H. Tenas Effendy
H. Hasan Junus
Diterbitkan oleh
Yogyakarta
2004
Pengertian Corak
Di dalam tradisi Melayu Riau motif atau pola lazimnya disebut corak, ragi, bentuk
dasar, acuan induk, bentuk asal, atau gambar asal. Bagi para perajin tenun, sulam, tekat, dan
suji motif lazim pula disebut pengacu, contoh acu, atau acu saja. Bagi para pengrajin
anyaman, motif disebut contoh asal, bentuk asal, atau gambar induk. Perajin ukiran
menyebutnya contoh bentuk, acuan, atau reka bentuk. Sebutan lain umumnya adalah contoh
hiasan atau bentuk hiasan. Pemakaian kata hiasan mengacu kepada salah satu fungsi motif
sebagai unsur hiasan, sedangkan benda yang menjadi hiasan itu disebut perhiasan dalam arti
luas.
Sumber Corak
Corak dasar Melayu Riau umumnya bersumber dari alam, yakni terdiri atas flora,
fauna, dan benda-benda angkas. Benda-benda itulah yang direka-reka dalam bentuk-bentuk
tertentu, baik menurut bentuk asalnya seperti bunga kundur, bunga hutan, maupun dalam
bentuk yang sudah diabstrakkan atau dimodifikasi sehingga tak lagi menampakkan wujud
asalnya, tetapi hanya menggunakan namanya saja seperti itik pulang petang, semut beriring,
dan lebah bergantung.
Di antara corak-corak tersbut, yang terbanyak dipakai adalah yang bersumber pada
tumbuh-tumbuhan (flora). Hal ini terjadi karena orang Melayu umumnya beragama Islam
sehingga corak hewan (fauna) dikhawatirkan menjurus kepada hal-hal yang berbau
“keberhalaan”. Corak hewan yang dipilih umumnya yang mengandung sifat tertentu atau
yang berkaitan dengan mitos atau kepercayaan tempatan. Corak semut dipakai – walau tidak
dalam bentuk sesungguhnya, disebut semut beriring – karena sifat semut yang rukun dan
tolong menolong. Begitu pula dengan corak lebah disebut lebah bergantung, karena sifat
lebah yang selalu memakan yang bersih, kemudian mengeluarkannya untuk dimanfaatkan
orang ramai (madu). Corak naga berkaitan dengan mitos keperkasaan naga sebagai penguasa
lautan dan sebagainya. Selain itu, benda-benda angkasa seperti bulan, bintang, matahari, dan
awan dijadikan corak karena mengandung nilai falsafah tertentu pula.
Ada pula corak yang bersumber dari bentuk-bentuk tertentu yakni wajik, lingkaran,
kubus, segi, dan lain-lain. Di samping itu, ada juga corak kaligrafi yang diambil dari kitab Al-
Quran. Selain dari sumber-sumber yang disebutkan diatas, corak melayu tentulah diperkaya
pula dengan corak dari luar. Hal itu terjadi karena masyarakat melayu adalah masyarakat
yang terbuka. Sejauh ini belum dapat dipastikan corak mana sajakah yang berasal dari luar
Riau. Yang pasti, amat banyak motif melayu riau yang sama dengan motif lainnya, terutama
kawasan Melayu Malaysia, Singapura, Sumatera Timur, dan sebagainya. Kesamaan itu amat
kentara dalam corak tenunan, sulaman, tekat, dan suji. Pendapat sementara berasal dari
penuturan orang tua-tua yang menyebutkan bahwa corak-corak itu memang dibawa oleh
orang luar, terutama Terengganu, Malaysia, karena merekalah yang membawa kerajinan
tenunan itu ke Riau. Kemudian barulah dikembangkan di daerah ini sehingga menjadi
kerajinan rakyat Melayu Riau.
