Anda di halaman 1dari 22

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK III
NAMA : 1. FILDA SAHLI

2. RIZKA KHAIRANI

3. RIZKI PERMATA AULIA

4. MUHAMMAD FAJARUL FALAH

5. SRI REZKI HANDAYANI

6. ULWIYAH

7. ZUL HAMDI

8. UMMI SAKILAH

GURU PEMBIMBING : Hj. NUR AMALI


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Transfusi Darah adalah proses pemindahan darah dari donor yang sehat kepada
penderita. Individu atau orang yang menyumbangkan darahnya, dengan tujuan untuk
membantu yang lain khususnya yang pada kondisi memerlukan suplai darah dari
luar, karena sampai saat ini darah belum bisa di sintesa sehingga ketika diperlukan
harus diambil seseorang/individu. Pada tahun 1900 Dr. Loustiner menemukan 4
macam golongan darah.
4 macam golongan darah :
1. Golongan darah A
2. Golongan darah B
3. Golongan darah AB
4. Golongan darah 0
Selain itu tahun 1940 ditemukan golongan darah baru yaitu Rhesus Faktor positif dan
rhesus faktor negatif pada sel darah merah (erythrocyt). Rhesus Faktor positif banyak
terdapat pada orang Asia dan Negatif pada orang Eropa, Amerika, Australia.
Transfusi diberikan untuk:
 meningkatkan kemampuan darah dalam mengangkut oksigen
 memperbaiki volume darah tubuh
 memperbaiki kekebalan
 memperbaiki masalah pembekuan
Tergantung kepada alasan dilakukannya transfusi, bisa diberikan darah lengkap
atau komponen darah (misalnya sel darah merah, trombosit, faktor
pembekuan, plasma segar yang dibekukan/bagian cairan dari darah atau sel darah
putih). Jika memungkinkan, akan lebih baik jika transfusi yang diberikan hanya
terdiri dari komponen darah yang diperlukan oleh resipien. Memberikan komponen
tertentu lebih aman dan tidak boros. Teknik penyaringan darah sekarang ini sudah
jauh lebih baik, sehingga transfusi lebih aman dibandingkan sebelumnya.
Tetapi masih ditemukan adanya resiko untuk resipien, seperti reaksi Alergi dan
infeksi.
Meskipun kemungkinan terkena AIDS atau Hepatitis melalui transfusi sudah kecil,
tetapi harus tetap waspada akan resiko ini dan sebaiknya transfusi hanya dilakukan
jika tidak ada pilihan lain.
B. Rumusan masalah
1.) Apa syarat-syarat seseorang yang dapat menjadi pendonor darah?
2.) Dalam keadaan apakah orang yang tidak bisa menjadi pendonor darah?
3.) Apa tujuan donor darah?
4.) Bagaimana proses transfusi darah?
C. Manfaat
1.) Agar mengetahui syarat-syarat seseorang yg dapat menjadi pendonor darah.
2.) Agar menegetahui dalam keadaan apakah seseorang tidak dpat menjadi pendonor
darah.
3.) Agar mengetahui tujuan donor darah.
4.) Agar mengetahui proses transfusi darah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. GOLONGAN DARAH
a) Definisi
Golongan darah adalah ciri khusus darah dari suatu individu karena adanya
perbedaan jenis karbohidrat dan protein pada permukaan membran sel darah merah.
Dua jenis penggolongan darah yang paling penting adalah penggolongan A B O
dan Rhesus (faktor Rh). Di dunia ini sebenarnya dikenal sekitar 46
jenis antigen selain antigen ABO dan Rh, hanya saja lebih jarang dijumpai. Transfusi
darah dari golongan yang tidak kompatibel dapat menyebabkan reaksi transfusi
imunologis yang berakibat anemia hemolisis, gagal ginjal, syok, dan kematian.

