BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keindahan ataupun penampilan ragawi yang menarik, merupakan salah satu aspek penting
dalam membuat kesan pertama dan juga bisa membuat orang lain tertarik pada diri kita.
Sekalipun penilaian seperti ini tentulah sangat dangkal dan terkesan tidak melihat 'isi' ataupun
hal-hal lain di luar penampilan, tetapi tidak bisa disangkal bahwa orang memang cenderung
melihat penampilan fisik ataupun tampilan 'luar' saja.
Menurut pendapat peneliti, kita akan lebih merasa senang jika melihat orang yang memiliki
penampilan 'enak dipandang' dan bersih daripada orang yang 'dekil', kotor atau tidak terawat.
Salah satu aspek penampilan fisik yang penting dan merupakan hal yang paling 'terlihat' adalah
tubuh. Tubuh yang langsing, ramping, kencang bagi wanita ataupun tubuh pria yang berotot,
tinggi besar, 'keras' bagi pria merupakan idaman semua orang. Jika dibandingkan dengan tubuh
yang 'kerempeng', kurus kering ataupun tubuh gemuk yang buruk, 'malas' dan terlihat tidak
lincah, orang lebih ingin memiliki tubuh ideal yang langsing dan kencang, yang menandakan
kesehatan dan juga membuat seseorang lebih terlihat percaya diri dan menarik.
Penampilan fisik juga merupakan salah satu aspek yang penting untuk menarik perhatian
lawan jenis. Dari segi fisiologis, penelitian pada perilaku hewan yang dilakukan oleh ahli zoologi
mengemukakan bahwa binatang jantan maupun betina mengalami perubahan fisiologis yang
terjadi tanpa disadari ketika mereka berusaha menarik perhatian satu sama lain. Perilaku yang
sama juga terjadi pada manusia, karena terjadi secara tidak disadari dan tidak bisa dijelaskan,
perilaku-perilaku ini kemungkinan besar merupakan bawaan (Pease, XXXX).
B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan konsep tentang citra tubuh?
2. Jelaskan asuhan keperawatan tentang konsep diri yaitu citra tubuh?
C. Tujuan
1. Mahasiswa/i mampu mengetahui dan memahami tentang konsep citra tubuh
2. Mahasiswa/i mampu mengetahui dan memahami tentang asuhan keperawatan tentang citra
tubuh
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Menurut Honigman dan Castle, body image adalah gambaran mental seseorang terhadap
bentuk dan ukuran tubuhnya, bagaimana seseorang mempersepsikan dan memberikan penilaian
atas apa yang dia pikirkan dan rasakan terhadap ukuran dan bentuk tubuhnya, dan bagaimana
kira-kira penilaian orang lain terhadap dirinya. Sebenarnya, apa yang dia pikirkan dan rasakan,
belum tentu benar-benar merepresentasikan keadaan yang aktual, namun lebih merupakan hasil
penilaian diri yang subyektif (Dewi, 2009).
Citra tubuh membentuk persepsi seseorang tentang tubuh, baik secara internal maupun
eksternal. Persepsi ini mencakup perasaan dan sikap yang ditujukan pada tubuh. Citra tubuh
dipengaruhi oleh pandangan pribadi tentang karakteristik dan kemampuan fisik dan oleh persepsi
dari pandangan orang lain (Potter & Perry, 2005).
Citra tubuh adalah sikap individu terhadap tubuhnya, baik secara sadar maupun tidak sadar,
meliputi performance, potensi tubuh, fungsi tubuh serta persepsi dan perasaan tentang ukuran
tubuh dan bentuk tubuh (Sunaryo, 2004).
Sejak lahir individu mengeksplorasikan bagian tubuhnya, menerima reaksi tubuhnya dan
menerima stimulus orang lain. Pandangan realistis terhadap diri, menerima dan menyukai bagian
tubuh akan memberi rasa aman, terhindar dari rasa cemas dan menigkatkan harga diri. Persepsi
dan pengalaman individu terhadap tubuhnya dapat mengubah citra tubuh secara dinamis.
Persepsi orang lain dilingkungan pasien terhadap tubuh pasien turut mempengaruhi penerimaan
pasien pada dirinya (Keliat, 1998).
Citra tubuh adalah bagaimana cara individu mempersepsikan tubuhnya, baik secara sadar
maupun tidak sadar yang meliputi ukuran, fungsi, penampilan, dan potensi tubuh berikut bagian-
bagiannya. Dengan kata lain, citra tubuh adalah kumpulan sikap individu, baik yang disadari
ataupun tidak yang ditujukan terhadap dirinya. Beberapa hal terkait citra tubuh antara lain:
1. Fokus individu terhadap bentuk fisiknya.
2. Cara individu memandang dirinya berdampak penting terhadap aspek psikologis individu
tersebut.
