Anda di halaman 1dari 31

Laporan Kasus

Hernia Skrotalis Unilateral









Disusun Oleh:
Patricia Sudarsana 17120080075

Pembimbing:
dr. Hendrasto, SpB


Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah
Rumah Sakit Marinir Cilandak
Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan
Periode
2
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI 2
BAB 1 PENDAHULUAN 3
BAB 2 LAPORAN KASUS 5
2.1 IDENTITAS PASIEN 5
2.2 ANAMNESA 5
2.3 PEMERIKSAAN FISIK 6
2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG 8
2.5 DIAGNOSA 8
2.6 TATALAKSANA 8
2.7 RESUME 9
2.8 FOLLOW-UP 10
2.9 PROGNOSIS 12
BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA 13
3.1 DEFINISI 13
3.2 ANATOMI 13
3.3 EPIDEMIOLOGI 20
3.4 ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO 21
3.5 KLASIFIKASI 22
3.6 PATOFISIOLOGI 24
3.7 MANIFESTASI KLINIS 25
3.8 DIAGNOSA 27
3.9 PENATALAKSANAAN 28
3
3.10 KOMPLIKASI 30
3.11 PROGNOSIS 30
DAFTAR PUSTAKA 31



























4
BAB 1
PENDAHULUAN

Hernia skrotalis sendiri merupakan hernia inguinalis komplit yang turun ke skrotum. Hernia
merupakan masalah yang sering ditemui tetapi angka insidensinya sendiri masih belum
diketahui. 75% kasus hernia mengambil hernia inguinalis sebagai yang terbanyak dimana
2/3nya merupakan hernia inguinalis indirect. Insidensi juga ditemukan kebanyakn pendeita
hernia inguinalis adalah laki-laki dibandingkan wanita. Pasien yang datang dengan hernia
skrotalis datang dengan keluhan adanya benjolan pada skrotumnya yang hilang timbul, dapat
disertai nyeri maupun tidak. Pendiagnosaan sendiri didasarkan dari anamnesa, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan tambahan untuk mengetahui adanya tanda-tanda strangulasi. Penatalaksanaan
yang utama adalah dengan tindakan perbaikan operatif.
















5
BAB 2
LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS
No. MR : 31.97.86
Nama : Tn. A
Jenis kelamin : Laki - Laki
Usia : 51 tahun
Alamat : Pisangan Barat, Jakarta Selatan
Agama : Islam
Status : Menikah
Tanggal MRS : 21 September 2013
Tanggal Pemeriksaan : 26 September 2013
2.2 ANAMNESA
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 24 September 2013
Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan nyeri di daerah alat kelaminnya 3 jam sebelum masuk
Rumah Sakit.

Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluhkan adanya nyeri yang muncul mendadak pada daerah alat kelaminnya 3
jam sebelum masuk Rumah Sakit. Ketika pasien baru bangun tidur, pasien merasa ada
sensasi yang turun pada daerah perut bawah hingga ke alat kelaminnya kemudian
menjadi nyeri yang muncul tiba-tiba setelah pasien bangun tidur dan berjalan sebentar.
Nyeri tersebut dikatakan sangat hebat sekali dengan intensitas 10/10 tetapi tidak dapat
dideskripsikan karakteristik nyerinya. Ketika nyeri itu muncul, pasien mengatakan nyeri
tersebut membuat daerah sekitar perut melilit dan pasien menjadi sesak ketika nyeri
tersebut muncul. Nyeri tersebut pula dikatakan pasien muncul terus-menerus dengan
6
posisi tidur nyeri dirasakan membuat pasien lebih nyaman tetapi posisi lain juga
memberikan efek nyeri yang sama juga. Sebelum datang ke RS pasien tidak
mengonsumsi obat-obatan apaun. Pasien sebelumnya pernah merasakan sensasi turun
sebelumnya sejak 1 tahun lalu tetapi dikatakn oleh pasien tidak menimbulkan rasa sakit
seperti yang dialami pasien saat ini. Pasien tidak memiliki keluhan mual, muntah,
keluhan buang air besar maupun kecil.

Riwayat Penyakit Dahulu
Menurut pasien, keluhan ini baru pertama kali dialaminya. Pasien sebelumnya pernah
merasakan sensasi turun yang tidak menimbulkan rasa sakit sejak 1 tahun lalu dimana
pasien tidak melakukan pemeriksaan ke dokter tetapi hanya mengetahui saja dari
pengalaman ayahnya yang memiliki Hernia juga. Pasien tidak memiliki riwayat Diabetes
Melitus maupun alergi obat tetapi memiliki riwayat Maag dan Hipertensi.

Riwayat Keluarga
Ayah pasien juga memiliki gejala serupa seperti pasien dengan Hernia dan menjalani 2
kali operasi.

Riwayat Kebiasaan
Pasien mengatalakan memiliki kebiasaan merokok sejak 30 tahun yang lalu dengan
intensitas 2 batang per harinya, tidak meminum alkohol dan tidak mengonsumsi obat-
obatan terlarang.

Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien berasal dari keluarga dengan status sosial ekonomi kelas bawah.
2.3 PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 21 September 2013 oleh pihak UGD.
Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda tanda vital :
7
Tekanan darah : 140/90 mmHg
Nadi : 64 x/menit, kuat, regular
Suhu tubuh : 36,0C
Pernapasan : 20 x/menit
STATUS GENERALIS
Kepala Normocephal, tidak ada tanda trauma atau benjolan, deformitas (-)
Mata Konjuntiva anemis (- / -), sklera ikterik (- / -), pupil isokor, refleks cahaya langsung (+ /
+). Gerakan bola mata baik dalam segala arah.
THT Deviasi (- / -), deformitas (- / -), simetris, tonsil T1 / T1 tenang, faring hiperemis (-).
Leher Lesi (-), benjolan (-), tidak ada pembesaran KGB.
Thorax Deformitas (-), bentuk dan dinding dada dalam batas normal, pergerakan simetris,
retraksi (-)
Jantung Inspeksi Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi Tidak dilakukan
Perkusi Tidak dilakukan
Auskultasi Bunyi jantung I dan II murni regular, gallop (-), murmur (-)
Paru Inspeksi Simetris, retraksi (-)
Palpasi Tidak dilakukan
Perkusi Tidak dilakukan
Auskultasi Vesikuler (+ / +). Ronki (- / -), wheezing (- / -)
Abdomen Inspeksi Dinding abdomen datar, tampak benjolan di iliac kanan
Palpasi Massa (+) pada iliac kanan, nyeri tekan (+) hipogastrik,
hepatosplenomegali (-)
Perkusi Pekak
Auskultasi Bising usus (+) pada ke-4 kuadran
Ekstremitas Akral hangat, edema (-)
Genitalia Tampak pembengkakan pada skrotum kanan

