionis
d. Pengaruh lingkungan yang sangat panas sehingga menyebabkan produksi keringat
bertambah. Lingkungan yang lembab juga berpotensi menyebabkan miliaria.
e. Bakteri Staphylococcus Epidermitis dan Staphylococcus Ureus.
Bayi baru lahir belum memiliki kelenjar keringat yang berkembang sempurna
sehingga mudah pecah bila berkeringat sehingga menyebabkan rentan terkena miliria.
Penyebab biang keringat pada bayi (Pasaribu 2007 dalam Mutaqin 2011), yaitu :
a. Ventilasi ruangan kurang baik sehingga udara di dalam ruangan panas dan lembab.
b. Pakaian bayi terlalu tebal dan ketat, pakaian yang tebal dan ketat menyebabkan suhu
tubuh bayi meningkat.
c. Bayi mengalami panas atau demam.
d. Bayi terlalu banyak beraktifitas sehingga banyak mengeluarkan keringat.
Penyebab lain berupa penyumbatan pori-pori yang berasal dari kelenjar keringat.
Sumbatan ini dapat diakibatkan oleh debu maupun radang pada kulit bayi. Butiran-
30
butiran yang terperangkap akan mendesak keluar ke permukaan kulit dan menimbulkan
bintik-bintik kecil pada kulit (Pasaribu, 2007).
2.3.4 Patofisiologi
Kelenjar keringat diperlihat dalam bentuk tubular yang dibagi menjadi 2 bagian
1. Bagian yang bergelung di subdermis dalam menyekresi keringat
2. Bagian duktus yang berjalan keluar melalui dermis dan epidermis kulit.
Seperti juga pada kelenjar lainnya, bagian sekretorik kelenjar keringat menyekresi
cairan yang disebut dengan secret primer /secret prekusor, kemudian konsemtrasi zat
dalam cairan tersebut dimodifikasi sewaktu cairan mengaliri duktus. Sekret prekusor
adalah hasil sekresi aktif dari sel-sel epitel yang melapisi bagian yang bergelung dari
kelenjar keringat. Serabut saraf simpatis kolinergik berakhir pada /dekat sel-sel
kelenjar yang megeluarkan secret tersebut. Komposisi secret prekusor mirip dengan
yang terdapat dalam plasma, namun tidak mengandung protein plasma. Konsentrasi
natrium sekitar 142 mEq/L dan klorida sekitar 104 mEq/L, dengan konsentrasi zat
terlarut dlain yang lebih kecil bila dibandingkan di dalam plasma. Sewaktu larutan ini
mengalir di bagian duktus kelenjar, larutan ini mengalami modifikasi melalui
reabsorbsi sebagian besar ion natrium dan klorida (Price & Wilson 2005).
Tingkat reabsorbsi bergantung pada kecepatan berkeringat. Apabila kelenjar
keringat hanya sedikit dirangsang, cairan prekusor mengalir melalui duktus dengan
lambat. Dalam hal ini, pada dasarnya semua ion natrium dan klorida direabsorbsi, dan
konsentrasi maisng-masing ion ini menurun menjadi 5mEq/L. Hal ini mengurangi
tekanan osmotic cairan keringat tersebut hingga nilai yang sangat rendah sehingga
sebagian besar cairan kemudian juga direbsorbsi, yang memekatkan sebagian besar
kandungan unsure lainnya. Oleh karena itu pada kecepatan berkeringat yang rendah,
kandungan unsure seperti urea, asam laktat, dan ion kaium biasanya konsentrasinya
sangat tinggi. Sebaliknya apabila kelenjar keringat dirangsang dengan kuat oleh
system saraf simpatis, secret prekusor dibentuk dalam jumlah yang banyak, dan duktus
kini hanya mereabsorbsi natrium klorida dalam jumlah yang lebih sedikit dari
setengahnya, konsentrasi ion-ion natrium dan klorida kemudian biasanya meningkat
(pada orang yang tidak dapat menyesuaikan diri dengan iklim) sampai tingkat
maksimum sekitar 50 sampai 60 mEq/L, sedikit lebih rendah dari setengah
konsentrasinya di dalam plasma (Price & Wilson 2005).
31
Keringat mengalir melalui tubulus kelenjar begitu cepatnya, sehingga sedikit
air yang direabsorbsi. Oleh karena itu, konsentrasi unsure terlarut lainnya dari keringat
hanya sedikit meningkat, urea menjadi sekitar dua kali dari plasma, asam laktat sekitar
4 kali dari plasma, dan kalium sekitar 1,2 kali. Bila orang belum menyesuaikan diri
dengan iklim panas, ia akan mengalami kehilangan natrium klorida di dalam keringat
dalam jumlah yang bermakna. Kehilangan elektrolit akan jauh lebih sedikit, meskipun
kemampuan berkeringat telah ditingkatkan, bila orang telah terbiasa dengan iklim
tersebut (Price & Wilson 2005).
Penyebab dari miliaria salah satunya adalah kelembaban kulit dan panas yang
tinggi sehingga menyebabkan keringat yang berlebihan. Selain itu juga bisa karena
penggunaan pakaian, perban, dan obat transdermal patch yang mengakibatkan
akumulasi keringat di bagian permukaan kulit dan lapisan overhydration dari corneum.
