Anda di halaman 1dari 33

PENGARUH CATCALL TERHADAP REMAJA

LAKI-LAKI SMAN 12 JAKARTA DALAM


KEHIDUPAN SEHARI - HARI

Karya Ilmiah ini ditulis dan disusun guna memenuhi persyaratan


Seleksi Karya Ilmiah Remaja Tingkat Jakarta Timur

Bidang Minat: IPSH

Disusun Oleh:
I Gusti Kade Kendra Kalyana Belva/15945
Yogi Gradianto Brahmandoko/15967
Balqis Zahra Mulia/15941

SEKOLAH MENENGAH ATAS 12 JAKARTA


JL. Pertanian Klender No. 9 Telp. (021) 8615180
Jakarta Timur 13470

2019
i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat

dan hidayah-Nya karena penulis berhasilkan menyelesaikan penelitian yang

dilakukan dan diberi judul “Pengaruh Catcall Terhadap Remaja Laki-Laki SMAN

12 Jakarta dalam Kehidupan Sehari-Hari“, tepat pada 21 Agustus 2019.

Penelitian yang dilakukan ini tentunya mendapatkan bantuan dari berbagai

pihak, terutama dari pembimbing kami Ibu Hj. Susrina, S.Pd dan juga semua

pihak yang telah mendukung dan membantu proses penyusunan karya tulis ilmiah

ini sehingga dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Untuk itu penulis

mengucapkan terima kasih.

Kami memiliki harapan besar bahwa karya ini dapat memberikan manfaat

kepada semua pihak, khususnya bagi para pembaca untuk memperluas wawasan

dan pengetahuan. Kami juga menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih sangat

jauh dari kata sempurna karena berbagai keterbatasan yang kami miliki. Karena

itu, berbagai bentuk kritikan dan saran yang membangun akan sangat kami

harapkan untuk perbaikan dan penyempurnaan karya tulis ilmiah ini.

Jakarta, 21 Agustus 2019

Peneliti
ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………… i

DAFTAR ISI……………………………………………………………………... ii

ABSTRAK……………………………………………………………………….. iv

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang……………………………………………………………. 1

1.2 Identifikasi Masalah………………………………………………………. 4

1.3 Rumusan Masalah………………………………………………………… 4

1.4 Tujuan Penelitian…………………………………………………………. 5

1.5 Manfaat Penelitian………………………………………………………... 6

KERANGKA TEORI

2.1 CATCALL

2.1.1 Deskripsi Catcall…………………………………………………..... 7

2.2 PELECEHAN SEKSUAL

2.2.1 Pengertian Pelecehan Seksual………………………………………. 7

2.2.2 Bentuk – Bentuk Pelecehan Seksual………………………………... 9

2.2.3 Reaksi terhadap Pelecehan Seksual……………………………….... 10

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian……………………………………………... 12


iii

3.2 Subjek Penelitian………………………………………………………….. 12

3.3 Metode Penelitian………………………………………………………… 12

3.3.1 Prosedur Pengumpulan Data……………………………………… 12

3.3.2 Cara Pengolahan Data…………………………………………….. 13

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil………………………………………………………………………. 14

4.2 Pembahasan……………..………………………………………………… 14

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan………………………………………………………………... 17

5.2 Saran………………………………………………………………………. 17

LAMPIRAN............................................................................................................ 19

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………. 24

LEMBAR ORISINALITAS PENELITIAN........................................................ 25

LEMBAR PENGESAHAN................................................................................... 26
iv

Pengaruh Catcall Terhadap Remaja Laki-Laki SMAN 12 Jakarta


Terhadap Kehidupan Sehari – Hari

The Effect of Catcall on Male Teenagers in SMAN 12 Jakarta on


Daily Life

I Gusti Kade Kendra Kalyana Belva1; Balqis Zahra Mulia2; Yogi Gradianto
Brahmandoko3
1,2,3
Siswa kelas XI SMAN 12 Jakarta
Email : kendra.kalyana@gmail.com / balqiszahra08.bz@gmail.com /
yogigradianto@gmail.com