8
2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Test Hasil Nilai Normal
Hemoglobin 13,5
M: 13 17 gr/dl
F: 12 16 gr/dl
Hematokrit 39 37 54 %
WBC 9,7 x 10
3
5 10 rb/ul
Platelet 328.000 150 400 rb/ul
Clotting Time 4
Bleeding Time 2
Ureum 33 20 50 mg/dl
Creatinin 1,24 0,8 1,1 mg/dl
Random Blood Glucose 137 < 200 mg/dl
2.5 DIAGNOSA
Diagnosa Kerja : Hernia Skrotalis Dekstra

2.6 TATALAKSANA
Penanganan UGD diberikan:
IVFD RL + drip Tramadol 20 tpm
Pasien direncakan untuk herniotomi pada tanggal 22 September 2013.
Laporan Operasi
Diagnosa Pre-op: Hernia Skrotalis Dextra - Strangulata
Diagnosa Post-op: Hernia Skrotalis Dextra Strangulata
OPTEK
Dilakukan anestesi spinal, pasien diposisikan terlentang (supine) dengan bagian
tubuh bawah lebih tinggi.
9
Dilakukan tindakan asepsis dan antisepsis pada lapangan operasi, tutup lapangan
operasi dengan duk steril.
Tarik garis antara SIAS dengan symphis pubis, dimana ligamen inguinale terdapat
di bawahnya, lakukan insisi di sebelah medial garis tersebut.
Insisi dilakukan dari kutis-subkutis diperdalam hingga ke fascia Campers, lalu
dilakukan kauter hingga fascia Scarpa terlihat.
Pasang hak dalam hingga terlihat aponeurosis otot oblique eksterna, jepit dengan
klem kocher untuk membebaskan aponeurosis dari dasar ke lateral hingga tampak
ligamen inguinale.
Buka otot kremaster dengan bantuan 2 pinset sirurgis hingga terlihat kantung
hernia yang terletak di sebelah medial funiculus spermaticus.
Dengan bantuan pinset sirurgis, kantung hernia digunting dan dilihat isinya
Kantung hernia bagian distal dibiarkan
Dilakukan hernioplasti dengan teknik Bassini memakai benang silk no.2, jahit
conjoined tendon dengan ligamentum inguinale.
Funiculus spermaticus diletakkan di dasar yang baru dan nervus ileoinguinal
dibebaskan kembali.
Rawat perdarahan.
Lapisan dinding abdomen dijahit lapis per lapis.
Luka operasi dibersihkan dan ditutup dengan kasa steril.
Operasi selesai.
Instruksi Post-operatif:
Pasien dipuasakan hingga flatus (+)
Diberikan terapi:
o IVFD RL : D5 = 1 : 2 / 24 jam
o Inj Tosmycin 2 x 2 gr
o Inj Toramin 3 x 30 mg
2.7 RESUME
Pasien, Tn A, 51 tahun datang dengan keluhan nyeri di bagian alat kelamin sejak 3 jam
SMRS, dimana nyeri dirasakan pasien ketika baru bangun tidur dan berjalan lalu nyeri
10
muncul tiba-tiba dan hebat. Nyeri tidak dapat dideskripsikan, intensitas 10/10 yang
muncul terus menerus. Pasien tidak mengonsumsi obat-obatan apapun sebelum datang ke
RS. Pada pemeriksaan fisik, tanda-tanda vital yang signifikan adalah BP pasien 140/90
mmHg dengan pemeriksaan abdomen ditemukan nyeri tekan hipogastrik dan ditemukan
penonjolan masa pada iliac kanan serta pada pemeriksaan genitalia ditemukan
pembengkakan skrotum kanan. Pada pemeriksaan penunjang yang dilakukan tidak
ditemukan adanya kelainan. Pasien didiagnosa dengan hernia skrotalis yang kemudian
diberikan terapi cairan infus RL + Tramadol 20 tpm saat di UGD dan direncanakan untuk
operasi keesokan harinya.
2.8 FOLLOW-UP
22 September 2013
S : nyeri (+) di alat kelamin kanan
O : KU : sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
TTV: BP : 140 / 90 mmHg RR : 20 x/menit
HR : 82 x/menit T : 36,4C
Status Generalis:
Abdomen : tampak massa pada regio iliac kanan, nyeri tekan (+)
A : Hernia skrotalis dextra strangulata
P : IVFD RL + Tramadol 20 tpm
pro operasi

23 September 2013
S : pusing (+), flatus (+), nyeri (+) di luka operasi
O : KU : sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
TTV: BP : 130 / 80 mmHg RR : 20 x/menit
HR : 84 x/menit T : 36,3C
Status Generalis: dalam batas normal
Status Lokalis:
11
Luka operasi pada regio iliac dextra terutup kasa perban, rembesan (-),
nyeri tekan (+).
A : Post-op Herniotomi H+1
P : IVFD RL : D5 = 1 : 2 / 24 jam
Inj Fosmycin 2 x 2 gr dalam 100 cc D5%
Inj Toramin 3 x 30 mg

24 September 2013
S : nyeri (+) di luka operasi, belum bisa duduk karena masih terasa sakit, flatus (+).
Belum BAB 4 hari.
O : KU : sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
TTV: BP : 130 / 80 mmHg RR : 18 x/menit
HR : 82 x/menit T : 36,2C
Status Generalis: dalam batas normal
Status Lokalis:
Luka operasi pada regio iliac dextra terutup kasa perban, rembesan (-),
nyeri tekan (+).
A : Post-op Herniotomi H+2
P : IVFD RL : D5 = 1 : 2 / 24 jam
Inj Fosmycin 2 x 2 gr dalam 100 cc D5%
Inj Toramin 3 x 30 mg

25 September 2013
S : nyeri (+) di luka operasi, pasien sudah bisa duduk. flatus (+).
O : KU : sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
TTV: BP : 140 / 90 mmHg RR : 20 x/menit
HR : 64 x/menit T : 36,0C
Status Generalis: dalam batas normal
Status Lokalis:
12
Luka operasi pada regio iliac dextra terutup kasa perban, rembesan (-),
nyeri tekan (-).
A : Post-op Herniotomi H+3
P : IVFD RL : D5 = 1 : 2 / 24 jam
Inj Fosmycin 2 x 2 gr dalam 100 cc D5%
Inj Toramin 3 x 30 mg
kateter sudah boleh dilepas

26 September 2013
S : nyeri (-) di luka operasi. Pasien sudah bisa berjalan.
O : KU : sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
TTV: BP : 140 / 90 mmHg RR : 20 x/menit
HR : 80 x/menit T : 36,3C
Status Generalis: dalam batas normal
Status Lokalis:
Luka operasi pada regio iliac dextra terutup kasa perban, rembesan (-),
nyeri tekan (-).
A : Post-op Herniotomi H+4
P : IVFD RL : D5 = 1 : 2 / 24 jam
Inj Fosmycin 2 x 2 gr dalam 100 cc D5%
Inj Toramin 3 x 30 mg
Inj Ranitidin 2 x 50 mg
pasien diperbolehkan untuk pulang
2.9 PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad functionam : bonam
Ad sanactionam : bonam
Ad cosmeticam : bonam

