Anda di halaman 1dari 6

INDAH KARTIKA ZULFA

1507116538
TEKNIK LINGKUNGAN 15 B
TUGAS TPAM

PERBEDAAN KEPMENKES RI NO 907/MENKES/SK/VII/2002 (SYARAT – SYARAT


DAN PENGAWASAN KUALITAS AIR MINUM) DENGAN PERMENKES RI NO
492/MENKES/PER/IV/2010 ( PERSYARATAN KUALITAS AIR MINUM)

A. Segi Sistematika Penulisan


Permenkes Nomor 492 Tahun 2010 ditulis lebih ringkas dengan menempatkan detail tata
laksana pengawasan kualitas air minum dengan Permenkes tersendiri, yaitu Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 736/MENKES/PER/VI/2010 tentang Tata Laksana
Pengawasan Kualitas Air Minum.

B. Segi Tujuan
Tujuan dari ditentukannnya syarat-syarat air minum yang dikonsumsi masyarakat pada
Kepmenkes Nomor 907 Tahun 2002 adalah untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Namun, pada Permenkes Nomor 492 Tahun 2010 tujuannya agar air yang dikonsumsi
masyarakat tidak menimbulkan gangguan kesehatan.

C. Segi Pelaksanaan Pengawasan


Pada Kepmenkes RI No 907/MENKES/SK/VII/2002 (tentang syarat – syarat dan
pengawasan kualitas air minum), mengenai pengawasan kualitas air minum dilaksanakan oleh
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melalui kegiatan:

 Inspeksi sanitasi dan pengambilan sampel air termasuk air pada sumber air baku, proses
produksi, jaringan distribusi, air minum isi ulang dan air minum dalam kemasan.
 Pemeriksaan kualitas air dilakukan di tempat/di lapangan dan atau di laboratorium.
 Analisis hasil pemeriksaan laboratorium dan pengamatan lapangan.
 Memberi rekomendasi untuk mengatasi masalah yang ditemui dari hasil kegiatan a, b, c
yang ditujukan kepada pengelola penyediaan air minum.
 Tindak lanjut upaya penanggulangan/perbaikan dilakukan oleh pengelola penyedia air
minum.
 Penyuluhan kepada masyarakat.

Hasil dari pengawasan wajib dilaporkan secara berkala oleh Kepala Dinas kepada
Bupati/Wali Kota. Dalam pelaksanaan pengawasan kualitas air minum, Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dapat menentukan parameter kualitas air yang akan diperiksa, sesuai dengan
kebutuhan dan kondisi daerah tangkapan air, instalasi pengolahan air dan jaringan perpipaan.
Sedangkan pada Permenkes RI No 492/MENKES/PER/IV/2010 ( tentang persyaratan
kualitas air minum), pengawasan kualitas air minum dilakukan secara eksternal dan internal.
Dimana pengawasan air secara eksternal merupakan pengawasan yang dilakukan oleh Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota atau oleh KKP khusus untuk wilayah kerja KKP dan pengawasan air
minum secara internal merupakan pengawasan yang dilaksanakan oleh penyelenggara air minum
untuk menjamin kualitas air minum yang diproduksi memenuhi syarat sebagaimana diatur
didalam Permenkes RI No 492/MENKES/PER/IV/2010.

Pada Kepmenkes RI No 907/MENKES/SK/VII/2002 pembinaan teknis terhadap segala


kegiatan yang berhubungan dengan penyelenggaraan persyaratan kualitas air minum hanya
dilakukan oleh Menteri Kesehatan, sedangkan pada Permenkes RI No
492/MENKES/PER/IV/2010 pembinaan dan pegawasan dilakukan oleh Menteri, Kepala BPOM,
Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.Pada
pelaksanaan pengawasan, Kepmenkes Nomor 907 Tahun 2002 dimana pada bagian kedua pasal
10 dicantumkan Kegiatan pengawasan kualitas air minum meliputi Inspeksi Sanitasi, disamping
Pengambilan, Pengjian, dan analisis sampel air minum di laboratorium.

