Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN PSIKOSOSIAL

“GANGGUAN CITRA TUBUH”

Dosen Pengampu :

STASE KEPERAWATAN JIWA

Denny Ricky, S. Kep., Ners, M. Kep, Sp. KMB

Disusun oleh :

Mada Pasalli Saludung (2153014)

Profesi Ners Sec. A

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

TAHUN AJARAN 2021/2022


A. DEFINISI GANGGUAN CITRA TUBUH
Citra tubuh adalah cara individu mempersepsikan ukuran, penampilan, dan fungsi tubuh dan
bagian-bagiannya. Citra tubuh memiliki aspek kognitif dan afektif. Kognitif adalah
pengetahuan materi tubuh, seperti nyeri, kesenangan, keletihan, gerakan fisik. Citra tubuh
adalah gabungan dari sikap, kesadaran, dan tidak kesadaran, yang dimiliki seseorang
terhadap tubuhnya.
Gangguan citra tubuh (body image) adalah perubahan persepsi tentang tubuh yang
diakibatkan oleh perubahan ukuran, bentuk, struktur, fungsi, keterbatasan, makna dan objek
(Harnawatiaj, 2008).Gangguan citra tubuh biasanya melibatkan distorsi dan presepsi negative
tentang penampilan fisik mereka. Perasaan malu yang kuat, kesadaran diri dan
ketidaknyamanan sosial sering menyertai penafsiran ini. Sejumlah perilaku menghindar
sering digunakan untuk menekan emosi dan pikiran negatif, seperti visual menghindari
kontak dengan sisa ektremitas dan menyembunyikan sisa ekstremitas lain. Pada akhirnya
reaksi negatif ini dapat mengganggu proses rehabilitasi dan berkontribusi untuk
meningkatkan isolasi sosial (Wald & Alvaro, 2004).
Individu yang mempunyai gangguan bentuk tubuh bisa tersembunyi atau tidak kelihatan atau
dapat juga meliputi suatu bagian tubuh yang berubah secara signifikan dalam bentuk struktur
yang disebabkan oleh rasa trauma atau penyakit. Beberapa individu boleh juga menyatakan
perasaan ketidakberdayaan, keputusasaan, dan kelemahan, dan boleh juga menunjukkan
perilaku yang bersifat merusak terhadap dirinya sendiri, seperti penurunan pola makan atau
usaha bunuh diri. (Kozier, 2004).
Respon pasien terhadap kelainan bentuk atau keterbatasan meliputi perubahan dalam
kebebasan. Pola ketergantungan dalam komunikasi dan sosialisasi. Respon terhadap kelainan
bentuk atau keterbatasan dapat berupa:
1. Respon penyesuaian: menunjukkan rasa sedih dan duka cita (rasa shock, kesangsian,
pengingkaran, kemarahan, rasa bersalah atau penerimaan)
2. Respon mal-adaptip: lanjutan terhadap penyangkalan yang berhubungan dengan kelainan
bentuk atau keterbatasan yang tejadi pada diri sendiri. Perilaku yang bersifat merusak,
berbicara tentang perasaan tidak berharga atau perubahan kemampuan dalam
menyesuaikan diri dengan lingkungan. bersifat merusak, berbicara tentang perasaan tidak
berharga atau perubahan kemampuan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan.
Respon terhadap pola kebebasan-ketergantungan dapat berupa:
1. Respon penyesuaian: merupakan tanggung jawab terhadap rasa kepedulian (membuat
keputusan) dalam mengembangkan perilaku kepedulian yang baru terhadap diri sendiri,
menggunakan sumber daya yang ada, interaksi yang saling mendukung dengan keluarga.
2. Respon mal-adaptip: menunjukkan rasa tanggung jawab akan rasa kepeduliannya
terhadap yang lain yang terus-menerus bergantung atau dengan keras menolak bantuan.
Respon terhadap Sosialisasi dan Komunikasi dapat berupa:
1. Respon penyesuaian: memelihara pola sosial umum, kebutuhan komunikasi dan
menerima tawaran bantuan, dan bertindak sebagai pendukung bagi yang lain.
2. Respon mal-adaptip: mengisolasikan dirinya sendiri, memperlihatkan sifat
kedangkalankepercayaan diri dan tidak mampu menyatakan rasa (menjadi diri sendiri,
dendam, malu, frustrasi, tertekan) (Carol, 1997).

