Hernia skrotalis sendiri merupakan hernia inguinalis komplit yang turun ke skrotum. Hernia merupakan masalah yang sering ditemui tetapi angka insidensinya sendiri masih belum diketahui. 75% kasus hernia mengambil hernia inguinalis sebagai yang terbanyak dimana 2/3nya merupakan hernia inguinalis indirect. Insidensi juga ditemukan kebanyakn pendeita hernia inguinalis adalah laki-laki dibandingkan wanita. Pasien yang datang dengan hernia skrotalis datang dengan keluhan adanya benjolan pada skrotumnya yang hilang timbul, dapat disertai nyeri maupun tidak. Pendiagnosaan sendiri didasarkan dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan untuk mengetahui adanya tanda-tanda strangulasi. Penatalaksanaan yang utama adalah dengan tindakan perbaikan operatif.
5 BAB 2 LAPORAN KASUS
2.1 IDENTITAS No. MR : 31.97.86 Nama : Tn. A Jenis kelamin : Laki - Laki Usia : 51 tahun Alamat : Pisangan Barat, Jakarta Selatan Agama : Islam Status : Menikah Tanggal MRS : 21 September 2013 Tanggal Pemeriksaan : 26 September 2013 2.2 ANAMNESA Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 24 September 2013 Keluhan Utama Pasien datang dengan keluhan nyeri di daerah alat kelaminnya 3 jam sebelum masuk Rumah Sakit.
Riwayat Penyakit Sekarang Pasien mengeluhkan adanya nyeri yang muncul mendadak pada daerah alat kelaminnya 3 jam sebelum masuk Rumah Sakit. Ketika pasien baru bangun tidur, pasien merasa ada sensasi yang turun pada daerah perut bawah hingga ke alat kelaminnya kemudian menjadi nyeri yang muncul tiba-tiba setelah pasien bangun tidur dan berjalan sebentar. Nyeri tersebut dikatakan sangat hebat sekali dengan intensitas 10/10 tetapi tidak dapat dideskripsikan karakteristik nyerinya. Ketika nyeri itu muncul, pasien mengatakan nyeri tersebut membuat daerah sekitar perut melilit dan pasien menjadi sesak ketika nyeri tersebut muncul. Nyeri tersebut pula dikatakan pasien muncul terus-menerus dengan 6 posisi tidur nyeri dirasakan membuat pasien lebih nyaman tetapi posisi lain juga memberikan efek nyeri yang sama juga. Sebelum datang ke RS pasien tidak mengonsumsi obat-obatan apaun. Pasien sebelumnya pernah merasakan sensasi turun sebelumnya sejak 1 tahun lalu tetapi dikatakn oleh pasien tidak menimbulkan rasa sakit seperti yang dialami pasien saat ini. Pasien tidak memiliki keluhan mual, muntah, keluhan buang air besar maupun kecil.
Riwayat Penyakit Dahulu Menurut pasien, keluhan ini baru pertama kali dialaminya. Pasien sebelumnya pernah merasakan sensasi turun yang tidak menimbulkan rasa sakit sejak 1 tahun lalu dimana pasien tidak melakukan pemeriksaan ke dokter tetapi hanya mengetahui saja dari pengalaman ayahnya yang memiliki Hernia juga. Pasien tidak memiliki riwayat Diabetes Melitus maupun alergi obat tetapi memiliki riwayat Maag dan Hipertensi.
Riwayat Keluarga Ayah pasien juga memiliki gejala serupa seperti pasien dengan Hernia dan menjalani 2 kali operasi.
Riwayat Kebiasaan Pasien mengatalakan memiliki kebiasaan merokok sejak 30 tahun yang lalu dengan intensitas 2 batang per harinya, tidak meminum alkohol dan tidak mengonsumsi obat- obatan terlarang.
Riwayat Sosial Ekonomi Pasien berasal dari keluarga dengan status sosial ekonomi kelas bawah. 2.3 PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 21 September 2013 oleh pihak UGD. Keadaan umum : Sakit sedang Kesadaran : Compos Mentis Tanda tanda vital : 7 Tekanan darah : 140/90 mmHg Nadi : 64 x/menit, kuat, regular Suhu tubuh : 36,0C Pernapasan : 20 x/menit STATUS GENERALIS Kepala Normocephal, tidak ada tanda trauma atau benjolan, deformitas (-) Mata Konjuntiva anemis (- / -), sklera ikterik (- / -), pupil isokor, refleks cahaya langsung (+ / +). Gerakan bola mata baik dalam segala arah. THT Deviasi (- / -), deformitas (- / -), simetris, tonsil T1 / T1 tenang, faring hiperemis (-). Leher Lesi (-), benjolan (-), tidak ada pembesaran KGB. Thorax Deformitas (-), bentuk dan dinding dada dalam batas normal, pergerakan simetris, retraksi (-) Jantung Inspeksi Iktus kordis tidak terlihat Palpasi Tidak dilakukan Perkusi Tidak dilakukan Auskultasi Bunyi jantung I dan II murni regular, gallop (-), murmur (-) Paru Inspeksi Simetris, retraksi (-) Palpasi Tidak dilakukan Perkusi Tidak dilakukan Auskultasi Vesikuler (+ / +). Ronki (- / -), wheezing (- / -) Abdomen Inspeksi Dinding abdomen datar, tampak benjolan di iliac kanan Palpasi Massa (+) pada iliac kanan, nyeri tekan (+) hipogastrik, hepatosplenomegali (-) Perkusi Pekak Auskultasi Bising usus (+) pada ke-4 kuadran Ekstremitas Akral hangat, edema (-) Genitalia Tampak pembengkakan pada skrotum kanan
8 2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG Test Hasil Nilai Normal Hemoglobin 13,5 M: 13 17 gr/dl F: 12 16 gr/dl Hematokrit 39 37 54 % WBC 9,7 x 10 3 5 10 rb/ul Platelet 328.000 150 400 rb/ul Clotting Time 4 Bleeding Time 2 Ureum 33 20 50 mg/dl Creatinin 1,24 0,8 1,1 mg/dl Random Blood Glucose 137 < 200 mg/dl 2.5 DIAGNOSA Diagnosa Kerja : Hernia Skrotalis Dekstra
