MODUL GASTROINTESTINAL
Fasilitator
Tri Widodo, SKM, MPH
Kelompok 3
Anggini Tsamaratul Qolby
Finkainarae
Lini Maliqisnayanti
Ni Made Yogaswari
Widya Loviana
BAB I
PENDAHULUAN
Apendisitis akut adalah infeksi bacterial pada apendiks vermiformis.
Apendisitis akut adalah keadaan akut abdomen yang memerlukan pembedahan
segera untuk mencegah komplikasi yang lebih buruk Jika telah terjadi perforasi,
maka komplikasi dapat terjadi seperti peritonitis umum, terjadinya abses, dan
komplikasi pascaoperasi seperti fistula dan infeksi luka operasi.
Di Amerika Serikat ada penurunan jumlah kasus dari 100 kasus menjadi 52
kasus setiap 100 ribu penduduk dari tahun 1975 1991. Terdapat 15 30 persen
(30 45 persen pada wanita) gambaran histopatologi yang normal pada hasil
apendektomi. Keadaan ini menambah komplikasi pascaoperasi, seperti adhesi,
konsekuensi beban sosial-ekonomi, kehilangan jumlah hari kerja, dan
produktivitas.
Tingkat akurasi diagnosis apendisitis akut berkisar 76 92 persen.
Pemakaian laparoskopi, ultrasonografi, dan Computed Tomography Scanning
(CT-scan), adalah dalam usaha meningkatkan akurasi diagnosis apendisitis akut.
Beberapa pemeriksaan laboratorium dasar masih banyak digunakan dalam
diagnosis penunjang apendisitis akut. C-rective protein (CRP), jumlah sel
leukosit, dan hitung jenis se neutrofil (differential count) adalah petanda yang
sensitif proses inflamasi. Pemeriksaan ini sangat mudah, cepat, dan murah untuk
Rumah Sakit di daerah. CRP adalah salah satu komponen protein fase akut yang
akan meningkat 4 6 jam setelah terjadinya proses inflamasi, yang dapat dilihat
dengan melalui proses elektroforesis serum protein. Angka sensitivitas dan
spesifisitas CRP yaitu 80 - 90% dan lebih dari 90%. Pemeriksaan CRP mudah
untuk setiap Rumah Sakit didaerah, tidak memerlukan waktu yang lama (5 -10
menit), dan murah.
mampu untuk mendiskripsikan keluhan yang dialami, suatu hal yang relatif lebih
mudah pada umur dewasa. Keadaan ini menghasilkan angka apendektomi
negatif sebesar 20% dan angka perforasi sebesar 20-30% (Ramachandran,
1996).
Salah satu upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan medis ialah
membuat diagnosis yang tepat. Telah banyak dikemukakan cara untuk
menurunkan insidensi apendektomi negatif, salah satunya adalah dengan
instrumen skor Alvarado. Skor Alvarado adalah sistem skoring sederhana yang
bisa dilakukan dengan mudah, cepat dan kurang invasif . Alfredo Alvarado tahun
1986 membuat sistem skor yang didasarkan pada tiga gejala , tiga tanda dan
BAB II
PEMBAHASAN
A. APENDIKS VERMIFORMIS
Apendiks sebagai bagian dari sistem pencernaan mulai diterangkan
secara tersendiri pada awal abad 16. Adalah seorang pelukis Italia terkenal
yang bernama Leonardo da Vinci yang pertamakali menggambarkan apendiks
sebagai organ tersendiri. Pada waktu itu disebutnya orecchio yang berarti
telinga. Sebelumnya apendisitis hanya dapat dibuktikan dengan dilakukannya
bedah jenasah. Pada tahun 1736 oleh Amyand, seorang dokter bedah Inggris,
berhasil dilakukan operasi pengangkatan apendiks pada saat melakukan
operasi hernia pada anak laki-laki. Dialah yang dikenal sebagai orang yang
pertamakali melakukan operasi apendektomi .
