Anda di halaman 1dari 20

Ujian Tengah Semester Tanggal Mulai : 24 April 2017

MK. Menejemen Program Pangan dan Gizi Tanggal Selesai : 25 April 2017

INDONESIA SEHAT TANPA WASTING


(Wasting)

Oleh :

Hurry Mega Insani I151160191

Koordinator Mata Kuliah:


Dr. Ir. Drajat Martianto, MS

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT


FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2017
RINGKASAN

Wasting adalah kegagalan untuk mencapai pertumbuhan yang optimal, diukur


berdasarkan BB/TB (berat badan menurut tinggi badan) (BAPPENAS 2011). Riskesdas
mengemukakan prevalensi wasting di Indonesia sebesar 12,1% pada tahun 2013 yang artinya
mengalami penurunan sebanyak 1,5% dari tahun 2007 dengan prevalensi 13,6%. Pada tahun
2013, prevalensi sangat kurus di Indonesia sebesar 5,3% dan prevalensi kurus sebesar 6,8%.
Prevalensi tersebut mengalami penurunan jika dibandingkan dengan prevalensi pada tahun 2007
(sangat kurus 6,2% dan kurus 7,4%) dan tahun 2010 (sangat kurus 6,0% dan kurus 7,3%).Pada
tahun 2005, World Health Organization (WHO) memperkirakan sekitar 10% anak di bawah
umur lima tahun (balita) di dunia menderita wasting (kekurusan). Anak yang mengalami wasting
diketahui menggunakan data primer berupa data wasting yang dikumpulkan dengan pengukuran
antropometri berdasarkan indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) menggunakan
WHO Antro 2005 (nilai Z skor < -2 SD s/d > -3 SD). Indonesia memiliki masalah kesehatan
masyarakat yang serius sesuai dengan indikator WHO. Penulis membuat sebuah program yang
diharapkan dapat menurunkan prevalensi wasting di Indonesia yaitu Indonesia Sehat Tanpa
Wasting yang diharapkan dapat dilaksanakan di seluruh provinsi di Indonesia. Tujuan program
ini adalah untuk (1) mengurangi prevalensi wasting di Indonesia, (2) meningkatkan pengetahuan
ibu mengenai pangan, gizi dan sanitasi hygiene, serta (3) memudahkan akses kesehatan di daerah
terpencil dan tertinggal. Sasaran program ini adalah meningkatnya status gizi anak terutama
baduta pada 1000 HPK dan meningkatnya pengetahuan ibu mengenai pangan dan gizi terutama
bagi ibu-ibu di pulau-pulau terpencil dan tertinggal yang disesuaikan dengan sasaran pokok
RPJMN 2015-2019.

A. Latar Belakang
Wasting adalah kegagalan untuk mencapai pertumbuhan yang optimal, diukur
berdasarkan BB/TB (berat badan menurut tinggi badan) (BAPPENAS 2011). Anak wasting
ditandai dengan badan yang kurus akibat kurangnya asupan zat gizi sehingga massa tubuh tidak
sesuai dengan tinggi badan anak. Wasting merupakan masalah gizi serius yang perlu diatasi di
Indonesia. Dampak wasting pada anak adalah mengalami penurunan daya ekspolasi terhadap
lingkungannya, peningkatan frekuensi menangis, kurang bergaul dengan sesamea anak, kurang
perasaan gembira, dan cenderung menjadi apatis (Pramudya & Bardosono 2012). Dalam jangka
panjang, anak tersebut akan mengalami gangguan kognitif, penurunan prestasi belajar, gangguan
tingkah laku, bahkan peningkatan resiko kematian (Pramudya & Bardosono 2012). Dampak
tersebut akan merugikan bangsa dan dapat menyebabkan lost generation jika dialami oleh
banyak anak dan tidak dilakukan penanggulangan terhadap penyakit tersebut. Di masa yang akan
dating, anak tersebut akan memiliki produktivitas yang kurang serta meningkatkan morbiditas
dan mortalitas anak di Indonesia.
Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang dengan jumlah penduduk sebesar
257,9 juta orang yang tinggal di 33 provinsi di setiap penjuru Negara Indonesia. Letak
astronomis Indonesia berada pada 6o LU (Lintang Utara) - 11o LS (Lintang Selatan) dan antara
95o BT (Bujur Timur) - 141o BT (Bujur Timur). Indonesia merupakan Negara tropis dua musim
sepanjang tahunnya yaitu musim hujan dan musim panas. Secara geografis, Indonesia terletak di
kawasan yang sangat strategis yaitu diantara Benua Asia dan Benua Australia, serta Samudra
Hindia dan Samudra Pasifik. Setiap pulau di Indonesia memiliki adat dan budaya masing-masing
dengan bahasa daerahnya masing-masing. Budaya yang berbeda mempengaruhi pola konsumsi
pangan di Indonesia yang menjadikannya salah satu faktor yang mempengaruhi penyakit
malnutrisi. Indonesia memiliki tanah yang subur dan kekayaan alam yang melimpah sehingga
seharusnya dapat memenuhi kebutuhan pangan masyarakat di Indonesia.
Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang yang memiliki masalah malnutrisi
termasuk wasting. Riskesdas mengemukakan prevalensi wasting di Indonesia sebesar 12,1%
pada tahun 2013 yang artinya mengalami penurunan sebanyak 1,5% dari tahun 2007 dengan
prevalensi 13,6%. Pada tahun 2005, World Health Organization (WHO) memperkirakan sekitar
10% anak di bawah umur lima tahun (balita) di dunia menderita wasting (kekurusan). Berbagai
program dilakukan pemerintah Indonesia untuk menurunan prevalensi tersebut sehingga dapat
meningkatkan kualitas dan kuantitas penerus bangsa. Pada laporan ini, penulis akan menjabarkan
analisis situasi serta program yang dapat dilakukan dengan harapan dapat membantu
menurunkan prevalensi wasting di Indonesia.

