Anda di halaman 1dari 99

VI.

RUANG HASIL KALI DALAM

Pertemuan ke 20-23
ALJABAR LINEAR
FAKULTAS TEKNIK UI
VI. Ruang Hasil kali Dalam (RHD)
Sub Pokok Bahasan
– Definisi Ruang Hasilkali Dalam (RHD)
– Panjang vektor , jarak antar vektor , dan keortogonalan
pada ruang hasil kali dalam
– Approximation Least Square
– Basis ortogonal, proses Gram Schmidt; Dekomposisi QR
(optional)
– Perubahan basis
– Matriks orthogonal;

Aplikasi RHD :
bermanfaat dalam beberapa metode optimasi,
seperti metode least square dalam peminimuman
error dalam berbagai bidang rekayasa.
2
3
6.1. DEFINISI RHD
Misalnya V adalah suatu ruang vektor, dan u , v  V
maka notasi < , > dinamakan
hasil kali dalam
jika memenuhi keempat aksioma sebagai berikut:
1.  u, v    v, u  (Simetris)
2.  u  v , w    u , w    v , w  (Aditivitas)
3. untuk suatu kR,  k u , v    u, k v   k  u , v 
(Sifat Homogenitas)
4.  u , u   0 , untuk setiap u
dan  u, u   0  u 0
(Sifat Positifitas)

4
5
Contoh soal :
Tunjukkan bahwa operasi perkalian titik standar di R3 Euclides
merupakan hasil kali dalam !
Jawab :
Misalkan : a(a1, a2, a3), b(b1, b2, b3) dan c(c1, c2, c3) berada dalam
R3. Akan ditunjukkan bahwa perkalian titik standar memenuhi 4
aksioma hasil kali dalam yaitu :
1. Simetri :
<a, b> = (a.b)
= (a1b1 + a2b2 + a3b3)
= (b1a1 + b2a2 + b3a3)
= <b,a> (terpenuhi)
2. Aditivitas :
<a+b, c> = ((a + b) . c)
= ((a1+b1, a2 + b2, a3 + b3) . (c1, c2, c3))
= ((a1c1 + b1c1) + (a2c2 + b2c2) + (a3c3 + b3c3))
= (a1c1 + a2c2 + a3c3) + (b1c1 + b2c2 + b3c3)
= <a,c> + <b,c> (terpenuhi)
3. Homogenitas :
<ka, b> = (ka.b)
= (ka1b1 + ka2b2 + ka3b3)
= k(a1b1 + a2b2 + a3b3)
= k(a.b)
= k< a,b > (terpenuhi)
4. Positivitas :
<a, a> = (a.a)
= (a12 + a22 + a32)≥ 0 terpenuhi)
dan
<u,u> = (a12 + a22 + a32)= 0  u =(0,0,0) = 0 (terpenuhi)
Contoh :
Diketahui <u,v> = ad + cf dengan u = (a,b,c) dan v = (d,e,f).
Apakah <u,v> tersebut merupakan hasil kali dalam ?
Jawab :
Akan ditunjukkan apakah <u,v> memenuhi 4 aksioma hasil kali dalam
berikut ini :
1. Simetri
<u,v> = ad + cf
= da + fc
= <v, u> (terpenuhi)
2. Aditivitas
Misalkan w = (g,h,i)
<u + v, w> = ((a + d, b + e, c + f), (g,h,i))
= (a + d)g + (c + f)i
= (ag + ci) + (dg + fi)
= <u,w> + <v,w> (terpenuhi)
3. Homogenitas
<ku,v> = (kad + kcf)
= k(ad + cf)
= k<v,u> (terpenuhi)
4. Positivitas
<u ,u> = (u.u) = (a2 + c2) ≥0 (terpenuhi)
dan
<u,u> = (a2 + c2) = 0 tidak selalu  u =(0,0,0), karena
nilai u =(0,b,0) dengan b ≠0,
maka nilai <u,u> = 0 (tidak terpenuhi)

Karena aksioma positivitas tidak terpenuhi, maka <u,v> =


ad+ cf dengan dengan u = (a,b,c) dan v = (d,e,f) bukan
merupakan hasil kali dalam
Jika V merupakan suatu ruang hasil kali dalam,
maka norm (panjang) sebuah vektor u
dinyatakan oleh : u
1
yang didefinisikan oleh : u   u, u  2
0

Contoh :
Ruang Hasil Kali Dalam Euclides ( Rn )
Misalkan u , v  Rn maka  u , v  u1v1  u 2 v2  ...  u n vn
1
u   u, u  2
0
= (u12 + u22 + …..+un2)½

10
Contoh :
Misalnya W  R3 yang dilengkapi dengan operasi
hasil kali  u , v   2u1v1  u2v2  3u3v3 ,
dimana u , v  W
Buktikan bahwa W adalah ruang hasilkali dalam