Beberapa orang memiliki sensitifitas yang tinggi, contohnya bayi yang saluran
ekrinnya belum sempurna. Overhydration dari stratum corneum dianggap cukup untuk
menyebabkan penyumbatan sementara dari acrosyringium (Price & Wilson 2005).
Ketika kondisi lembab panas berlanjut, kulit akan mengkompensasinya dengan
memproduksi keringat yang banyak, tetapi pada suatu kondisi keringat tidak dapat
dikeluarkan ke permukaan karena penyumbatan duktus. Sumbatan ini menyebabkan
kebocoran keringat ke permukaan kulit baik di dalam dermis ataupun epidermis
dengan relative anhidrosis. Pada miliaria crystalline, titik kebocoran hanya
menunjukkan sedikit peradangan dan tidak ada lesi. Sedangkan di miliaria rubra,
kebocoran keringat ke lapisan subcomeal menghasilkan spongiotic vesikula dan sel
inflamasi kronis periductal menyusup pada papiler dermis dan epidermis bawah.
Miliaria profunda terbentuk dari keringat dalam papiler dermis yang menghasilkan
substansial masuk ke dalam periductal limfositik spongiosis dari saluran intra
epidermis (Price & Wilson 2005).
Golongan bakteri kulit seperti Stapilococcus epidermidis dan Staphylococcusa
ureus dapat menjadi paatogenesis miliaria. Pasien dengan miliaria mempunyai 3x
lebih banyak bakteri per satuan luas kulit sebagai subyek control sehat. Antimikroba
merupakan penanganan yang tepat untuk mengatasi miliaria akibat eksperimental.
Acid-Schiff berkala-positif bahan tahan diastase telah ditemukan di plug intraductal
yang konsisten dengan substansi polisakarida ekstraselular stafilokokal (EPS).
32
Penelitian menyebutkan bahwa hanya Staphylococcus epidermis galur yang
menghasilkan EPS dan dapat menimbulkan miliaria (Price & Wilson 2005).
2.3.5 Manifestasi Klinis
a. Miliaria Kristalina
Jenis ini mempunyai tanda khas, yakni vesikula (kelainan kulit yang lebih
tinggi dari permukaan kulit, berisi cairan dan ukurannya tidak lebih dari 1 cm )
kecil-kecil jerih seperti kristal dengan diameter 1-2mm, menyerupai titik-titik air
pada kulit dan tanpa eritem. Biasanya tanpa simptom dan diketahui secara
kebetulan pada waktu pemeriksaan fisik. Sering terjadi pada daerah integrinosa
seperti ketiak dan leher serta badan. Vesikula mengelompok, mudah pecah pada
waktu mandi atau karena gesekan ringan (Harahap, 2000).
b. Miliaria Rubra
Ini merupakan bentuk klinik yang sangat penting dan ditandai dengan rasa gatal
dan eritem. Lesinya berupa papula (kelainan kulit yang lebih tinggi dari permukaan
kulit, padat, berbatas jelas, dan ukurannya tidak lebih dari 1 cm) eritematus dengan
puncak dan pusatnya berupa vesikula. Lesinya ekstrafolikuler, ini membedakan dengan
folikulitis. papulanya steril atau terinfeksi sekunder pada miliaria yang meluas dan
kronis.
Miliaria rubra tidak mengenai muka dan bagian volar kulit, tetapi mengenai
permukaan kulit yang istirahat, terutama pada punggung dan leher. Rasa gatal dan
kadang rasa panas seperti terbakar, biasanya timbul bersamaan dengan rangsang yang
33
menimbulkan keringat. Miliaria rubra yang luas dan berat dapat menyebabkan
hiperpireksia dan lelah karena panas (Harahap, 2000).
c. Miliaria Profunda
Penyakit ini memiliki tanda berupa papula keputih-putihan dengan diameter 1-3
mm. Biasanya pada punggung tetapi juga bagian pada ekstremitas. Ini merupakan
vesikula yang letaknya lebih dalam (di dalam dermis), sehingga bersifat kronis dan
tampak sebagai papula.
Tidak ada eritem dan gatal. Kalau luas miliaria ini akan mengganggu keluarnya
keringat, sehingga menimbulkan hiperhidrosis kompensasi di wajah. Jika banyak
kelenjar keringat yang tidak berfungsi, sehingga keringat yang harusnya keluar tidak
terjadi, maka penderita perlu tempat yang dingin. Penderita ini bisa menjadi lemah,
dipsnea, takikardi bahkan suhu tubuh bisa naik (Harahap, 2000).
34
2.3.6 Pemeriksaan Diagnostik
Tidak ada pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosa miliariasis, diagnosis dapat
ditegakkan dari anamnesis dan visual. Namun pemeriksaan histopatologi dapat
membantu, pada miliaria kristalina, terdapat vesikel intrakorneal atau subkorneal yang
berhubungan dengan saluran keringat dan sumbatan keratin. Pada miliaria rubra, vesikel
spongiotik terdapat di dalm strtum spinosum, dibawah sumbatan keratin dan infiltrat
radang kronis terdapat di sekitarnya dan didalaam vesikel serta mengelilingi dermis,
infiltrasi limfositik perivaskuler dan vasodilatasi terlihat pada dermis superfisial. Dengan
perwarnaan khusus dapat terlihat coccus gram positif di bawah dan di dalam sumbatan
keratin. Pada saluran keringat intraepidermal diisi dengan substansi amorf yang Periodic
Acid Schiff (PAS) positif dan diastase resistant. Pada miliaria profunda, terlihat sumbatan
pada daerah taut dermoepidermal dan pecahnya saluran keringat pada dermis bagian atas
dan juga adanya edema intraseluler periduktal pada epidermis (spongiosis) serta infiltrat
radang kronis Pada miliaria pustulosa, terdapat campuran infiltrat dengan sel-sel
mononuklear dan lekosit polimorfonuklear dan sumbatan ekrin pada dermoepidermal
dengan gangguan pada sistem ekrin dermal.
