Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN DAN STRATEGI

PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN


DENGAN GANGGUAN CITRA TUBUH
Diajukan guna Memenuhi Syarat Ujian Praktikum Semester 5
Mata Kuliah Keperawatan Jiwa
Dosen Pengampu : Ners. Ricka Ardila, S.ST

Disusun Oleh :
Muhamad Rifki Dawil Mujib
(P27901118078)
Reguler / Semester :
3B / Semester 5

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANTEN


PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN
TANGERANG
2020

1
LAPORAN PENDAHULUAN

I. KASUS (MASALAH UTAMA) : Gangguan Konsep Diri: Gambaran Diri (Body Image)
Citra tubuh adalah kumpulan dan sikap individu yang disadari dan tidak
disadari terhadap tubuhnya termasuk persepsi masa lalu dan sekarang, serta
perasaan tentang ukuran,fungsi, penampilan dan potensi tubuh (Stuart Laraia,
2005). Sedangkan NANDA Internasional (2010) mendefinisikan gangguan citra tubuh
sebagai konfusi gangguan proses berpikir dalam gambaran mental fisik dari individu.
Citra tubuh adalah integrasi persepsi, pikiran dan perasaan individu tentang bentuk,
ukuran, berat tubuh dan fungsi tubuh serta bagian-bagiannya yang digambarkan
dalam bentuk penampilan fisik (Fontaine, 2003). Gangguan citra tubuh adalah
perasaan tidak puas terhadap perubahan bentuk, struktur dan fungsi tubuh karena
tidak sesuai dengan yang diinginkan (StuartLaraia, 2005). Gangguan citra tubuh
adalah perasaan tidak puas seseorang terhadap tubuhnya yang diakibatkan oleh
perubahan struktur, ukuran, bentuk, dan fungsi tubuh karena tidak sesuai dengan
yang diinginkan (SAK Jiwa, FIK UI Depok, 2017).
II. PROSES TERJADINYA MASALAH
A. Faktor Predisposisi
1) Biologi
Harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai karena
dirawat atau sakit. Stresor fisik atau jasmani yang lain seperti: suhu dingin
atau panas, suara bising, rasa nyeri atau sakit, kelelahan fisik, lingkungan
yang tidak memadai dan pencemaran (polusi) udara atau zat kimia.
2) Penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak realistis, kegagalan yang
berulang, kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan
pada orang lain dan ideal diri yang tidak realistis. Stressor yang lain adalah
konflik, tekanan, krisis dan kegagalan.
3) Sosio kultural
Stereotipi peran gender, tuntutan peran kerja, harapan peran budaya,
tekanan dari kelompok sebaya dan perubahan struktur social.
4) Faktor predisposisi gangguan gambaran diri

2
a. Kehilangan/kerusakan bagian tubuh (anatomi/fungsi)
b. Perubahan ukuran, bentuk dan penampilan tubuh (akibat pertumbuhan
dan perkembangan atau penyakit)
c. Proses patologik penyakit dan dampaknya terhadap struktur maupun
fungsi tubuh
d. Prosedur pengobatan seperti radiasi, kemoterapi, transplantasi.

B. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi dapat disebabkan oleh faktor dari dalam atau faktor dari luar
individu (internal or external sources) yang terdiri dari:
1) Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan
peristiwa yang mengancam kehidupan
2) Ketegangan peran adalah perasaan frustasi ketika individu merasa tidak
adekuat melakuakan peran atau melakukan peran yang bertentangan
denagn hatinya atau tidak merasa cocok dalam melakukan perannya. Ada 3
jenis transisi peran:
a) Perkembangan transisi, yaitu perubahan normatif yang berkaitan dengan
pertumbuhan. Pertumbuhan ini termasuk tahap perkembangan dalam
kehidupan individu atau keluarga dan norma-norma budaya, nilai-nilai,
serta tekanan untuk menyesuaikan diri.
b) Situasi transisi peran adalah bertambah atau berkurangnya anggota
keluarga melalui peristiwa penting dalam kehidupan individu seperti
kelahiran atau kematian.
c) Transisi peran sehat-sakit terjadi akibat pergeseran dari keadaan sehat
ke keadaan sakit, transisi ini dapat dicetuskan oleh :
1) Perubahan ukuran dan bentuk, penampilan atau fungsi tubuh
2) Perubahan fisik yang berkaitan dengan tumbuh kembang normal.