13
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 DEFINISI
Hernia adalah suatu kantung pada peritoneum parietalis yang muncul atau terbentuk
sekunder
1
, menurut kamus kedokteran sendiri, hernia adalah suatu protrusi atau
penonjolan dari organ atau jaringan melalui celah yang abnormal.
2
Jika hernia tersebut
memanjang sepanjang rongga abdomen dan tampak dari permukaan tubuh, disebut hernia
eksternal, jika kantung tersebut hanya terbatas pada kavum peritoneal saja disebut hernia
internal.
1
Hernia skrotalis sendiri merupakan hernia inguinalis komplit yang turun ke
skrotum.
2

3.2 ANATOMI
Gambar 1. Ligamen yang terdapat di kanalis inguinalis. Sumber: Brunicardi FC. Chapter 37: Inguinal Hernia. In: Brunicardi FC.
Schwartzs Principles of Surgery. 9
th
edition. 2010. United States: McGraw Hill Companies.

Daerah inguinal meripakan suatu jaringan yang kompleks dimana terdiri dari otot,
ligamen dan fasia yang membentuk interwoven pada multiplanar, untuk mengerti anatomi
dari inguinal dimana kebanyakan dari hernia inguinalis banyak terjadi pada pria,
deskripsi umum mengenai anatomi inguinal akan lebih banyak pada penjelasa anatomi
pada laki-laki. Kanalis inguinalis memiliki panjang sekitar 4 6 cm dan terletak di
14
anteroinferior dari mangkuk pelvis, bentuknya seperti kerucut dengan dasar di batas
superolateral dari mangkuk pelvis dengan bagian apeksnya terletak inferomedial dari
simfisis pubis.
3
Di dalam kanalis inguinalis terdapat spermatic cord pada laki-laki dan
Round ligament pada wanita.
4
Jalurnya dimulai di intrea-abdomen dari bagian dalam
dinding abdomen dimana spermatic cord melewati hiatus (cincin inguinal internal atau
dalam) di fasia transversalis, keluar melalui permukaan dari otot-otot dinding abdomen di
cincin inguinal eksterna dimana spermatic cord melewati defek medial dari aponeurosis
dari otot oblik eksterna.
3
Pada kondisi normal, bagian anterior dari kanal dilapisi oleh
aponeurosis otot oblik eksterna dan otot lateral dari oblik interna, bagian posterior, dasar
dari kanalis inguinalis dibentuk oleh fasia transversalis dan otot transversus abdominis,
batas superior dibentuk oleh serat otot internal oblik dan bagian inferior terdiri oleh
ligamen inguinalis.
3,4


Gambar 2. Lapisan anatomis dari inguinal. Sumber: Brunicardi FC. Chapter 37: Inguinal Hernia. In: Brunicardi FC. Schwartzs
Principles of Surgery. 9
th
edition. 2010. United States: McGraw Hill Companies.

Spermatic cord terdiri dari 3 arteri, 2 vena dan 2 persarafan dimana di dalamnya,
pada sisi anterior terdapat pleksus vena pampiniformis dan sisi posterior terdapat vas
deferens, sedangkan di tengah-tengahnya terdapat jaringan ikat dan sisa dari prosesus
vaginalis, kemudian dilapisi oleh fasia spermatikus. Ligamen-ligamen yang berperan
pada kanalis inguinalis adalah ligamen inguinal, ligamen Coopers, traktus iliopubik,
ligamen lakunar da area conjoined. Ligamen inguinal berasar dari serat inferior
15
aponeurosis otot oblik eksterna dimana ligamen ini memanjang dari anterior superior
iliac spine hingga ke tuberkelus pubis dimana memiliki peran penting dalam membentuk
batas kanalis inguinalis serta pentinganya struktur yang digunakan dalam perbaikan terapi
hernia.
3
Ligamen Cooper atau pektineal yang dijelaskan lokasinya menjadi anatomis
predisposisi perjalanan penyakit dari strukturnya, terletak lateral dari ligamen lakunar
yang berfusi dengan periosteum dari tuberkulus pubis, termasuk serat dari otot
transversus abdominis, traktus iliopubik, oblik internal dan rektus abdominis.
3
Ligamen
Cooper dibentuk oleh periosteum dan jaringan aponeurosis hingga sepanjang ramus
superior dari pubis, letaknya di superior dari traktus iliopubis dan membentuk batas
posterior dari kanalis femoralis. 75% dari pasien di dalamnya terdapat pembuluh darah
yang menyilang pada sisi lateral ligamen Cooper yang merupakan cabang dari arteri
obturator, sebagai tempat utama untuk tindakan operasi terbuka dan laparoskopi.
4

Gambar 3. Persarafan pada regio irnguinal.. Sumber: Brunicardi FC. Chapter 37: Inguinal Hernia. In: Brunicardi FC. Schwartzs
Principles of Surgery. 9
th
edition. 2010. United States: McGraw Hill Companies.

Traktus iliopubis merupakan ikatan aponeurosis yang dimulai dari anterior
superior iliac spine hingga masuk ke bagian atas dari ligamen Cooper, hingga
membentuk sisi dalam dari batas inferior otot transversus abdominis dan fasia
16
transversalis. Traktus iliopubis ini membantu membentuk batas inferior dari cincin
inguinal interna hingga lajunya kea rah medial dimana akan diteruskan sebagai batas
anterior dan medial dari kanalis femoralis. Ligamen lakunar merupakan gambaran
segitiga yang terbentuk dari ligamen inguinalis yang menyatu dengan tuberkulus pubis,
yang merupakan kontrobersi dimana berasal dari conjoined tendon serta bagian lateral
dari ligamen lakunar ini merupakan batas medial dari kanalis femoralis. Sering dijelaskan
pula bahwa ligamen ini merupakan percampuran dari serat inferior oblik interna dengan
aponeurosis otot transversus abdominis pada titik tuberkulus pubis. Sedangkan area
conjoined merupakan kombinasi dari aponeurosis dari transversus abdominis, fasia
transversalis, ujung lateral dari rectus sheath dan otot serta serat dari otot internal oblik.
3
Segitiga Hesselbach merupakan batas-batas dari dasar dari kanalis inguinalis, dimana
batas superolateral oleh arteri inferior epigastrik , batas medial oleh rectus sheath serta
batas inferior oleh ligamen inguinalis dan ligamen Cooper. Hernia medial terjadi pada
segitiga Hesselbach ini, sedangkan hernia lateral terjadi pada sisi lateral dari segitiga,
tidak jarang ditemui juga hernia inguinal lateral yang medium atau besar melibatkan
dasar dari kanalis inguinalis.
4


Gambar 4. Persarafan pada regio irnguinal..Sumber: Brunicardi FC. Chapter 37: Inguinal Hernia. In: Brunicardi FC. Schwartzs
Principles of Surgery. 9
th
edition. 2010. United States: McGraw Hill Companies.