Jawab :
Misalkan u , v , w  W

 u, v   2u1v1 + u2v2 + 3u3v3


= 2 v1u1 + v2u2+ 3v3u3
  v, u  (terbukti simetris)

11
(ii )  u  v , w   <(u1+v1, u2+v2, u3+v3), (w1, w2, w3)>
= 2(u1+ v1)w1 + (u2+v2)w2 + 3(u3+v3)w3
= 2u1w1+2v1w1+u2w2 +v2w2+3u3w3+3v3w3
= 2u1w1+u2w2+3u3w3+2v1w1+v2w2+3v3w3
  u, w    v, w  (bersifat aditivitas)
(iii) untuk suatu kR,
 k u , v   <(ku , ku , ku ), (v , v , v )>
1 2 3 1 2 3
= 2ku1v1 + ku2v2 + 3ku3v3
= k2u1v1 + ku2v2 + k.3u3v3
 k  u , v    u, k v  (bersifat homogenitas)
(iv)  u , u   2u1  u2  3u3
2 2 2

 0 untuk setiap u dan  u , u   0 hanya jika u  0


1
Jelas bahwa  u , u  2

12
Contoh :
Tunjukan bahwa  u , v   u1v1  2u2v2  3u3v3
bukan merupakan hasil kali dalam
Jawab :
Perhatikan
 u , u   u1  2u2  3u3
2 2 2

Pada saat 3u32 > u12 + 2u22 Tidak memenuhi


maka  u , u   0 Sifat positivitas

13
Contoh :
Diketahui  u , v  ad  cf
dimana u  (a, b, c) dan v  (d , e, f )
Apakah  u, v  merupakan hasil kali dalam?

Jawab :
Jelas bahwa  u, u  = ( a2 + c2 )  0
Misalkan u  (0, 2, 0) diperoleh  u , u  0
Padahal ada u  0

Aksioma terakhir tidak terpenuhi.


Jadi
 u, v   ad + cf bukan merupakan hasil kali dalam.
14
6.2. PANJANG VEKTOR , JARAK ANTAR VEKTOR
SUDUT DAN KEORTOGONALAN PADA RUANG
HASIL KALI DALAM

15
6.2. PANJANG VEKTOR , JARAK ANTAR VEKTOR
SUDUT DAN KEORTOGONALAN PADA RUANG
HASIL KALI DALAM
Jika V merupakan ruang hasil kali dalam, u,v dalam V,
maka :
a. Panjang u = <u,u>1/2

b. Jarak u dan v : d(u,v) = <u – v, u – v >1/2

c. Misalkan sudut θ dibentuk antara u dan v dalam


RHD,
 u, v 
maka : cos  
u v
uv  u  v
2 2 2
jika u dan v saling tegak lurus, maka
Bukti :
u  v  u  v, u  v 
2

 u  v, u    u  v, v 
 u , u    v, v  2  u , v 
u  v
2 2

Contoh soal :
Diketahui V adalah RHD dengan hasil kali dalam
<u,v> = (u1v1 + 2 u2v2 + u3v3) dengan u =(u1,u2,u3),
v =(v1,v2,v3). Jika vektor-vektor a, b dalam V dengan
a = (1,2,3) dan b = ( 1,2,2), tentukan :
a. Besar cos Ѳ dengan Ѳ adalah sudut antara a dan b
b. Jarak antara a dan b !
Jawab :
 a, b  1.1  2.(2.2)  2.3
a. cos   
a b
 12  2.22  32  12  2.22  22 
15 15
 
18 13 234

b. Jarak a dan b : d(a,b) = <a – b, a – b >1/2

(a – b ) = (0,0,1)
1
d (a, b)  a  b, a  b  2

 0.0  2.(0.0)  1.1  1


Lingkaran dan Bola Satuan Ruang
Hasil Kali Dalam

Contoh: Lingkaran dalam R2

19
Hasil Kali Dalam dengan Matriks

20
Hasil Kali Dalam dengan Matriks

21
Hasil Kali Dalam dengan Matriks Identitas

22
Hasil Kali Dalam dengan Matriks Identitas

23
Hasil Kali Dalam pada Matriks M22

24
Hasil Kali Dalam pada P2

25
Teorema

26
Pertidaksamaan Cauchy-Schwarz

• Vektor u=(u1, u2,···, un), v=(v1, v2,···, vn) pada


Rn

• Pertidaksamaan Cauchy-Schwarz:
uv  u v
atau
u1v1  u2v2    unvn  (u12  u22    un2 )1 2 (v12  v22    vn2 )1 2
Sifat-sifat norm dan jarak
( Teori Sifat Panjang Dalam Ruang Hasil Kali Dalam)
• Jika u dan v adalah vektor dan k skalar
 ||u|| ≥ 0
 ||u|| = 0 iff u =0
 ||ku|| = |k| ||u||
 perkalian vektor dgn skalar mengalikan
panjang dr vektor sebesar k

ku
u+v
u v
u

 ||u +v|| ≤ ||u||+||v||


 jumlah dua sisi segitiga lebih kecil atau sama
dengan sisi ketiga dr segitiga tersebut
Sifat/Karakteristik Jarak

