Anda di halaman 1dari 285

MASTER PLAN PENDIDIKAN

KABUPATEN BANDUNG
2008-2025

2007
KATA PENGANTAR

Bismillah-Alhamdulillah… Sungguh tidak dapat disangkal lagi


bahwa manusia pada saat dilahirkan ke dunia, merupakan sosok
makhluk yang paling tidak berdaya. Tidak berdaya, karena harus diajari
oleh Sang Ibu agar dapat membuka mulut, menetek, bicara, berdiri dan
berjalan, mengenal simbol-simbol benda yang ada di sekelilingnya, dan
diajari pula keterampilan praktis sampai tata pergaulan dengan manusia
lainnya. Itulah pendidikan. Sesungguhnya, di mana pun proses
pendidikan terjadi, menunjukkan bahwa pendidikan mempunyai nilai-nilai
yang dalam, karena jika mambicarakan pendidikan pada hakekatnya
membicarakan martabat serta nilai-nilai kemanusiaan. Namun ternyata,
belakangan lembaga pendidikan yang namanya ‘sekolah’ ini hanya
menyediakan waktu yang sangat terbatas, dan penuh dengan aturan
yang ketat.
Seiring perkembangan jaman, dimana pengetahuan dan
keterampilan yang harus dipelajari bertambah dan berkembang semakin
kompleks, kemudian upaya-upaya pembelajaran tersebut mulai
diformalkan dalam bentuk apa yang sekarang dikenal dengan
persekolahan. Dan ‘sekolah’ tersebut cenderung dianggap sebagaii
satu-satunya wadah pembelajaran generasi. Padahal pengetahuan dan
keterampilan untuk bekal hidup dan kehidupan tidak hanya didapat dan
dipelajari di ‘sekolah’, di luar ‘sekolah’ pun jauh lebih banyak.
Akibat kompleksitas dan heterogenitas jenis, sifat, dan situasi yang
disebut ‘sekolah’ tersebut, sering diidentikkan dengan pendidikan.
Tatkala membahas sistem pendidikan cenderung yang dibahas sistem
persekolahan. Membicarakan pengelolaan pendidikan, yang dibahas
terbatas pada pengelolaan sekolah. Dan ketika merencanakan
pendidikan, ternyata hanya merencanakan sekolah. Akibatnya,
paradigma pendidikan yang begitu universal hanya dipandang secara
terbatas, dan lebih banyak adaptif daripada inisiatif. Akhirnya, sistem
pengelolaan pendidikan pun lebih banyak tergantung pada sistem politik
yang dianut dalam menyelenggarakan pemerintahan.
Pandangan tentang pendidikan seperti itu tidaklah mengherankan
karena memang beranjak dari asumsi yang hanya sebatas itu. Namun,
upaya pendidikan yang didasari pada pandangan seperti itu, ternyata
tidak cukup membawa masyarakat kita ke arah tujuan-tujuan pendidikan
yang universal. Gejala denka-densi moral bukan saja terjadi pada
generasi muda, bahkan terjadi pada pada generasi tua. Diakui atau
tidak, denka-densi moral tersebut merupakan sebagian dari kegagalan-
kegagalan yang dicapai proses pendidikan selama ini. Karena itu, untuk
melakukan perencanaan dalam pendidikan, tidak cukup hanya sekedar
latah karena alasan-alasan politis.
Baru saja bangsa ini membenahi segala kemelut akibat ‘huru-hara’
menggulingkan tirani pemerintahan, sekarang harus pula berkemas
dengan segala ‘sampah-sampah’ yang dibawa arus globalisasi. Belajar
dari pengalaman, kita pun maklum bahwa setiap permasalahan yang
kita hadapi hanya dapat dipecahkan dengan upaya penguasaan dan
peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi. Penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi merupakan perwujudan tingkatan kualitas
sumber daya manusia (SDM). Dari sejarah peradaban pula kita dapat
menyimpulkan bahwa hanya manusia yang berkualitaslah yang mampu
berperan dalam kehidupan. Karena itu, peningkatan kualitas SDM harus
segera diupayakan secara terencana, terorganisasi, terarah, dan
terkendali.
Peningkatan kualitas SDM ternyata tidak bisa dilakukan tanpa
melalui pendidikan, dan karenanya melalui peningkatan kualitas
pendidikanlah kualitas SDM dapat ditingkatkan. Menyadari betapa
pentingnya peningkatan kualitas pendidikan tersebut, pemerintah
Kabupaten Bandung telah melakukan berbagai upaya, dan berbagai
kebijakan telah dilaksanakan. Namun, sepertinya tetap saja belum
berhasil membawa masyarakat Kabupaten Bandung memenangkan
persaingan dengan masyarakat lainnya, baik di lingkungan regional,
nasional atau masyarakat internasional.
Kenyataan tersebut di antaranya disebabkan oleh pendekatan
dan metode pembangunan yang selalu mengarah pada input oriented
dan macro oriented. Pendekatan input ditunjukkan hampir pada semua
kebijakan yang dengan keyakinan akan menghasilkan output yang
berkualitas. Tetapi pada kenyataannya, pendekatan dan metode itu
hanya efektif di lingkungan ekonomi dan bisnis. Sedangkan pendektan
makro, ditunjukkan oleh manajemen yang terpusat. Perencanaan
pendidikan yang didasarkan pada proyeksi secara makro, pada
kenyataannya sering kurang menyentuh persoalan-persoalan mendasar
yang dihadapi para pelaksana pendidikan pada tingkat kelembagaan
satuan pendidikan. Kondisi-kondisi tersebut, tentu saja memerlukan
pembaharuan-pembaharuan mendasar, baik yang menyangkut
pendektan dan metodologi pembangunan, maupun kebijakan stratejik
dalam pelaksanaan pembangunan.
Berdasarkan pemikiran tersebut tampaknya cukup memberi
alasan, mengapa Pemerintah Kabupaten Bandung memerlukan adanya
Rencana Induk (Master Plan) Pendidikan. Rencana Induk ini sangat
penting artinya sebagai dokumen perencanaan dalam pembangunan
pendidikan yang memberikan pedoman bagi para pengelola
pendidikan dalam menyusun rencana-rencana strategis
penyelenggaraan pendidikan, baik yang menyangkut bidang-bidang
garapan pendidikan yang menjadi kewenangan masyarakat dan
pemerintah daerah, maupun untuk proses-proses pengelolaan pada
setiap jalur, jenjang dan jenis kelembagaan satuan pendidikan.
Ahkir kata, kepada Allah SWT jualah kita bersyukur, dengan diiringi
do’a, semoga upaya-upaya yang kita rencanakan dalam dokumen ini
merupakan bagian dari ihtiar dan ijtihad untuk mendapat ridho-Nya. Dan
semoga pula dalam pelaksanaannya mendapat petunjuk dan
pertolongan serta kemudahan-kemudahan dalam memperoleh hasilnya.
Amiin…
Bandung, November 2007
TIM PERUMUS
Badan Perencanaan Daerah
Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Kebupaten Bandung, 2007

MASTER PLAN PENDIDIKAN


KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2008-2025

(Ringkasan Eksekutif)

A. PENDAHULUAN
Secara filosofis tanggungjawab pendidikan melekat pada keluarga,
masyarakat dan pemerintah. Dalam kontek rumah tangga negara
pendidikan merupakan hak setiap warga negara, maka di dalamnya
mengandung makna bahwa negara berkewajiban memberikan layanan
pendidikan kepada warganya. Karena itu pengelolaan sistem
pembangunan pendidikan harus didesain dan dilaksanakan secara
bermutu, efektif dan efisien. Pelayanan pendidikan harus berorentasi pada
upaya peningkatan akses pelayanan yang seluas-luasnya bagi warga
masyarakat. Dalam konteks inilah Pemerintah Kabupaten Bandung
memiliki kewajiban dan tugas dalam memberikan pelayanan
pembangunan pendidikan bagi warganya sebagai hak warga yang harus
dipenuhi dalam pelayanan pemerintahan. Demikian pula bahwa
pembangunan pendidikan di Kabupaten Bandung merupakan fondasi
untuk melaksanakan pembangunan dalam berbagai bidang lainnya
mengingat secara hakiki upaya pembangunan pendidikan adalah untuk
membangun potensi manusianya yang kelak akan menjadi pelaku
pembangunan diberbagai bidang pembangunan lainnya.
Dalam setiap upaya pembangunan, penting untuk senantiasa
mempertimbangkan karatkteristik dan potensi setempat. Dalam kontek ini,
masyarakat Kabupaten Bandung yang mayoritas suku Sunda memiliki
potensi, budaya dan karakteristik tersendiri. Secara sosiologis-antropologis
falsafah kehidupan masyarakat Sunda yang telah diakui mengandung
makna yang mendalam adalah Cageur, Bageur, Bener, Pinter, Singer.
Dalam kaitan ini filosofis tersebut harus dijadikan pedoman dalam
mengimplementasikan setiap rencana pembangunan termasuk dibidang
pendidikan. Cageur mengandung makna sehat jasmani dan rohani.
Bageur berperilaku baik, sopan santun, ramah tamah bertatakrama. Bener
yaitu jujur, amanah, penyayang dan taqwa. Pinter artinya memiliki ilmu
pengetahuan. Singer artinya kreatif dan inovatif. Sebagai sebuah upaya
untuk mewujudkan falsafah tersebut maka ditempuh pendekatan social
cultural heritage approach. Melalui pendekatan ini diharapkan akan lahir
peran aktif masyarakat dalam pembangunan pendidikan yang digulirkan
pemerintah.
Apa yang tersurat dan tersirat dalam pasal 31 UUD 1945 diperjelas
dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan
Nasional, menyatakan bahwa “pendidikan nasional berfungsi

Ringkasan Eksekutif 1
Badan Perencanaan Daerah
Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Kebupaten Bandung, 2007

mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban


bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab”.
Filosofis dalam penyusunan Master Plan dijiwai oleh cita-cita luhur
sebagaimana rumusan yang termaktub dalam amanat konsititusi tersebut.
Master Plan pendidikan ini sebagai acuan/pedoman bagi para
pemangku kepentingan di bidang pendidikan dalam rangka
pembangunan manusia yang berilmu, berpengetahuan, mampu
membangun dan menguasai teknologi, serta berdaya saing, yang
berlandaskan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Dokumen tersebut dapat menjadi arah kebijakan dan rencana
implementasi bidang pendidikan di Kabupaten Bandung.
B. MASALAH YANG PERLU DIBENAHI
1. Pendidikan Formal
Sebagai gambaran umum data menunjukan bahwa pencapaian
APM SD/MI pada tahun 2006 adalah 97,45%. APM SMP/MTs tahun 2006
mencapai 69,38%. APM SMA/SMK sederajat pada tahun 2006 mencapai
25,36%. APK SD/MI sederajat tahun 2006 110,14%, APK SMP/MTS pada 2006
mencapai 89,12%. APK SMA/SMK sederajat pada 2006 menjadi 31,25%.
Peningkatan RLS 2006 mencapai 9,53. AMH pada 2006 menjadi 98,26%.
Pada jalur pendidikan nonformal pun, masih rendahnya jumah warga
belajar yang mengikuti layanan program pendidikan kesetaraan (Paket A,
B, dan Paket C). Di samping itu, masih rendahnya jumlah anak luar biasa
(ALB) yang membutuhkan layanan pendidikan yang setara dengan
pendidikan formal.
Persoalan lain adalah masih ditemukan ketimpangan dari mutu
pendidikan antara lain: (1) masih tingginya jumlah ruang kelas yang rusak
di SD/MI dan SMP/MTs, SMA/SMK/MA sehinga Kabupaten Bandung masih
menduduki peringkat kedua terbanyak jumlah sekolah yang rusak di Jawa
Barat; (2) Pengadaan, distribusi, penertiban, perbaikan, dan pemeliharaan
tanah, gedung, perabot dan alat peraga sekolah yang bervariasi, tidak
berdasarkan standarisasi; (3) Masih lemahnya managemen aset oleh
pemerintah daerah sehingga masih banyak fasilitas pendidikan yang
belum memiliki bukti hukum; (4) Masih banyaknya sekolah yang
kekurangan buku paket dan alat peraga edukatif sehingga menyulitkan
guru dalam melaksanakan pembelajaran; (5) Masih lemahnya sistem
manajemen SDM guru dan tenaga pengelola kependidikan, terutama
dalam pola rekrutmen, seleksi, penempatan dan pendistribusian,
pembinaan karier, kesejahteraan dan remunerasi, serta pemberhentian