2.6 TATALAKSANA Penanganan UGD diberikan: IVFD RL + drip Tramadol 20 tpm Pasien direncakan untuk herniotomi pada tanggal 22 September 2013. Laporan Operasi Diagnosa Pre-op: Hernia Skrotalis Dextra - Strangulata Diagnosa Post-op: Hernia Skrotalis Dextra Strangulata OPTEK Dilakukan anestesi spinal, pasien diposisikan terlentang (supine) dengan bagian tubuh bawah lebih tinggi. 9 Dilakukan tindakan asepsis dan antisepsis pada lapangan operasi, tutup lapangan operasi dengan duk steril. Tarik garis antara SIAS dengan symphis pubis, dimana ligamen inguinale terdapat di bawahnya, lakukan insisi di sebelah medial garis tersebut. Insisi dilakukan dari kutis-subkutis diperdalam hingga ke fascia Campers, lalu dilakukan kauter hingga fascia Scarpa terlihat. Pasang hak dalam hingga terlihat aponeurosis otot oblique eksterna, jepit dengan klem kocher untuk membebaskan aponeurosis dari dasar ke lateral hingga tampak ligamen inguinale. Buka otot kremaster dengan bantuan 2 pinset sirurgis hingga terlihat kantung hernia yang terletak di sebelah medial funiculus spermaticus. Dengan bantuan pinset sirurgis, kantung hernia digunting dan dilihat isinya Kantung hernia bagian distal dibiarkan Dilakukan hernioplasti dengan teknik Bassini memakai benang silk no.2, jahit conjoined tendon dengan ligamentum inguinale. Funiculus spermaticus diletakkan di dasar yang baru dan nervus ileoinguinal dibebaskan kembali. Rawat perdarahan. Lapisan dinding abdomen dijahit lapis per lapis. Luka operasi dibersihkan dan ditutup dengan kasa steril. Operasi selesai. Instruksi Post-operatif: Pasien dipuasakan hingga flatus (+) Diberikan terapi: o IVFD RL : D5 = 1 : 2 / 24 jam o Inj Tosmycin 2 x 2 gr o Inj Toramin 3 x 30 mg 2.7 RESUME Pasien, Tn A, 51 tahun datang dengan keluhan nyeri di bagian alat kelamin sejak 3 jam SMRS, dimana nyeri dirasakan pasien ketika baru bangun tidur dan berjalan lalu nyeri 10 muncul tiba-tiba dan hebat. Nyeri tidak dapat dideskripsikan, intensitas 10/10 yang muncul terus menerus. Pasien tidak mengonsumsi obat-obatan apapun sebelum datang ke RS. Pada pemeriksaan fisik, tanda-tanda vital yang signifikan adalah BP pasien 140/90 mmHg dengan pemeriksaan abdomen ditemukan nyeri tekan hipogastrik dan ditemukan penonjolan masa pada iliac kanan serta pada pemeriksaan genitalia ditemukan pembengkakan skrotum kanan. Pada pemeriksaan penunjang yang dilakukan tidak ditemukan adanya kelainan. Pasien didiagnosa dengan hernia skrotalis yang kemudian diberikan terapi cairan infus RL + Tramadol 20 tpm saat di UGD dan direncanakan untuk operasi keesokan harinya. 2.8 FOLLOW-UP 22 September 2013 S : nyeri (+) di alat kelamin kanan O : KU : sakit sedang Kesadaran : compos mentis TTV: BP : 140 / 90 mmHg RR : 20 x/menit HR : 82 x/menit T : 36,4C Status Generalis: Abdomen : tampak massa pada regio iliac kanan, nyeri tekan (+) A : Hernia skrotalis dextra strangulata P : IVFD RL + Tramadol 20 tpm pro operasi
23 September 2013 S : pusing (+), flatus (+), nyeri (+) di luka operasi O : KU : sakit sedang Kesadaran : compos mentis TTV: BP : 130 / 80 mmHg RR : 20 x/menit HR : 84 x/menit T : 36,3C Status Generalis: dalam batas normal Status Lokalis: 11 Luka operasi pada regio iliac dextra terutup kasa perban, rembesan (-), nyeri tekan (+). A : Post-op Herniotomi H+1 P : IVFD RL : D5 = 1 : 2 / 24 jam Inj Fosmycin 2 x 2 gr dalam 100 cc D5% Inj Toramin 3 x 30 mg
24 September 2013 S : nyeri (+) di luka operasi, belum bisa duduk karena masih terasa sakit, flatus (+). Belum BAB 4 hari. O : KU : sakit sedang Kesadaran : compos mentis TTV: BP : 130 / 80 mmHg RR : 18 x/menit HR : 82 x/menit T : 36,2C Status Generalis: dalam batas normal Status Lokalis: Luka operasi pada regio iliac dextra terutup kasa perban, rembesan (-), nyeri tekan (+). A : Post-op Herniotomi H+2 P : IVFD RL : D5 = 1 : 2 / 24 jam Inj Fosmycin 2 x 2 gr dalam 100 cc D5% Inj Toramin 3 x 30 mg
25 September 2013 S : nyeri (+) di luka operasi, pasien sudah bisa duduk. flatus (+). O : KU : sakit sedang Kesadaran : compos mentis TTV: BP : 140 / 90 mmHg RR : 20 x/menit HR : 64 x/menit T : 36,0C Status Generalis: dalam batas normal Status Lokalis: 12 Luka operasi pada regio iliac dextra terutup kasa perban, rembesan (-), nyeri tekan (-). A : Post-op Herniotomi H+3 P : IVFD RL : D5 = 1 : 2 / 24 jam Inj Fosmycin 2 x 2 gr dalam 100 cc D5% Inj Toramin 3 x 30 mg kateter sudah boleh dilepas
26 September 2013 S : nyeri (-) di luka operasi. Pasien sudah bisa berjalan. O : KU : sakit sedang Kesadaran : compos mentis TTV: BP : 140 / 90 mmHg RR : 20 x/menit HR : 80 x/menit T : 36,3C Status Generalis: dalam batas normal Status Lokalis: Luka operasi pada regio iliac dextra terutup kasa perban, rembesan (-), nyeri tekan (-). A : Post-op Herniotomi H+4 P : IVFD RL : D5 = 1 : 2 / 24 jam Inj Fosmycin 2 x 2 gr dalam 100 cc D5% Inj Toramin 3 x 30 mg Inj Ranitidin 2 x 50 mg pasien diperbolehkan untuk pulang 2.9 PROGNOSIS Ad vitam : bonam Ad functionam : bonam Ad sanactionam : bonam Ad cosmeticam : bonam
13 BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA
3.1 DEFINISI Hernia adalah suatu kantung pada peritoneum parietalis yang muncul atau terbentuk sekunder 1 , menurut kamus kedokteran sendiri, hernia adalah suatu protrusi atau penonjolan dari organ atau jaringan melalui celah yang abnormal. 2 Jika hernia tersebut memanjang sepanjang rongga abdomen dan tampak dari permukaan tubuh, disebut hernia eksternal, jika kantung tersebut hanya terbatas pada kavum peritoneal saja disebut hernia internal. 1 Hernia skrotalis sendiri merupakan hernia inguinalis komplit yang turun ke skrotum. 2
3.2 ANATOMI Gambar 1. Ligamen yang terdapat di kanalis inguinalis. Sumber: Brunicardi FC. Chapter 37: Inguinal Hernia. In: Brunicardi FC. Schwartzs Principles of Surgery. 9 th edition. 2010. United States: McGraw Hill Companies.