Pendapat itu barangkali ada benarnya karena dahulu diantara orang Melayu Riau dan
Melayu Malaysia serta Singapura merupakan satu kesatuan. Wilayah kerajaan Melaka dan
Johor, misalnya, merupakan satu wilayah dengan Riau sekarang. Bahkan, kesatuan itu
terwujud pada masa kerjaan Johor-Riau yang berkembang di daerah ini. Pemisahaan secara
geopolitik terjadi dengan adanya Treaty Of London (1824 M) yang dilakukan antara Belanda
dan Inggris. Apalagi hingga sekarang masih banyak orang Melayu Riau yang mempunyai
keluarga dekat di Malaysia dan Singapura, yang bermukim di sana sejak puluhan bahkan
ratusan tahun yang silam.
Sejarah Riau juga mencatat bahwa kawasan ini menjadi tumpuan pertemuan niaga
antarbangsa sejak ratusan tahun yang lalu. Oleh sebab itu, berbagai unsut budaya luar turut
masuk, yang sebagian diserap oleh masyarakat tempatan. Hal itu dapat pula disimak dari
adanya unsur corak Melayu Riau yang mirip dengan corak dari Cina, India, Eropa, Arab dan
sebagainya, termasuk corak yang berasal dari suku-suku lainnya di Indonesia. Di dalam
proses selanjutnya, corak-corak itu disempurnakan atau dikembangnkan oleh perajin
tempatan, dikukuhkan menjadi corak Melayu hingga sekarang. Dengan demikian, tentulah
diperlukan pengkajian yang lebih mendalam mengenai asal-usul dari sumber awal corak
tersebut sehingga kebenarannya lebih dapat dipertanggungjawabkan.
Dalam tradisi melayu riau, corak-corak dasar itu dikembangkan lagi dengan beragam
variasi sehingga membentuk suatu perpaduan yang serasi. Bahkan, ada yang menimbulkan
nama-nama baru untuk ragam hias yang dimaksud. Corak pucuk rebung, misalnya,
berkembang menjadi dua puluh delapan bentuk, corak kaluk pakis menjadi dua puluh bentuk,
siku keluang menjadi delapan bentuk. Hal itu selain memperkaya khazanah corak melayu
riau, juga menunjukkan tingginya daya karsa, cipta, dan karya atau kreativitas masyarakat
melayu riau dalam berseni budaya.
Pengembangan corak-corak dasar itu, di satu sisi memperkaya bentuk hiasan. Di sisi
lain, pengembangan itu juga memperkaya nilai falsafah yang terkandung di dalamnya.
Nama-Nama Corak
Motif yang bersumber dari tumbuh-tumbuhan (flora) antara lain, sebagai berikut ini.
Bunga
Corak bunga jumlahnya relatif banyak. Diantaranya ialah bunga bakung, bunga
melati, bunga kundur, bunga mentimun, bunga hutan, bunga kiambang, bunga cengkih,
bunga setaman, bunga serangkai, bunga berseluk, bunga bersanggit, bunga sejurai, bunga
kembar, bungga tunggal, kembang sari, bunga-bungaan, dan lain-lain.
Kuntum
Corak kuntum antara lain ialah kuntum tak jadi, kuntum merekah, kuntum serangkai,
kuntum bersanding, kuntum kembar, kuntum berjurai, kuntum jeruju, kuntum setanding,
kuntum tak sudah, kuntum sejurai, dan sebagainya.
Daun
Corak daun diantaranya ialah daun bersusun, daun sirihm daun keladi, daun
bersanggit bunga, susun sirih pengantin, susun sirih sekawan, daun berseluk, dan lain-lain.
Buah
Corak yang bersumber dari buah juga banyak terdapat dalam ragam hias melayu riau.
Diantaranya ialah tampuk manggis, buah hutan, buah delima, buah anggur, buah setangkai,
pisang-pisangan, pinang-pinangan, buah kasenak, buah mengkudu, delima merekah, dan lain-
lain.
Akar
Corak yang berasal dari akad-akaran antara lain, ialah kaluk pakis atau kaluk paku,
akar bergelut, alar melilit, akar berpilin, akar berjuntai, akar-akaran, belah rotan, pucuk
rebung dan sebagainya.
Jenis Unggas
Corak dari jenis unggas antara lain, ialah itik dan itik pulang petang, ayam jantan,
ayam bersabung, burung punai, burung bangau, burung serindit, burung balam atau balam
dua setengger, burung kurau, kurau mengigal, garuda menyambar, burung merak, merak
sepasang, siku keluang, dan lain-lain.