C. Jenis
Nada (dalam Veronica, 2010) mengemukakan bahwa terdapat dua kriteria citra
tubuh yaitu :
1) Body Image (Citra Tubuh) positif

3
a) Persepsi bentuk tubuh yang benar dan individu melihat berbagai bagian
tubuh sebagaimana yang sebenarnya.
b) Individu menghargai bentuk tubuh alaminya dan memahami bahwa
penampilan fisik pada setiap individu mempunyai nilai dan karakter.
c) Individu bangga dan menerima kondisi bentuk tubuhnya, serta merasa
nyaman dan yakin dalam tubuhnya.
2) Body Image (Citra Tubuh) negatif
a) Sebuah persepsi yang menyimpang dari bentuk tubuh, merasa terdapat
bagian-bagian tubuh yang tidak sebenarnya.
b) Individu yakin bahwa hanya orang lain yang menarik dan bahwa ukuran
atau bentuk tubuh adalah tanda kegagalan pribadi.
c) Individu merasa malu, sadar diri dan cemas tentang tubuhnya.
d) Individu tidak nyaman dan canggung dalam tubuhnya.

D. Fase – fase
1) Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah
2) Tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi/akan terjadi
3) Menolak penjelasan perubahan tubuh
4) Persepsi negatif pada tubuh
5) Preokupasi dengan bagian tubuh yang hilang
6) Mengungkapkan keputusasaan
7) Mengungkapkan ketakutan

E. Rentang Respon

Konsep diri merupakan aspek kritikal dan dasar dari perilaku individu. Individu
dengan konsep diri yang positif dapat berfungsi lebih efektif yang terlihat dari
kemampuan interpersonal, kemampuan intelektual dan penguasaan lingkungan.

4
Konsep diri yang negatif dapat dilihat dari hubungan individu dan sosial yang
maladaptif. Rentang respon individu terhadap konsep dirinya dapat dilihat pada
gambar dibawah ini.
Aktualisasi diri adalah pernyataan diri tentang konsep diri yang positif dengan
latar belakang pengalaman nyata yang sukses dan dapat diterima. Konsep diri
positif merupakan bagaimana seseorang memandang apa yang ada pada dirinya
meliputi citra diri, ideal diri, harga diri, penampilan peran serta identitas dirinya
secara positif. Hal ini menunjukkan bahwa individu itu akan menjadi individu
yang sukses. Harga diri rendah merupakan perasaan negatif terhadap dirinya
sendiri termasuk kehilangan percaya diri, tidak berharga, tidak berguna, pesimis,
tidak ada harapan dan putus asa. Adapun perilaku yang berhubungan dengan
harga diri rendah yaitu mengkritik diri sendiri dan orang lain, gangguan dalam
berhubungan, perasaan tidak mampu, rasa bersalah, perasaan negatif mengenai
tubuhnya sendiri, keluhan fisik, menarik diri secara sosial, khawatir serta
menarik diri dari realitas. Kerancuan identitas merupakan suatu kegagalan
individu untuk mengintegrasikan berbagai identifikasi masa kanak-kanak
kedalam kepribadian psikososial dewasa yang harmonis. Adapaun perilaku yang
berhubungan dengan kerancuan identitas yaitu tidak ada kode moral, sifat
kepribadian yang bertentangan, hubungan interpersonal eksploitatif, perasaan
hampa. Perasaan mengambang tentang diri sendiri, tingkat ansietas yang tinggi,
ketidakmampuan untuk empati terhadap orang lain. Depersonalisasi merupakan
suatu perasaan yang tidak realistis dimana klien tidak dapat membedakan
stimulus dari dalam atau dari luar tubuhnya, individu mengalami kesulitan untuk
membedakan dirinya sendiri dari orang lain, dan tubuhnya sendiri merasa tidak
nyata dan asing baginya. (Mukhripah Damaiyanti, Iskandar, 2012: 37-38)