B. KLASIFIKASI CITRA TUBUH


Menurut Riyadi (2015), citra tubuh normal adalah persepsi individu yang dapat menerima
dan menyukai tubuhnya sehingga bebas dari ansietas dan harga dirinya meningkat. Gangguan
citra tubuh adalah persepsi negative tentang tubuh yang diakibatkan oleh perubahan ukuran,
bentuk, struktur, fungsi, keterbatasan, makna dan obyek yang sering berhubungan dengan
tubuh. Stressor pada tiap perubahan, yaitu :
a. Perubahan ukuran tubuh : berat badan yang turun akibat penyakit.
b. Perubahan bentuk tubuh : tindakan invasive, seperti operasi, suntikan, daerah
pemasangan infus.
c. Perubahan struktur : sama dengan perubahan bentuk tubuh disertai dengan pemasangan
alat di dalam tubuh.
d. Perubahan fungsi : berbagai penyakit yang dapat merubah system tubuh.
e. Keterbatasan : gerak, makan, kegiatan.
f. Makna dan obyek yang sering kontak : penampilan dan dandan berubah pemasangan alat
pada tubuh klien (infus, fraksi,, respitor, suntik, pemeriksaan tanda vital, dll).
Citra tubuh Menurut (Dewi,2009) di klasifikasikan menjadi 2 bagian, yaitu Negatif dan
Positif.
a. Citra tubuh yang negatif merupakan suatu persepsi yang salah mengenai bentuk individu,
perasan yang bertentangan dengan kondisi tubuh individu sebenarnya. Individu merasa
bahwa hanya orang lain yang menarik dan bentuk tubuh dan ukuran tubuh individu
adalah sebuah tanda kegagalan pribadi. Individu merasakan malu, self-conscious, dan
khawatir akan badannya. Individu merasakan canggung dan gelisah terhadap badannya
(Dewi, 2009).
b. Citra Tubuh yang positif merupakan suatu persepsi yang benar tentang bentuk individu,
individu melihat tubuhnya sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. Individu menghargai
badan/tubuhnya yang alami dan individu memahami bahwa penampilan fisik seseorang
hanya berperan kecil dalam menunjukkan karakter mereka dan nilai dari seseorang.
Individu merasakan bangga dan menerimanya bentuk badannya yang unik dan tidak
membuang waktu untuk mengkhawatirkan makanan, berat badan, dan kalori. Individu
merasakan yakin dan nyaman dengan kondisi badannya (Dewi, 2009).

C. FAKTOR PREDISPOSISI
1. Biologis :
Penyakit genetik dalam keluarga, Pertumbuhan dan perkembangan masa bayi, anak dan
remaja, Anoreksia, bulimia, atau berat badan kurang atau berlebih dari berat badan ideal,
perubahan fisiologi pada kehamilan dan penuaan, pembedahan elektif dan operasi,
trauma, penyakit atau gangguan organ dan fungsi tubuh lain ; Stroke, Kusta, Asthma dan
lain-lain, pengobatan atau kemoterapi, penyalahgunaan obat atau zat ; coccaine,
Amphetamine, Halusinogen dan lain-lain.
2. Psikologis :
Gangguan kemampuan verbal, konflik dgn nilai masyarakat, pengalaman masa lalu yang
tidak menyenangkan, ideal diri tidak realistis.
3. Sosial budaya :
Pendidikan masih rendah, masalah dlm pekerjaan, nilai budaya bertentangan dgn nilai
individu, pengalaman sosial yg tdk menyenangkan, kegagalan peran sosial.

D. FAKTOR PRESIPITASI
Faktor Presipitasi yang mengakibatkan terjadinya gangguan citra tubuh antara lain :
1. Bencana alam
2. Trauma
3. Penyakit, kelainan hormonal
4. Operasi atau pembedahahan
5. Perubahan masa pertumbuhan dan perkembangan ; maturasi
6. Perubahan fisiologis tubuh ; kehamilan, penuaan.
7. Prosedur medis dan keperawatan ; efek pengobatan ; radioterapi, kemoterapi.

E. STRESSOR YANG MEMPENGARUHI CITRA TUBUH


a. Kehilangan bagian tubuh (mis., amputasi, mastektomi, histerektomi).
b. Kehilangan fungsi tubuh ( (mis., akibat stroke, cidera sumsu tulang belakang, penyakit
neuromuscular, arttritis, penurunan kemampuan mental dan sensori).
c. Disfigurement (mis., selama kehamilan, luka bakar berat, noda di wajah, kolostomi,
trakeostomi). Ideal diri tidak realistis (mis., konfigurasi muscular yang tidak dapat
dicapai).