Ringkasan Eksekutif 2
Badan Perencanaan Daerah
Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Kebupaten Bandung, 2007

tenaga guru, kepala sekolah, pengawas sekolah dan tenaga


kependidikan lainnya yang sering keliru; (6) Masih belum meratanya
distribusi guru SD di wilayah Kabupaten Bandung. Jika dilihat dari rasio
murid per guru masih terdapat kelebihan guru di beberapa kecamatan
dan kekurangan guru kecamatan lainnya; (7) Masih kurangnya guru untuk
beberapa mata pelajaran, yaitu di tingkat SLTP dan SLTA kekurangan guru
mata pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika dan BP; di tingkat
SMU/SMK kekurangan guru untuk mata pelajaran Matematika, Fisika,
Biologi, Lingkungan Hidup dan BP; (8) Masih rendahnya tingkat
kesejahteraan guru dan tenaga kependidikan lainnya; (9) Kurikulum
pendidikan yang terlalu teoritis, kurang praktis, kurang kontekstual,
sehingga kurang memberikan makna yang berarti bagi bekal kehidupan
murid di masa depan, baik yang berkenaan dengan nilai-nilai religius,
bekal kecakapan hidup (life skills), tata pergaulan, budi-pekerti, seni
budaya lokal, kesehatan dan lingkungan hidup, serta aspek-aspek
pembentuk karakter bangsa sering terabaikan; (10) Masih sulitnya
mengembangkan Sekolah Kejuruan di daerah yang berorientasi pada
potensi daerah setempat untuk memenuhi peluang pasar kerja tingkat
daerah, nasional maupun untuk pasar kerja internasional; (11) Masih
tingginya angka putus sekolah pada beberapa kecamatan yang tingkat
geografisnya sulit untuk dijangkau, sehingga turut menyebabkan perilaku
destruktif dan gangguan keamanan dan ketertiban; (12) Masih belum
difahaminya tentang perlunya layanan pendidikan bagi anak-anak yang
berkebutuhan khusus, baik bagi anak karena ketunaan, kenakalan,
maupun kebutuhan khusus lainnya; (13) Masih berkembang anggapan
bahwa anak luar biasa merupakan anak ‘sakit’ sehingga pemberian
layanan pendidikan masih menggunakan pendekatan medis, bukan
melalui pendekatan pendidikan kekhususan; (14) Masih rendahnya
perhatian masyarakat dan pemerintah terhadap pentingnya
kelembagaan pendidikan keagamaan, karena masih tumpang tindih
kewenangan dengan instansi vertikal Departemen Agama. Akibatnya,
perkembangan jumlah dan kualitas lembaga-lembaga pendidikan
keagamaan, khususnya di jalur nonformal masih merana; (15)
Pembiayaan dan anggaran penyelenggaraan satuan pendidikan masih
didasarkan pada asumsi-asumsi teoritis, tidak didasarkan pada
perhitungan satuan biaya operasional (SBO) secara faktual; (16)
Mekanisme sistem penganggaran pun tidak didasarkan pada sistem
pemetaan alokasi (budget mapping alocation) untuk kebutuhan setiap
penyelenggaraan satuan program pendidikan. Sekalipun sudah dibantu
dengan adanya BOS, masih tetap saja belum dapat mengangkat
persoalan-persoalan pembiayaan penyelenggaraan pendidikan pada
tingkat satuan pendidikan; (17) Masih lemahnya kemampuan administratif
dan manajerial para pengelola satuan pendidikan (kepala sekolah, tata
usaha sekolah, pengawas sekolah, dan komite sekolah); (18) Partisipasi
Ringkasan Eksekutif 3
Badan Perencanaan Daerah
Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Kebupaten Bandung, 2007

dunia usaha terhadap pembiayaan program-program pendidikan yang


disalurkan melalui pemerintah masih rendah. Partisipasi yang baru
dilakukan hanya disalurkan sendiri terhadap lembaga-lembaga ‘binaan’
dunia usaha itu sendiri.
2. Pendidikan Nonformal (PNF)
Berkenaan dengan problema pendidikan di jalur pendidikan
nonformal di Kabupaten Bandung sampai Tahun 2007 masih ditemukan
gambaran bahwa: (1) Eksistensi PNF masih dianggap belum mendapat
perhatian yang profesional dari pemerintah maupun masyarakat dalam
sistem pembangunan daerah, baik berkenaan dengan peraturan
perundangan maupun dukungan anggaran; (2) Upaya memformalkan
pendidikan kesetaraan (Paket A, B dan C) dengan pola pembelajaran,
penyelenggaraan ujian yang harus menunggu waktu ujian dengan
sertifikasi/ijasah yang mengikuti pola pendidikan formal, turut merugikan
dan menyurutkan minat masyarakat untuk mengikuti program pendidikan
kesetaraan; (3) Kurikulum dan proses pembelajaran keaksaraan masih
belum benar-benar berdasarkan kebutuhan nyata masyarakat, sehingga
hasil pemebelajaran yang diberikan pada warga belajar belum fungsional
dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat; (4) Masih terbatasnya
jumlah dan mutu tenaga profesional pada instansi PNF mulai tingkat
kabupaten sampai ke tingkat desa dalam mengelola, mengembangkan
dan melembagakan PNF; (5) Masih terbatasnya sarana dan prasarana
edukatif PNF baik yang menunjang penyelenggaraan maupun proses
pembelajaran PNF dalam rangka memperluas kesempatan, peningkatan
mutu dan relevansi hasil program PNF dengan kebutuhan pembangunan
daerah; (6) Terselenggaranya kegiatan PNF di lapangan masih
mengandalkan tenaga sukarela yang tidak ada kaitan struktural dengan
pemerintah sehingga tidak ada jaminan kesinambungan pelaksanaan
program PNF; (7) Perhatian dan pengembangan pendidikan kesetaraan
jender, pemberdayaan wanita dan sebagai ibu rumah tangga yang turut
menopang ekonomi keluarga, dan kader-kader wanita pelayan
pembangunan masyarakat di pesedaan, masih relatif sangat rendah;
Pada beberapa daerah tertentu di Kabupaten Bandung, masih ada
budaya yang berpandangan bahwa perempuan tidak diwajibkan untuk
sekolah lebih tinggi dibanding laki-laki. Hal tersebut menyebabkan satu
kesenjangan tingkat pendidikan antara laki-laki dengan perempuan; (8)
Masih belum terjadinya koordinasi yang terpadu antara Dinas Pendidikan
dan Dinas Tenaga Kerja, terhadap Lembaga Latihan Luar Sekolah (LLLS)
dan LKK (Latihan Keterampilan Kerja) sehingga kedua jenis lembaga
tersebut kurang berkembang; (9) Masih rendahnya jumlah, sebaran
pelayanan perpustakaan masyarakat, taman bacaan masyarakat, dan
pusat-pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM) sebagai media dan
sumber belajar dan pembelajaran masyarakat; (10) Masih rendahnya

Ringkasan Eksekutif 4
Badan Perencanaan Daerah
Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Kebupaten Bandung, 2007

pelayanan pendidikan kepemudaan, baik yang menyangkut pelayanan


pendidikan kepribadian, budi pekerti, kecakapan hidup, maupun yang
bersifat kebangsaan.
3. Pendidikan Informal
Pada jalur pendidikan informal pun pada umumnya masyarakat
belum begitu memahami tentang eksistensi pendidikan informal yang
telah dijamin oleh undang-undang, sehingga layanan pendidikan informal
masih dianggap tidak penting bagi pendidikan anak. Di samping itu,
pemerintah pun, baik pemerintah pusat, provinsi, maupun pemerintah
kabupaten belum dapat merumuskan peraturan perudang-undangan
terpasuk pedoman penyelenggaraan pendidikan informal bagi
masyarakat. Sehingga, kecenderungan pendidikan informal yang
berkembang sekarang ini lebih mirip layanan pendidikan nonformal yang
diselenggaraakan oleh keluarga.
Merujuk gambaran persoalan-persoalan seperti diungkapkan di
muka, dapat disimpulkan bahwa pokok permasalahan pendidikan di
Kabupaten Bandung masih dihadapkan pada rendahnya APK/APM/AM
pada setiap jalur, jenjang dan jenis pendidikan, termasuk sebarannya
yang masih bervariasi di antara masing-masing wilayah kecamatan
sehingga pencapaian target wajar dikdas 9 tahun dihadapkan pada
kondisi yang amat variatif. Permasalahan lainnya, masih rendahnya mutu
hasil pendidikan pada setiap jalur, jenis dan jenjang pendidikan. Persoalan
lainnya adalah keterbatasan akses masyarakat karena persoalan
kemampuan ekonomi, budaya maupun geografis. Dalam upaya
memberikan pelayanan pendidikan yang semakin menjangkau maka
pembebasan biaya sekolah kepada setiapan warga usia sekolah
(khususnya usia wajib belajar) amat diperlukan baik pada sekolah formal
maupun nonformal. Peningkatan layanan pendidikan kesetaraan (Paket A
dan B) untuk anak usia wajib belajar harus diupayakan secara konsisten.
Perumusan dan pengembangan prosedur operasional standar penerapan
kurikulum berbasis budaya daerah dan kearifan lokal, budi pekerti,
kecakapan hidup dan jiwa entrepreneur, teknologi dasar, serta lingkungan
hidup yang sesuai dengan karakteristik jalur, jenis dan jenjang satuan
pendidikan pada setiap wilayah.
Di samping itu, perlu upaya mengembangkan jaringan kemitraan
dengan lembaga-lembaga pemerintah, perguruan tinggi, dunia
perusahaan, pesantren, dan atau komunitas masyarakat lainya dalam
rangka pendalaman penerapan kurikulum berbasis budaya daerah dan
kearifan lokal, budi pekerti, kecakapan hidup dan jiwa entrepreneur,
teknologi dasar, olah raga dan seni, serta lingkungan hidup yang sesuai
dengan karakteristik jalur, jenis dan jenjang satuan pendidikan. Kedepan
perlu segera dirintis pengembangan sekolah-sekolah
unggulan/percontohan/model yang berbasis pada budaya daerah dan
Ringkasan Eksekutif 5
Badan Perencanaan Daerah
Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Kebupaten Bandung, 2007