b) Golongan darah manusia ditentukan berdasarkan jenis antigen dan antibodi yang
terkandung dalam darahnya, sebagai berikut:
 Individu dengan golongan darah A memiliki sel darah merah dengan antigen A di
permukaan membran selnya dan menghasilkan antibodi terhadap antigen B
dalam serum darahnya. Sehingga, orang dengan golongan darah A-negatif hanya
dapat menerima darah dari orang dengan golongan darah A-negatif atau O-negatif.
 Individu dengan golongan darah B memiliki antigen B pada permukaan sel darah
merahnya dan menghasilkan antibodi terhadap antigen A dalam serum darahnya.
Sehingga, orang dengan golongan darah B-negatif hanya dapat menerima darah dari
orang dengan dolongan darah B-negatif atau O-negatif
 Individu dengan golongan darah AB memiliki sel darah merah dengan antigen A dan
B serta tidak menghasilkan antibodi terhadap antigen A maupun B. Sehingga, orang
dengan golongan darah AB-positif dapat menerima darah dari orang dengan
golongan darah ABO apapun dan disebut resipien universal. Namun, orang dengan
golongan darah AB-positif tidak dapat mendonorkan darah kecuali pada sesama AB-
positif.
 Individu dengan golongan darah O memiliki sel darah tanpa
antigen, tapi memproduksi antibodi terhadap antigen A dan B. Sehingga, orang
dengan golongan darah O - negatif dapat mendonorkan darahnya kepada orang
dengan golongan darah ABO apapun dan disebutdonor universal. Namun, orang
dengan golongan darah O-negatif hanya dapat menerima darah dari sesama O-
negatif. Secara umum, golongan darah O adalah yang paling umum dijumpai di
dunia, meskipun di beberapa negara seperti Swedia dan Norwegia, golongan darah A
lebih dominan. Antigen A lebih umum dijumpai dibanding antigen B. Karena
golongan darah AB memerlukan keberadaan dua antigen, A dan B, golongan darah
ini adalah jenis yang paling jarang dijumpai di dunia. Ilmuwan Austria, Karl
Landsteiner, memperoleh penghargaan Nobel dalam bidang Fisiologi dan
Kedokteran pada tahun 1930 untuk jasanya menemukan cara penggolongan darah
ABO.
c) Frekuensi
Penyebaran golongan darah A, B, O dan AB bervariasi di dunia tergantung populasi
atau ras. Salah satu pembelajaran menunjukkan distribusi golongan darah terhadap
populasi yang berbeda-beda.

Populasi 0 A B AB

Suku pribumi Amerika Selatan


100% - - -
Orang Vietnam
45.0% 21.4% 29.1% 4.5%
Suku Aborigin di Australia
4.4% 55.6% – –
Orang Jerman
2.8% 41.9% 11.0% 4.2%
Suku Bengalis
22.0% 24.0% 38.2% 15.7%
Suku Saami
18.2% 54.6% 4.8% 12.4%

Pewarisan
Tabel pewarisan golongan darah kepada anak

AYAH
IBU
O A B AB
O O O, A O, B A, B
A O, A O, A O, A, B, AB A, B, AB
B O, B O, A, B, AB O, B A, B, AB
AB A, B A, B, AB A, B, AB A, B, AB
d) Rhesus
Jenis penggolongan darah lain yang cukup dikenal adalah dengan
memanfaatkan faktor Rhesusatau faktor Rh. Nama ini diperoleh dari monyet jenis
Rhesus yang diketahui memiliki faktor ini pada tahun 1940 oleh Karl Landsteiner.
Seseorang yang tidak memiliki faktor Rh di permukaan sel darah merahnya memiliki
golongan darah Rh-. Mereka yang memiliki faktor Rh pada permukaan sel darah
merahnya disebut memiliki golongan darah Rh+. Jenis penggolongan ini seringkali
digabungkan dengan penggolongan ABO. Golongan darah O+ adalah yang paling
umum dijumpai, meskipun pada daerah tertentu golongan A lebih dominan, dan ada
pula beberapa daerah dengan 80% populasi dengan golongan darah B.
Kecocokan faktor Rhesus amat penting karena ketidakcocokan golongan.
Misalnya donor dengan Rh+ sedangkan resipiennya Rh-) dapat menyebabkan
produksi antibodi terhadap antigen Rh(D) yang mengakibatkan hemolisis. Hal ini
terutama terjadi pada perempuan yang pada atau di bawah usia melahirkan karena
faktor Rh dapat memengaruhi janin pada saat kehamilan.