B. Analisis Situasi
Status gizi kurus merupakan gabungan dari kurus dan sangat kurus (wasting) adalah salah
satu masalah kesehatan yang memerlukan penanganan serius (Afriza, 2016). World Health
Organization (WHO) secara global memperkirakan prevalensi balita stunting sebesar 161 juta
dan 51 juta prevalensi balita wasting (Global Nurition Report, 2015). Di Indonesia, sesuai data
dari Riskesdas, pada tahun 2007 prevalensi wasting mencapai 13,6% dan mengalami penurunan
sebanyak 0,3% pada tahun 2010 menjadi 13,3% lalu mengalami penurunan kembali pada tahun
2013 menjadi 12,1%. Penurunan prevalensi tersebut dinilai kurang pesat karena hanya mampu
menurunkan sebesar 1,5% dalam kurun waktu 6 tahun terakhir antara tahun 2007-2013. Pada
tahun 2013, prevalensi sangat kurus di Indonesia sebesar 5,3% dan prevalensi kurus sebesar
6,8%. Prevalensi tersebut mengalami penurunan jika dibandingkan dengan prevalensi pada tahun
2007 (sangat kurus 6,2% dan kurus 7,4%) dan tahun 2010 (sangat kurus 6,0% dan kurus 7,3%).
Status gizi anak balita diukur berdasarkan umur, berat badan (BB) dan tinggi badan (TB).
Variabel BB dan TB/PB anak balita disajikan dalam bentuk tiga indeks antropometri
konvensional, yaitu BB/U, TB/U dan BB/TB (Riskedas 2013). Indikator status gizi berdasarkan
indeks BB/TB memberikan indikasi masalah gizi yang sifatnya akut sebagai akibat dari peristiwa
yang terjadi dalam waktu yang singkat (Afriza 2016). Anak yang mengalami wasting diketahui
menggunakan data primer berupa data wasting dikumpulkan dengan pengukuran antropometri
berdasarkan indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) menggunakan WHO Antro 2005
(nilai Z skor < -2 SD s/d > -3 SD) (Hendrayati, Amir, & Darmawati, 2013).
Masalah kesehatan masyarakat sudah dianggap serius bila prevalensi kurus antara 10,0-
14,0 persen, dan dianggap kritis bila ≥15,0 persen (WHO 2010). Pada tahun 2013, secara
nasional prevalensi kurus pada anak balita masih 12,1 persen, yang artinya masalah kurus di
Indonesia masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius. Diantara 33 provinsi,
terdapat 16 provinsi yang masuk kategori serius, dan 4 provinsi termasuk kategori kritis, yaitu
Kalimantan Barat, Maluku, Aceh dan Riau (Riskesdas 2013).
Putri dan Miko Wahyono (2013) pada penelitiannya mengemukakan bahwa faktor
langsung dan tidak langsung yang berhubungan dengan kejadian wasting di Indonesia antara lain
adalah kurangnya asupan energi, karbohidrat, dan lemak, pola pemberian ASI yang tidak baik,
infeksi yang dapat menurunkan nafsu makan pada balita, kurangnya pendidikan ibu mengenai
gizi dan pangan, pola asuh ibu yang kurang baik, banyaknya jumlah balita dalam satu keluarga,
tingkat ketahanan pangan yang buruk, dan penghasilan rumah tangga yang sedikit. Faktor-faktor
tersebut mempengaruhi kejadian wasting pada anak Indonesia sehingga meningkatkan
morbiditas dan mortalitas anak di Indonesia. Kejadian wasting pada anak dapat mengakibatkan
anak tersebut mengalami gangguan kognitif, penurunan prestasi belajar, gangguan tingkah laku,
bahkan peningkatan resiko kematian (Pramudya & Bardosono 2012) yang mengganggu
produktivitas anak di masa yang akan datang.
Pemerintah Indonesia terus berusaha untuk menurunkan prevalensi wasting dengan
membuat berbagai program yang berdampak pada penurunan wasting sebesar 1,5% selama 6
tahun terakhir sesuai data terakhir pada Riskesdas 2013. Salah satu program yang diracang
pemerintah untuk mengurangi prevalensi tersebut adalah Sustainable Develoment Goal (SDGs).
Program ini memiliki 17 tujuan antara lain (1) pemberantasan kemiskinan, (2) nol kelaparan, (3)
kesehatan yang baik, (4) pendidikan yang berkualitas, (5) kesetaraan jender, (6) air bersih dan
sanitasi, (7) energi bersih dan terjangkau, (8) kerja layak dan pertumbuhan ekonomi, (9) industri,
inovasi dan infrastruktur, (10) pengurangan kesenjangan, (11) kota dan masyarakat
berkelanjutan, (12) konsumsi yang bertanggung jawab, (13) aksi perubahan iklim, (14)
kehidupan bawah laut, (15) kehidupan di darat, (16) perdamaian dan keadilan, dan (17)
