Anda di halaman 1dari 7

KEPERAWATAN KEGAWAT DARURATAN

Riastuti Handayani
NPM : 2106763202
Kegawat daruratan Sistem Pencernaan : Kasus 3A, Triase dan justifikasi kasus Appendicitis Akut

KASUS 3A:
Seorang perempuan berusia 25 tahun diantar ke IGD dengan keluhan nyeri pada perut sejak 3
hari yang lalu disertai dengan demam dan menggigil. Nyeri bertambah berat jika pasien
bergerak. Pasien tidak mengeluhkan adanya perubahan kebiasaan BAB dan BAK. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan skor nyeri 7/10, frekuensi nafas 22x/menit, frekuensi nadi
110x/menit, TD 125/85mmHg, suhu 38,4 C, kulit tidak tampak iterik, bunyi jantung normal.
Pada abdomen tampak distensi ringan, terasa nyeri di kedua kuadran bawah kanan dan kiri,
serta ditemukan adanya defans involunter dan nyeri tekan lepas local pada kuadran kakan
bawah. Hasil colok dubur menunjukan tidak adanya massa atau nyeri tekan. Pemeriksaan
psoas sihn (+) dan obturator sign (+).

Appendisitis adalah suatu kondisi peradangan yang terjadi pada organ Appendix vermicularis,
yaitu struktur mukosa berkonfluensi tubular yang terletak pada caecum di regio abdomen
kanan bawah yang diketahui memiliki fungsi utama untuk mensekresikan Imunoglobulin A
(IgA). Appendisitis merupakan kasus bedah akut abdomen yang paling sering ditemukan.
Meningkatkan kemampuan diagnostik adalah landasan untuk mengurangi risiko diagnosis
ataupun tindakan operasi yang salah (Sartelli M et al. 2018).
Nyeri perut adalah keluhan utama pasien dengan apendisitis akut. Urutan diagnostik nyeri
perut kolik sentral diikuti dengan muntah dengan migrasi nyeri ke fosa iliaka kanan pertama
kali dijelaskan oleh Murphy tetapi mungkin hanya ada pada 50% pasien. Biasanya, pasien
menggambarkan nyeri kolik peri-umbilikal, yang mengintensifkan selama 24 jam pertama,
menjadi konstan dan tajam, dan bermigrasi ke fosa iliaka kanan. Nyeri awal merupakan nyeri
alih yang dihasilkan dari persarafan visceral dari midgut, dan nyeri lokal disebabkan oleh
keterlibatan peritoneum parietal setelah perkembangan proses inflamasi. Kehilangan nafsu
makan seringkali merupakan ciri utama, dan sembelit serta mual sering muncul. Muntah yang
banyak dapat menunjukkan perkembangan peritonitis umum setelah perforasi tetapi jarang
menjadi ciri utama pada apendisitis sederhana. Sebuah meta-analisis dari gejala dan tanda
yang terkait dengan presentasi apendisitis akut tidak dapat mengidentifikasi satu temuan
diagnostik tetapi menunjukkan bahwa migrasi nyeri dikaitkan dengan diagnosis apendisitis
akut.

Poin ringkasan

 Apendisitis adalah keadaan darurat bedah perut yang paling umum

 Tidak semua pasien hadir dengan cara yang khas

 Pasien pada usia ekstrim mengalami peningkatan mortalitas karena gejala yang
terlambat atau tanda-tanda yang tidak kentara

 Investigasi spesialis tidak boleh menunda pengobatan definitif


 Pemindaian tomografi terkomputasi lebih sensitif dan spesifik daripada ultrasonografi
saat mendiagnosis apendisitis akut

 Apendektomi laparoskopi menjadi semakin umum, dan bukti klinis menunjukkan


bahwa ini memiliki beberapa keunggulan dibandingkan operasi terbuka

 Infeksi luka dapat dikurangi dengan penggunaan antibiotik perioperatif

 Pertimbangan anatomi dalam presentasi apendisitis akut

Beberapa macam apendiks

1. Apendiks vermiform adalah struktur tubular yang melekat pada dasar sekum pada
pertemuan taeniae coli. Panjangnya sekitar 8-10 cm pada orang dewasa dan mewakili
ujung distal usus besar yang terbelakang yang terlihat pada hewan lain. Pada manusia
itu dianggap sebagai organ vestigial, dan peradangan akut dari struktur ini disebut
apendisitis akut

2. Retrosekal/retrokolik (75%)—Nyeri pinggang kanan sering muncul, dengan nyeri tekan


saat pemeriksaan. Kekakuan otot dan nyeri pada palpasi dalam sering tidak ada karena
perlindungan dari caecum di atasnya. Otot psoas mungkin teriritasi dalam posisi ini,
menyebabkan fleksi pinggul dan eksaserbasi nyeri pada ekstensi pinggul (tanda
peregangan psoas)