e) Golongan dan Tipe Darah


Darah tersusun dari beberapa unsur yang mempunyai peran utama dalam
terapi tranfusi darah. Komponen ini meliputi antigen, antibody, tipe Rh, dan antigen
HLA. Antigen adalah zat yang mendatangkan respon imun spesifik bila terjadi
kontak dengan benda asing. Sistem imun tubuh berespon dengan memproduksi
antibody untuk memusnahkan penyerang. Reaksi Antigen (Ag) dan Antibodi (AB)
ini diperlihatkan dengan aglutinasi atau hemolisis. Antibodi dalam serum berespon
terhadap antigen penyerang dengan mengelompokkan sel-sel darah merah bersama-
sama dan menjadikan mereka tidak efektif atau memusnahkan sel darah merah.
Sistem penggolongan darah didasarkan pada reaksi Ag-AB yang menentukan
kompabilitas darah.
Golongan darah yang paling penting untuk tranfusi darah ialah sistem ABO,
yang meliputi golongan berikut: A, B, O, AB. Penetapan penggolongan darah
didasarkan pada ada tidaknya antigen sel darah merah A dan B. Individu-individu
dengan golongan darah A mempunyai antigen A yang terdapat pada sel darah merah;
individu dengan golongan darah B mempunyai antigen B, dan individu dengan
golongan darah O tidak mempunyai kedua antigen tersebut.
Aglutinin, atau antibody yang bekerja melawan antigen A dan B,
disebutagglutinin anti A dan agglutinin anti B. Aglutinin ini terjadi secara alami.
Individu dengan golongan darah A memproduksi aglutinin anti B di dalam
plasmanya secara alami. Begitu juga dengan individu dengan golongan darah B, akan
memproduksi agglutinin anti A di dalam plasma secara alami. Individu dengan
golongan darah O secara alami memproduksi kedua aglutinin tersebut, inilah
sebabnya individu dengan golongan darah O disebut sebagai donor universal.
Individu golongan AB juga menghasilkan antibodi AB, oleh karena itu individu
dengan golongan AB disebut resipien universal. Bila darah yang ditranfusikan tidak
sesuai, maka akan timbul reaksi tranfusi.
Setelah system ABO, tipe Rh merupakan kelompok antigen sel darah merah
dengan kepentingan klinis besar. Tidak seperti anti-A dan anti-B, yang terjadi pada
individu normal dan tidak diimunisasi, antibody Rh tidak terbentuk tanpa stimulasi
imunisasi. Individu dengan antibodi D disebut Rh positif, sedangkan yang tidak
memiliki antibodi D disebut Rh negatif, tidak menjadi soal apakah ada antibodi Rh
lainnya. Antibody D dapat menyebabkan destruksi sel darah merah, seperti dalam
kasus reaksi tranfusi hemolitik lambat.
Penggolongan darah mengidentifikasi penggolonga ABO dan Rh dalam
donor darah. Pencocok silangan (crossmatching) kemudian menentukan
kompatibilitas ABO dan Rh adalah penting dalam pemberian terapi tranfusi darah.
System HLA merupakan komponen berikutnya untuk dipertimbangkan dalam
pemberian tranfusi. System HLA didasarkan pada antigen yang terdapat dalam
leukosit, trombosit dan sel-sel lainnya. Penggolongan dan pencocoksilangan HLA
kadang-kadang diperlukan sebelum tranfusi trombosit diulangi.
f) Indikasi
Pasien dengan kehilangan darah dalam jumlah besar (operasi besar,
perdarahan postpartum, kecelakaan, luka bakar hebat, penyakit kekurangan kadar Hb
atau penyakit kelainan darah). Pasien dengan syok hemoragi.

g) Macam-macam Komponen Darah


§ Darah lengkap (whole blood)
Tranfusi darah lengkap hanya untuk mengatasi perdarahan akut dan masif,
meningkatkan dan mempertahankan proses pembekuan. Darah lengkap diberikan
dengan golongan ABO dan Rh yang diketahui. Infuskan selama 2 sampai 3 jam,
maksimum 4 jam/unit. Dosis pada pediatrik rata-rata 20 ml/kg, diikuti dengan
volume yang diperlukan untuk stabilisasi. Bisanya tersedia dalam volume 400-500
ml dengan masa hidup 21 hari. Hindari memberikan tranfusi saat klien tidak dapat
menoleransi masalah sirkulasi. Hangatkan darah jika akan diberikan dalam jumlah
besar.
Indikasi:
1. Penggantian volume pada pasien dengan syok hemoragi, trauma atau luka bakar
2. Klien dengan perdarahan masif dan telah kehilangan lebih dari 25 persen dari
volume darah total
§ Packed Red Blood cells (RBCs)
Komponen ini mengandung sel darah merah, SDP, dan trombosit karena sebagian
plasma telah dihilangkan (80 %). Tersedia volume 250 ml. Diberikan selama 2
sampai 4 jam, dengan golongan darah ABO dan Rh yang diketahui. Hindari
menggunakan komponen ini untuk anemia yang mendapat terapi nutrisi dan obat.
Masa hidup komponen ini 21 hari.
Indikasi :
1. Pasien dengan kadar Hb rendah
2. Pasien anemia karena kehilangan darah saat pembedahan
3. Pasien dengan massa sel darah merah rendah

§ White Blood Cells (WBC atau leukosit)


Komponen ini terdiri dari darah lengkap dengan isi seperti RBCs, plasma
dihilangkan 80 % , biasanya tersedia dalam volume 150 ml. Dalam pemberian perlu
diketahui golongan darah ABO dan sistem Rh. Apabila diresepkan berikan
dipenhidramin. Berikan antipiretik, karena komponen ini bisa menyebabkan demam
dan dingin. Untuk pencegahan infeksi, berikan tranfusi dan disambung dengan
antibiotik.
Indikasi :
Pasien sepsis yang tidak berespon dengan antibiotik (khususnya untuk pasien dengan
kultur darah positif, demam persisten /38,3° C dan granulositopenia)

§ Leukosit –poor RBCs


Komponen ini sama dengan RBCs, tapi leukosit dihilangkan sampai 95 %,
digunakan bila kelebihan plasma dan antibody tidak dibutuhkan. Komponen ini
tersedia dalam volume 200 ml, waktu pemberian 1 ½ sampai 4 jam.
Indikasi:
1. Pasien dengan penekanan system imun (imunokompromise)