kemitraan demi mencapai tujuan. Dengan tujuan diatas, diharapkan dapat memiliki dampak
sebagai berikut: (1) pengurangan kemiskinan, pembangunan berkelanjutan yang merata, mata
pencaharian dan pekerjaan layak, (2) akses merata kepada pelayanan dan jaminan social, (3)
keberlanjutan lingkungan dan mempertinggi ketahanan terhadap bencana, dan (4) pemerintahan
yang ditingkatkan kualitasnya dan akses merata kepada keadilan bagi semua orang
(RAKORKOP Kementrian Kesehatan RI 2015).
Sesuai dengan tujuan kedua yaitu nol kelaparan, SDGs menargetkan bahwa pada tahun
2030 untuk mengakhiri segala bentuk malnutrisi, termasuk mencapai target internasional 2025
untuk penurunan stunting dan wasting pada balita dan mengatasi kebutuhan gizi remaja
perempuan, wanita hamil dan menyusui, serta lansia. Sesuai dengan target WHA (World Health
Assembly) pada tahun 2025 diharapkan prevalensi wasting dapat diturunkan dan dipertahankan
menjadi <5%. Pada tahun 2019, diharapkan prevalensi wasting menurun menjadi 9,5% sesuai
dengan target SDGs. Data acuan yang digunakan pada program ini adalah riskesdas. Program ini
masih terus berlanjut hingga tahun 2030 dalam menanggulangi wasting dan masalah gizi lainnya.
Sesuai dengan tujuan ketiga yaitu kesehatan yang baik, SDGs menargetkan untuk secara
substansial meningkatkan pembiayaan kesehatan serta rekrutmen, pengembangan, pelatihan, dan
retensi tenaga kesehatan di negara-negara berkembang, terutama negara-negara tertinggal dan
negara bagian pulau kecil yang sedang berkembang. Sesuai dengan RPJMN 2015-2019
diharapkan puskesmas memiliki minimal lima jenis tenaga kesehatan. Sesuai data acuan, hanya
terdapat 1.015 puskesmas yang memenuhi target. Maka, SDGs menargetkan 5.600 puskesmas
pada tahun 2019. Lalu persentase RSU kabupaten/kota kelas C yang memiliki tujuh dokter
spesialis sesuai data acuan sebesar 25% dan diharapkan untuk ditingkatkan pada tahun 2019
menjadi 60%.
Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai pada program ini, diharapkan dapat menurunkan
prevalensi wasting yang lebih besar dan dapat mencapai targetnya di tahun 2019 hingga tahun
2030 dengan adanya bantuan dana, partisipasi masyarakat, informasi yang memadai, bantuan
pemerintah, serta kerjasama lintas sector untuk mengatasi masalah tersebut bersama-sama.
Diharapkan terdapat akses kesehatan yang mudah untuk mengatasi wasting di Indonesia
terutama di daerah-daerah terpencil dan tertinggal.
Program lainnya yang dilakukan pemerintah untuk menangani wasting antara lain adalah
Pedoman Gizi Seimbang (PGS) yang merupakan salah satu sarana pendidikan dan pola gizi
kearah pola hidup sehat dan sadar gizi (Perilaku Gizi Seimbang) (Kodyat 2014). Program ini
bertujuan untuk menyediakan pedoman makan dan berperilaku sehat bagi seluruh lapisan
masyarakat berdasarkan prinsip konsumsi anekaragam pangan, perilaku hidup bersih, aktivitas
fisik dan mempertahankan berat badan normal dengan sasaran penentu kebijakan, pengelola
program, dan semua pemangku kepentingan antara lain Lembaga Swadaya Masyarakat,
organisasi profesi, organisasi keagamaan, perguruan tinggi, media massa, dunia usaha, dan mitra
pembangunan internasional (Kemenkes, 2014). Program tersebut memiliki empat pilar yaitu (1)
mengkonsumsi makanan yang beragam, (2) membiasakan perilaku hidup bersih, (3) melakukan
aktivitas fisik, dan (4) mempertahankan dan memantau berat badan (bb) normal. Bagi bayi dan
balita indikator yang digunakan adalah perkembangan berat badan sesuai dengan pertambahan
umur. Pemantauannya dilakukan dengan menggunakan KMS (Kemenkes 2014).
Sesuai dengan tujuan program tersebut, pemerintah mengharapkan bahwa dengan adanya
acuan gizi seimbang, masyarakat akan mengkonsumsi makanan yang beragam dan dapat hidup
sehat sehingga dapat meminimalisir prevalensi morbiditas dan mortalitas. Program-program
pemerintah lainnya yang membatu memberantas kejadian wasting antara lain adalah gerakan
1000 HPK, Posyandu, dan masih banyak lagi.
C. Alternatif dan Pemilihan Program