kearifan lokal, budi pekerti, kecakapan hidup teknologi dasar yang sesuai
dengan karakteristik jalur, jenis dan jenjang satuan pendidikan.
Dalam garis kebijakan nasional seiring dengan diterbitkanya PP
Nomor 19 tahun 2004, tentang Standar Nasional Pendidikan, maka target
pelayanan pembangunan pendidikan saampai Tahun 2025 dipola dalam
4 tahap, yaitu: (1) Tahun 2006-2010 peningkatan kapasitas dan
modernisasi; (2) Tahun 2011-2015 penguatan pelayanan; (3) Tahun 2016-
2020 mencapai daya saing regional; dan (4) Tahun 2021-2025 mencapai
daya saing internasional.
Untuk mewujudkannya minimal dibutuhkan kondisi: Pertama,
diperlukan daya tampung yang seimbang dengan populasi penduduk
pada setiap jalur, jenis dan jenjang pendidikan; Kedua, masyarakat harus
memiliki kemampuan untuk menyekolahkan anaknya; Ketiga, komitmen
sepenuh hati pemerintah dalam melaksanakan pendidikan untuk semua
(education for all) termasuk membantu kesulitan-kesulitan yang dihadapi
masyarakatnya, karena tidak dapat dipungkiri bahwa pada umumnya
semakin tinggi jenjang pendidikan semakin besar biaya pendidikan yang
dibutuhkan. Peranan pemerintah adalah membangun akses yang luas
kepada seluruh warga agar dapat memperoleh pelayanan pendidikan
tanpa terkecuali.
C. AGENDA PENDIDIKAN TAHUN 2008-2025
Untuk menyusun agenda pembangunan pendidikan yang
dituangkan dalam prioritas program diperlukan kesepahaman tentang
substansi, proses dan konteks kelembagaan pendidikan yang menjadi
kewenangan pemerintah daerah untuk mengurusnya.
Secara substantif, pembangunan pendidikan di Kabupaten
Bandung akan berkenaan dengan tugas-tugas pengelolaan dalam
bidang: (1) pengembangan dan implementasi kurikulum; (2) pengelolaan
peserta didik; (3) pengelolaan ketenagaan; (4) pengelolaan tanah,
bangunan/gedung/sarana/prasarana dan fasilitas serta sumber belajar;
(5) pengelolaan anggaran dan pembiayaan pendidikan; (6) pengelolaan
kerjasama kelembagaan pendidikan dengan masyarakat; (7)
pengelolaan bidang-bidang khusus lainnya yang sesuai dengan jenis dan
karakteristik kelembagaan pendidikan.
Pemahaman tentang proses-proses pendidikan di Kabupaten
Bandung akan berkenaan dengan serangkaian prosedur manajerial,
antara lain: (1) proses pembuatan keputusan yang dituangkan dalam
bentuk-bentuk produk kebijakan; (2) proses perencanaan yang disertai
dengan dokumen-dokumen rencana dan program; (3) pengorganisasian
dan mengkomunikasikan program-program pendidikan; (4) pelaksanaan,
pengendalian dan evaluasi program pendidikan; (5) pelaporan dan
tindak lanjut dari setiap pencapaian program pendidikan.

Ringkasan Eksekutif 6
Badan Perencanaan Daerah
Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Kebupaten Bandung, 2007

Pemahaman tentang konteks kelembagaan pendidikan di


Kabupaten Bandung tidak dipandang hanya terbatas pada
kelembagaan persekolahan di jalur pendidikan formal semata. Tetapi,
memandang bahwa kelembagaan pendidikan di Kabupaten Bandung
ternyata dapat dipandang dari aspek jalur, jenjang dan jenisnya. Jalur
pendidikan di Kabupaten Bandung, ternyata terdapat di jalur pendidikan
formal, pendidikan nonformal dan pendidikan informal; Jenjang
pendidikan di Kabupaten Bandung ternyata merentang sejang
pendidikan prasekolah, pendidikan dasar, pendidikan menengah dan
pendidikan tinggi; Jenis pendidikan di Kabupaten Bandung ternyata ada
pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan keagamaan, dan
pendidikan khusus (pendidikan luar biasa).
Jenis kelembagaan satuan pendidikan akan lebih variasi lagi
apabila dilihat secara faktual diselenggarakan pada jalur pendidikan
nonformal, terutama bila melihat eksistensi pendidikan berkelanjutan,
seperti halnya Kelompok Belajar Usaha (Kejar Usaha/KBU), kursus-kursus,
magang, pendidikan kepemudaan (kelompok pemuda sebaya),
pemberdayaan wanita/ pengarusutamaan jender, kelompok wanita
usaha, kader pembangunan dan sejenisnya, dan pusat-pusat kegiatan
belajar masyarakat (PKBM), Sanggar Kebiatan Belajar (SKB) dan
Pesantren-pesantren yang secara nyata telah lebih dahulu melaksanakan
program-program pendidikan nonformal keagamaan, baik secara
individu maupun kelompok, yang merentang dari jenjang MDA sampai ke
jenjang Mualimin.
Di samping itu, kelembagaan lain yang secara eksis telah menggali,
melestarikan, memlihara dan mengembangan nilai-nilai sosial budaya
melalui pendidikan nonformal ialah lembaga-lembaga atau kelompok-
kelompok kesenian dan kebudayaan, seperti halnya padepokan seni-
budaya, lingkung seni budaya daerah, taman/cagar budaya, sejarah dan
kepurbakalaan, dan jenis-jenis kelembagaan lainnya yang bergerak
dalam penggalian, pelestarian dan pengembangan nilai-nilai
kebudayaan masyarakat daerah.
Merujuk agenda Pembangunan Nasional sebagaimana telah
ditetapkan dalam Rencana Strategis Pendidikan Nasional, maka agenda
pembangunan pendidikan di Kabupaten Bandung ditetapkan dalam
empat periode, yaitu (1) peningkatan kapasitas dan modernisasi (2008-
2010); (2) penguatan pelayanan kelembagaan (2011-2015); (3)
pengembangan ke arah daya saing regional (2016-2020); dan (4)
pengembangan ke arah daya saing internasional (2021-2025).
Kemudian, dengan merujuk misi dan tujuan pembangunan
pendidikan jangka panjang (RPJP bidang Pendidikan) di Kabupaten
Bandung Tahun 2008-2025, maka misi, tujuan, sasaran, kebijakan dan

Ringkasan Eksekutif 7
Badan Perencanaan Daerah
Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Kebupaten Bandung, 2007

program pendidikan dan kebudayaan di Kabupaten Bandung Tahun


2008-2025, dapat diuraikan pada Tabel 1 pada bagian ahir ringkasan ini.

D. REKOMENDASI
Master Plan ini hanyalah gambaran dari suatu keinginan, cita-cita
dan harapan yang dikemas dalam bentuk rencana jangka panjang.
Master Plan ini dapat dijadikan sebagai pedoman dan arah bagi para
pengelola pendidikan dalam melaksanakan pembangunan pendidikan di
Kabupaten Bandung, baik pengelola pada tingkat satuan pendidikan,
maupun pengelola pada tingkat Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
dan pemangku kepentingan lainnya yang terkait dalam Pembangunan
Pendidikan di Kabupaten Bandung. Namun sebaliknya, Master Plan
Pendidikan ini akan menjadi sebuah dokumen yang tidak akan
memberikan makna apa-apa, jika tidak ditindaklanjuti dengan
pelaksanaannya.
Kebijakan dan program sebagaimana terurai dalam Tabel 1
merupakan bidang garapan yang perlu dilaksanakan dalam
pembangunan pendidikan dan kebudayaan di Kabupaten Bandung.
Dalam pelaksanaannya akan banyak dipengaruhi oleh tarik-menarik dan
konfigurasi sistem pembagian kekuasaan dan kewenangan antara
pemerintah pusat, pemerintah Provinsi Jawa Barat, dan pemerintah
Kabupaten Bandung. Ada bidang garapan yang menjadi kewenangan
pemerintah pusat, ada bidang garapan yang menjadi kewenangan
pemerintah provinsi, dan ada bidang garapan yang sepenuhnya menjadi
urusan Pemerintah Kabupaten Bandung. Namun demikian, bagi
masyarakat Kabupaten Bandung, tidak terlalu mempersoalkan bidang
garapan yang menjadi kewenangan untuk melaksanakannya, yang
paling penting ialah seluruh bidang garapan pendidikan dapat
dilaksanakan sesuai dengan peruntukannya.
Oleh karena itu, dalam kesempatan ini Tim Perumus memandang
perlu memberikan rekomendasi, bahwa:
1. Kebijakan dan program, merupakan bidang garapan yang perlu
dilaksanakan dalam pembangunan pendidikan dan kebudayaan di
Kabupaten Bandung. Dalam pelaksanaannya akan banyak
dipengaruhi oleh tarik-menarik dan konfigurasi sistem pembagian
kekuasaan dan kewenangan antara pemerintah pusat, pemerintah
Provinsi Jawa Barat, dan pemerintah Kabupaten Bandung. Ada
bidang garapan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat, ada
bidang garapan yang menjadi kewenangan pemerintah provinsi, dan
ada bidang garapan yang sepenuhnya menjadi urusan Pemerintah
Kabupaten Bandung. Namun demikian, bagi masyarakat Kabupaten
Bandung, tidak terlalu mempersoalkan bidang garapan yang menjadi
kewenangan untuk melaksanakannya, yang paling penting ialah
Ringkasan Eksekutif 8
Badan Perencanaan Daerah
Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Kebupaten Bandung, 2007

seluruh bidang garapan pendidikan dapat dilaksanakan sesuai


dengan peruntukannya.
2. Diperlukan keputusan dan keberanian politik dari Pemerintah Daerah
untuk menjadikan Marter Plan Pendidikan ini sebagai produk kebijakan
yang mempunyai ketetapan hukum yang mengikat bagi seluruh
aparatur pengelola, pelaksana, masyarakat dan stakeholder
pendidikan di Kabupaten Bandung. Oleh karena itu, Master Plan
Pendidikan ini semestinya segera ditindaklanjuti menjadi Peraturan
Daerah atau serendah-rendahnya ditetapkan sebagai Peraturan
Bupati.
3. Namun demikian, sebagaimana pernyataan pada butir pertama di
atas, konfigurasi politik pemerintahan akan berpengaruh pada
adanya sejumlah bidang garapan, terutama dengan masuknya
bidang kesenian dan kebudayaan ke dalam satu naungan
pengelolaan di bawah SKPD Pendidikan dan Kebudayaan, sekaligus
merupakan langkah maju dalam pembaharuan pembangunan
pendidikan. Kesenian dan kebudayaan daerah akan semakin maju
dan berkembang, seiring kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dengan bersatunya kembali bidang kesenian dan kebudayaan, akan
mencegah aset kesenian dan kebudayaan milik masyarakat dan
bangsa diakui negara lain. Oleh karena itu, Bapeda (sebagai pihak
perencana), SKPD Pengelola Pendidikan/Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan (sebagai pengelola), dan Dewan Pendidikan (sebagai
representasi masyarakat dan stakeholders), agar segera berkoordinasi
dengan ‘duduk satu meja’ untuk membahas berbagai penyesuaian,
dan menyiapkan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) atau
Rancangan Peraturan Bupati (Raperbup), yang kemudian dibahas
bersama DPRD; Siapa pun yang menjadi pimpinan perencana di
Bapeda, siapa pun yang menjadi pimpinan di SKPD pengelola
pendidikan, dan siapa pun yang menjadi pimpinan Dewan
Pendidikan, senantiasa mempunyai gerakan yang sama terhadap misi
yang tertuang dalam Master Plan Pendidikan; Dengan demikian, tidak
ada lagi istilah ‘ganti pimpinan’ ganti kebijakan, atau sistem dan
kebijakan sudah ditata dan dilaksanakan dengan baik malah
berantakan kembali akibat berubahnya kebijakan pimpinan baru.
4. Setelah Master Plan ini mempunyai ketetapan hukum, pihak SKPD
Pengelola Pendidikan berkoordinasi kembali dengan pihak Bapeda
dan Dewan Pendidikan untuk melakukan peninjauan ulang terhadap
rencana-rencana strategis yang telah dibuatnya, dan kemudian
menataulang rencana strategisnya dengan merujuk pada Master Plan
Pendidikan;
5. Setelah melakukan penyesuaian terhadap rencana strategis pada
SKPD pengelola pendidikan, kemudian harus segera pula
Ringkasan Eksekutif 9
Badan Perencanaan Daerah
Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Kebupaten Bandung, 2007

disosialisasikan dan dipublikasikan kepada seluruh pengelola satuan


pendidikan (baik formal maupun nonformal, lembaga-lembaga
keswadayaan masyarakat pengelola kelembagaan satuan
pendidikan, dan komunitas-komunitas stakeholders pendidikan di
Kabupaten Bandung;
6. Pihak Bapeda sebagai instansi perencana masih mempunyai
kewajiban untuk pengamanan dan pengendalian Master Plan
Pendidikan, melalui penyusunan dan penyiapan perangkat sistem
pendukung. Oleh karena itu, pihak Bapeda seharusnya menyiapkan
pula Prosedur Operasional Standar (norma, instrument, dan prosedur)
tatakelola setiap butir program yang termaktub dalam rumusan Master
Plan Pendidikan tersebut.
7. Komitmen bersama antara pemerintah daerah dan masyarakat
Kabupaten Bandung untuk menumbuhkan kekuatan kolektif
(collective power) dengan senantiasa menjadikan Master Plan
Pendidikan sebagai rujukan utama dalam merumuskan,
melaksanakan, mengendalikan dan mengevaluasi program-program
strategis pendidikan dan kebudayaan sesuai dengan posisi, peran dan
kewenangannya.
Demikian sebuah refleksi yang dapat Tim Penulis sampaikan,
mudah-mudahan sekecil apa pun naskah ini kami buat, merupakan
sumbangan terbesar kami, sebagai salah satu perwujudan partisipasi kami
dalam membangun pendidikan di Kabupaten Bandung.