2.3.7 Penatalaksanaan
2.3.8 Komplikasi
Komplikasi yang paling umum bersal dari infeksi sekunder dan intoleransi panas.
a. Infeksi sekunder dapat muncul sebagai impetigo atau karena beberapa abses terpisah
dikenal sebagai periporitis staphylogenes.
b. Intoleransi panas yang paling mungkin untuk berkembang pada pasien dengan
Miliaria profunda itu dikenal dengan anhidrosis kulit yang terkena, kelemahan,
kelelahan, pusing, dan bahkan roboh. Dalam bentuk yang paling parah, intoleransi
panas ini dikenal sebagai anhidrotic tropis asthenia.
2.3.9 Prognosis
Kebanyakan pasien sembuh dalam hitungan minggu, setelah mereka pindah ke
lingkungan yang lebih dingin. Tetapi bila terdapat prognosis yang berat lakukan rujukan
dan kolaborasi dengan tenaga medis lainnya (Price & Wilson 2005).
36
Keluhan yang sering didapatkan pada pasien yaitu: gatal yang disertai rasa panas
dan perih seperti terbakar, adanya bintik-bintik kemerahan di daerah lipatan siku,
lipatan lutut, lipatan paha, punggung, dahi, leher dan dada. Keluhan ini yang
membuat anak sering rewel dan menangis.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Menjelaskan uraian secara lengkap, jelas, kronologis rasa gatal pasien yang
membuat pasien masuk rumah sakit. Uraian yang meliputi onset perubahan rasa
nyaman : getal, rasa perih dan panas, situasi atau lingkungan ketika gatal timbul,
dan setiap terapi yang telah dilakukan oleh pasien.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah mengalami demam atau panas, pasien pernah mengalami radang
yang disebabkan penyumbatan oleh bakteri.
e. Riwayat Keluarga
Tidak terdapat riwayat penyakit keluarga
f. Pola kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan
Pemakaian kosmetik, pakaian yang terlalu ketat dan tidak menyerap keringat dan
aktivitas berlebihan,
g. Riwayat alergi
Tidak ada riwayat alergi sebelumnya.
37
Bintik-bintik merah kecil pada kulit akibat sumbatan kelenjar keringat (Pasaribu,
2007).
b. Moisture
Kelembapan kulit yang dikaji adalah tingkat hidrasi kulit terhadap basah dan
minyak. Biasanya kulit cenderung kering.
c. Temperatur
Dikaji dengan dorsal tangan. Pada miliaris, kadang timbul rasa panas seperti
terbakar.Penderita ini bisa menjadi lemah, dipsnea, takikardi bahkan suhu tubuh
bisa naik (Harahap, 2000).
d. Tekstur
Palpasi tekstur kulit dengan menekan secara lembut dengan ujung jari. Tekstur
kulit terasa tidak halus karena adanya bintik-bintik kecil.
e. Turgor
Cara mengkajinya adalah dengan mengukur seberapa lama kulit dan jaringan
dibawahnya kembali ke bentuk awal setelah ditarik. Biasanya turgor cenderung
normal
f. Edema
Edema adalah penumpukan cairan yang berlebihan dalam jaringan. Area edema
dipalpasi untuk menentukan konsistensi, temperature, bentuk, mobilisasi. Kalau
luas miliaria ini akan mengganggu keluarnya keringat, sehingga menimbulkan
hiperhidrosis kompensasi di wajah (Harahap, 2000).
g. Odor
Tidak berbau.
h. Lesi
Penyumbatan pori-pori yang berasal dari kelenjar keringat. Sumbatan ini
dapat diakibatkan oleh debu maupun radang pada kulit bayi. Butiran-butiran yang
38
terperangkap akan mendesak keluar ke permukaan kulit dan menimbulkan bintik-
bintik kecil pada kulit (Pasaribu, 2007).
1) Miliaria Kristalina
Vesikula (kelainan kulit yang lebih tinggi dari permukaan kulit, berisi cairan
dan ukurannya tidak lebih dari 1 cm) kecil-kecil jerih seperti kristal dengan
diameter 1-2mm, menyerupai titik-titik air pada kulit dan tanpa eritem
(Harahap, 2000).
2) Miliaria Rubra
Lesinya berupa papula (kelainan kulit yang lebih tinggi dari permukaan kulit,
padat, berbatas jelas, dan ukurannya tidak lebih dari 1 cm) eritematus dengan
puncak dan pusatnya berupa vesikula. Lesinya ekstrafolikuler, ini
membedakan dengan folikulitis. Papulanya steril atau terinfeksi sekunder pada
miliaria yang meluas dan kronis (Harahap, 2000).
3) Miliaria Profunda
Berupa papula keputih-putihan dengan diameter 1-3 mm. Biasanya pada
punggung tetapi juga bagian pada ekstremitas . ini merupakan vesikula yang
letaknya lebih dalam (di dalam dermis), sehingga bersifat kronis dan tampak
sebagai papula (Harahap, 2000).
4. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan histopatologis: Pada pemeriksaan ini tampak adanya infiltrate
limfosit verivaskuler dan vasodilatasi di permukaan dermis.
B. Diagnosis
C. Intervensi
40
5. Anjurkan pasien
dan keluarga
pada prosedur
perawatan luka.
2. Domain 11. Setelah dilakukan Kontrol infeksi
Keamanan/Perlindungan. asuhan keperawatan (6540):
1. Anjurkan pasien
Kelas 1. Risiko Infeksi 3x 24 jam,
dan kelurga
(00004). diharapkan infeksi
mengenai teknik
tidak terjadi, dengan
mencuci tangan
kriteria hasil:
Keparahan Infeksi dengan tepat.
2. Cuci tangan
(0703):
1. Kemerahan sebelum dan
tidak ada. sesudah kegiatan
2. Pasien tidak
perawatan pasien.
demam. 3. Lakukan tindakan-
3. Nafsu makan
tindakan
pasien baik.
pencegahan yang
bersifat universal.
4. Ajarkan pasien dan
keluarga mengenai
tanda dan gejala
infeksi dan kapan
harus
melaporkannya
kepada penyedia
perawatan
kesehatan.
5. Dorong intake
nutrisi yang tepat.
Perlindungan infeksi
(6550):
1. Monitor adanya
41
tanda dan gejala
Bacteri Bacteri infeksi
Ventilasi sistemik
Pakaian pada
Perubahan Aktifitas Obat- Stapylococcus bayi yang
berlebih obatan
Stapylococcus danruangan
local.
iklim epidemidis aureus kurang terlalu ketat
2. Monitor
dan tebal
kerentanan
terhadap infeksi.
3. Periksa kulit dan
Keringat berlebihan selaput lender
untuk adanya
Pengumpulan keringat di permukaan kulit
kemerahan,
kehangatan
Penyumbatan sementara di acrosyringium
ekstrim, atau
drainase.relative)
Kebocoran keringat dalam perjalanannya ke permukaan kulit (anhidrosis
4. Tingkatkan asupan
nutrisi yang cukup.
Miliaria Crystallina Miliaria Rubra Miliaria Profunda
5. Ajarkan pasien dan
keluarga
Kebocoran di lapisann Kebocoran keringat ke Keluarnya keringat ke dermis papile
bagaimana cara
corneum/di bawahnya lapisan subricorneal
menghindari suatu substansial
Menghasilkan
Peradangan/lesi Menghasilkan vesikula spongiostic infeksi.
dan sel inflamasi kronis periductal
Menginfiltrasi limfodit periduktal
Berisi cairan dan D. Evaluasi dan spongiosis
Menginfiltrasi di papiler dermis dan
a. Klien sudah tidak mengalami kerusakan integritas kulit
ukurannya tidak lebih
epidermis
b. Klien tidak mengalami bawah
infeksi.
dari 1 cm Menimbulkan lesi
Terjadi lesi
Tanpa eritema Papula keputih-putihan
Takikardi
Rasa panas seperti terbakar
Suhu meningkat
42
Kurangnya Pruritus Lesi yang Di garuk untuk
Kurangnya
pengetahuan Pruritus ditimbulkan mengurangi gatal
pengetahuan meninggalkan bekas
Gatal
Gatal Terjadi luka
Orang tua
Orang tua
khawatir Kulit tampak
khawatir MK: Gangguan kehitaman 43
Luka mengalami
Rasa Nyaman
peradangan
MK: Kurang MK: Kerusakan
MK: Kurang
Pengetahuan
Pengetahuan Integritas Kulit
MK: Risiko Infeksi
44
3.2 WOC Acne Vulgaris
Faktor lingkungan Faktor Psikologi Faktor genetik Faktor Kimiawi Faktor makanan Faktor infeksi
Memecah
Saraf kolinergik lemak asam
terangsang lemak babas
Acne 45
Penyumbatan duktur pilosebasea
Pertumbuhan bakteri meningkat
Terbentuk pus
46
3.3 WOC Rosasea
Terjadi peradangan,
Gangguan berupa benjolan kecil
citra tubuh dan berwarna merah
Kerusakan
integritas kulit
BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS
47
Seorang pasien bernama Nn. A, usia 24 tahun, datang ke poliklinik RSUD Harjono
pada tanggal 18 Maret 2018. Klien mengeluh jerawat pada wajahnya semakin bertambah
banyak dan besar terutama pada daerah dahi dan pipi. Nn. A mengatakan awalnya muncul
bruntusan kecil pada area wajah dan pipinya sekitar 2 bulan yang lalu. Kemudian
bruntusan semakin lama semakin banyak dan membesar berupa masa berbentuk kubah
dan berwarna merah. Pasien juga mengeluh gatal dan nyeri pada area jerawat. Nn. A
berprofesi sebagai model sehingga sering menggunakan berbagai macam kosmetik lebih
dari 12 jam setiap hari. Klien mengatakan malu dengan kondisinya saat ini. Klien sudah
mencoba beberapa kali facial di salon kecantikan, namun belum menunjukkan hasil.