F. Mekanisme Koping
Individu akan memberikan reaksi yang berbeda-beda untuk mengatasi stress,
proses koping terhadap stres menjadi pedoman untuk mengatasi reaksi stress.
Koping sebagai proses dimana individu mencoba untuk mengelola jarak yang ada
antara tuntutan-tuntutan (baik tuntutan itu yang berasal dari individu maupun
tuntutan yang berasal dari lingkungan) dengan sumber-sumber daya yang
mereka gunakan dalam menghadapi situasi penuh stress (Gustiarti, 2002)

5
Mekanisme koping terdiri dari pertahanan jangka pendek atau jangka
panjang serta penggunaan mekanisme pertahanan ego untuk melindungi diri
sendiri dalam menghadapi persepsi diri yang menyakitkan. Mekanisme koping
pada klien dengan gangguan konsep diri dibagi dua yaitu:
1) Koping jangka pendek

a) Aktivitas yang memberikan pelarian sementara dari krisis identitas diri


(misalnya: konser musik, bekerja keras, dan observasi nonton televisi).

b) Aktivitas yang memberikan identitan pengganti sementara (misalnya:


ikut serta dalam kelompok sosial, agama, politik, kelompok, gerakan atau
genk).
c) Aktivitas yang sementara menguatkan atau meningkatkan perasaan diri
tak menentu (misalnya: olah raga yang kompetitif, prestasi akademik,
konteks untuk mendapatkan popularitas).
d) Aktivitas yang merupakan upaya jangka pendek untuk membuat
identitas diluar dari hidup yang tidak bermakna saat ini (misalnya
penyalahgunaan obat).
2) Koping jangka panjang
Mekanisme jangka panjang meliputi:

a) Penutupan identitas merupakan adopsi identitas prematur yang


diinginkan oleh orang terdekat tanpa memperhatikan keinginan, aspirasi,
atau potensi diri individu.
b) Identitas negatif merupakan asumsi identitas yang tidak sesuai dengan
nilai dan harapan yang diterima masyarakat. Mekanisme pertahanan ego
termasuk penggunaan fantasi, disosiasi, isolasi, proyeksi, pengalihan
(displacement), splitting, berbalik marah terhadap diri sendiri, dan amuk
(Stuart,2006).
Mekanisme pertahanan ego yang sering dipakai:
a) Fantasi, kemampuan menggunakan tanggapan-tanggapan yang sudah
ada (dimiliki) utnuk menciptakan tanggapan baru.
b) Disosiasi, respon yang tidak sesuai dengan stimulus.
c) Isolasi, menghindarkan diri dari interaksi dengan lingkungan luar.
d) Projeksi, kelemahan dan kekurangan pada diri sendiri dilontarkan pada

6
orang lain.
e) Displacement, mengeluarkan perasaan-perasaan yang tertekan pada
orang yang kurang mengancam dan kurang menimbulkan reaksi
emosi. (Stuart,2006).

III. A. POHON MASALAH

Harga Diri Rendah EFFECT

CORE PROBLEM
Gangguan konsep diri: citra tubuh

CAUSE
Kehilangan Anggota Tubuh

B. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI


Pengkajian
 Data objektif yang dapat diobservasi:
1) Perubahan hilangnya anggota tubuh, baik struktur, bentuk dan fungsi
2) Menyembunyikan atau memamerkan bagian tubuh yang terganggu
3) Menolak melihat bagian tubuh
4) Menolak menyentuh bagian tubuh
5) Aktifitas sosial menurun
 Data subjektif mengungkapkan:
1) Penolakan
2) Perasaan tidak berdaya, tidak berharga dan keputusasaan
3) Keinginan yang terlalu tinggi terhadap bagian tubuh yang terganggu
4) Sering mengulang-ulang mengatakan kehilangan yang terjadi
5) Merasa asing terhadap bagian tubuh yang hilang

IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN


Diagnosis keperawatan pada klien dengan gangguan gambaran diri ditetapkan
berdasarkan data subyektif dan objektif yang ditemukan pada pasien: Gangguan
konsep diri : gambaran diri.

