Anda di halaman 1dari 30

NILAI DIAGNOSTIK USG ABDOMEN DENGAN TEKNIK ADJUVANT

KOMBINASI KOMPRESI MANUAL POSTERIOR PADA KASUS


APPENDICITIS DI RSUD dr. T.C. HILLERS MAUMERE

PROPOSAL PENELITIAN UNTUK TESIS PROGRAM PENDIDIKAN


DOKTER SPESIALIS ILMU RADIOLOGI

DIAJUKAN OLEH
dr. IMACULATA SONIA VIDARYO LAMENG

KEPADA
PROGRAM STUDI ILMU RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
BALI

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Apendisitis merupakan peradangan yang terjadi pada appendix


vermiformis dan merupakan penyebab akut abdomen yang paling
sering.1,3Appendiks disebut juga umbai cacing.Istilah usus buntu yang selama
ini dikenal dan digunakan di masyarakat kurang tepat, karena yang merupakan
usus buntu sebenarnya adalah sekum. Sampai saat ini belum diketahui secara
pasti fungsi appendiks. Namun demikian, organ ini sering sekali menimbulkan
masalah kesehatan.1-3

Apendisitis dapat mengenai semua umur, baik laki-laki maupun


perempuan.Namun lebih sering menyerang laki-laki berusia 10-30 tahun.
Penegakan diagnosis appendicitis merupakan hal yang tidak mudah dilakukan
karena tanda klinis, laboratorium dan penunjang radiologi ternyata banyak
yang tidak memberikan hasil diagnosis yang akurat setelah dilakukan operasi.
Berdasar suatu penelitian didapatkan data hasil laparatomi negatif sekitar 10-
15% dan angka ini dapat meningkat pada wanita dan anakanak. Morbiditas
dan mortalitas appendicitis berturut turut 0,14% dan 4,6%,dapat meningkat
sampai 0,24% dan 6,1% pada appendicitis serta 1,7% dan 19%pada
appendicitis dengan perforasi akibat diagnosis yang kurang tepat.3,4

Penilaian klinik merupakan bagian yang paling penting sebagai


evaluasi awal pada kasus suspek appendicitis, sedang imaging radiologi
merupakan penunjang diagnostik untuk membantu menegakkan diagnosis
appendicitis yang penting dilakukan sebelum menentukan tindakan operasi
terutama penderita yang gejala klinisnya meragukan. Pemeriksaan radiologi
yang sekarang dianggap mempunyai akurasi tinggi, bersifat non invasif, relatif
murah, tidak mempunyai efek radiasi, aman terutama pada anak-anak dan
wanita hamil untuk diagnosis appendicitis adalah pemeriksaan ultrasonografi
(USG). Tetapi kenyataannya pemeriksaan USG ini mempunyai beberapa

2
kekurangan karena nilai diagnostiknya sangat dipengaruhi oleh pemeriksa
maupun kondisi pasien. Beberapa hal yang mempengaruhi nilai diagnostik
USG diantaranya: ketrampilan pemeriksa, sulit dilakukan pada pasien dengan
abdominal pain yang luas karena kesakitan bila transducer diletakkan pada
permukaan abdomen, letak/posisi appendix yang bervariasi pada setiap orang
sehingga membutuhkan teknik khusus untuk pemeriksaan USG, pemeriksaan
terbatas pada pasien dengan udara usus yang prominent dan pasien obese.
Kekurangan pemeriksaan USG seperti ini menyebabkan nilai diagnostik USG
menjadi rendah. Beberapa penelitian tahun terakhir ini menunjukan bahwa
pemeriksaan USG dengan beberapa teknik dan kombinasi teknik tambahan
(Adjuvant) dapat meningkatkan visualisasi appendix, sehingga akurasi
pemeriksaan menjadi lebih baik. Teknik tambahan kompresi manual posterior
menurut penelitian terbaru diyakini paling tinggi nilai diagnostik kasus
appendicitis. 3,5,6,7,8
RSUD TC Hillers Maumere sebagai Rumah sakit tipe C merupakan
Rumah Sakit Daerah dengan keterbatasan fasilitas dan sumber daya manusia.
Diharapkan teknik adjuvant dependent operator dengan kompresi manual
posterior pada pemeriksaan Ultrasonografi kasus Appendicitis dapat
menambah keakuratan diagnosis sehingga penatalaksanaan menjadi lebih cepat
dan tepat.

1.2 RUMUSAN MASLAH

Bagaimanakah nilai diagnostik pemeriksaan ultrasonografi (USG)


abdomen dengan kombinasi teknik tambahan (adjuvant) pada kasus
Appendicitis di RSUD TC Hillers Maumere, yang merupakan Rumah Sakit
tipe C dengan keterbatasan fasilitas.

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Menilai keakuratan diagnostik pemeriksaan Ultrasonografi (USG)


abdomen dengan kombinasi teknik tambahan (adjuvan) kompresi manual
posterior pada kasus Appendicitis di RSUD dr. TC Hillers Maumere.