Corak dari jenis hewan melata diantaranya ialah ular-ularan, ular melingkar, ular
tidur, naga-nagaan, naga bersabung, naga berjuang, naga tertangkap dan sebagainya.
Corak dari jenis hewan buas antara lain ialah singa-singaan dan harimau jantan.
Jenis Serangga
Corak dari serangga antara lain, ialah semut beriring, lebah bergantung atau lebah
bersanggul, kupu-kupu, kupu-kupu sepasang, belalang rusa, sepatung berkawan, dan
sebagainya.
Jenis Hewan Air
Corak hewan air lazimnya mengambil jenis ikan dan sedikit sekali jenis yang lain.
Motif ikan lazimnya disebut ikan-ikan dengan variasi ikan bergelut, ikan sekawan, ketam-
ketam atau siangkak hanyut, dan lain-lain.
Corak yang bersumber dari benda-benda angkasa juga terdapat dalam ragam hias
Melayu Riau. Diantara corak itu ialah bulan penuh, bulan sabit, bulan temaram, bintang-
bintang, bintang bertabur, bintang bersusun, bintang lima, bintang tujuh, bintang tiga, bintang
meninggi hari, matahari pagi, awan larat, awan bergelut, dan sebagainya.
Corak Melayu Riau dari bentuk-bentuk tertentu antara lain ialah segi penjuru empat,
segi penjuru enam, segi lima, segi delapan, segi tiga, segi panjang, bulat penuh, bujur telur,
lengkung anak bulan, lentik bersusun dan lain-lain.
Setiap corak ragam hias melayu riau mengandung makna dan falsafah tertentu.
Nilainya mengacu pada sifat-sifat asal dari setiap benda atau makhluk yang dijadikan corak,
dipadukan dengan nilai-nilai kepercayaan dan budaya tempatan, kemudian disimpai dengan
nilai-nilai luhur agama islam. Dengan mengacu kepada nilai-nilai luhur yang terkandung di
dalam setiap corak itulah, adat resam tempatan mengatur pemakaian dan penempatannya. Hal
itu menyebabkan corak menjadi semakin kokoh, menjadi kegemaran, dan menjadi kebanggan
sehingga diwariskan secara turun-temurun.
Orang tua-tua menjelaskan bahwa kearifan orang melayu menyimak alam sekitarnya
memberikan mereka peluang besar dalam memilih atau menciptakan corak. Hewan yang
kecil seperti semut, yang selalu bekerja sama, mampu membuat sarang yang besar, mampu
mengangkat barang-barang yang jauh lebih besar dari badannya, dan bila bertemu selalu
saling berangkulan, memberi ilham terhadap pencipta corak untuk mengabdikan perihal
semut itu dalam coraknya sehingga lahirlah corak yang dinamakan semut beriring. Begitu
pulalah dengan itik yang selalu berjalan beriringan dengan rukunnya melahirkan corak itik
pulang petang atau itik sekawan. Hewan lebah yang selalu memakan yang manis dan bersih
(sari bunga), kemudian menyumbangkannya untuk makhluk lain dalam bentuk madu dan
selalu hidup berkawan-kawan dengan damainya melahirkan corak lebah bergantung atau
lebah bergayut..
Bunga-bungaan yang indah, wangi, dan segar melahirkan corak-corak bunga yang
mengandung nilai dan falsafah keluhuran dan kehalusan budi, keakraban dan kedamaian
seperti corak bunga setaman, bunga berseluk daun, dan lain-lain..
Burung balam, yang selalu hidup rukun dengan pasangannya, melahirkan pula corak
balam dua setengger sebagai cerminan dari kerukunan hidup suami-istri dan persahabatan.
Ular naga, yang dimitoskan menjadi hewan perkasa penguasa samudera, melahirkan corak
naga berjuang, naga bersabung dan lain-lainnya yang mencerminkan sifat keperkasaan yang
di maksud. Corak burung serindit mencerminkan sifat kearifan dan kebijakan. Corak pucuk
rebung dikaitkan dengan kesuburan dan kesabaran. Corak awan larat dikaitkan dengan
kelemahlembutan budi, kearifan dan sebagainya.