7
Beberapa diagnosa gangguan citra tubuh adalah potensial gangguan citra tubuh
yang berhubungan dengan efek pembedahan serta menarik diri yang berhubungan
dengan perubahan penampilan (Keliat, 1998).
Adapun Diagnosa yang mungkin muncul diantaranya:
1) Gangguan konsep diri: Gangguan Citra Tubuh

V. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


Diagnosa Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
Keperawatan

Gangguan • Kepercayaan diri 1. Setelah 2x SP I


Konsep Diri: klien kembali pertemuan
1. Bina hubungan
Citra Tubuh normal pasien dapat
saling percaya
• Pasien dapat mengungkap
dengan klien
mengidentifikasi kan perasaannya,
2. Beri kesempatan
gambaran diri mengidentifikasi
klien untuk
nya. gambaran
mengungkapkan
• Pasien dapat dirinya,
perasaannya
mengidentifikasi mengidentifikasi
tentang masalah
potensi (aspek potensi (aspek
yang dialami.
positif). positif) dalam
3. Diskusikan
• Pasien dapat dirinya.
persepsi klien
melakukan cara 2. Setelah 2x
tentang citra
untuk pertemuan
tubuhnya yang
meningkatkan pasien mampu
dulu dan saat ini,
gambaran diri. mengetahui cara-
perasaan dan
• Pasien dapat cara untuk
harapan yang
berinteraksi meningkatkan
dulu dan saat ini
dengan orang gambaran diri,
terhadap citra
lain. melakukan cara-
tubuhnya
cara untuk
4. Diskusikan
meningkatkan
potensi bagian
gambaran diri,
tubuh yang lain.

8
dapat
berinteraksi SP II
dengan orang lain
1. Evaluasi jadwal
tanpa terganggu
harian klien
2. Berikan
penjelasan
mengenai cara-
cara
meningkatkan
citra tubuh
3. Berikan
penjelasan
pentingnya
berinteraksi
dengan sesama.

9
VI. SUMBER
Damaiyanti, I. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika

Aditama.Kusumawati, H. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba


Medika

Keliat, B. A. 2001. Gangguan Konsep Diri. Jakarta: EGC.

Carpenito, Lynda. 2009. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Muhith, Abdul. 2015. Pendidikan Keperawatan Jiwa Teori dan Aplikasi.


Yogyakarta: CV Andi Offset

10
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

(SPTK) Gangguan Konsep Diri : Gambaran Diri

SP I

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
a. Data Objektif
- Klien terlihat murung
- Klien diam dan melamun
- Klien tidak ingin menyentuh bagian tubuh yang terganggu

b. Data Subjektif
- Klien mengatakan tidak percaya diri dengan keadaannya saat ini
- Klien mengatakan malu akan keadaan dirinya saat ini

2. Diagnosa Keperawatan :
Gangguan Konsep Diri: Gangguan cita tubuh

3. Tujuan Umum :
Kepercayaan diri klien kembali normal.

4. Tujuan Khusus :
a. Pasien dapat mengidentifikasi citra tubuhnya
b. Pasien dapat mengidentifikasi potensi, harapan (aspek positif) dalam dirinya.

5. Tindakan Keperawatan :
a. Memberi kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya tentang
masalah yang dialami.
b. Mendiskusikan persepsi klien tentang citra tubuhnya yang dulu dan saat ini,
perasaan dan harapan yang dulu dan saat ini terhadap citra tubuhnya.
c. Mendiskusikan potensi bagian tubuh yang lain.

