Anda di halaman 1dari 4

PANDUAN PRAKTIK KLINIS

APENDISITIS AKUT
1 Definisi Apendisitis akut adalah radang appendix vermiformis,
(Pengertian) merupakan gawat darurat rongga abdomen yang paling sering
didapati. Angkanya di Indonesia belum ada, namun lebih dari
40.000 kasus didapati tiap tahunnya di Inggris Raya dan 25.000
di Amerika Serikat. Lebih banyak mengenai penderita laki
dibanding wanita (1.4 : 1) dan tersering didapati pada usia 10 –
20 tahun, meskipun anak dan orang tua juga dapat dikenainya.
Masalah pada apendisitis akut adalah keterlambatan diagnosis
yang mengakibatkan keterlambatan terapi dan tingginya angka
morbiditas dan mortalitas. Sebaliknya angka apendektomi negatif
juga masih banyak didapati, antara lain disebabkan tidak
semua penderita memperlihatkan gejala klinik yang khas.
2 Anamnesis Anamnesis yang mencurigakan adanya apendisitis adalah
rasa nyeri perut berupa :
1. nyeri berpindah dari periumbilikal / mid-epigastric ke perut
kanan bawah
2. nyeri perut kanan bawah
3. nyeri sewaktu muntah. Mual dan muntah meskipun
merupakan gejala apendisitis, umum didapati pada banyak
kelainan traktus gastrointestinal lainnya, sehingga tidak
dapat menambah akurasi
diagnosis apendisitis.
3 Pemeriksaaan fisik Pemeriksaan fisik yang prediktif apendisitis terutama adalah
nyeri tekan perut kanan bawah dan rigidity pada titik Mc Burney.
Kurang prediktif adalah tanda rangsangan peritoneum lain
seperti nyeri lepas, psoas sign dan suhu lebih dari 38.3 derajat
Celcius. Yang tidak bermakna banyak adalah nyeri pada colok
dubur dan Rovsing sign. Meski spesifisitas iliopsoas sign 79 –
95%, namun sensitivitasnya rendah (13 – 42%) dan hanya 4%
dari dokter melakukannya dengan benar. Demikian juga
obturator sign, memiliki sensitivitas hanya 8%
meski spesifitasnya 94%.
4 Pemeriksan 1. Laboratorium. Pemeriksaan laboratorium apendisitis sama
penunjang dengan pemeriksaan laboratorium kelainan abdomen
lainnya, minimal berupa darah rutin, tes fungsi hepar,
urinalisis dan tes kehamilan pada wanita usia subur.
Tambahan pemeriksaan sesuai dengan indikasi seperti gula
darah dan faal ginjal. Hitung lekosit dan adanya “shift to the
left” merupakan pemeriksaan yang bermakna. Demikian pula
kadar C-reaktif protein bila digabungkan dengan
pemeriksaan lainnya. Kadar CRP yang lebih dari 5
menunjukkan kemungkinan apendisitis bila digabungkan
dengan pemeriksaan
lainnya.
Urinalisis merupakan pemeriksaan penting karena nyeri
abdomen juga sering disebabkan kelainan traktus urogenital.
Urinalisis abnormal didapati pada 48% kasus apendisitis,
dikarenakan letak apendiks yang dekat ureter, karenanya
interpretasi urinalisis harus hati-hati.
2. Foto polos abdomen. Untuk mendukung diagnosis
apendisitis, foto polos abdomen tidak spesifik, sangat tidak
sensitif dan tidak banyak manfaatnya. Berguna untuk melihat
apakah ada obstruksi atau perforasi
3. Kontras Barium. Banyak yang berpendapat kontras barium /
apendikogram tidak banyak manfaatnya untuk penegakan
diagnosis apendisitis. Selain tidak nyaman untuk penderita,
sensitifitas dan spesifitasnya rendah. Di Rumah Sakit Islam
Sultan Agung meski dapat dilakukan, bukan merupakan
pemeriksaan penunjang pilihan
4. Ultrasonografi. Graded compression pada waktu
pemeriksaan USG dapat meningkatkan sensitivitas.
Diagnosis apendisitis ditegakkan bila apendiks visualize , non
kompresibel dengan diameter > 7 mm. Non visualize
apendiks tidak selalu serta merta dianggap bukan apendisitis,
oleh beberapa ahli radiologi dianggap sebagai non-
diagnostik saja. Kelemahan lain pemeriksaan USG apendiks
selain operator dependent, adalah sulit pada orang gemuk
dan apendiks letak retrocaecal.
Keunggulan pemeriksaan USG terbukti dapat menurunkan
angka negatif apendektomi dari 20% ke angka 3% saja,
aman pada wanita hamil dan anak-anak
5. CT-Scan. Sensitivitas CT-scan apendisitis 90 – 100%,
spesifisitas 91
– 99%, PPV 92 – 98% dan NPV 95 – 100%. Apendisitis pada
CT-scan adalah bila : 1. Pelebaran lumen apendiks (> 6 mm
disertai gambaran inflamasi, atau > 8mm tanpa inflamasi) 2.
Penebalan dinding apendiks > 2mm 3. Adanya apendikolith
(>30%) 4. Inflamasi periapendiks. Bila didapati apendiks non
visualize atau tidak ada tanda inflamasi, maka diagnosis
apendisitis dapat dikesampingkan. Kelemahan CT-scan
adalah mahal dan bahaya radiasi. Di Rumah Sakit Islam
Sultan Agung dilakukan pada kasus yang meragukan dengan
pemeriksaan penunjang lain
6. Laparaskopi. Laparaskopi selain untuk terapi dapat pula
dilakukan untuk diagnostik bila pemeriksaan penunjang lain
tidak konklusif dan keluhan penderita tidak berkurang. Tidak
pernah dilakukan di Rumah Sakit Islam Sultan Agung.