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apa saja pengaruh yang terjadi kepada
remaja laki – laki yang mengalami pelecehan seksual dalam hal Catcall terutama
kalangan remaja laki – laki yang bersekolah di Sekolah Menengah Atas (SMA)
dan sederajatnya. Penelitian yang kami lakukan menggunakan salah satu metode
yakni kuantitatif dengan pendekatan melalui Google Form kepada 40 murid laki–
laki Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 12 Jakarta mulai dari kelas 10
hingga kelas 12. Teknik analisis data yang kami lakukan merupakan pengkajian
ulang jawaban yang telah diberikan oleh responden kepada kami dan mengubah
jawaban tersebut ke dalam bentuk grafik. Hasil penelitian menunjukkan dominasi
murid laki–laki yang memberi jawaban pernah mengalami catcall dan bentuk
yang paling sering dialami oleh para responden diantara lain adalah komentar
maupun isyarat. Efek atau pengaruh yang dialami para responden beragam,
dimulai dari efek psikologis, efek kinerja hingga efek sosial. Dari jawaban yang
kami terima, banyak yang menuturkan bahwa para responden dominan kurang
setuju atau tidak setuju dengan stigma hanya perempuan saja yang dapat
mengalami catcall.
v

ABSTRACT
This study aims to determine what are the effects that occur on adolescent boys
who experience sexual harassment in terms of Catcall, especially among
adolescent boys who go to high school (SHS) and its equivalent. The research we
conducted used one of the quantitative methods with an approach through Google
Form to 40 male students of the 12th High School (SHS) Jakarta starting from
grade 10 to grade 12. Our data analysis technique was a review of the answers
that had been given by respondents to us and change the answers into graphical
form. The results showed the dominance of male students who gave answers had
experienced catcall and the forms most often experienced by respondents included
comments and cues. Effects or influences experienced by respondents varied,
starting from psychological effects, performance effects to social effects. From the
answers we received, many said that the dominant respondents disagree or
disagree with the stigma that only women can experience catcall.
1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Perempuan dan laki-laki merupakan komponen pada ruang publik.

Manusia memiliki pandangannya tersendiri terhadap suatu ruang publik. Ruang

publik, menurut Rustam Ali (1987) merupakan suatu wadah yang dapat

menampung aktivitas tertentu dari masyarakatnya. Dalam suatu ruang publik,

terdapat masyarakat yang bervariasi. Hal ini menimbulkan adanya resiko

keamanan jika masyarakat sedang berada di ruang publik, resiko keamanan

dirasa lebih besar jika seseorang secara fisik dianggap lebih rentan untuk

mendapat gangguan dari orang lain. Semakin berkembangnya zaman, stigma

dan stereotip masih ada bahwa laki-laki tidak akan pernah mendapatkan

pelecehan seksual. Sehingga, remaja laki-laki memiliki tantangan tersendiri

dalam memobilisasi pada ruang publik.

Dalam menciptakan ruang publik yang sempurna, seharusnya

lingkungan menjadikan perempuan dan laki-laki memiliki rasa nyaman dan

terlindungi. Kekerasan seksual, termasuk pelecehan seksual mendapat

perhatian yang sangat minim baik dari negara maupun masyarakatnya hal ini

disebabkan menurut pihak-pihak tersebut pelecehan seksual tidak memberikan

dampak yang masif bagi korbannya, para korban juga seolah-olah sudah
2

diajarkan bertoleransi terhadap pelecehan seksual sejak dini, sehingga

kesadaran para korban padahal pelecehan seksual sangat minim padahal

pelecehan seksual merupakan suatu masalah besar yang dapat merendahkan

martabat manusia, tidak adanya Undang-Undang yang mengakomodasi

pengalaman tersebut dapat menjadi salah satu sebab semakin maraknya

pelecehan seksual terhadap perempuan di ruang publik.