Wasting adalah suatu keadaan kekurangan gizi akut yang banyak terdapat di daerah
dengan social-ekonomi rendah yang dapat disebabkan oleh asupan nutrisi inadekuat dan adanya
penyakit (Pramudya & Bardosono 2012). Prevalensi wasting di Indonesia menurut riskesdas
mencapai 13,6% pada tahun 2007 dan mengalami penurunan sebanyak 0,3% pada tahun 2010
menjadi 13,3% lalu mengalami penurunan kembali pada tahun 2013 menjadi 12,1%. WHO
(2010) mengemukakan bahwa masalah kesehatan masyarakat sudah dianggap serius bila
prevalensi kurus antara 10,0-14,0 persen, dan dianggap kritis bila ≥15,0 persen. Maka, masalah
wasting di Indonesia dinilai sebagai masalah yang serius dengan persentase 12,1% pada data
riskesdas 2013. Sehingga, untuk membantu menanggulangi kejadian wasting, penulis akan
mencoba memaparkan sebuah program yang diharapkan dapat menurunkan prevalensi kejadian
wasting di Indonesia sesuai dengan target global mencapai <5% pada tahun 2025.
Nama program tersebut adalah Indonesia Sehat Tanpa Wasting yang diharapkan dapat
dilaksanakan di seluruh provinsi di Indonesia. Tujuan program ini adalah untuk (1) mengurangi
prevalensi wasting di Indonesia, (2) meningkatkan pengetahuan ibu mengenai pangan, gizi dan
sanitasi hygiene, serta (3) memudahkan akses kesehatan di daerah terpencil dan tertinggal.
Sasaran program ini adalah meningkatnya status gizi anak terutama baduta pada 1000 HPK dan
meningkatnya pengetahuan ibu mengenai pangan dan gizi terutama bagi ibu-ibu di pulau-pulau
terpencil dan tertinggal yang disesuaikan dengan sasaran pokok RPJMN 2015-2019, yaitu: (1)
meningkatnya status kesehatan dan gizi ibu dan anak, (2) meningkatnya pengendalian penyakit,
(3) meningkatnya akses dan mutu pelayanan kesehatan dasar dan rujukan terutama di daerah
terpencil, tertinggal dan perbatasan, (4) meningkatnya cakupan pelayanan kesehatan universal
melalui Kartu Indonesia Sehat dan kualitas pengelolaan SJSN kesehatan, (5) terpenuhinya
kebutuhan tenaga kesehatan, obat dan vaksin, serta (6) meningkatnya responsivitas system
kesehatan.
Manfaat pelaksanaan program ini adalah membantu menurunkan prevalensi wasting
menjadi <5% pada tahun 2025, meningkatkan pengetahuan ibu, dan membantu akses kesehatan
di masyarakat. Kegiatan utama yang akan dilakukan pada program tersebut antara lain adalah (1)
penyuluhan pendidikan mengenai pangan, gizi, dan sanitasi hygiene oleh pakar bidang-bidang
tersebut kepada ibu-ibu didaerah dan dilakukan monitoring serta evaluasi rutin, (2) pemberian
makanan tambahan secara rutin kepada anak wasting, (3) pemeriksaan kesehatan rutin bagi ibu
dan anak, (4) bantuan pangan dan pemberian bibit sayur dan buah, serta (5) peningkatan tenaga
kesehatan dan kemudahan akses kesehatan di daerah terpencil dan tertinggal. Upaya yang
dilakukan untuk melaksanakan program-program tersebut antara lain adalah (1) advokasi yang
merupakan upaya untuk memohon atau meminta terhadap orang yang berpengaruh
menggunakan surat atau dilakukan secara musyawarah, (2) bekerjasama dengan pemerintah
untuk kemajuan program baik dalam perizinan atau biaya program tersebut. (3) bekerjasama
dengan pihak swasta terutama di bidang kesehatan, (4) menggali informasi lebih dalam
mengenai daerah yang akan dijadikan sampel program melalui penelitian-penelitian sebelumnya
yang dilakukan di daerah tersebut, (5) menegakkan norma social dan menetapkan landasan
hukum pada program. Upaya yang dilakukan diharapkan dapat mensukseskan program dan
mencapai tujuan dari program itu sendiri.
Strategi yang dapat dilakukan antara lain adalah (1) mempromosikan program-program
tersebut kepada masyarakat sehingga dapat meningkatkan partisipasi masyarakat, (2)
memberdayakan masyarakat terutama terhadap pengadaan akses kesehatan dan pangan, (3)
menjadikan masyarakat sebagai pelaksana dan pelaku kegiatan sehingga masyarakat dapat hidup
mandiri serta dapat memecahkan masalahnya sendiri. Strategi tersebut dilaksanakan secara
bertahap hingga tujuan program dapat tercapai.
Beberapa peraturan pemerintah yang mendukung program ini antara lain adalah Undang-
Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas
sumber daya manusia di Indonesia, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2002 tentang ketahanan
pangan, juga pemberdayaan masyarakat yang didukung oleh Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor 1529/Menkes/SK/X/2010 tentang Pedoman Umum Pengembangan Desa dan Kelurahan
Siaga Aktif, Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012 bertujuan untuk menjamin
terselenggaranya pembangunan kesehatan oleh semua komponen bangsa, baik Pemerintah,
Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat termasuk badan hukum, badan usaha, dan lembaga
swasta secara sinergis, berhasil guna dan berdaya guna, sehingga terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya.
D. Tujuan dan Indikator Kerja
Program ini merupakan program Nasional yang masih perlu dilakukan pemantaun dan
percobaan untuk mengetahui kelayakan program dan tingkat kesuksesan program tersebut.
program ini akan diimplementasikan di Kalimantan Barat dan Riau, Indonesia.
Tujuan dari program ini adalah untuk menurunkan prevalensi malnutrisi di Indonesia
serta meningkatkan status gizi ibu dan anak dan menghasilkan anak bangsa yang kreatif,
inovatif, dan produktif. Tujuan program ini secara spesifik adalah (1) mengurangi prevalensi
wasting di Indonesia, (2) meningkatkan pengetahuan ibu mengenai pangan, gizi dan sanitasi
hygiene, serta (3) memudahkan akses kesehatan di daerah terpencil dan tertinggal.
Berikut indikator-indikator untuk tampilan dan output program yang akan dimonitoring
dan dievalusi adalah:
1. Pengetahuan ibu mengenai pangan, gizi dan sanitasi hygiene dapat dilihat dari cara ibu
mempersiapkan makanan bagi badutanya.
2. Pemberian PMT pada anak wasting (apakah diberikan secara rutin pada anak, atau
dibagikan juga terhadap anggota keluarga lain yang tidak mengalami kejadian wasting)
sehingga kejadian wasting menjadi <5% pada tahun 2025.
3. Penanaman bibit sayur dan buah minimal di seluruh pekarangan rumah penduduk.
Sebanyak 65% lahan pertanian diatamani buah dan sayur yang disesuaikan dengan jenis
tanah di Kalimantan barat serta riau.
4. Akses kesehatan dan penambahan tenaga kesehatan di daerah terpencil dan tertinggal.
Terdapat 5 tenaga kesehatan di dalam 1 puskesmas dan setiap desa memiliki minimal 1
puskesmas. Jarak puskesmas cukup dekat dengan perumahan warga.
Deskripsi pada komponen-komponen, hasil monitoring, dan implementasi disajikan
didalam tabel dibawah ini:
Komponen A
Nama Komponen Penyuluhan Gizi, Pangan, dan Sanitasi
Hygiene pada Ibu
Harga (Rp) Rp 80.000.000
Deskripsi Komponen Penyuluhuan gizi, pangan dan sanitasi hygiene
bagi ibu perlu dilaksanakan karena ibu
dianggap memegang kunci utama bagi
kesehatan keluarganya. Kegiatan ini berfungsi
untuk meningkatkan pengetahuan ibu di bidang
gizi, pangan dan sanitasi hygiene terutama
pada ibu di daerah terpencil dan tertinggal
yang hanya mendapatkan ilmu dari budaya
nenek moyang yang terkadang berbanding
terbalik dengan kesehatan. Berbagai penelitian
mengemukakan bahwa kejadian wasting
diakibatkan oleh intake gizi yang kurang dan
infeksi pada anak. Jika ibu diberikan
pengetahuan melalui penyuluhan, diharapkan
(1) ibu dapat memberikan makanan dengan
memikirkan kandungan gizinya bukan hanya
agar anak menjadi kenyang saja, (2)
memberikan pangan yang beragam, dan (3)
menjaga kebersihan makanan yang dikonsumsi
agar tidak menimbulkan diare pada anak.
Penyuluhan akan dilaksanakan selama 2
minggu sekali di tempat yang tersedia dengan
bantuan masyarakat oleh pakar pangan dan
gizi. Lalu dilakukan monitoring rutin dan
evaluasi oleh pelaksana program setiap sebulan
sekali.
Hasil Monitoring 1. Ibu mempersiapkan menu makan sesuai
dengan pedoman gizi seimbang.
2. Ibu dapat menjaga ketahanan pangan
rumah tangganya.
3. Ibu membersihkan alat persiapan,
pengolahan, dan penyajian makanan.
4. Ibu mencuci tangan sebelum dan sesudah
mengolah makanan.
5. Ibu mencuci tangan saat memberikan
makanan pada baduta.
Waktu Implementasi 8 bulan