3. Citra tubuh seseorang sebagian dipengaruhi oleh sikap dan respon orang lain terhadap dirinya,
dan sebagian lagi oleh eksplorasi individu terhadap dirinya.
4. Gambaran yang realistis tentang menerima dan menyukai bagian tubuh akan memberi rasa aman
serta mencegah kecemasan dan meningkatkan harga diri.
5. Individu yang stabil, realistis dan konsisten terhadap citra tubuhnya dapat mencapai kesuksesan
dalam hidup (Mubarak, Wahit & Chayatin, 2008).
B. Etiologi
Kondisi Patofisiologi dan Psikopatologis dan prosedur terapeutik yang dapat menimbulkan
gangguan citra tubuh :
1. Eksisi bedah atau gangguan bagian tubuh
Enterostomi
Mastaktomi
Histerektomi
pembedahan kardiovaskuler
pembedahan leher radikal
laringektomi
2. Amputasi pembedahan atau traumatik
3. Luka bakar
4. Trauma wajah
5. Gangguan makan
anoreksia nervosa
bulimia
6. Obesitas
7. Gangguan muskuluskeletal
atritis
8. Gangguan integumen
Psoriasis
Skar sekunder akibat trauma atau pembedahan
9. Lesi otak
Cerebrovaskular accident
Demensia
Penyakit parkinson
10. Gangguan afektif
Depresi
Skizofrenia
11. Gangguan endokrin
Akromegali
Sindroma chusing
12. Penyalahgunaan bahan kimia
13. Prosedur diagnostik
14. Kehilangan atau pengurangan fungsi
Impotensi
Pergerakan/kendali
Sensori/persepsi
Memori
15. Terapi modalitas
Teknologi tinggi (misalnya impian defibrilator, prostesis sendi, dialisis)
Kemoterapi
16. Nyeri
17. Perubahan psikososial atau kehilangan
Perubahan volunter atau dipaksakan dalam peran bekerja atau sosial
Dukungan orang terdekat
Perceraian
Kepemilikan pribadi (rumah, perlengkapan rumah tangga, keuangan)
Translokasi/relokasi
18. Respon masyarakat terhadap penuaan (agetasim)
Umpan balik interpersonal negatif
Penekanan pada produktivitas
19. Defisit pengetahuan (personal, pemberi asuhan, atau masyarakat)
C. Gangguan Citra Tubuh
Citra tubuh membangun sebuah kompleks yang didefenisikan oleh kita “persepsi, pikiran
dan perasaan mengenai pengalaman tubuh” yang tertanam dan dibentuk dalam konteks sosial
budaya kita tidak hanya menyediakan rasa diri, citra tubuh juga mempengaruhi bagaimana kita
berpikir, bertindak dan berhubungan dengan orang lain, yang tiba-tiba perubahan dalam satu
penampilan fisik sebagai hasil dari pekerjaan yang berhubungan dengan amputasi dapat hadir
signifikan dan kompleks sebagai tantangan psikologis (Wald & Alvaro, 2004).
Gangguan citra tubuh biasanya melibatkan distorsi dan persepsi negatif tentang penampilan
fisik mereka. Perasaan malu yang kuat, kesadaran diri dan ketidaknyamanan sosial sering
menyertai penafsiran ini. Sejumlah perilaku menghindar sering digunakan untuk menekan emosi
dan pikiran negatif, seperti visual menghindari kontak dengan sisa ekstremitas, mengabaikan
kebutuhan perawatan diri dari sisa ekstremitas dan menyembunyikan sisa ekstremitas lain.
Pada akhirnya reaksi negatif ini dapat mengganggu proses rehabilitasi dan berkontribusi
untuk meningkatkan isolasi sosial (Wald & Alvaro, 2004).
Individu yang mempunyai gangguan bentuk tubuh bisa tersembunyi atau tidak kelihatan
atau dapat juga meliputi suatu bagian tubuh yang berubah secara signifikan dalam bentuk
struktur yang disebabkan oleh rasa trauma atau penyakit.
Beberapa individu boleh juga menyatakan perasaan ketidakberdayaan, keputusasaan, dan
kelemahan, dan boleh juga menunjukkan perilaku yang bersifat merusak terhadap dirinya
sendiri, seperti penurunan pola makan atau usaha bunuh diri. (Kozier, 2004).