F. TANDA DAN GEJALA


Menurut Dalami tahun 2018, tanda dan gejala gangguan citra tubuh antara lain :
 Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah.
 Tidak menerima perubahan yang telah terjadi/akan terjadi.
 Menolak penjelasan perubahan tubuh dan persepsi negative pada tubuh.
 Preokupasi dengan bagian tubuh yang hilang
 Mengungkapkan keputusasaan.
 Mengungkapkan ketakuan.

G. PENATALAKSANAAN
1. Terapi Keluarga
Sebuah keluarga adalah sebuah sistem social yang alami,, dimana seseorang menyusun
aturan, peran, struktur kekuasaan, bentuk komunikasi, cara mendiskusikan pemecahan
masalah sehingga dapat melaksanakan berbagai kegiatan dengan lebih efektif (Pardede,
2020).
Salah satu faktor yang mempengaruhi gangguan citra tubuh adalah dukungan
keluarga. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap seseorang mengenai
citra tubuh adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, pendidikan, serta orang lain yang
dianggap penting (keluarga). Dimana keluarga dapat memberikan dorongan dan motivasi
kepada pasien kusta yang mengalami gangguan citra tubuh (body image) ke arah
pemecahan masalah.
2. Terapi Hipnotis 5 Jari
Pemberian terapi hipnotis lima jari ialah membantu pasien menurunkan stress tanpa
adanya bantuan pharmakologi, memberikan dan meningkatkan pengalaman subjektif
bahwa ketegangan fisiologis bisa direlaksasikan sehingga relaksasi akan menjadi
kebiasaan berespon pada keadaan-keadaan tertentu ketika otot tegang, menurunkan stress
pada individu, mencegah manifestasi psikologi maupun fisiologis yang diakibatkan stress
(Marbun, Pardede & Perkasa, 2019).

H. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian Gangguan Citra Tubuh
Pengkajian dilakukan dengan cara wawancara dan observasi pada pasien dan keluarga
(pelaku rawat). Tanda dan gejala Gangguan Citra Tubuh dapat ditemukan melalui
wawancara dengan pertanyaan sebagai berikut:
a. Bagaimana pandangan / penilaian Anda tentang bagian tubuh yang hilang /cacat,
bagian tubuh yang lain?
b. Bagaimana penilaian Anda terhadap bagian tubuh tersebut akan mempengaruhi
hubungan Anda dengan orang lain?
c. Apa yang menjadi harapan Anda pada tubuh yang lain?
d. Apa saja harapan yang telah Anda capai?
e. Apa saja harapan yang belum berhasil Anda capai?
f. Apa upaya yang Anda lakukan untuk mencapai harapan yang belum terpenuhi?
Tanda dan gejala Gangguan Citra Tubuh yang dapat ditemukan melalui observasi sebagai
berikut:
a. Penurunan produktivitas
b. Menyembunyikan baggian tubuh yang cacat, bekas operasi
c. Pasien tidak berani menatap lawan bicara dan lebih banyak menundukkan kepala saat
berinteraksi
d. Bicara lambat dengan nada sura lemah
2. Tindakan Keperawatan Gangguan Citra Tubuh
Tindakan keperawatan Gangguan Citra Tubuh dilakukan terhadap pasien dan keluarga
(pelaku rawat). Saat melakukan pelayanan ruang rawat inap, di poli kesehatan jiwa atau
kunjungan rumah, perawat menemui keluarga (pelaku rawat) terlebih dahulu sebelum
menemui pasien. Bersama keluarga (pelaku rawat), perawat mengidentifikasi masalah
yang dialami pasien dan keluarga (pelaku rawat). Setelah itu, perawat menemui pasien
untuk melakukan pengkajian dan melatih cara untuk mengatasi Gangguan Citra Tubuh
yang dialami pasien. Setelah perawat selesai melatih pasien, maka perawat kembali
menemui keluarga (pelaku rawat) dan melatih keluarga (pelaku rawat) untuk merawat
pasien, serta menyampaikan hasil tindakan yang telah dilakukan terhadap pasien dan
tugas yang perlu keluarga lakukan yaitu untuk membimbing pasien melatih kegiatan
dengan menggunakan anggota tubuh lain yang telah diajarkan oleh perawat untuk
meningkatkan citra tubuh.
Tindakan keperawatan untuk pasien dan keluarga dilakukan pada setiap pertemuan,
minimal empat kali pertemuan dan dilanjutkan sampai pasien dan keluarga mampu
meningkatkan citra tubuh.
a. Tindakan Keperawatan untuk Pasien Gangguan Citra Tubuh
Tujuan :
1) Pasien dapat mengidentifikasi Citra Tubuhnya
2) Pasien dapat mengidentifikasi potensi (aspek positif) dirinya
3) Pasien dapat mengetahui cara-cara untuk meningkatkan citra tubuh
4) Pasien dapat melakukan cara-cara untuk meningkatkan citra tubuh
5) Pasien dapat berinteraksi dengan orang lain tanpa terganggu
b. Tindakan Keperawatan
1) Asesmen citra tubuh (gangguan dan potensi) dan menerima keadaan tubuh saat ini
2) Latih cara meningkatkan citra tubuh
SP1 Pasien : Pengkajian dan Menerima Citra Tubuh dan Latihan Meningkatkan
Citra Tubuh
1. Bina hubungan saling percaya:
a) Mengucapkan salam terapeutik, memperkenalkan diri, panggil pasien sesuai nama
panggilan yang disukai.
b) Menjelaskan tujuan interaksi: melatih pengendalian ketidakberdayaan agar proses
penyembuhan lebih cepat.
c) Membuat kontrak (inform consent) dua kali pertemuan latihan pengendalian
Gangguan Citra Tubuh
2. Bantu pasien mengenal gangguan citra tubuhnya:
a) Bantu pasien untuk mengidentifikasi dan menguraikan perasaanya
b) Bantu pasien mengenal penyebab Gangguan Citra Tubuhnya
c) Bantu pasien menyadari perilaku akibat Gangguan Citra Tubuhnya
3. Diskusikan persepsi pasien tentang citra tubuhnya : dulu dan saat ini, perasaan
tentang citra tubuhnya dan harapan terhadap citra tubuhnya saat ini.
4. Diskusikan potensi bagian tubuh yang lain yang masih sehat
5. Bantu pasien untuk meningkatkan fungsi bagian tubuh yang terganggu
6. Bantu menggunakan bagian tubuh yang masih sehat
7. Bantu pasein melihat, menyentuh bagian tubuh yang terganggu
SP 2 Pasien : Evaluasi Citra Tubuh dan Latihan Peningkatan Citra Tubuh dan
Bersosialisasi
1. Pertahankan rasa percaya pasien
a. Mengucapkan salam dan memberi motivasi
b. Asesmen ulang citra tubuh dan hasli latihan peningkatan citra tubuh
c. Membuat kontrak ulang: latihan peningkatan citra tubuh
2. Motivasi pasien untuk melakukan aktivitas yang mengarah pada pembentukan tubuh
yang ideal
3. Ajarkan pasien meningkatkan citra tubuh dengan cara:
a. Gunakan protese, wig, kosmetik atau yang lainnya sesegera mungkin, gunakan
pakaian baru (jika diperlukan)
b. Motivasi pasien untuk melihat bagian yang hilang secara bertahap
4. Lakukan interaksi secara bertahap dengan cara :
a. Susun jadwal kegiatan sehari-hari
b. Dorong melakukan aktivitas sehari-hari dan terlibat dalam aktivitas dalam
keluarga dan social
c. Dorong untuk mengunjung teman dan orang lain yang berarti / mempunyai peran
penting baginya
d. Beri pujian terhadap keberhasilan pasien melakukan interaksi
DAFTAR PUSTAKA
Erita, S. Hununwidiastuti, H. Leniwita. 2019. Buku Pedoman Praktik Klinik Keperawatan Jiwa.
Universitas Kristen Indonesia.
(http://repository.uki.ac.id/2704/1/BukuPedomanPraktikKlinikKepjiwa.pdf)
Hidayattullah, Taufik. 2017. Hubungan Gangguan Citra Tubuh dengan Tingkat Stress pada
Pasien Pasca Operasi Bedah Mayor di Ruang Bedah RSUD Achmad Muchtar Bukit Tinggi
Tahun 2017. STIKES PERINTIS PADANG
(http://repo.stikesperintis.ac.id/354/1/44%20TAUFIK%20HIDATULLAH.pdf)
Keliat, BA. (2009) Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa.Jakarta: EGC
Wald & Alvaro. (2004).Changes in the Physical Appearance of the Body Image. Jounal
Psychology and Psychiatry. Vol. 39 (8). (Http;//web.ebscohost.com/ehost/res).
Yunalia, E.M., Mahyuvi, T. 2017. Hubungan antara Dukungan Keluarga dengan Gangguan Citra
Tubuh pada Penderita Kusta. Jurnal Kesehatan. Vol. 5 No. 2.
(https://ejurnaladhkdr.com/index.php/jik/article/view/131)

Anda mungkin juga menyukai