11
B. Proses Komunikasi dalam Pelaksanaan Tindakan
1. FASE ORIENTASI
a. Salam Terapeutik
“Assalamualaikum, selamat pagi mbak?”
“Perkenalkan nama saya Perawat Y, nama mbak siapa? Mbak senang nya
dipanggil apa?”
b. Evaluasi / Validasi
“Bagaimana perasaan Mbak Is hari ini? ”
c. Kontrak
1) Topik
“Mbak, Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang perasaan mbak dan
juga berdiskusi mengenai potensi dalam diri? Apakah mbak bersedia?”
2) Waktu
“Berapa lama mbak ingin berbindang-bincang?”
“Bagaimana jika 20 menit?”
3) Tempat
”Dimana mbak ingin berbincang-bincang?”
4) Tujuan interaksi
”Tujuan kita berbincang-bincang saat ini untuk mengetahui mengenai
gambaran diri mbak dan juga mengenali potensi (aspek positif) dalam
diri mbak.”

2. FASE KERJA
 “baiklah mbak Yulita, bagaimana perasaan mbak setelah mengalami
kecelakaan dan kehilangan tangan kiri mbak?”
 “apa yang mbak Yulita rasakan ketika perasaan bersalah dan ptus asa
mbak muncul?”
 Perawat : “Maaf mbak sebelumnya… sekarang mbak hanya
memiliki satu tangan yang berfungsi dan dapat mbak gunakan dengan
baik. Apa yang dapat atau mbak Yulita inginkan hanya dengan

12
 “ baiklah, mbak Yulita sekarang hanya memiliki satu tangan yang
berfungsi tapi masihbisa digunakan untuk melakukan aktivitas sehari-
hari dan kaki mbak juga bias digunakan dengan baik”
 “saya mengerti bagaimana perasaan mbak, tapi setidaknya mbak Yulita
sudah berusaha untuk melatihnya sendiri. Sekarang saya ajarkan mbak
untuk bisa tetap beraktivitas dengan menggunakan tangan kanan
mbak”
 “mbak Yulita dulu sebelum mengalami kecelakaan ini dan kehilangan
tangan kiri mbak apa saja kegiatan atau aktivitas yang sering mbak
lakukan dirumah?”
 “apa sekarang mbak masih ingin melakukan aktivitas tersebut?”
 “ naiklah mbak, seperti yang saya katakana tadisaya akan ajarkan mbak
agar dapat beraktivitas kembali meskipun dengan menggunakan satu
tangan. Tapi sebelumnya kita berlatih untuk menggerakan dan
melakukan aktivitas yang ringan-ringan”
 “Baiklah mbak sekarang coba mengangkat tangan kanan pelan-pelan
dan menggenggam sekaut-kuatnya” (sediakan benda yang dapat
digenggam dan contohkan pada pasien)
 “sekarang kita akan mencoba dengan sapu ya. Sekarang mbak pegang
sapunya dan ayunkan perlahan anggap saja mbak sedang menyapu
beneran ( sambil mencontohlkan). Nah sekaranggiliran mbak mencoba
nya sneduru ya?”
 “ baiklah mbak terimakasih . Bagus sekali dan terus dilatih ya mbak”

3. FASE TERMINASI
a. Evaluasi
1) Evaluasi klien (Subjektif)
“Bagaimana perasaan mbak setelah berbincang-bincang dengan
saya
2) Evaluasi perawat (Objektif dan reinforcement)
“Coba mbak sebutkan kembali bagian tubuh mbak yang masih berfungsi
dengan baik? “Wah, hebat sekali mbak!”

13
b. Rencana Tindak Lanjut
“Saya harap mbak mengingat saya dan dapat mengingat bahwa
masih banyak bagian tubuh mbak yang masih berfungsi dengan baik,
dan membuat jadwal kegiatan menggunakan potensi tubuh yang
masih baik.”

c. Kontrak Topik yang akan datang


1) Topik
“Bagaimana jika besok kita kembali membicarakan tentang cara-cara
meningkatkan citra tubuh ?”
2) Waktu
“Mbak ingin jam berapa berbincang-bincangnya?” “Bagaimana jika jam
10.00?”
3) Tempat
“Mbak ingin berbincang-bincang dimana? Bagaimana jika disini lagi?”
Baiklah mbak besok kita akan berbincang-bincang kembali jam 10.00.
Sampai jumpa mbak, saya permisi. Wassalamualaikum”

