Anda di halaman 1dari 4

Minggu, 16 November 2014

Filsafat Politik : Critical Review (contoh)


minna-san ! aku mau berbagi contoh critical review
semoga bermanfaat :)

Tulisan ini berbentuk critical review dari buku Filsafat Politik Antara Barat Dan
Islam yang ditulis oleh Dr. Ali Abdul Mu’ti Muhammad yang diterbitkan oleh CV. Pustaka
Setia Bandung, pada tahun 2010. Isi buku ini sebanyak 471 halaman yang terdiri dari 15
BAB dengan dua pembahasan yang berbeda, yaitu 5 BAB untuk pembahasan filsafat politik
di dunia barat dan 10 BAB untuk pembahasan filsafat politik di dunia islam.

Buku yang berjudul Filsafat Politik Antara Barat dan Islam ini, secara garis besar
memperlihatkan bahwa dalam memperdalam ilmu politik kita tentunya harus beranjak dari
sejarah teori politik masa lalu, yang artinya ada keterkaitan ke belakang yaitu ke zaman kuno,
ke sebuah bangsa yang pemikirannya dimulai sejak berabad-abad lalu. Zaman kuno itu kita
kenal dengan yunani dan romawi dan daerah barat lainnya dengan para pemikir-pemikir yang
terkenal yang banyak berpandangan tentang bentuk pemerintahan yang baik dan buruk dan
dalam buku ini menyinggung pula dasar-dasar pemikiran politik di dunia islam yang tidak
terdapat di dunia barat. Dimana pandangan-pandangan para pemikir tersebut sangat
berkontribusi dalam perpolitikan masa kini atau kontemporer.
Yunani dikenal dengan masyarakatnya yang sudah berpikir tentang kebebasan. Dua
negara-kota di Yunani yang terkenal yaitu Sparta dan Athena. Untuk menemukan dasar
pemikiran politik menurut Yunani, kita harus mendalami lebih jauh filsafat politik Plato dan
Aristoteles. Keduanya kerap bertentangan pandangan, salah satunya adalah jika Plato
berpendapat bahwa keburukan dan konflik ada seiring dengan dibangunnya keluarga dan
kepemilikan. Sedangkan menurut Aristoteles keluarga adalah sel pertama dalam bangunan
sebuah masyarakat. Bahkan, keluarga adalah masyarakat yang pertama. Aristoteles pun
mengkritik pendapat Plato tentang kepemilikan bersama terhadap wanita dan harta. Didalam
bab ini, penulis sangat rapih dan detail dalam menjelaskan perbedaan pandangan antara
Aristoteles dengan Plato yang menambah khazanah keilmuan politik. Dengan kesimpulan
yang jelas yaitu Plato dalam pemikiran politiknya bersandar pada pendekatan rasional, tetapi
ia tetap tidak mengabaikan kejadian-kejadian sejarah. Sedangkan Aristoteles bersandar pada
pendekatan sejarah, tetapi ia tetap tidak mengabaikan kecerdasan akal.
Di masa Romawi, terdapat dua Filsuf yaitu Polybius dan Cicero. Penulis
menyimpulkan bahwa polybius menegaskan apa yang telah dijelaskan oleh Aristoteles
tentang pemerintahan baik yang beralih menjadi pemerintahan buruk. Namun, Polybius
menegaskan bahwa mengambil salah satu bentuk pemerintahan yang dijelaskan Aristoteles
tidaklah cukup. Maka dari itu, yang harus dilakukan adalah mengambil sisi-sisi baik dari
masing-masing dan menggabungkannya dalam sebuah konstitusi campuran. Polybius
memberikan banyak pengaruh terhadap pemikiran Cicero, ia senada dengan Polybius tentang
konstitusi campuran.
Pada abad pertengahan, agama kristen memberikan pengaruh terhadap arah politik
yang menguasai imperium Romawi. Hal itu dilakukan karena bersifat politik, Konstantin saat
itu membutuhkan dukungan gereja, para pendeta dan orang-orang kristen untuk memperkuat
negara. Pemikir politik pada abad pertengahan Kristen ini ada St. Augustinus, John of
Salisbury, St. Thomas Aquinas, dan Dante. Jhon terkenal dengan uraiannya yang
menjelaskan bahwa kekuasaan spiritual berada di atas kekuatan duniawi. Ia ingin
menunjukkan ketundukan kekuasaan dunia terhadap kekuasaan gereja. Hal yang berbeda
diungkapkan oleh Dante, Ia memandang bahwa kekuasaan pemimpin monarki bersumber
dari Allah tanpa perantara paus, pastor, uskup atau pendeta. Oleh karena itu, negara tidak
perlu tunduk pada gereja dan tokoh-tokohnya.