3. Subcaecal dan pelvis (20%)—Nyeri suprapubik dan frekuensi berkemih mungkin


mendominasi. Diare dapat terjadi akibat iritasi rektum. Kelembutan perut mungkin
kurang, tetapi nyeri dubur atau vagina mungkin ada di sebelah kanan. Hematuria
mikroskopis dan leukosit mungkin ada pada analisis urin

4. Pre-ileal dan post-ileal (5%)—Tanda dan gejala mungkin kurang. Muntah mungkin lebih
menonjol, dan diare dapat terjadi akibat iritasi ileum distal

Investigasi apendisitis akut

 Analisis urin—hingga 40% dapat memiliki kelainan


 Tes kehamilan—untuk mengecualikan kehamilan
 Hitung darah lengkap—neutrofil (> 75%) leukositosis predominan terdapat pada 80-
90%
 Protein reaktif C—peningkatan konsentrasi mungkin ada, tetapi ketiadaan protein
tersebut tidak menyingkirkan diagnosis apendisitis

Sistim Skor Diagnosis Apendisitis Akut Sejumlah sistim skor telah dikembangkan dalam
mendiagnosis apendisitis akut dan mempengaruhi penatalaksanaan kasus tersebut. Sistim
tersebut merupakan penunjang diagnosis yang berharga dalam membedakan suatu apendisitis
akut dengan nyeri abdomen yang tidak spesifik. Ada beberapa sistem skor diagnosa yang
dikenal (Memon et al., 2013).
1. Skor Alvarado Pada tahun 1986 Alvarado telah memperkenalkan sistem penilaian baru
(Sistem skoring) untuk mendiagnosis apendisitis akut pada seseorang dan telah banyak
digunakan oleh banyak ahli bedah di dunia. Skor Alvarado dibuat sebagai alat diagnosis
dan pengelompokan pasien yang dicurigai menderita apendisitis akut dengan diagnose
banding yang bermacam-macam. Skor ini terdiri dari 10 poin dengan akronim
MANTRELS (Tabel 3), hal ini dinilai berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik dan
penunjang. Jumlah skor yang didapatkan akan menentukan apakan pasien yang
dicurigai tersebut akan dipulangkan, diobservasi, atau dioperasi (Memon et al., 2013;
Wray et al., 2013). Berdasarkan sistim skor ini, pasien yang dicurigai menderita
apendisitis akut dibagi menjadi tiga kelompok yaitu: 1. Skor 7-10 (emergency surgery
group): Semua penderita dengan skor ini disiapkan untuk tindakan operasi 17 2. Skor 5-
6 (observation group) Semua penderita dengan skor ini di rawat inap dan dilakukan
observasi selama 24 jam dengan evaluasi secara berulang terhadap data klinis dan
hasil. Jika kondisi pasien membaik yang ditunjukkan dengan penurunan skor, penderita
dapat dipulangkan dengan catatan harus kembali bila gejala menetap atau memburuk.
3. Skor 1-4 (discharge home group). Penderita pada kelompok ini setelah mendapat
pengobatan secara simptomatis dapat dipulangkan dengan catatan harus segera
kembali bila gejala menetap atau memburuk. Tabel 2.3. Alvarado/MANTRELS Score
(Wray et al., 2013). 18 Berdasarkan Skor Alvarado, kemungkinan pasien menderita
apendisitis akut dengan skor 1-4 adalah 30%, skor 5-6 adalah 66%, dan skor 7-10 adalah
93% (Memon et al., 2013).
2. Skor Tzanakis Pada tahun 2005 Tzanakis dan rekan-rekannya memperkenalkan sistem
skor yang sederhana untuk mendiagnosa apendisitis akut, yang dikenal dengan skor
Tzanakis untuk diagnosis apendisitis akut. Skor ini terdiri dari variabel gejala secara
klinis, hasil pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan ultrasonografi untuk
mendiagnosa pasien yang dicurigai menderita apendisitis akut. Skor Tzanakis adalah
suatu system penilaian yang digunakan untuk menegakkan diagnosis apendisitis akut
yang didasarkan atas 2 gejala klinis, hasil pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan
ultrasonografi yaitu: skor 1. Right lower abdominal tenderness 4 2. Rebound
tenderness 3 3. White blood cells > 12.000 2 19 4. Positive ultrasound scan finding off
apendisitis 6 Nilai maksimal dari sistem skor ini 15. Dimana pasien dengan nilai skor 8
atau lebih di diagnosa dengan apendisitis akut. Pada beberapa penelitian disebutkan
bahwa skor Tzanakis memiliki sensitivitas 95,4%, spesifitas 97,4% dan akurasi sebesar
96,5% (Sigdel GS et al., 2010).