Daerah inguinal meripakan suatu jaringan yang kompleks dimana terdiri dari otot, ligamen dan fasia yang membentuk interwoven pada multiplanar, untuk mengerti anatomi dari inguinal dimana kebanyakan dari hernia inguinalis banyak terjadi pada pria, deskripsi umum mengenai anatomi inguinal akan lebih banyak pada penjelasa anatomi pada laki-laki. Kanalis inguinalis memiliki panjang sekitar 4 6 cm dan terletak di 14 anteroinferior dari mangkuk pelvis, bentuknya seperti kerucut dengan dasar di batas superolateral dari mangkuk pelvis dengan bagian apeksnya terletak inferomedial dari simfisis pubis. 3 Di dalam kanalis inguinalis terdapat spermatic cord pada laki-laki dan Round ligament pada wanita. 4 Jalurnya dimulai di intrea-abdomen dari bagian dalam dinding abdomen dimana spermatic cord melewati hiatus (cincin inguinal internal atau dalam) di fasia transversalis, keluar melalui permukaan dari otot-otot dinding abdomen di cincin inguinal eksterna dimana spermatic cord melewati defek medial dari aponeurosis dari otot oblik eksterna. 3 Pada kondisi normal, bagian anterior dari kanal dilapisi oleh aponeurosis otot oblik eksterna dan otot lateral dari oblik interna, bagian posterior, dasar dari kanalis inguinalis dibentuk oleh fasia transversalis dan otot transversus abdominis, batas superior dibentuk oleh serat otot internal oblik dan bagian inferior terdiri oleh ligamen inguinalis. 3,4
Gambar 2. Lapisan anatomis dari inguinal. Sumber: Brunicardi FC. Chapter 37: Inguinal Hernia. In: Brunicardi FC. Schwartzs Principles of Surgery. 9 th edition. 2010. United States: McGraw Hill Companies.
Spermatic cord terdiri dari 3 arteri, 2 vena dan 2 persarafan dimana di dalamnya, pada sisi anterior terdapat pleksus vena pampiniformis dan sisi posterior terdapat vas deferens, sedangkan di tengah-tengahnya terdapat jaringan ikat dan sisa dari prosesus vaginalis, kemudian dilapisi oleh fasia spermatikus. Ligamen-ligamen yang berperan pada kanalis inguinalis adalah ligamen inguinal, ligamen Coopers, traktus iliopubik, ligamen lakunar da area conjoined. Ligamen inguinal berasar dari serat inferior 15 aponeurosis otot oblik eksterna dimana ligamen ini memanjang dari anterior superior iliac spine hingga ke tuberkelus pubis dimana memiliki peran penting dalam membentuk batas kanalis inguinalis serta pentinganya struktur yang digunakan dalam perbaikan terapi hernia. 3 Ligamen Cooper atau pektineal yang dijelaskan lokasinya menjadi anatomis predisposisi perjalanan penyakit dari strukturnya, terletak lateral dari ligamen lakunar yang berfusi dengan periosteum dari tuberkulus pubis, termasuk serat dari otot transversus abdominis, traktus iliopubik, oblik internal dan rektus abdominis. 3 Ligamen Cooper dibentuk oleh periosteum dan jaringan aponeurosis hingga sepanjang ramus superior dari pubis, letaknya di superior dari traktus iliopubis dan membentuk batas posterior dari kanalis femoralis. 75% dari pasien di dalamnya terdapat pembuluh darah yang menyilang pada sisi lateral ligamen Cooper yang merupakan cabang dari arteri obturator, sebagai tempat utama untuk tindakan operasi terbuka dan laparoskopi. 4
Gambar 3. Persarafan pada regio irnguinal.. Sumber: Brunicardi FC. Chapter 37: Inguinal Hernia. In: Brunicardi FC. Schwartzs Principles of Surgery. 9 th edition. 2010. United States: McGraw Hill Companies.
Traktus iliopubis merupakan ikatan aponeurosis yang dimulai dari anterior superior iliac spine hingga masuk ke bagian atas dari ligamen Cooper, hingga membentuk sisi dalam dari batas inferior otot transversus abdominis dan fasia 16 transversalis. Traktus iliopubis ini membantu membentuk batas inferior dari cincin inguinal interna hingga lajunya kea rah medial dimana akan diteruskan sebagai batas anterior dan medial dari kanalis femoralis. Ligamen lakunar merupakan gambaran segitiga yang terbentuk dari ligamen inguinalis yang menyatu dengan tuberkulus pubis, yang merupakan kontrobersi dimana berasal dari conjoined tendon serta bagian lateral dari ligamen lakunar ini merupakan batas medial dari kanalis femoralis. Sering dijelaskan pula bahwa ligamen ini merupakan percampuran dari serat inferior oblik interna dengan aponeurosis otot transversus abdominis pada titik tuberkulus pubis. Sedangkan area conjoined merupakan kombinasi dari aponeurosis dari transversus abdominis, fasia transversalis, ujung lateral dari rectus sheath dan otot serta serat dari otot internal oblik. 3 Segitiga Hesselbach merupakan batas-batas dari dasar dari kanalis inguinalis, dimana batas superolateral oleh arteri inferior epigastrik , batas medial oleh rectus sheath serta batas inferior oleh ligamen inguinalis dan ligamen Cooper. Hernia medial terjadi pada segitiga Hesselbach ini, sedangkan hernia lateral terjadi pada sisi lateral dari segitiga, tidak jarang ditemui juga hernia inguinal lateral yang medium atau besar melibatkan dasar dari kanalis inguinalis. 4
Gambar 4. Persarafan pada regio irnguinal..Sumber: Brunicardi FC. Chapter 37: Inguinal Hernia. In: Brunicardi FC. Schwartzs Principles of Surgery. 9 th edition. 2010. United States: McGraw Hill Companies.