14
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

(SPTK) Gangguan Konsep Diri : Gambaran Diri

SP II

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
a. Data Subjektif :
- Klien mengatakan sudah menerima citra tubuhnya saat ini.
- Klien mengatakan sudah mengenali potensi dan aspek positif dalam
dirinya
- Klien mengatakan bahwa sudah menyadari dan bersyukur bahwa masih
banyak bagian tubuh lain yang masih berfungsi dengan baik

b. Data Objektif :
- Klien mampu menerima keadaan dirinya saat ini.
- Klien mampu menyebutkan bagian tubuhnya yang masih berfungsi
dengan baik

2. Diagnosa Keperawatan :
Gangguan Konsep Diri: gangguan citra tubuh

3. Tujuan Umum :
Kepercayaan diri klien kembali normal.

4. Tujuan Khusus :
a. Pasien dapat melakukan cara untuk meningkatkan citra tubuh.
b. Pasien dapat berinteraksi dengan orang lain.

5. Tindakan keperawatan :
a. Mengevaluasi jadwal harian klien
b. Memberikan penjelasan mengenai cara-cara meningkatkan citra tubuh
c. Memberikan penjelasan pentingnya berinteraksi dengan sesama.

15
B. Proses Komunikasi dalam Pelaksanaan Tindakan
1. FASE ORIENTASI
a. Salam Terapeutik
“Assalamu’alaikum wr.wb. selamat pagi mbak?”
“Masih ingat dengan saya? Ya benar”
b. Evaluasi / Validasi
“Bagaimana perasaan mbak hari ini? Apakah sudah dicoba kegiatannya sesuai
jadwal? bagaimana perasaannya setelah mencoba?”
“Coba saya lihat jadwal kegiatan hariannya?”
c. Kontrak
1) Topik
“Baiklah mbak sesuai janji kita kemarin, sekarang kita akan berbincang-
bincang mengenai cara-cara meningkatkan citra tubuh. Apakah mbak
bersedia?”
2) Waktu
“Berapa lama mbak ingin berbincang-bincang?”
“Bagaimana jika ± 15 menit?”
3) Tempat
“Dimana mbak ingin berbincang-bincang?”
4) Tujuan interaksi
“Tujuan kita berbincang-bincang saat ini untuk mengetahui cara-cara
meningkatkan citra tubuh, meningkatkan kepercayaan diri sehingga mbak
dapat bersosialisasi dengan baik.”

2. FASE KERJA
 “Bagaimana perasan mbak sekarang, apakah sudah membaik?”
 “kira-kira apa itu mbak”
 “Seperti itu ya mbak. Begini mbak misalnya mbak ingin mengangkat
barang-barang yang begitu banyak, mbak dapat meminta bantuan
dengan orang di sekitar untuk menaikkannya ke atas kepala mbak dan

16
bisa menggunakan tangan kanan mbak yang masih berfungsi untuk
menjaga agar barang yang diatas kepala mbak tidak terjatuh. Nanti
ketika mbak ingin menurunkannya dapat diletakkan ditempat yang
sedikit lebih tinggi atau mbak sedikit menjongkok atau meminta
bantuan untuk menurunkan barang yang mbak bawa”
 “Bagaimana, apa mbak paham dengan penjelasan saya atau bagaimana
kalau kita mencoba untuk mempraktekannya?”
 “Bagus sekali mbak Indri, sekarang mbak Indri sudah dapat
melakukannya. Cara ini bisa mbak Indri gunakan ketika mbak Indri akan
membawa barang yang banyak dan sebagainya”
 “Wah lumayan banyak kegiatan-kegiatan yang bisa mbak Indri lakukan
setiap harinya, mulai dari sekarang mbak Indri dapat melakukan semua
kegiatan yang mbak Indri sebutkan tadi. Tapi jika mbak Indri merasa
lelah atau tidak mampu untuk melakukannya, mbak Indri dapat
meminta bantuan keluarga atau tetangga. Mungkin ada kegiatan lain
yang ingin mbak Indri lakukan kedepannya selain kegiatan-kegiatan yang
mbak Indri sebutkan tadi?”
 “Alhamdulillah. Rencana yang bagus sekali mbak Indri.. jika
keinginannya seperti itu saya doakan agar selalu lancer. Aamiin”