17
Saraf yang masuk pada region inguinal berasal dari persarafan ilioinguinal,
iliohipogastrik, genitofemoral dan femoralis lateral. Saraf ilioinguinal dan iliohipogatrik
berasal dari saraf L1, dimana saraf ilioinguinal keluar dari sisi lateral otot psoas mayor
dan melewati secara oblik melewati quadratus lumborum hingga di titik medial dari
anterior superior iliac spine, menyilang pada otot oblik interna masuk ke kanalis
inguinalis di antara otot oblik interna dan eksterna kemudian keluar di permukaan cincin
inguinal.
3
Saraf ini mempersarafi kulit pada paha bagian proksimal dan tengah, serta pada
pria mempersarafi penis dan skrotum bagian atas sedangkan pada wanita mempersarafi
mons pubis dan labia mayora.
3,4
Saraf iliohipogastrik berasal dari T12 L1 kemudian
mengikuti saraf ilioinguinal, setelah saraf iliohipogastrik masuk ke lapisan dalam dari
dinding abdomen kemudian turun ke bawah di antara otot oblik interna dan transversus
abdominia, kemudian bercanag menjadi cabang kutaneus lateral dan anterior dimana
melewati otot oblik interna dan aponeurosis oblik eksterna di atas superfisial cincin
inguinalis.
3

Saraf genitofemoral berasal dari L1 L2, berjalan ke arah retroperitoneum
kemudian keluar di sisi anterior psoas dan membagi menjadi cabang genital dan femoral.
3

Percabangan genital terdapat pada ventral dari pembuluh darah iliac dan traktus iliopubis
kemudian masuk ke kanalis inguinalis lateral dan inferior dari pembuluh darah epigastrik,
pada laki-laki mempersarafi sisi lateral skrotum dan otot kremaster sedangkan pada
wanita mempersarafi mons pubis dan labia mayora.
3,4
Percabangan dari femoral berjalan
sepanjang femoral sheath mempersarafi kulit bagian anterior dari bagian atas triangulus
femoralis. Saraf kutaneus femoral lateral berasal dari L2 L3, kemudian keluar di sisi
lateral dari otot psoas di level L4, menyilang pada otot iliakus secara oblik dan anterior
superior iliac spine kemudian melewati sisi inferior ligamen inguinalis kemudian
membagi untuk mempersarafi bagian lateral dari paha.
3
18

Gambar 5. Otot pada daerah inguinal. Sumber: Brunicardi FC. Chapter 37: Inguinal Hernia. In: Brunicardi FC. Schwartzs Principles
of Surgery. 9
th
edition. 2010. United States: McGraw Hill Companies.

Gambar 6. Sisi posterior anatomis inguinal. Sumber: Brunicardi FC. Chapter 37: Inguinal Hernia. In: Brunicardi FC. Schwartzs
Principles of Surgery. 9
th
edition. 2010. United States: McGraw Hill Companies.

19
Struktur dari spermatic cord menyatu sedikit sebelum memasuki cincin inguinal
interna, dimana pada vas deferens masuk melewati cephalad dari pelvis kemudian
melewati arteri inferior epigastrik kemudian masuk ke spermatic cord inferomedial.3
Spermatic cord terdiri dari serat otot kremaster, arteri testicular dan vena, cabang genital
dari persarafan genitofemoral, vas deferens, pembuluh darah kremaster, limfatik dan
prosesus vaginalis. Struktur-struktur ini yang memasuki cord pada cincin inguinal interna
disertai pembuluh darah dan vas deferens kemudian keluar melalui cincin inguinal
eksterna. Otot kremaster berasal dari serat paling bawah dari otot oblik interna dan
memasuki spermatic cord pada kanalis inguinalis, pembuluh darah kremaster merupakan
cabang dari pembuluh darah epigastrik yang masuk melalui foramen dinding posterior
kanalis inguinalis, dimana memperdarahi otot kremaster dan dapat terbagi untuk
mengekspos dasar dari kanalis inguinalis sewaktu dilakukan prosedur operasi terbuka
tanpa merusak testis.
4

Sedikit dari inferior cincin inguinal interna, traktus iliopubis melekat pada iliac
crest, dengan sisi medialnya terdapat insersi dari ligamen Cooper dengan ramus pubis
secara inferolateral. Ligamen Cooper juga diketahui sebagai aspek medial dari pembuluh
darah epigastrik inferior hingga aspek medial dari cincin femoralis. Dari tampak posterior
terdapat traktus iliopubis sisi superior, ligamen Cooper secara inferior dan vena femoralis
pada sisi lateral. Arkus dari otot oblik interna dengan transversus abdominis terdapat
pada batas superior, otot iliopsoas sebagai batas lateral dan ujung lateral terdapat sisi
medial rektus abdominis dengan bagian tengah oleh pubic pecten. Traktus iliopubis
dibagi menjadi masukan superior pada spermatic cord dan bagian posterior mengandung
pembuluh darah iliac. Terdapat juga triangle of doom atau circle of death yang haris
dihindari, dimana daerah ini dibatasi oleh vas deferens pada medial dan pembuluh darah
dari spermatic cord secara lateral, dengan isi di dalam rongga adalah pembuluh darah
iliac eksterna, vena iliac sirkumfleks dalam, saraf femoralis dan cabang genital dari saraf
genitofemoral. Pada circle of death sendiri di dalamnya terdpaat vaskularisasi dari
common iliac, iliac interna, obturator, aberan obturatot, epigastrik inferior dan pembuluh
darah iliac eksterna. Pada dasarnya segitiga yang dibentuk ini diketahui untuk
menghindari bahaya terkait dengan isi pada tiap area tersebut.
3