Pelecehan seksual dapat terjadi secara verbal maupun non-verbal,

adapun contoh pelecehan seksual secara verbal adalah ungkapan langsung

bahkan dapat berupa gurauan yang tidak pantas untuk diucapkan atau ucapan

tidak senonoh, komentar yang berkonotasi seks dan humor porno, sedangkan

contoh pelecehan seksual secara nonverbal dapat berupa main mata, siulan

nakal, dan isyarat yang bersifat seksual.

Di antara manusia, yang rawan menjadi korban kejahatan

kekerasan seksual adalah kaum perempuan, namun laki-laki juga tidak

terhindarkan dari masalah ini. Berbagai masalah yang sensitif harus dihadapi

oleh kaum laki-laki, di antaranya kejahatan seksual (sexual violence) dan

pelecehan seksual (sexual harassment). Meskipun masalah tersebut disebabkan

oleh perempuan, Laki-laki sangat rentan menjadi korban (victim blaming) di

bidang kesusilaan karena stigma yang muncul. Pada banyak kasus, pelaku

penghakiman victim blaming dilakukan baik dari kaum laki-laki maupun

perempuan. Mereka kerap mentolelir, menyalahkan, atau slut shaming.

Menurut pakar psikologi dari York University, Toronto, Ontario, Romeo

Vitelli Ph.D. mengemukakan argumennya dalam Psychology Today bahwa di


3

ranah kehidupan manusia sering mengharapkan laki-laki untuk bertingkah

semaskulin mungkin. Segala tindakan yang melenceng dari konsep

maskulinitas yang dominan akan berpotensi mengundang pelecehan terhadap

mereka

Pelecehan seksual muncul dari berbagai macam bentuk, salah satu

bentuk fenomena yang tengah marak terjadi di masyarakat adalah fenomena

catcall atau street harassment. Catcall merupakan suatu perbuatan yang

menjurus ke arah seksual, biasanya dengan volume keras termasuk bersiul,

berseru, menunjukkan gestur tertentu, berkomentar, atau menyuarakan

bebunyian atau keributan yang ditujukan kepada seseorang di depan publik

(Saraswati, 2016). Perilaku tersebut membuat korban merasa tidak nyaman.

Catcall sering kali hanya ditujukan kepada perempuan, meskipun tidak sedikit

ditujukan kepada gender lain di ruang publik.

Pelecehan seksual lebih mungkin terjadi ketika ada relasi kuasa,

baik terhadap perempuan maupun laki-laki. Di sisi korban, ada faktor

ketidakpahaman mengenai apa saja yang termasuk pelecehan seksual, ke mana

harus mencari advokasi, serta pemakluman terhadap tindakan ini dari berbagai

level.

Sayangnya, catcall sering dianggap lumrah oleh sebagian orang

terutama di Indonesia. Padahal, pelecehan seksual jenis ini bisa menjadi berat

karena setiap kata-kata godaan yang keluar dari mulut pria memiliki arti

tersembunyi. Meskipun masuk ke dalam kategori pelecehan seksual, namun


4

pelaku catcall belum bisa ditindak secara hukum. Hingga saat ini hukum

pelecehan seksual di Indonesia masih fokus pada pelecehan seksual secara fisik

saja.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah tertulis, penulis

mengidentifikasikan beberapa masalah yang akan dijadikan bahan penelitian

sebagai berikut :

a. Tantangan dalam memobilisasi pada ruang publik bagi remaja laki-

laki.

b. Maraknya pelecehan seksual terhadap laki-laki di ruang publik.

c. Perhatian yang minim terhadap kekerasan seksual.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan dengan latar belakang masalah yang telah penulis

jelaskan sebelumnya, maka kami merumuskan masalah dalam bentuk

pertanyaan, yaitu:

a. Bagaimana pengalaman remaja laki-laki ketika berada di ruang

publik?

b. Bagaimana pandangan remaja laki-laki akan pengalaman catcall yang

terjadi di ruang publik?