Teori Jarak Dalam Ruang Hasil Kali Dalam


Jika u, v dan w adalah vektor-vektor dalam ruang
hasil kali dalam V dan k adalah sebarang skalar,
maka:

29
Sudut Antar Vektor
• Ketidaksamaan Cauchy-Schwarz dapat digunakan
untuk mendefinisikan sudut dalam ruang hasil kali
dalam berdasarkan hubungan
• θ adalah sudut antara u dan v dimana

30
Contoh :

Jawab :

31
Keortogonalan (Vektor Ortogonal)
• Dua vektor u dan v adalah ortogonal iff
u·v = 0
• Vektor u, v dan u+v membentuk sisi-sisi
segitiga

u+v v

u
• Teorema Phytagoras
||u+v||2=||u||2+||v||2
Contoh :

Jawab :

33
Contoh :
Buktikan vektor ortogonal di P2
Jawab :

34
Teorema Phytagoras

Contoh :

35
Keortogonalan
• Semua himpunan vektor-vektor didalam
ruang perkalian dalam disebut himpunan
ortogonal jika semua pasangan vektor-
vektor yang beda didalam himpunan
tersebut ortogonal.

36
6.3. APROKSIMASI TERBAIK ; KUADRAT
TERKECIL (LEAST SQUARE)
• Aproksimasi disini sama artinya dengan pendekatan atau
hampiran
• proyeksi orthogonal dapat digunakan untuk menyelesaikan soal
tertentu mengenai aproksimasi
PROYEKSI ORTHOGONAL DIPADANG SEBAGAI APROKSIMASI

Jika diambil P adalah sebuah titik di dalam


ruang berdimensi 3 dan W adalah sebuah
bidang yang melewati titik asal ruang
tersebut, maka titik Q pada W yang
jaraknya terdekat dengan P dapat diperoleh
dengan memproyeksikan P secara tegak
lurus terhadap W.
Sehingga, jika u =OP , jarak antara P dan W
adalah

37
Dengan kata lain, di antara semua vektor w pada W,
vektor w = projwu meminimalkan jarak

Ada cara lain untuk memahami pemikiran ini.


Pandanglah u sebagai vektor tetap yang akan kita aproksimasikan
dengan menggunakan sebuah vektor pada W. Setiap
aproksimasi w semacam ini akan menghasilkan sebuah “vektor
kesalahan” (“error vector”)
u–w
Yang tidak dapat dijadikan sama dengan 0, kecuali jika u terletak
pada W. Tetapi dengan memilih
w = projwu
Kita dapat menjadikan panjang vektor kesalahan

Sekecil mungkin. Sehingga, kita dapat mendeskripsikan


projwu sebagai “aproksimasi terbaik” untuk u relatif terhadap
38
vektor-vektor pada W.
Teorema Aproksimasi Terbaik
Jika W adalah sebuah subruang
berdimensi terhingga dari suatu ruang
hasilkali dalam V, dan jika u adalah
sebuah vektor pada V, maka
projwu adalah aproksimasi terbaik (best
approximation) bagi u pada , dalam
pengertian bahwa

Untuk setiap vektor w pada W yang


bukan projwu.
39
Solusi Kuadrat Terkecil dari
Sistem Linier
• Sistem persamaan linier yang tidak konsisten sering kita jumpai dalam
berbagai aplikasi bidang fisika. Misalnya sangat umum di
jumpai permasalahan fisika yang menghasilkan sebuah persamaan
linier Ax = b, yang seharusnya konsisten secara teoritis, namun menjadi
tidak karena adanya “kesalahan-kesalahan pengukuran” pada
entri A dan b yang mengubah sistem tersebut sehingga tidak konsisten.
• Dalam keadaan seperti ini, kita harus berupaya untuk mencari
nilai x yang “sedekat mungkin” dengan solusi yang diharapkan dan dapat
meminimalkan nilai ‖Ax-b‖ merujuk pada hasilkali dalam Euclidean.
Jumlah ‖Ax-b‖ dipandang sebagai suatu ukuran dari “kesalahan” yang
terjadi akibat memandang x sebagai solusi aproksimasi dari sitem
linier Ax = b. Jika sistem konsisten dan x adalah solusi eksaknya, maka
kesalahannya adalah nol, karena ‖Ax-b‖ = ‖0‖=0
• Secara umum, semakin besar nilai ‖Ax-b‖ semakin buruk nilai x sebagai
aproksimasi solusi sistem tersebut.
40
Masalah-masalah dalam kuadrat terkecil :
• misalnya jika diberikan sebuah sistem linier Ax = b yang
terdiri dari m persamaan dengan n faktor yang tidak
diketahui, tentukan sebuah vektor x, jika mungkin, yang
meminimalkan nilai ‖Ax-b‖ merujuk pada hasilkali dalam
Euclidean pada Rm. Vektor semacam ini disebut
sebagai solusi kuadrat terkecil ( least square solution ) dari
Ax = b.
Asal mula istilah kuadrat terkecil (least square)
• kita umpamakan saja e = Ax – b, yang dapat dipandang
sebagai vektor kesalahan yang dihasilkan oleh aproksimasi
terhadap x. Jika e = ( e1, e2, … , em ), maka solusi kuadrat
terkecil akan meminimalkan , dan
oleh karena itu juga meminimalkan ,
sehingga dari sinilah istilah kuadrat terkecil muncul.