Istilah apendisitis pertamakali digunakan oleh Reginal Fitz, 1886,
seorang profesor patologi anatomi dari Harvard, untuk menyebut proses
peradangan yang biasanya disertai ulserasi dan perforasi pada apendiks. Tiga
tahun kemudian (1889), Charles Mc Burney seorang profesor bedah dari
universitas Columbia menemukan titik nyeri tekan maksimal dengan
melakukan penekanan pada satu jari yaitu tepat di 1,5-2 inchi dari
spina
iliaca anterior superior (SIAS) yang ditarik garis lurus dari SIAS tersebut ke
umbilikus. Titik tersebut kemudian dikenal sebagai titik Mc Burney.
Anatomi dan Embriologi
panjang dan lebih tipis daripada dewasa oleh karena itu pada
peradangan akan lebih mudah mengalami perforasi. Sampai umur kurang
lebih 10 tahun, omentum mayus masih tipis, pendek dan lembut serta belum
mampu membentuk pertahanan atau pendindingan (walling off) pada
perforasi, sehingga peritonitis umum karena apendisitis akut lebih umum
terjadi pada anak-anak daripada dewasa (Raffensperger. Apendiks kekurangan
sakulasi dan mempunyai lapisan otot longitudinal, mukosanya diinfiltrasi
jaringan limfoid. Pada bayi apendiks berbentuk kerucut, lebar pada
pangkalnya dan menyempit ke arah ujung. Keadaan ini memungkinkan
menjadi sebab rendahnya kasus apendisitis pada umur tersebut , 1990).
bakteri, resiko stagnasi dari isi apendiks yang terinfeksi selalu ada. Resiko ini
akan bertambah hebat dengan adanya suatu mekanisme valvula pada pangkal
apendiks yang dikenal dengan valvula Gerlach . Dengan adanya benda-benda
asing yang terperangkap dalam lumen apendiks, posisinya yang mobil, dan
adanya kinking, bands, adhesi dan lain-lain keadaan yang menyebabkan
angulasi dari apendiks, maka keadaan akan semakin diperburuk. Banyaknya
jaringan limfoid pada dindingnya juga akan mempermudah terjadinya infeksi
pada apendiks.
Mukosa
Muskularis
Terdapat Stratum circulare (dalam) dan stratum longitudinale (luar),
stratum longitunale merupakan gabungan dari ke-3 taenia coli.
Posisi appendik :
1. Ileocecal
2. Antecaecal di depan caecum
3. Retrocaecal Intra & Retro peritoneal
4. Anteileal
5. Retroileal
6. Pelvical
Appendiks
mendapat
vaskularisasi
dari
a.Appendicularis
Simple
II.
Suppuren
III.
Ganggren
IV.
Ruptur
V.