Ringkasan Eksekutif 1
Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Amanat konstitusi mengenai peningkatan mutu pendidikan
tercantum dalam UUD 1945, pasal 28C ayat (1), bahwa setiap
orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan
kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan
memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni
dan budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi
kesejahteraan umat manusia;
Pasal 31 menyatakan bahwa (1) setiap warga negara berhak
mendapatkan pendidikan; (2) Setiap warga negara wajib
mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya;
(3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem
pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan
ketaqwaan serta akhlak mulia dalam rangka menghidupkan
kecerdasan bangsa; (4) Negara memprioritaskan anggaran
pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari anggaran
pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan
dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan
pendidikan nasional; serta (5) pemerintah memajukan ilmu
pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai
agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta
kesejahteraan umat manusia.
Apa yang tersurat dan tersirat dalam pasal 31 UUD 1945
diperjelas dalam UU.No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, berahlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggungjawab.
Pemerintah telah menjabarkan mengenai rencana
pembangunan jangka panjang yang telah ditetapkan untuk
periode 2005-2025, antara lain: periode 2005-2010 ditargetkan untuk
meningkatkan kapasitas dan modernisasi guna terciptanya insan
Indonesia yang cerdas dan kompetitif dalam tataran masyarakat

Bab I : Pendahuluan 1
Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

lokal dan global difokuskan pada peningkatan daya tampung


satuan pendidikan yang ada. Periode tersebut mendukung pada
program pemerintah yaitu pendidikan untuk semua (education for
all). Pemerataan akses pendidikan bagi seluruh lapisan masyarakat
yang berada di seluruh pelosok negeri agar dapat mengurangi
angka buta aksara khususnya pada aspek membaca, menulis, dan
berhitung sebagai kompetensi dasar guna mewujudkan
masyarakat yang berbasis pengetahuan (based knowledge
society).
Periode 2010-2015 ditargetkan untuk menguatkan
pelayanan, menitik beratkan pada rasio kebutuhan dan kesediaan
sarana dan prasarana pendidikan nasional menjadi optimal agar
mutu pendidikan menjadi relevan dan berdaya saing dengan
penggunaan strategi milestone peralihan fokus atau penekanan
dari pembangunan aspek kuantitas kepada aspek kualitas. Periode
2015-2020 untuk meningkatkan daya saing regional difokuskan
pada kualitas pendidikan yang memiliki daya saing regional pada
tingkat ASEAN terlebih dahulu dengan berdasarkan pada standar
benchmarking yang objektif dan realistis. Harapan Indonesia pada
akhir periode ini sudah bisa menjadi titik pusat gravitasi sosial ASEAN
sebagai sebuah entitas sosiokultural.
Periode 2020-2025 memiliki target untuk meningkatkan daya
saing internasional dengan dicanangkannya pencapaian nilai
kompetitif secara internasional. Berbagai program-program yang
dicanangkan oleh pemerintah pusat tentunya harus bersinergi
dengan keberhasilan (milestone) pada level daerah baik tingkat
provinsi, kota, dan kabupaten. Tolak ukur keberhasilan berada
pada bagaimana cara untuk mengejewantahkan berbagai
kebijakan strategis di bidang pendidikan baik pada saat proses
perencanaan, implementasi, dan evaluasi yang
berkesinambungan (sustainable) sesuai dengan kondisi daerah
yang ada (existing condition) agar tercapai kondisi yang dicita-
citakan (excepted condition). Sehingga visi insan cerdas Indonesia
mampu berkompetitif baik pada tingkat lokal, regional, dan global.
Kabupaten Bandung sebagai salah satu kabupaten yang
memiliki daya topang pada aspek pendidikan baik kepada level
provinsi maupun pusat yang memiliki luas wilayah 307.475 ha dan
jumlah penduduk pada Tahun 2006 mencapai 4.399.472 jiwa, yang
terbagi 2.224.108 jiwa laki-laki dan 2.175.374 jiwa perempuan.
Penerapan konsep pendidikan untuk semua harus mampu
menyentuh level usia masyarakat kabupaten Bandung dari nol
sampai dengan angka harapan hidup.

Bab I : Pendahuluan 2
Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Pemerataan dan perluasan akses pendidikan di Kabupaten


Bandung diarahkan pada penuntasan wajar dikdas 9 tahun
sebagai prioritas sampai Tahun 2008 yang diawali dengan
perintisan dan penuntasan wajar 12 tahun dengan standar mutu
yang semakin baik (kompetitif). Penuntasan Wajar Dikdas 9 tahun
menjadi prioritas, mengingat program ini secara nasional telah
menetapkan target sebagaimana diatur dalam Kepres Nomor 5
Tahun 2006 tentang percepatan penuntasan Wajar Dikdas 9 tahun
dan pemberantasan buta aksara. APM SD/MI Kabupaten Bandung
tahun 2006 sebesar 91,01%, APM SMP/MTs sebesar 63,27%, APM
SMA/MA sebesar 35,91%, pencapaian AMH sebesar 98,70%, APK
SD/MI sebesar 129,90%, SMP/MTs sebesar 75,90% dan SMA/SMK/MA
sebesar 43,43%. Jika pada Tahun 2008 secara Nasional termasuk
Kabupaten Bandung harus tuntas madia yang dicirikan dengan
APM antara 86 s.d 90% dan APK mencapai angka 98%, maka
Kabupaten Bandung harus mengejar point standar tersebut dalam
kurun waktu yang tersisa tinggal 2 tahun berjalan.
Berdasarkan data BPS tahun 2005, menjelaskan bahwa
sebagian besar (76%) keluarga menyatakan penyebab utama
anak putus sekolah atau tidak menlanjutkan sekolah adalah karena
alasan ekonomi, yang bervariasi dari tidak memiliki biaya sekolah
(67%) serta harus bekerja dan mencari nafkah (8,7%) jika dikaitkan
dengan pendidikan tinggi (PT) partisipasi jumlah penduduk dalam
usia 19-24 tahun yang memperoleh kesempatan belajar di
perguruan tinggi masih relatif kecil. Pada Tahun 2004 angka
partisipasi pendidikan ke perguruan tinggi hanya mencapai 14,26%
dan pada Tahun 2006 APM kabupaten Bandung mencapai 7,78%
hal tersebut mengalami penurunan yang sangat signifikan sebesar
6,23%, menurun hampir mencapai 50% dari APM 2004. Hal ini
menunjukkan bahwa masih rendahnya partisipasi penduduk
terhadap perguruan tinggi akibat rendahnya akses terhadap
pendidikan dari sisi ekonomi.
Berkaitan dengan misi ke-3 Pemerintah Kabupaten Bandung
yaitu peningkatan kualitas sumber daya manusia dan misi ke-5
adalah meningkatkan kesalehan sosial berlandaskan iman dan
taqwa, maka misi ini menuntut pembangunan pendidikan yang
memfokuskan program pada pendidikan budi pekerti, pendidikan
yang menggabungkan antara qolbu, akal dan jasadiah. Tidak
hanya pendidikan yang sekedar menstransfer ilmu tapi juga
membangun manusia yang memiliki karakter sehingga mutu
lulusannya mampu menjadi tenaga kerja yang siap pakai,
produktif, cerdas, berdaya saing serta memiliki iman dan taqwa.

Bab I : Pendahuluan 3
Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Terjadinya dekadensi moral atau penurunan budi pekerti


(akhlakul karimah) di kalangan anak-anak dan kelompok pemuda
sebaya, ditandai dengan maraknya penyalahgunaan narkoba,
meningkatnya kriminalitas di kalangan remaja serta meningkatnya
jumlah anak jalanan dan anak terlantar, dapat berpengaruh
terhadap menurunnya kualitas pendidikan dengan meningkatnya
angka putus sekolah maupun angka mengulang. Menurut data
dari Dinas Sosial Kabupaten Bandung tercatat korban narkoba
sebanyak 367 orang, anak nakal sebanyak 169 orang, anak
terlantar sebanyak 660 orang, serta wanita tuna susila 250 orang.
Hal ini dapat dimengerti bahwa pendidikan budi pekerti
dipendidikan formal dalam aplikasinya masih bersifat kognitif belum
kepada apektif (perilaku) dan praktik, sementara pendidikan non
formal dan informal sebagai salah satu wahana untuk membina
moral atau akhlak anak-anak dan remaja baik dirumah, di
Mesjid/Pondok Pesantren maupun di tempat lainnya masih
terbatas.
Berkaitan dengan akuntabilitas dan pencitraan publik,
tuntutan masyarakat dewasa ini serba membutuhkan data dan
informasi yang cepat, akurat, dan transparan. Menyikapi
pengembangan teknologi informasi dan komunikasi yang terkesan
sporadis, parsial, dan pragmatis, pemerintah Kabupaten Bandung
telah melakukan terobosan seperti menyusun standarisasi
pengembangan telematika, pengintegrasian pengelolaan Sistem
Iinformasi Manajemen (SIM) di Dinas Pendidikan dan Kantor PDE
yang dapat mengakses SIM ke setiap satuan, jenjang dan jenis
pendidikan di seluruh wilayah Kabupaten Bandung, namun dalam
pelaksanaannya belum berjalan secara optimal.
Untuk memberikan arahan yang jelas dalam mengatasi
permasalahan pendidikan di Kabupaten Bandung, dipandang
perlu menyusun Master Plan Pendidikan yang diselaraskan dengan
visi dan misi Kabupaten Bandung jangka panjang (RPJP). Selain itu
diselaraskan pula dengan Kebijakan Pembangunan Pendidikan
Nasional Jangka Menengah yang menekankan pada 3 pilar
(tantangan utama) untuk mewujudkan kondisi yang diharapkan 5
tahun kedepan yaitu: (1) Pemerataan dan Perluasan Akses
Pendidikan; (2) Peningkatan Mutu, Relevansi dan Daya Saing; (3)
Tata Kelola, Akuntabilitas dan Pencitraan Publik.
Agar tujuan penyusunan Master Plan dapat dicapai dengan
efektif maka pengembangan program perlu didasarkan pada
persoalan-persoalan prioritas yang secarasubstantif memiliki
peluang lebih besar untuk berkembang baik dari aspek kuantitatas

Bab I : Pendahuluan 4
Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

maupun kualitasnya. Oleh karena itu, dalam upaya pencapaian


visi Kabupaten Bandung (relegius, kultural dan berwawasan
lingkungan) dipandang perlu mengembangkan program-program
yang bersifat inovatif.
Adapun sasaran pendidikan yang akan dijabarkan di
Kabupaten Bandung mememiliki tiga unsur yang terdapat pada visi
kabupaten Bandung sebagai daerah yang berbasis religius,
kultural, dan berwawasan lingkungan. Ketiga visi tersebut harus
mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Pembangunan
dan pelaksanaan program pendidikan di kabupaten Bandung
periode 2008-2025 dapat menghasilkan insan-insan yang memiliki
tingkat kecerdasan dan karakter yang berlandaskan iman dan
taqwa serta ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga dapat
mengembangkan potensi jasmaniah dan rohaniah yang dimiliki
oleh setiap insan. Oleh karena itu perlu disusunnya kerangka
program pendidikan yang utuh dan rinci dalam bentuk Master Plan
Pendidikan Kabupaten Bandung periode 2008-2015.