3
1.4 MANFAAT PENELITIAN

1.4.1 Manfaat akademik

Berdasarkan penelitian ini, peneliti mendapat wawasan bahwa


pemeriksaan Ultrasonografi Abdomen dengan kombinasi teknik tambahan
kompresi manual posterior dapat meningkatkan atau menambah keakuratan
nilai diagnostik kasus Appendicitis

1.4.2 Manfaat praktis

 Menurunkan angka positif palsu pasca operasi


 Dapat mendiagnosis kasus Appendicitis acut dengan tepat pada
fasilitas kesehatan perifer yang memiliki fasilitas Ultrasonografi.
 Mengurangi angka morbiditas dan mortalitas pada kasus
Appendicitis.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada appendix


vermiformis, dan merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering.
Apendisitis akut merupakan salah satu diferensial diagnosispada pasien yang
mengeluh nyeri perut atau pasien yang menunjukkan gejala iritasi
peritoneal.Apendisitis akut juga penyebab terseringnyeri perut progresif dan
persisten pada remaja.Gejalanya sering tidak spesifik karena akut abdomen
sendiri merupakan manifestasi klinis yang memerlukan diagnostik penunjang
dalam penentuan diagnosis akhirnya. Tidak ada cara untuk mencegah
perkembangan dari suatu apendisitis. Satu-satunya cara untuk menurunkan
morbiditas dan mencegah mortalitas adalah apendiktomi sebelum perforasi
ataupun terjadi gangrene.1-3

2.2 EPIDEMIOLOGI

Insiden apendisitis akut di negara maju lebih tinggi daripada di negara


berkembang.Namun dalam tiga-empat dasawarsa terakhir kejadiannya turun
secara bermakna.Hal ini diprediksikan karena meningkatnya konsumsi
makanan berserat dalam menu sehari-hari.4
Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak
kurang dari satu tahun jarang dilaporkan.Insiden tertinggi pada kelompok
umur 20-30 tahun, kemudian menurun.Insiden pada lelaki dan perempuan
umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun, insiden lelaki lebih
tinggi.4

2.3 INSIDENSI

Kasus appendicitis semakin sering pada masa anak-anak, dan


insidensi tertinggi terjadi pada umur belasan hingga 20 tahunan. Setelah

5
insidensi apendisitis menurun, meskipun masih hal-hal yang harus diteliti
mengenai apendisitis, tapi kenyataannya apendisitis jarang dilaporkan dalam
berbagai literatur sejak 50 tahun yang lalu. 3

2.4 ANATOMI

Appendiks merupakan organ berbentuk cacing, panjangnya kira-kira


10 cm (kisaran 3-15 cm) dan berpangkal di sekum.Lumennya sempit di
bagian proksimal dan melebar di bagian distal.Pada bayi, appendiks
berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit ke arah ujungnya.
Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden apendisitis pada usia
itu. Pada 65% kasus, appendiks terletak intraperitoneal.Kedudukan itu
memungkinkan appendiks bergerak dan geraknya bergantung pada panjang
mesoappendiks penggantungnya.6 Pada kasus selebihnya, appendiks terletak
retroperitoneal, yaitu di belakang sekum, dibelakang kolon asendens, atau
ditepi lateral kolon asendens. Gejala klinis apendisitis ditentukan oleh letak
appendiks.7
Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n. Vagus yang mengikuti
a.mesenterika superior dan a.appendikularis, sedangkan persarafan simpatis
berasal Insidensiapendisitis akut menurun antara tahun1940 dan 1960,
kemungkinan karena adanya penggunaan antibiotik profilaksis secara
luas.Saat ini apendiktomi merupakan salah satu pilihan
pembedahan.Apendisitis jarang terjadi pada bayi, menjadi dari n.torakalis X.
Oleh karena itu, nyeri visceral pada apendisitis bermula di sekitar umbilicus.
Perdarahan appendiks berasal dari a.appendikularis yang merupakan
arteri kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena thrombosis pada
infeksi, appendiks akan mengalami gangrene.6

6
Gambar 1. Anatomi Appendiks8

Menurut letaknya, appendiks dibagi menjadi beberapa macam:8


 Appendiks Preileal
 Appendiks Postileal
 Appendiks Subileal
 Appendiks Pelvic
 Appendiks Subcecal
 Appendiks Paracecal
 Appendiks Retrocecal

2.5 ETIOLOGI

a. Obstruksi lumen appendiks yang disebabkan oleh:9


1. Fekalit (feses yang mengeras) adalah penyebab tersering yang
mengakibatkan obstruksi
2. Oleh karena sebab lain termasuk:
a. Limfoid hipertrofi
b. Benda asing
c. Cacing di intestinal
d. Barium
e. Kanker sekum

