DIAJUKAN OLEH
dr. IMACULATA SONIA VIDARYO LAMENG
KEPADA
PROGRAM STUDI ILMU RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
BALI
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
kekurangan karena nilai diagnostiknya sangat dipengaruhi oleh pemeriksa
maupun kondisi pasien. Beberapa hal yang mempengaruhi nilai diagnostik
USG diantaranya: ketrampilan pemeriksa, sulit dilakukan pada pasien dengan
abdominal pain yang luas karena kesakitan bila transducer diletakkan pada
permukaan abdomen, letak/posisi appendix yang bervariasi pada setiap orang
sehingga membutuhkan teknik khusus untuk pemeriksaan USG, pemeriksaan
terbatas pada pasien dengan udara usus yang prominent dan pasien obese.
Kekurangan pemeriksaan USG seperti ini menyebabkan nilai diagnostik USG
menjadi rendah. Beberapa penelitian tahun terakhir ini menunjukan bahwa
pemeriksaan USG dengan beberapa teknik dan kombinasi teknik tambahan
(Adjuvant) dapat meningkatkan visualisasi appendix, sehingga akurasi
pemeriksaan menjadi lebih baik. Teknik tambahan kompresi manual posterior
menurut penelitian terbaru diyakini paling tinggi nilai diagnostik kasus
appendicitis. 3,5,6,7,8
RSUD TC Hillers Maumere sebagai Rumah sakit tipe C merupakan
Rumah Sakit Daerah dengan keterbatasan fasilitas dan sumber daya manusia.
Diharapkan teknik adjuvant dependent operator dengan kompresi manual
posterior pada pemeriksaan Ultrasonografi kasus Appendicitis dapat
menambah keakuratan diagnosis sehingga penatalaksanaan menjadi lebih cepat
dan tepat.
3
1.4 MANFAAT PENELITIAN
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
2.2 EPIDEMIOLOGI
2.3 INSIDENSI
5
insidensi apendisitis menurun, meskipun masih hal-hal yang harus diteliti
mengenai apendisitis, tapi kenyataannya apendisitis jarang dilaporkan dalam
berbagai literatur sejak 50 tahun yang lalu. 3
2.4 ANATOMI
6
Gambar 1. Anatomi Appendiks8
2.5 ETIOLOGI
7
b. Sekresi mukosa appendiks yang persistent, distensi yang bertahap dengan
inflamasi pada appendiks, pertumbuhan bakteri yang berlebihan, dan pada
kondisi yang diikuti oleh progresivitas, iskemia, gangrene, dan perforasi yang
diikuti oleh obstruksi lumen.6
2.6 PATOFISIOLOGI
8
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding
appendiks yang diikuti dengan gangrene. Stadium ini disebut dengan
apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi
apendisitis perforasi.1
Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak ke arah appendiks hingga timbul suatu massa lokal
yang disebut infiltratappendikularis. Peradangan appendiks tersebut dapat
menjadi abses atau menghilang.1
Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan appendiks lebih
panjang, dinding appendiks lebih tipis.Keadaan tersebut ditambah dengan
daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya
perforasi.Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada
gangguan pembuluh darah.1
9
Tanda awal nyeri mulai di epigastrium atau regio umbilikalis
disertai mual dan anoreksia
Nyeri pindah ke kanan bawah menunjukkan tanda rangsangan
peritoneum lokal dititik McBurney
Nyeri tekan
Nyeri lepas
Defans muskuler
Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung
Nyeri kanan bawah pada tekanan kiri (Rovsing sign)
Nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepaskan
(Blumberg sign)
Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak, seperti bernafas
dalam, berjalan, batuk, mengedan
Tabel 1. Gambaran Klinis Apendisitis Akut2
10
b. Psoas sign
nyeri rangsangan otot psoas lewat hiperekstensi sendi panggul kanan,
kemudian paha kanan ditahan. Bila appendiks yang meradang
menempel di m.psoas mayor, tindakan tersebut akan menyebabkan
nyeri.2
c. Obturator sign
nyeri pada gerakan endotorsi dan fleksi sendi panggul kanan, pasien
dalam posisi terlentang.5
11
2.10 PEMERIKSAAN RADIOLOGIS
12
sangat terjangkau bagi pasien penderita appendiks. Kelebihan lainnya adalah
para dokter lebih mudah mendiagnosis dengan menggunakan ultrasonografi
dibandingkan foto polos abdomen. Di samping itu, sensivitas dan
spesifitasnya cukup baik. USG juga tepat untuk digunakan pada kondisi-
kondisi emergensi yang menunjukkan akut abdomen seperti apendisitis
dengan tanda-tanda inflamasi peritoneal yang meluas.12
Lokasi appendiks berada pada kuadran bawah kanan. Dapat dilihat
dengan menggunakan probeberesolusi tinggi (7-15 mHz). Tranduser
diletakkan dengan posisi tranversal dan dengan mengkompresi abdomen
kuadran bawah kanan secara dalam untuk mendekatkan usus dengan
probe.Dimulai dari fleksura hepatik dan kemudian telusuri ke bawah sampai
bertemu caecum. Kemudian pasien diminta untuk menunjukkan lokasi di
mana yang sakit.
