Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN PSIKOSOSIAL

“KEPUTUSASAAN”

Dosen Pengampu :

STASE KEPERAWATAN JIWA

Denny Ricky, S. Kep., Ners, M. Kep, Sp. KMB

Disusun oleh :

Mada Pasalli Saludung (2153014)

Profesi Ners Sec. A

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

TAHUN AJARAN 2021/2022


A. DEFINISI KEPUTUSASAAN
Keputusasaan merupakan keadaan subjektif seorang individu yang melihat keterbatasan atau
tidak adanya alternative atau pilihan pribadi yang tersedia dan tidak dapat memobilisasi
energy yang dimilikinya (NANDA, 2005).
Keputusasaan adalah keadaan emosional ketika individu merasa bahwa kehidupannya terlalu
berat untuk dijalani (dengan kata lain mustahil). Seseorang yang tidak memiliki harapan
tidak melihat adanya kemungkinan untuk memperbaiki kehidupannya dan tidak menemukan
solusi untuk permasalahannya, dan ia percaya bahwa baik dirinya atau siapapun tidak akan
bisa membantunya. Keputusasaan berkaitan dengan kehilangan harapan, ketidakmampuan,
keraguan, duka cita, apati, kesedihan, depresi, dan bunuh diri. ( Cotton dan Range,1996 ).
Menurut (Pharris, Resnick ,dan ABlum, 1997), mengemukakan bahwa keputusasaan
merupakan kondisi yang dapat menguras energi. Keputusasaan merupakan status emosional
yang berkepanjangan dan bersifat subyektif yang muncul saat individu tidak melihat adanya
alternatif lain atau pilihan pribadi untuk mengatasi masalah yang muncul atau untuk
mencapai apa yang diiginkan serta tidak dapat mengerahkan energinya untuk mencapai
tujuan yang ditetapkan (Carpenito, 563).

B. FAKTOR PREDISPOSISI
1. Biologis
a. Latar belakang genetik : ada riwayat keluarga tentang depresi
b. Status Nutrisi : Snoreksia, tidak ada perbaikan nutrisi, BB kurang (kurus/terlalu
kurus), BB lebih (gemuk/terlalu gemuk) atau BB tidak ideal.
c. Status Kesehatan secara umum: riwayat penyakit kanker riwayat penyakit neurologis
(epilepsi, trauma kepala), riwayat gangguan pada jantung (PJB, PJK, Hipertensi,
aterosklerosis), riwayat gangguan paru-paru (TBC, PPOM, udem paru, asma,
embolisme paru, dll), riwayat penyakit endokrin, riwayat penggunaan zat.
d. Sensitifitas biologi : ketidakseimbangan elektrolit, gangguan pada sistem limbik,
thalamus, kortek frontal, GABA, norepinefrin, serotonin.
e. Paparan terhadap racun, sindrom alcohol saat janin.
2. Psikologis
a. Intelegensi : RM ringan – RM sedang : IQ
b. Kemampuan verbal: Gagap, tidak mampu mengungkapkan apa yang dipikirkannya.
c. Moral
d. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan : perpisahan traumatik dengan
orang yang berarti, penolakan dari keluarga, perceraian, kekerasan dalam rumah
tangga, diturunkan dari jabatannya, konflik dengan rekan kerja, penganiayaan
seksual, seringkali mengalami kegagalan, episode depresi sebelumnya.
e. Konsep diri : konsep diri negatif, ideal diri yang tidak realistis, kurang penghargaan
f. Motivasi : kurang dukungan sosial, kurang dukungan dari diri sendiri
g. Pertahanan psikologis: self control yang kurang
3. Sosiokultural
a. Usia : < 40 tahun
b. Gender : Wanita > laki-laki
c. Pendidikan : tidak sekolah, pendididkan rendah (hanya tamat SD, SMP), putus
sekolah, tidak mampu menyelesaikan tugas-tugas, tinggal kelas
d. Pendapatan: kurang/rendah : dibawah umr, tidak mandiri dalam ekonomi.
e. Pekerjaan: pengangguran, PHK, pekerjaan tidak tetap
f. Status & peran sosial kegagalan berperan sosial.
g. Latar belakang agama dan keyakinan kurang /tidak menjalankan ajaran agama dan
keyakinan, kehilangan rutinitas ibadah.
h. Keikutsertaan dalam politik : pengurus partai politik, post power syndrome
i. Pengalaman sosial: sering mengalami penolakan kelompok sebaya