7
b. Sekresi mukosa appendiks yang persistent, distensi yang bertahap dengan
inflamasi pada appendiks, pertumbuhan bakteri yang berlebihan, dan pada
kondisi yang diikuti oleh progresivitas, iskemia, gangrene, dan perforasi yang
diikuti oleh obstruksi lumen.6

2.6 PATOFISIOLOGI

Apendisitis disebabkan oleh obstruksi yang diikuti oleh infeksi. Kira-


kira 60% kasus berhubungan dengan hiperplasia submukosa yaitu pada
folikel limfoid, 35% menunjukkan hubungan dengan adanya fekalit, 4%
kaitannya dengan benda asing dan 1% kaitannya dengan stiktur atau tumor
dinding appendiks ataupun sekum. Hiperplasi jaringan limfoid penting pada
obstruksi dengan frekuensi terbanyak terjadi pada anak-anak, sedangkan
limfoid folikel adalah respon appendiks terhadap adanya infeksi.Obstruksi
karena fecalit lebih sering terjadi pada orang tua.Adanya fekalit didukung
oleh kebiasaan, seperti pada orang barat perkotaan yang cenderung
mengkonsumsi makanan rendah serat, dan tinggi karbohidrat dalam diet
mereka.3
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen appendiks
oleh hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis
akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma.1
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa
mengalami pembendungan.Makin lama mukus tersebut makin banyak,
namun elastisitas dinding appendiksmemiliki keterbatasan sehingga
menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat
tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema,
diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis
akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.1
Bila sekresi mucus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal
tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri
akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai
peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan
bawah.Keadaan ini disebut sebagai apendisitis supuratif akut.1

8
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding
appendiks yang diikuti dengan gangrene. Stadium ini disebut dengan
apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi
apendisitis perforasi.1
Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak ke arah appendiks hingga timbul suatu massa lokal
yang disebut infiltratappendikularis. Peradangan appendiks tersebut dapat
menjadi abses atau menghilang.1
Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan appendiks lebih
panjang, dinding appendiks lebih tipis.Keadaan tersebut ditambah dengan
daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya
perforasi.Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada
gangguan pembuluh darah.1

2.7 GEJALA KLINIS

a. Gejala klasik yaitu nyeri sebagai gejala utama


1. Nyeri dimulai dari epigastrium, secara bertahap berpindah ke regio
umbilikal, dan akhirnya setelah 1-12 jam nyeri terlokalisir di regio
kuadran kanan bawah.
2. Urutan nyeri bisa saja berbeda dari deskripsi diatas, terutama pada anak
muda atau pada seseorang yang memiliki lokasi anatomi appendiks yang
berbeda.
3. Anoreksia adalah gejala kedua yang menonjol dan biasanya selalu ada
untuk beberapa derajat kasus. Muntah terjadi kira-kira pada 75% pasien.
Urutan gejala sangat penting untuk menegakkan diagnosis adalah adanya
anoreksia diikuti oleh nyeri kemudian muntah (jika terjadi) adalah gejala
klasik. Muntah sebelum nyeri harus ditanyakan untuk kepentingan
diagnosis.6

9
 Tanda awal  nyeri mulai di epigastrium atau regio umbilikalis
disertai mual dan anoreksia
 Nyeri pindah ke kanan bawah menunjukkan tanda rangsangan
peritoneum lokal dititik McBurney
 Nyeri tekan
 Nyeri lepas
 Defans muskuler
 Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung
 Nyeri kanan bawah pada tekanan kiri (Rovsing sign)
 Nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepaskan
(Blumberg sign)
 Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak, seperti bernafas
dalam, berjalan, batuk, mengedan
Tabel 1. Gambaran Klinis Apendisitis Akut2

2.8 PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik yang ditemukan tergantung dari tahapan penyakit


dan lokasi dari appendiks.
1. Suhu dan nadi sedikit lebih tinggi pada awal penyakit. Suhu yang lebih tinggi
mengindikasikan adanya komplikasi seperti perforasi maupun abses.2,6
2. Nyeri pada palpasi titik McBurney (dua pertiga jarak dari umbilicus ke spina
iliaca anterior) ditemukan bila lokasi appendiks terletak di anterior. Jika
lokasi appendiks pada pelvis, pemeriksaan fisik abdomen sedikit ditemukan
kelainan, dan hanya pemeriksaan rectal toucher ditemukan gejala
signifikan.2,6
3. Tahanan otot dinding perut dan rebound tendernessmencerminkan
tahapperkembanganpenyakitkarenaberhubungandenganiritasiperitoneum.2,6
4. Beberapa tanda, jika ada dapat membantu dalam menegakkan diagnosis
a. Rovsing sign
 nyeri pada kuadran kanan bawah pada palpasi kuadran kiri bawah.2

