Pemeriksaan Apendisitis
Pada kesempatan ini, saya akan membahas seputar manuver khusus pemeriksaan fisik pada apendisitis
akut (acute appendicitis). Tiga dari manuver berikut—Mc Burney's sign, Rovsing's sign, dan
Blumberg's sign—merupakan komponen pemeriksaan dari skor Alvarado. Pembahasan skor Alvarado
sudah pernah saya bahas pada kesempatan sebelumnya di sini: Skor Avarado.
Berikut adalah manuver-manuver khusus yang dapat dilakukan untuk menegakan diagnosis apendisitis:
Mc Burney’s sign
Melakukan penekanan terhadap titik McBurney (McBurney's point) yang terdapat di 2/3 antara umbilikus
dan anteriot superior iliac spine (ASIS).
Rovsing's sign
Melakukan penekanan di beberapa titik dari mulai regio iliaca kiri hingga regio iliaca kanan dengan arah
berlawanan jarum jam.
(+) : terdapat nyeri tekan pada sepanjang titik penekanan yang bisa menjalar hingga daerah kuadran kanan
bawah (kuadran disekitar apendiks).
(–) : tidak ada nyeri tekan.
Blumberg's sign
Blumberg's sign biasa disebut juga dengan nyeri rebound atau nyeri lepas.
Melakukan penekanan perlahan, lalu melepaskan penekanan tersebut secara tiba-tiba. Penekanan
dilakukan secara tegak lurus di empat kuadran abdomen.
(+) : terdapat nyeri lepas pada sepanjang titik penekanan yang bisa menjalar hingga daerah kuadran kanan
bawah (kuadran disekitar apendiks); menandakan adanya apendisitis atau peritonitis.
(–) : tidak ada nyeri lepas.
Psoas sign
Melakukan penarikan otot psoas dengan cara melakukan ekstensi pada paha. Pemeriksaan ini disebut
juga Cope's psoas test atau Obraztsova's sign.
Pertama, posisikan pasien untuk miring ke kiri (left lateral decubitus); Kedua, tahan bokong pasien dengan
tangan kiri; Ketiga, tarik kaki pasien ke arah pemeriksa dengan menggunakan tangan kanan.
(+) : timbul nyeri pada kuadran kanan bawah abdomen saat melakukan manuver.
(–) : tidak ada nyeri saat melakukan manuver.
Melakukan penarikan otot obturator internus dengan cara melakukan rotasi internal
pada caput tulang femur.
Pertama, kaki pasien diangkat dan lutunya di flexikan 90 derajat tegak lurus; Kedua, tarik kaki pasien ke
arah pemeriksa untuk memberikan efek rotasi internal pada femur.
(+) : timbul nyeri pada kuadran kanan bawah abdomen saat melakukan manuver.
(–) : tidak ada nyeri saat melakukan manuver.
Dunphy's sign
Aaron's sign
Melakukan penekanan pada titik McBurney (McBurney's point) yang terdapat di 2/3 antara umbilikus
dan anteriot superior iliac spine (ASIS).
(+) : akan muncul nyeri di daerah epigastrium saat titik McBurney ditekan.
(–) : tidak ada nyeri di daerah epigastrium saat titik McBurney ditekan.
Aure-Rozanova's sign
Melakukan palpasi ringan dengan menggunakan jari pada segitiga petit (petit triangle)
Manuver lainnya
Selain manuver-manuver yang sudah disebutkan diatas, terdapat juga manuver lainnya yang bisa dilakukan
dalam pemeriksaan apendisitis:
Volkovich-Kocher sign
Sitkovskiy (Rosenstein)'s sign
Bartomier-Michelson's sign
Massouh sign
Hamburger sign
Sumber
Presentation from Professor Mohannad Al-Fallouji, PhD (London), FRCS, FRCSI.
