Oleh:
Loshseni Gunasegaran 110 100 406
Vadivelan Nedumaram 110 100 513
Nimalaan Krishnasamy 110 100 510
B2
• Akral: H/M/K, TD: 120/70 mmHg, HR: 88 x/i, reguler, T/V: Cukup, T: 36,5 C
B3
• Sens: Compos mentis, GCS 15 (E4M6V5), pupil isokor, ø 3mm/3mm, RC +/+
B4
• UOP (+), terpasang cateter, volume 50 cc/jam, Warna Kuning Jernih
• Abdomen distensi, defans musculare (+), Mc Burney sign (+), peristaltik (+)
B5 melemah, MMT pkl. 12.00 WIB
B6
• Oedem pretibial (-) Fx (-)
Oksigenisasi nasal canule 2 liter/menit
Pasang IV line dengan abocath no. 18G, threeway,
pastikan lancar
Beri Oksigen 2 L/menit via nasal canule
Pasang monitor untuk memantau hemodinamik
Dehidrasi ringan (defisit 3-5% BB) = 5/100 x 60 (kg) =
3000 cc.
Rehidrasi lambat: 50% defisit + rumatan cairan
diberikan dalam 8 jam pertama, kemudian 50% defisit +
rumatan cairan diberikan dalam 16 jam kedua.
8 jam pertama: 1500 + (2 x 60 x 8) = 2460 cc 282
ml/jam 94 gtt/menit
16 jam berikutnya : 1500 + (2 x 60 x16) = 3420 cc
196 ml/jam 65 gtt/menit
Pemasangan NGT
Pemasangan kateter urin
Ambil sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium dan
crossmatch
Persiapan alat dan obat anestesi
Foto toraks, foto polos abdomen, EKG
Puasakan pasien sejak direncanakan operasi
Jenis pemeriksaan Hasil Rujukan
HEMATOLOGI
Hemoglobin (HGB) 14.5g% 13–18
Eritrosit 4.19 x 106 /µL 4,50-6,50
Leukosit (WBC) 20.200/µL 4–11x103
Hematokrit 43% 39–54%
Trombosit (PLT) 214,000 x103/µL 150–450x103
HEMORRHAGIC SCREENING TEST
PS ASA : 2E
Anestesi : RA – SAB
Posisi : Supine
Lama operasi : 2 jam 45 menit
HR : 70 - 88 x/menit
SpO2 : 98 - 100%
Perdarahan : ±200cc
UOP : 60 cc/jam
- B1: Airway clear, SP: Vesikuler, ST: -, RR: Post Bed rest
20x/i, SpO2:98% Laparotomi Diet TPN H-2 Ivelip 1 fls/12 jam,
B2: Akral: H/M/K, CRT<2”, T/V: Cukup eksplorasi a/i Clinimix 14 gtt/I, Aminofusin 1 fls/ 24
TD:120/70 mmHg, HR: 70x/i diffuse jam-> habis, stop
B3: Sens: CM, Pupil: isokor (3mm/3mm), RC: peritonitis IVFD RS 40 gtt/i
+/+ d/t Inj. Ceftriaxone 1 gr/ 8 jam
B4: UOP (+), kateter terpasang 60 cc/jam appendicitis Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam iv
B5: Distensi (-), soepel, tympani, peristaltik perforation + Inj. Ranitidin 50mg/12 jam
(+) lemah Appendictomy
B6: Oedem (-)
S O A P
- B1: Airway clear, SP: Vesikuler, ST: -, RR: Post Bed rest
17x/i, SpO2:99% Laparotomi Diet TPN H-3 Ivelip 1 fls/12 jam,
B2: Akral: H/M/K, CRT<2”, T/V: Cukup eksplorasi a/i Clinimix 14 gtt/I, Aminofusin 1 fls/ 24
TD:120/80 mmHg, HR: 82x/i diffuse jam-> habis, stop
B3: Sens: CM, Pupil: isokor (3mm/3mm), RC: peritonitis IVFD RS 40 gtt/i
+/+ d/t Inj. Ceftriaxone 1 gr/ 8 jam
B4: UOP (+), kateter terpasang 50 cc/jam appendicitis Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam iv
B5: Distensi (-), soepel, tympani, peristaltik perforation + Inj. Ranitidin 50mg/12 jam
(+) Appendictomy
B6: Oedem (-)
Teori Kasus
Etiologi
Peritonitis diklasifikasikan menjadi primer, Setelah dilakukan laparatomi pada pasien ini,
sekunder, dan tersier. Peritonitis primer disebabkan ditemukan adanya appendicitis. Hal ini berarti
oleh infeksi monomikrobial. Sumber infeksi peritonitis sekunder disebabkan oleh karena
umumnya ekstraperitoneal yang menyebar secara infeksi yang berasal dari perforasi organ.
hematogen. Peritonitis sekunder merupakan infeksi
yang berasal dari intraabdomen yang umumnya
berasal dari perforasi organ berongga. Peritonitis
tersier dapat terjadi akibat peritonitis sekunder
yang telah dilakukan intervensi pembedahan
ataupun medikamentosa.