10
b. Psoas sign
 nyeri rangsangan otot psoas lewat hiperekstensi sendi panggul kanan,
kemudian paha kanan ditahan. Bila appendiks yang meradang
menempel di m.psoas mayor, tindakan tersebut akan menyebabkan
nyeri.2
c. Obturator sign
 nyeri pada gerakan endotorsi dan fleksi sendi panggul kanan, pasien
dalam posisi terlentang.5

Gambar 2. Rovsing Sign9 Gambar 3. Rectal Toucher2

Gambar 4. Psoas Sign9 Gambar 5. Obturator Sign9

2.9. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

1. Leukositosis moderat/ sedang (10.000-16.000 sel darah putih) dengan


predominan neutrofil (shit to the left). Jumlah normal sel darah putih
tidak dapat menyingkirkan adanya apendisitis.
2. Urinalisis kadang menunjukkan adanya sel darah merah.6

11
2.10 PEMERIKSAAN RADIOLOGIS

2.10.1 FOTO POLOS ABDOMEN

Gambaran x-foto polos abdomen pada apendisitis dikategorikan


sebagai 3 jenis yaitu tampak normal, mungkin abnormal dan sugestif
apendisitis. Visualisasi dari appendicolith ataupun gas abses pada region
kuadran kanan bawah dapat dijadikan patokan diagnosis apendisitis. Dari 138
kasus positif apendisitis, 99 diantaranya (72%) memiliki gambaran sugestif
apendisitis pada x-foto polos abdomen. Apabila posisi appendiks ada di
retrosekal, maka jarang tervisualisasikan dengan baik pada film.10
Beberapa gambaran radiologis dari apendisitis pada x-foto polos
abdomen antara lain adanya level cairan terlokalisir pada caecum dan ileum
terminalis, gambaran gas terlokalisir pada ileum terminalis, peningkatan
densitas soft tissue pada kuadran kanan bawah, perselubungan pada regio
flank kanan dengan adanya garis radiolusen antara pre peritoneum fat line
dengan transversus abdominis, gambaran fekalit pada fossa illiaca kanan,
appendiks terisi gas, gas intraperitoneal dan deformitas bayangan gas caecum
karena massa serta perselubungan bayangan psoas pada sisi kanan.10

Gambar 6. Fecalith radioopak11

2.10.2 ULTRASONOGRAFI (USG)

Pemeriksaan appendiks dengan menggunakan ultrasonografi


merupakan pemeriksaan tanpa menggunakan radiasi, dan pemeriksaan ini

12
sangat terjangkau bagi pasien penderita appendiks. Kelebihan lainnya adalah
para dokter lebih mudah mendiagnosis dengan menggunakan ultrasonografi
dibandingkan foto polos abdomen. Di samping itu, sensivitas dan
spesifitasnya cukup baik. USG juga tepat untuk digunakan pada kondisi-
kondisi emergensi yang menunjukkan akut abdomen seperti apendisitis
dengan tanda-tanda inflamasi peritoneal yang meluas.12
Lokasi appendiks berada pada kuadran bawah kanan. Dapat dilihat
dengan menggunakan probeberesolusi tinggi (7-15 mHz). Tranduser
diletakkan dengan posisi tranversal dan dengan mengkompresi abdomen
kuadran bawah kanan secara dalam untuk mendekatkan usus dengan
probe.Dimulai dari fleksura hepatik dan kemudian telusuri ke bawah sampai
bertemu caecum. Kemudian pasien diminta untuk menunjukkan lokasi di
mana yang sakit.
Kelebihan14
 Non invasif, non trauma, non radiatif
 Relatif cepat dan aman
 Nilai diagnostik cukup tinggi
 Tidak memerlukan persiapan khusus, kecuali untuk pemeriksaan
vesica felea puasa 6 jam, dan pemeriksaan vesica urinaria harus
penuh urin
 Tidak ada kontraindikasi

Teknik Pemeriksaan14
1. Pasien dipersiapkan berbaring dengan diselimuti hingga sebatas
inguinal
2. Probe atau transduser yang digunakan disesuaikan organ yang akan
dievaluasi, probe linear, transversal dan linier.
3. Gel dioleskan pada probe, kemudian probe diposisikan secara linier
maupun transversal sesuai jenis organ.
4. Organ yang dievaluasi meliputi hepar, vesica felea, pancreas, aorta,
ginjal kanan dan kiri, limpa, vesika urinaria, prostat dan uterus.