5

c. Bagaimana reaksi dan dampak remaja laki-laki akan pengalaman

catcall yang terjadi di ruang publik?

d. Bagaimana pandangan remaja laki-laki mengenai stigma laki-laki

tidak akan pernah mendapat pelecehan seksual dari perempuan?

1.4 Tujuan Penelitian

Peneliti tentunya memiliki tujuan yang ingin dicapai dalam

penelitian kali ini, berikut tujuan dari penelitian yang dilakukan:

a. Untuk mengetahui bagaimana pengalaman remaja laki-laki saat berada

di ruang publik.

b. Untuk mengetahui bagaimana pandangan remaja laki-laki terhadap

pengalaman catcall yang mereka alami di ruang publik.

c. Untuk mengetahui bagaimana reaksi dan dampak yang didapatkan

oleh remaja laki-laki di ruang publik.

d. Untuk mengetahui bagaimana pandangan remaja laki-laki mengenai

stigma laki-laki tidak akan pernah mendapat pelecehan seksual dari

perempuan.

1.5 Manfaat Penelitian

Setelah melakukan penelitian ini, tentunya peneliti berharap agar

hasil dari penelitian yang peneliti lakukan bisa menghasilkan kegunaan baik
6

untuk perkembangan ilmu pengetahuan ataupun berguna bagi subjek atau

objek penelitian, berikut kegunaan penelitian pada penelitian kali ini:

a. Peneliti berharap, penelitian kali ini dapat memperkaya jenis

penelitian komunikasi sehingga semakin berkembang menggunakan

metode fenomenologi.

b. Dengan adanya penelitian ini, peneliti berharap agar masyarakat

terbuka pikirannya bahwa salah satu pelecehan seksual adalah

tindakan catcall merupakan suatu hal yang harus diperangi bersama,

perempuan maupun laki-laki berhak untuk mendapatkan hak yang

sama di ruang publik, khususnya rasa aman dan nyaman serta

mendapatkan perlindungan hukum dari Negara Indonesia melalui

perumusan Undang-Undang tentang pelecehan seksual. Dengan

adanya kesadaran tersebut, diharapkan angka pelecehan terhadap

laki-laki dapat mengalami penurunan dan pelaku pelecehan seksual

dapat menerima hukuman yang memang sepantasnya untuk diterima.

c. Dengan penelitian ini, diharapkan agar segala bentuk stigma dan

stereotip terhadap laki-laki akan berubah sehingga baik laki-laki

maupun perempuan dapat menjalani kehidupannya dengan nyaman,

aman, dan tenang.


7

BAB II

KERANGKA TEORI

2.1 CATCALL

2.1.1 Deskripsi Catcall

Menurut kamus Oxford, kata “catcall” merupakan kata benda

yang berarti “a shrill whistle or shout of disapproval made at a public

meeting or performance” (siulan atau teriakan ketidaksetujuan didepan

publik). Dan secara spesifik, “catcall” berarti “a loud whistle or a

comment of a sexual nature made by a man to a passing woman”

(siulan keras atau komentar yang bersifat seksual yang dilakukan oleh

seorang pria kepada wanita yang lewat). Jadi “catcalling” bukanlah

merupakan bentuk dari suatu pujian.

2.2 PELECEHAN SEKSUAL

2.2.1 Pengertian Pelecehan Seksual

Kata pelecehan seksual berasal dari Bahasa Inggris sexual

harassment. Istilah pelecehan seksual berasal dari kata leceh dan

seksual. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Balai

Pustaka (1995), kata leceh mengandung makna remeh, tidak berharga,

rendah sekali atau hina. Sedangkan kata seksual mengandung makna


8

yang berhubungan dengan seks atau perkara persetubuhan. Dengan

demikian pelecehan seksual menggambarkan perbuatan dan pandangan

si peleceh kepada yang dilecehkan dimana pandangan tersebut

menghinakan, memandang rendah atau tidak berharga.

Sementara itu, Renzetti dan Curran (1989), memberikan

suatu pengertian bahwa pelecehan seksual meliputi pandangan mata,

komentar, pendapat maupun kontak fisik yang menimbulkan hasrat

seksual yang tidak diinginkan, termasuk permintaan untuk melakukan

hal – hal yang bersifat seksual.