Pemeriksaan fisik pada dahi tampak komedo terbuka dan tertutup, papula, pustula dan
eritema. Kedua pipi tampak komedo tertutup dan terbuka, serta terdapat papula, pustula,
nodul dan eritema. Pada hidung tampak komedo terbuka dengan papula. Dagu tampak
komedo tertutup dan terbuka, beberapa pustula dan nodul. Hasil pemeriksaan TTV
didapatkan tekanan darah 110/80 mmHg, suhu 36,8’C, nadi 90 x/menit dan RR 20
x/menit.
4.1 Pengkajian
1. Anamnesa
a. Biodata :
Nama : Nn. A
Usia : 24 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Model
Status pernikahan : Belum menikah
Alamat : Surabaya
Diagnosa medis : Acne Papulopastuler
Tanggal masuk RS : 18 Maret 2018
b. Keluhan Utama
Klien mengeluh jerawat pada wajahnya semakin bertambah banyak dan besar terutama
daerah dahi dan pipi.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
48
Nn. A mengatakan awalnya muncul bruntusan kecil pada area wajah dan pipinya
sekitar 2 bulan yang lalu. Kemudian bruntusan semakin lama semakin banyak dan
membesar berupa masa berbentuk kubah dan berwarna merah. Pasien juga mengeluh
gatal dan nyeri pada area jerawat. Nn. A berprofesi sebagai model sehingga sering
menggunakan kosmetik lebih dari 12 jam setiap hari. Klien mengatakan malu dengan
kondisinya saat ini. Klien sudah mencoba beberapa kali facial di salon kecantikan,
namun belum menunjukkan hasil.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak terdapat riwayat penyakit dahulu.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak terdapat riwayat penyakit keluarga.
f. Pengkajian Psikosososial
Klien merasa malu dengan kondisi wajahnya saat ini.
2. Pemeriksaan Fisik
a. B1 (Breath):
RR 20 x/menit
b. B2 (Blood):
TD : 110/80 mmHg, Nadi : 90 x/menit, Suhu 36,8oC
c. B3 (Brain):
Compos mentis, GCS 456, nyeri pada jerawat
d. B4 (Bladder):
Normal
e. B5 (Bowel):
Normal
f. B6 (Bone):
Kerusakan integritas kulit yang ditandai adanya komedo terbuka dan tertutup, papula,
pustula dan eritema pada dahi. Kedua pipi tampak komedo tertutup dan terbuka, serta
terdapat papula, pustula, nodul dan eritema. Pada hidung tampak komedo terbuka
dengan papula. Dagu tampak komedo tertutup dan terbuka, beberapa pustula dan
nodul.
49
bertambah banyak dan pilosebasea
besar terutama pada daerah
dahi dan pipi. Pertumbuhan bakteri
DO: meningkat
Pemeriksaan fisik pada
wajah tampak komedo Reaksi inflamasi
terbuka dan tertutup,
papula, pustula, eritema, Acne
dan nodul.
Lesi pada jaringan
Acne
50
Gangguan rasa nyaman
52
Fisik (2010) : 3. Berikan kompres dingin
untuk mengurangi iritasi.
1. Pasien mengatakan
4. Instruksikan klien untuk
gatal berkurang.
2. Pasien mengatakan mempertahankan
nyeri berkurang. potongan kuku dalam
3. Wajah pasien tampak keadaan pendek.
rileks. Manajemen Nyeri (1400)
1. Melakukan penilaian yang
komprehensif dari rasa
sakit meliputi lokasi,
karakteristik, onset /
durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas atau keparahan
nyeri.
2. Ajarkan teknik non-
farmakologi (seperti
hypnosis, relaksasi,
imaginasi terbimbing,
terapi music, terapi
aktivitas, distraksi, terapi
bermain, terapi aktivitas).
3. Mengontrol faktor
lingkungan yang dapat
mempengaruhi respon
klien terhadap
ketidaknyamanan seperti
suhu ruangan,
pencahayaan dan
kebisingan
4. Memonitor kepuasan klien
dengan manajemen nyeri
pada selang waktu tertentu.
53
5. Kolaborasi pemberian obat
analgesik untuk
mengurangi nyeri.
6. Berikan HE pada klien dan
keluarga tentang
pengolahan nyeri dan
gejala dalam konteks
pribadi.
3. Domain 6 : Persepsi Diri. Setelah dilakukan Peningkatan Citra Tubuh
Kelas 3. Citra Tubuh. tindakan keperawatan (5220)
Gangguan citra tubuh setelah dilakukan 1. Bantu klien untuk
4.5 Implementasi
No Diagnosa Keperawatan Intervensi Implementasi
Domain 11 : Pengecekan Kulit (3559) Pengecekan Kulit (3559)
Keamanan/Perlindungan. 1. Monitor kondisi lesi 1. Memantau kondisi lesi jerawat di kulit secara
Kelas 2. Cedera Fisik. jerawat di kulit secara berkala.
2. Memantau warna dan suhu kulit wajah secara
Kerusakan integritas berkala.
2. Monitor warna dan suhu berkala.
kulit berhubungan
Perawatan Luka (3660)
kulit wajah secara
dengan adanya destruksi
1. Menganjurkan klien untuk pasien untuk dapat
berkala.
jaringan kulit (00046).
Perawatan Luka (3660) merawat kulit dengan bersih dan benar.