Pada Permenkes Nomor 492 Tahun 2010 ini, kegiatan inspeksi sanitasi diuraikan lebih
detail dalam lampiran tersendiri. Hal yang baru lain adalah pencantuman sasaran Inspeksi
sanitasi pada Depot Air Minum (pada Kepmenkes 907 Tahun 2002, masih disebut sebagai Isi
Ulang), serta Tupoksi Pengawasan Kualitas Air Minum yang harus dilakukan oleh BTKLPPL
(Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pencegahan Penyakit Menular).

D. Segi Yang Mengelola Penyediaan Air Minum


Pada Kepmenkes Nomor 907 Tahun 2002 yang mengelola penyediaan air minum adalah
Badan Usaha yang mengelola air minum untuk keperluan masyarakat. Sedangkan pada Tahun
Permenkes Nomor 492 Tahun 2010 yang menyelenggarakan air minum adalah badan usaha
milik negara/badan usaha milik daerah, koperasi, badan usah swasta, usaha perorangan,
kelompok masyarakat dan/ atau individual yang melakukan penyelenggaraan penyediaan air
minum.

Pada Kepmenkes Nomor 907 Tahun 2002 dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten
/Kota, sedangkan pada Permenkes Nomor 492 Tahun 2010 kualitas air minum dilakukan
pengawasan secara eksternal dan secara internal. Pengawasan kualitas air minum secara
eksternal merupakam pengasan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau oleh
KKP khusus untuk wilayah kerja KKP, sedangkan secara internal oleh penyelenggara air minum

E. Segi Parameter
Kepmenkes Nomor 907 Tahun 2002 Tentang Syarat – Syarat Pengawasan Kualitas Air
Minum dilengkapi dengan tata cara pelaksanaan kualitas air minum dan pengawasan internal
kualitas air oleh pengelola air minum. Parameter pada persyaratan kualitas air minum dibedakan
menjadi :
1. Bakteriologis
2. Kimia
a) Bahan Organik yang memiliki pengaruh langsung terhadap kesehatan
b) Bahan Organik yang kemungkinan menimbulkan keluhan pada konsumen
c) Bahan An Organik yang memiliki pengaruh langsung terhadap kesehatan
d) Bahan An Organik yang kemungkinan menimbulkan keluhan pada konsumen
3. Radioaktivitas
4. Fisik

Permenkes Nomor 492 Tahun 2010 Tentang Persyaratan Kualitas Air Minum
Parameter pada persyaratan kualitas air minum permenkes nomor 492 Tahun 2010
dibedakan menjadi 2 parameter yaitu parameter wajib dan parameter tambahan.
1. Parameter wajib meliputi:
a) Parameter yang berhubungan langsung dengan kesehatan yaitu parameter mikrobiologi
dan kimia anorganik.
b) Parameter yang tidak berhubungan langsung dengan kesehatan yaitu parameter fisik dan
kimiawi.
2. Parameter tambahan meliputi:
a) Parameter kimiawi yaitu:
a. Bahan organik
b. Bahan anorganik
c. Pestisida
d. Desinfektan dan turunannya
b) Parameter radioaktivitas

Pada Permenkes Nomor 492 Tahun 2010 pasal 3 menyebutkan bahwa parameter wajib
adalah persyaratan kualitas air minum yang harus dipenuhi oleh seluruh penyelenggara air
minum sedangkan parameter tambahan dapat ditetapkan oleh pemerintah daerah berdasarkan
kondisi lingkungan masing-masing. Hal ini menunjukkan bahwa kontrol air minum akan
bergantung pada kebijakan pemerintah daerah masing-masing.

Pada Kepmenkes Nomor 907 Tahun 2002 lampiran II tentang tata cara pelaksanaan
kualitas air minum point 6 disebutkan adanya parameter minimal yang harus secara rutin
diperiksa. Parameter minimal tersebut mirip dengan parameter wajib pada Permenkes 492 Tahun
2010. Namun, pada Kepmenkes Nomor 907 Tahun 2002 disebutkan adanya pemeriksaan sisa
chlor sebagai parameter minimal namun pada parameter wajib pada Permenkes 492 Tahun 2010
sisa khlor tidak wajib diperiksa. Hal ini menunjukkan adanya kelonggaran pada Permenkes 492
tahun 2010.
Paramater-parameter Kualitas Air Minum yang Direvisi
Secara umum persyaratan kualitas air minum pada lampiran Kepmenkes Nomor 907 Tahun 2002
dan Permenkes 492 tahun 2010 adalah:

NOMOR
NO NOMOR 907/MenKes/SK/VII/2002
492/MenKes/Per/IV/2010
1 Arsen = 0,01 mg/L Arsen = 0,01 mg/L
2 Antimon= 0,005 mg/L Antimon= 0,02 mg/L
3 Barium = 0,7 mg/L Barium = 0,7 mg/L
4 Kadmium = 0,003 mg/L Kadmium = 0,003 mg/L
5 Mangan = 0,1 mg/L Mangan = 0,4 mg/L
6 Natrium = tidak ada Natrium = tidak ada
7 Nitrat sebagai NO3- = 50 mg/L Nitrat sebagai NO3- = 50 mg/L
8 Nitrit sebagai NO2- = 3 mg/L Nitrit sebagai NO2- = 3 mg/L
9 Perak = tidak ada Perak = tidak ada
10 Seng = 3 mg/L Seng = 3 mg/L
11 Sianida = 0,07 mg/L Sianida = 0,07 mg/L
12 Sulfat = 250 mg/L Sulfat = 250 mg/L
13 Sulfida (H2S) = 0,05 mg/L Sulfida (H2S) = tidak ada
14 Tembaga = 2 mg/L Tembaga = 2 mg/L
15 Timbal = tidak ada Timbal = 0,01 mg/L
16 Aldrin dan dieldrin = 0,03 µg/L Aldrin dan dieldrin = 0,00003 mg/L
17 Benzene = 10 µg/L Benzene = 0,01 mg/L
18 Benzo (a) pyrene = 0,7 µg/L Benzo (a) pyrene = tidak ada
19 Chlordane= 0,2 µg/L Chlordane = 0,0002 mg/L
20 Chloroform= 200 µg/L Chloroform= 0,3 mg/L
21 2,4 – D = 30 µg/L 2,4 – D = 0,03 mg/L
22 DDT = 2 µg/L DDT = 0,001 mg/L
23 Deterjen = tidak ada Deterjen = 0,05 mg/L
24 1,2- dichloroethane = 30 µg/L 1,2- dichloroethane = 0,05 mg/L
25 1,1- dichloroethene = 30 µg/L 1,1- dichloroethene = tidak ada
Heptachlor dan Heptachlor epoxide = Heptachlor dan Heptachlor epoxide
26
0,03 µg/L = tidak ada
27 Hexachlorobenzene =1 µg/L Hexachlorobenzene = tidak ada
28 Gamma-HCH-Lindane = tidak ada Gamma-HCH-Lindane = tidak ada
29 Methoxychlor = 20 µg/L Methoxychlor = 0,02 mg/L
30 Pentachlorophenol = 9 µg/L Pentachlorophenol = 0,009 mg/L
31 Pestisida total = tidak ada Pestisida total = tidak ada
32 2,4,6 – trichlorophenol = 2 -300 µg/L 2,4,6 – trichlorophenol = 0,2 mg/L
33 Zat organik (KmnO4) = tidak ada Zat organik (KmnO4) = 10 mg/L
a. Parameter Fisik
Pada Permenkes 492 tahun 2010 parameter fisik terdapat 6 kriteria yaitu Bau, Jumlah zat
padat terlarut (TDS), kekeruhan, rasa, suhu, dan warna. Sedangkan pada Kepmenkes Nomor 907
Tahun 2002 jumlah zat padat terlarut(TDS) tidak dimasukkan ke dalam kriteria fisik melainkan
dimasukkan kriteria zat kimia terlarut, sehingga parameter fisik hanya warna, rasa, bau,
temperatur, dan kekeruhan. Terjadi perubahan kadar Jumlah zat padat terlarut (TDS) yaitu pada
Kepmenkes Nomor 907 Tahun 2002 adalah 1000 mg/ L menjadi 500 mg/L pada Permenkes 492
tahun 2010.