Komponen B
Nama Komponen Pemberian PMT pada Anak Wasting
Harga (Rp) Rp 150.000.000
Deskripsi Komponen PMT atau yang disebut dengan Pemberian
Makanan Tambahan biasanya dilakukan
apabila individu mengalami malnutrisi atau
defisiensi zat gizi mikro. Program ini bertujuan
untuk meningkatkan status gizi anak dengan
kejadian wasting yang diharapkan dapat
menaikkan berat badan anak setelah diberikan
PMT selama 10 bulan implementasi sehingga
dapat menurunkan prevalensi kejadian wasting
di Indonesia. Pemberian PMT dilakukan setiap
hari selama 10 bulan dengan kunjungan selama
seminggu sekali. PMT yang diberikan dapat
berupa biscuit, susu, dan makanan-makanan
yang mengandung protein tinggi sesuai dengan
saran dari ahli gizi. Monitoring dilakukan
seminggu sekali dan evaluasi dilakukan di
akhir pemberian PMT.
Hasil Monitoring 1. Kenaikan berat badan pada anak
2. PMT dipastikan dikonsumsi oleh anak
3. Konsumsi pangan
4. Status gizi
5. Gejala kesakitan yang dialami
Waktu Implementasi 10 bulan
Komponen C
Nama Komponen Aksi Tanam Sayur dan Buah Bersama
Harga (Rp) Rp 70.000.000
Deskripsi Komponen Sayur dan buah merupakan makanan tinggi
serat yang akan membantu memperlancar
sistem pencernaan di dalam tubuh. Sayur dan
buah memiliki banyak kandungan zat gizi
mikro yang dibutuhkan oleh tubuh.
Pemanfaatan lahan kosong di pekarangan
rumah dapat dilakukan untuk memberdayakan
masyarakat dan membantu meningkatkan
konsumsi sayur dan buah di daerah Kalimantan
Barat dan Riau.
Program ini dimulai dengan memberikan benih
sayur dan buah yang dapat ditanam dengan
mudah di pekarangan rumah lalu dilakukan
monitoring dan evaluasi hingga tanaman
tersebut dapat dipetik dan dikonsumsi.
Diharapkan penanaman buah dan sayur terus
dilakukan sepanjang waktu walaupun pusat
bantuan telah pergi sehingga diperlukan
penanaman kemandirian untuk rajin berkebun
di pekarangan pada diri masyarakat.
Hasil Monitoring 1. Penanaman benih
2. Penanaman dan pertumbuhan bibit
3. Perawatan sayur dan buah
4. Pemetikan sayur dan buah yang matang
Waktu Implementasi 11 bulan
Dibawah merupakan rencana dan kategori keuangan, jumlah dan persentase pengeluaran
ada pada tabel dibawah ini:
Tabel 1 Rencana Keuangan
Sumber Dana Jumlah (Rp)
Yayasan Kesehatan Provinsi Rp 190.000.000
Pemerintah Rp 100.000.000
Dana Lainnya Rp 100.000.000
Total Rp 390.000.000