41
Menyelesaikan suatu permasalahan kuadrat terkecil
• misalkan W adalah ruang kolom dari A. Untuk setiap
matriks x, n × 1, hasil kali Ax adalah suatu kombinasi linier dari
vektor-vektor kolom dari A. Sehingga, dengan bervariasinya
nilai x di dalam Rn, vektor Ax juga akan bervariasi pada berbagai
kombinasi linier yang mungkin dari vektor-vektor kolom dari A,
maksudnya Ax bervariasi di seluruh ruang kolom W.
• Secara geometrik, untuk menyelesaikan kuadrat terkecil kita harus
mencari vektor x pada Rn, sehingga Ax adalah vektor terdekat
ke b di dalam W. Berdasarkan Teorema Aproksimasi Terbaik,
bahwa proyeksi ortogonal b pada W merupakan vektor terdekat
dari b di dalam W. Agar sebuah vektor pada x dapat menjadi solusi
kuadrat terkecil dari Ax = b, vektor ini harus memenuhi :
Ax = projwb
Kita mengetahui bahwa

ortogonal terhadap W. W adalah ruang kolom dari A, berdasarkan


teorema b – Ax terletak pada ruang nul dari matriks AT. Oleh karena
itu, sebuah solusi kuadrat terkecil dari Ax = b harus memenuhi
atau secara ekuivalen 42
Sistem persamaan di atas disebut sistem
normal yang berhubungan dengan Ax = b dan tiap-
tiap persamaan di dalam sistem ini
disebut persamaan normal yang berhubungan
dengan Ax = b .
Fakta-fakta tentang sistem normal:
1. Sistem normal melibatkan n persamaan dengan
n faktor yang tidak diketahui.
2. Sistem normal bersifat konsisten karena
dipenuhi oleh sebuah solusi kuadrat terkecil
dari Ax = b
3. Sistem normal dapat memiliki jumlah solusi
yang tak terhingga banyaknya dimana semua
solusi itu adalah solusi kuadrat terkecil dari
Ax = b
43
Teorema A :
Untuk sistem linier sebarang Ax = b , sistem normal yang terkait
bersifat konsisten, dan semua solusi dari sistem normal adalah solusi
kuadrat terkecil dari Ax = b . Selanjutnya, jika W adalah ruang kolom
dari A, dan x adalah solusi kuadrat terkecil sebarang dari Ax = b ,
maka proyeksi ortogonal b pada W adalah :
projwb = Ax
Teorema B :
Keunikan Solusi Kuadrat Terkecil :
Jika A adalah matriks m × n, maka pernyataan-pernyataan
berikut ini adalah ekuivalen.
1. A memiliki vektor-vektor kolom yang bebas linier.
2. ATA dapat dibalik.

44
Dari teorema A dan B, menghasilkan teorema berikut;
Jika A adalah sebuah matriks m x n yang memiliki vektor-vektor
kolom yang bebas linear, maka untuk setiap matriks b, m x 1, sistem
linear Ax = b memiliki sebuah solusi kuadat terkecil yang unik.
Solusi ini diberikan oleh :
x = (ATA)-1ATb (*)
Selanjutnya, jika W adalah ruang kolom dari A, maka proyeksi
ortogonal b pada W adalah
Proyw b = Ax = A(ATA)-1ATb (**)
CATATAN:
• Rumus (*) dan (**) dapat diterapkan dalam berbagai aplikasi
teoritis, namun keduanya tidak efisien dan apabila
diterapkan untuk perhitungan numerik.
• Solusi kuadrat terkecil dari Ax = b paling baik dihitung
dengan menggunakan eliminasi Gauss atau eliminasi Gauss-
Jordan untuk menyelesaikan persamaan-persamaan
normalnya, dan proyeksi ortogonal b pada ruang kolom
dari A paling baik didapatkan dengan cara menghitung Ax, di
mana x adalah solusi kuadrat terkecil dari Ax = b. 45
Contoh :
Solusi Kuadrat Terkecil
Tentukan solusi kuadrat terkecil dari sistem
linear Ax = b yang diberikan oleh
x1 – x2 = 4
3x1 + 2x2 = 1
-2x1 + 4x2 = 3
dan tentukan proyeksi ortogonal b pada ruang kolom
dari A.