§ Platelet/trombosit
Komponen ini biasanya digunakan untuk mengobati kelainan perdarahan atau jumlah
trombosit yang rendah. Volume bervariasi biasanya 35-50 ml/unit, untuk pemberian
biasanya memerlukan beberapa kantong. Komponen ini diberikan secara cepat.
Hindari pemberian trombosit jika klien sedang demam.
Klien dengan riwayat reaksi tranfusi trombosit, berikan premedikasi antipiretik dan
antihistamin. Shelf life umumnya 6 sampai 72 jam tergantung pada kebijakan
pusat di mana trombosit tersebut didapatkan. Periksa hitung trombosit pada 1 dan 24
jam setelah pemberian

Indikasi:
1. Pasien dengan trombositopenia (karena penurunan trombosit, peningkatan
pemecahan trombosit
2. Pasien dengan leukemia dan marrow aplasia

§ Fresh Frozen Plasma (FFP)


Komponen ini digunakan untuk memperbaiki dan menjaga volume akibat kehilangan
darah akut. Komponen ini mengandung semua faktor pembekuan darah (factor V,
VIII, dan IX). Pemberian dilakukan secara cepat, pada pemberian FFP dalam jumlah
besar diperlukan koreksi adanya hypokalsemia, karena asam sitrat dalam FFP
mengikat kalsium. Shelf life 12 bulan jika dibekukan dan 6 jam jika sudah mencair.
Perlu dilakukan pencocokan golongan darah ABO dan system Rh.
Indikasi:
1. Pencegahan perdarahan postoperasi dan syok
2. Pasien dengan defisiensi faktor koagulasi yang tidak bisa ditentukan
3. Klien dengan penyakit hati dan mengalami defisiensi faktor pembekuan.
§ Albumin 5 % dan albumin 25 %
Komponen ini terdiri dari plasma protein, digunakan sebagai ekspander darah dan
pengganti protein. Komponen ini dapat diberikan melalui piggybag. Volume yang
diberikan bervariasi tergantung kebutuhan pasien. Hindarkan untuk mencampur
albumin dengan protein hydrolysate dan larutan alkohol.
Indikasi :
1. Pasien yang mengalami syok karena luka bakar, trauma, pembedahan atau infeksi
2. Terapi hyponatremi

Pertimbangan Pediatrik dan Gerontik


§ Pediatrik
1. Pada anak-anak, 50 ml darah pertama harus diinfuskan lebih dari 30 menit.
Bila tidak ada reaksi terjadi, kecepatan aliran ditingkatkan dengan sesuai untuk
menginfuskan sisa 275 ml lebih dari periode 2 jam
2. Darah untuk bayi baru lahir dicocok silangkan dengan serum ibu karena mungkin
mempunyai antibody lebih dari bayi tersebut dan memungkinkan identifikasi yang
lebih mudah tentang inkompabilitas
3. Dosis untuk anak-anak bervariasi menurut umur dan berat badan (hitung dosis dalam
milliliter per kilogram berat badan)
4. Tranfusi sel darah merah memerlukan waktu infus yang ketat (untuk mempermudah
deteksi dini reaksi hemolitik yang mungkin terjadi)
5. Penggunaan penghangat darah mencegah hipotermi yang menimbulkan disritmia
6. Gunakan pompa infus elektronik untuk memantau dan mengontrol akurasi
kecepatan tetesan
7. Gunakan vena umbilikalis pada bayi baru lahir sebagai tempat akses vena
8. Tranfusi pada bayi baru lahir hanya boleh dilakukan oleh perawat atau dokter yang
kompeten dan berpengalaman (prosedur ini memerlukan ketrampilan tingkat tinggi)
9. Tinjau kembali riwayat tranfusi anak
§ Gerontik
a) Riwayat sebelumnya (anemia dengan gagal sumsum tulang, anemia yang
berhubungan dengan keganasan, perdarahan gastrointestinal kronik, gagal ginjal
kronik)
b) Terdapat kemungkinan bahaya pada jantung, ginjal, dan sistem pernafasan
(atur kecepatan aliran jika klien tidak mampu menoleransi aliran yang telah
ditetapkan), sehingga waktu tranfusi lebih lambat.
c) Defisit sensori dapat terjadi (konsultasikan dengan rekam medik atau anggota
keluarga terhadap reaksi tranfusi darah sebelumnya)
d) Premedikasi dapat menyebabkan mengantuk
e) Integritas vena mungkin melemah, pastikan kepatenan kateter atau jarum sebelum
melakukan tranfusi.