S-S-G-R-A
Abses
B. EPIDEMIOLOGI
Sejarah apendisitis dimulai pada tahun 1827 oleh Melier yang pertama
kali menyebutkan proses inflamasi di sekum dengan typhlitis atau
perityphlitis. Sebelumnya pada tahun 1735, Claudius Amyant melakukan
apendektomi pertama kali pada saat operasi hernia inguinal. Kemudian
Reginald H dan Fitz adalah orang pertama yang memeriksa apendiks secara
histopatologi dari hasil operasi. Sejarah modern apendisitis dimulai dari
tulisan klasik Charles McBurney tahun 1889, yang dipublikasikan dalam New
York Surgical Society on Nov 13,1889. McBurney mendiskripsikan inflamasi
akut di kuadran kanan bawah biasanya disebabkan oleh apendisitis, yang
sebelumnya disebut oleh Melier dengan typhlitis atau perityphlitis
Angka mortalitas yang tinggi dari apendisitis akut mengalami
penurunan dalam beberapa dekade. Hawk et al, membandingkan kasus
apendisitis akut pada periode 1933 1937 dengan 1943 1948. Angka
mortalitas pasien apendisitis akut dengan peritonitis local menurun dari 5%
menjadi 0%. Angka mortalitas pasien apendisitis akut dengan peritonitis
umum menurun dari 40,6% menjadi 7,5%. Pada tahun 1930, 15 kasus
C. PATOFISIOLOGI APENDISITIS
Hal ini dapat dibuktikan pada pengangkatan apendiks tidak terjadi efek
pada sistem immunologi Meskipun kelainan pada apendisitis akut disebabkan
oleh infeksi bakteri, faktor yang memicu terjadinya infeksi masih belum
diketahui secara jelas. Pada apendisitis akut umumnya bakteri yang
berkembang pada lumen apendiks adalah Bacteroides fragilis dan
Escherichea colli. Kedua bakteri ini adalah flora normal usus. Bakteri ini
menginvasi mukusa, submukosa, dan muskularis, yang menyebabkan udem,
hiperemis dan kongesti local vaskuler, dan hiperplasi kelenjar limfe. Kadangkadang terjadi trombosis pada vasa dengan nekrosis dan perforasi
Beberapa penelitian tentang faktor yang berperan dalam etiologi
terjadinya apendisitis akut diantaranya: obstruksi lumen apendiks, Obstruksi
bagian distal kolon, erosi mukosa, konstipasi dan diet rendah serat Percobaan
pada binatang dan manusia menunjukkan bahwa total obstruksi pada pangkal
lumen apendiks dapat menyebabkan apendisitis. Beberapa keadaan yang
mengikuti setelah terjadi obstruksi yaitu: akumulasi cairan intraluminal,
peningkatan tekanan intraluminal, obstruksi sirkulasi vena, stasis sirkulasi
dan kongesti dinding apendiks, efusi, obstruksi arteri dan hipoksia, serta
terjadinya infeksi anaerob. Pada keadaan klinis, faktor obstruksi ditemukan
dalam 60 - 70 persen kasus. Enam puluh persen obstruksi disebabkan oleh
hiperplasi kelenjar limfe submukosa, 35% disebabkan oleh fekalit, dan 5%
disebabkan oleh faktor obstruksi yang lain. Keadaan obstruksi berakibat
terjadinya proses inflamasi Obstruksi pada bagian distal kolon akan
meningkatkan tekanan intralumen sekum, sehingga sekresi lumen apendiks
akan terhambat keluar. Arnbjornsson melaporkan prevalensi kanker
kolorektal pada usia lebih dari 40 tahun, ditemukan setelah 30 bulan
sebelumnya dilakukan apendektomi, lebih besar dibandingkan jumlah kasus
pada usia yang sama. Dia percaya bahwa kanker kolorektal ini sudah ada
sebelum dilakukan apendektomi dan menduga kanker inilah yang
meningkatkan tekanan intrasekal yang menyebabkan apendisitis
infeksi.
Namun
demikian
pengangkatan
apendiks
tidak
mempengaruhi sistem imun tubuh, sebab jaringan limfoid disini kecil jika
dibandingkan
jumlah
(Sjamsuhidayat, 1997
di
saluran
pencernaan
dan
seluruh
tubuh
Apabila fungsi omentum baik, tempat yang mengalami perforasi akan ditutup
oleh omentum, terjadilah infitrat periapendikular .
terbentuk suatu
apendisitis rekurens,
menunjukkan
tanda
inflamasi
khronis,
dan
serangan
Hal ini begitu konstan sehingga pada pemeriksaan perlu ditanyakan pada
pasien. Vomitus terjadi pada 75% kasus, umumnya hanya satu dua kali.