46
Penyelesaian:
Di sini

Perhatikan bahwa A memiliki vektor-vektor kolom yang bebas linear, sehingga


kita dapat mengetahui sejak awal bahwa terdapat sebuah solusi kuadrat
terkecil yang unik bagi sistem ini. Kita memperoleh

Sehingga sistem normal AT Ax = AT b dalam kasus ini adalah

Dengan menyelesaikan sistem ini kita akan memperoleh solusi kuadrat


terkecil

Dari (**) proyeksi ortogonal b pada ruang kolom dari A adalah

47
Contoh

Jawab

48
6.4. BASIS ORTOGONAL, PROSES GRAM SCHMIDT;
DEKOMPOSISI QR (OPTIONAL)

Secara Operasional

Misalkan, T  c1 , c2 ,..., cn  pada suatuRHD


T dikatakan himpunan vektor ortogonal jika
 ci , c j   0 untuk setiap i ≠ j
Sedangkan, T dikatakan himpunan vektor ortonormal
jika untuk setiap i berlaku ci  1

49
Misalkan
S  v1 , v2 ,..., vn 
adalah basis ortonormal untuk RHD V
Jika u adalah sembarang vektor pada V,
maka
u  k1v1  k 2 v2  ...  k n vn

Perhatikan bahwa, untuk suatu i berlaku :


 u , vi    k1v1  k 2 v2  ...  k n vn , vi 
 k1  v1 , vi  k2  v2 , vi  ...  ki  vi , vi  ...  kn  vn , vi 

Karena S merupakan himpunan ortonormal dan


 vi , v j  0 untuk setiap i  j dan  vi , vi   1 untuk setiap i

50
Sehingga, untuk setiap i berlaku
 u , vi  k i
Kombinasi linear u  k1v1  k 2 v2  ...  k n vn
Ditulis menjadi
u  u , v1  v1   u , v2  v2  ...  u , vn  vn

Contoh 6 : 1
a   
Tentukan kombinasi linear dari
 2
pada RHD Euclides berupa bidang yang
dibangun
 1   1 
   2 
 dan 
u  2 v  1 
 1   
 2  2

51
Jawab :
a  k1u  k2v Perhatikan …..
u dan v mrp
Basis ortonormal
a  a , u  u   a , v  v

1 1  1  1  1 2 


a      ,  1 2
 u   , 
 
 v

 2  2  2  2    1
2

a 1
2
u   1
2
v

52
Contoh : Cek apakah himpunan A berikut ortonormal/ortogonal

 1  -1 
1. A       
  0 ,  0 

Pada RHD Euclides, A bukan himpunan ortogonal.

 1   0  
2. B  
     

  0 ,  -1  
Pada RHD Euclides, B merupakan himpunan ortonormal.


    12 
  1 
1
3.
C   2
 
   2 
1
 2 
Pada RHD Euclides, C merupakan himpunan ortonormal.

53
Proses Gramm-Schmidt

Metode Gramm–Schimdt digunakan untuk merubah suatu


himpunan vektor yang bebas linier menjadi himpunan yang
orthonormal. , jadi dalam hal ini disyaratkan himpunan yang
ditransformasikan ke himpunan orthonormal adalah
himpunan yang bebas linier.

Jika yang akan ditransformasikan adalah himpunan vektor


yang merupakan basis dari ruang vektor V maka metode
Gramm–Schimdt akan menghasilkan basis orthonormal
untuk V.

54
Proses Gramm-Schmidt

S   c1 , c2 ,  cn  basis bagi suatu RHD V

B  w1 , w2 , ... , wn  basis ortonormal bagi V

Langkah yang dilakukan


c1
1. w1 
c1
ini proses normalisasi yang paling sederhana karena
hanya melibatkan satu vektor saja. Pembagian dengan c1
bertujuan agar w1 memiliki panjang = 1 , pada akhir
langkah ini didapatkan w1 orthonormal.
55
2. Langkah kedua c2 w2
q1 c2
w2

w1 p1
 c2 , w1  w1
p1  proyw1 c2 
w1
 c2 , w1  w1 q1  c2  p1

c 2   c 2 , w1  w1
w2  Vektor satuan searah q1
c 2 ,  c 2 , w1  w 2

Pada akhir langkah ini didapatkan dua vektor w1 dan w2


yang orthonormal
56
3. Langkah ketiga c3 w3
c3
q2

w3 W

p2
w1 w2

p2  proyW c3  c3 , w1  w1   c3 , w2  w2 q 2  c3  p 2

c   c3 , w1  w1   c3 , w2  w2 Vektor satuan
w3  3 Yang tegak lurus
c3   c3 , w1  w1   c3 , w2  w2 Bidang W