Acute Appendicitis Signs
Acute Appendicitis: Review and Update
Medscape: Appendicitis
Kata Kunci
tanda McBurney, tanda Rovsing, tanda Dunphy, tanda PSOAS, tanda obturator, nyeri rebond, nyeri ribon,
nyeri tekan, kuadran kanan bawah, usus buntu, operasi usus buntu, pemeriksaan usus buntu, pemeriksaan
fisik apendisitis.
http://www.argaaditya.com/2016/08/manuver-manuver-khusus-untuk.html
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling
sering. Penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang
laki-laki berusia antara 10-30 tahun .
8 Tanda Apendisitis Akut Dalam Pemeriksaan Fisik
1.Inspeksi. Dalam pemeriksaan fisik tidak ditemukan gambaran spesifik. Kadangn kembung sering terlihat pada komplikasi
perforasi. Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada masaa atau abses periapendikuler. Tampak perut kanan bawah
tertinggal pada pernafasan
2. Palpasi. Pada palpasi didapatkan nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, bisa disertai nyeri tekan lepas. Terdapat
defans muscular menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale. Pada apendisitis retrosekal atau retroileal diperlukan
palpasi dalam untuk menentukan adanya rasa nyeri.
3. Perkusi. Pads perkusi terdapat nyeri ketok, pekak hati (jika terjadi peritonotos, pekak hati ini hilang karena bocoran usus
maka udara bocor)
4. Auskultasi. Pada auskultasi sering normal. Peristaltic dapat hilang karena ileus paralitik pada peritonitis generalisata
akibat apendisitis perforata pada keadaan lanjut. Bising usus tidak ada (karena peritonitis)
5. Rectal Toucher. Pemeriksaan tonus musculus sfingter ani baik, ampula kolaps, nyeri tekan pada daerah jam 09.00-12.00,
terdapat massa yang menekan rectum (jika ada abses)., pada apendisitis pelvika tanda perut sering meragukan maka kunsi
diagnosis dalah nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur.
6. Uji Psoas. Dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperekstensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi
panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila apendiks yang meradang menepel di m. poas mayor, tindakan tersebut
akan menimbulkan nyeri.
7. Uji Obturator
Digunakan untuk melihat apakah apendiks yang meradang kontak dengan m. obturator internus yang merupakan dinding
panggul kecil. Gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang akan menimbulkan nyeri pada apendisitis
pelvika. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui letak
apendiks.
8. Alvarado Score. Digunakan untuk menegakkan diagnosis sebagai appendisitis akut atau bukan, menjadi 3 symptom, 3
sign dan 2 laboratorium
Alvarado Score:
Appendicitis point pain : 2
Lekositosis : 2
Vomitus : 1
Anorexia : 1
Rebound Tendeness Fenomen : 1
Degree of Celcius (.>37,5) : 1
Observation of hemogram : 1
Abdominal migrate pain : 1 +
Total : 10
Dinyatakan appendisitis akut bila skor > 7 poin
https://dokterairlangga.com/2016/04/02/8-tanda-apendisitis-akut-dalam-pemeriksaan-fisik/
Appendicogram
Apendikografi atau appendicogram merupakan salah satu jenis pemeriksaan
radiografi yang umum digunakan di Indonesia sebagai pemeriksaan penunjang
dalam menegakkan diagnosis apendisitis. Pemeriksaan ini menggunakan
BaSO4 (barium sulfat) yang diencerkan dengan air menjadi suspensi barium dan
dimasukkan secara oral. Selain secara oral, barium juga dapat dimasukkan melalui
anus (barium enema).