1. Jaga kebersihan kulit Dengan cara membasuh muka dua kali sehari
agar tetap bersih dan dengan sabun yang lembut.
kering. 2. Melakukan teknik perawatan luka dengan
2. Lakukan tehnik teknik aseptik.
perawatan luka dengan 3. Menganjurkan klien untuk menghindari
teknik aseptik. semua bentuk friksi (menyentuh, menggaruk
3. Dorong klien untuk dengan tangan) pada kulit.
menghindari semua 4. Kolaborasi dalam pemberian obat topikal /
bentuk friksi sistemik (tetrinoin / retinol untuk
(menyentuh, menggaruk menurunkan keratinisasi, benzol peroksida
55
dengan tangan) pada untuk menurunkan preparat acne) atau
kulit. hormonal.
4. Berikan helth education 5. Memberikan helth education tentang diet
tentang kebersihan kulit yang tepat mengkonsumsi makanan yang
dan diet yang tepat. mengandung zink, rendah karbohidrat dan
5. Kolaborasi dalam lemak
pemberian obat topikal /
sistemik (tetrinoin /
retinol untuk
menurunkan keratinisasi,
benzol peroksida untuk
menurunkan preparat
acne) atau hormonal.
Domain 12 : Manajemen Pruritus Manajemen Pruritus (3550)
Kenyamanan. Kelas 1. (3550) 1. Memberikan penjelasan mengenai gejala
Kenyamanan Fisik. 1. Jelaskan gejala gatal gatal berhubungan dengan penyebabnya dan
Gangguan Rasa Nyaman berhubungan dengan prinsip terapinya
berhubungan dengan penyebabnya dan prinsip 2. Memberikan krim dan losion yang
gejala terkait penyakit terapinya mengandung obat, sesuai dengan kebutuhan.
(00124). 2. Berikan krim dan losion 3. Memberikan kompres dingin untuk
yang mengandung obat, mengurangi iritasi.
sesuai dengan kebutuhan. 4. Menganjurkan klien untuk mempertahankan
3. Berikan kompres dingin potongan kuku dalam keadaan pendek.
untuk mengurangi iritasi. Manajemen Nyeri (1400)
4. Instruksikan klien untuk 1. Melakukan penilaian yang komprehensif dari
mempertahankan rasa sakit meliputi lokasi, karakteristik,
potongan kuku dalam onset / durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
keadaan pendek. atau keparahan nyeri.
2. Ajarkan teknik non-farmakologi (seperti
Manajemen Nyeri (1400)
hypnosis, relaksasi, imaginasi terbimbing,
1. Melakukan penilaian
terapi music, terapi aktivitas, distraksi, terapi
yang komprehensif dari
bermain, terapi aktivitas).
56
rasa sakit meliputi lokasi, 3. Mengontrol faktor lingkungan yang dapat
karakteristik, onset / mempengaruhi respon klien terhadap
durasi, frekuensi, ketidaknyamanan seperti suhu ruangan,
kualitas, intensitas atau pencahayaan dan kebisingan
4. Memonitor kepuasan klien dengan
keparahan nyeri.
2. Ajarkan teknik non- manajemen nyeri pada selang waktu tertentu.
5. Kolaborasi pemberian obat analgesik untuk
farmakologi (seperti
mengurangi nyeri.
hypnosis, relaksasi,
6. Berikan HE pada klien dan keluarga tentang
imaginasi terbimbing,
pengolahan nyeri dan gejala dalam konteks
terapi music, terapi
pribadi.Beri bedak atau lotion yang
aktivitas, distraksi, terapi
mengandung kalamin atau menthol sesuai
bermain, terapi aktivitas).
indikasi dokter.
3. Mengontrol faktor
lingkungan yang dapat
mempengaruhi respon
klien terhadap
ketidaknyamanan seperti
suhu ruangan,
pencahayaan dan
kebisingan
4. Memonitor kepuasan
klien dengan manajemen
nyeri pada selang waktu
tertentu.
5. Kolaborasi pemberian
obat analgesik untuk
mengurangi nyeri.
6. Berikan HE pada klien
dan keluarga tentang
pengolahan nyeri dan
gejala dalam konteks
pribadi.
Domain 6 : Persepsi Peningkatan Citra Tubuh Peningkatan Citra Tubuh (5220)
57
Diri. Kelas 3. Citra (5220) 1. Membantu klien untuk mendiskusikan
Tubuh. Gangguan citra 1. Bantu klien untuk perubahan pada wajahnya yang disebakan
tubuh berhubungan mendiskusikan adanya lesi jerawat.
dengan perubahan fungsi perubahan pada 2. Memantau frekuensi kalimat yang
tubuh (00118). wajahnya yang mengkritik diri sendiri.
disebakan adanya lesi
3. Membantu klien untuk mengenali tindakan
jerawat.
yang akan meningkatkan penampilannya.
2. Monitor frekuensi
4. Memfasilitasi hubungan klien dengan
kalimat yang mengkritik
individu yang mengalami perubahan citra
diri sendiri.
tubuh yang serupa.
3. Bantu klien untuk
5. Mengidentifikasi dukungan kelompok yang
mengenali tindakan
tersedia untuk klien.
yang akan
meningkatkan 6. Membantu klien menerima perubahan baru
penampilannya. tersebut.
5. Identifikasi dukungan
kelompok yang tersedia
untuk klien.
7. Fasilitasi lingkungan
dan aktifitas yang akan
meningkatkan harga diri
58
klien.