57
Contoh :
Diketahui :
 1  0  0 
      
B  u1  1, u 2   1 , u 3   0 
 1 1  1 
      
B merupakan basis pada RHD Euclides di R3.
Transformasikan basis tersebut menjadi basis
Ortonormal

Jawab :
Langkah 1.  1 
 
 3
v1 
u1

1, 1, 1 

1 

u1 3  3
 1 
 
 3

58
Langkah 2
u2  proyv1 u2
v2 
u2  proyv1 u2

Sementara itu, u2  proyv1 u2  u2  u2 , v1 v1


2  1 1 
 0, 1, 1 
1
 , , 
3 3 3 3
 2 1 1
  , , 
Karena itu,  3 3 3
u 2  proyv1 u 2  4
9  19  19  3
6

sehingga :  2 
 
 6
 1 
v2   
 6 
 1 
 
 6 

59
Langkah 3
u3  proy W u3
v3 
u3  proy W u3

Sementara itu,
u3  proy W u3  u3  u3 , v1 v1  u3 , v2 v2
1  1 1 1  1  2 1 1 
 0, 0,1  
 , , 
   , , 
3 3 3 3 6 6 6 6
 1 1
  0,  , 
 2 2

sehingga :  0 
 
v3    2 
1

 1 
 2 
60
Jadi,
 1    2   0 
   6  
 
3
v1, v2 , v3 =  1
,  16 ,   12 
   1   1 
3
1
 3   6   2 
merupakan basis ortonormal untuk ruang vektor R3
dengan hasil kali dalam Euclides

61
Contoh :  1   0 
   
Diketahui bidang yang dibangun oleh  0 ,  1 
 1   1 
merupakan subruang    
dari RHD Euclides di R3
Tentukan proyeksi orthogonal dari vektor
 1
 
u   1
 1
 
pada bidang tersebut.

62
Jawab :
Diketahui  1  0
   
v1   0  , v 2   1 
1 1
   
merupakan basis bagi subruang pada RHD tsb.
Karena v1 , v2 
Selain membangun subruang pada RHD
himpunan tsb juga saling bebas linear
(terlihat bahwa ia tidak saling berkelipatan).
Langkah awal :
Basis tersebut  basis ortonormal.

63
v
w1  1
v1


1 , 0 ,1
12  02  12

1 , 0 ,1
2
 1 1 
  ,0 , 
 2 2

Perhatikan bahwa : v2 , w1   0 ,1 ,1  1 , 0 , 1  


 2 2
1
00
2
1

2

64
Sehingga:
1  1 1  1 1
v2 , w1 w1   ,0 ,  v2  v2 , w1 w1  0 ,1 ,1   , 0 , 
2 2 2 2 2
1 1  1 1
  ,0 ,     ,1 , 
2 2  2 2

Akibatnya :
2 2
 1 1
v2  v2 , w1 w1      12   
 2 2
1 1
 1
4 4
6

4
1
 6
2

65
Akhirnya, diperoleh
v2  v2 , w1 w1
w2 
v2  v2 , w1 w1
 1 1
  ,1 , 

2 2
1
6
2
 1 2 1 
   , , =
 6 6 6
Jadi Basis Orthonormal bagi bidang tsb
  1  
  1    
    6 
  2  2  
  0  ,  
  1   6  
  2   1  
    
  6  
66
Proyeksi Orthogonal Vektor  1
 
u   1
 1
 
pada bidang tersebut adalah

Pr oy W u  u , w1 w1  u , w2 w2

Perhatikan bahwa :
 1 1 
u , w1   1 ,1 ,1  ,0 ,  
 2 2
1 1
 0 
2 2
2

2
 2

67
Sementara itu :

1   16 
 
 u , w2   1,  26 
1  1 
   6 
1 2 1
  
6 6 6
2

6

68
Dengan demikian,
Pr oy W u  u , w1 w1  u , w2 w2
 1
 
1  3
 

2 
=  0
 3 
1  1 
 
 
 3 

 2
 
 3

2
 3
 4
 
 3

69
Contoh

Jawab

70
71
Normalisasi himpunan orthogonal ke
himpunan orthonormal

72
Contoh

Jawab

73
Faktorisasi QR
Teorema. Jika A merupakan matrik mxn yang memiliki
kolom bebas linier, maka A dapat difaktorisasi sebagai QR
dengan : Q adalah matrik mxn yang memiliki kolom
ortogonal dan R adalah matrik segitiga atas yang
invertible.