17 Saraf yang masuk pada region inguinal berasal dari persarafan ilioinguinal, iliohipogastrik, genitofemoral dan femoralis lateral. Saraf ilioinguinal dan iliohipogatrik berasal dari saraf L1, dimana saraf ilioinguinal keluar dari sisi lateral otot psoas mayor dan melewati secara oblik melewati quadratus lumborum hingga di titik medial dari anterior superior iliac spine, menyilang pada otot oblik interna masuk ke kanalis inguinalis di antara otot oblik interna dan eksterna kemudian keluar di permukaan cincin inguinal. 3 Saraf ini mempersarafi kulit pada paha bagian proksimal dan tengah, serta pada pria mempersarafi penis dan skrotum bagian atas sedangkan pada wanita mempersarafi mons pubis dan labia mayora. 3,4 Saraf iliohipogastrik berasal dari T12 L1 kemudian mengikuti saraf ilioinguinal, setelah saraf iliohipogastrik masuk ke lapisan dalam dari dinding abdomen kemudian turun ke bawah di antara otot oblik interna dan transversus abdominia, kemudian bercanag menjadi cabang kutaneus lateral dan anterior dimana melewati otot oblik interna dan aponeurosis oblik eksterna di atas superfisial cincin inguinalis. 3
Saraf genitofemoral berasal dari L1 L2, berjalan ke arah retroperitoneum kemudian keluar di sisi anterior psoas dan membagi menjadi cabang genital dan femoral. 3
Percabangan genital terdapat pada ventral dari pembuluh darah iliac dan traktus iliopubis kemudian masuk ke kanalis inguinalis lateral dan inferior dari pembuluh darah epigastrik, pada laki-laki mempersarafi sisi lateral skrotum dan otot kremaster sedangkan pada wanita mempersarafi mons pubis dan labia mayora. 3,4 Percabangan dari femoral berjalan sepanjang femoral sheath mempersarafi kulit bagian anterior dari bagian atas triangulus femoralis. Saraf kutaneus femoral lateral berasal dari L2 L3, kemudian keluar di sisi lateral dari otot psoas di level L4, menyilang pada otot iliakus secara oblik dan anterior superior iliac spine kemudian melewati sisi inferior ligamen inguinalis kemudian membagi untuk mempersarafi bagian lateral dari paha. 3 18
Gambar 5. Otot pada daerah inguinal. Sumber: Brunicardi FC. Chapter 37: Inguinal Hernia. In: Brunicardi FC. Schwartzs Principles of Surgery. 9 th edition. 2010. United States: McGraw Hill Companies.
Gambar 6. Sisi posterior anatomis inguinal. Sumber: Brunicardi FC. Chapter 37: Inguinal Hernia. In: Brunicardi FC. Schwartzs Principles of Surgery. 9 th edition. 2010. United States: McGraw Hill Companies.
19 Struktur dari spermatic cord menyatu sedikit sebelum memasuki cincin inguinal interna, dimana pada vas deferens masuk melewati cephalad dari pelvis kemudian melewati arteri inferior epigastrik kemudian masuk ke spermatic cord inferomedial.3 Spermatic cord terdiri dari serat otot kremaster, arteri testicular dan vena, cabang genital dari persarafan genitofemoral, vas deferens, pembuluh darah kremaster, limfatik dan prosesus vaginalis. Struktur-struktur ini yang memasuki cord pada cincin inguinal interna disertai pembuluh darah dan vas deferens kemudian keluar melalui cincin inguinal eksterna. Otot kremaster berasal dari serat paling bawah dari otot oblik interna dan memasuki spermatic cord pada kanalis inguinalis, pembuluh darah kremaster merupakan cabang dari pembuluh darah epigastrik yang masuk melalui foramen dinding posterior kanalis inguinalis, dimana memperdarahi otot kremaster dan dapat terbagi untuk mengekspos dasar dari kanalis inguinalis sewaktu dilakukan prosedur operasi terbuka tanpa merusak testis. 4
Sedikit dari inferior cincin inguinal interna, traktus iliopubis melekat pada iliac crest, dengan sisi medialnya terdapat insersi dari ligamen Cooper dengan ramus pubis secara inferolateral. Ligamen Cooper juga diketahui sebagai aspek medial dari pembuluh darah epigastrik inferior hingga aspek medial dari cincin femoralis. Dari tampak posterior terdapat traktus iliopubis sisi superior, ligamen Cooper secara inferior dan vena femoralis pada sisi lateral. Arkus dari otot oblik interna dengan transversus abdominis terdapat pada batas superior, otot iliopsoas sebagai batas lateral dan ujung lateral terdapat sisi medial rektus abdominis dengan bagian tengah oleh pubic pecten. Traktus iliopubis dibagi menjadi masukan superior pada spermatic cord dan bagian posterior mengandung pembuluh darah iliac. Terdapat juga triangle of doom atau circle of death yang haris dihindari, dimana daerah ini dibatasi oleh vas deferens pada medial dan pembuluh darah dari spermatic cord secara lateral, dengan isi di dalam rongga adalah pembuluh darah iliac eksterna, vena iliac sirkumfleks dalam, saraf femoralis dan cabang genital dari saraf genitofemoral. Pada circle of death sendiri di dalamnya terdpaat vaskularisasi dari common iliac, iliac interna, obturator, aberan obturatot, epigastrik inferior dan pembuluh darah iliac eksterna. Pada dasarnya segitiga yang dibentuk ini diketahui untuk menghindari bahaya terkait dengan isi pada tiap area tersebut. 3
20 3.3 EPIDEMIOLOGI Hernia merupakan masalah yang sering ditemui, tetapi dijelaskan pada literatur ini, angka insidensi sebenarnya masih belum diketahui, 75% dari kasus hernia banyak yang terjadi di regio inguinal 3,4 , dimana 2/3 dari kasusnya adalah hernia indirect dan sisanya merupakan hernia direct. 4,5 Perbaikan hernia inguinal merupakan salah satu tindakan bedah umum yang sering dilakukan di Amerika dengan insidensi dan kesuksesan tatalaksana yang signifikan Melalui tindakan perbaikan hernia yang telah dilakukan, pada tahun 2003 angka kejadian hernia inguinalis ini diperkirakan terdapat 800.000 kasus, tidak termasuk kasus rekuren dan hernia bilateral. 3 Pada laki-laki ditemukan cenderung memiliki tendensi lebih tinggi yaitu 25 kali lipat lebih memungkinkan untuk timbul hernia inguinalis dibandingkan pada wanita, dengan hernia indirect yang sering dijumpai dibandingkan dengan hernia direct dengan perbandingan 2 : 1. 4 Melalui perbaikan hernia yang dilakukan sendiri, 90% dilakukan pada laki-laki dan 10% sisanya pada wanita. 3