Umumnya ada riwayat obstipasi sebelum onset nyeri abdominal. Diare
terjadi pada beberapa pasien. Urutan kejadian symptoms mempunyai
kemaknaan diagnosis banding yang besar, lebih dari 95% apendisitis
akut, anoreksia merupakan gejala pertama, diikuti oleh nyeri abdominal
dan baru diikuti oleh vomitus, bila terjadi.
b. Signa
Tanda vital tidak berubah banyak. Peninggian temperature jarang lebih
dari 1C, frekuensi nadi normal atau sedikit meninggi. Adanya perubahan
atau peninggian yang besar berarti telah terjadi komplikasi atau diagnosis
lain perlu diperhatikan. Pasien biasanya lebih menyukai posisi supine
dengan paha kanan ditarik ke atas, karena suatu gerakan akan
meningkatkan nyeri. Nyeri kuadran kanan bawah secara klasik ada bila
apendiks yang meradang terletak di anterior. Nyeri tekan sering maksimal
pada atau dekat titik yang oleh McBurney dinyatakan sebagai terletak
secara pasti antara 1,5 2 inchi dari spina iliaca anterior pada garis lurus
yang ditarik dari spina ini ke umbilicus. Adanya iritasi peritoneal
ditunjukkan oleh adanya nyeri lepas tekan dan Rovsings sign. Adanya
hiperestesi pada daerah yang diinervasi oleh n. spinalis T10, T11, T12 ,
meskipun bukan penyerta yang konstan adalah sering pada apendisitis
akut. Tahan muskuler terhadap palpasi abdomen sejajar dengan derajat
proses peradangan, yang pada awalnya terjadi secara volunteer seiring
dengan peningkatan iritasi peritoneal terjadi peningkatan spamus otot,
sehingga kemudian terjadi secara involunter. Iritasi muskuler ditunjukkan
oleh adanya psoas sign dan obturator sign.
Aktif
Pasif
Pada anak kecil atau anak yang iritabel sangat sulit untuk diperiksa,
maka anak dimasukkan ke rumah sakit dan diberikan sedatif non narkotik
ringan, seperti pentobarbital (2,5 mg/kg) secara suppositoria rektal. Setelah
anak tenang, biasanya setelah satu jam dilakukan pemeriksaan abdomen
kembali. Sedatif sangat membantu untuk melemaskan otot dinding abdomen
sehingga memudahkan penilaian keadaan intraperitoneal.
2.
3.
b.
c.
d.
e.
Distensi
Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium masih merupakan bagian penting untuk
menilai awal keluhan nyeri kwadran kanan bawah dalam menegakkan
diagnosis apendisitis akut. Pada pasien dengan apendisitis akut, 70-90%
hasil laboratorium nilai leukosit dan neutrofil akan meningkat,
walaupun hal ini bukan hasil yang karakteristik. Penyakit infeksi pada
pelvis terutama pada wanita akan memberikan gambaran laborotorium
yang terkadang sulit dibedakan dengan apendisitis akut Pemeriksaan
berbagai
bentuk
fagosit
(lekosit
Kalau sudah terjadi peritonitis yang biasanya disertai dengan kantongkantong pus, maka akan tampak udara yang tersebar tidak merata dan
usus-usus yang sebagian distensi dan mungkin tampak cairan bebas,
gambaran lemak preperitoneal menghilang, pengkaburan psoas
shadow. Walaupun terjadi ileus paralitik tetapi mungkin terlihat pada
beberapa tempat adanya permukaan cairan udara (air-fluid level) yang
menunjukkan adanya obstruksi (Raffensperger, 1990; Mantu, 1994).