4.6 Evaluasi
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya destruksi jaringan kulit (00046).
S : Klien mengatakan sebagian lesi jerawatnya mulai sembuh, namun masih banyak lesi
yang masih utuh.
O : sebagian lesi jerawat tampak mulai sembuh.
A: masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
2. Gangguan Rasa Nyaman berhubungan dengan gejala terkait penyakit (00124).
S : Klien mengatakan gatal dan nyeri yang dirasakan berkurang, namun kadang masih
terasa nyeri.
O : Klien tampak lebih rileks.
A : Masalah belum teratasi.
P : Lanjutkan intervensi.
3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan fungsi tubuh (00118).
S : Klien mengatakan sudah menerima kondisi penyakitnya saat ini.
O : Klien tampak lebih percaya diri dan tidak malu saat diajak berbicara.
A : Masalah teratasi.
P : Hentikan intervensi.
BAB V
PEMBAHASAN
59
5.1 Fakta
Acne Vulgaris atau jerawat merupakan penyakit kulit yang umum dijumpai
termasuk di masyarakat kita Indonesia. menurut Catatan Kelompok Studi Dermatologi
Kosmetika Indonesia menunjukkan terdapat 60% penderita acne vulgarispada tahun 2006
dan 80% pada tahun 2007 (Kabau, 2012). Acne sering menjadi tanda pertama purbetas
dan dapat terjadi satu tahun sebelum menarche atau haid pertama. prevelensi acne pada
masa remaja cukup tinggi yaitu berkisar antara 47-90% selama masa remaja.Insidensi
tertinggi terdapat pada perempuan antara umur 14–17 tahun dan pada laki-laki antara
umur 16–19 tahun. Tetapi dapat pula timbul pada usia di atas 40 tahun dan penyakit ini
dapat pula menetap pada usia lanjut. 10% kasus didapat pada usia 30–40 tahun. Bentuk
yang lebih berat dari akne terdapat pada kira-kira 3% laki- laki, lebih jarang terjadi pada
perempuan (Rahmawati, 2012).
Sedangkan, pada perempuan ras Afrika Amerika dan Hispanik memiliki prevelensi
acne vulgaris tertinggi yaitu 37% dan 32%, sedangkan perempuan ras Asia 30%,
Kaukasia 24%, dan India 23%. pada ras Asia lesi inflamasi lebih sering dibadingkan lesi
komedonal, yaitu 20% lesi inflamasi dan 10% lesi komedonal. tetapi pada ras kaukasia,
acne vulgaris komedonal lebih sering terjadi dibandingkan acne vulgaris inflamasi yaitu
14% acne vulgaris Komedonal, dan 10% acne vulgaris inflamasi.
Penyebab yang sering terjadi dari acne vulgaris adalah pemakaian bahan
kosmetika tertentu dalam jangka waktu yang lamadapat menyebabkan timbulnya jerawat
(Bahan yang dapat dan sering menyebabkan acne vulgarisini terdapat pada berbagai krim
muka sepertibedak, bedak dasar (foundation), pelembab (moisturiser), dan krim penahan
sinarmatahari(sunscreen) (Siregar, 2005). Penyebab utamanyayaitu unsur minyakyang
berlebih yang ditambahkan dalam kandungan kosmetik agar tampak lebih halus.
Kandungan minyak ini dapat menyumbat pori pori dan menyebabkan timbulnya acne
(Harper, 2007).
60
5.2 Teori
Acne Vulgaris atau jerawat adalah penyakit kulit obstruktif dan inflamatif kronik
pada unit pilosebasea yang sering terjadi pada remaja. acne vulgaris merupakan suatu
penyakit peradangan kronis dari folikel pilosebasea yang ditandai dengan adanya komedo
papul, kista, dan pustule (Tahir, 2010). Acne vulgaris adalah suatu keadaan dimana pori-
pori kulit tersumbat sehingga timbul bruntusan (bintik merah) dan abses (kantong nanah)
yang meradang dan terinfeksi pada kulit. Jerawat sering terjadi pada kulit wajah, leher
dan punggung.
Acne vulgaris bisa terjadi pada laki-laki maupun perempuan (Susanto, 2013).acne
vulgaris dikatakan hingga 80% populasi pada saat ini. Gambaran khas adalah timbul pada
remaja, sering kali yang sedang mengalami tanda-tanda awal pubertas, dengan beragam
lesi yang hilang timbul. Dapat ditemukan beberapa jenis kulit lesi (Bourke, 2011).
peyebab terjadinya acne vulgaris belum diketahui secara past. secara garis besar terdapat
empat faktor yang berperan dalam acne vulgaris yaitu peningkatan produksi sebum,
keratinisasi folikel, kolonisasi saluran pilosebasea dengan propionibacterium acanes,
inflamasi. Menurut Pindha (dalam Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya
2004).
Faktor-faktoryang mempengaruhi terjadinya acne adalah faktor genetic memegang
peranan penting terhadap kemungkinan seseorang menderita acne. Penelitian di Jerman
menunjukkan bahwa acneterjadipada 45% remaja yang salah satu atau kedua orang
tuanya menderita acne, dan hanya 8% bila ke dua orang tuanya tidak menderita acne.