13
Pada kasus apendisitis dilakukan evaluasi secara transversal dan
linear. Secara transversal dievaluasi kompresibilitasnya dan diameter lumen
appendiks sementara secara linier dievaluasi adanya gambaran blind end tube
atau bila ada udara bebas/cairan pada caecum. Untuk appendiks retrosekal
sulit dilakukan evaluasi dengan sonografi. Kriteria ultrasonografi pada kasus
apendisitis akut adalah appendiks tidak dapat dikompresi sehingga diameter
lebih dari 7mm dengan tebal dinding lebih dari 2mm, tipe eko pada lumen
adalah hipoekoik. Apabila appendiks terletak di retrocecal maka sangat sulit
untuk mendapatkan gambarannya.12,13

Gambar 7. Potongan tranversal pada USG Appendiks normal11

Gambar 8. Potongan longitudinal pada USG Appendiks normal11

14
Gambar 9. Potongan transerval teknik kompressi bertahap pada
apendicitis akut : tampak penebalan dinding appendix (diameter lebih 6 mm)
dengan kumpulan cairan yang terlokulasi dalam lumen appendix B.Potongan
longitudinal : tampak struktur tubular, non compressible, non peristaltik
dengan diameter dinding appendix lebih 6 mm. Tampak tepi seperti cincin
pada cairan periappendiceal.17

Tabel . Hasil Penelitian Antara USG Teknik Kompresi Bertahap6

Bila appendix tidak tervisualisasi dengan teknik seperti di atas


(disebut teknik graded scanning compression atau teknik kompresi bertahap),

15
maka dilakukan beberapa tambahan pemeriksaan sesuai dengan kondisi
pasien, lokasi appendix, transducer yang digunakan.6

2.10.2.1 TEKNIK ADJUVANT DEPENDENT OPERATOR

Adjuvant atau teknik tambahan yang digunakan disebut teknik


dependent operator (added operator dependent technique to graded
compression sonography) dengan waktu tambahan yang dibutuhkan sekitar
15 menit.6
Beberapa tambahan teknik dependent operator yang dikerjakan, yaitu:
1. Teknik Kompresi Bertahap ke arah atas.
Hal ini biasanya dilakukan untuk lokasi appendix vermiformis
true/false pelvis dengan bagian distal appendix yang bebas, sehingga
jarak dengan transducer jauh dan adanya sudut insonansi antara
appendix dengan transducer linier frekuensi tinggi. Teknik ini dimulai
dengan sapuan ke atas dengan tekanan transducer linier frekuensi
tinggi untuk bergerak ke atas pada caecum letak rendah dan
appendix. Derajad kompresi ke atas dari transducer akan
menampakkan caecum dan appendix vermiformis di atas musculus
psoas atau pada anterior corpus vertebral. 6

2. Teknik Kompresi Manual Posterior.


Teknik kompresi bertahap menurut Puylaert di tambah adjuvant
teknik kompresi manual posterior menggunakan transducer linier
dengan frekuensi 5-7,5 MHz dan pasien diperiksa pada posisi
supinasi. Tambahan teknik manual posterior ini sebagai tambahan
pemeriksaan untuk memvisualisasikan appendix vermiformis dan
untuk diagnosis serta menyingkirkan appendicitis terutama yang
berlokasi retrocaecal atau retrocolica akibat tekanan bagian posterior
abdomen kanan bawah ke atas sehingga transducer frekuensi tinggi
dapat mencapai rongga retrocolica atau retrocaecal pada tepi anterior
rongga psoas dengan meningkatkan resolusi spatial.7. Cara ini diikuti
kompresi dari aspek posterior caecum atau spatium pericaecal dengan
atau tanpa pemindahan anteromedial di atas musculus psoas pada

16
kwadran kanan bawah sistema usus. Selanjutnya kekuatan kompresi
dan posisi tangan kiri secara dinamik diubah-ubah mengikuti bagian
colon yang dicurigai sebagai appendicitis. Cara ini membantu
memperoleh kedalaman yang cukup didapatkan oleh transducer
frekuensi tinggi dengan memberikan secara bersamaan kompresi
bertahap dari anterior dan posterior yang dapat meningkatkan spatial
resolution. Cara ini sering disebut teknik kissing effect kompresi
reciprocal anterior posterior. Pendekatan USG appendix dengan
urutan visualisasi ileum terminale, valvula ileocaecal, polus caecalis
dan orificium appendix dengan bentuk tubular (blind ending
tubular/saluran buntu), tak ada peristaltik usus dan lokasinya di
retroileal atau retrocaecal atau daerah disekitarnya, non compressibl6,7
Teknik Adjuvant kompresi manual posterior biasanya digunakan pada
pasien obese atau berotot struktur perutnya yang hanya dapat
dikompresi minimal.6,7

Gambar 10. Ultrasonografi teknik adjuvant dependent Operator


dengan Kompresi Manual Posterior

Posisi tubuh Left Oblique Lateral Decubitus (LOLD). Posisi


tubuh LOLD membantu pencitraan appendix retrocaecal, karena
pemutaran pasien dari posisi supinasi ke LOLD menyebabkan

17
caecum dan ileum terminal berpindah ke medial di depan musculus
psoas dan posisi lateral dari area coli retrocaecal dan retroileum (di
atas musculus psoas).6
3. Transducer Konveks Frekuensi Rendah. Pemeriksaan dengan
transducer frekuensi 2-4 M.Hz digunakan untuk pasien obese dan
lokasi appendix dalam di pelvis.6