Foto x-ray abdomen dapat mendeteksi adanya fecalith (kotoran yang
mengeras dan terkalsifikasi, berukuran sebesar kacang polong yang
menyumbat
pembukaan
appendik)
yang
dapat
menyebabkan
3. Ultrasonografi
Ultrasonografi telah banyak digunakan untuk diagnosis apendisitis akut
maupun apendisitis
tidak
terlihatnya
apendiks
selama
ultrasound
tidak
kemungkinan
appendik. Hasil usg yang tidak spesifik meliputi adanya dilatasi usus,
udara bebas, atau ileus. Hasil usg dikatakan kemungkinan appaendik
jika ada pernyataan curiga atau jika ditemukan dilatasi appendik di
daerah fossa iliaka kanan, atau dimana usg di konfermasikan dengan
gejala klinik dimana kecurigaan appendisitis.
keadaan
normal
apendiks,
jarang
tervisualisasi
dengan
tinggi yaitu 90 100% dan 96 97%, serta akurasi 94 100%. CtScan sangat baik untuk mendeteksi apendiks dengan abses atau
flegmon
Perbandingan pemeriksaan penunjanng apendisitis akut:
Sensi
Ultrasonografi
CT-Scan
85%
90 - 100%
92%
95 - 97%
90 - 94%
94 - 100%
Aman
Lebih akurat
Mengidentifikasi
tivita
s
Spesi
fisita
s
Akur
asi
Keun
tunga
n
abses
flegmon
dan
lebih
baik
Dapat
kelainan
mendignosis
lain
pada
wanita
Mengidentifikasi
apendiks normal
lebih baik
Tergantung operator
Mahal
Radiasi ion
Nyeri
Kontras
gian
Sulit di RS daerah
Sulit di RS daerah
Pada pasien yang tidak hamil, CT-scan pada daerah appendik sangat
berguna untuk mendiagnosis appendisitis dan abses periappendikular
sekaligus menyingkirkan adanya penyakit lain dalam rongga perut dan
pelvis yang menyerupai appendisitis.
5. Laparoskopi (Laparoscopy)
Meskipun laparoskopi mulai ada sejak awal abad 20, namun
penggunaanya untuk kelainan intraabdominal baru berkembang
sejak tahun 1970-an. Dibidang bedah, laparoskopi dapat berfungsi
sebagai alat diagnostik dan terapi. Disamping dapat mendiagnosis
apendisitis secara langsung, laparoskopi juga dapat digenakan
untuk melihat keadaan organ intraabdomen lainnya. Hal ini sangat
bermanfaat terutama pada pasien wanita. Pada apendisitis akut
laparoskopi diagnostik biasanya dilanjutkan dengan apendektomi
laparoskopi
6. Histopatologi
Pemeriksaan histopatologi adalah standar emas (gold standard) untuk
diagnosis apendisitis akut. Ada beberapa perbedaan pendapat mengenai
gambaran histopatologi apendisitis akut. Perbedaan ini didasarkan pada
kenyataan bahwa belum adanya kriteria gambaran histopatologi
apendisitis akut secara universal dan tidak ada gambaran histopatologi
apendisitis akut pada orang yang tidak dilakukan opersi Riber et al,
pernah meneliti variasi diagnosis histopatologi apendisitis akut.
Hasilnya adlah perlu adanya komunikasi antara ahli patologi dan antara
ahli patologi dengan ahli bedahnya.
2. Emigrasi neutrofi
Emigrasi neutrofil dimulai dengan menempelnya sel ini pada
permukaaan endotel. Sel PMN tampak dominan menempel pada
permukaan endotel. Emigrasi sel neutrofil pada area inflamasi
disebabkan adanya faktor kemotatik. Keterlibatan proses immunkompleks dalam proses awal inflamasi, menyebabkan faktor kemotaktik
mengaktivasi komplemen C5a. Komplemen C5a ini kemudiaan
menyebabkan sel PMN tertarik ke area inflamasi. Produk bakteri juga
bersifat kemotaktik terhadap sel PMN. Intensitas dan durasi emigrasi
sel PMN biasanya dalam 24-48 jam, tergantung faktor kemotaktik pada
area inflamasi
4. Pproliferasi seluler.
Proses ini diawali dengan proliferasi fibroblas yang dimulai dalam 18
jam dan mencapai puncaknya 48 sampai 72 jam. Fibroblas
mengeluarkan acidic mukopolysaccharides yang menetralisis afek
beberapa mediator kimiawi. Pada akhir proses ini diharapkan
kembalinya fungsi area yang terkena inflamasi, namun dalam beberapa
keadaan, proses ini berakhir dengan terbentuknya abses dan granuloma.