20
3.3 EPIDEMIOLOGI
Hernia merupakan masalah yang sering ditemui, tetapi dijelaskan pada literatur ini, angka
insidensi sebenarnya masih belum diketahui, 75% dari kasus hernia banyak yang terjadi
di regio inguinal
3,4
, dimana 2/3 dari kasusnya adalah hernia indirect dan sisanya
merupakan hernia direct.
4,5
Perbaikan hernia inguinal merupakan salah satu tindakan
bedah umum yang sering dilakukan di Amerika dengan insidensi dan kesuksesan
tatalaksana yang signifikan Melalui tindakan perbaikan hernia yang telah dilakukan, pada
tahun 2003 angka kejadian hernia inguinalis ini diperkirakan terdapat 800.000 kasus,
tidak termasuk kasus rekuren dan hernia bilateral.
3
Pada laki-laki ditemukan cenderung
memiliki tendensi lebih tinggi yaitu 25 kali lipat lebih memungkinkan untuk timbul
hernia inguinalis dibandingkan pada wanita, dengan hernia indirect yang sering dijumpai
dibandingkan dengan hernia direct dengan perbandingan 2 : 1.
4
Melalui perbaikan hernia
yang dilakukan sendiri, 90% dilakukan pada laki-laki dan 10% sisanya pada wanita.
3

Hernia direct jarang ditemukan pada wanita, walaupun wanita cenderung banyak terjadi
hernia femoralis tetapi menurut statistik angka kejadian hernia inguinal sering ditemukan
pula pada wanita
4
, dimana pada wanita angka perbaikan hernia inguinal 5 kali lipat lebih
besar dibandingkan perbaikan hernia femoralis.
3
10% dari wanita dan 50% dari laki-laki
yang memiliki hernia femoralis akan membentuk hernia inguinalis, dengan kasus hernia
inguinal indirect.
4

Lokasi terjadinya hernia inguinalis ini banyak dijumpai pada sisi sebelah
kanan
3,4,5
dikarenakan adanya keterlambatan atrofi dari prosesus vaginalis setelah
penurunan dari testis kanan ke skrotum saat pembentukan fetus.
4
Tetapi 1/3 dari pasien
yang melakukan perbaikan hernia inguinal unilateral dapat terjadi hernia inguinal
kontralateral. Selain itu, walau pasien didiagnosa dengan hernia inguinalis unilateral,
pasien sebenarnya dapat pula memiliki hernia bilateral.
3
Angka prevalensi hernia
meninkat dengan umur
4
, walau pasien datang dengan kondisi asimptomatik saat
didiagnosa, tetapi potensi menjadi klinis signifikan akan meningkat sesuai dengan
meningkatnya umur. Angka insidensi hernia inguinalis pada laki-laki ditemukan
bervariasi dari sebelum 1 tahun kemudian setelah 40 tahun.
3
Bila terjadi kemungkinan
strangulasi, pasien membutuhkan perawatan di Rumah Sakit yang juga didukung dengan
meningkatnya umur. Strangulasi merupakan komplikasi yang tersering dari hernia
21
dengan angka kejadian 1 3% pada hernia inguinalis dan dapat mengancam nyawa,
dengan utamanya strangulasi oleh hernia inguinalis indirect.
4
3.4 ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO
Hernia inguinal biasanya muncul ketika jaringan lemak atau bagian dari usus pokes ke
daerah inguinal pada titik tertinggi paha. Hal tersebut menekan titik lemah di dinding otot
abdomen hingga ke kanalis inguinalis, dimana kanalis inguinalis merupakan terowongan
dimana pembuluh darah ke testis berada.
6
Hernia inguinal dapat dibedakan menjadi
kongenital maupun penyakit yang didapat, dimana setelah diperdebatkan,
3
hernia
inguinalis pada dewasa merupakan penyakit yang didapat akibat defek pada dinding
abdomen
3,6
. Berbagai studi penelitian telah dilakukan untuk mencari penyebab pasti dari
terbentuknya hernia inguinal tetapi ditemukan multifaktorial yang merupakan faktor
resiko terjadinya kelemahan pada otot-otot dinding abdomen.
3
Hernia inguinalis juga
dapat muncul mendadak akibat penegangan abdomen seperti konstipasi atau membawa
barang-barang berat dan terkadang akibat batuk hebat.
6

Hernia kongenital yang merupakan mayoritas kasus pada anak-anak dan dianggap
gangguan pada pembentukan normal dibandingkan suatu kelemahan didapat. Pada
pembentukan normal, testis akan turun ke ruang intra-abdomen menuju ke skrotum pada
semester ketiga, dimana didorong oleh gubernakulum dan divertikulum oleh peritoneum
yang mengalami protrusi ke kanalis inguinalis dan menjadi prosesus vaginalis. Pada
minggu ke 36 dan 40, prosesu vaginalis akan menutup dan mengeliminasi pembukaan
pada cincin inguinal interna. Kegalan penutupan peritoneum ini menyebabkan patensi
prosesus vaginalis (PPV) sehingga menjelaskan tingginya angkan insidensi hernia
inguinal indirect pada bayi prematur. Perlu diketahui pula bahwa, prosesu vaginalis akan
terus menutup ketika usia anak berjalan. Pada anak-anak dengan kongenital hernia
inguinal indirect akan menunjukkan adanya PPV walaupun tidak ditegakkan diagnosanya
segera. Munculnya PPV memungkinkan untuk terjadinya faktor predisposisi pada pasien
untuk membentuk hernia inguinal, dimana hal ini tergantung dari ada tidaknya kelemahan
dari jaringan yang terkait, riwayat dalam keluarga dan aktivitas strenuous, dimana
aktivitas ini menjadi faktor resikos predisposisi pada hernia inguinalis yang didapat.
Aktivitas fisik berlebihan yang berulang akan meningkatkan tekana intra-abdomen jika
22
proses ini muncul sendiri atau berkombinasi dengan PPV atau diakibatkan adanya
kelemahan otot abdomen terkait dengan umur.
3
Kondisi-kondisi lain yang dapat meningkatkan tekanan intra-abdominal sehingga
berkontribusi dalam terbentuknya hernia meliputi:
3,5


Tabel 1. Faktor predisposisi pembentukan hernia inguinalis. Sumber: Brunicardi FC. Chapter 37: Inguinal Hernia. In: Brunicardi FC.
Schwartzs Principles of Surgery. 9
th
edition. 2010. United States: McGraw Hill Companies.