B. TRANSFUSI DARAH
a) Definisi
Penggantian darah atau tranfusi darah adalah suatu pemberian darah lengkap atau
komponen darah seperti plasma, sel darah merah kemasan atau trombosit melalui IV.
Meskipun tranfusi darah penting untuk mengembalikan homeostasis, tranfusi darah
dapat membahayakan. Banyak komplikasi dapat ditimbulkan oleh terapi komponen
darah, contohnya reaksi hemolitik akut yang kemungkinan mematikan, penularan
penyakit infeksi dan reaksi demam. Kebanyakan reaksi tranfusi yang mengancam
hidup diakibatkan oleh identifikasi pasien yang tidak benar atau pembuatan label
darah atau komponen darah yang tidak akurat, menyebabkan pemberian darah yang
inkompatibel. Pemantauan pasien yang menerima darah dan komponen darah dan
pemberian produk-produk ini adalah tanggung jawab keperawatan. Perawat
bertanggung jawab untuk mengkaji sebelum dan selama tranfusi yang dilakukan.
Apabila klien sudah terpasang selang IV, perawat harus mengkaji tempat insersi
untuk melihat tanda infeksi atau infilrasi.

b) Syarat-syarat seseorang yang dapat menjadi pendonor darah,yaitu:


 Umur 17 – 60 tahun ( Pada usia 17 tahun diperbolehkan menjadi donor bila
mendapat ijin tertulis dari orangtua. Sampai usia tahun donor masih dapat
menyumbangkan darahnya dengan jarak penyumbangan 3 bulan atas pertimbangan
dokter )
 Berat badan 50 kg atau lebih
 Temperatur tubuh : 36,6 - 37,5 derajat
 Kadar Hemogblin 12,5 g/dl atau lebih
 Tekanan darah 120/140/80 – 100 mmHg
 Nadi 50-100/menit teratur
 Tidak berpenyakit jantung, hati, paru-paru, ginjal, kencing manis, penyakit
perdarahan, kejang, kanker, penyakit kulit kronis.
 Tidak hamil, menyusui, menstruasi (bagi wanita)
 Bagi donor tetap, penyumbangan 5 (lima) kali setahun

c) Orang Yang Tidak Dapat Menjadi Pendonor


1. Seseorang tidak boleh menjadi donor darah pada keadaan:
2. Pernah menderita hepatitis B.
3. Dalam jangka waktu 6 bulan sesudah kontak erat dengan penderita hepatitis.
4. Dalam jangka waktu 6 bulan sesudah transfusi.
5. Dalam jangka waktu 6 bulan sesudah tattoo/tindik telinga.
6. Dalam jangka waktu 72 jam sesudah operasi gigi.
7. Dalam jangka wktu 6 bulan sesudah operasi kecil.
8. Dalam jangka waktu 12 bulan sesudah operasi besar.
9. Dalam jangka waktu 24 jam sesudah vaksinasi polio, influenza, cholera, tetanus
dipteria atau profilaksis.
10. Dalam jangka waktu 2 minggu sesudah vaksinasi virus hidup parotitis epidemica,
measles, tetanus toxin.
11. Dalam jangka waktu 1 tahun sesudah injeksi terakhir imunisasi rabies therapeutic.
12. Dalam jangka waktu 1 minggu sesudah gejala alergi menghilang.
13. Dalam jangka waktu 1 tahun sesudah transpalantasi kulit.
14. Sedang hamil dan dalam jangka waktu 6 bulan sesudah persalinan.
15. Sedang menyusui.
16. Ketergantungan obat.
17. Alkoholisme akut dan kronik.
18. Sifilis.
19. Menderita tuberkulosa secara klinis.
20. Menderita epilepsi dan sering kejang.
21. Menderita penyakit kulit pada vena (pembuluh balik) yang akan ditusuk.
22. Mempunyai kecenderungan perdarahan atau penyakit darah, misalnya, defisiensi
G6PD, thalasemia, polibetemiavera.
23. Seseorang yang termasuk kelompok masyarakat yang mempunyai resiko tinggi
untuk mendapatkan HIV/AIDS (homoseks, morfinis, berganti-ganti pasangan seks,
pemakai jarum suntik tidak steril).
24. Pengidap HIV/ AIDS menurut hasil pemeriksaan pada saat donor darah.

d) Tujuan
 Meningkatkan volume sirkulasi darah setelah pembedahan, trauma atau perdarahan
 Meningkatkan jumlah sel darah merah dan untuk mempertahankan kadar
hemoglobin pada klien yang mengalami anemia berat.
 Memberikan komponen seluler yang terpilih sebagai terapi pengganti (misal : faktor
pembekuan plasma untuk membantu mengontrol perdarahan pada klien yang
menderita hemofilia)

e) Proses Transfusi Darah


1) Pengisian Formulir Donor Darah.
2) Pemeriksaan Darah Pemeriksaan golongan, tekanan darah dan hemoglobin darah.
3) Pengambilan Darah
Apabila persyaratan pengambilan darah telah dipenuhi barulah dilakukan
pengambilan darah.
4) Pengelolahan Darah
5) Beberapa usaha pencegahan yang di kerjakan oleh PMI sebelum darah diberikan
kepada penderita adalah penyaringan terhadap penyakit di antaranya:
a. Penyakit Hepatitis B
b. Penyakit HIV/AIDS
c. Penyakit Hipatitis C
d. Penyakit Kelamin (VDRL)
Waktu yang di butuhkan pemeriksaan darah selama 1-2 jam
6) Penyimpanan Darah
Darah disimpan dalam Blood Bank pada suhu 26 derajat celcius.
7) Darah ini dapat dipisahkan menjadi beberapa komponen seperti :
 PRC
 Thrombocyt
 Plasma
 Cryo precipitat