(Ayudianti & Indramaya, 2010), Kebersihan wajah yaitu dengan Meningkatkan perilaku
kebersihan diri dapat mengurangi kejadian Acne Vulgarispada remaja, Faktor ras biasanya
warga Amerika yangberkulitputih lebih banyak menderitaacnedibandingkan dengan ras
yang berkulit hitam dan acneyang diderita lebih berat dibandingkan dengan orang Jepang,
Hormonal dan keringatyang berlebih dapat mempengaruhi keparahan dariacne. faktor
fisiologis seperti menstruasi dapat mempengaruhi timbulnya atau memperparah acne.
Rata-rata 60-70% wanita yang mengalami masalah acne menjadi lebih parah beberapa
hari sebelum menstruasi dan menetap sampai seminggu setelah menstruasi dan lesi acne
menjadi lebih aktif rata-rata satu minggu sebelum menstruasi yang disebabkan oleh
61
hormon progesterone. sedangkan pada Cuaca yang panas dan lembab dapat memperparah
acne. Hidrasi pada stratum koreneum epidermis dapat merangsang terjadinya acne dan
pajanan sinar matahari yang berlebihan dapat memperburuk acne. lingkungan Acnelebih
sering ditemukan dan gejalanya lebih berat di daerah industri dan pertambangan
dibandingkan dengan di pedesaan, Acne dapat kambuh atau bertambah buruk pada
penderita stres emosional.
5.3 Opini
Acne Vulgaris merupakan penyakit inflamasi pada kulit yang umumnya menyerah
pada remaja, penyakit ini tidak berdampak membahayakan namun dapat berdampak pada
seseorang yang mengalaminya, dikarenakan dampak dari acne vulgaris merusak keindah
pada wajah sehingga menimbulkan kepercayaan diri pada penderita. Penyebabacne
vulgarissangat banyak, seperti faktor kebersihanfaktorpenggunaan kosmetik,faktor
kejiwaan atau kelelahan. seseorang yang selalu menjaga kebersihan kulit terutama pada
bagian wajah beresiko rendah mengalami acne vulgarisdibandingkan seseorang yang
tidak pernah menjaga kebersihan kulit. remaja yang umumnya mengalami acne vulgaris
karena remaja tingkat stress pada remaja yang tinggi. stress tersebut bisa berupa tugas
sekolah yang banyak, aktivitas diluar rumah yang melelahkan sehinggal menyebabkan
acne vulgaris.
Acne Vulgaris dapat dicegah dengan melakukan beberapa hal seperti selalu
menjaga kebersihan kulit terutama bagian wajah, mengonsumsi makanan yang sehat
seperti sayuran dan buah-buahan, serta menghindari stress yang berlebihan, rajin
berolahraga, dan tidak menggunakan kosmetik yang dapat menyebabkan timbulnya acne
vulgaris.
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan
Akne vulgaris, rosasea, dan miliaria adalah kondisi abnormal kulit akibat
gangguan pada kelenjar minyak (sebasea) dan kelenjar keringat (ekrin). Acne adalah
62
penyakit kulit yang terjadi akibat peradangan menahun folikel pilosebasea yang ditandai
dengan adanya komedo, papul, pustul, nodus, dan kista pada tempat predileksinya (Sjarif,
2007). Rosasea adalah penyakit kulit kronis pada daerah sentral wajah (yang
menonjol/cembung) yang ditandai dengan kemerahan pada kulit dan disertai episode
peradangan yang memunculkan erupsi papul, pustul dan edema (Sjarif, 2007). Miliariasis
atau sering disebut dengan biang keringat / keringat buntet adaalah kelainan pada kulit
akibat retensi keringat dan ditandai dengaan adanya vesikel milier. Miliariasis merupakan
dermatosis yang disebabkan oleh retens keringat akibat tersumbatnya pori kelenjar
keringat (Natahusada dalam Djuanda 2007). Cara termudah untuk mencegah munculnya
gangguan pada kelenjar minyak yaitu dengan menghindari dari hal-hal dan faktor
penyebab munculnya.
6.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Djuanda, Adhi dkk. (2007). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI.
Graham-Brown, R & Burns, T (2005). Lecture Notes Dermatologi. Edisi 8.Jakarta:
Erlangga.
63
Harahap, M (2000). Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates.
Kligman, A.M. and Plewig, G. 1975. Acne Morphogenesis and Treatment. Springer
Verlag, Berlin.
Lynda Juall, Carpenito. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan edisi 10. Jakarta :
EGC.
Natahusada E C (2008). Dalam: Djuanda Adhi, Hamzah Mochtar, Aisah Siti, penyunting.
Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke-5. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
Price dan Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta :
EGC.
Robin Graham - Brown dan Tony Burns . (2005). Dermatologi . Jakarta : Erlangga.
Rinofima dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Siregar., 2005. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Jakarta; EGC.
Syaifuddin. 2011. Anatomi fisiologi : kurikulum berbasis kompetensi untuk keperawatan
dan kebidanan. Jakarta : EGC.
Syarif M. Wasitaatmadja. 2007. Anatomi Kulit. Dalam: Adhi Djuanda, Mochtar Hamzah,
Siti Aisah editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Hal. 3-5
Tjekyan SRM. 2008. Kejadian dan Faktor Resiko Akne Vulgaris. Media Medika
Indonesiana. 43(1): 2-8.
Widjaja ES. Rosasea dan akne vulgaris. Dalam: Harahap M, editor. Ilmu Penyakit Kulit.
Jakarta: Hipokrates; 2000. h. 31-35.
64