B. Tujuan
Berdasarkan pertimbangan di atas, maka Master Plan
Pendidikan Kabupaten Bandung secara khusus bertujuan, sebagai
berikut:
1. Menyusun dokumen Rencana Induk (Master Plan) Pendidikan
Tahun 2008-2025 sebagai acuan/pedoman bagi para
pemangku kepentingan di bidang pendidikan dalam rangka
pembangunan Sumber Daya Manusia yang memiliki ilmu
pengetahuan dan teknologi (cerdas), serta berdaya saing
yang berlandaskan Iman dan Taqwa (IMTAK). Dokumen
tersebut dapat menjadi arah kebijakan dan rencana
implementasi bidang pendidikan di Kabupaten Bandung
berdasarkan strategi dan rekomendasi yang diperoleh dari
hasil analisis berupa isu prioritas, indikasi program, kegiatan
dan sasaran dan indikator keberhasilan yang diharapkan
dalam pembangunan bidang pendidikan.
2. Memberikan pedoman dan arah dalam meningkatkan
koordinasi seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan
pemangku kepentingan lainnya yang terkait dalam
Pembangunan Pendidikan.

C. Keluaran yang Diharapkan


Keluaran yang diharapkan dari kegiatan penyusunan Master
Plan Pendidikan di Kabupaten Bandung ini, ialah tersusunnya

Bab I : Pendahuluan 5
Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

dokumen perencanaan pendidikan untuk tahun 2008-2025, yang


berisi:
1. Deskripsi terintegrasi tentang permasalahan dan tantangan
dalam pembangunan pendidikan di Kabupaten Bandung
sampai Tahun 2025.
2. Tujuan dan sasaran manajemen pembangunan pendidikan
di Kabupaten Bandung sampai Tahun 2025.
3. Strategi manajemen untuk setiap substansi, proses, dan
konteks pembangunan pendidikan di Kabupaten Bandung
sampai Tahun 2025.
4. Program prioritas yang perlu dikembangkan pada setiap
periode pembangunan di Kabupaten Bandung sampai
Tahun 2025.

D. Ruang Lingkup
Ruang lingkup kegiatan penyusunan Master Plan Pendidikan
di Kabupaten Bandung ini meliputi:
1. Analisis tentang existing condition tentang pembangunan
pendidikan di Kabupaten Bandung sampai Tahun 2007, yang
mencakup: (a) Penyelenggaran pendidikan prasekolah di
jalur formal dan nonformal; (b) Penyelenggaraan pendidikan
dasar di jalur formal dan nonformal; (c) Penyelenggaraan
pendidikan menengah di jalur formal dan nonformal;
2. Analisis tentang tujuan dan sasaran pembangunan
pendidikan di Kabupaten Bandung sampai Tahun 2025.
3. Analisis tentang strategi manajemen untuk setiap substansi,
proses, dan konteks pembangunan pendidikan di Kabupaten
Bandung sampai Tahun 2025.
4. Program prioritas yang perlu dikembangkan pada setiap
periode pembangunan di Kabupaten Bandung sampai
Tahun 2008-2025, yang mencakup:
a. Peningkatan pemerataan pendidikan pada setiap jenis,
jenjang dan jalur pendidikan yang perlu ditanggulangi
sampai Tahun 2025.
b. Peningkatan mutu, relevansi dan daya saing pendidikan
sampai tahun 2025.
c. Peningkatan kualitas tatakelola, akuntabilitas dan
pencitraan publik dalam penyelenggaraan pembangunan
pendidikan sampai tahun 2025.

E. Sumber Data

Bab I : Pendahuluan 6
Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Sumber data dalam kajian ini berkenaan dengan eksistensi


penyelenggaraan pembangunan pendidikan yang tidak lepas
kaitannya dengan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi.
Berdasarkan pada aspek-aspek kelembagaan pemerintahan
daerah kabupaten, maka sumber data yang diperlukan dalam
studi ini dikelompokkan:
1. Perangkat perundang-undangan yang menjadi penentu
arah penyelenggaraan pendidikan, mulai dari tingkat
nasional provinsi sampai ke tingkat pemerintah kabupaten.
2. Perangkat proses manajemen penyelenggaraan pendidikan
pada setiap jalur, jenjang dan jenis pendidikan di tingkat
pemerintahan kabupaten;
3. Lingkungan sosial, budaya, ekonomi dan politik proses
manajemen penyelenggaraan pendidikan yang berkaitan
dengan unsur lokasi, situasi, peristiwa-peristiwa, serta aset-aset
yang menjadi hak dan kewajiban masyarakat dan
Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung dalam
penyelenggaraan pendidikan.

F. Proses dan Instrumen Pengumpulan Data


Merujuk keluaran yang ingin diperoleh, maka dibutuhkan
dukungan kelengkapan dan akurasi data tentang kondisi existing
pendidikan dan kebutuhan tentang pendidikan di masa depan.
Untuk itu, data dicari, dikumpulkan dan dianalisis melalui teknik
survey dan telaah dokumen, yang hasilnya dibahas dalam FGD
(Focus Group Discussion) dan Uji-Publik.
Ada pun instrumen yang digunakan ialah: (1) Pedoman
Observasi (Survey) dan Studi Dokumen; (2) Pedoman Wawancara;
(3) Format-format Analisis. Tahap ahir perumusan hasil kajian,
diarahkan pada penggunaan teknik perencanaan pembangunan
pendidikan dengan ditempuh melalui tahapan: (1) pengkajian
kondisi dan persoalan, (2) analisis kebutuhan, tujuan dan sasaran;
(3) pengembangan model dan asumsi-asumsi strategis, dan (4)
pengembangan alternatif rencana dan program.

G. Unit Analisis
Unit analisis bagi kepentingan penyusunan Master Plan
Pendidikan di Kabupaten Bandung meliputi: (1) Unsur Kepala
Daerah dan DPRD; (2) Unsur Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
seperti Badan Perencanaan Daerah, Dinas Pendidikan, Dinas
Tenaga Kerja, Dinas Kependudukan, dan SKPD terkait lainnya; (3)
Unsur Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah; (4) Unsur Pelaku

Bab I : Pendahuluan 7
Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Usaha dan Masyarakat (stakeholders); (5) Dokumen-dokumen


seperti: (a) Rencana Strategis Pendidikan Nasional; (b) Rencana
Strategis Pendidikan Provinsi Jawa Barat; (c) Rencana Strategis
Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung; (d) Perda RTRW, (e) RPJPD,
(f) RPJMD 2005-2010; (g) Renstra Pendidikan Provinsi Jawa Barat; (h)
RKPD 2007; (i) Perundang-undangan pendidikan.

H. Kerangka Analisis
Produk akhir dari serangkaian langkah kegiatan ini adalah
Rumusan Master Plan Pembangunan Pendidikan di Kabupaten
Bandung untuk lima tahun ke depan (2008-2015). Fungsinya, akan
dijadikan dokumen akademik dan dokumen yuridis bagi
Pemerintah Daerah dan pengelola pendidikan di Kabupaten
Bandung dalam melaksanakan pembangunan pendidikan yang
menjadi kewenangannya. Karena itu, untuk tujuan tersebut,
dilakukan serangkaian uji-validasi tentang format dan isi dokumen
tersebut dengan stakeholders dan pemangku kepentingan
pembangunan pendidikan di Kabupaten Bandung.
Secara skematis, kerangka analisis pelaksanaan kegiatan
penyusunan master plan ini, diilustrasikan pada gambar berikut:
Tuntutan
Peningkatan Mutu
Pendidikan
Kurikulum, Inprastruktu
Ketenaga r Sosek
an, Sarana Masyarakat

Karakteristik Survey, Telaah


Kelembag Dokumen & FGD Asumsi
aan Pendekatan
Pendidikan dan Strategi
Problema Implementasi Pembangun
Pembangun Penyelenggaraan an
an Pendidikan di Pendidikan
Pendidikan Kabupaten sampai
di Kab. Bandung 5 Tahun
Bandung Terakhir Pengembang
Pemerataan an Alternatif
Kebijakan Pendidikan Rencana
Pendidikan Pembangunan
Nasional, Pendidikan di
Provinsi, Mutu dan Kab. Bandung
dan Relevansi Sampai Tahun
Kabupaten Pendidikan 2025

Legalitas Akuntabilitas, Tujuan dan


Manajemen Tata Kelola dan Sasaran
Bab I :Sistem
Pendahuluan Pencitraan Pembangun 8
Penyelenggaraa Publik an
n Pendidikan di Pendidikan
Daerah di Kab.
Bandung
Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Gambar 1.1
Kerangka Analisis Penyusunan Master Plan Pendidikan
Kabupaten Bandung

Bab I : Pendahuluan 9
Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

BAB II
KERANGKA PEMIKIRAN

A. Pembaharuan Pendidikan: Membangun Peradaban


Menengok sejarah peradaban manusia telah begitu banyak
upaya untuk mewariskan pengetahuan dan keterampilan kepada
generasi berikutnya. Seiring perjalanan jaman dan semakin
bertambahnya pengetahuan dan keterampilan yang harus
diwariskan kepada anak-anaknya, pada akhirnya para orang tua
semakin menunjukkan ketidaksanggupan lagi untuk mengajarkan
semua pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya kepada
anak-anaknya. Dan sejak saat itu, mulailah ada upaya-upaya
pembelajaran melalui cara-cara yang tidak formal sesuai
pengetahuan dan keterampilan yang diinginkan para anaknya.
Selanjutnya, seiring pembaharuan dan perkembangan
jaman, di mana pengetahuan dan keterampilan yang harus
dipelajari bertambah dan berkembang semakin kompleks,
kemudian upaya-upaya pembelajaran tersebut mulai diformalkan
dalam bentuk apa yang sekarang dikenal dengan persekolahan.
Munculnya pendidikan persekolahan ini pada awalnya adalah
suatu proses yang bertujuan untuk menyempurnakan harkat dan
martabat manusia yang diupayakan secara terus menerus. Di
mana pun proses pendidikan terjadi, menunjukkan bahwa
pendidikan mempunyai nilai-nilai yang hakiki tentang harkat dan
martabat kemanusiaan.
Namun ternyata, belakangan lembaga pendidikan yang
namanya 'sekolah' ini hanya menyediakan waktu yang sangat
terbatas, dan penuh dengan aturan yang ketat dan jelimet. Dan
pada saat sekarang, 'sekolah' tersebut cenderung menganggap
dirinya sebagai satu-satunya wadah pembelajaran bagi kelanjutan
generasi. Kebanyakan orang sering melupakan bahwa
pengetahuan dan keterampilan untuk bekal hidup dan kehidupan
tidak hanya didapat dan dipelajari di 'sekolah'.
Akibat kompleksitas dan heterogenitas jenis, sifat, dan situasi
yang disebut sekolah tersebut kebanyakan orang sering
mengidentikkan dengan pendidikan; Manakala membicarakan
pendidikan cenderung yang dibahas adalah sistem persekolahan;
Akibatnya, paradigma pendidikan yang begitu universal hanya