4. Pemeriksaan Tambahan dengan Color Doppler USG (CDU).


Appendicitis positif pada penambahan pemeriksaan dengan USG
color doppler, bila adanya depiction dari hipervascularisasi dinding
appendix atau pada kwadran kanan bawah bila dibandingkan dengan
jaringan normal yang menunjukkan tidak adanya/jarangnya signal
skater color doppler. Penelitian baru-baru ini menunjukkan bahwa
color doppler USG merupakan teknik yang dapat diandalkan untuk
membuktikan bahwa adanya peningkatan aliran darah yang biasanya
menyertai proses peradangan seperti appendicitis (gambar 6).9,18,19.
Tambahan pemeriksaan USG color doppler pada pemeriksaan
appendix dibandingkan hanya menggunakan pemeriksaan
USG gray scale dapat meningkatkan spesifisitas dari 92% menjadi
97% dan akurasi dari 90% menjadi 93% untuk diagnosis appendicitis
pada anak. Adanya gas atau udara dalam lumen appendix belum tentu
menunjukkan adanya inflamasi pada appendix sedang tidak adanya
gas dalam lumen appendix membantu untuk konfirmasi adanya
appendicitis atau inflamasi dinding appendix.8,17

Gambar 11. Apendisitis Akut dengan Color Doppler USG.

18
(a) Scan longitudinal CDS dengan peningkatan signal yang menyolok, sesuai
gambaran hiperemia difus
(b) Scan transversal dengan aliran yang nyata di dinding apendiks.

2.10.3 APPENDICOGRAM

Merupakan teknik pemeriksaan radiologi untuk memvisualisasikan


appediks dengan menggunakan kontras media positif barium. Bariumdapat
membantu pada kasus sulit ketika akurasi diagnosis sukar untuk ditegakkan.
Bariumakan mengisi defek pada appendiks, hal ini adalah indikator yang
sangat bisa dipercaya pada diagnosisapendisitis. Appendicogram dapat
dilakukan pada apendisitis akut non perforasi ataupun apendisitis kronis, bila
kondisi pasien stabil dan tidak dicurigai adanya tanda-tanda perforasi.12,13

Indikasi dilakukannya pemeriksaan appendicogramadalah apendisitis


kronis atau akut. Sedangkan kontraindikasi dilakukan pemeriksaan
appendicogramadalah pasien dengan kehamilan trimester I atau pasien yang
dicurigai adanya perforasi.

Gambar 12. Gambaran normal appendiks dengan kontras barium11

Teknik Pemeriksaan
Appendikografi merupakan pemeriksaan berupa foto barium appendiks yang
dapat membantu melihat terjadinya sumbatan atau adanya kotoran (fekalit) di

19
dalam lumen appendiks. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa hasil
pemeriksaan appendicogram memiliki hubungan yang signifikan terhadap
hasil pemeriksaan pasca-operasi atau hasil pemeriksaan patologi anatomik (p
<0,003). Selain itu, didapati sensitivitas pemeriksaan appendicogram adalah
97,8%, spesifisitas 50%, nilai prediksi positif 93,7%, dan nilai prediksi
negatif 75%.14,16,17

Gambar 13. Gambaran X-Foto Appendicogram posisi right anterior oblique


dan telungkup (prone)14

Appendiks yang menunjukkan gambaran non-filling menandakan adanya


apendisitis akut

20
Gambar 14. Appendicogram negatif menunjukkan gambaran non-filling
appendiks; gambaran lain yang dapat ditemukan adalah partial filling, mouse
tail (penyempitan lumen appendiks karena peradangan) dan cut-off 14

Appendicogram dengan non-filling appendiks (negatif appendicogram)


merupakan apendisitis akut. Appendicogram dengan partial filling (parsial
appendicogram) diduga sebagai apendisitis dan appendicogram dengan
kontras yang mengisi appendiks secara total (positif appendicogram)
merupakan appendiks yang normal.
Appendicogram sangat berguna dalam
diagnosis apendisitis akut, karena merupakan pemeriksaan yang sederhana
dan dapat memperlihatkan visualisasi dari appendiks dengan derajat akurasi
yang tinggi.14,16,17