Untuk melihat terjadinya faktorisasi QR, misalkan a1,…,an


adalah kolom bebas linier dari matrik A dan q1,…,qn
adalah vektor ortonormal yang diperoleh dari normalisasi
matrik A dengan menggunakan metode Gramm-Schmidt.
Untuk setiap i = 1,…..,n : Wi = span (a1,…,ai ) = span
(q1,…,qi ) Sehingga jika terdapat skalar r1i,r2i…,rii dapat
dituliskan :
ai = r1iq1 + r2iq2 + …..+riiqi untuk i= 1,
……, n
Diperoleh hasil :
a1 = r11q1
a2 = r12q1 + r22q2

an = r1nq1 + r2nq2 + …..+rnnqn

Dituliskan dalam bentuk matrik sebagai berikut :

 r11 r12 ... r1n 


0 r ... r 
A   a1 a2 .... an    q1 q2 .... qn   22 2n 
 QR
 
 
0 0 ... rnn 
Contoh soal : 1 2 2
-1 1 2 
Cari faktorisasi QR dari :
A
-1 0 1
 
1 1 2
Jawab :
Subruang W dibangun oleh x1,x2 dan x3 sama dengan
ruang kolom dari matrik A. {x1,x2, x3} adalah himpuan
bebas linier, sehingga merupakan basis dari W.
Ambil v1 = x1, selanjutnya dengan metode Gramm-
Schmidt dihitung komponen x2 yang ortogonal pada W1=
span (v1)
 2  1  2 
3

1  -1  3 
 v1.x2    2   2
v2  perpw1 ( x2 )  x2    v1         1 
 v1.v1  0 4 -1
     2

1   1  2 
1
Untuk menghilangkan pecahan pada v2 dilakukan perkali-
an skalar tanpa merubah hasil akhirnya. Dengan demikian
v2 dirubah menjadi :  3
 3
v2  2v2   
1 
 
1 

Selanjutnya dihitung komponen x3 ortogonal pada W2


= span (x1 ,x2) = span (v1 ,v2)= span (v , v ) menggunakan
1 2
basis ortogonal
(v1 , v2 )
 2  1 3 - 12 
 2 -1 3  0 
 v1.x3   v2 .x3    1       
15
v3  perpw2 ( x3 )  x3   v v 
 1     2          1
   
 v1.v1   v2 .v2  1 4 -1  20  1
       
2

 2  1 1   1 
Kembali dilakukan penskalaan ulang :
-1
 0
v3  2v3   
 1
 
 2
Akhirnya diperoleh basis ortogonal v1 , v2 , v3  untuk W
Untuk mendapatkan basis ortonormal dilakukan
normalisasi setiap vektor
 1  2 
1

   1
 1   1   -1 - 2 
q1    v1     1
v  2   -1 - 2 
 
   1
1

 1  2 
3 5 
 10 
  
3 
  3 5
 1   1   3  10 
q2    v2     
 v2   2 5  1   5 
   10 
1   
5
 10 

- 6 
-1  6
   0 
 1   1   0  
q3    v3     
 v3   6   1  6
6 
 
 2  6

 
 3 
 12 3 5
10 - 6 
6
 1 
 0 
3 5
- 2
Jadi Q   q1 q2 q3  
10
- 1 5 6 
 2 10 6

 1 2 5
10
6
6 

A = QR, untuk mencari R suatu matrik segitiga atas,
digunakan kenyataan bahwa Q memiliki kolom orto-normal
sehingga QTQ = I.
Oleh karena itu : QTA=QTQR = IR=R
Diperoleh hasil akhir :
1 2 2
 1 - 1 - 1 1
2   2 1 1

2  
2 2 2 2
3 5 
-1 1 
RQ A
T 5 3 5 5
10   0 5 3 5
2
-1 1 
10 10 10
0
- 6  6 
 3  0 0
6 6
6 0 6 2 
1 1 2
6.5. Perubahan Basis
 Suatu ruang vektor dapat memiliki beberapa basis
 Jika terdapat sembarang vektor x dalam ruang vektor V yang
memiliki himpunan vektor A dan B sebagai basisnya, maka x
tentunya merupakan kombinasi linier dari vektor A dan B

81
Untuk vektor x yang sama pada setiap sistem koodinat,
maka penulisan koordinat vektor x yang sesuai dengan B
dan C adalah :
1   6
 x B    dan  x C  
3 -1 

Untuk menghitung x dengan mengunakan x B diperoleh :

-1  2   5
x = u1 + 3 u2 =  2  3 -1  -1
     

Dengan menuliskan bentuk u1 dan u2 ke v1 dan v2 diperoleh :


-1 1  1  2 1  1
u1     3    2    3v1  2v2 dan u2     3       3v1  v2
 2 0 1 -1 0 1
 6
x = (-3v1 + 2v2) + 3(3v1 –v2) = 6v1 – v2  x C   
-1
83
84
Contoh

Jawab

85
86
6.6. Matrix Ortogonal
Definisi : Suatu matrik Q ukuran n x n yang
memiliki kolom berbentuk himpunan
ortonormal disebut:
matrik ortogonal.
Teorema 6.6.1.
Kolom matrik Q ukuran m x n
berbentuk himpunan ortonormal jika
dan hanya jika QTQ = In
Teorema 6.5.2.
Matrik bujursangkar Q adalah
ortogonal jika dan hanya jika Q-1 = QT