Bab II : Kerangka Pemikiran 8


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

dipandang secara terbatas, dan lebih banyak adaptif daripada


inisiatif. Akhirnya, sistem pembangunan pendidikan pun lebih
banyak tergantung pada sistem politik yang dianut dalam
menyelenggarakan pemerintahan.
Baru saja bangsa ini membenahi segala kemelut akibat 'huru-
hara' menggulingkan tirani pemerintahan, sekarang harus pula
berkemas dengan segala dampak negatif arus globalisasi. Dengan
belajar dari pengalaman, dimaklumi bahwa setiap permasalahan
yang dihadapi hanya dapat dipecahkan dengan upaya
penguasaan dan peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan
perwujudan tingkatan kualitas sumber daya manusia (SDM). Dari
sejarah peradaban pula kita dapat belajar bahwa hanya manusia
yang berkualitaslah yang akan mampu berperan dalam
kehidupan. Karena itu, peningkatan kualitas SDM sudah merupakan
suatu keharusan untuk segera diupayakan secara terencana,
terarah, dan terkendali.
Peningkatan kualitas SDM ternyata tidak bisa dilakukan
kecuali hanya melalui pendidikan, dan karenanya hanya melalui
peningkatan kualitas pendidikanlah kualitas SDM dapat
ditingkatkan. Menyadari betapa pentingnya peningkatan kualitas
pendidikan tersebut, pemerintah telah melakukan berbagai
kebijakan dan berbagai upaya pula telah dilaksanakan. Namun,
sepertinya tetap saja belum berhasil membawa masyarakat dan
bangsa untuk dapat bersaing dengan bangsa-bangsa lain di
dunia. Bahkan, bila kualitas SDM Bangsa Indonesia diukur dengan
Indeks Pembangunan Manusia (IPM), hampir setiap tahun peringkat
Indonesia selalu berada pada tingkatan yang memalukan harkat
dan martabat bangsa.
Kenyataan tersebut ternyata di antaranya disebabkan oleh
ketidaktersediaan rencana induk pembangunan pendidikan yang
komprehensif, antisipatif dan berwawasan jauh ke depan. Di
samping itu, pendekatan dan strategi pembangunan yang
dilakukan pun hampir selalu mengarah pada input oriented dan
macro oriented. Pendekatan terhadap input ini ditunjukkan hampir
pada semua kebijakan yang selalu bersandar pada pemenuhan
semua kebutuhan komponen masukan pendidikan, dengan
keyakinan akan menghasilkan output yang berkualitas. Tetapi
pada kenyataannya, pendekatan dan strategi ini hanya efektif di
lingkungan ekonomi dan bisnis. Sedangkan pendekatan makro,
ditunjukkan oleh manajemen yang terpusat. Kebijakan yang
didasarkan pada proyeksi secara makro, pada kenyataannya

Bab II : Kerangka Pemikiran 9


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

sering kurang menyentuh persoalan-persoalan mendasar yang


dihadapi para pelaksana pendidikan pada tingkat kelembagaan
satuan pendidikan. Kondisi-kondisi tersebut, tentu saja memerlukan
pembaharuan-pembaharuan mendasar, baik yang menyangkut
objek pembangunan maupun metodologi dalam pelaksanaan
pembangunan.
Apabila proses-proses pembangunan pendidikan dipandang
dari sudut keilmuan, akan berkaitan dengan makna imperative
yang merujuk paradigma filsafat keilmuan dengan objek dan
metodologi studi yang jelas. Objek pembangunan pendidikan
sepatutnya merujuk pula pada paradigma ilmu pendidikan, bukan
pada paradigma ilmu non-kependidikan. Ilmu pendidikan
mempunyai paradigma yang berbeda dengan paradigma
ketatanegaraan maupun politik, baik dalam aspek ontology,
aksiologi dan epistemologinya. Walaupun dalam tatanan praktek
kependidikan lebih banyak menyesuaikan diri dengan bentuk
konstelasi dan proses politik ketatanegaraan, tetapi hal tersebut
sebetulnya hanya bersifat kontekstual. Metodologi implementasi
teori pembangunan pendidikan, dapat saja merujuk paradigma
keilmuan yang selama ini digunakan dalam disiplin ilmu sosial
lainnya, namun, dalam aspek substansi ilmu pendidikan
mempunyai kekhususan yang sulit didekati dengan paradigma
keilmuan lainnya.
Kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan pembangunan
pendidikan pada dasarnya akan selalu menyentuh perangkat
kendali sistem pendidikan yang universal. Paradigma pendidikan
yang selalu didasarkan pada paradigma ilmu-ilmu obyektif, telah
terbukti hanya menghasilkan manusia-manusia mekanis yang
kurang kreatif. Karena itu, untuk melakukan pembangunan
pendidikan di Indonesia, tidak ada altematif lain kecuali melakukan
pembaharuan orientasi dan pendekatan dalam manajemen
pembangunan pendidikan itu sendiri. Di samping itu, pandangan
nilai tentang pembaharuan pendidikan tidak hanya sekedar etika
dalam arti 'baik' atau 'tidak baik', namun lebih ditekankan pada
tujuan mengapa perlu ada pembaharuan dalam pembangunan
pendidikan. 'Nilai' dan tujuan 'baik' dari pembaharuan hanya akan
ada apabila pembaharuan itu sendiri dapat menciptakan sesuatu
yang bermanfaat. Jika pembaharuan pembangunan pendidikan
harus dilakukan, menunjukkan bahwa dalam pembangunan
pendidikan selama ini ada sesuatu yang kurang bermanfaat.
Dengan kata lain, kekurangan atau kelebihan dalam
pembangunan pendidikan harus dapat ditemukan, dianalisis,

Bab II : Kerangka Pemikiran 10


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

disintesa, kemudian dipraktekkan kembali sampai menunjukan hasil


yang lebih bermanfaat.

B. Pendidikan dalam Perspektif Sosial, Budaya, Ekonomi


dan Politik
Reformasi pendidikan telah dilakukan, dan regulasi atas
perubahan kebijakan pembangunan pendidikan nasional telah
dimulai. Untuk itu, seluruh kebijakan yang terkait dengan
perubahan, penyempurnaan dan pengembangan program pada
semua jalur, jenjang dan jenis pendidikan harus dilakukan, yang
kesemua itu diarahkan pada upaya untuk memberikan layanan
pendidikan yang bermutu, sesuai dengan standar pendidikan yang
telah ditetapkan. Pembangunan pendidikan nasional merupakan
upaya bersama seluruh komponen pemerintah dan masyarakat
yang dilakukan secara terencana dan sistematis untuk
mewujudkan peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian
diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Berdasarkan amanat UU.No.20 Tahun 2003 pasal l butir 1,
pendidikan mempunyai posisi strategis untuk meningkatkan kualitas,
harkat dan martabat setiap warga negara sebagai bangsa yang
bermartabat dan berdaulat. Dalam konteks tersebut pendidikan
harus dilihat sebagai human investment yang mempunyai
perspektif multidimensional baik sosial, budaya, ekonomi dan politik.
Dalam perspektif sosial, pendidikan akan melahirkan insan-
insan terpelajar yang mempunyai peranan penting dalam proses
transformasi sosial di dalam masyarakat. Pendidikan menjadi faktor
determinan dalam mendorong percepatan mobilitas vertikal dan
horisontal masyarakat, yang mengarah pada pembentukan
konstruksi sosial baru. Konstruksi sosial baru ini terdiri atas lapisan
masyarakat kelas menengah terdidik, yang menjadi elemen
penting dalam memperkuat daya rekat sosial (social cohesion).
Pendidikan yang melahirkan lapisan masyarakat terdidik itu
menjadi kekuatan perekat yang menautkan unit-unit sosial di
dalam masyarakat: keluarga, komunitas masyarakat, dan
organisasi sosial yang kemudian menjelma dalam bentuk organisasi
besar berupa lembaga negara. Dengan demikian, pendidikan
dapat memberikan sumbangan penting pada upaya
memantapkan integrasi sosial untuk terwujudnya integrasi nasional.

Bab II : Kerangka Pemikiran 11


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Dalam perspektif budaya, pendidikan juga merupakan


wahana penting dan medium yang efektif untuk mengajarkan
norma, mensosialisasikan nilai, dan menanamkan etos kerja di
kalangan warga masyarakat. Pendidikan juga dapat menjadi
instrumen untuk memupuk kepribadian bangsa, memperkuat
identitas nasional, dan memantapkan jati diri bangsa. Bahkan
peran pendidikan menjadi lebih penting ketika arus globalisasi
semakin kuat, yang membawa pengaruh nilai-nilai dan budaya
yang seringkali bertentangan dengan nilai-nilai dan kepribadian
bangsa Indonesia. Dalam konteks ini, pendidikan dapat menjadi
wahana strategis untuk membangun kesadaran kolektif (collective
conscience) sebagai warga mengukuhkan ikatan-ikatan sosial,
dengan tetap menghargai keragaman budaya, ras, suku-bangsa,
dan agama, sehingga dapat memantapkan keutuhan nasional.
Dalam perspektif ekonomi, pendidikan merupakan upaya
mempersiapkan sumber daya manusia (human invesment) yang
akan menghasilkan manusia-manusia yang handal untuk menjadi
subyek penggerak pembangunan ekonomi nasional. Oleh karena
itu, pendidikan harus mampu melahirkan lulusan-lulusan bermutu
yang memiliki pengetahuan, menguasai teknologi, dan
mempunyai keterampilan teknis yang memadai. Pendidikan juga
harus dapat menghasilkan tenaga-tenaga profesional yang
memiliki kemampuan kewirausahaan, yang menjadi salah satu pilar
utama aktivitas perekonomian nasional. Bahkan peran pendidikan
menjadi sangat penting dan strategis untuk meningkatkan daya
saing nasional dan membangun kemandirian bangsa, yang
menjadi prasyarat mutlak dalam memasuki persaingan
antarbangsa di era global.
Di era global sekarang ini, berbagai bangsa di dunia telah
mengembangkan knowledge-based economy (KBE), yang
mensyaratkan dukungan sumber daya manusia (SDM) berkualitas.
Karena itu, pendidikan mutlak diperlukan guna menopang
pengembangan ekonomi berbasis pengetahuan - education for
the knowledge economy (EKE). Dalam konteks ini, satuan
pendidikan harus pula berfungsi sebagai pusat penelitian dan
pengembangan (research and development), yang menghasilkan
produk-produk riset unggulan yang mendukung KBE.
Pengembangan ekonomi nasional berbasis pada keunggulan
sumber daya alam dan sosial yang tersedia, ditambah dengan
ketersediaan SDM bermutu yang menguasai Iptek sangat
menentukan kemampuan bangsa dalam memasuki kompetensi
global dan ekonomi pasar bebas, yang menuntut daya saing

Bab II : Kerangka Pemikiran 12


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

tinggi. Dengan demikian, pendidikan diharapkan dapat


menyiapkan sumber daya manusia-manusia unggul yang mampu
meningkatkan daya saing nasional dan mengantarkan bangsa
Indonesia meraih keunggulan bersaing ditingkat global.
Dalam perspektif politik, pendidikan harus mampu
mengembangkan kapasitas individu untuk menjadi warga negara
yang baik (good citizens), yang memiliki kesadaran akan hak dan
tanggung jawab dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bemegara. Karena itu, pendidikan harus dapat melahirkan
individu yang memiliki visi dan idealisme untuk membangun
kekuatan bersama sebagai bangsa. Visi dan idealisme itu haruslah
merujuk dan bersumber pada paham ideologi nasional, yang
dianut oleh seluruh komponen bangsa. Dalam jangka panjang,
pendidikan niscaya akan melahirkan lapisan masyarakat terpelajar
yang kemudian membentuk critical mass, yang menjadi elemen
pokok dalam upaya membangun masyarakat madani. Dengan
demikian, pendidikan merupakan usaha seluruh komponen bangsa
untuk meletakkan landasan sosial yang kokoh bagi terciptanya
masyarakat demokratis, yang bertumpu pada golongan
masyarakat kelas menengah terdidik yang menjadi pilar utama civil
society, yang menjadi salah satu tiang penyangga bagi upaya
perwujudan pembangunan masyarakat demokratis.