Setelah zaman kegelapan pada abad pertengahan maka muncullah Zaman Renaisans.
Zaman ini merupakan zaman pencerahan di Eropa. Konsep politik Machiavelli yang
merupakan pemikir politik pada masa itu bahwasannya telah memisahkan ilmu politik
dengan ajaran moral. Karena Ia tidak percaya bahwa politik itu terbentuk dari ajaran moral.
Bahkan, Ia berpendapat sebaliknya, moral adalah suatu nilai yang lahir dari kebijakan politik.
Saya sependapat dengan penulis bahwa sebuah negara adakalanya berdiri di atas prinsip-
prinsip moral dan agama, adakalanya pula tidak berdiri di atas prinsip-prinsip itu, yang
karenanya negata diatur sesuai dengan kebijakan politik yang sesuai dengan prinsip
kemanusiaan semata. Machiavelli juga memisahkan agama dan politik atau kita kenal dengan
sekuleritas. Marthin Luther menegaskan bahwa rakyat wajib melaksanakan perintah-perintah
pimpinan, baik mereka itu orang Kristen atau bukan.
Pemikir Filsafat Politik Pada Zaman Modern Dan Kontemporer ada beberapa pemikir
yaitu Thomas Hobbes, Jhon Locke, Montesquieu, Rousseau, Burke, Thomas Paine,
Immanuel Kant, Hegel, dan Karl Mark. Pemikiran filsafat politik yang baru ini berkisar pada
tiga perdebatan penting, yakni kebebasan, kedaulatan dan kontrak sosial. Kebebasan yang
hakiki dan dilindungi oleh undang-undang diperkenalkan oleh Hobbes. Kebebasan sebagai
titipan Tuhan dalam hati manusia merupakan pandangan dari Rousseu, Ia lebih
mengutamakan kebebasan umum daripada pribadi. Sama halnya dengan John Locke
menjelaskan kebebasan merupakan salah satu sifat manusia yang harus dijaga, dicari, dan
dilestarikan secara terus-menerus. Sedangkan burke memberikan kebebasan kepada
pemimpin monarki, bukan kepada rakyat. Locke mengemukakan pentingnya pemisahan
kekuasaan legislatif, eksekutif, dan federasi. Montesquieu menangkap teori ini dan
mengembangkannya. Sebagaimana Locke, Montesquieu memandang pentingnya pemisahan
kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif sebagai jaminan untuk merealisasikan
kedaulatan rakyat agar sampai pada tujuan-tujuan tanpa tekanan dari pemerintah.
Pembahasan selanjutnya adalah Pembahasan Filsafat Politik di dunia Islam. Beberapa
filosop dari Islam adalah Ibnu Abi Rabi’, Al-Farabi, Al-Mawardi, Ibnu Taimiyah, Ibnu
Khaldun. Negara islam muncul pertama kalinya di Madinah. Negara Islam ini berdiri di
bawah kepemimpinan Rasulullah SAW selama 10 tahun. Ia menangani urusan-urusan
penting negara. Ia pun menangani urusan-urusan pengadilan, militer, dan administrasi. Itu
adalah otoritas atau mandat yang diberikan Tuhan kepadanya. Musyawarah adalah sistem
yang diperkenalkan negara Islam. Adanya musyawarah ini menggambarkan keberadaan
demokrasi. Sebenarnya, demokrasi Islam telah tegak di atas dasar sistem musyawarah ini.
Indikasinya Islam mengakui adanya pertanggungjawaban individual, menjadikan hak-hak
umum sebagai sesuatu yang sama di antara manusia, dan menguatkan solideritas antar rakyat
meskipun berbeda-beda kelas sosialnya.
Islam menyamakan antara wanita dan pria hampir dalam semua hak dan memandang
sama antara kulit putih dan kulit hitam. Setelah kepergian Rasulullah terjadi perpecahan
bangsa arab. Pada zaman Muawiyah tidak lagi menjunjung nilai musyawarah, tetapi sudah
menerapkan sistem monarki dan memberikan kekuasaan sebebas-bebasnya kepada gubernur.
Berbeda dengan Muawiyah daulah abbasiyah menganut sistem sentralisasi, yakni berpusat di
tangan khalifah. Dengan demikian para gubernur tidak memiliki kekuasaan absolut.
Pemikir politik islam pertama adalah Ibnu Rabi’. Beliau berpendapat bahwa watak
manusia cenderung untuk bermasyarakat, yakni manusia adalah makhluk sosial dan
berbudaya. Pendapat ini dikemukakan pula oleh Aristoteles. Beliaupun sependapat dengat
Plato tentang yang memimpin manusia haruslah yang paling baik. dalam pembahasan ini
penulis dengan jelas membantah para pemikir barat yang memandang bahwa orang Islam