Dahulu setiap perajin diharuskan untuk memahami makna dan falsafah yang
terkandung di dalam setiap corak. Keharusan itu dimaksudkan agar mereka secara pribadi
mampu menyerap dan menghayati nilai-nilai yang dimaksud, mampu menyebarluaskannya,
dan mampu pula menempatkan corak itu sesuai menurut alur dan patutnya.
Adanya makna dan falsafah dalam setiap corak menyebabkan corak itu kadngkala
berfungsi ganda, yakni sebagai hiasan, untuk penyebarluasan tunjuk ajar dan sebagai penolak
bala atau pembawa berkat. Secara umum, nilai-nilai hakiki yang terdapat dalam corak-corak
melayu sebagai berikut.
Karena orang Melayu Riau adalah penganut Islam, nilai-nilai Islam itu banyak
mempengaruhi nilai-nilai budaya mereka, termasuk nilai-nilai ragam hiasnya. Di dalam
ungkapan adat dikatakan “Berpijak pada Yang Satu” atau “Hidup berselimut Adat, Mati
Berkafan Iman.” Nilai ketaqwaan ini antara lain dapat disimak pada corak bulan sabit,
bintang-bintang dan lain-lain.
Nilai Kerukunan
Orang melayu amatlah tinggi menjungjung kerukunan hidup, baik dalam kehidupan
berumah tangga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegeara. Nilai ini tersimpul dalam corak
balam dua setengger (lambang kerukunan suami-istri dan keluarga), akar berpilin, sirih
bersusun, kembang setaman dan lain-lain.
Kerukunan hidup baru terwujud apabila dilandasi oleh rasa persatuan dan kesatuan
sertaa kegotongroyongan dan timbang rasa yang tinggi. Hal itu terbuhul dalam ungkapan,
“Senasib Sepenanggungan, Seaib dan Semalu” sehingga “Yang berat sama dipikul, yang
ringan sama dijinjing” atau dikatakan “ke laut sama berbasah, ke darat sama berkering”,
“mendapat sama berlaba, hilang sama merugi”. Nilai ini dapat ditemui dalam corak semut
beriring, itik pulang petang, bunga berseluk daun, ikan sekawan, dan lain-lain.
Bagi orang melayu riau, persatuan dan kesatuan lazim disebut “persebatian iman”
atau “perpaduan umat” amatlah diutamakan. Rasa ini pula yang mengekalkan tali
persaudaraan, baik antarsesama masyarakat melayu maupun dengan masyarakat pendatang.
Landasan inilah yang menyebabkan orang melayu selalu menerima siapa pun yang datang ke
daerah mereka dengan muka yang jernih dan hati yang bersih. Keterbukaan itu pulalah yang
lambat laun melahirkan masyarakat melayu yang majemuk dengan kebudayaannya yang
majemuk pula.
Nilai Kearifan
Sifat arif dan bijaksana menjadi salah satu landasan sifat orang melayu. Arif dalam
menyimak dan bijaksana dalam bertindak telah dibakukan dalam ungkapan adat “arif
menyimak kabar burung, bijak laku dalam bertindak”. Ungkapan lain menyebutkan bahwa
“yang arif menjemput tuah, yang bijak menjemput arwah”. Nilai itu terpatri, antara lain di
dalam motif burung serindit yang dimitoskan sebagai lambang kearifan dan kebijaksanaan
melayu.
Nilai Kepahlawanan
Bunga dan kuntum selalu menjadi lambang kasih sayang, kesucian, ketulusan dan
kehalusan budi pekerti, persahabatan, dan persaudaraan. Oleh sebab itu, corak bunga dan
kuntum dipakai hampir semua ragam hias melayu riau. Bahkan, sebagian orang tua-tua
mengatakan “Gambar bunga dan kuntum menjadi ‘mahkota’ dalam hiasan.”
Nilai Kesuburan
Kepribadian yang memiliki sifat bertanggung jawab menjadi idaman setiap orang
melayu. Oleh sebab itu, nilai ini dijalin pula dalam coraknya, antara lain siku keluang, akar
berjalin dan sebagainya.