Lely Suryawati 131511133049 Hesti Lutfia Arif 131511133050 Rizka Maudy Julianti 131511133051 Umi Nafiatul Hasanah 131511133053 Damai Widyandari 131511133054 Nensi Nur Asipah 131511133055 Fifa Nasrul Ummah 131511133056 Bunga Novia Hardiana 131511133057 Elly Ardianti 131511133058 Niswatus Sa’ngadah 131511133060 Oktiana Duwi Firani 131511133061 Trauma ureter merupakan gangguan pada sistem perkemihan yang dikarenakan oleh adanya trauma, baik secara primer maupun sekunder. (Nursalam & Fransisca, 2006). Trauma ureter diklasifikasikan berdasarkan organ yang mengalami trauma dengan sistem skala dari American Association for the Surgery of Trauma. Klasifikasi AAST dalam tabel berikut : Klasifikasi trauma uretra (Colapinto & McCallum, 1977) : a. Tipe I : uretra teregang (stretched) akibat ruptur ligamentum puboprostatikum dan hematom periuretra. Uretra masih intack. b. Tipe II : uretrra pars membranacea ruptur diatas diafragma urogenital yg masih intack. Ekstravasasi kontras ke ekstraperitoneal pelvic space. c. Tipe III : Uretra pars membranacea ruptur . Diafragma urogenital ruptur. Trauma uretra bulbosa proksimal. Ekstravassasi kontras ke peritoneum. a. Trauma iatrogenic b.Trauma tumpul abdomen dan mengenai ureter distal. (tumbukan atau decelerasi tiba-tiba seperti pada kecelakaan mobil). c. Trauma tajam (luka tusuk dan luka tembak). d. Tindakan kateterisasi ureter yang menembus dinding ureter atau pemasukan zat asam atau alkali yang terlalu keras dapat juga menimbulkan trauma ureter. Trauma ureter merupakan gangguan pada sistem perkemihan yang dikarenakan oleh adanaya trauma. Injury pada ginjal akan menimbulkan robekan vascular yang menimbulkan perdarahan hebat, sehingga akan terjadi penimbunan darah dalam kantong adipose ginjal atau dalam rongga peritoneum dan terjadilah kompresi pada jaringan sekitar (tekanan intra abdomen meningkat). Trauma ureter menimbulkan obstruksi saluran kemih dan adanya darah dalam urine (hematuria). Iritabilitas jaringan yang meningkat akan menimbulkan nyeri hebat pada area trauma. Syok hipovolemi sering mengiringi dan memperparah kondisi. Kolapsnya sirkulasi karena perdarahan yang hebat akan memberberat kondisi hemodinamika. Oleh karena itu penanganan yang cepat dan benar akan memperbaiki prognosa klien (Nursalam & Fransisca, 2006). Pada umumnya tanda dan gejala trauma ureter tidak spesifik. Hematuria menunjukkan adanya cedera pada saluran kemih, terjadi anuria bila terjadi cedera bilateral. Khusus pasca operasi biasanya ditandai dengan (Tanagho & McAninch 2008): a. Demam 38,3˚C-38,8˚C disertai nyeri panggul dan nyeri pada kuadran yang lebih rendah. Seperti pasien yang mengalami paralisis ileus dengan mual dan muntah. b. Hidronefrosis akut dari hasil ligasi total ureter bisa menyebabkan nyeri pinggang dan nyeri abdominal dengan mual dan muntah di awal prosedur pasca operasi. 1. Laboratorium 2. Radiologi a). CT Scan b). Ultrasonography (USG) c). Intravenous Pyelography (IVP) d). Retrograd Pyelography a. Trauma parsial (grade I dan II) Pada trauma ureter grade I dan II dapat ditangani dengan pemasangan stent pada ureter maupun nefrostomi untuk diversi urine yang keluar. Dengan pemasangan stent diharapkan aliran urine dapat melewati daerah trauma, memberikan kanalisasi dan stabilisasi di daerah ureter yang mengalami trauma sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya striktur. b. Trauma total (grade III, IV dan V) Perbaikan pada trauma ureter yang komplet sebaiknya dilakukan dengan melakukan debridement jaringan ureter yang rusak, spatulasi, pemasangan stent ureter, menjahit ureter dengan