b. Parameter Kimia
A. Bahan-bahan anorganik
1) Antimony
Pada Kepmenkes Nomor 907 Tahun 2002 kadar yang diperbolehkan adalah 0,005 mg/L
sedangkan pada Permenkes 492 tahun 2010 menjadi 0,02 mg/L. Antimon dan senyawa-
senyawanya adalah toksik (meracun). Secara klinis, gejala akibat keracunan antimon hampir
mirip dengan keracunan arsen. Dalam dosis rendah, antimon menyebabkan sakit kepala dan
depresi. Dalam dosis tinggi, antimon akan mengakibatkan kematian dalam beberapa hari.
2) Mangan
Pada Kepmenkes Nomor 907 Tahun 2002 kadar maksimum yang diperbolehkan adalah
0,1 mg/L, sedangkan pada Permenkes 492 tahun 2010 kadar maksimum yang diperbolehkan
adalah 0,4 mg/L. Efek mangan terjadi terutama di saluran pernapasan dan di otak. Gejala
keracunan mangan adalah halusinasi, pelupa, kesulitan dalam bergerak, tremor(gemetaran) dan
kerusakan saraf. Kandungan mangan dalam air apabila melebihi batas maksimal dapat
mengakibatkan Meninggalkan noda kecoklatan pada pakaian dan Kerusakan hati.
3) Hidrogen Sulfida
Pada Kepmenkes Nomor 907 Tahun 2002 kadar maksimum yang diperbolehkan adalah
0,05 mg/L, sedangkan pada Permenkes 492 tahun 2010 tidak dimasukkan ke dalam kriteria
parameter persyaratan kualitas air minum. Kandungan sulfida dalam air harus nol ppm, karena
sangat beracun dan berabau busuk. Dalam jumlah besar dapat menimbulkan / memperbesar
keasaman sehingga menyebakan korosifitas pada pipa air.
4) Timbal
Pada Kepmenkes Nomor 907 Tahun 2002 tidak dimasukkan ke dalam kriteria parameter
persyaratan kualitas air minum pada Permenkes 492 tahun 2010 kadar maksimum yang
diperbolehkan 0,01 mg/L

B. Bahan-bahan organik
1) Benzo (a) pyrene
pada Kepmenkes Nomor 907 Tahun 2002 kadar maksimum yang diperbolehkan adalah
0,00007 mg/L sedangkan pada Permenkes 492 tahun 2010 tidak dimasukkan ke dalam parameter
persyaratan air minum.
2) Chloroform
Pada Kepmenkes Nomor 907 Tahun 2002 maksimum yang diperbolehkan adalah 0,2
mg/L, sedangkan pada Permenkes 492 tahun 2010 menjadi 0,3 mg/L.
3) DDT
Pada Kepmenkes Nomor 907 Tahun 2002 kadar maksimum yang diperbolehkan adalah
0,002 mg/L, sedangkan pada Permenkes 492 tahun 2010 menjadi 0,001 mg/L.
4) Deterjen
Pada Kepmenkes Nomor 907 Tahun 2002 tidak dimasukkan ke dalam parameter
persyaratan air minum. Sedangkan pada Permenkes 492 tahun 2010 kadar maksimum yang
diperbolehkan adalah 0,05 mg/L
5) 1,2-Dichloroethene
Pada Kepmenkes Nomor 907 Tahun 2002 kadar maksimum yang diperbolehkan adalah
0,03 mg/L, sedangkan pada Tahun 2010 menjadi 0,05 mg/L.
6) 1,1-Dichloroethane
Pada Kepmenkes Nomor 907 Tahun 2002 kadar maksimum yang diperbolehkan adalah
0,00003 mg/L. sedangkan pada Permenkes 492 tahun 2010 tidak dimasukkan ke dalam
parameter persyaratan air minum.
7) Heptachlor dan Heptachlor epoxide
pada Kepmenkes Nomor 907 Tahun 2002 kadar maksimum yang diperbolehkan adalah
0,00003 mg/L. Dan Permenkes 492 tahun 2010 tidak dimasukkan ke dalm kriteria persyaratan
air minum.
8) Hexachlorbenzene Gamma – HCH(Lindane)
Pada Kepmenkes Nomor 907 Tahun 2002 kadar maksimum yang diperbolehkan adalah
0,0001 mg/L, Dan Permenkes 492 tahun 2010 tidak dimasukkan ke dalm kriteria persyaratan air
minum.
9) Zat Organik (KmnO4)
Pada Permenkes 492 tahun 2010 kadar maksimum yang diperbolehkan adalah 10 mg/L,
sedangkan pada Kepmenkes Nomor 907 Tahun 2002 tidak termasuk parameter persyaratan air
minum.

Anda mungkin juga menyukai