Hernia direct jarang ditemukan pada wanita, walaupun wanita cenderung banyak terjadi hernia femoralis tetapi menurut statistik angka kejadian hernia inguinal sering ditemukan pula pada wanita 4 , dimana pada wanita angka perbaikan hernia inguinal 5 kali lipat lebih besar dibandingkan perbaikan hernia femoralis. 3 10% dari wanita dan 50% dari laki-laki yang memiliki hernia femoralis akan membentuk hernia inguinalis, dengan kasus hernia inguinal indirect. 4
Lokasi terjadinya hernia inguinalis ini banyak dijumpai pada sisi sebelah kanan 3,4,5 dikarenakan adanya keterlambatan atrofi dari prosesus vaginalis setelah penurunan dari testis kanan ke skrotum saat pembentukan fetus. 4 Tetapi 1/3 dari pasien yang melakukan perbaikan hernia inguinal unilateral dapat terjadi hernia inguinal kontralateral. Selain itu, walau pasien didiagnosa dengan hernia inguinalis unilateral, pasien sebenarnya dapat pula memiliki hernia bilateral. 3 Angka prevalensi hernia meninkat dengan umur 4 , walau pasien datang dengan kondisi asimptomatik saat didiagnosa, tetapi potensi menjadi klinis signifikan akan meningkat sesuai dengan meningkatnya umur. Angka insidensi hernia inguinalis pada laki-laki ditemukan bervariasi dari sebelum 1 tahun kemudian setelah 40 tahun. 3 Bila terjadi kemungkinan strangulasi, pasien membutuhkan perawatan di Rumah Sakit yang juga didukung dengan meningkatnya umur. Strangulasi merupakan komplikasi yang tersering dari hernia 21 dengan angka kejadian 1 3% pada hernia inguinalis dan dapat mengancam nyawa, dengan utamanya strangulasi oleh hernia inguinalis indirect. 4 3.4 ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO Hernia inguinal biasanya muncul ketika jaringan lemak atau bagian dari usus pokes ke daerah inguinal pada titik tertinggi paha. Hal tersebut menekan titik lemah di dinding otot abdomen hingga ke kanalis inguinalis, dimana kanalis inguinalis merupakan terowongan dimana pembuluh darah ke testis berada. 6 Hernia inguinal dapat dibedakan menjadi kongenital maupun penyakit yang didapat, dimana setelah diperdebatkan, 3 hernia inguinalis pada dewasa merupakan penyakit yang didapat akibat defek pada dinding abdomen 3,6 . Berbagai studi penelitian telah dilakukan untuk mencari penyebab pasti dari terbentuknya hernia inguinal tetapi ditemukan multifaktorial yang merupakan faktor resiko terjadinya kelemahan pada otot-otot dinding abdomen. 3 Hernia inguinalis juga dapat muncul mendadak akibat penegangan abdomen seperti konstipasi atau membawa barang-barang berat dan terkadang akibat batuk hebat. 6
Hernia kongenital yang merupakan mayoritas kasus pada anak-anak dan dianggap gangguan pada pembentukan normal dibandingkan suatu kelemahan didapat. Pada pembentukan normal, testis akan turun ke ruang intra-abdomen menuju ke skrotum pada semester ketiga, dimana didorong oleh gubernakulum dan divertikulum oleh peritoneum yang mengalami protrusi ke kanalis inguinalis dan menjadi prosesus vaginalis. Pada minggu ke 36 dan 40, prosesu vaginalis akan menutup dan mengeliminasi pembukaan pada cincin inguinal interna. Kegalan penutupan peritoneum ini menyebabkan patensi prosesus vaginalis (PPV) sehingga menjelaskan tingginya angkan insidensi hernia inguinal indirect pada bayi prematur. Perlu diketahui pula bahwa, prosesu vaginalis akan terus menutup ketika usia anak berjalan. Pada anak-anak dengan kongenital hernia inguinal indirect akan menunjukkan adanya PPV walaupun tidak ditegakkan diagnosanya segera. Munculnya PPV memungkinkan untuk terjadinya faktor predisposisi pada pasien untuk membentuk hernia inguinal, dimana hal ini tergantung dari ada tidaknya kelemahan dari jaringan yang terkait, riwayat dalam keluarga dan aktivitas strenuous, dimana aktivitas ini menjadi faktor resikos predisposisi pada hernia inguinalis yang didapat. Aktivitas fisik berlebihan yang berulang akan meningkatkan tekana intra-abdomen jika 22 proses ini muncul sendiri atau berkombinasi dengan PPV atau diakibatkan adanya kelemahan otot abdomen terkait dengan umur. 3 Kondisi-kondisi lain yang dapat meningkatkan tekanan intra-abdominal sehingga berkontribusi dalam terbentuknya hernia meliputi: 3,5
Tabel 1. Faktor predisposisi pembentukan hernia inguinalis. Sumber: Brunicardi FC. Chapter 37: Inguinal Hernia. In: Brunicardi FC. Schwartzs Principles of Surgery. 9 th edition. 2010. United States: McGraw Hill Companies.
3.5 KLASIFIKASI Hernia dapat meliputi organ intra dan retroperitoneal baik secara permanen maupun intermiten. Berdasarkan ukurannya, hernia terbagi menjadi total atau komplit dan parsial atau inkomplit. Sedangkan berdasarkan proses terbentuknya, hernia dibagi menjadi kongenital dan didapat. 1 Terdapat banyak sistem klasifikasi untuk hernia, dengan yang paling sering digunakan adalah klasifikasi Nyhus. 3,4 Sistem klasifikasi ini dibuat untuk menstandarisasi hasil dari hernia yang bervariasi walau signifikan klinisnya masih terbatas. Dibandingkan memeriksa lokasi hernia yang bervariasi, secara independen Fruchaud mendeterminasikan lokasi kelemahannya yaitu fasia transversalis yang 23 merupakan predisposis terbentuknya hernia. Dengan terapi hernia yang tepat pada lokasinya, angka rekurensi akan berkurang. 3 Pada klasifikasi Gilber membutuhkan assessment intraoperatif untuk menbagi hernia dalam 5 tipe, terbagi menjadi 3 indirect dan 2 direct. Hernia tiper 1 memiliki bentuk cincin internal kecil, tipe 2 memiliki cincin inguinal yang secara moderat melebar, tipe 3 dengan cincin yang ukurannya melebihi 2 jari. Hernia direct tipe 4 melibatkan disrupsi komplit dari inguinal floor, tiper 5 merupakan hernia direct dengan pembukaan diverticular kecil yang tidak melebihi 1 jari. Kemudian dengan tambahan Rutkow dan Robbins menyebutkan tipe 6 merupakan hernia pantaloons yang merupakan kombinasi dari kantung hernia direct dan indirect, sedangkan tipe 7 merupakan hernia femoralis. 3
Tabel 2. Klasifikasi Gilbert. Sumber: Brunicardi FC. Chapter 37: Inguinal Hernia. In: Brunicardi FC. Schwartzs Principles of Surgery. 9 th edition. 2010. United States: McGraw Hill Companies.