3.5 KLASIFIKASI
Hernia dapat meliputi organ intra dan retroperitoneal baik secara permanen maupun
intermiten. Berdasarkan ukurannya, hernia terbagi menjadi total atau komplit dan parsial
atau inkomplit. Sedangkan berdasarkan proses terbentuknya, hernia dibagi menjadi
kongenital dan didapat.
1
Terdapat banyak sistem klasifikasi untuk hernia, dengan yang
paling sering digunakan adalah klasifikasi Nyhus.
3,4
Sistem klasifikasi ini dibuat untuk
menstandarisasi hasil dari hernia yang bervariasi walau signifikan klinisnya masih
terbatas. Dibandingkan memeriksa lokasi hernia yang bervariasi, secara independen
Fruchaud mendeterminasikan lokasi kelemahannya yaitu fasia transversalis yang
23
merupakan predisposis terbentuknya hernia. Dengan terapi hernia yang tepat pada
lokasinya, angka rekurensi akan berkurang.
3
Pada klasifikasi Gilber membutuhkan assessment intraoperatif untuk menbagi
hernia dalam 5 tipe, terbagi menjadi 3 indirect dan 2 direct. Hernia tiper 1 memiliki
bentuk cincin internal kecil, tipe 2 memiliki cincin inguinal yang secara moderat melebar,
tipe 3 dengan cincin yang ukurannya melebihi 2 jari. Hernia direct tipe 4 melibatkan
disrupsi komplit dari inguinal floor, tiper 5 merupakan hernia direct dengan pembukaan
diverticular kecil yang tidak melebihi 1 jari. Kemudian dengan tambahan Rutkow dan
Robbins menyebutkan tipe 6 merupakan hernia pantaloons yang merupakan kombinasi
dari kantung hernia direct dan indirect, sedangkan tipe 7 merupakan hernia femoralis.
3


Tabel 2. Klasifikasi Gilbert. Sumber: Brunicardi FC. Chapter 37: Inguinal Hernia. In: Brunicardi FC. Schwartzs Principles of
Surgery. 9
th
edition. 2010. United States: McGraw Hill Companies.

Klasifikasi Nyhus memberikan detil dan assess yang tidak hanya berdasarkan letak dan
ukuran defek tetapi juga memberikan integritas dari cincin inguinal dan inguinal floor,
dimana sistem klasifikasi ini banyak digunakan secara luas. Pada sistem ini membagi
hernia menjadi 4 tipe, 3 subgrup pada tipe III. Hernia tipe I memiliki ukuran yang normal
dengan konfigurasi cincin internal dan muncul sebagai hernia kongenital. Hernia tipe II
memiliki bentuk yang terdistorsi dan terjadi pembesaran cincin internal dengan
encroachment dari inguinal floor serta kantung hernia yang kecil. Hernia tipe IIIa
memiliki hernia direct yang berukuran kecil-moderat tanpa komponen kantung melalui
cincin internal, tipe IIIb memiliki hernia indirect dengan defek yang encroach dasar
24
kanalis inguinalis, sedangkan hernia tipe IIIc untuk hernia femoralis. Tipe IV merupakan
hernia inguinal rekuren dengan A merupakan direct, B indirect, C femoral dan D adalah
kombinasi dari ketiganya.
3


Tabel 3. Klasifikasi Nyhus. Sumber: Malangoni MA & Rosen MJ. Chapter 46: Hernias. In: Beauchamp, Evers & Mattox. Sabiston
Textbook of Surgery: The Biological Basis of Modern Surgical Practice. 19
th
edition. 2012. Philadelphia: Elseviier Saunders; p: 1120.

3.6 PATOFISIOLOGI
Patogenesis dari hernia merupakan multifactorial, dimana hernia kongenital terjadi akibat
tidak menutup sempurna dari dinding abdomen (Persisten Prosesus Vaginalis) ketika
pembukaan hernia. Sedangkan pada hernia diadapt diakibatkan oleh peningkatan gap dari
struktur fasi disertai hilangnya kekuatan otot abdomen. Hal ini timbul pada lokasi dimana
terdapat pembuluh darah besar atau tempat beradanya spermatic cord atau tempat dimana
sebelumnya pernah dilakukan insisi atau operasi.
7
25
Patofisiologi dari hernia juga dapat dijelaskan melalui lokasinya, yaitu hernia
indirect dan direct. Pada hernia indirect, yang diakibatkan oleh PPV, dimana kanalis
inguinalis pada rongga abdomen di cincin inguinal interna dengan lokasi tepatnya di
antara simfisis pubis dan anterior iliac spine. Kanal turun ke bawah sepanjang ligamen
ingunalis ke cincin eksternal, dengan lokasi medial dari arteri epigastrik inferior, sedikit
di atas tuberkulus pubis. Isi dari hernia akan mengikuti hingga turun ke testis ke dalam
kantung skrotum. Sedangkan pada hernia direct yang biasa terjadi akibat kelemahan atau
defek pada fasia transversalis di trigonum Hesselbach, dengan batas ligamen inguinal
pada batas inferior, arteri inferior epigastrik pada batas lateral dan conjoined tendon di
medial.
3

3.7 MANIFESTASI KLINIS
Anamnesa
Pasien dapat datang dengan berbagai skenario, dapat dimulai dengan penemuan secara
tidak sengaja, adanya simptomatik hernia hingga timbulnya keadaan bedah emergensi
seperti inkarserasi dan strangulata dari isi kantung hernia. Pasien kebanyakan datang
dengan keluhan asimptomatik
3
meliputi perasaan penuh pada lokasi hernia, sensasi nyeri
tapi tidak ditemukan nyeri nyata
5
dan ditemukan secara tidak sengaja adanya penonjolan
yang abnormal ketika terjadi peningkatan tekanan intra-abdomen.
3,5
Pasien yang secara
simptomatik datang akan mengeluhkan adanya nyeri pada daerah inguinal, terkadang
dapat disertai keluhan perubahan kebiasaan usus dan gangguan berkemih. Nyeri yang
dikeluhkan dapat bervarias seperti nyeri umum, nyeri tajam lokal atau nyeri menjalar.
Keluhan lain yang juga sering dikeluhkan adalah adanya rasa berat atau tekanan pada
daerah inguinal, terutam jika beraktivitas. Dapat juga ditemukan adanya nyeri neurogenic
yang menjalar ke skrotum, testis dan paha bagian dalam. Hal yang perlu diperhatikan
pada pasien adalah durasi serta progresivitas dari keluhannya, dimana hernia akan
semakin besar ukurannya dengan lamanya waktu. Seringkali juga, pasien akan
menyatakan nyerinya berkurang sementara dengan menekan benjolan hernia tersebut
kembali ke abdomen, tetapi dengan meningkatnya ukuran hernia serta isi kantung hernia
yang diisi, benjolan tersebut makin susah untuk dikembalikan.
3

Hal lain yang dapat digali adalah membedakan hernia inkareserata dengan
strangulata. Pada hernia inkarserata, pasien akan mengeluhkan adanya pembesaran yang
26
menimbulkan nyeri pada sisi hernia dan tidak dapat dimanipulasi kembali baik secara
spontan maupun manual, terdapat keluhan lain seperti mual, muntah dan gejala obstruksi
usus. Pada hernia strangulata, pasien akan mengeluhkan seperti keluhan inkarserata
disertai adanya tanda sekunder toksik sistemik.
5