21
2.11 DIAGNOSIS BANDING

 Kelainan ovulasi  folikel ovarium yang pecah mungki memberikan nyeri


perut kanan bawah pada pertengahan siklus menstruasi. Pada anamnesis,
nyeri yang sama pernah timbul lebih dahulu. Tidak ada tanda radang, dan
nyeri biasa hilang dalam waktu 24 jam, tetapi mungkin dapat mengganggu
selam 2 hari.13,15
 Infeksi panggul  salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan
apendisitis akut. Suhu biasanya lebih tinggi daripada apendisitis dan nyeri
perut bagian bawah perut lebih difus. Infeksi panggul pada wanita biasanya
disertai keputihan dan infeksi urin. 13,15
 Kehamilan di luar kandungan  hampir selalu ada riwayat terlambat haid
dengan keluhan yang tidak menentu. Jika ada ruptur tuba atau abortus
kehamilan diluar rahim dengan perdarahan, akan timbul nyeri yang
mendadak difus di daerah pelvis dan mungkin terjadi syok hipovolemik. 13,15
 Kista ovarium terpuntir  timbul nyeri mendadak dengan intensitas yang
tinggi dan teraba masa dalam rongga pelvis pada pemeriksaan perut, colok
vaginal atau colok rectal. Tidak ada demam. USG untuk diagnosis. 13,15
 Endometriosis eksterna  nyeri ditempat endometrium berada.13,15
 Urolitiasis  batu ureter atau batu ginjal kanan. Riwayat kolik dari pinggang
ke perut menjalar ke inguinal kanan merupakan gambaran yang khas.
Eritrosituria sering ditemukan. Foto polos abdomen atau urografi intravena
dapat memastikan penyakit tersebut. Pielonefritis sering disertai demam
tinggi, menggigil, nyeri kostovertebral di sebelah kanan dan piuria.13,15

2.12 PENATALAKSANAAN

1. Apendiktomi adalah terapi utama13,15


2. Antibiotik pada apendisitis digunakan sebagai:13,15
a. Preoperatif, antibiotik broad spectrum intravena diindikasikan untuk
mengurangi kejadian infeksi pasca pembedahan.
b. Postoperatif, antibiotik diteruskan selama 24 jam pada pasien tanpa
komplikasi apendisitis

22
1. Antibiotikdilanjutkan sampai 5-7 hari post operatif untuk kasus
apendisitis ruptur atau dengan abses.
2. Antibiotik dilanjutkanhingga hari 7-10 hari pada kasus apendisitis
ruptur dengan peritonitis diffuse.

2.13 KOMPLIKASI

Beberapa komplikasi yang dapat terjadi :


1. Perforasi
Keterlambatan penanganan merupakan alasan penting terjadinya perforasi.
Perforasi appendiks akan mengakibatkan peritonitis purulenta yang ditandai
dengan demam tinggi, nyeri makin hebat meliputi seluruh perut dan perut
menjadi tegang dan kembung. Nyeri tekan dan defans muskuler di seluruh
perut, peristaltik usus menurun sampai menghilang karena ileus paralitik.2-4
2. Peritonitis
Peradangan peritoneum merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi
dalam bentuk akut maupun kronis. Keadaan ini biasanya terjadi akibat
penyebaran infeksi dari apendisitis. Bila bahan yang menginfeksi tersebar
luas pada permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis
generalisata. Dengan begitu, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul
ileus paralitik, usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan
elektrolit hilang ke dalam lumen usus menyebabkan dehidrasi, gangguan
sirkulasi, oligouria, dan mungkin syok. Gejala : demam, lekositosis, nyeri
abdomen, muntah, abdomen tegang, kaku, nyeri tekan, dan bunyi usus
menghilang.2-4
3. Massa Periappendikuler
Hal ini terjadi bila apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi ditutupi
pendindingan oleh omentum. Umumnya massa appendix terbentuk pada hari
ke-4 sejak peradangan mulai apabila tidak terjadi peritonitis generalisata.
Massa appendiks dengan proses radang yang masih aktif ditandai dengan
keadaan umum masih terlihat sakit, suhu masih tinggi, terdapat tanda-tanda
peritonitis, leukositosis, dan shift to the left. Massa appendiks dengan proses
meradang yang telah mereda ditandai dengan keadaan umum telah membaik,

23
suhu tidak tinggi lagi, tidak ada tanda peritonitis, teraba massa berbatas tegas
dengan nyeri tekan ringan, leukosit dan netrofil normal.2-4

2.14 PROGNOSIS
Apendiktomi yang dilakukan sebelum perforasi prognosisnya baik.
Kematian dapat terjadi pada beberapa kasus. Setelah operasi masih dapat
terjadi infeksi pada 30% kasus appendiks perforasi atau appendiks
gangrenosa.2,3,5

24
BAB III
KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 KERANGKA TEORI

APPENDICITIS

RADANG APPENDIX VERMIFORMIS

GEJALA PEMERIKSAAN PEMERIKSAAN


KLINIS FISIK PENUNJANG

 LABORATORIUM
 USG ABDOMEN
 APPENDICOGRAM

25
3.2 KERANGKA KONSEP

APPENDICITIS

RADANG APPENDIX VERMIFORMIS


(DI KUADRAN KANAN BAWAH ABDOMEN)

USG ABDOMEN

USG ABDOMEN DENGAN USG ABDOMEN DENGAN


KOMPRESI BERTAHAP KOMPRESI MANUAL POSTERIOR

ANALISA NILAI DIAGNOSTIK

3.3 HIPOTESA

USG Abdomen dengan teknik tambahan kompresi manual posterior


diyakinimemiliki nilai diagnostik lebih baik pada kasus Appendicitis
dibandingkan USG abdomen dengan kompresi manual bertahap.