Pendapat senada dikemukakan oleh Margaret Maulin yang

mengemukakan arti pelecehan seksual sebagai tindakan dan permintaan

bersifat seksual baik secara verbal maupun fisik yang tidak dikehendaki

oleh orang yang dikenai tindakan tersebut.

Dari beberapa pendapat diatas penulis mencoba

menyimpulkan pengertian pelecehan seksual sebagai segala bentuk

perilaku yang tidak diundang, tidak diinginkan baik fisik maupun

verbal dimana semua tindakan tersebut dipandang oleh korban sebagai

sesuatu yang merendahkan, intimidasi atau paksaan dan melanggar hak

pribadi.
9

2.2.2 Bentuk – Bentuk Pelecehan Seksual

Fitzgerald dan Schullman (1985) mengelompokkan bentuk –

bentuk pelecehan seksual berdasarkan lima tingkatan yaitu :

a. Tingkat satu : Gender harassment adalah perilaku yang

merendahkan seseorang berdasarkan jenis kelaminnya

(sexist). Bentuknya antara lain cerita porno dan gurauan

yang menggangu, melirik secara tidak pantas

b. Tingkat dua : Seduction behavior adalah rayuan atau

permintaan tidak senonoh yang bersifat seksual tanpa

adanya ancaman. Bentuknya antara lain pembicaraan hal –

hal yang bersifat seksual, tindakan untuk merayu seseorang

c. Tingkat tiga : Sexual bribery adalah ajakan melakukan hal

yang bersifat seksual dengan adanya janji untuk

mendapatkan imbalan tertentu. Bentuknya antara lain

secara langsung menjanjikan hadiah untuk memenuhi

keinginan seksual orang.

d. Tingkat empat : Sexual threat yaitu adanya tekanan untuk

melakuakn hal yang bersifat seksual disertai dengan

ancaman baik halus atau secara langsung. Bentuknya antara

lain pemberian hukuman karena menolak keinginan seksual

seseorang, ancaman secara langsung dengan harapan

seseorang mau melakukan tindakan seksual.


10

e. Tingkat lima : Sexual imposition serangan bersifat seksual

dan dilakukan dengan kasar atau terang – terangan.

Bentuknya antara lain sengaja memaksa menyentuh,

dengan sengaja memaksa untuk melakukan hubungan

seksual.

Bentuk – bentuk pelecehan berdasarkan tingkat keseriusannya

dikemukakan oleh Sandra S. Tangri dan Martha R. Burt (1992) antara

lain :

a. Serious forms of harassment adalah pelecehan seksual yang

bersifat serius seperti tekanan untuk melakukan hubungan

seksual

b. Less serious forms of harassment adalah pelecehan seksual

yang bersifat tidak serius seperti memandangi atau

menyentuh korban.

Menurut Poerwandari berdasarkan penelitian Tangri dkk.

Pelecehan yang sering terjadi adalah bentuk kedua yang meliputi

gurauan porno, mengomentari tentang bentuk tubuh perempuan yang

mengojekkan dan mengarah pada pemikiran seksual.

2.2.3 Reaksi Terhadap Pelecehan Seksual

Sandra S. Tangri membentuk enam macam bentuk reaksi

terhadap pelecehan seksual antara lain: menuruti (go along); menuruti

karena takut akan pembalasan dendam (go along out of fear of


11

retaliation); mengambil tindakan langsung terhadap pelaku (took

formal action against the harasser); menghindari pelaku (avoiding

harasser); mengabaikan (ignoring); tidak berbuat apa – apa (did

nothing). Dari keenam reaksi di atas, reaksi yang paling sering

ditunjukkan merupakan avoiding, ignored, dan did nothing. Alasan

korban tidak melakukan tindakan yang membela diri adalah

kebanyakan dari mereka malu, tidak ada yang bisa dilakukan, tidak

tahu apa yang harus dilakukan dan takut kesalahan akan ditimpalkan

kepada mereka.