f) Efek samping tranfusi


§ Alergi
Penyebab:
1) Alergen di dalam darah yang didonorkan
2. Darah hipersensitif terhadap obat tertentu
Gejala:
Anaphilaksis (dingin, bengkak pada wajah, edema laring, pruritus, urtikaria,
wheezing), demam, nausea dan vomit, dyspnea, nyeri dada, cardiac arrest, kolaps
sirkulasi
Intervensi:
a) Lambatkan atau hentikan tranfusi
b) Berikkan normal saline
c) Monitor vital sign dan lakukan RJP jika diperlukan
d) Berikan oksigenasi jika diperlukan
e) Monitor reaksi anafilaksis dan jika diindikasikan berikan epineprin dan
kortikosteroid
f) Apabila diresepkan, sebelum pemberian tranfusi berikan diphenhidramin

§ Anafilaksis
Penyebab:
Pemberian protein IgA ke resipien penderita defisiensi IgA yang telah membentuk
antibodi IgA
Gejala:
Tidak ada demam, syok, distress pernafasan (mengi, sianosis), mual, hipotensi, kram
abdomen, terjadi dengan cepat setelah pemberian hanya beberapa milliliter darah
atau plasma.
Intervensi:
1) Hentikan tranfusi
2) Lanjutkan pemberian infus normal saline
3) Beritahu dokter dan bank darah
4) Ukur tanda vital tiap 15 menit
5) Berikan ephineprine jika diprogramkan
6) Lakukan resusitasi jantung paru (RJP) jika diperlukan
Pencegahan:
Tranfusikan sel darah merah (SDM) yang sudah diproses dengan memisahkan
plasma dari SDM tersebut, gunakan darah dari donor yang menderita defesiensi IgA.

§ Sepsis
Penyebab:
Komponen darah yang terkontaminasi oleh bakteri atau endotoksin.
Gejala:
Menggigil, demam, muntah, diare, penurunan tekanan darah yang mencolok, syok
Intervensi:
1. Hentikan tranfusi
2. Ambil kultur darah pasien
3. Pantau tanda vital setiap 15 menit
4. Berikan antibiotik, cairan IV, vasoreseptor dan steroid sesuai program
Pencegahan:
Jaga darah sejak dari donasi sampai pemberian

§ Urtikaria
Penyebab:
Alergi terhadap produk yang dapat larut dalam plasma donor

Gejala:
Eritema lokal, gatal dan berbintik-bintik, biasanya tanpa demam
Intervensi:
1. Hentikan tranfusi
2. Ukur vital sign tiap 15 menit
3. Berikan antihistamin sesuai program
4. Tranfusi bisa dimulai lagi jika demam dan gejala pulmonal tidak ada lagi
Pencegahan:
Berikan antihistamin sebelum dan selama pemberian tranfusi
§ Kelebihan sirkulasi
Penyebab:
Volume darah atau komponen darah yang berlebihan atau diberikan terlalu cepat
Gejala:
Dyspnea, dada seperti tertekan, batuk kering, gelisah, sakit kepala hebat, nadi,
tekanan darah dan pernafasan meningkat, tekanan vena sentral dan vena jugularis
meningkat
Intervensi:
1. Tinggikan kepala klien
2. Monitor vital sign
3. Perlambat atau hentikan aliran tranfusi sesuai program
4. Berikan morfin, diuretik, dan oksigen sesuai program
Pencegahan:
Kecepatan pemberian darah atau komponen darah disesuaikan dengan kondisi klien,
berikan komponen SDM bukan darah lengkap, apabila diprogramkan minimalkan
pemberian normal saline yang dipergunakan untuk menjaga kepatenan IV
§ Hemolitik
Penyebab:
Antibody dalam plasma resipien bereaksi dengan antigen dalam SDM donor, resipien
menjadi tersensitisasi terhadap antigen SDM asing yang bukan dalam system ABO
Gejala:
Cemas, nadi, pernafasan dan suhu meningkat, tekanan darah menurun, dyspnea, mual
dan muntah, menggigil, hemoglobinemia, hemoglobinuria, perdarahan abnormal,
oliguria, nyeri punggung, syok, ikterus ringan. Hemolitik akut terjadi bila sedikitnya
10-15 ml darah yang tidak kompatibel telah diinfuskan, sedangkan reaksi hemolitik
lambat dapat terjadi 2 hari atau lebih setelah tranfusi.
Intervensi:
1) Monitor tekanan darah dan pantau adanya syok
2) Hentikan tranfusi
3) Lanjutkan infus normal saline
4) Pantau keluaran urine untuk melihat adanya oliguria
5) Ambil sample darah dan urine
6) Untuk hemolitik lambat, karena terjadi setelah tranfusi, pantau pemeriksaan darah
untuk anemia yang berlanjut
Pencegahan:
Identifikasi klien dengan teliti saat sample darah diambil untuk ditetapkan
golongannya dan saat darah diberikan untuk tranfusi (penyebab paling sering karena
salah mengidentifikasi).