Teori Kasus
Diagnosis Gejala Klinis
Pada gejala klinis peritonitis yang terutama adalah Pada anamnesa, ditemukan bahwa pasien datang dengan
nyeri abdomen. Nyeri dapat dirasakan terus keluhan nyeri hebat pada seluruh lapangan perut secara
menerus selama beberapa jam, dapat hanya di satu mendadak dan semakin nyeri apabila bergerak. Awalnya
tempat ataupun tersebar di seluruh abdomen. Dan rasa nyeri berawal dari perut bawah kanan, mual dan
makin hebat nyerinya dirasakan saat penderita muntah dijumpai.Nyeri tekan lepas dijumpai.
bergerak. Gejala lainnya meliputi demam, mual dan
muntah, adanya cairan dalam abdomen. Dehidrasi Pemeriksaan Fisisk
dapat terjadi akibat ketiga hal diatas, yang Pada inspeksi abdomen dijumpai distensi, rigiditas
didahului dengan hipovolemik intravaskular. Dalam (defans musculare) pada palpasi, dan normoperistaltik
keadaan lanjut dapat terjadi hipotensi, penurunan pada pemeriksaan auskultasi
output urin dan syok. Distensi abdomen dengan
penurunan bising usus sampai tidak terdengar bising
usus, Rigiditas abdomen atau sering disebut ’perut
papan’, Nyeri tekan dan nyeri lepas (+), Takikardi,
akibat pelepasan mediator inflamasi, Tidak dapat
BAB/buang angin.
Teori Kasus
Pada pemeriksaan laboratorium terjadi
peningkatan Pemeriksaan Laboratorium:
jumlah leukosit lebih dari 11.000 sel/ml. Pemeriksaan Leukosit (WBC): 20.250 /µL
kimia darah normal tetapi pada kasus berat terjadi Foto Polos Abdomen:
dehidrasi yang parah yang ditunjuukan oleh peningkatan Dijumpai free air subdiafragma yang berbentuk bulan
sabit (semilunar shadow).
nilai blood ureal nitrogen (BUN) dan hipernatremia.
Adanya asidosis metabolik dapat membantu penegakan
diagnosis.
Dari gambaran radiologi foto polos abdomen 3 posisi
didapatkan:
• Posisi supine didapatkan preperitoneal fat menghilang,
psoas line menghilang, dan kekaburan pada cavum
abdomen.
• Posisi duduk atau berdiri didapatkan free air
subdiafragma yang berbentuk bulan sabit (semilunar
shadow)
• Pada posisi left lateral decubitus didapatkan free air
intraperitoneal pada daerah perut yang paling tinggi
Teori Kasus
Penanganan di IGD
Primary Survey A (airway)
Airway untuk menilai jalan nafas, apakah Airway clear
terdapat sumbatan jalan nafas. Breathing untuk → Pertahakan airway tetap clear
menilai pernafasan melalui look, listen, feel dan
bila perlu diberikan oksigen untuk membantu B (breathing)
pernafasan. RR: 26x/menit
Circulation untuk melihat dan mengatasi → Oksigen via nasal canule 2 Liter/menit
perdarahan, menilai derajat dehidrasi dan
pemberian cairan serta pemantauan urin C (circulation)
output. Capillary Refill Time < 2 detik
T/V : cukup
Pada pasien peritonitis, dapat terjadi takikardi, TD: 110/ 60 mmHg
pulse yang lemah, kulit ekstremitas dingin dan HR: 102 x/menit, regular (takikardi)
pucat yang menandakan adanya syok. Untuk itu → Pemberian terapi cairan untuk menangani
resusitasi cairan diberikan. Bila disertai dengan dehidrasi dehidrasi ringan 3 – 5 % cc/kgBB
demam kemungkinan terjadi sepsis. Pemberian Terapi Tambahan
oksigen harus diberikan jika terjadi hipoksemia. → Inj. Ranitidine 50 mg/12 jam
Analgetik sebaiknya disediakan dalam kondisi → Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam VAS : 6
akut seperti morfin dan fentanil.
PR, laki – laki, 23 Tahun, 60 kg, 170 cm, datang ke Instalasi Gawat Darurat
Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan dengan keluhan nyeri perut
kanan bawah. Pasien didiagnosis dengan Diffuse peritonitis d/t Appendicittis
perforation. Lalu dilakukan primary survey dan secondary survey. Penanganan
awal di IGD pada pasien ini adalah: