Anda di halaman 1dari 33

Pendahuluan

• Nyeri perut akut merupakan keluhan umum pasien yang datang ke


IGD (10%). Nyeri perut akut ada yang urgent dan ada yang non
urgent, nyeri perut akut yang urgent membutuhkan waktu
penyembuhan segera (24 jam). Oleh karena itu diagnosis dini dan
pengobatan yang tepat sangatlah penting, sehingga komplikasi dapat
dicegah dan dapat memberikan prognosis yang lebih baik.
• Penyebab nyeri perut urgent : app akut, diverticulitis akut, dan
obstruksi usus
• Penyebab nyeri perut non urgent : nyeri perut non spesifik
Lanjutan …
• Keluhan nyeri perut dapat berkembang terus dari waktu ke waktu,
sehingga menyebabkan sulitnya dokter untuk mengidentifikasi secara
akurat penyebab nyeri perut tersebut.
• Penyebab yang mendasari nyeri perut akut dapat disebabkan oleh
berbagai spesialisasi yang berbeda, seperti ginekologi, penyakit
dalam, penyakit bedah, dan urologi.
• Sehingga perlu dikembangkanlah standar panduan untuk membantu
diagnosis nyeri perut akut.
Metode
• Semua literatur internasional yang tersedia pada pasien dengan nyeri perut
akut diidentifikasi dan dinilai oleh anggota kelompok pengarah multidisiplin.
• Kelompok pengarah dibentuk dengan perwakilan dari setiap masyarakat yang
berpartisipasi. Kelompok pengarah terdiri dari 2 ahli bedah, 2 ahli radiologi,
seorang internis, seorang dokter kandungan, seorang dokter darurat, dan
seorang dokter umum. Tidak ada kelompok pasien khusus yang terdiri dari
pasien dengan nyeri abdomen akut.
• Kelompok pengarah mengidentifikasi hambatan yang paling penting dan
membagi ini ke dalam bidang relevansi yang terdiri dari insiden nyeri perut
akut, diagnosis klinis, modalitas pencitraan, tes diagnostik invasif, dan
pengobatan selama jalur diagnostik.
Bidang Relevansi dari Pertanyaan Klinis
• Diajukan 12 pertanyaan klinis untuk data literatur yang akan dipakai.
• Data literatur yang relevan untuk setiap pertanyaan klinis dirangkum
dalam tabel bukti, dan sebuah kesimpulan diambil.
• Pedoman ini memberikan rekomendasi berdasarkan kesimpulan
kepustakaan bersama dengan pertimbangan berdasarkan keahlian
anggota kelompok pengarah, preferensi pasien, biaya, ketersediaan
fasilitas, dan aspek organisasi.
Penelitian
Judul dan abstrak semua artikel disaring sesuai kriteria :
-inklusi : pasien dewasa >18 tahun
-eksklusi : pasien dengan nyeri perut karena asal traumatis, kehamilan
intrauterin yang diketahui, syok hemoragik atau pasca operasi, nyeri perut
kronis, dan perdarahan gastrointestinal.
Hasil
• Terminologi & Definisi
Istilah yang paling umum digunakan adalah 'perut akut' dan 'sakit perut
akut'. Dalam pedoman ini, istilah 'nyeri perut akut' adalah sinonim dari 'perut
akut' dan didefinisikan sebagai nyeri perut non-traumatik dengan durasi
maksimum 5 hari. Nyeri perut akut dapat disebabkan oleh berbagai penyebab
yang mendasari.
Definisi nyeri perut akut: nyeri non-traumatik dengan durasi maksimum 5
hari. Nyeri perut akut dapat dibagi menjadi 2 yaitu berdasarkan penyebab
yang mendesak dan tidak mendesak sesuai dengan klasifikasi Lameris et al.
Hasil
• Diagnosis Klinis
Langkah pertama dalam jalur diagnostik adalah evaluasi klinis.
Berdasarkan riwayat medis, pemeriksaan fisik, dan parameter laboratorium,
dokter akan memutuskan apakah diperlukan penyelidikan tambahan.
Keakuratan diagnosis evaluasi klinis harus cukup tinggi untuk membenarkan
keputusan ini. Sebagian besar penelitian telah menganalisis kombinasi riwayat
medis, pemeriksaan fisik, dan parameter laboratorium, dan bukan elemen
yang terpisah.
Diagnosis didasarkan pada riwayat medis dan pemeriksaan fisik adalah 43-
59% pada pasien dengan nyeri perut. Diagnosis yang didasarkan pada riwayat
medis, pemeriksaan fisik, dan parameter laboratorium adalah 46-48% pada
pasien dengan nyeri perut.
Poin Tambah Konsultasi dengan Ginekologis
dalam Akurasi Diagnostik
Belum ada penelitian yang menganalisis pengaruh konsultasi dengan
ginekologis dalam akurasi diagnostik pada pasien perempuan dengan nyeri
abdomen akut. Berdasarkan opini steering committee dan anggota Dutch
Society of Gynaecology and Obstetrics, sebuah saran terbentuk. Konsultasi
dengan ginekologis dianjurkan bila tidak ada penjelasan non-ginekologis
bermakna terhadap nyeri abdomen pada pasien perempuan. Pelvic
Inflammatory Disease (PID), Kehamilan Ektopik Terganggu (KET), dan torsio
ovarium dianggap sebagai penyebab ginekologis urgent. Bila terdapat
kecurigaan diagnosis ginekologis urgent, konsultasi harus segera dilakukan saat
pasien datang ke IGD. Bila terdapat diagnosis ginekologis yang tidak urgent,
konsultasi bisa dilakukan di klinik rawat jalan.
Akurasi Diagnostik pada Evaluasi Ulang
Pasien Rawat Jalan di Hari Selanjutnya
• Evaluasi ulang pasien rawat jalan dengan dugaan kondisi non-urgent
setelah evaluasi klinis akan menyebabkan perubahan diagnosis (35%),
perubahan penatalaksanaan (19%), dan perubahan terapi dari
konservatif menjadi pembedahan (4,5%).
• Evaluasi ulang pasien rawat jalan dengan dugaan kondisi non-urgent
setelah evaluasi klinis dan ultrasound menyebabkan perubahan
diagnosis (18%), perubahan penatalaksanaan (13%), dan perubahan
terapi dari konservatif menjadi pembedahan (3%)
Akurasi Diagnostik Parameter Laboratorium dalam
Membedakan Kondisi Urgent dari Non-urgent
Dari banyak kondisi nyeri abdomen akut (inflamasi dan tanpa
inflamasi), nilai CRP dan HJ leukosit dapat meningkat. CRP memiliki
sensitivitas sedang (79%) dan spesifisitas rendah (64%) untuk diagnosis
urgent pada pasien dengan nyeri abdomen di IGD. Lipase dan amilase
meningkat pada 13% pasien dengan kondisi apapun selain pankreatik.
Pada 1-2% pasien, nilai lipase dan amilase meningkat > 3x nilai normal.
Sensitivitas CRP dan leukosit sangat rendah (31-41% untuk CRP > 50
mg/L dan 66-78% untuk leukosit > 10 x 109/L) untuk membedakan
kondisi urgent dari non-urgent. Spesifisitas mencapai 90% untuk CRP >
50 mg/L dan 66% untuk leukosit > 10 x 109/L.
Cont.
Untuk diagnosis urgent, CRP > 100 mg/L memiliki sensitivitas 16-23%
dan spesifisitas 75-96%, sedangkan leukosit > 15 x 109/L memiliki
sensitivitas 25-36% dan spesifisitas 76-92%. CRP > 50 mg/L bila
dikombinasikan dengan leukosit > 10 x 109/L memiliki sensitivitas 25-
76% dan spesifisitas 67-89%. CRP > 100 mg/L dikombinasikan dengan
leukosit > 15 x 109/L memiliki sensitivitas 7-14% dan spesifisitas 86-
98%.
Kesimpulan dan Rekomendasi
Akurasi diagnostik dari riwayat medis dan pemeriksaan fisik saja tidak
cukup untuk mencapai diagnosis yang tepat. Akurasi diagnostik dari
riwayat medis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium juga
tidak cukup untuk mengidentifikasi diagnosis yang benar. Namun,
akurasi diagnostik dari riwayat medis, pemeriksaan fisik, dan/atau
pemeriksaan laboratorium cukup untuk membedakan antara penyebab
urgent dan non-urgent dan menentukan pemeriksaan imaging pada
kondisi yang diduga urgent. Pasien dengan dugaan kondisi urgent tidak
perlu dirawat dan dapat kembali ke klinik rawat jalan untuk evaluasi
ulang pada hari selanjutnya.
Cont.
Berdasarkan literatur terkini, tidak ada kesimpulan yang dapat ditarik
oleh para residen dan spesialis mengenai perbedaan dalam akurasi
diagnostik. Tidak ada kesimpulan yang dapat ditarik mengenai
pengaruh konsultasi ginekologis. Komite pakar menyarankan konsultasi
ginekologis dilakukan di IGD bila terdapat kecurigaan diagnosis
ginekologis urgent. Bila dicurigai diagnosis ginekologis tidak urgent,
maka konsultasi ginekologis dapat dilakukan di klinik rawat jalan.
Cont.
Bila pasien datang dengan gejala ringan dan setelah evaluasi klinis kecurigaan
kondisi urgent rendah maka evaluasi ulang rawat jalan adalah alternatif yang
lebih baik dibandingkan pemeriksaan imaging. Pada pasien dengan kecurigaan
tinggi suatu kondisi urgent setelah evaluasi klinis maka pemeriksaan imaging
perlu dilakukan. CRP dan HJ leukosit saja tidak cukup untuk membedakan kondisi
urgent dan non-urgent. Bila secara klinis kondisi non-urgent dicurigai namun nilai
CRP > 100 mg/L atau HJ leukosit > 15 x 109/L, kecurigaan kondisi urgent
meningkat dan pemeriksaan imaging wajib dilakukan. Pertama, saat pasien
datang ke IGD, hanya CRP dan HJ leukosit yang harus diketahui. Pemeriksaan
laboratorium lain dapat diketahui berdasarkan kecurigaan terhadap diagnosis
spesifik setelah mengetahui riwayat medis dan pemeriksaan fisik.
Modalitas Imaging
Diagnosis dini dan akurat dapat memfasilitasi terapi target yang lebih
cepat dan hal ini merupakan hal yang paling penting. Beberapa
penelitian telah menunjukkan bahwa akurasi evaluasi klinis tidak cukup
untuk menegakkan diagnosis spesifik. modalitas imaging tambahan
dapat meningkatkan kepastian diagnosis. Beberapa modalitas imaging
seperti radiografi konvensional (foto polos), ultrasound, CT, dan MRI
semakin banyak digunakan setiap tahunnya.
Akurasi Diagnostik Radiografi Konvensional
(Foto Polos Thorax dan Radiografi Abdomen)
Radiografi konvensional memiliki akurasi diagnostik hingga 47-56%. Radiografi
konvensional dapat mendiagnosis penyebab dengan benar pada 47% pasien.
Radiografi konvensional tidak menambah poin penilaian klinis dalam
membedakan penyebab urgent dan non-urgent. Radiografi konvensional
menyebabkan persentase false positive dan false negative yang tinggi. Bahkan
untuk kasus spesifik seperti suspek perforasi viscus, urolithiasis, dan benda
asing tidak ada poin tambahan. Hanya pada kasus obstruksi saluran cerna
radiografi konvensional memiliki sensitivitas lebih tinggi dibanding evaluasi
klinis. Namun bagaimanapun juga, diagnosis penyebab obstruksi saluran
cerna tidak mungkin ditegakkan hanya dengan radiografi konvensional.
Akurasi Diagnostik Ultrasound
Diagnosis berdasarkan penilaian klinis dan ultrasound biasanya sesuai
dengan diagnosis akhir pada 53-83% pasien. Bila dibandingkan dengan
CT, sensitivitas dan spesifisitas ultrasound lebih rendah. Namun,
ultrasound memiliki beberapa keuntungan dibanding CT. Ultrasound
tersedia hampir dimana saja dan tidak memiliki risiko paparan radiasi
atau contrast-induced nephropatthy. Kekurangan ultrasound adalah
kemungkinan adanya variabilitas antar pemeriksa.
Akurasi Diagnostik Computed Tomography (Termasuk Penilaian
terhadap Pengaruh Berbagai Metode Administrasi Agen Kontras)

Diagnosis berdasarkan penilaian klinis dan radiografi konvensional dikombinasikan


dengan CT biasanya sesuai dengan diagnosis akhir pada 61-96% pasien. Penilaian
klinis dan CT bila dikombinasikan dapat mengidentifikasi penyebab urgent pada 89%
pasien. Belum ada penelitian yang mengevaluasi metode administrasi media kontras
(oral, rektal, enteral, intravena). CT memiliki tingkat sensitivitas dan spesifisitas
paling tinggi dari seluruh modalitas imaging. Untuk membedakan kondisi urgent dan
non-urgent, sensitivitas CT mencapai 89% dan spesifisitas 77%. Namun, CT memiliki
kekurangan besar seperti risiko contrast-induced nephropathy dan paparan radiasi.
Cont.
Steering group menyarankan penggunaan kontras intravena dibanding
metode administrasi kontras lain. Administrasi kontras oral menghambat
CT hingga beberapa jam dan metode lain kurang memiliki informasi lebih
lanjut. Penggunaan media kontras intravena dapat menyebabkan
contrast-induced nephropathy. Namun, fakta ini ada berdasarkan
penelitian dengan administrasi kontras intra-arterial. Penelitian terkini
menunjukkan bahwa risiko contrast-induced nephropathy lebih kecil bila
eGFR > 45 ml/min/1.73 m2. Tindakan preventif seperti hidrasi dapat
mengurangi risiko contrast-induced nephropathy. Dalam praktik sehari-
hari, hal ini tidak mungkin dilakukan pada setiap pasien.
Cont.
Dalam situasi urgent, mendiagnosis secara tepat penyakit penyebab
dan memulai terapi dengan segera adalah hal yang lebih penting
dibanding memikirkan kemungkinan terjadinya contrast-induced
nephropathy. Maka dari itu, CT dapat dilakukan tanpa tindakan
preventif dan tanpa pemeriksaan ultrasound terlebih dahulu pada
pasien kritis.
Akurasi Diagnostik dari Strategi CT
Kondisional
USG sebagai suatu tes tunggal memiliki akurasi diagnostik yang lebih
rendah dibanding CT. namun, USG memiliki kekurangan yang lebih
sedikit seperti risiko contrast-induced nephropathy dan paparan radiasi.
Alternatif lain adalah melakukan CT-scan setelah didapatkan hasil USG
negatif atau inconclusive. Hal ini disebut sebagai Strategi CT
Kondisional. Strategi ini dapat mengurangi penggunaan CT dan
meningkatkan akurasi diagnostik. Strategi CT Kondisional memiliki
sensitivitas hingga 94% dan spesifisitas 68%.
AKURASI DIAGNOSTIK MRI
• Belum ada penelitian yang dilakukan untuk menganalisis diagnostik nyeri
akut abdomen dengan pemeriksaan MRI.
• Penelitian terbaru telah menunjukkan bahwa MRI cukup akurat untuk
mendiagnosis apendisitis dan diverticulitis.
• Keuntungan : tidak menggunakan media kontras dan tidak ada paparan
radiasi ion.
• Kelemahan : belum tersedia secara luas dan memerlukan keahlian khusus.
• Untuk ibu hamil dengan suspek penyakit serius, MRI harus ditinjau
kembali, karena jika terjadi kesalahan diagnosis menyebabkan konsekuensi
yang serius.
KESIMPULAN DAN SARAN
• Karena kekurangan dari computed tomography, USG lebih disukai sebagai
modalitas imaging pertama. Hanya pada pasien yang sakit kritis, computed
tomography dilakukan tanpa USG sebelumnya.
• Ketika hasil USG negatif atau tidak meyakinkan, computed tomography
dapat dilakukan
• Dikarenakan kurangnya literatur saat ini, MRI tidak memiliki jalur diagnostik.
• Hanya pada wanita hamil dengan kecurigaan penyebab yang mendesak, MRI
harus pertimbangkan.