26
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

4.1 DESAIN PENELITIAN

Penelitian ini merupakan uji diagnostik menggunakan desain potong lintang


(Cross Sectional) pada data kasus Appendicitis dengan pemeriksaan
Ultrasonografi dengan teknik adjuvant dependent operator berupa kompresi
manual posterior.

4.2 TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

Penelitian dilakukan di Bangsal Bedah dan Ruangan Radiologi pada RSUD


dr. T.C Hillers Maumere dari bulan Juni sampai Desember 2018.

4.3 POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN


 Populasi diambil dari semua pasien yang memenuhi kriteria klinis
Appendicitis yang berobat di RSUD dr. T.C Hillers Maumere .
 Responden penelitian : populasipenelitian yang termasuk kriteria
inklusi.

4.4 JUMLAH SAMPEL

Jumlah sampel diambil berdasarkan rumus :


N = (Za)2 x p x q
d2
Keterangan :
Za : Kemaknaan dipakai sebagai 95%, maka Za2= 1,96
p : Prevalensi sebagai studi pustaka , 10%
q : l-p = 0,9
d : kekuatan penelitian (90% = 0,1)
maka besar sampel yang didapat adalah 34 sampel

27
4.5 KRITERIA INKLUSI DAN EKSKLUSI

 Kriteria Inklusi :
o Bersedia sebagai responden
o Semua penderita dengan diagnosis klinis apppendicitis
o Dilakukan pemeriksaan USG abdomen dengan teknik
tambahan kompresi manual posterior

 Kriteria eksklusi :
o Pasien tidak bersedia jadi responden
o Pasien tidak dilakukan pemeriksaan USG abdomen

4.6 VARIABEL PENELITIAN

 Variabel independen :
Variabel independen pada penelitian ini adalah appendicitis
 variabel terikat :
variabel rwetikat pada penelitian ini adalah pemeriksaan USG
abdomen dengan tekb=nik tambahan kompresi manual posterior.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Mansjoer, A., Suprohaita., Wardani, W.I., Setiowulan, W., editor., “Bedah


Digestif”, dalam Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga, Jilid 2, Cetakan
Kelima. Media Aesculapius, Jakarta, 2005, hlm. 307-313.
2. Sjamsuhidajat, R., Jong, W.D., editor., “Usus Halus, Appendiks, Kolon, Dan
Anorektum”, dalam Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2. EGC, Jakarta,
2005,hlm.639-645.
3. Sabiston. Textbook of surgery, the biological basis of modern surgical
practice fourteenth edition. 1991. International edition; W.B. Saunders
4. Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Ed: Ke-6. Jakarta: EGC.
5. Lawrence W.Way., editor., Current surgical diagnosis & treatment
international edition. Edition 9. 1990. Lange medical book.
6. Jarrell, B. E and Carabasi R.A., the national medical series for independent
study 2nd edition Surgery., national medical series., Baltimore, Hong Kong,
London, Sydney.
7. Indratni, Sri. 2004. Abdomen Et Situs Viscerum Abdominis. Surakarta:
Sebelas Maret University Press.
8. O'Connor CE, Reed WP. In Vivo location of the human vermiform appendix.
Clinical Anatomy Volume 7 Number 3. 1994
9. Grace P.A & Borley N.R., At a Glance Ilmu Bedah edisi ketiga. 2005.
Jakarta; Erlangga Medical Series.
10. G Rodrigues, L Kanniayan, M Gopashetty, S Rao, R Shenoy. Plain X-Ray In
Acute Appendicitis. The Internet Journal of Radiology. 2003 Volume 3
Number 2.
11. Libermann, G. 2005. Radiologic Diagnostic of Appendicitis. Boston; HMS
12. Murtala, Bachtiar. 2013. Diagnosa Apendisitis Akut dengan Ultrasound.
13. Patel, Pradip R. 2006. Lecture Notes Radiologi edisi kedua. Jakarta: Erlangga
Medical Series.

29
14. Hasya MN, Elidar E. Reliabilitas Pemeriksaan Appendicogram dalam
Penegakan Diagnosis Apendisitis di RSUD Dr. Pirngadi Medan Periode
2008-2011. Karya Tulis Ilmiah. FK USU 2012
15. Pambudy, Indra Maharddika, Vally Wulani. 2014. Radiologi Abdomen.
Dalam: Kapita Selekta Kedokteran edisi ke-4. Jakarta: Media Aesculapius.
16. Rumack, Carol M. 2005. Diagnostic Ultrasound Third Edition. Philadephia :
Elsevier.
17. Schmidt, Guenter. 2006. Differential Diagnosis in Ultrasound Imaging : a
Teaching Atlas. New York : Thieme

30

Anda mungkin juga menyukai