3. FASE TERMINASI
a. Evaluasi
1) Evaluasi klien (Subjektif)
“Bagaimana perasaan mbak setelah berbincang-bincang dengan saya?”
2) Evaluasi perawat (Objektif dan reinforcement)
“Nah, coba mbak sebutkan kembali cara-cara untuk meningkatkan citra
tubuh?” “Wah, bagus mbak”

b. Rencana Tindak Lanjut


“Saya harap mbak mengingat saya dan mempraktikkan cara
meningkatkan citra tubuh serta jangan lupa masukkan dalam
kegiatan harian.”

c. Kontrak Topik yang akan datang

17
1) Topik
“Baiklah saya rasa cukup untuk hari ini mbak. Kegiatan tersebut akan
saya masukkan ke dalam jadwal harian mbak, apakah mbak setuju atau
tidak?”
2) Waktu
“Bagaimana kalau kita berbincang-bincang kembali besok jam 16.00 WIB
selama 10 menit, apakah mbak setuju?”
3) Tempat
“Mau dimana besok kita berbincang-bincang? Baiklah sampai bertemu
lagi. Selamat sore mbak”

18
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN KELUARGA
GANGGUAN CITRA TUBUH

PERTEMUAN KE :
DIAGNOSA KEP : GANGGUAN CITRA TUBUH
HARI/TANGGAL :

SP 1 Keluarga : Mendiskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam


merawat pasien di rumah, menjelaskan tentang pengertian,
tanda dan gejala gangguan citra tubuh, menjelaskan cara
merawat pasien dengan gangguan citra tubuh,
mendemonstrasikan cara merawat pasien dengan gangguan
citra tubuh, dan memberi kesempatan kepada keluarga
untuk mempraktekkan cara merawat.

1. Fase Prainteraksi

Kondisi : Klien sudah berlatih beberapa kemampuan dan


aktifitas di rumah sakit. Keluarga mengunjungi
klien dan terlihat sedih dan bingung dengan
kondisi klien.

Intervensi : SP 1 Keluarga

2. Fase Orientasi

"Selamat pagi mbak, saya perawat Yulia yang mendampingi ibu Yulita"

"Bagaimana keadaan mbak saat ini ?"

"Bagaimana kalau pagi ini kita bercakap-cakap tentang cara merawat ibu
Yulita ? Berapa lama waktu bapak/ibu? 30 menit? Baik, Mari duduk di
ruangan tamu".

19
3. Fase Kerja

"Apa yang mbak ketahui tentang masalah ibu Yulita"

"Ya memang benar sekali mbak, ibu Yulita itu memang terlihat tidak
percaya diri dengan keadaan tubuhnya saat ini dan sering menyalahkan
dirinya sendiri. Misalnya, sering menyalahkan dirinya dan mengatakan
dirinya tidak berguna. Dengan kata lain, ibu mbak memiliki masalah
gangguan citra tubuh yang ditandai dengan munculnya pikiran-pikiran
yang selalu negatif terhadap diri sendiri. Bila keadaan ini terus-menerus
seperti itu, ibu Yulita bisa mengalami masalah yang lebih berat lagi,
misalnya jadi malu bertemu dengan orang lain dan memilih mengurung
diri"

"Sampai disini, mbak mengerti apa yang dimaksud gangguan citra tubuh?"

"Bagus sekali mbak sudah mengerti"

"Setelah kita mengerti bahwa masalah ibu Yulita dapat menjadi masalah
serius, maka kita perlu memberikan perawatan yang baik untuk ibu Yulita
"

" apa saja kemampuan yang dimiliki ibu Yulita? Ya benar, dia juga
mengatakan hal yang sama (kalau sama dengan kemampuan yang
dikatakan dikatakan ibu Yulita)

“ibu Yulita itu telah berlatih dua kegiatan yaitu menggenggam barang dan
menyapu. Serta telah di buat jadwal untuk melakukannya. Untuk itu, mbak
dapat mengingatkan ibu Yulita untuk melakukan kegiatan tersebut sesuai
jadwal. Tolong bantu menyiapkan alat-alatnya, ya mbak. Dan jangan lupa
memberikan pujian agar harga dirinya meningkat. Ajak pula memberi
tanda cek list pada jadwal yang kegiatannya”.

“Selain itu, bila sudah tidak lagi dirawat di Rumah sakit, mbak tetap perlu
memantau perkembangan ibu Yulita. Jika masalah harga dirinya kembali
muncul dan tidak tertangani lagi, mbak dapat membawa ibu Yulita ke
Puskesmas”

20
”Nah bagaimana kalau sekarang kita praktekkan cara memberikan pujian
kepada ibu Yulita”

“Temui ibu Yulita dan tanyakan kegiatan yang sudah dilakukan lalu
berikan pujian yang mengatakan : Bagus sekali ibu sudah semakin terampil
menyapu lantai”

“Coba mbak praktekkan sekarang. Bagus”.

4. Fase Terminasi

“Bagaimana perasaan mbak setelah percakapan kita ini?

“Dapatkah mbak jelaskan kembali masalah yang dihadapi ibu Yulita dan
bagaimana cara merawatnya?”

“Bagus sekali mbak dapat menjelaskan dengan baik. Nah setiap kali mbak
kemari lakukan seperti itu. Nanti di rumah juga demikian.

“Bagaimana kalau kita bertemu lagi dua hari mendatang untuk latihan cara
memberi pujian langsung kepada ibu Yulita”

“Jam berapa mbak datang? Baik saya tunggu. Sampai jumpa”.

21
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
GANGGUAN CITRA TUBUH

PERTEMUAN KE :
DIAGNOSA KEP : GANGGUAN CITRA TUBUH
HARI/TANGGAL :

SP 2 Keluarga : Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan


masalah gangguan citra tubuh langsung kepada keluarga

Fase Prainteraksi
Kondisi : Keluarga sudah mendapatkan penjelasan tentang
kondisi klien dan cara merawatnya dirumah.
Intervensi : SP 2 Keluarga

Fase Orientasi
“Selamat Pagi mbak”
“Bagaimana perasaan mbak hari ini?”
“Bapak/Ibu masih ingat latihan merawat ibu Indri seperti yang kita pelajari
dua hari yang lalu?”
“Baik, hari ini kita akan mempraktekkannya langsung kepada ibu Indri”
“Waktunya 20 menit.”
“Sekarang mari kita temui ibu Indri”

Fase Kerja
“Selamat pagi. Bagaimana perasaan ibu Indri hari ini?”
“Hari ini saya datang bersama anak ibu. Seperti yang sudah saya katakan
sebelumnya, anak juga ingin merawat ibu agar cepat pulih.”
“Nah mbak, sekarang mbak bisa mempraktekkan apa yang sudah kita
latihkan beberapa hari lalu, yaitu memberikan pujian terhadap
perkembangan orang tua mbak.”

22
(Saudara mengobservasi keluarga mempraktekkan cara merawat pasien
seperti yang telah dilatihkan pada pertemuan sebelumnya).
“Bagaimana perasaan ibu Indri setelah berbincang-bincang dengan anak
ibu?”
“Baiklah, sekarang saya dan anak ibu ke ruang perawat dulu.”
(Saudara dan keluarga meninggalkan pasien untuk melakukan terminasi
dengan keluarga).

Fase Terminasi
“Bagaimana perasaan mbak setelah kita latihan tadi?”
Mulai sekarang mbak sudah bisa melakukan cara merawat tadi kepada ibu
Indri.
Tiga hari lagi kita akan bertemu untuk mendiskusi pengalaman mbak
melakukan cara merawat yang sudah kita pelajari. Waktu dan tempatnya
sama seperti sekarang mbak.
“Selamat Pagi.”

23

Anda mungkin juga menyukai