G. PENATALAKSANAAN APENDISITIS
Appendiktomi
Cito akut, abses & perforasi
Elektif kronik
Bila diagnosis klinis sudah jelas maka tindakan paling tepat adalah
apendektomi dan merupakan satu-satunya pilihan yang terbaik.
Penundaan
apendektomi
sambil
memberikan
antibiotik
dapat
mengoreksi dehidrasi
apendektomi
yang
dicapai
6.
MOI
melalui
laparotomi
2. Sub cutis
7.
M. Transversus
3. Fascia Scarfa
8.
Fascia transversalis
4. Fascia Camfer
9.
Pre Peritoneum
5. Aponeurosis MOE
10. Peritoneum
APPENDECTOMY
: Appendictomi Chaud
Indikasi
Appendisitis Akut
Appendisitis kronis
Appendisitis perforata
Incisi Transversal
Prosedur Appendektomi
Antegrade Appendictomy
perut.
Retrograde Appendictomy
Setelah
caecum
keluar
appendiks
sukar
dikeluarkan,
H. KOMPLIKASI
Bila tidak ditangani dengan baik maka apendisitis akut dapat mengalami
perforasi dan berlanjut menjadi peritonitis lokal maupun umum.
Komplikasi yang paling sering terjadi adalah perforasi baik berupa perforasi
bebas maupun perforasi pada bagian apendiks yang telah mengalami
pendindingan (Walling off) sehingga berupa massa yang terdiri dari
kumpulan mesoapendiks, apendiks, sekum dan lengkung usus yang disebut
sebagai massa periapendikuler Pada anak sering terjadi perforasi bebas, hal
ini disebabkan oleh:
Terjadinya
massa
periapendikuler
bila
apendisitis
gangrenosa
atau
Komplikasi Lain :
Nekrosis dinding appendiks
Perforasi dinding appendiks pus keluar masuk cavum peritonii
General peritonitis
Periappendikular infiltrat / Phlegmon / Mass
Appendiks yang mengalami perforasi(mikroperforasi) segera ditutup
(walling of) oleh omentum dan usus halus gumpalan massa
rdangberlanjut mjd:Periappendicular abses
Sepsis
Appendisitis kronis
I. SKOR ALVARADO
Diagnosis apendisitis akut pada anak tidak mudah ditegakkan hanya
berdasarkan gambaran klinis, hal ini disebabkan sulitnya komunikasi antara
anak, orang tua dan dokter. Anak belum mampu untuk mendiskripsikan
keluhan yang dialami, suatu hal yang relatif lebih mudah pada umur dewasa.
Keadaan ini menghasilkan angka apendektomi negatif sebesar 20% dan angka
perforasi sebesar 20-30% (Ramachandran, 1996). Salah satu upaya
meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan medis ialah membuat
diagnosis yang tepat. Telah banyak dikemukakan cara untuk menurunkan
insidensi apendektomi negatif, salah satunya adalah dengan instrumen skor
Alvarado.
Skor Alvarado adalah sistem skoring sederhana yang bisa dilakukan
dengan mudah, cepat dan kurang invasif (Seleem; Amri dan Bermansyah,
1997). Alfredo Alvarado tahun 1986 membuat sistem skor yang didasarkan
pada tiga gejala , tiga tanda dan dua temuan laboratorium.