Klasifikasi Nyhus memberikan detil dan assess yang tidak hanya berdasarkan letak dan ukuran defek tetapi juga memberikan integritas dari cincin inguinal dan inguinal floor, dimana sistem klasifikasi ini banyak digunakan secara luas. Pada sistem ini membagi hernia menjadi 4 tipe, 3 subgrup pada tipe III. Hernia tipe I memiliki ukuran yang normal dengan konfigurasi cincin internal dan muncul sebagai hernia kongenital. Hernia tipe II memiliki bentuk yang terdistorsi dan terjadi pembesaran cincin internal dengan encroachment dari inguinal floor serta kantung hernia yang kecil. Hernia tipe IIIa memiliki hernia direct yang berukuran kecil-moderat tanpa komponen kantung melalui cincin internal, tipe IIIb memiliki hernia indirect dengan defek yang encroach dasar 24 kanalis inguinalis, sedangkan hernia tipe IIIc untuk hernia femoralis. Tipe IV merupakan hernia inguinal rekuren dengan A merupakan direct, B indirect, C femoral dan D adalah kombinasi dari ketiganya. 3
Tabel 3. Klasifikasi Nyhus. Sumber: Malangoni MA & Rosen MJ. Chapter 46: Hernias. In: Beauchamp, Evers & Mattox. Sabiston Textbook of Surgery: The Biological Basis of Modern Surgical Practice. 19 th edition. 2012. Philadelphia: Elseviier Saunders; p: 1120.
3.6 PATOFISIOLOGI Patogenesis dari hernia merupakan multifactorial, dimana hernia kongenital terjadi akibat tidak menutup sempurna dari dinding abdomen (Persisten Prosesus Vaginalis) ketika pembukaan hernia. Sedangkan pada hernia diadapt diakibatkan oleh peningkatan gap dari struktur fasi disertai hilangnya kekuatan otot abdomen. Hal ini timbul pada lokasi dimana terdapat pembuluh darah besar atau tempat beradanya spermatic cord atau tempat dimana sebelumnya pernah dilakukan insisi atau operasi. 7 25 Patofisiologi dari hernia juga dapat dijelaskan melalui lokasinya, yaitu hernia indirect dan direct. Pada hernia indirect, yang diakibatkan oleh PPV, dimana kanalis inguinalis pada rongga abdomen di cincin inguinal interna dengan lokasi tepatnya di antara simfisis pubis dan anterior iliac spine. Kanal turun ke bawah sepanjang ligamen ingunalis ke cincin eksternal, dengan lokasi medial dari arteri epigastrik inferior, sedikit di atas tuberkulus pubis. Isi dari hernia akan mengikuti hingga turun ke testis ke dalam kantung skrotum. Sedangkan pada hernia direct yang biasa terjadi akibat kelemahan atau defek pada fasia transversalis di trigonum Hesselbach, dengan batas ligamen inguinal pada batas inferior, arteri inferior epigastrik pada batas lateral dan conjoined tendon di medial. 3
3.7 MANIFESTASI KLINIS Anamnesa Pasien dapat datang dengan berbagai skenario, dapat dimulai dengan penemuan secara tidak sengaja, adanya simptomatik hernia hingga timbulnya keadaan bedah emergensi seperti inkarserasi dan strangulata dari isi kantung hernia. Pasien kebanyakan datang dengan keluhan asimptomatik 3 meliputi perasaan penuh pada lokasi hernia, sensasi nyeri tapi tidak ditemukan nyeri nyata 5 dan ditemukan secara tidak sengaja adanya penonjolan yang abnormal ketika terjadi peningkatan tekanan intra-abdomen. 3,5 Pasien yang secara simptomatik datang akan mengeluhkan adanya nyeri pada daerah inguinal, terkadang dapat disertai keluhan perubahan kebiasaan usus dan gangguan berkemih. Nyeri yang dikeluhkan dapat bervarias seperti nyeri umum, nyeri tajam lokal atau nyeri menjalar. Keluhan lain yang juga sering dikeluhkan adalah adanya rasa berat atau tekanan pada daerah inguinal, terutam jika beraktivitas. Dapat juga ditemukan adanya nyeri neurogenic yang menjalar ke skrotum, testis dan paha bagian dalam. Hal yang perlu diperhatikan pada pasien adalah durasi serta progresivitas dari keluhannya, dimana hernia akan semakin besar ukurannya dengan lamanya waktu. Seringkali juga, pasien akan menyatakan nyerinya berkurang sementara dengan menekan benjolan hernia tersebut kembali ke abdomen, tetapi dengan meningkatnya ukuran hernia serta isi kantung hernia yang diisi, benjolan tersebut makin susah untuk dikembalikan. 3
Hal lain yang dapat digali adalah membedakan hernia inkareserata dengan strangulata. Pada hernia inkarserata, pasien akan mengeluhkan adanya pembesaran yang 26 menimbulkan nyeri pada sisi hernia dan tidak dapat dimanipulasi kembali baik secara spontan maupun manual, terdapat keluhan lain seperti mual, muntah dan gejala obstruksi usus. Pada hernia strangulata, pasien akan mengeluhkan seperti keluhan inkarserata disertai adanya tanda sekunder toksik sistemik. 5
Pemeriksaan Fisik Walau dari anamnesa hernia inguinalis sudah dapat ditegakkan, pemeriksaan fisik merupakan dasar fondasi dari pembentukan diagnosa juga. Idealnya, pasien diperiksa dalam posisi berdiri dengan bagian inguinal dan skrotum yang terekspos, dimana terjadi pula peningkatan tekanan intra-abdomen sehingga hernia dapat mudah terlihat. Pada inspeksi, identifikasi adanya benjolan abnormal di inguinal dan skrotum. Palpasi dilakukan dengan meletakkan jari pada skrotum untuk memeriksa cincin inguinal eksterna serta memriksa kanalis inguinalisnya pula, kemudian pasien diinstruksikan untuk batuk atau mengejan sehingga isi hernia akan terdorong. Dari Valsava maneuver ini juga dapat ditentukan apakah benjolan tersebut reponible atau tidak. Pemeriksaan pada sisi kontralateral juga dilakukan untuk membandingkan serta mengetahui ekstensi herniasi yang terjadi. 3