Hasil dari pemeriksaan ini dapat menggambarkan anatomi fisiologis dari apendiks
dan kelainan pada apendiks berupa sumbatan pada pangkal apendiks. Hasil
pemeriksaan apendikografi dibagi menjadi tiga, yakni:
filling atau positive appendicogram: keseluruhan lumen apendiks terisi penuh oleh
barium sulfat. Gambaran ini menandakan bahwa tidak ada obstruksi pada pangkal
apendiks sehingga suspensi barium sulfat yang diminum oleh pasien dapat mengisi
lumen apendiks hingga penuh.
partial filling: suspensi barium sulfat hanya mengisi sebagian lumen apendiks dan
tidak merata.
non filling atau negative appendicogram: barium sulfat tidak dapat mengisi lumen
apendiks. Ada beberapa kemungkinan penyebab dari gambaran
negatif appendicogram yakni adanya obstruksi pada pangkal apendiks (dapat
berupa inflamasi) yang mengindikasikan apendisitis atau suspensi barium sulfat
belum mencapai apendiks karena perhitungan waktu yang tidak tepat (false
negative appendicogram).
Pemeriksaan ini pada masa lalu dilaporkan memiliki tingkat sensitivitas dan
spesifisitas yang tinggi, sebesar 83 dan 96 persen. Walau demikian, pemeriksaan ini
memiliki banyak keterbatasan yang mempengaruhi akurasinya, seperti kesulitan
untuk mendiagnosa apendisitis distal, tingkat nonvisualisasi yang tinggi (23%) pada
orang normal/ Hasil positif pada appendicogram juga bukan merupakan hasil yang
spesifik pada apendisitis dan bisa ditemukan pada kondisi lain. Hal ini ditambah
dengan efek samping dan risiko pemeriksaan yang cukup tinggi membuat
pemeriksaan ini tidak lagi digunakan di negara maju dan digantikan dengan
ultrasonografi untuk diagnosis lini pertama.[3,4]
Efek Samping dan Risiko Appendicogram
Pemeriksaan appendicogram merupakan pemeriksaan invasif yang membutuhkan
waktu lama (setidaknya 12 jam), tidak nyaman bagi pasien, dan mengekspos pasien
terhadap paparan radiasi yang tinggi. Selain itu, pemeriksaan ini juga memiliki risiko
sebagai berikut:
Reaksi alergi terhadap barium
Perforasi kolon
Pada pasien dengan obesitas, pemeriksaan CT atau MRI memiliki tingkat akurasi
yang lebih tinggi dari pemeriksaan ultrasound sehingga pemeriksaan CT atau MRI
direkomendasikan jika diagnosis apendisitis masih diragukan
Pada pasien ibu hamil, pemeriksaan yang direkomendasikan adalah MRI
Tes laboratorium tidak spesifik untuk appendicitis. Walau demikian, tes laboratorium
tetap diperlukan untuk konfirmasi diagnosis, apabila gambaran
klinis apendisitis tidak jelas dan meragukan. Tes laboratorium yang dapat dilakukan
adalah pemeriksaan leukosit dan C-reactive protein.[6-8]
Tes urine juga dapat bermanfaat untuk tes kehamilan dan melihat ada leukosit pada
urine. Walau demikian, dokter perlu mengingat bahwa hasil tes kehamilan positif
tidak menyingkirkan kemungkinan apendisitis.[9]
Ultrasonografi
CT scan merupakan pemeriksaan dengan tingkat akurasi yang sangat tinggi untuk
mendiagnosis apendisitis. Walau demikian risiko paparan radiasi dan kontras, serta
biaya yang cukup tinggi membuat pemeriksaan ini disarankan pada kondisi klinis
yang meragukan dengan hasil pemeriksaan laboratorium dan USG yang tidak
konklusif.[8,11,13,14]
MRI
Pemeriksaan MRI juga memiliki tingkat akurasi yang sangat tinggi serta tidak
memiliki risiko radiasi. Walau demikian, keterbatasan biaya dan ketersediaan alat
membuat pemeriksaan ini tidak digunakan secara luas, khususnya di negara
berkembang seperti Indonesia.
https://www.alomedika.com/pemeriksaan-appendicogram-untuk-diagnosis-appendisitis