Kelebihan14
Non invasif, non trauma, non radiatif
Relatif cepat dan aman
Nilai diagnostik cukup tinggi
Tidak memerlukan persiapan khusus, kecuali untuk pemeriksaan
vesica felea puasa 6 jam, dan pemeriksaan vesica urinaria harus
penuh urin
Tidak ada kontraindikasi
Teknik Pemeriksaan14
1. Pasien dipersiapkan berbaring dengan diselimuti hingga sebatas
inguinal
2. Probe atau transduser yang digunakan disesuaikan organ yang akan
dievaluasi, probe linear, transversal dan linier.
3. Gel dioleskan pada probe, kemudian probe diposisikan secara linier
maupun transversal sesuai jenis organ.
4. Organ yang dievaluasi meliputi hepar, vesica felea, pancreas, aorta,
ginjal kanan dan kiri, limpa, vesika urinaria, prostat dan uterus.
13
Pada kasus apendisitis dilakukan evaluasi secara transversal dan
linear. Secara transversal dievaluasi kompresibilitasnya dan diameter lumen
appendiks sementara secara linier dievaluasi adanya gambaran blind end tube
atau bila ada udara bebas/cairan pada caecum. Untuk appendiks retrosekal
sulit dilakukan evaluasi dengan sonografi. Kriteria ultrasonografi pada kasus
apendisitis akut adalah appendiks tidak dapat dikompresi sehingga diameter
lebih dari 7mm dengan tebal dinding lebih dari 2mm, tipe eko pada lumen
adalah hipoekoik. Apabila appendiks terletak di retrocecal maka sangat sulit
untuk mendapatkan gambarannya.12,13
14
Gambar 9. Potongan transerval teknik kompressi bertahap pada
apendicitis akut : tampak penebalan dinding appendix (diameter lebih 6 mm)
dengan kumpulan cairan yang terlokulasi dalam lumen appendix B.Potongan
longitudinal : tampak struktur tubular, non compressible, non peristaltik
dengan diameter dinding appendix lebih 6 mm. Tampak tepi seperti cincin
pada cairan periappendiceal.17
15
maka dilakukan beberapa tambahan pemeriksaan sesuai dengan kondisi
pasien, lokasi appendix, transducer yang digunakan.6
16
kwadran kanan bawah sistema usus. Selanjutnya kekuatan kompresi
dan posisi tangan kiri secara dinamik diubah-ubah mengikuti bagian
colon yang dicurigai sebagai appendicitis. Cara ini membantu
memperoleh kedalaman yang cukup didapatkan oleh transducer
frekuensi tinggi dengan memberikan secara bersamaan kompresi
bertahap dari anterior dan posterior yang dapat meningkatkan spatial
resolution. Cara ini sering disebut teknik kissing effect kompresi
reciprocal anterior posterior. Pendekatan USG appendix dengan
urutan visualisasi ileum terminale, valvula ileocaecal, polus caecalis
dan orificium appendix dengan bentuk tubular (blind ending
tubular/saluran buntu), tak ada peristaltik usus dan lokasinya di
retroileal atau retrocaecal atau daerah disekitarnya, non compressibl6,7
Teknik Adjuvant kompresi manual posterior biasanya digunakan pada
pasien obese atau berotot struktur perutnya yang hanya dapat
dikompresi minimal.6,7
17
caecum dan ileum terminal berpindah ke medial di depan musculus
psoas dan posisi lateral dari area coli retrocaecal dan retroileum (di
atas musculus psoas).6
3. Transducer Konveks Frekuensi Rendah. Pemeriksaan dengan
transducer frekuensi 2-4 M.Hz digunakan untuk pasien obese dan
lokasi appendix dalam di pelvis.6
18
(a) Scan longitudinal CDS dengan peningkatan signal yang menyolok, sesuai
gambaran hiperemia difus
(b) Scan transversal dengan aliran yang nyata di dinding apendiks.