C. FAKTOR PRESIPITASI
1. Nature
a. Faktor Biologis :
 Status nutrisi : tidak ada perbaikan nutrisi, BB tidak ideal.
 Status Kesehatan secara umum: menderita penyakit kronik atau terminal,
kehilangan salah satu anggota badan.
 Sensitifitas biologi : ketidakseimbangan elektrolit, gangguan pada sistem
limbik, thalamus, kortek frontal, GABA, norepinefrin, serotonin.
b. Faktor Psikologis Intelegensi :
 RM ringan (IQ 50 – 70), RM sedang (IQ 35 – 50).
 Kemampuan verbal : buta, tuli, gagap, pelo, adanya pembatasan kontak sosial,
lokasi tempat tinggal yang terisolasi.
 Moral : melanggar norma dan nilai di masyarakat
 Kepribadian : menghindar, ambang.
c. Pengalaman yang tidak menyenangkan : korban perkosaan, perceraian, perpisahan
dengan orang yang berarti, KDRT, diturunkan dari jabatannya, konflik dengan rekan
kerja.
d. Faktor Sosial Budaya: putus sekolah, PHK, turun jabatan, penolakan dari orang yang
berarti, pendapatan yang rendah.
2. Origin
a. Internal : persepsi individu yang tidak baik tentang dirinya, orang lain dan
lingkungannya.
b. Eksternal : kurangnya dukungan keluarga, kurang dukungan masyarakat, kurang
dukungan kelompok/teman sebaya
3. Number
Stres terjadi dalam waktu dekat dan stress terjadi secara berulang-ulang/ terus menerus
4. Timing: sumber stres lebih dari satu dan stres dirasakan sebagai masalah yang sangat
berat
D. TANDA DAN GEJALA
1. Ungkapan klien tentang situasi kehidupan tanpa harapan dan terasa hampa (“saya tidak
dapat melakukan”)
2. Sering mengeluh dan Nampak murung.
3. Nampak kurang bicara atau tidak mau berbicara sama sekali
4. Menunjukkan kesedihan, afek datar atau tumpul.
5. Menarik diri dari lingkungan.
6. Kontak mata kurang.
7. Mengangkat bahu tanda masa bodoh.
8. Nampak selalu murung atau blue mood.
9. Menunjukkan gejala fisik kecemasan (takikardia, takipneu)
10. Menurun atau tidak adanya selera makan
11. Peningkatan waktu tidur.
12. Penurunan keterlibatan dalam perawatan.
13. Bersikap pasif dalam menerima perawatan.
14. Penurunan keterlibatan atau perhatian pada orang lain yang bermakna

E. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Psikofarmaka
Terapi dengan obat-obatan sehingga dapat meminimalkan gangguankeputusasaan.
2. Psikoterapi
Merupakan terapi kejiwaan yang harus diberikan apabila penderita telah diberikan terapi
psikofarmaka dan telah mencapai tahapan di mana kemampuan menilai realitas sudah
kembali pulih dan pemahaman diri sudah baik. Psikoterapi ini bermacam-macam
bentuknya antara lain psikoterapi suportif dimaksudkan untuk memberikan dorongan,
semangat dan motivasi agar penderita tidak merasa putusasa dan semangat juangnya.
Psikoterapi Re-eduktif dimaksudkan untuk memberikan pendidikan ulang yang
maksudnya memperbaiki kesalahan pendidikan di waktu lalu, psikoterapi rekonstruktif
dimaksudkan untuk memperbaiki kembali kepribadian yang telah mengalami keretakan
menjadi kepribadian utuh seperti semula sebelum sakit, psikologi kognitif, dimaksudkan
untuk memulihkan kembali fungsi kognitif (daya pikir dan daya ingat) rasional sehingga
penderita mampu membedakan nilai-nilai moral etika. Mana yang baik dan buruk, mana
yang boleh dan tidak, dan sebagainya. Psikoterapi perilaku dimaksudkan untuk
memulihkan gangguan perilaku yangterganggu menjadi perilaku yang mampu
menyesuaikan diri, psikoterapi keluarga dimaksudkan untuk memulihkan penderita dan
keluarganya.
3. Terapi Psikososial
Dengan terapi ini dimaksudkan penderita agar mampu kembali beradaptasi dengan
lingkungan sosialnya dan mampu merawat diri, mampu mandiri tidak tergantung pada
orang lain sehingga tidak menjadi beban keluarga. Penderita selama menjalani terapi
psikososial ini hendaknya masih tetap mengkonsumsi obat psikofarmaka.
4. Terapi Psikoreligius
Terapi keagamaan ternyata masih bermanfaat bagi penderita gangguan jiwa. Dari
penelitian didapatkan kenyataan secara umum komitmen agama berhubungan dengan
manfaatnya di bidang klinik. Terapi keagamaan ini berupa kegiatan ritual keagamaan
seperti sembah yang, berdoa, mamanjatkan puji-pujian kepada Tuhan,ceramah
keagamaan, kajian kitab suci dan sebagainya.
5. Rehabilitasi
Program rehabilitasi penting dilakukan sebagi persiapan penempatan kembali ke keluarga
dan masyarakat. Program ini biasanya dilakukan di lembaga (institusi) rehabilitasi
misalnya di suatu rumah sakit jiwa. Dalam program rehabilitasi dilakukan berbagai
kegiatan antara lain; terapi kelompok, menjalankan ibadah keagamaan bersama, kegiatan
kesenian, terapi fisik berupa olah raga,keterampilan, berbagai macam kursus, bercocok
tanam, rekreasi, dsbnya. Pada umumnya program rehabilitasi ini berlangsung antara 3-6
bulan. Secara berkala dilakukan evaluasi paling sedikit dua kali yaitu evaluasi sebelum
penderita mengikuti program rehabilitasi dan evaluasi pada saat si penderita akan
dikembalikan ke keluarga dan ke masyarakat.

F. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


Tujuan Khusus : Klien mampu:
a. Membina hubungan saling percaya
b. Mengenal masalah keputusasaannya
c. Berpartisipasi dalam aktivitas
d. Menggunakan keluarga sebagai system pendukung
Tindakan Keperawatan
1. Bina hubungan saling percaya
a. Ucapkan salam
b. Perkenalkan diri : sebutkan nama dan panggilan yang disukai
c. Jelaskan tujuan pertemuan
d. Dengarkan klien dengan penuh perhatian
e. Bantu klien penuhi kebutuhan dasarnya.
2. Klien mengenal masalah keputusasaannya
a. Beri kesempatan bagi klien mengungkapkan perasaan sedih/ kesendirian/
keputusasaannya.
b. Tetapkan adanya perbedaan antara cara pandang klien terhadap kondisinya dengan
cara pandang perawat terhadap kondisi klien.
c. Bantu klien mengidentifikasi tingkah laku yang mendukung putus asa : pembicaraan
abnormal/negative, menghindari interaksi dengan kurangnya partisipasi dalam
aktivitas.
d. Diskusikan dengan klien cara yang biasa dilakukan untuk mengatasi masalah,
tanyakan manfaat dari cara yang digunakan.
e. Dukung klien untuk menggunakan koping efektif yang selama ini digunakan oleh
klien.
f. Beri alternative penyelesaian masalah atau solusi.
g. Bantu klien mengidentifikasi keuntungan dan kerugian dari tiap alternative.
h. Identifikasi kemungkinan klien untuk bunuh diri (putus asa adalah factor risiko
terbesar dalam ide untuk bunuh diri) : tanyakan tentang rencana, metode dan cara
bunuh diri.
3. Klien berpartisipasi dalam aktivitas
a. Identifikasi aspek positif dari dunia klien (“keluarga anda menelepon RS setiap hari
untuk menanyakan keadaanmu ?”
b. Dorong klien untuk berpikir yang menyenangkan dan melawan rasa putus asa.
c. Dukung klien untuk mengungkapkan pengalaman yang mendukung pikiran dan
perasaan yang positif.
d. Berikan penghargaan yang sungguh-sungguh terhadap usaha klien dalam mencapai
tujuan, memulai perawatan diri, dan berpartisipasi dalam aktivitas.
4. Klien menggunakan keluarga sebagai system pendukung
a. Bina hubungan saling percaya dengan keluarga :
 Ucapkan salam.
 Perkenalkan diri : sebutkan nama dan panggilan yang disukai.
 Tanyakan nama keluarga, panggilan yang disukai, hubungan dengan klien.
 Jelaskan tujuan pertemuan.
 Buat kontrak pertemuan.
b. Identifikasi masalah yang dialami keluarga terkait kondisi putus asa klien
c. Diskusikan upaya yang telah dilakukan keluarga untuk membantu klien mengatasi
masalah dan bagaimana hasilnya.
d. Tanyakan harapan keluarga untuk membantu klien mengatasi masalahnya.
e. Diskusikan dengan keluarga tentang keputusasaan :
 Arti, penyebab, tanda-tanda, akibat lanjut bila tidak diatasi.
 Psikofarmaka yang diperoleh klien: manfaat, dosis, efek samping, akibat bila
tidak patuh minum obat.
 Cara keluarga merawat klien
 Akses bantuan bila keluarga tidak dapat mengatasi kondisi klien (Puskesmas,
RS).
STRATEGI PELAKSANAAN KEPUTUSASAAN
a. Tujuan Khusus : Klien mampu
1) Membina hubungan saling percaya
2) Mengenal masalah keputusasaannya
b. Tindakan Keperawatan
1) Bina hubungan saling percaya
 Ucapkan salam
 Perkenalkan diri : sebutkan nama dan panggilan yang disukai
 Jelaskan tujuan pertemuan
 Dengarkan klien dengan penuh perhatian
 Bantu klien penuhi kebutuhan dasarnya.
2) Klien mengenal masalah keputusasaannya
 Beri kesempatan bagi klien mengungkapkan perasaan sedih/ kesendirian/