benang 4/0 yang diserap secara watertight, memasang non-suction drain dan menutup tempat jahitan dengan peritoneum maupun omentum. Fistula ureterovaginalis Peritonitis Hidronefrosis Inkontinensia urin Di antara trauma traktus urinarius, kerusakan pada ureter memiliki akibat yang lebih berat pada klien dibandingkan dengan klien trauma kandung kemih. Apabila kerusakan segera diketahui pada saat pembedahan, maka prognosisnya akan lebih baik, karena dapat segera dilakukan rekonstruksi sehingga penyulit yang akan timbul dapat diperkecil (Mendrofa, 2000). Asuhan keperawatan Kasus Pada tanggal 4 April 2018, Tn. K seorang PNS berusia 49 tahun dirawat di RS I ruang L pasca operasi endourologi transureter karena penyakit batu ureter. Klien mengeluh punggungnya (diantara tulang rusuk dan panggul) terasa nyeri dengan skala 6 sejak 1 hari pasca operasi. Nyeri dirasakan seperti ditusuk benda tajam dan hilang timbul, sehingga saat pengkajian terlihat wajah klien meringis, diaforesis, dan terlihat memegang area yang nyeri. Selain itu, luka bekas operasi selalu basah. Keluarga klien mengatakan setelah operasi cairan yang keluar dari pipa drainase hanya sedikit dan mengandung darah. Saat pengkajian diketahui bahwa tidak ada anggota keluarga yang pernah mengalami sakit seperti klien dan mempunyai penyakit infeksi menular. Klien terlihat lemas dan cemas karena penyakit yang dialaminya saat ini. Klien tidak mempunyai riwayat alergi obat maupun makanan. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan GCS 456, tidak ada pusing, Sesak negatif, CPH negatif, RR 20 x/menit, CRT 2 detik, akral hangat, kering, merah, TD 125/90 mmHg, Nadi 90x/menit, Suhu 37,7oC, mual dan muntah, nafsu makan baik, dan bising usus 17 x/menit. Hasil pemeriksaan IVP didapatkan adanya ekstravasasi kontras serta lokasi cedera ureter dan pada pemeriksaan urinalisis didapatkan peningkatan kadar ureum dari pipa drainase. A. Anamnesa a. Identitas Klien Nama : Tn. K Jenis Kelamin : Laki-laki Usia : 49 tahun Status Pernikahan : Sudah Menikah Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil Agama : Islam Alamat : Surabaya No. RM : 13. 176. 19XX Tgl. Pengkajian : 4 April 2018 Diagnosa Medis : Trauma Ureter b. Keluhan Utama Klien mengeluh punggungnya (diantara tulang rusuk dan panggul) terasa nyeri dengan skala 6 sejak 1 hari pasca operasi. c. Riwayat Penyakit Sekarang Klien operasi endourologi transureter karena penyakit batu ureter pada tanggal 2 April 2018. Klien mengeluh punggungnya (diantara tulang rusuk dan panggul) terasa nyeri dengan skala 6 sejak 1 hari pasca operasi. Nyeri dirasakan seperti ditusuk benda tajam dan hilang timbul, sehingga saat pengkajian terlihat wajah klien meringis, diaforesis, dan terlihat memegang area yang nyeri. Selain itu, luka bekas operasi selalu basah serta cairan drainase mengandung darah. d. Riwayat Penyakit Dahulu Klien pernah mengalami penyakit batu ureter sejak 1 tahun yang lalu baru saja dilakukan operasi. e. Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ditemukan anggota keluarga yang pernah mengalami sakit seperti klien dan mempunyai penyakit infeksi menular. f. Riwayat Alergi Klien tidak mempuyai riwayat alergi obat maupun makanan. g. Riwayat Psikososial Klien tampak cemas dan bertanya-tanya kenapa setelah operasi keadaannya tidak membaik. B. Pemeriksaan Fisik a. Kondisi umum Klien terlihat lemas, wajah meringis menahan nyeri, dan memegang area yang nyeri. b. B1 (Breath) RR 20 x/menit, tidak ada sesak napas dan pernapasan cuping hidung. c. B2 (Blood) Akral hangat, kering, dan merah, Nadi 90 x/menit, TD 125/90 