Pemeriksaan Fisik
Walau dari anamnesa hernia inguinalis sudah dapat ditegakkan, pemeriksaan fisik
merupakan dasar fondasi dari pembentukan diagnosa juga. Idealnya, pasien diperiksa
dalam posisi berdiri dengan bagian inguinal dan skrotum yang terekspos, dimana terjadi
pula peningkatan tekanan intra-abdomen sehingga hernia dapat mudah terlihat. Pada
inspeksi, identifikasi adanya benjolan abnormal di inguinal dan skrotum. Palpasi
dilakukan dengan meletakkan jari pada skrotum untuk memeriksa cincin inguinal
eksterna serta memriksa kanalis inguinalisnya pula, kemudian pasien diinstruksikan
untuk batuk atau mengejan sehingga isi hernia akan terdorong. Dari Valsava maneuver
ini juga dapat ditentukan apakah benjolan tersebut reponible atau tidak. Pemeriksaan
pada sisi kontralateral juga dilakukan untuk membandingkan serta mengetahui ekstensi
herniasi yang terjadi.
3

Beberapa teknik pemeriksaan juga dapat digunakan untuk membedakan hernia
direct dan indirect.
3
Inguinal conclusion test dilakukan dengan meletakkan jari pada
cincin inguinal internal dan pasien diinstruksikan untuk batuk, jika impuls batuk
terkontrol kemudian hernia terasal pada jari dari lapisan dalam hingga superfisial,
dikonklusikan hernia tersebut hernia direct. Jika saat batuk, hernia muncul dari
superolateral ke inferomedial dan langsung menyentuh ujung distal jari, dikonklusikan
merupakan hernia indirect.
3,5
Pemeriksaan lebih lanjut dilakukan untuk mengidentifikasi
hernia femoralis dengan melakukan palpasi pada ligamen inguinal, lateral dari tuberkulus
pubis. Pada pemeriksaan hanya berdasarkan benjolan pada inguinal saja menimbulkan
diagnosa yang ambigu, sehingga pemeriksaan radiologi akan memberikan jawaban.
3
Pemeriksaan lain juga dapat dilakukan untuk menentukan hernia strangulasi dengan nyeri
yang muncul sewaktu dilakukan pemeriksaan dan tetap ada setelah dilakukan reduksi
hernia dan pada pasien ditemukan demam dengan gambaran umum toksik.
5
Pemeriksaan Tambahan
27
Pemeriksaan darah biasanya dilakukan walaupun hasilnya tidak spesifik, dimana
leukositosis dengan shift to the left cenderung mengarah ke strangulasi. Pemeriksaan
lainnya meliputi elektrolit untuk mengetahui status hidrasi pasien dengan mual dan
muntah, serta pemeriksaan yang dilakukan untuk persiapan operatif. Urinalisis dapat
dilakukan untuk mengeliminasi diagnose banding nyeri inguinal akibat penyebab
genitourinari. Pemeriksaan tambahan lainnya adalah laktat dimana hasil yang normal
bukan berarti dapat mengeliminasi starngulasi, sedangkan hasil yang meningkat
merefleksikan adanya hipoperfusi.
5

Pencitraan
Beberapa situasi ambigu dapat tercipta pda pasien dengan hernia inguinalis, terutama
pada pasien dengan obesitas, pada pemeriksaan fisik negatif serta hernia inguinalis
rekuren, sehingga pemeriksaan radiologi dapat digunakan untuk mengaitkan anamnesa
dengan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan radiologi yang sering digunakan adalah
Ultrasonografi (USG), CT-scan dan MRI dimana pada pemeriksaan tersebut memiliki
keuntungan tersendiri. USGdapat mengidentifikasi struktur anatomis dengan tampaknya
tulang, adanya pergerakan dari isi abdomen akibat tekanan abdomen dapat dilihat dari
pemeriksaan ini, tetapi dapat juga terjadi false-negative akibat adanya pergerakan dari
spermatic cord dan dinding abdomen posterior yang melawan pergerakan dinding
abdomen anterior. CT dan MRI selain memberikan gambaran anatomis dan melokalisasi
hernia tersebut mampu mengeliminasi diagnose bandingnya. Tindakan lain yang
dilakukan dengan konfirmasi laparoskopi pada hernia inguinalis sebagai golde standar.
3

3.8 DIAGNOSA
Adanya penonjolan pada regio inguinal didiagnosa pada hampir seluruh hernia inguinalis,
disertai keluhan tidak nyaman dengan nyeri yang tidak terlalu hebat kecuali inkarserata
dan strangulata. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan hernia di inguinalis pada posisi
telentang dan berdiri untuk melihat penonjolan atau masa serta asimetris pada Valsva
Manuever. Ultrasonografi dapat dilakukan untuk menyokong diagnosis dengan
sensitivitas dan spesifitas yang tinggi untuk mendeteksi hernia direct, indirect dan
femoralis. Pemeriksaan lain seperti CT scan abdomen dan pelvis dapat dilakukan untuk
menentukan masa pada inguinal yang atipikal.
4

28
3.9 PENATALAKSANAAN
3.9.1 NON-OPERATIF
Kebanyakan dokter bedah akan menyarankan untuk operasi pada pasien hernia
inguinalis simptomatik karena perjalanannya yang mengalami pembesaran
progresif dan terjadi kelemahan akan memiliki potensi untuk menjadi inkarserata
dan strangulata. Tapi, pada beberapa pasien dapat juga ditemukan gejala yang
minimal sehingga mempertimbangkan resiko terjadinya komplikasi jangka
pendek dan panjang dengan observasi rawat jalan, dimana pada studi yang telah
dilakukan follo-up dalam 2 tahun tidak ditemukan angka kematian yang dikaitkan
dengan resiko inkarserata dan strangulata, tetapi hampir 25% pasien mengeluhkan
akitivitasnya terbatas akibat nyeri tersebut. Pasien yang menjalani tindakan non-
operatif ini dapat menunjukkan perbaikan gejala dengan menggunakan Truss,
dimana penggunaan versatile lebih baik dibandingkan yang elastik, tetapi efek
samping yang terjadi adalah atrofi testis, neuritis ilioinguinal dan femoral serta
hernia inkarserata.
4

3.9.2 OPERATIF
1. Anterior Repair
Merupakan tindakan operatif yang sering dilakukan pada hernia
inguinalis. Terdapat beberapa teknik yang digunakan pada anterior repair.
Teknik Bassini
Teknik basini memberikan keuntungan dalam hernia inguinalis dengan
mengurangi angka rekurensi, dimana menggunakan diseksi pada spermatic cord,
diseksi kantung hernia dengan ligase tinggi dan rekonstruktif ekstensif pada dasar
kanalis inguinalis. Setelah otot kremaster dipisahkan dan diligasi pada kantung
hernia dalam, fasia transversali diinsisi dari tuberkulur pubis hingga cincin
inguinal internal hingga memasuki rongga pre-peritoneal. Lakukan diseksi pada
lemak preperitoneal hingga batas atas posterior fasia transversalis untuk
memberikan mobilisasi jaringan yang adekuat. Perbaikan lapisan tripel diberikan
untuk mengembalikan intergritas pada dinding, dengan jaringan dalam (otot oblik
interna, transversus abdominis dan fasia transversalis) diperbaki pada ujung
29
ligament inguinalis dan periosteum pubis dengan jahitan interupsi. Beberapa
modifikasi dari teknik ini terus berkembang untuk menurunkan angka rekurensi.
3
Teknikn Shouldice
Teknik ini menggunakan revitalisasi Basini dengan prosedur yang melibatkan
diseksi ekstensif dan rekonstruksi anatomis dari kanalis inguinalis. Penggunaan
jahitan bersambung pada berlapis-lapisan lapisan menimbulkan keunrungan
dalam pendistribusian tekanan sehingga serta mencegah terjadinya herniasi
dengan jahitan interupsi. Dengan mengekspos dasar inguinal posterior, insisi pada
transversalis fasia dilakukan di antara tuberkulus pubis dan cincin inguinalis,
hindari pelrukaan pada struktur preperitoneal dapat dilakukan diseksi tumpul
untuk memobilisasi fasia flap atas dan bawah. Lapisan pertama dimulai dari
tuberkulus pubis dimana terdapat trajtus iliopubis dijahit ke ujung lateral rectus
sheath kemudian berlanjut ke latera. Flap inferior dari fasia transversalis dijahit
bersambung dengan sisi posterior dari superior flap fasia transversalis hingga ke
cincin internal. Lapisan kedua sebagai reapproximation dari ujung superior fasia
transversalis ke batas fasia inferios dan ligamen inguinal. Jahitan ketiga dilakukan
untuk mempererat cincin inguinal dengan menggabungkan oblik interna dan
aponeurosis transversus abdominis ke serat aponeurosis oblik eksterna, superfisial
dari ligamen inguinalis. Lapisan dilanjutkan hingga tuberkulus pubis untuk
menciptakan jahitan lini keempat yang sama dengan lapisan ketiga.

Teknik McVay
Keuntungan dari tindakan ini adalah mampu memperbaiki kedua defek pada kanal
inguinalis dan femoralis. Konsep tindakan ini juga menggunakan insisi relaksasi
sama dengan maneuver reduksi tekanan. Ketika cord sudah diisolasi, insisi
transversal dilakukan pada fasia transversalis hingga rongga preperitoneal.
Diseksi dilakukan sedikir pada aspek posterior fasia hingga memudahkan
mobilisasi bagian atas fasia transversalis, dasar kanalis inguinalis kemudian
direkonstruksi hingga kembali ke kekuatan semual. Ligament Cooper di-diseksi
tumpul untuk mengekspos permukaannya kemudian bagian atas fasia transversalis
dijahit pada ligament Cooper, lanjutkan ke arah lateral hingga kanalis femoralis.
Ketika kanal femoralis telah terlewati, jahitan transisi dilakukan pada fasia
30
transversail ke ligamen inguinalis untuk mengobliterasi kanalis femoralis, hingga
membentuk cincin yang lebih kecil dan ketat. Sebelum dilakukan penjahitan fasia
transversalis ke ligamen Cooper dan inguinalis, insisi pada anterior rectus sheath
dibuat. Adanya teknik insisi relaksasi ini akan meningkatkan nyeri pasca operasi
serta kemungkinan terjadinya herniasi pada dinding abdomen anterior, serta
karena penggunaan diseksi ekstensif dapat menimbulkan perlukaan pada
pembuluh darah femoral.
3

2. Peritoneal repair
Teknik ini digunakan untuk hernia inguinalis rekuren, hernia sliding,
hernia femoralsi dan beberapa hernia strangulata.
4

3. Laparoscopic repair
Teknik ini dilakukan dengan menggunakan metode tension-free mesh
berdasarkan penemuan preperitoneal. Tindakan ini memberikan keuntungan
mekanis dengan menggunakan mesh yang besar pada bagian yang defek dengan
menutupi iorifice myopectineal dan dapat mengurangi tekanan paksa pada
dinding abdomen jika dilakukan penempatan mesh yang benar. Melalui teknik ini
memberikan keuntungan penyembuhan yang cepat, nyeri yang sedikit dengan
teknik yang memberikan visualisasi anatomis yang baik dan dapat dilakukan pada
segala jenis hernia inguinalis serta memiliki resiko minimal terjadinya infeksi
pada perlukaan operasi.
4

3.10 KOMPLIKASI
Jika hernia strangulata tida tertangani atau meleset, dapat menjadi perforasi dan
peritonitis.
5
Komplikasi yang terjadi setelah tindakan operatif sangat rendah, tetapi
kebanyakan yang muncul ada nyeri, perlukaan pada spermatic cord dan testis, infeksi
perlukaan, seroma, hematoma, perlukaan kandung kemih, osteitis pubis dan retensi urin.
3

Selain itu, keadaan hernia ini dapat muncul pada lokasi yang sama bahkan setelah
dilakukan tindakan perbaikan operatif.
5
3.11 PROGNOSIS
Prognosis yang terbentuk tergantung dari tipe dan ukuran hernia serta kemampuan untuk
mengurangi faktor resiko yang berkaitan dengan pembentukan hernia. Prognosis baik
dengan diagnosis yang tepat dan perbaikan.
5

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Conze J, Klinge U, Schumpelick. Hernia. In: Holzheimer RG, Mannick JA. Surgical
Treatment: Evidence-Based and Problem-Oriented. Munich: Zuckxschwerdt; 2001.
Dapat diakses di: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK6888/
2. Unknown. [Internet]. [Update: 2007]. Dapat diakses di: http://medical-
dictionary.thefreedictionary.com/scrotal+hernia
3. Brunicardi FC. Chapter 37: Inguinal Hernia. In: Brunicardi FC. Schwartzs Principles of
Surgery. 9
th
edition. 2010. United States: McGraw Hill Companies.
4. Malangoni MA & Rosen MJ. Chapter 46: Hernias. In: Beauchamp, Evers & Mattox.
Sabiston Textbook of Surgery: The Biological Basis of Modern Surgical Practice. 19
th

edition. 2012. Philadelphia: Elseviier Saunders; p: 1114 1126.
5. Nicks BA. Hernias: Frequency. [Internet]. [Update: September 2013]. Dapat diakses di:
http://emedicine.medscape.com/article/775630-overview#aw2aab6b2b3
6. Unknown. Inguinal Hernia Repair. [Internet]. [Update: Oktober 2013]. Dapat diakses di:
www.nhs.uk/conditions/inguinalherniarepair/Pages/Whatisitpage.aspx
7. Conze J, Klinge U, Schumpelick V. Surgical Treatment: Evidence-Based and Problem
Oriented. [Internet]. [Update: 2001]. Dapat diakses di:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK6888/

Anda mungkin juga menyukai