• Komite menyarankan untuk menyelesaikan pemeriksaan diagnostik dengan
imaging pada penilaian primer untuk mereka yang dicurigai diagnosis yang
mendesak, dan tidak menganjurkan pasien ini untuk dievaluasi ulang tanpa
imaging.
LAPAROSKOPI DIAGNOSTIK
• Belum ada penelitian yang menunjukan bahwa laparoskopi
menambah nilai diagnostik setelah didapatkan hasil yang tidak
meyakinkan atau negatif pada pasien dengan nyeri akut abdomen.
• Dalam populasi pasien yang dipilih dimana diagnosis belum diketahui
sebelum imaging, laparoskopi diagnostik dapat secara akurat
mendiagnosa penyebab nyeri perut pada 80 - 94% pasien.
• Komplikasi dilaporkan sekitar 3,5 - 25% pada pasien pasca operasi
dengan laparoskopi diagnostik
• Komplikasi yang dilaporkan berkisar dari komplikasi berat seperti syok
septik dan fistula enterocutaneous
KESIMPULAN DAN SARAN
• Berdasarkan literatur saat ini, tidak ada kesimpulan yang dapat
disimpulkan mengenai laparoskopi dalam diagnostik pasien dengan
nyeri akut abdomen.
• Studi tentang nilai laparoskopi diagnostik yang mempelajari populasi
pasien nyeri akut abdomen tidak mewakili praktik klinis saat ini.
• Studi-studi ini belum dilakukan imaging pra-operasi pada pasien.
• Kekurangan lain dari penelitian ini adalah bahwa laparoskopi
diagnostik itu sendiri digunakan sebagai diagnosis rujukan.
• Dalam beberapa tahun terakhir, pemeriksaan imaging memiliki
peningkatan signifikan dalam akurasi diagnostik.
• Pengobatan penyebab nyeri akut abdomen juga telah berevolusi, dan
tidak semua penyebab membutuhkan perawatan bedah lagi.
• Dibandingkan dengan pemeriksaan lain, laparoskopi diagnostik
memiliki risiko komplikasi yang lebih tinggi.
• Karena itu, laparoskopi tidak boleh digunakan untuk diagnostik pasien
ketika tidak ada imaging yang cukup sebelumnya.
• Hanya pada pasien dengan kecurigaan yang tinggi terhadap penyebab
yang mendesak dan imaging yang tidak meyakinkan, laparoskopi
diagnostik dapat dipertimbangkan
PENGARUH PENGOBATAN SELAMA MENDIAGNOSA
• Indikasi untuk pemberian antibiotik selama proses mendiagnosis
• Beberapa pasien datang ke IGD dengan nyeri akut abdomen akibat sepsis.
• Sepsis memiliki mortalitas tinggi (30-50%).
• Bagian penting dari pengobatan sepsis adalah identifikasi yang mendasari
penyebabnya.
• Penelitian sepsis menyarankan segera lakukan perawatan sepsis pada jam
pertama setelah gejala diketahui.
• Setiap jam keterlambatan dalam pemberian antibiotik menyebabkan
peningkatan 7,6% dalam kematian.
• Kultur darah harus diambil sebelum mulai pengobatan antibiotik.
PENGARUH ANALGESIK TERHADAP
PEMERIKSAAN FISIK
• Penggunaan analgesik dihindari dikarenakan menghindari masking
efek
• Penggunaan opioid tidak menurunkan akurasi dari diagnosis,
pemeriksaan fisik dan tidak mempengaruhi pengobatan lanjut
• Pengaruh NSAID belum diketahui
• 60% pasien merasa puas dengan anlgesik yang mereka konsumsi yang
ditandai dengan penurunan nilai VAS
KESIMPULAN DAN SARAN
• Jam pertama setelah didiagnosis sepsis segera beriKan antibiotik.
• Keterlambatan dalam perawatan syok septik menyebabkan
penurunan kelangsungan hidup 7,6% setiap jam dalam 6 jam
pertama.
• Pilihan antibiotik tergantung pada patogen lokal dan pedoman
nasional.
• Penggunaan opioid (analgesik) menurun intensitas rasa sakit dan
tidak mempengaruhi akurasi pemeriksaan fisik.