mmHg, CRT 2 detik, dan Suhu 37,70C. d. B3 (Brain) GCS E4 V5 M6, tidak ada pusing, tidak ditemukan gangguan. e. B4 (Bladder) Klien mengeluh punggungnya (diantara tulang rusuk dan panggul) terasa nyeri dengan skala 6 sejak 1 hari pasca operasi. Nyeri dirasakan seperti ditusuk benda tajam dan hilang timbul, sehingga saat pengkajian terlihat wajah klien meringis, diaforesis, dan terlihat memegang area yang nyeri. Selain itu, luka bekas operasi selalu basah serta cairan drainase mengandung darah. Pengkajian nyeri: P : Nyeri dirasakan sejak 1 hari pasca operasi endourologi transureter karena penyakit batu ureter Q : Nyeri dirasakan seperti ditusuk benda tajam R : Nyeri dirasakan di punggung (diantara tulang rusuk dan panggul) S : Nyeri skala 6 (1-10) T : Nyeri dirasakan hilang timbul f. B5 (Bowel) Nafsu makan baik, tidak ada mual dan muntah, bising usus 17 x/menit, tidak ditemukan gangguan. g. B6 (Bone) Klien terlihat lemas, tidak ditemukan kelainan. C. Pemeriksaan Diagnostik a. IVP Didapatkan adanya ekstravasasi kontras serta lokasi cedera ureter. b. Urinalisis Didapatkan peningkatan kadar ureum dari pipa drainase. Analisa Data a. Nyeri Akut (D.0077, Kategori: Psikologis, Subkategori: Nyeri dan Kenyamanan) b. Gangguan Eliminasi Urin (D. 0040, Kategori: Fisiologis, Subkategori: Eliminasi) c. Resiko Infeksi (D.0142, Kategori: Lingkungan, Subkategori: Keamanan dan Proteksi) Intervensi dan Implementasi 1. Nyeri Akut (D.0077, Kategori: Psikologis, Subkategori: Nyeri dan Kenyamanan) S : Klien mengatakan sudah mengetahui bagaimana mengenali nyeri yang terjadi O : Klien sudah dapat menggambarkan faktor penyebab nyeri, Klien menunjukkan sudah tidak ada ekspresi nyeri pada wajahnya, Ekspresi klien sudah terlihat tenang P : pasca operasi endourologi transureter karena penyakit batu ureter Q : seperti ditusuk benda tajam dan hilang timbul R : bagian punggung (diantara tulang rusuk dan panggul) S:3 T : kadang-kadang A : Masalah Teratasi P : Lanjutkan intervensi 2. Gangguan Eliminasi Urin (D.0040, Kategori: Fisiologis, Subkategori: Eliminasi) S : Klien sudah dapat menunjukkan respon untuk mengenali keinginan berkemih tidak terganggu. O : Pola eliminasi klien sudah tidak terganggu, Jumlah urine klien tidak terganggu, Kejernihan dan warna urine klien tidak terganggu, Mengosongkan kantung kemih sepenuhnya klien tidak terganggu A : Masalah Teratasi P : Hentikan Intervensi 3. Risiko Infeksi (D.0142, Kategori: Lingkungan, Subkategori: Keamanan dan Proteksi) S : Klien sudah dapat mengenali factor-faktor yang dapat mengendalikan risiko infeksi O : Klien sudah megenali tanda dan gejala terkait factor tanda dan gejala risiko infeksi A : Masalah teratasi sebagian P : Lanjutkan intervensi Peran keluarga dalam proses penyembuhan pasien sangat penting yaitu dengan membuktikan bahwa keluarga sangat peduli dengan kondisinya dan kesembuhannya. Keluarga harus tetap berperan aktif dengan cara melakukan perhatian yang lebih kepada pasien agar mendapatkan kepercayaan yang lebih untuk membantu proses penyembuhannya. Tugas keluarga bisa meliputi sebagai : a. Merawat pasien b. Memberikan support c. Melaporkan gejala atau perubahan perilaku yang tidak normal d. Memastikan obat diminum e. Melaporkan penolakan pasien terhadap pengobatan f. Memenuhi kebutuhan dasar penderita g. Membangun komunikasi dengan pihak rumah sakit Perawatan di rumah pada klien dengan trauma ureter ialah a. Melanjutkan rejimen pengobatan b. Meminimalkan mobilisasi klien untuk mencegah dan meminimalisir perdarahan c. Menjaga kebersihan diri dan lingkungan klien d. Pemberian nutrisi adekuat