§ Demam Non-Hemolitik
Penyebab:
Antibody anti-HLA resipien bereaksi dengan antigen leukosit dan trombosit yang
ditranfusikan.
Gejala:
Demam, flushing, menggigil, tidak ada hemolisis SDM, nyeri lumbal, malaise, sakit
kepala
Intervensi:
1. Hentikan tranfusi
2. Lanjutkan pemberian normal saline
3. Berikan antipiretik sesuai program
4. Pantau suhu tiap 4 jam
Pencegahan:
Gunakan darah yang mengandung sedikit leukosit (sudah difiltrasi)

§ Hiperkalemia
Penyebab:
Penyimpanan darah yang lama melepaskan kalium ke dalam plasma sel
Gejala:
Serangan dalam beberapa menit, EKG berubah, gelombang T meninggi dan QRS
melebar, kelemahan ekstremitas, nyeri abdominal

§ Hipokalemia
Penyebab:
Berhubungan dengan alkalosis metabolik yang diindikasi oleh sitrat tetapi dapat
dipengaruhi oleh alkalosis respiratorik
Gejala:
Serangan bertahap, EKG berubah, gelombang T mendatar, segmen ST depresi,
poliuria, kelemahan otot, bising usus menurun
§ Hipotermia
Penyebab:
Pemberian komponen darah yang dingin dengan cepat atau bila darah dingin
diberikan melalui kateter vena sentral.
Gejala:
Menggigil, hipotensi, aritmia jantung, henti jantung/cardiac arrest
Intervensi:
a) Hentikan tranfusi
b) Hangatkan pasien dengan selimut
c) Ciptakan lingkungan yang hangat untuk pasien
d) Hangatkan darah sebelum ditranfusikan
e) Periksa EKG
Infeksi yang ditularkan melalui tranfusi

§ AIDS
Penyebab:
Darah donor HIV seropositif
Gejala:
Demam, keringat malam, letih, berat badan menurun, adenopati, lesi kulit seropositif
terhadap virus HIV

§ Kontaminasi bakteri
Penyebab:
Kontaminasi pada saat penyumbangan atau persiapan, bakteri endotoksin
melepaskan endotoksin.
Gejala:
Serangan dalam 2 jam tranfusi (menggigil, demam, nyeri abdomen, syok, hipotensi
yang nyata

§ Cytomegalovirus (CMV)
Virus CMV dapat berada pada orang dewasa yang sehat. Pasien-pasien dengan
imunosupresi berisiko tinggi tertular CMV
Gejala:
Letih, lemah, adenopati, demam derajat rendah

§ Hepatitis
Hepatitis A dan hepatitis B jarang, penyakit hati kronik lebih umum dengan Hepatitis
C daripada hepatitis B
Gejala:
Terjadi dalam dalam beberapa minggu sampai bulan setelah tranfusi, mual, muntah,
ikterus, malaise, kadar enzim hati tinggi

§ GVHD (Graft versus host desease)