2.10.3 APPENDICOGRAM
Teknik Pemeriksaan
Appendikografi merupakan pemeriksaan berupa foto barium appendiks yang
dapat membantu melihat terjadinya sumbatan atau adanya kotoran (fekalit) di
19
dalam lumen appendiks. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa hasil
pemeriksaan appendicogram memiliki hubungan yang signifikan terhadap
hasil pemeriksaan pasca-operasi atau hasil pemeriksaan patologi anatomik (p
<0,003). Selain itu, didapati sensitivitas pemeriksaan appendicogram adalah
97,8%, spesifisitas 50%, nilai prediksi positif 93,7%, dan nilai prediksi
negatif 75%.14,16,17
20
Gambar 14. Appendicogram negatif menunjukkan gambaran non-filling
appendiks; gambaran lain yang dapat ditemukan adalah partial filling, mouse
tail (penyempitan lumen appendiks karena peradangan) dan cut-off 14
21
2.11 DIAGNOSIS BANDING
2.12 PENATALAKSANAAN
22
1. Antibiotikdilanjutkan sampai 5-7 hari post operatif untuk kasus
apendisitis ruptur atau dengan abses.
2. Antibiotik dilanjutkanhingga hari 7-10 hari pada kasus apendisitis
ruptur dengan peritonitis diffuse.
2.13 KOMPLIKASI
23
suhu tidak tinggi lagi, tidak ada tanda peritonitis, teraba massa berbatas tegas
dengan nyeri tekan ringan, leukosit dan netrofil normal.2-4
2.14 PROGNOSIS
Apendiktomi yang dilakukan sebelum perforasi prognosisnya baik.
Kematian dapat terjadi pada beberapa kasus. Setelah operasi masih dapat
terjadi infeksi pada 30% kasus appendiks perforasi atau appendiks
gangrenosa.2,3,5
24
BAB III
KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
METODOLOGI PENELITIAN
APPENDICITIS
LABORATORIUM
USG ABDOMEN
APPENDICOGRAM
25
3.2 KERANGKA KONSEP
APPENDICITIS
USG ABDOMEN
3.3 HIPOTESA
26
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
27
4.5 KRITERIA INKLUSI DAN EKSKLUSI
Kriteria Inklusi :
o Bersedia sebagai responden
o Semua penderita dengan diagnosis klinis apppendicitis
o Dilakukan pemeriksaan USG abdomen dengan teknik
tambahan kompresi manual posterior
Kriteria eksklusi :
o Pasien tidak bersedia jadi responden
o Pasien tidak dilakukan pemeriksaan USG abdomen
Variabel independen :
Variabel independen pada penelitian ini adalah appendicitis
variabel terikat :
variabel rwetikat pada penelitian ini adalah pemeriksaan USG
abdomen dengan tekb=nik tambahan kompresi manual posterior.
28
DAFTAR PUSTAKA
29
14. Hasya MN, Elidar E. Reliabilitas Pemeriksaan Appendicogram dalam
Penegakan Diagnosis Apendisitis di RSUD Dr. Pirngadi Medan Periode
2008-2011. Karya Tulis Ilmiah. FK USU 2012
15. Pambudy, Indra Maharddika, Vally Wulani. 2014. Radiologi Abdomen.
Dalam: Kapita Selekta Kedokteran edisi ke-4. Jakarta: Media Aesculapius.
16. Rumack, Carol M. 2005. Diagnostic Ultrasound Third Edition. Philadephia :
Elsevier.
17. Schmidt, Guenter. 2006. Differential Diagnosis in Ultrasound Imaging : a
Teaching Atlas. New York : Thieme
30