5 kriteria Diagnosis Berdasarkan penggabungan anamnesis dan pemeriksaan fisik


yang
baik, ketepatan diagnosis apendisitis akut sebesar 78 – 92%
pada laki- laki dan 58 – 92% pada wanita. Ketepatan lebih
meningkat dengan pemeriksaan penunjang.
Skoring diagnosis pada apendisitis akut
Skoring apendisitis yang banyak dipergunakan adalah
skor Alvarado atau MANTRELS (1986), terdiri dari 3 gejala (nyeri
berpindah, anoreksia dan mual/muntah), 3 pemeriksaan fisik
(nyeri tekan, nyeri lepas dan demam) serta 2 pemeriksaan
laboratorium (lekositosis dan “left shift”). Diagnosis apendisitis
sangat mungkin bila skor diatas 7. Skoring lain dengan
menggabungkan kadar CRP, hasilnya tidak terlalu
berbeda banyak.
6 Diagnosa Kerja Apendiksitis akut
7 Diagnosa Banding Diagnosis banding apendisitis sangat banyak, baik kelainan
traktus digestivus, urogenital, ginekologis maupun kelainan non-
bedah. Salah satu contoh diagnosis banding yang diusulkan
untuk dipikirkan adalah
sbb :
8 Terapi Karena morbiditas dan mortalitas komplikasi tinggi, maka usus
buntu yang meradang harus dilakukan pembedahan sebelum
terjadinya perforasi atau abses. Sebelum tindakan operasi,
penanganan pendahuluan adalah mempuasakan pasien,
memberikan infus dan antibiotika. Pemberian anti nyeri sebelum
diagnosis ditegakkan merupakan kontroversi, namun bila
penderita kesakitan pemberian antinyeri dianjurkan. Waktu
operasi dianjurkan kurang dari 24 jam setelah gejala pertama
muncul, agar tidak terjadi perforasi.
Operasi apendisitis akut dilakukan dengan insisi “grid iron” /
muscle splitting pada Mc Burney dan umumnya dapat
diselesaikan. Pada keadaan tertentu, misalnya perlengketan dan
apendiks retrosaekal kadang diperlukan perluasan sayatan. Bila
sudah perforasi dan jelas terjadi peritonitis generalisata, operasi
dilakukan dengan laparotomi / celiotomi pada garis median atau
paramedian kanan.
Operasi laparaskopi merupakan pilihan lain dan banyak
memberikan keuntungan, seperti waktu tinggal rumah sakit
lebih singkat, penyembuhan luka lebih baik dan lebih mudah
dilakukan pada penderita gemuk. Kerugiannya mahal.
9 Edukasi Apendisitis akut tidak berhubungan dengan konsumsi buah-
buahan berbiji, sehingga penderita tidak usah takut memakan
buah-buahan sesudah operasi apendektomi. Tindakan
operasi diperlukan untuk
mencegah bahaya perforasi yang bisa mengakibatkan peritonitis
difusa
10 Prognosis Baik

11 Kompetensi Dokter Bedah umum

12 Indikator medis Ketepatan kriteria diagnosa


Site marking
13 Kriteria pasien 1. Keadaan Umum Baik
pulang rawat inap 2. Skala nyeri ringan
14 Kepustakaan 1. Sjamsuhidajat R, de Jong Wim ed 2: Buku Ajar Ilmu Bedah
: 640 - 646
2. Williams S Norman, Bulstrode CJK, O’Connel PR : Bailey &
Love’s. Short Practice of Surgery 27th ed: 1204 – 1218

Anda mungkin juga menyukai