Klasifikasi ini berdasarkan pada temuan pra operasi dan untuk menilai derajat
keparahan apendisitis. Dalam sistem skor Alvarado ini menggunakan faktor
risiko meliputi migrasi nyeri, anoreksia, nausea dan atau vomitus, nyeri tekan
di abdomen kuadran kanan bawah, nyeri lepas tekan , temperatur lebih dari
37,20C, lekositosis dan netrofil lebih dari 75%. Nyeri tekan kuadran kanan
bawah dan lekositosis mempunyai nilai 2 dan keenam sisanya masing-masing
mempunyai nilai 1, sehingga kedelapan faktor ini memberikan jumlah skor 10
(Alvarado, 1986; Rice, 1999).
Skor Alvarado
Faktor Risiko
Skoring
~ migrasi nyeri
~ anoreksia
Tanda
~
nyeri
kuadran
kanan bawah
~ nyeri lepas tekan
~
temperatur
1
>
37,20C
Laboratorium
10.000
~ persentase netrofil
> 75%
Skor
Nyeri berpindah
Anoreksia
Mual-muntah
Nyeri lepas
Total skor:
10
ALVARADO SCORE
Vomitus/nausea
Nilai :
< 4 kronis
Anoreksia
4 7 ragu2
NT Mc Burney
> 7 akut
Nyeri lepas
Nyeri alih
Segmen > 70
Nilai
10
J. DIAGNOSIS BANDING
Pada keadaan tertentu beberapa penyakit dipertimbangkan sebagai diagnosis
banding, diantaranya adalah berasal dari saluran pencernaan seperti
gastroenteritis, ileitis terminale, tifoid, divertikulitis meckel tanpa perdarahan,
intususepsi dan konstipasi. Gangguan alat kelamin perempuan termasuk
Cholecystitis akut
Divertikel Mackelli
Merupakan suatu penonjolan keluar kantong kecil pada usus halus
yang biasanya berlokasi di kuadran kanan bawah dekat dengan
appendik. Divertikulum dapat mengalami inflamasi dan bahkan
perforasi ( robek atau ruptur). Jika terjadi inflamasi atau perforasi,
harus ditangani dengan pembedahan.
Enterirtis regional
Pankreatitis
Kelainan Urologi
Batu ureter
Cystitis
Kelainan Obs-gyn
Penyakit peradangan panggul. Tuba falopi kanan dan ovarium terletak dekat
appendik. Wanita yang aktif secara seksual dapat mengalami infeksi yang
melibatkan tuba falopi dan ovarium. Biasanya terapi antibiotik sudah cukup,
dan pembedahan untuk mengangkat tuba dan ovarium tidak perlu.
K. PROGNOSIS
Kebanyakan pasien setelah operasi appendiktomi sembuh spontan tanpa
penyulit, namun komplikasi dapat terjadi apabila adanya pengobatan tertunda
atau telah terjadi peritonitis/peradangan didalam rongga perut. Cepat
lambatnya penyembuhan setelah operasi usus buntu tergantung pada usia
pasien, kondisi, keadaan umum pasien, penyakit penyerta misalnya seperti
diabetes melitus, komplikasi dan keadaan lainnya yang biasa sembuh antara
10-28 hari.
BAB III
KESIMPULAN
Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks. Etiologi
terbanyak disebabkan oleh adanya fekalit. Diagnose ditegakkan berdasarkan
anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yaitu Tanda awal
nyeri mulai di epigastrium atau region umbilikalis disertai mual dan anoreksia.
Nyeri pindah ke kanan bawah menunjukkan tanda rangsangan peritoneum local
dititik McBurney: Nyeri tekan, Nyeri lepas dan Defans muskuler Nyeri
rangsangan peritoneum tidak langsung: Nyeri kanan bawah pada tekanan kiri
(rovsing sign), Nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepaskan
(Blumberg sign), Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak, seperti bernafas
dalam, berjalan, batuk, mengedan.
DAFTAR PUSTAKA
Tanto, Chris.,Liwang, Frans.,et all. Kapita Selekta Kedokteran. Ed 4. Jakarta :
Penerbit Media Aesculapius. 2014.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31374/4/Chapter%20II.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31374/4/Chapter%20II.pdf