Penyebab:
Limfosit donor yang normal bereproduksi di dalam tubuh resipien yang mengalami
gangguan kekebalan, limfosit menyerang jaringan resipien karena dianggap sebagai
protein asing.
Gejala:
Demam, ruam kulit, diare, infeksi, gangguan fungsi hati (jaundice, supresi sumsum
tulang)
Intervensi:
Berikan metotresat dan kortikosteroid jika diprogramkan
Pencegahan;
Berikan darah yang tidak diradiasi jika diprogramkan, berikan darah yang telah
dicuci dengan saline jika diprogramkan
Manajemen efek tranfusi
Pedoman untuk mengatasi reaksi tranfusi yang dibuat oleh American
Assotiation of Blood Banks adalah:
a) Hentikan tranfusi untuk membatasi jumlah darah yang diinfuskan
b) Beritahu dokter
c) Pertahankan jalur IV tetap terbuka dengan infus normal saline
d) Periksa semua label, formulir, dan identifikasi pasien untuk menentukan apakah
pasien menerima darah atau komponen darah yang benar
e) Segera laporkan reaksi tranfusi yang dicurigai pada petugas bank darah
f) Kirimkan sample darah yang diperlukan ke bank darah sesegera mungkin, bersama-
sama dengan kantong darah yang telah dihentikan, set pemberian, larutan IV yang
diberikan, dan semua formulir dan label yang berhubungan.
g) Kirim sampel lainnya (misal urin)
h) Lengkapi laporan institusi atau formulir “reaksi tranfusi yang dicurigai”
i) Peralatan yang harus disiapkan (obat-obatan seperti: aminophilin, difenhidramin,
hidroklorida, dopamine, epinefrin, heparin, hidrokortison, furosemid, asetaminofen,
aspirin; set oksigenasi; kit kateter foley; botol kultur darah; cairan IV; selang IV)
Hal-hal yang perlu diperhatikan
1. Kondisi pasien sebelum ditranfusi
2. Kecocokan darah yang akan dimasukkan
3. Label darah yang akan dimasukkan
4. Golongan darah klien
5. Periksa warna darah (terjadi gumpalan atau tidak)
6. Homogenitas (darah bercampur semua atau tidak).
Persiapan Pasien
1. Jelaskan prosedur dan tujuan tranfusi yang akan dilakukan
2. Jelaskan kemungkinan reaksi tranfusi darah yang keungkinan terjadi dan pentingnya
melaporkan reaksi dengan cepat kepada perawat atau dokter
3. Jelaskan kemungkinan reaksi lambat yang mungkin terjadi, anjurkan untuk segera
melapor apabila reaksi terjadi
4. Apabila klien sudah dipasang infus, cek apakah set infusnya bisa digunakan untuk
pemberian tranfusi
5. Apabila klien belum dipasang infus, lakukan pemasangan dan berikan normal saline
terlebih dahulu
6. Pastikan golongan darah pasien sudah teridentifikasi
g) Tindakan Pencegahan & Reaksi Keracunan
Untuk meminimalkan kemungkinan terjadinya reaksi selama transfusi,
dilakukan beberapa tindakan pencegahan.
Setelah diperiksa ulang bahwa darah yang akan diberikan memang ditujukan untuk
resipien yang akan menerima darah tersebut, petugas secara perlahan memberikan
darah kepada resipien, biasanya selama 2 jam atau lebih untuk setiap unit darah.
Karena sebagian besar reaksi ketidakcocokan terjadi dalam15 menit
pertama, , maka pada awal prosedur, resipien harus diawasi secara ketat.
Setelah itu, petugas dapat memeriksa setiap 30- 45 menit dan jika terjadi reaksi
ketidakcocokan, maka transfusi harus dihentikan.
Sebagian besar transfusi adalah aman dan berhasil; tetapi reaksi ringan kadang bisa
terjadi, sedangkan reaksi yang berat dan fatal jarang terjadi. Reaksi yang paling
sering terjadi adalah demam dan reaksi alergi (hipersensitivitas), yang terjadi sekitar
1-2%pada setiap transfusi.

Gejalanya berupa:
- gatal-gatal
- kemerahan
- pembengkakan
- pusing
- demam
- sakit kepala.

Gejala yang jarang terjadi adalah kesulitan pernafasan, bunyi mengi dan kejang otot.
Yang lebih jarang lagi adalah reaksi alergi yang cukup berat.

Walaupun dilakukan penggolongan dan cross-matching secara teliti, tetapi kesalahan


masih mungkin terjadi sehingga sel darah merah yang didonorkan segera
dihancurkan setelah ditransfusikan (reaksi hemolitik).
Biasanya reaksi ini dimulai sebagai rasa tidak nyaman atau kecemasan selama atau
segera setelah dilakukannya transfusi.

Kadang terjadi kesulitan bernafas, dada terasa sesak, kemerahan di wajah dan nyeri
punggung yang hebat.
Meskipun sangat jarang terjadi, reaksi ini bisa menjadi lebih hebat dan bahkan bisa
berakibat fatal.

Untuk memperkuat dugaan terjadinya reaksi hemolitik ini, dilakukan pemeriksaan


untuk melihat apakah terdapat hemoglogin dalam darah dan air kemih penderita.

Resipien bisa mengalami kelebihan cairan.


Yang paling peka akan hal ini adalah resipien penderita penyakit jantung, sehingga
transfusi dilakukan lebih lambat dan dipantau secara ketat.

Penyakit graft-versus-host merupakan komplikasi yang jarang terjadi, yang terutama


mengenai orang-orang yang mengalami gangguan sistem kekebalan karena obat atau
penyakit.
Pada penyakit ini, jaringan resipien (host) diserang oleh sel darah putih donor (graft).
Gejalanya berupa demam, kemerahan, tekanan darah rendah, kerusakan jaringan dan
syok.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1) Seorang pendonor harus mengetahui golongan darahnya
2) Seorang calon pendonor yang akan mendonorkan darahnya harus memiliki fisik
tubuh yang baik dan sehat.
3) Seorang calon pendonor darah harus memenuhi syarat seorang pendonor darah.
4) Seorang pendonor harus memperhatikan keadaannya sebelum mendonorkan
darahnya kepada penderita
5) Seorang pendonor harus mempersiapkan diri dengan baik

B. SARAN
1) Pembaca yang membaca makalah ini agar dapat memberikan saran dan
masukkan terhadap makalah yang telah kami jawab

Anda mungkin juga menyukai