87
Contoh soal :
Buktikan Matrik A3x3

Adalah ortogonal
Jawab :

88
Teorema 6.6.3
Ambil Q matrik nxn, maka pernyataan berikut ini
memiliki arti yang sama :
a. Q adalah ortogonal.
b. Qx  x untuk setiap x dalam R n
c. Qx.Qy  x. y untuk setiap x dan y dalam R n
Teori 6.6.4
Jika Q adalah matrik ortogonal, maka elemen baris
merupakan himpunan ortonormal.
Teori 6.6.5
Ambil Q merupakan matrik ortogonal.
a. Q-1 adalah ortogonal
b. det Q =
c. Jika λ adalah nilai eigen dari Q, maka
d. Jika Q1 dan Q2 adalah matrik ortogonal nxn,
maka demikian juga untuk Q1Q2 89
Komplemen ortogonal
Definisi : Ambil W subruang dari Rn. Sebuah vektor v
dalam Rn ortogonal dengan W jika v ortogonal dengan
setiap vektor dalam W. Himpunan semua vektor yang
ortogonal dengan W disebut komplemen ortogonal
dari W ditulis sebagai: W 

W  = {v dalam Rn: v.w = 0 untuk semua w dalam W}


v


W W dan W =l 
w
Teori 6.6.6.
Ambil W subruang dari Rn.
a. W  adalah subruang dari Rn.
b. ( W  )  W

c. W  W = {0}
d. Jika W = span (w1, ……, wk), maka v berada
dalam W 
jika dan hanya jika v. wi untuk semua i= 1,.,k
Teori 6.6.7
Ambil A matrik m x n. Komplemen ortogonal
dari ruang baris A adalah ruang null A dan
komplemen ortogonal dari ruang kolom A
adalah ruang null AT
(baris( A))  null ( A) dan (kolom( A))  null ( AT )
Jadi suatu matrik m x n mempunyai 4 subruang :
 baris (A) dan null (A) : komplemen ortogonal dari Rn
 kolom (A) dan null (AT): komplemen ortogonal dari
Rm Disebut : subruang fundamental dari matrik A mx
n
null (A) null (AT)

0 0

TA

baris (A)
kolom (A)
Rn
Rm
93
Perhitungan perubahan basis suatu matrik
dengan metode Gauss-Jordan
Anggap B = {u1….., un} dan C = {v1….., vn} merupakan basis
dari ruang vektor V dan P adalah matrik transisi basis B ke C.
Kolom ke i dari P adalah :

 P1i 
 
ui C  
 Pni 

Sehingga : ui = p1i v1 + …. + pni vn . Jika ε adalah sembarang


basis diuV,
i maka
  p1i:v1  .....  pni vn   p1i  v1   ......  pni  vn 
Dapat ditulis dalam bentuk matrik sebagai berikut :
 p1i 
 v1  ...... vn      ui 
 
 pni 

Persamaan ini dapat diselesaikan dengan


eliminasi Gauss – Jordan dari matrik augmented :

v1  ......vn  ui  ......un   = C B


Diperoleh hasil :
C B I P
Contoh soal :
Dalam M22 diketahui basis B = {E11, E21, E12, E22} dan basis C =
{A, B, C, D} dengan :
1 0  1 1  1 1  1 1
A  , B  0 0  , C  1 0  , D  1 1
 0 0       
Tentukan matrik transisi dari basis B ke basis C !

Jawab :
Jika ε adalah basis sembarang untuk M22 merupakan basis
standar, maka dapat diperoleh :

1 0 -1 0
Matriks 0
Transisi P   -1 1 0 
0 1 0 -1 
 
0 0 0 1
1 0 0 0 1 1 1 1
0 0 1 0  0 1 1 1
PB   dan PC  
0 1 0 0 0 0 1 1
   
0 0 0 1 0 0 0 1

Dengan metode Gauss – Jordan diperoleh :


1 1 1 1 1 0 0 0  1 0 0 0 1 0 -1 0 
0 1 1 1 0 0 1 0  0 1 0 0 0 -1 1 0 
C B    
0 0 1 1 0 1 0 0 0 0 1 0 0 1 0 -1 
   
0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 
Latihan Bab VI
1. Periksa apakah operasi berikut merupakan
hasil kali dalam atau bukan
a.  u, v  = u12v1 + u2v22 di R2

b.  u, v  = u1v1 + 2u2v2 – u3v3 di R3

c.  u, v  = u1v3 + u2v2 + u3v1 di R3

2. Tentukan nilai k sehingga vektor (k, k, 1)


dan vektor (k, 5, 6 ) adalah orthogonal
dalam ruang Euclides !

98
3. W merupakan subruang RHD euclides di 3
yang dibangun oleh vektor
1  1
   
1 dan  0 
0   1
      1
 
Tentukan proyeksi orthogonal vektor  1 
 2
pada W  

99

Anda mungkin juga menyukai