Dari uraian di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa

dalam menghadapi pelecehan seksual, perempuan cenderung

menghindar atau tidak melakukan apa – apa dan membiarkan pelaku

meskipun mereka tidak menyukai tindakan mereka. Dan hanya

sebagian kecil yang mengambil tindakan resmi seperti melaporkan ke

polisi ataupun pengadilan.


12

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di daerah Jakarta Timur, tepatnya di

SMA Negeri 12. Penelitian dilaksanakan pada tanggal 8 Agustus 2019 hingga

21 Agustus 2019 meliputi tahap persiapan, survei, pengolahan data dan

penyusunan laporan.

3.2 Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah murid laki–laki yang masih bersekolah di

SMAN 12. Subjek penelitian dibatasi dengan latar belakang dimana mereka

bersekolah sekarang.

3.3 Metode Penelitian

3.3.1 Prosedur Pengumpulan Data

Penelitian yang kami lakukan menggunakan salah satu

metode yakni kuantitatif kepada 40 murid laki–laki Sekolah Menengah

Atas Negeri (SMAN) 12 Jakarta mulai dari kelas 10 hingga kelas 12.

Pengumpulan data dilakukan melalui survei, lebih tepatnya


13

menggunakan Google Form. Pembuatan form dilakukan dengan

membuat terlebih dahulu pokok–pokok pertanyaan yang berhubungan

dengan pokok pembahasan yang kami angkat. setelah itu, form terlebih

dahulu diujicobakan, dari soal yang kami telah buat, jika ada suatu soal

yang kami rasa kurang tepat akan kami perbaiki. Setelah kami rasa form

telah siap, kami akan menyebarkan tautan form kepada kakak dana tau

adik kelas kami.

3.3.2 Cara Pengolahan Data dan Analisis Data

Pengolahan data dimulai dengan mengumpulkan jawaban–

jawaban yang telah dibuat oleh para rekan kami yang telah

berpartisipasi dalam survei kami. Selanjutkan kami akan mengkaji

ulang jawaban–jawaban yang telah diberikan oleh rekan kami. Setelah

pengkajian sudah kami lakukan, kami akan mencari presentase yang

tepat dan membuat grafiknya.


14

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Peneliti melakukan riset dengan membuat survei terhadap para

remaja perempuan yang berasal dari salah satu SMA, yakni SMA Negeri 12

Jakarta. Kemudian peneliti mendapatkan hasil yang telah terlampir.

4.2 Pembahasan

Berdasarkan hasil survei, pandangan remaja laki-laki terhadap

stigma bahwa laki-laki tidak akan pernah mendapat pelecehan seksual dari

perempuan terlihat dalam bentuk presentase. Para remaja laki-laki tidak

setuju dengan sebanyak 80% terhadap stigma tersebut sedangkan sisanya

menyetujui dengan hal tersebut.

Hampir separuh para remaja laki-laki yang berada pada di SMA

Negeri 12 Jakarta pernah mendapat pengalaman catcall sebesar 45%. Catcall

yang dialami berupa siulan sebesar 22.2%, berikutnya 11.1% mengalami

isyarat yang berkonteks seksual, 22.2% sindiran tubuh yang tidak pantas, dan

komentar bernada seksual sebesar 44.4% serta 22.2% mengalami perilaku

yang lebih buruk yaitu sentuhan hingga perlakuan kasar dari orang yang tidak

dikenalnya.
15

Street harassment ini biasanya didiamkan saja oleh para korban,

dalam tabel terlampir nampak bahwa korban yang mendiamkan pelaku lebih

banyak daripada yang melakukan perlawanan. Hasil riset menunjukkan

sebanyak 89% remaja laki-laki korban catcall hanya berdiam diri dengan

alasan masa bodoh sebanyak 33.3%, takut dan risih sebanyak 22.2%, dan

tidak menganggap bahwa catcall sebagai suatu hal yang serius dan tidak ingin

berhubungan lebih lanjut dengan pelaku sebesar 44.4%. Namun, sebesar

11.1% melawan dengan cara yang berbeda-beda dengan alasan ingin

memberikan efek jera dan merupakan salah satu perlindungan diri.