Beberapa teknik pemeriksaan juga dapat digunakan untuk membedakan hernia direct dan indirect. 3 Inguinal conclusion test dilakukan dengan meletakkan jari pada cincin inguinal internal dan pasien diinstruksikan untuk batuk, jika impuls batuk terkontrol kemudian hernia terasal pada jari dari lapisan dalam hingga superfisial, dikonklusikan hernia tersebut hernia direct. Jika saat batuk, hernia muncul dari superolateral ke inferomedial dan langsung menyentuh ujung distal jari, dikonklusikan merupakan hernia indirect. 3,5 Pemeriksaan lebih lanjut dilakukan untuk mengidentifikasi hernia femoralis dengan melakukan palpasi pada ligamen inguinal, lateral dari tuberkulus pubis. Pada pemeriksaan hanya berdasarkan benjolan pada inguinal saja menimbulkan diagnosa yang ambigu, sehingga pemeriksaan radiologi akan memberikan jawaban. 3 Pemeriksaan lain juga dapat dilakukan untuk menentukan hernia strangulasi dengan nyeri yang muncul sewaktu dilakukan pemeriksaan dan tetap ada setelah dilakukan reduksi hernia dan pada pasien ditemukan demam dengan gambaran umum toksik. 5 Pemeriksaan Tambahan 27 Pemeriksaan darah biasanya dilakukan walaupun hasilnya tidak spesifik, dimana leukositosis dengan shift to the left cenderung mengarah ke strangulasi. Pemeriksaan lainnya meliputi elektrolit untuk mengetahui status hidrasi pasien dengan mual dan muntah, serta pemeriksaan yang dilakukan untuk persiapan operatif. Urinalisis dapat dilakukan untuk mengeliminasi diagnose banding nyeri inguinal akibat penyebab genitourinari. Pemeriksaan tambahan lainnya adalah laktat dimana hasil yang normal bukan berarti dapat mengeliminasi starngulasi, sedangkan hasil yang meningkat merefleksikan adanya hipoperfusi. 5
Pencitraan Beberapa situasi ambigu dapat tercipta pda pasien dengan hernia inguinalis, terutama pada pasien dengan obesitas, pada pemeriksaan fisik negatif serta hernia inguinalis rekuren, sehingga pemeriksaan radiologi dapat digunakan untuk mengaitkan anamnesa dengan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan radiologi yang sering digunakan adalah Ultrasonografi (USG), CT-scan dan MRI dimana pada pemeriksaan tersebut memiliki keuntungan tersendiri. USGdapat mengidentifikasi struktur anatomis dengan tampaknya tulang, adanya pergerakan dari isi abdomen akibat tekanan abdomen dapat dilihat dari pemeriksaan ini, tetapi dapat juga terjadi false-negative akibat adanya pergerakan dari spermatic cord dan dinding abdomen posterior yang melawan pergerakan dinding abdomen anterior. CT dan MRI selain memberikan gambaran anatomis dan melokalisasi hernia tersebut mampu mengeliminasi diagnose bandingnya. Tindakan lain yang dilakukan dengan konfirmasi laparoskopi pada hernia inguinalis sebagai golde standar. 3
3.8 DIAGNOSA Adanya penonjolan pada regio inguinal didiagnosa pada hampir seluruh hernia inguinalis, disertai keluhan tidak nyaman dengan nyeri yang tidak terlalu hebat kecuali inkarserata dan strangulata. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan hernia di inguinalis pada posisi telentang dan berdiri untuk melihat penonjolan atau masa serta asimetris pada Valsva Manuever. Ultrasonografi dapat dilakukan untuk menyokong diagnosis dengan sensitivitas dan spesifitas yang tinggi untuk mendeteksi hernia direct, indirect dan femoralis. Pemeriksaan lain seperti CT scan abdomen dan pelvis dapat dilakukan untuk menentukan masa pada inguinal yang atipikal. 4
28 3.9 PENATALAKSANAAN 3.9.1 NON-OPERATIF Kebanyakan dokter bedah akan menyarankan untuk operasi pada pasien hernia inguinalis simptomatik karena perjalanannya yang mengalami pembesaran progresif dan terjadi kelemahan akan memiliki potensi untuk menjadi inkarserata dan strangulata. Tapi, pada beberapa pasien dapat juga ditemukan gejala yang minimal sehingga mempertimbangkan resiko terjadinya komplikasi jangka pendek dan panjang dengan observasi rawat jalan, dimana pada studi yang telah dilakukan follo-up dalam 2 tahun tidak ditemukan angka kematian yang dikaitkan dengan resiko inkarserata dan strangulata, tetapi hampir 25% pasien mengeluhkan akitivitasnya terbatas akibat nyeri tersebut. Pasien yang menjalani tindakan non- operatif ini dapat menunjukkan perbaikan gejala dengan menggunakan Truss, dimana penggunaan versatile lebih baik dibandingkan yang elastik, tetapi efek samping yang terjadi adalah atrofi testis, neuritis ilioinguinal dan femoral serta hernia inkarserata. 4
3.9.2 OPERATIF 1. Anterior Repair Merupakan tindakan operatif yang sering dilakukan pada hernia inguinalis. Terdapat beberapa teknik yang digunakan pada anterior repair. Teknik Bassini Teknik basini memberikan keuntungan dalam hernia inguinalis dengan mengurangi angka rekurensi, dimana menggunakan diseksi pada spermatic cord, diseksi kantung hernia dengan ligase tinggi dan rekonstruktif ekstensif pada dasar kanalis inguinalis. Setelah otot kremaster dipisahkan dan diligasi pada kantung hernia dalam, fasia transversali diinsisi dari tuberkulur pubis hingga cincin inguinal internal hingga memasuki rongga pre-peritoneal. Lakukan diseksi pada lemak preperitoneal hingga batas atas posterior fasia transversalis untuk memberikan mobilisasi jaringan yang adekuat. Perbaikan lapisan tripel diberikan untuk mengembalikan intergritas pada dinding, dengan jaringan dalam (otot oblik interna, transversus abdominis dan fasia transversalis) diperbaki pada ujung 29 ligament inguinalis dan periosteum pubis dengan jahitan interupsi. Beberapa modifikasi dari teknik ini terus berkembang untuk menurunkan angka rekurensi. 3 Teknikn Shouldice Teknik ini menggunakan revitalisasi Basini dengan prosedur yang melibatkan diseksi ekstensif dan rekonstruksi anatomis dari kanalis inguinalis. Penggunaan jahitan bersambung pada berlapis-lapisan lapisan menimbulkan keunrungan dalam pendistribusian tekanan sehingga serta mencegah terjadinya herniasi dengan jahitan interupsi. Dengan mengekspos dasar inguinal posterior, insisi pada transversalis fasia dilakukan di antara tuberkulus pubis dan cincin inguinalis, hindari pelrukaan pada struktur preperitoneal dapat dilakukan diseksi tumpul untuk memobilisasi fasia flap atas dan bawah. Lapisan pertama dimulai dari tuberkulus pubis dimana terdapat trajtus iliopubis dijahit ke ujung lateral rectus sheath kemudian berlanjut ke latera. Flap inferior dari fasia transversalis dijahit bersambung dengan sisi posterior dari superior flap fasia transversalis hingga ke cincin internal. Lapisan kedua sebagai reapproximation dari ujung superior fasia transversalis ke batas fasia inferios dan ligamen inguinal. Jahitan ketiga dilakukan untuk mempererat cincin inguinal dengan menggabungkan oblik interna dan aponeurosis transversus abdominis ke serat aponeurosis oblik eksterna, superfisial dari ligamen inguinalis. Lapisan dilanjutkan hingga tuberkulus pubis untuk menciptakan jahitan lini keempat yang sama dengan lapisan ketiga.