KESIMPULAN
• Ulasan mengenai pedoman jalur diagnostik pada pasien dengan nyeri
akut abdomen meringkas semua literatur yang tersedia.
• Pedomannya dikembangkan untuk memberikan manfaat berbasis
bukti dari pilihan diagnostik pada pasien dengan nyeri akut abdomen.
• Pedoman ini memberikan ulasan tentang semua bukti yang tersedia
dan dapat digunakan sebagai pedoman acuan untuk dokter yang
merawat pasien dengan nyeri akut abdomen.
Kesimpulan
Pedoman diagnostik untuk pasien dengan nyeri akut abdomen
dirangkum untuk memudahkan mendiagnostik. Panduan ini
dikembangkan dan difokuskan pada sistem perawatan kesehatan
Belanda. Namun demikian, pedoman ini didasarkan pada bukti
internasional terbaik yang tersedia dan karena itu berlaku untuk semua
negara maju. Pedoman ini memberikan tinjauan atas semua bukti yang
tersedia dan dapat digunakan sebagai pedoman referensi untuk dokter
yang merawat pasien dengan nyeri perut akut.
Daftar Pustaka
1. Kamin RA, Nowicki TA, Courtney DS, Powers RD: Pearls and pitfalls in the emergency department evaluation of abdominal pain. Emerg Med Clin North
Am 2003;21:61-72, vi.
2. Lameris W, van Randen A, van Es HW, van Heesewijk JP, van Ramshorst B, Bouma WH, et al: Imaging strategies for detection of urgent conditions in
patients with acute abdominal pain: diagnostic accuracy study. BMJ 2009;338:b2431.
3. Hastings RS, Powers RD: Abdominal pain in the ED: a 35 year retrospective. Am J Emerg Med 2011;29:711-716.
4. van Everdingen JJE, Burgers JS, Assendelft WJJ, Swinkels JA, van Barneveld TA, van de Klundert JLM: Evidence based richtlijn ontwikkeling. Houten, Bohn
Stafleu Van Loghum, 2004.
5. Laméris W, van Randen A, Dijkgraaf MGW, Bossuyt PMM, Stoker J, Boermeester MA: Optimization of diagnostic imaging use in patients with acute
abdominal pain (OPTIMA): design and rationale. BMC Emerg Med 2007;7:9.
6. Kraemer M, Yang Q, Ohmann C; Acute Abdominal Pain Study Group: Classification of subpopulations with a minor and a major diagnostic problem in
acute abdominal pain. Theor Surg 1993;8:6-14.
7. Hancock DM, Heptinstall M, Old JM, Lobo FX: Computer aided diagnosis of acute abdominal pain. The practical impact of a ‘theoretical exercise'. Theor
Surg 1987;2:99-105.
8. Laurell H, Hansson LE, Gunnarsson U: Diagnostic pitfalls and accuracy of diagnosis in acute abdominal pain. Scand J Gastroenterol 2006;41:1126-1131.
9. Pines J, Uscher Pines L, Hall A, Hunter J, Srinivasan R, Ghaemmaghami C: The interrater variation of ED abdominal examination findings in patients with
acute abdominal pain. Am J Emerg Med 2005;23:483-487.
10. Bjerregaard B, Brynitz S, Holst-Christensen J, Jess P, Kalaja E, Lund-Kristensen J, et al: The reliability of medical history and physical examination in
patients with acute abdominal pain. Methods Inf Med 1983;22:15-18.
11. Toorenvliet BR, Bakker RF, Flu HC, Merkus JW, Hamming JF, Breslau PJ: Standard outpatient re-evaluation for patients not admitted to the hospital after
emergency department evaluation for acute abdominal pain. World J Surg 2010;34:480-486.
12. Goransson J, Larsson A: Plasma levels of C-reactive protein in the diagnosis of acute abdominal disease. Surg Res Comm 1991;11:107-118.
13. Chi CH, Shiesh SC, Chen KW, Wu MH, Lin XZ: C-reactive protein for the evaluation of acute abdominal pain. Am J Emerg Med 1996;14:254-256.

Anda mungkin juga menyukai