3. Acute Inflammatory Response (AIR) adalah penilaian resiko Apendicitis menurut skor
AIR menggunakan tujuh variabel yang akan dikategorikan menjadi rendah,
intermediate, dan resiko tinggi (Scott et al., 2015). Pasien dengan resiko rendah bisa
pulang dengan penanganan kesehatan yang tepat. Namun, pasien dengan resiko tinggi
membutuhkan review dari petugas Senior serta pemeriksaan menyeluruh.
Klasifikasi:
 Resiko rendah : Skor 0-4
 Resiko intermediate: Skor 5-8
 Resiko tggi: 9-12
4. Skor RIPASA (Raja Isteri Pengiran Anak Saleha) merupakan anggota terbaru dalam
golongan sistem skoring apendisitis yang berkembang. Dinamakan sesuai dengan
rumah sakit tempat penelitian di Brunei Darussalam. Dalam penelitian yang dilakukan
secara retrospektif, Skor RIPASA juga menggunakan populasi campuran baik dewasa
maupun anak-anak yang masuk unit gawat darurat (UGD) dengan nyeri perut kanan
bawah dan dilakukan apendektomi. 15 parameter tetap digunakan dalam sistem
skoring ini dengan bobot nilai antara 0,5, 1 dan 2, total skor maksimal yang dihasilkan
adalah 16. Nilai ambang (cut off point) yang digunakan pada skor RIPASA adalah ≥7,5
dimana pada angka tersebut menunjukan sensitivitas 88% dan spesifisitas 67%, 3
Chong dkk pada tahun 2011 kemudian melanjutkannya dengan suatu penelitian yang
membandingkan antara skor RIPASA dan skor Alvarado. Hasil dari penelitian ini secara
statistik menunjukan bahwa skor RIPASA lebih superior dibanding dengan skor Alvarado
dalam sensitivitas (98% vs 68%), nilai duga negatif (97% vs 71%) dan akurasi (92% vs
87%). Spesifisitas, nilai duga positif dan angka apendektomi negatif diantara keduanya
tidak bermakna secara statistic (Chong et al.2011).
Hasil Triase
Berdasarkan hasil pemeriksaan awal di triage menggunakan sistem spot check, dimana
perawat mengkaji riwayat yang berhubungan dengan keluhan utama, Keluhan utama dari klien
adalah nyeri perut sejak 3 hari disertai demam (38,4 derajat C) dan menggigil, disertai
takikardi (110 x/menit), dapat disimpulkan klien mengalami nyeri berat (VAS 7/10).
Sehingga, kategori triage dapat ditentukan dengan beberapa metode system.
 Menurut Australian Triage System kategori kasus diatas adalah Semi Urgent,
dan pasien dimasukkan ke zona kuning. Berkaitan dengan kondisi nyeri
abdomen. Dan waktu penanganan sampai dengan 60 menit.
 Menurut Canadian E.D. Triage and Acuity Scale. Nyeri hebat dengan skala
nyeri 7/10 dikategorikan ke dalam Emergent, dengan waktu pengkajian ulang
15 menit.
 Menurut Emergency Severity Index (ESI), kategori triage adalah Level 2,
dikarenakan nyeri dengan skala 7/10 memerlukan tindakan segera untuk
meredakan nyerinya.
Berdasarkan beberapa penilaian system triage diatas, maka dapat disimpulkan,
pasien termasuk ke dalam kategori emergent atau level 2 yang memerlukan penanganan
segera untuk mengurangi nyeri dan tatalaksana lebih lanjut mengenai penyebab nyeri yang
mengarah ke kondisi Appendiksitis akut/ perforasi yang kemungkinan memerlukan intervesi
pembedahan. (Kurniati, Trisyani, & Theresia, 2018).
Pendapat lain menurut Tyas (2016), kategori pada kasus tersebut dapat dikategorikan
ke dalam Prioritas ke-2 (gawat) dari tiga prioritas. Dimana perawatan dan pengobatan
dilakukan tidak lebih dari 30 menit, karena tidak mengancam nyawa secara langsung.

Referensi :

1. Alvarado, A. A practical score for the early diagnosis of acute appendicitis. Annals of
Emergency Medicine 1986; 15(5): 557-564
2. Chong CF, Adi MI, Thien A, et al. Development of the RIPASA score: a new appendicitis
scoring system for the diagnosis of acute appendicitis. Singap Med J. 2010;51:220–5.
3. Kurniati, A., Trisyani, Y., Theresia, S.I. (2013). Keperawatan Gawat Darurat dan Bencana
Sheehy edisi Indonesia. Indonesia: Elsevier
4. Tzanakis NE, Dkk. A new approach to accurate diagnosis of acute appendicitis. J World
Surg. 2005; 29(1):1151-6.
5. Tyas, M. (2016). Keperawatan kegawatdaruratan dan manajemen bencana. Jakarta:
Pusdik SDM Kesehatan.
6. Sartelli, M. et al. Prospective Observational Study on acute Appendicitis Worldwide
POSAW World Journal of Emergency Surgery. 2018, 13(19), pp. 1–10.

Anda mungkin juga menyukai