Tabel 2 Kategori Pengeluaran, Jumlah, dan Persentase Pengeluaran


No Kategori Jumlah Alokasi Dana Persentase Pengeluaran
1 Service konsultasi tenaga kesehatan Rp 45.000.000 11.5
2 Perlengkapan acara penyuluhan Rp 35.000.000 8.9
3 Konsumsi penyuluhan Rp 24.000.000 6.2
4 Makanan untuk PMT Rp 90.000.000 23
5 Perlengkapan monitoring dan evaluasi Rp 75.000.000 19.2
6 Benih sayur dan buah Rp 60.000.000 15.4
6 Biaya lainnya Rp 21.000.000 5.4
Total Rp 350.000.000 100
Biaya Tambahan Rp 40.000.000 10.3

E. Rencana Implementasi
Organisasi dan Manajemen
Dinas kesehatan berperan untuk menyediakan sarana dan prasarana kesehatan seperti
puskesmas dan tenaga kerja kesehatan di daerah terpencil dan tertinggal bagi program Indonesia
Sehat sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang pusat
kesehatan masyarakat. Dinas kesehatan berperan penting dalam pengembangan sumber daya,
koordinasi dan bimbingan, serta pemantauan dan pengendalian.
Pengembangan sumber daya yang dimaksud adalah dinas kesehatan dapat menyediakan
sumber daya manusia di Puskesmas sesuai dengan RPJMN 2015-2019 mengenai terdapatnya
lima tenaga kesehatan dalam satu Puskesmas dan RSU Kota dan Kabupaten kelas C memiliki
tujuh orang dokter spesialis. Menyelenggarakan pembekalan atau pelatihan-pelatuhan kesehatan
kepada kader-kader posyandu di desa-desa terpencil dan tertinggal untuk mengembangkan
pengetahuan masyarakat mengenai kesehatan terutama pada kejadian wasting oleh tenaga ahli
yang bekerjasama dengan kementerian kesehatan.
Koordinasi dan bimbingan diartikan seperti melakukan bimbingan untuk membantu
memecahkan masalah-masalah di Puskesmas seperti kejadian wasting dengan berkonsultasi
kepada dinas kesehatan serta mengkoordinasi program-program seperti pelatihan dan
penyuluhan kepada Dinas Kesehatan. Pemantauan dan pengendalian dilakukan oleh Dinas
Kesehatan untuk membuat pelaporan pelaksanaan program dan dampak yang diperoleh dari
program tersebut terhadap masyarakat.
Kementrian kesehatan berperan penting sebagai Pemerintahan Pusat sesuai dengan UU
No. 23 Tentang Pemerintahan Daerah berwenang untuk: (a) menetapkan norma, standar,
prosedur, dan kriteria dalam rangka penyelenggaraan urusan pemerintahan; (b) melaksanakan
pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan daerah, selain juga pengembangan sumber daya, koordinasi dan bimbingan, serta
pemantauan dan evaluasi. Kementrian kesehatan berperan penting dalam mengontrol kebijakan
dan pedoman suatu program agar program tidak melanggar peraturan yang ada, pengembangan
sumber daya yang berperan untuk penyedia dana kesehatan sesuai dengan program yang
dilakukan, serta berperan penting dalam koordinasi dan bimbingan program yang akan dilakukan
dan melakukan pemantauan dan pengendalian pada program tersebut.
Tokoh masyarakat berperan sebagai sasaran utama dalam pengembangan suatu program
kesehatan. Tokoh masyarakat yang berperan yaitu kepala desa, tokoh agama, dan individu
lainnya yang dihormati oleh masyarakat. Tokoh masyarakat berperan sebagai pelaku dan
pelaksana program yang paling utama untuk memperkenalkan program yang diselanggarakan di
desa tersebut, sehingga jumlah masyarakat yang berpartisipasi dalam program tersebut terus
meningkat. Terutama terhadapa sasaran program wasting ini yaitu balita dan ibu balita.

Koordinasi
Berbagai pihak ikut berpartisipasi dalam menanggulangi kejadian wasting baik
masyarakat itu sendiri, tokoh masyarakat, dinas kesehatan, kemeterian kesehatan dan lain
sebagainya. Berbagai sektor bekerjasama untuk mewujudkan tercapainya tujuan program dimulai
dari sektor pertanian, sektor agama, dan sektor kesehatan. Pemerintah wilayah berkoordinasi
dengan tenaga kesehatan dan masyarakat untuk membantu menurunkan prevalensi wasting di
daerah tersebut dengan berpartisipasi dan berkontribusi dalam program Indonesia Sehat tanpa
Wasting hingga tujuan program tersebut tercapai.

Jadwal Program
Program percobaan akan dilaksanakan selama dua tahun di Kalimantan Barat dan Riau
dimulai dari tanggal 1 Mei 2017 hingga 1 Mei 2019. Jika program dapat terlaksana dengan baik,
maka, program akan dilanjutkan hingga tahun 2025 di berbagai provinsi di Indonesia terutama
daerah-daerah terkecil dan terpencil.

Januari Februari Maret April


No Nama Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Penyuluhan Gizi, Pangan, dan Sanitasi Hygiene
1
pada Ibu
Penyuluhan
Wawancara pengetahuan ibu
Pengolahan data
2 Pemberian PMT pada Anak Wasting
Pemberian PMT
Pemantauan Berat Badan
Pengolahan Data
3 Aksi Tanam Sayur dan Buah Bersama
Pemberian Benih
Aksi Penanaman Bersama
Pematauan tanaman
Panen sayur dan buah
4 Monitoring dan evaluasi program
Mei Juni Juli Agustus
No Nama Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Penyuluhan Gizi, Pangan, dan Sanitasi Hygiene
1
pada Ibu
Penyuluhan
Wawancara pengetahuan ibu
Pengolahan data
2 Pemberian PMT pada Anak Wasting
Pemberian PMT
Pemantauan Berat Badan
Pengolahan Data
3 Aksi Tanam Sayur dan Buah Bersama
Pemberian Benih
Aksi Penanaman Bersama
Pematauan tanaman
Panen sayur dan buah
4 Monitoring dan evaluasi program

September Oktober November Desember


No Nama Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Penyuluhan Gizi, Pangan, dan Sanitasi Hygiene
1
pada Ibu
Penyuluhan
Wawancara pengetahuan ibu
Pengolahan data
2 Pemberian PMT pada Anak Wasting
Pemberian PMT
Pemantauan Berat Badan
Pengolahan Data
3 Aksi Tanam Sayur dan Buah Bersama
Pemberian Benih
Aksi Penanaman Bersama
Pematauan tanaman
Panen sayur dan buah
4 Monitoring dan evaluasi program

Syarat Pelaporan
Laporan berupa penyajian data dari program Indonesia Sehat tanpa Wasting yang
diperoleh dari hasil monitoring serta wawancara terhadap pelaku kegiatan. Di dalam laporan juga
dicantumkan persentase wasting sebagai kesimpulan selam program dilaksanakan. Dilakukan
perbandingan data dengan data yang telah dicapai selama program berlangsung.