Para remaja laki-laki berpendapat bahwa mereka merasa trauma

untuk berjalan di tempat umum karena sebanyak 12% mengaku merasa

trauma. Terdapat 88% remaja laki-laki yang mengaku tidak merasa trauma

namun, hasil wawancara menunjukkan bahwa mereka merasa kesal dan tidak

nyaman berada di lingkungan tersebut.

Para korban catcall mengakui tidak akan melewati lokasi yang

sama saat mereka mendapat perlakuan tidak menyenangkan tersebut

sebanyak 33.3% dan sisanya akan tetap melewati lokasi tersebut dengan

alasan mereka masing-masing.

Efek yang ditimbulkan atas pelecehan seksual tersebut ialah efek

kesehatan seperti rasa gelisah dengan persentase 50%; efek kinerja sebesar

16.7% menimbulkan penurunan performa pada kehidupan; dan efek sosial

yakni rasa tidak percaya diri berjalan di ruang publik sebanyak 33.3%.
16

Pelecehan terhadap orang lain pun juga pernah disaksikan oleh para

remaja laki-laki korban catcall sebanyak 90% dan sisanya hanya pernah

mendapat perlakuan catcall, namun tak pernah menyaksikannya menimpa

pada orang lain.


17

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Catcall berarti sebuah tindakan meneriaki atau bersiul secara keras yang

mengungkapkan pelecehan. Catcall juga dipahami sebagai pelecehan dalam bentuk

komentar, gerak-gerik, dan tindakan yang tidak diinginkan dengan menyerang orang

lain di ruang publik tanpa kehendak orang yang bersangkutan yang biasanya

mempresentasikan hasrat seksual.

Catcall yang terjadi pada remaja laki-laki masih marak terjadi dan

memberikan dampak yang buruk pada korban itu sendiri. Berbagai efek yang

menimpa mereka melahirkan rasa gelisah dan takut ketika berada di ruang publik.

Namun, stigma bahwa laki-laki tidak akan pernah mendapat

pelecehan seksual dari perempuan membuat sebagian para remaja laki-laki

menganggap catcall sebagai suatu hal yang perlu dipermasalahkan. Sebagian

yang lain pun tidak setuju dengan stigma tersebut karena hal tersebut dapat

terjadi pada laki-laki juga.

5.2 Saran

Melihat maraknya catcall yang terjadi di lingkungan masyarakat,

diharapkan munculnya keberpihakan hukum terhadap pengalaman–

pengalaman laki-laki. Adanya stigma bahwa laki-laki tidak akan pernah


18

mendapat pelecehan seksual dari perempuan diberharapkan bahwa stigma

tersebut dapat dihapus dari kehidupan bermasyarakat karena pelecehan

seksual itu sendiri dapat terjadi pada siapapun, baik perempuan maupun laki-

laki.

Pada kesempatan kali ini, peneliti melakukan penelitian terhadap

korban catcall yang merupakan remaja laki-laki, peneliti ingin tahu

bagaimana pengalaman remaja laki-laki SMAN 12 Jakarta di ruang publik,

pandangan remaja laki-laki akan kejadian catcall yang mereka alami di ruang

publik dan stigma yang ada di masyarakat terhadap laki-laki.


19

Lampiran

Apakah Anda pernah mengalami catcall?

45%
55%

Ya Tidak

Apakah Anda Setuju dengan s6gma bahwa laki-laki


6dak akan pernah mendapat pelecehan seksual dari
perempuan?

20%

80%

Ya Tidak
20

Bentuk Catcall
Siulan 22.20%

Isyarat 11.10%

Sindiran 22.20%

Komentar 44.40%

Sentuhan 22.20%

0.00% 5.00% 10.00% 15.00% 20.00% 25.00% 30.00% 35.00% 40.00% 45.00% 50.00%

Bentuk Catcall

Apa yang Anda lakukan ke6ka


menjadi korban catcall?