keputusasaannya.
 Tetapkan adanya perbedaan antara cara pandang klien terhadap kondisinya
dengan cara pandang perawat terhadap kondisi klien.
 Bantu klien mengidentifikasi tingkah laku yang mendukung putus asa :
pembicaraan abnormal/negatif, menghindari interaksi dengan kurangnya
partisipasi dalam aktivitas.
 Diskusikan dengan klien cara yang biasa dilakukan untuk mengatasi masalah,
tanyakan manfaat dari cara yang digunakan.
 Dukung klien untuk menggunakan koping efektif yang selama ini digunakan
oleh klien.
 Beri alternatif penyelesaian masalah atau solusi.
 Bantu klien mengidentifikasi keuntungan dan kerugian dari tiap alternatif.
 Identifikasi kemungkinan klien untuk bunuh diri (putus asa adalah factor
risiko terbesar dalam ide untuk bunuh diri) : tanyakan tentang rencana, metode
dan cara bunuh diri.
DUKUNGAN EMOSIONAL (1.09256)
1. Observasi
a. Identifikasi fungsi marah, frustasi, dan amuk bagi pasien
b. Identifikasi hal yang telah memicu emosi
2. Terapeutik
a. Fasilitasi mengungkapkan perasaan cemas, marah, atau sedih
b. Buat pernyataan suportif atau empati selama fase berduka
c. Lakukan sentuhan untuk memberikan dukungan (mis. merangkul, menepuk-nepuk)
d. Tetap bersama pasien dan pastikan keamanan selama ansietas, jika perlu
e. Kurangi tuntutan berfikir saat sakit atau lelah
3. Edukasi
a. Jelaskan konsekuensi tidak menghadapi rasa bersalah atau malu
b. Anjurkan mengungkapkan perasaan yang dialami (mis. ansietas, marah, sedih)
c. Anjurkan mengungkapkan pengalaman emosional sebelumnya dan pola respon yang
biasa digunakan
d. Ajarkan penggunaan mekanisme pertahanan yang tepat
4. Kolaborasi
a. Rujuk untuk konseling, jika perlu
PROMOSI HARAPAN (I.09307)
1. Observasi
a. Identifikasi harapan pasien dan keluarga dalam pencapaian hidup
2. Terapiutik
a. Sadarkan bahwa kondisi yang dialami memiliki nilai penting
b. Pandu mengingat kembali kenangan yang menyenangkan
c. Libatkan pasien secara aktif dalam perawatan
d. Kembangkan rencana perawatan yang melibatkan tingkat pencapaian tujuan
sederhana sampai dengan kompleks
e. Berikan kesempatan kepda pasien dan keluarga terlibat dengan dukungan kelompok
f. Ciptakan lingkungan yang memudahakan mempraktekan kebutuhan sepiritual
3. Edukasi
a. Anjurkan mengungkaokan perasaanterhadap kondisi dengan realistis
b. Anjurkan mempertahankan hubungan(mis. menyebutkan nama orang yang dicintai)
c. Anjurkan mempertahankan hubungan terapeutik dengan orang lain
d. Latih menyusun tujuan sesuai harapan
e. Latih cara mengembangakn sepiritual diri
f. Latih cara mengenang dan minikmati masa lalu (mis. prestasi, pengalaman ).
DAFTAR PUSTAKA
Abdi, A. Surya. 2012. Keperawatan Jiwa Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan
Keputusasaan. Universitas Muslim Indonesia Makassar.
(https://id.scribd.com/doc/136442295/ASKEP-KEPUTUSASAAN)
Asuhan Keperawatan Dengan Keputusasaan (D.0088) (https://n2ncollection.com/asuhan-
keperawatan-dengan-keputusasaan-d-0088/)
Fitriani, D.R., Damaiyanti, M. Modul Keperawatan Jiwa. (https://laboratorium.umkt.ac.id/wp-
content/uploads/2020/12/Modul-Keperawatan-Jiwa-I.pdf)
Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. (Eds). (2014). NANDA international Nursing Diagnoses:
Definitions & classification, 2015-2017. Oxford : Wiley Blackwell.

Anda mungkin juga menyukai