Kerangka dan Monitoring


Ringkasan Target kinerja dan Sumber data dan Asumsi dan Resiko
Indikator Laporan
Mekanisme

Pemantauan Ibu dapat Wawancara dan Asumsi:


pengetahuan ibu menyediakan monitoring bulanan
mengenai pangan, makanan sesuai Ibu menyediakan
gizi, dan sanitasi dengan pendoman Baseline dan makanan beragam
hygiene gizi seimbang survey akhir
Resiko:

Anak mengalami
wasting

Pemantauan Prevalensi anak Riskesdas dan data Asumsi:


pemberian PMT wasting berkurang sekunder wasting
pada anak wasting menjadi <5% provinsi Anak wasting
mengkonsumsi
Baseline dan PMT dan berat
survey akhir badan anak
meningkat

Resiko:

Berat badan anak


tidak meningkat

Pemantauan aksi Konsumsi sayur Food Recall Asumsi:


tanam buah dan dan buah
sayur meningkat menjadi Baseline dan Masyarakat
mengkonsumsi
70% dari baseline survey akhir banyak buah dan
sayur

Resiko:

Kurangnya minat
masyarakat dalam
mengkonsumsi
buah dan sayur

Meningkatkan Bimbingan Laporan dari


monitoring dan implementasi monitoring dan
evaluasi monitoring dan evaluasi program
evaluasi secara
detail

Estimasi Harga Setiap Program

No Program Jumlah Alokasi Dana


1 Penyuluhan gizi, pangan, dan sanitasi hygiene pada Ibu
Service konsultasi tenaga kesehatan Rp 45.000.000
Perlengkapan acara penyuluhan Rp 35.000.000
Konsumsi penyuluhan Rp 24.000.000
Perlengkapan monitoring dan evaluasi Rp 25.000.000
Biaya lainnya Rp 7.000.000
Biaya tidak terduga Rp 13.300.000
Total Rp 149.300.000
2 Pemberian PMT pada anak wasting
Makanan untuk PMT Rp 90.000.000
Perlengkapan monitoring dan evaluasi Rp 25.000.000
Biaya lainnya Rp 7.000.000
Biaya tidak terduga Rp 13.400.000
Total Rp 135.400.000
3 Aksi tanam buah dan sayur
Benih sayur dan buah Rp 60.000.000
Perlengkapan monitoring dan evaluasi Rp 25.000.000
Biaya lainnya Rp 7.000.000
Biaya tidak terduga Rp 13.300.000
Total Rp 105.300.000

Struktur Organisasi
Pemerintah dan pemegang kebijakan

Dinas Kesehatan dan Kementerian Kesehatan

Puskesmas dan Poyandu

Tenaga Ahli Kesehatan

Tokoh Masyarakat dan Masyarakat

Komponen A: Penyuluhan Gizi, Pangan,


dan Sanitasi Hygiene

Komponen B: Pemberian PMT pada Anak


Wasting

Komponen C: Aksi tanam Buah dan Sayur

DAFTAR PUSTAKA
Afriza, R. (2016). Analisis Determinan Status Gizi Balita (6-59 Bulan) berdasarkan Composite
Index of Anthropometric Failure (CIAF) di Wilayah Kerja Puskesmas Nanggalo Kota
Padang Tahun 2016. Padang: Universitas Andalas.

BAPPENAS. (2011). Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi 2011-2015. Jakarta: Menteri
Perencanaan Pembangunan Nasional.

Global Nurition Report. 2015. Actions and Accountability to Advance Nutrition and Sustainable
development. Washington, DC. International Food Policy Research Institute. Diakses di
www.ifpri.org/.../global-nutrition-report-2015, tanggal 21 April 2017.

Hendrayati, Amir, A., & Darmawati. (2013). Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Wasting pada
Anak Balita di Kecamatan Marioriwawo Kabupaten Soppeng. Media Gizi Pangan, Vol.
XV, Edisi 1, 57.

Kemenkes. (2014). Pedoman Gizi Seimbang. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.


Kemenkes. (2016). Pedoman Umum Program Indonesia Sehat Dengan Pendekatan Keluarga.
Jakarta: Kementrian Kesehatan RI

Kodyat, B. A. (2014). Pedoman Gizi Seimbang 2014. Yogyakarta: Permenkes RI No. 41 Tahun
2014.

Organization, W. H. (2007). World Health Statistics 2007. Geneva: WHO Press.

Pramudya, A. E., & Bardosono, S. (2012). Prevalensi Anak Beresiko Wasting dan Faktor-Faktor
yang Berhubungan: Studi Cross Sectional Pada Anak Usia 3-9 Tahun di Pesantren Tapak
Sunan Tahun 2011. 2.

Putri, D. S., & Miko Wahyono, T. Y. (2013). Faktor Langsung dan Tidak Langsung yang
Berhubungan Dengan Kejadian Wasting Pada Anak Umur 6-59 Bulan di Indonesia
Tahun 2010. Media Litbangkes Vol 23 No. 3, 116-119.

RI, R. K. (2015). Kesehatan dalam Kerangka Sustainable Development Goals (SDGs). Jakarta:
Sekretariat Pembangunan Kesehatan Pasca-2015 Kementerian Kesehatan RI.

Riskesdas. 2007. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI

Riskesdas. 2010. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI

Riskesdas. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI

Anda mungkin juga menyukai