11 %

89%

Hanya diam dan menjauh Melakukan perlawanan


21

Alasan

Sepele 44.40%

Takut & risih 22.20%

Masa Bodoh 33.30%

0.00% 5.00% 10.00% 15.00% 20.00% 25.00% 30.00% 35.00% 40.00% 45.00% 50.00%

Alasan

Apakah catcall membuat Anda trauma?

11.10%

88.90%

Ya Tidak
22

Bila Anda mengalami catcall, apakah Anda


akan tetap melewa6 lokasi tersebut?

33.30%

67.60%

Ya Tidak

Efek apa yang Anda Alami pasca catcall?

33.30%
50%

16.70%

efek kesehatan efek kinerja efek sosial


23

Apakah anda pernah menyaksikan


kejadian catcall terhadap orang lain?

10%

90%

Ya Tidak
24

Daftar Pustaka

Jones, J. (1998). Contemporary Feminist Thoeries. Edinburgh University Press.


Balai Pustaka. (1995). Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi kedua. Jakarta: Balai
Pustaka.
Kristi, P. E. (2000). Kekerasan Terhadap Laki-laki: Tinjauan Psikologi. Bandung:
Alumni.
Sumera, M. (2013). Perbuatan Kekerasan/Pelecehan Seksual Terhadap Laki-
Laki. Manado: Univeristas Sam Ratulangi.
Tangri, Sandra S., Martha R. Burt dan Leanor B. Johnson. (1992). Sexual
harassment: three explanatory models.
Triastuti, R. (2012). Kajian Nilai Pendidikan Novel Maruti Jerit Hati Seorang
Penari. Surabaya: Universitas Sebelah Maret.
Kelompok Kerja "Convention Watch" Pusat Kajian Jender Universitas Indonesia.
(2012). kekerasan terhadap laki - laki: tinjauan psikologi feminitik. In A. Sudiarti,
Pemahaman Bentuk - Bentuk tindak Kekerasan Terhadap Laki - Laki dan
Alternatif Pemecahannya (pp. 11-50). Jakarta, DKI Jakarta, Indonesia.

25

LEMBAR ORISINALITAS PENELITIAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama Penulis : I Gusti Kade Kendra Kalyana Belva

NIS : 15945

Institusi : SMA Negeri 12 Jakarta

menyatakan bahwa penelitian saya yang berjudul “Pengaruh Catcall Terhadap


Remaja Laki-Laki SMAN 12 Jakarta dalam Kehidupan Sehari-Hari” adalah
benar merupakan karya orisinil saya dan belum pernah dipublikasikan sama sekali
pada kegiatan yang serupa.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Apabila di kemudian hari
terbukti dan ditemukan terdapat pelanggaran di dalamnya, maka saya siap untuk
didiskualifikasi dari kegiatan ini sebagai bentuk tanggung jawab saya sesuai
ketentuan dari pihak kepanitiaan.

Jakarta, ............................. 2019

Mengetahui,
Guru Pembimbing Penelitian Ketua Peneliti

(…………………………………) (…………………………………)
NIP. NIS.
26

LEMBAR PENGESAHAN

1. Judul Karya : ………………………………………………...…


…………………………………………………...
…………………………………………………...
2. Peserta :
a. Ketua Kelompok : …………………………………………………...
NIS : …………………………………………………...
b. Anggota 1 : …………………………………………………...
NIS : …………………………………………………...
c. Anggota 2 : …………………………………………………...
NIS : …………………………………………………...
3. Guru Pembimbing :
Nama dan Gelar : …………………………………………………...
NIP : …………………………………………………...

Jakarta,…………….2019
Menyetujui,
Guru Pembimbing Penelitian Ketua Peneliti

(…………………………………..) (…………………………………)
NIP. NIS.

Mengetahui,
Kepala SMA……………Jakarta

(………………………………..)
NIP.
27

Anda mungkin juga menyukai