Suatu gangguan citra tubuh dapat diketahui perawat dengan mewawancarai dan mengamati
pasien secara berhati-hati untuk mengidentifikasi bentuk ancaman dalam citra tubuhnya (fungsi
signifikan bagian yang terlibat, pentingnya penglihatan dan penampilan fisik bagian yang
terlibat); arti kedekatan pasien terhadap anggota keluarga dan anggota penting lainnya dapat
membantu pasien dan keluarganya (Kozier, 2004).
Respon pasien terhadap kelainan bentuk atau keterbatasan meliputi perubahan dalam
kebebasan. Pola ketergantungan dalam komunikasi dan sosialisasi.
Respon terhadap kelainan bentuk atau keterbatasan dapat berupa:
1. Respon penyesuaian: menunjukkan rasa sedih dan duka cita (rasa shock, kesangsian,
pengingkaran, kemarahan, rasa bersalah atau penerimaan).
2. Respon mal-adaptip: lanjutan terhadap penyangkalan yang berhubungan dengan kelainan bentuk
atau keterbatasan yang tejadi pada diri sendiri. Perilaku yang bersifat merusak, berbicara tentang
perasaan tidak berharga atau perubahan kemampuan dalam menyesuaikan diri dengan
lingkungan.
Respon terhadap pola kebebasan – ketergantungan dapat berupa:
1. Respon penyesuaian: merupakan tanggung jawab terhadap rasa kepedulian (membuat
keputusan) dalam mengembangkan perilaku kepedulian yang baru terhadap diri sendiri,
menggunakan sumber daya yang ada, interaksi yang saling mendukung dengan keluarga.
2. Respon mal-adaptip: menunjukkan rasa tanggung jawab akan rasa kepeduliannya terhadap yang
lain yang terus-menerus bergantung atau dengan keras menolak bantuan.
Respon terhadap Sosialisasi dan Komunikasi dapat berupa:
1. Respon penyesuaian: memelihara pola sosial umum, kebutuhan komunikasi dan menerima
tawaran bantuan, dan bertindak sebagai pendukung bagi yang lain.
2. Respon mal-adaptip: mengisolasikan dirinya sendiri, memperlihatkan sifat kedangkalan
kepercayaan diri dan tidak mampu menyatakan rasa (menjadi diri sendiri, dendam, malu,
frustrasi, tertekan) (Carol, 1997).
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
GANGGUAN KONSEP DIRI ( CITRA TUBUH )
A. Pengkajian
Pengkajian perubahan citra tubuh terintegrasi dengan pengkajian lain. Setelah diagnosa,
tindakan operasi dan program terapi biasanya tidak segera tampak respon pasien terhadap
perubahan-perubahan. Tetapi perawat perlu mengkaji kemampuan pasien untuk
mengintegrasikan perubahan citra tubuh secara efektif (Keliat, 1998).
B. Diagnosa Keperawatan
Selama pasien dirawat, perawat melakukan tindakan untuk diagnosa potensial, dan akan
dilanjutkan oleh perawat di Unit Rawat Jalan untuk memonitor kemungkinan diagnosa aktual.
Beberapa diagnosa gangguan citra tubuh adalah potensial gangguan citra tubuh yang
berhubungan dengan efek pembedahan serta menarik diri yang berhubungan dengan perubahan
penampilan (Keliat, 1998). Adapun Diagnosa yang mungkin Muncul diantaranya:
1. Gangguan konsep diri : Gangguan Citra Tubuh
2. Isolasi social : menarik diri
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Citra tubuh adalah bagaimana cara individu mempersepsikan tubuhnya, baik secara sadar
maupun tidak sadar yang meliputi ukuran, fungsi, penampilan, dan potensi tubuh berikut bagian-
bagiannya. Dengan kata lain, citra tubuh adalah kumpulan sikap individu, baik yang disadari
ataupun tidak yang ditujukan terhadap dirinya.
B. Saran
Setiap orang harus bisa menerima apapun yang ada pada dirinya, sehingga jika ada
ketidakpuasan persepsi terhadap tubuhnya tidak membuat individu merubah dirinya kearah yang
negatif. Maka ketika individu berhasil untuk menerima dirinya sendiri dan bisa mencapai sesuatu
hal tersebut. Dan pada akhirnya pandangan manusia dalam mendeskripsikan pandangan terhadap
citra tubuhnya bukan malah memburuk tetapi berharap lebih baik.