Teknik McVay Keuntungan dari tindakan ini adalah mampu memperbaiki kedua defek pada kanal inguinalis dan femoralis. Konsep tindakan ini juga menggunakan insisi relaksasi sama dengan maneuver reduksi tekanan. Ketika cord sudah diisolasi, insisi transversal dilakukan pada fasia transversalis hingga rongga preperitoneal. Diseksi dilakukan sedikir pada aspek posterior fasia hingga memudahkan mobilisasi bagian atas fasia transversalis, dasar kanalis inguinalis kemudian direkonstruksi hingga kembali ke kekuatan semual. Ligament Cooper di-diseksi tumpul untuk mengekspos permukaannya kemudian bagian atas fasia transversalis dijahit pada ligament Cooper, lanjutkan ke arah lateral hingga kanalis femoralis. Ketika kanal femoralis telah terlewati, jahitan transisi dilakukan pada fasia 30 transversail ke ligamen inguinalis untuk mengobliterasi kanalis femoralis, hingga membentuk cincin yang lebih kecil dan ketat. Sebelum dilakukan penjahitan fasia transversalis ke ligamen Cooper dan inguinalis, insisi pada anterior rectus sheath dibuat. Adanya teknik insisi relaksasi ini akan meningkatkan nyeri pasca operasi serta kemungkinan terjadinya herniasi pada dinding abdomen anterior, serta karena penggunaan diseksi ekstensif dapat menimbulkan perlukaan pada pembuluh darah femoral. 3
2. Peritoneal repair Teknik ini digunakan untuk hernia inguinalis rekuren, hernia sliding, hernia femoralsi dan beberapa hernia strangulata. 4
3. Laparoscopic repair Teknik ini dilakukan dengan menggunakan metode tension-free mesh berdasarkan penemuan preperitoneal. Tindakan ini memberikan keuntungan mekanis dengan menggunakan mesh yang besar pada bagian yang defek dengan menutupi iorifice myopectineal dan dapat mengurangi tekanan paksa pada dinding abdomen jika dilakukan penempatan mesh yang benar. Melalui teknik ini memberikan keuntungan penyembuhan yang cepat, nyeri yang sedikit dengan teknik yang memberikan visualisasi anatomis yang baik dan dapat dilakukan pada segala jenis hernia inguinalis serta memiliki resiko minimal terjadinya infeksi pada perlukaan operasi. 4
3.10 KOMPLIKASI Jika hernia strangulata tida tertangani atau meleset, dapat menjadi perforasi dan peritonitis. 5 Komplikasi yang terjadi setelah tindakan operatif sangat rendah, tetapi kebanyakan yang muncul ada nyeri, perlukaan pada spermatic cord dan testis, infeksi perlukaan, seroma, hematoma, perlukaan kandung kemih, osteitis pubis dan retensi urin. 3
Selain itu, keadaan hernia ini dapat muncul pada lokasi yang sama bahkan setelah dilakukan tindakan perbaikan operatif. 5 3.11 PROGNOSIS Prognosis yang terbentuk tergantung dari tipe dan ukuran hernia serta kemampuan untuk mengurangi faktor resiko yang berkaitan dengan pembentukan hernia. Prognosis baik dengan diagnosis yang tepat dan perbaikan. 5
31 DAFTAR PUSTAKA
1. Conze J, Klinge U, Schumpelick. Hernia. In: Holzheimer RG, Mannick JA. Surgical Treatment: Evidence-Based and Problem-Oriented. Munich: Zuckxschwerdt; 2001. Dapat diakses di: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK6888/ 2. Unknown. [Internet]. [Update: 2007]. Dapat diakses di: http://medical- dictionary.thefreedictionary.com/scrotal+hernia 3. Brunicardi FC. Chapter 37: Inguinal Hernia. In: Brunicardi FC. Schwartzs Principles of Surgery. 9 th edition. 2010. United States: McGraw Hill Companies. 4. Malangoni MA & Rosen MJ. Chapter 46: Hernias. In: Beauchamp, Evers & Mattox. Sabiston Textbook of Surgery: The Biological Basis of Modern Surgical Practice. 19 th
edition. 2012. Philadelphia: Elseviier Saunders; p: 1114 1126. 5. Nicks BA. Hernias: Frequency. [Internet]. [Update: September 2013]. Dapat diakses di: http://emedicine.medscape.com/article/775630-overview#aw2aab6b2b3 6. Unknown. Inguinal Hernia Repair. [Internet]. [Update: Oktober 2013]. Dapat diakses di: www.nhs.uk/conditions/inguinalherniarepair/Pages/Whatisitpage.aspx 7. Conze J, Klinge U, Schumpelick V. Surgical Treatment: Evidence-Based and Problem Oriented. [Internet]. [Update: 2001]. Dapat diakses di: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK6888/
Pembedahan Skoliosis Lengkap Buku Panduan bagi Para Pasien: Melihat Secara Mendalam dan Tak Memihak ke dalam Apa yang Diharapkan Sebelum dan Selama Pembedahan Skoliosis