tidak mempunyai pandangan yang jelas tentang pemikiran politik. Penulispun dengan detail
menjelaskan kelebihan Arab dan orang-orang Islam atas eropa.
Ibnu Taimiyah menekankan pentingnya membangun politik di atas landasan agama.
Ibu Taimiyah adalah saksi hidup bagi kerusakan dan kehancuran daulah Islamiyah akibat
penyerbuan bangsa Tartar dan Pasukan Salib. Ia beperndapat bahwa kerusakan dapat diatasi
apabila umat Islam kembali pada kitab Allah dan As-Sunnah Rasulullah. Alasan tentang
perlunya pemerintah menurut Ibnu Taimiyah adalah karena Allah memerintahkanamr ma’ruf
dan nahy munkar. Tugas tersebut tidak mungkin dilaksanakan tanpa kekuatan atau kekuasaan
dan pemerintahan. Sependapat dengan Plato, Ibnu Taimiyah memberikan alasan yang sama
bahwa perlunya penyelenggaraan pemerintahan adalah karena manusia tidak bisa memenuhi
kebutuhannya sendiri. Selanjutnya filsuf terkenal di dunia Islam adalah Al-Faribi. Ia
sependapat dengan plato bahwa tidak memandang keluarga sebagai mata rantai pertama bagi
masyarakat. Ia sangat serius memperbincangkan dunia secara keseluruhan dan Ia pun
berbicara tentang bangsa dan kota yang dinilainya sebagai masyarakat kecil yang sempurna.
Ibnu Khaldun berpendapat bahwa masyarakat nomad lebih berani dari masyarakat
kota, karena masyarakat nomad bergantung pada ‘ashabiyah (solideritas kelompok). Rasa
solider inilah yang mengikat kesatuan masyarakat nomad dan membuat musuh gentar.
Beberapa pemikir politik islam pada zaman modern dan kontemporer yaitu Syekh
Muhammad Abduh, Muhammad Iqbal, Ali Abdur Raziq dan Khalid Muhammad Khalid.
Syekh Muhammad Abduh berpegang teguh pada prinsip musyawarah dan pentingnya
meletakkan sistem pemerintahan Islam di atas prinsip yang melahirkan demokrasi atau
kemerdekaan ini. Muhammad Iqbal tidak setuju dengan pemisahan agama dari negara,
sedangkan Ali Abdur Raziq menyerukan pemisahan agama dari negara. Khalid menegaskan
bahwa Islam adalah sebuah agama, bukan negara. Agama sama sekali tidak membutuhkan
negara. Hanya saja, agama menerangi jalan kita menuju Allah dan agama bukanlah kekuatan
politik.
Dalam buku ini, penulis telah memaparkan penjelasan dengan cukup baik, karena
pembahasan telah dibagi menjadi dua yaitu pembahasan filsafat politik di dunia barat dan di
dunia Islam. Walau dipisah, dalam pembahasan filsafat politik di dunia barat banyak
disisipkan dengan kalimat-kalimat dalam bahasa Arab yang dicetak miring. Di pembahasan
filsafat politik di dunia Islam penulis sangat dengan jelas dan detail dalam membahas dari
zaman Rasulullah sampai modern atau kontemporer dan penulis sangat kritis, hal itu dapat
dilihat dari bantahannya terhadap pemikiran barat yang menganggap bahwa Islam tidak
memiliki pengaruh apapun terhadap filsafat politik.
Saya sependapat dengan Muhammad Iqbal yang menyatakan tidak setuju pemisahan
antara agama dan negara. Karena pada dasarnya agama atau Islam telah mengatur segala
aspek kehidupan salah satunya adalah perpolitikan. Untuk Indonesia, tidak mungkin agama
atau Islam dan negara menyatu. Karena Indonesia telah menyatakan sebagai negara
berketuhanan bukan negara Islam. Indonesia memang bukan negara Islam tetapi Indonesia
masih dapat menjalankan pemerintahan yang bernafas islam walau tidak secara keseluruhan
karena Indonesia adalah negara dengan beragam agama, budaya, ras dan suku.
Secara keseluruhan Buku ini sudah baik, karena sumber ditulis rapih dengan catatan
kaki yang tersedia. Sehingga pembaca mengetahui sumber informasi yang ada didalam buku
berasal dari mana. Ditambah dengan banyaknya Ayat Al-Quran yang menegaskan suatu
pembahasan. Buku ini akan sangat berguna bagi mahasiswa yang sedang menempuh kuliah
pada studi administrasi negara, dan khususnya kepada reviwer yang sedang menempuh mata
kuliah Filsafat Politik akan dapat menambah wawasan serta memberikan suatu wacana baru
terhadap sejarah perpolitikan dari zaman kuno sampai modern.

Anda mungkin juga menyukai