C. Tantangan Pembangunan Pendidikan di Daerah


Pelaksanaan otonomi daerah, khususnya dalam bidang
manajemen pembangunan pendidikan dewasa ini merupakan
sesuatu yang baru, yang memerlukan kecermatan dalam
pelaksanaannya, agar tidak menimbulkan dampak negatif.
Dampak negatif ini perlu diantisipasi, karena di samping masih
dihadapkan pada berbagai problema, juga dihadapkan pada
berbagai tantangan yang harus dihadapi.
Problema-problema yang berkaitan dengan kualitas
pendidikan di daerah, penanganannya memang tidak
sesederhana seperti yang dibayangkan. Diakui, bahwa keragaman
letak geografis dengan aneka ragam budaya, adat-istiadat, dan
bahasa, menuntut adanya pola-pola pelaksanaan pendidikan
yang tidak seragam. Keragaman latar belakang lingkungan alam
dan pekerjaan, menuntut pula adanya isi dan pola layanan
pendidikan yang berbeda.
Tantangan berat pendidikan yang dihadapi dewasa ini
sebenarnya telah disinyalir oleh Coombs (1976), yang
mengemukakan bahwa krisis yang melanda dunia pendidikan

Bab II : Kerangka Pemikiran 13


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

karena muncul ketidakseimbangan peran. Bahwa krisis pendidikan


disebabkan oleh empat faktor: Pertama, the increase in popular
aspirations for education, yang ditandai oleh tumbuh kembangnya
sekolah-sekolah dan universitas di mana-mana; Kedua, the acute
scarsity of the resources, yang ditandai oleh kurang responsifnya
sistem pendidikan terhadap kebutuhan masyarakat secara
menyeluruh; Ketiga, the inherent innertia of educational system,
yang ditandai oleh mengapa pendidikan selalu terlambat
berantisipasi untuk menyesuaikan diri terhadap hal-hal di luar dunia
pendidikan; Keempat, the innertia of sociaties themselves, hal-hal
seperti sikap tradisional, prestige and incentive pattern
menghalangi meningkatkan tenaga kerja pembangunan.
Tampaknya, apa yang disinyalir oleh Coombs tersebut, masih
relevan dengan kondisi di Indonesia.
Tantangan-tantangan berat yang harus dihadapi dalam
pembangunan pendidikan di daerah khususnya, berkenaan
dengan aspek: (1) peningkatan mutu pendidikan, (2) pemerataan
pendidikan, (3) efisiensi manajemen, (4) peranserta masyarakat,
dan (5) akuntabilitas. Keenam aspek tantangan tersebut
diilustrasikan pada Gambar 2.1.
Tantangan
Pendidikan

Peningkatan Pemerataan Efisiensi Peran Serta Akuntabilitas


Mutu Pendidikan Manajemen Masyarakat

Sumber: Yoyon Bahtiar Irianto, Pembangunan Manusia dan Pembaharuan Pendidikan, Bandung:
Laboratorium Administrasi Pendidikan UPI, 2006, hal.59.

Gambar 2.1
Tantangan dalam Pembangunan Pendidikan di Daerah

Kelima aspek yang menjadi tantangan berat pembangunan


pendidikan di Indonesia, yaitu:
Pertama, dalam aspek peningkatan mutu, berkenaan
dengan urgensi pemberian otonomi daerah, yang salah satunya
adalah untuk menghadapi persaingan global. Setidaknya ada tiga
kemampuan dasar yang diperlukan agar masyarakat Indonesia
dapat ikut dalam persingan global, yaitu: kemampuan
manajemen, kemampuan teknologi, dan kualitas manusianya
sendiri. Mutu yang diinginkan bukan hanya sekedar memenuhi

Bab II : Kerangka Pemikiran 14


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

standar lembaga, atau standar nasional semata-mata, tetapi harus


memenuhi standar internasional.
Kedua, dalam aspek pemerataan, berkenaan dengan
peningkatan aspirasi masyarakat diperkirakan juga akan
meningkatnya pemerataan memperoleh kesempatan pendidikan.
Tetapi ini akan membutuhkan ongkos yang tinggi, dengan semakin
tingginya jarak antar daerah dalam pemerataan fasilitas
pendidikan, sangat potensial memunculkan ketimpangan dalam
perolehan mutu pendidikan. Tanpa intervensi manajemen,
anggota masyarakat dari daerah kabupaten/kota yang kaya
dengan jumlah penduduk yang relatif sedikit, akan dapat
menikmati fasilitas pendidikan yang jauh lebih baik dari anggota
masyarakat pada daerah kabupaten/kota yang miskin. Dan
apabila kesempatan pendidikan ini juga mempengaruhi
kesempatan untuk memperoleh penghasilan, maka dalam jangka
panjang akan berpotensi meningkatnya jurang kesenjangan
ekonomi antar daerah.
Ketiga, dalam aspek efisiensi manajemen, berkenaan dengan
keterbatasan sumber pendanaan dalam pelaksanaan pendidikan.
Dengan pelaksanaan otonomi daerah diharapkan dapat
meningkatkan efisiensi pengelolaan (technical efficiency) maupun
efisiensi dalam mengalokasikan anggaran (economic afficiency).
Fiske, pernah mengungkap pengalaman di Papua New Guinea
dan Jamaica, bahwa dengan pelaksanaan otonomi daerah,
pembiayaan justru meningkat karena bertambahnya struktur
organisasi daerah yang menambah lebih banyak personil
pemerintahan tetapi tidak mampu melaksanakan otonomi daerah.
Hal ini dapat dijadikan pelajaran, mengingat di Indonesia selama
32 tahun menganut sistem pengelolaan yang sangat sentralistik.
Keempat, dalam aspek peranserta masyarakat, berkenaan
dengan filosofi diberikannya otonomi kepada daerah. Peranserta
masyarakat dalam pendidikan dapat berupa perorangan,
kelompok, lembaga industri atau lembaga-lembaga
kemasyarakatan lainnya. Namun, perlu diantisipasi bahwa peranan
masyarakat tersebut cenderung terbatas pada lingkup
kabupaten/kota yang bersangkutan. Karena itu, menurut Djam'an
Satori, perlu juga intervensi kebijakan nasional yang dapat
menerapkan subsidi silang supaya peranserta masyarakat dalam
sistem desentralisasi tidak memperlebar jurang ketimpangan
pemerataan fasilitas pendidikan antar daerah.
Kelima, dalam aspek akuntabilitas. Melalui otonomi,
pengambilan keputusan yang menyangkut pelayanan jasa

Bab II : Kerangka Pemikiran 15


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

pendidikan semakin dekat dengan masyarakat yang dilayaninya,


sehingga akuntabilitas layanan tersebut bergeser dari yang lebih
berorientasi kepada kepentingan pemerintah pusat kepada
akuntabilitas yang lebih berorientasi kepada kepentingan
masyarakat. Hal ini menuntut lebih besar partisipasi masyarakat dan
orang tua dalam pengambilan keputusan tentang pelaksanaan
pendidikan di daerah masing-masing.
Merujuk kelima tantangan berat pendidikan sebagaimana
dikemukakan di muka, dapat disimpulkan bahwa kewajiban berat
yang dibebankan kepada "Kereta Pendidikan" menjadikan
manajemen pendidikan itu sendiri kebingungan menentukan apa
yang harus dikerjakannya. Karena, di satu sisi upaya pendidikan
harus berfungsi sebagai pengawet kebudayaan negara yang
sekaligus berorientasi pada perkembangan dan keterwujudan
kemampuan manusia atau Human Capacity Development (HCD)
yang memiliki daya saing dan bermoral. Oleh sebab itu, pendidikan
harus disediakan buat masyarakat secara merata (equality) dan
menjadi aspirasi masyarakat. Di sisi lain lagi, upaya pendidikan
harus dinyatakan dalam "kebijakan ekonomi", sebab pendidikan
mempengaruhi secara langsung pertumbuhan ekonomi suatu
bangsa. Hal ini bukan saja karena pendidikan berpengaruh
terhadap produktivitas, tetapi juga akan berpengaruh terhadap
fertilitas masyarakat. Pendidikan harus dapat menjadikan SDM lebih
bisa mengerti dan siap dalam menghadapi pertempuran dan
perubahan di lingkungan kerja.
Bila kita mau jujur tentang hasil pendidikan dewasa ini yang
kita rasakan, tentunya kita berharap bahwa hasil-hasil pendidikan
yang seharusnya diupayakan ialah bagaimana hasil pendidikan itu
dapat memberikan makna untuk hidup dan kehidupan, baik untuk
masa kini maupun untuk masa depan. Kita kurang berani
mengatakan bahwa pendidikan kita sedang kehilangan
'kebermaknaan'. Semakin tinggi tingkat pendidikan, bangsa ini
semakin 'manja', semakin `konsumtif, kurang `kreatif. Akhirnya,
masyarakat bergelimang dengan orang-orang berpendidikan, tapi
rendah dalam iman dan ahlaq. Sebetulnya hanya bergelimang
dengan 'kefakiran' dan 'kebodohan', yang kalau tidak ditangani
dengan sungguh-sungguh bangsa ini akan penuh dengan SDM-
SDM bergelimang dengan 'kekufuran'.

D. Urgensi Rencana Induk (Master Plan) Pembangunan


Pendidikan

Bab II : Kerangka Pemikiran 16


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

1. Perencanaan Pembangunan Pendidikan

Pada kasus organisasi pendidikan, sekalipun sudah


diberlakukan kebijakan otonomi daerah, manajemen sistem
pendidikan di daerah masih mempunyai ruang lingkup
kewilayahan. Secara teoritis, perencanaan pendidikan dapat
dibagi ke dalam tingkat-tingkat perencanaan seperti: tingkat
perencanaan makro, meso dan tingkat perencanaan mikro.
Dengan istilah yang lebih populer, perencanaan makro adalah
perencanaan pada tingkat pusat (nasional), perencanaan meso
adalah perencanaan pada tingkat provinsi, sedangkan
perencanaan mikro adalah perencanaan pada tingkat kabupaten
atau kecamatan. Demarkasi dari pembagian tersebut sebenarnya
lebih bersifat kontekstual daripada bersifat konseptual dan teknikal.
Lahirnya UU.No.32 Tahun 2004 merupakan langkah strategis
dalam sejarah pembaharuan pendidikan di Indonesia. Namun
apakah langkah strategis ini sudah ditunjang oleh sub sistem
perencanaan yang mantap dan terintegrasi, sistem informasi yang
akurat untuk mendukung pelaksanaan undang-undang dan
peraturan pemerintah tersebut? Seandainya sudah memiliki,
apakah sistem perencanaan tersebut masih relevan dengan
tuntutan undang-undang dan peraturan pemerintah itu?
Pendekatan mana yang mesti kita ambil yang sesuai dengan
kondisi objektif Indonesia yang beranekaragam?
Penerapan desentralisasi wewenang untuk mengemban fungsi
perencanaan nampaknya merupakan alternatif yang perlu segera
dilaksanakan. Pola ini tidak berbeda dengan konsep perencanaan
mikro yang pada dasarnya merupakan lanjutan dari suatu konsep
perencanaan pada semua tingkat perencanaan. Namun
perencanaan mikro lebih berakar pada tingkat yang paling bawah
(grassroot level).
Perencanaan pada tingkatan makro biasanya hanya
memperhatikan berbagai sasaran dan prioritas pada tingkat
nasional dan atau provinsi. Sebaliknya perencanaan pendidikan
pada tingkatan mikro, memodifikasi sasaran dan prioritas tersebut
kemudian disesuaikan dengan kondisi sosio-kultural dan dinamika
kehidupan pada tingkat lokal. Perincian sasaran dan prioritas pada
tingkat mikro dapat menyajikan suatu latar belakang yang lebih
realistik daripada norma-norma yang bersifat abstrak yang
dikembangkan pada tingkat nasional.
Implikasi pada sistem perencanaan pendidikan di daerah,
paling tidak menyangkut dua aspek:

Bab II : Kerangka Pemikiran 17


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Pertama, dalam aspek pendekatan (approach) pendidikan


paling sedikit ada tiga pilihan, yaitu pendekatan Tuntutan Sosial,
yang didasarkan pada penyaluran kebutuhan masyarakat untuk
memperoleh pendidikan yang paling minimal; Pendekatan
Ketenagakerjaan, dapat dinyatakan sebagai usaha mengarahkan
pendidikan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja dengan
persyaratan tertentu pada tingkat nasional; Pendekatan Untung-
Rugi, dinyatakan bahwa pendidikan merupakan investasi manusia
yang harus memberikan keuntungan secara ekonomis baik secara
individu maupun untuk negara, dengan pendekatan ekonomis,
yang lebih ditekankan pada efisiensi penggunaan dana.
Melihat kondisi umum di daerah, tampaknya belum
memungkinkan memilih salah satu pendekatan untuk diterapkan
dalam sistem perencanaan pembangunan pendidikan. Karena itu,
perlu dipertimbangkan pendekatan secara integratif dari keempat
pendekatan itu, sesuai dengan tujuan dan jenjang, jenis dan jalur
pendidikan.
Kedua, masalah proses perencanaan dikenal dalam bentuk
pendekatan perencanaan administratif dan pendekatan
perencanaan grass-roots. Pendekatan proses perencanaan
pendidikan menurut UU.No.32 Tahun 2004 pun masih tergolong
pendekatan administratif, karena hampir semua perencanaan
pendidikan dirumuskan dan ditetapkan secara administratif, karena
hampir semua perencanaan pendidikan didominasi Depdiknas.
Namun demikian, kesempatan pengembangan perencanaan
yang bersifat grass-roots approach sangat terbuka. Pendekatan ini
memberi hak kepada para pengelola program pembangunan
pendidikan di daerah untuk mengembangkan sistem perencanaan
yang dinilai paling cocok dengan daerah atau lembaganya. Hal
inilah yang sesungguhnya harus diimplementasikan dalam
Rencana Induk (Master Plan) Pembangunan Pendidikan di masing-
masing daerah. Bila model yang dikembangkan dinilai baik, maka
melalui proses bottom-up bisa disebarkan sebagai model yang
pantas untuk diterapkan.
2. Pendekatan dan Metodologi

"Pembaharuan" pada hakekatnya merupakan bagian yang


tidak dapat dipisahkan dengan hidup dan penghidupan. Apa
yang berbeda dalam setiap langkah dan prospek pembaharuan
yang akan datang, akan semakin cepat dan mempengaruhi setiap
bagian dari kehidupan, termasuk nilai-nilai kepribadian, kesusilaan,
kedaerahan, baik secara individu maupun kelompok. Pandangan

Bab II : Kerangka Pemikiran 18


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

ini menunjukkan bahwa dorongan untuk melakukan pembaharuan


mempunyai kekuatan dan sumber-sumber pendorong tertentu.
Kekuatan-kekuatan tersebut dapat saja berupa: budaya kerja,
teknologi, kecenderungan sosial, globalisasi, dan mungkin dalam
tatanan politik dunia. Sumber kekuatan budaya kerja, kemungkinan
dari perbedaan cultural, peningkatan professional, dan banyaknya
hal baru yang memerlukan keterampilan baru pula. Sumber
kekuatan teknologi, dapat bersumber dari otomatisasi sistem atau
merekayasa kembali. Sumber kecenderungan sosial, mungkin dari
pertumbuhan dan peningkatan pendidikan tinggi, penangguhan
usia perkawinan. Sumber kekuatan globalisasi, mungkin dari
pengaruh pasang-surut pasar dunia dan persaingan global.
a. Analisis Posisi

Langkah berikutnya dalam proses pembaharuan adalah


untuk menganalisis posisi kinerja pendidikan di daerah. Perbedaan
antara apa yang harus dilakukan pendidikan dan keuntungan apa
yang dapat diambil dari peluang itu. Kesenjangan tersebut boleh
jadi positif, seperti halnya pada kasus peluang baru akibat dari
pembaharuan selera stakeholders. Atau mungkin bisa negatif, jika
suatu kemunduran keinginan masyarakat atau hilang oleh karena
adanya pengaruh-pengaruh lain. Kesenjangan tersebut bisa terjadi
ketika upaya-upaya dalam pembangunan pendidikan bersifat
temporer. Ketika kesenjangan diketahui terjadi, maka harus
menjamin kebenarannya bahwa kesenjangan tersebut memang
betul-betul terjadi.
Sumber data untuk menganalisis posisi pendidikan ialah
lingkungan masyarakat, baik internal maupun eksternal. Metode
yang digunakan biasanya Analisa SWOT, yaitu Strength (Kekuatan),
Weaknesses (kelemahan), Opportunity (kesempatan), dan Threaths
(ancaman). Analisa internal adalah Strength dan Weaknesses
sedang analisa eksternal adalah Opportunity dan Threats. Untuk
menginterpretasikan SWOT, pimpinan harus menggunakan cara
yang disebut benchmaking. Konsep benchmaking merupakan
sederetan kegiatan manajerial yang menjadi dasar dari analisa
posisi, yaitu scaning, interpretation dan choice.
Tujuan SWOT adalah mengidentifikasi berbagai
permasalahan yang berkembang yang dimungkinkan
menghambat, menghalangi, atau mengganggu berlangsungnya
kehidupan masyarakat. Dengan analisa SWOT akan lebih
memahami dan menanggapi faktor-faktor penting dari kinerja
pendidikan. Dengan analisa posisi, akan menghasilkan kedudukan

Bab II : Kerangka Pemikiran 19


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

dan tingkat kemampuan organisasi pendidikan dalam


menghadapi teknologi baru, kecenderungan kehidupan
masyarakat. Sebelum strategi disusun, data tersebut selanjutnya
diinterpretasikan ke dalam pilihan-pilihan tindakan sesuai dengan
kegiatannya, sehingga dapat menentukan pilihan sesuai dengan
kebutuhan, keinginan dan harapan masyarakat.
Untuk mendapatkan data yang akurat maka seorang
perencana pendidikan harus membina kerja sama dengan
beberapa pihak yang memegang peranan, terutama orang-orang
yang berperan dalam pengambilan keputusan. Kemudian
melakukan scanning terhadap pilihan-pilihan tindakan. Ada tiga
cara yang dapat dilakukan, yaitu: (1) Sistem irregular scanning,
yang menitikberatkan pada kejadian-kejadian yang telah terjadi,
(2) Sistem regular scanning, yang mereview posisi organisasi pada
kondisi tertentu, dan (3) Sistem continuing scanning, sistem ini
secara kontinyu dan terus menerus memonitor komponen-
komponen dari lingkungan eksternal dan internal organisasi. Setelah
melakukan scanning, kemudian melakukan forecasting, yaitu
langkah yang paling sulit dalam analisa SWOT. Dalam langkah ini
dilakukan indentifikasi isu-isu strategis yang mempengaruhi posisi
organisasi pendidikan di masa datang. Forecasting dilakukan
misalnya pada masalah kondisi politik, sosial-ekonomi atau laju
perkembangan teknologi. Metoda forecasting posisi biasanya tidak
terlepas dari analisis lintas-dampak dan pendapat para ahli.
b. Mendiagnosa Permasalahan

Pada umumya, hampir semua proses pembaharuan sering


dimulai secara terburu-buru. Para perencana pendidikan sering
tidak sabar menemukan solusinya sebelum dirinya sendiri
mendapat kejelasan posisinya. Permasalahan yang paling krusial
menyangkut: (1) Permasalahan apa yang khusus harus
diutamakan? (2) Apa yang menjadi penyebab masalah ini muncul
dan paling utama mendapat penyelesaian? (3) Aspek apa yang
harus diubah untuk memecahkan permasalahan ini? (4) Kekuatan
apa yang dapat mendukung dan menghalangi jika upaya itu
dilakukan? (5) Apakah tujuan utama penyelesaian masalah itu dan
bagaimana mengukur hasilnya?
Berbagai teknik pengumpulan data untuk mendiagnosa
permasalahan perlu digunakan, misalnya: survei sikap, konferensi,
wawancara informal, pertemuan kelompok. Hasil-hasil dari teknik
ini, selanjutnya dianalisis dengan teknik Critical Success Factor
Identification (CSF-Identification), yaitu analisis untuk mengetahui

Bab II : Kerangka Pemikiran 20


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

faktor-faktor penentu keberhasilan dalam melaksakan setiap


alternatif tindakan yang dipilih. CSF-Identification pun terbagi atas
dua bagian, yaitu identifikasi faktor-faktor internal dan faktor-faktor
eksternal. Faktor-faktor penentu internal ialah faktor-faktor penentu
yang terkena dampak langsung dari tindakan yang dipilih.
Sedangkan faktor-faktor penentu eksternal ialah faktor-faktor di luar
konteks alternatif tindakan yang kemungkinan berpengaruh
terhadap pelaksanaannya.
c. Memilih dan Menentukan Strategi

Langkah berikutnya adalah memilih dan menentukan


prioritas strategi pembaharuan yang lebih praktis. Pembaharuan
dapat dilakukan dengan merubah kekuatan aspek tertentu yang
paling krusial dan dapat berpengaruh pada aspek-aspek lainnya.
Ada empat pilihan strategi yang saling berhubungan yaitu:
teknologi, struktur, tugas dan orang-orang yang terkena dalam
pembaharuan. Pembaharuan yang terjadi pada masing-masing
umumnya mempengaruhi yang lainnya, dan kita harus memilih
aspek mana yang akan dijadikan prioritas.
Dalam perencanaan pendidikan di daerah, penggunaan
teknologi pada dasarnya ada dua cara untuk meningkatkan
pelayanan, yaitu: tuntutan untuk meningkatkan pelayanan
terhadap masyarakat, atau efisiensi dengan mengurangi unit
biaya. Mungkin, untuk mengubah suatu teknologi pelayanan sudah
dianggap strategi umum, namun strategi ini mempunyai efek
jangkauan yang lebih luas, baik pada unit biaya dan cara-cara
personil dalam melakukan pelayanan sepanjang organisasi itu
melakukan tugasnya. Kemungkinan besar, pengaruhnya bukan
hanya terhadap para anggota organisasi salah satu unit organisasi,
tetapi akan berpengaruh pula pada unit-unit lainnya, seperti
terhadap sistem anggaran biaya, mekanisme pelaksanaan tugas,
pola-pola koordinasi, sistem evaluasi dan sistem
pertanggungjawaban, baik pertanggungjawaban terhadap tugas,
hubungan antara individu dan pertanggungjawaban terhadap
hasil-hasil yang diperoleh.
Penggunaan strategi struktur, berkaitan dengan tujuan untuk
efisiensi dalam segala aspek kinerja organisasi, baik yang
menyangkut tugas dan fungsi, reposisi individu, daya dukung dan
kebutuhan sarana-prasarana, atau anggaran pembiayaan
program. Strategi ini dalam wacana sekarang sering disebut
dengan istilah 'ramping struktur kaya fungsi'.

Bab II : Kerangka Pemikiran 21


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Penggunaan strategi tugas, berkaitan dengan dimensi waktu


kapan pekerjaan dapat diubah, apakah karena penggunaan
teknologi baru, atau karena reorganisasi struktur internal, atau
karena perilaku manajerial. Pembaharuan tugas ini mempunyai
tujuan-tujuan yang lebih spesifik, yaitu: (1) peningkatan atau
pengurangan yang mendasar antara individu dengan volume
pekerjaan, (2) peningkatan sikap dan apresiasi terhadap tugas ke
arah yang lebih positif, (3) peningkatan peluang untuk memulai
pembaharuan ke arah yang lebih humanis.
Penggunaan pada strategi orang sering melalui metode
pengembangan organisasi (organization development). Metoda ini
dipakai untuk mengubah pekerjaan anggota organisasi yang
berhubungan dengan perilaku dan sikap yang mengarah pada
individu, kelompok, atau organisasi secara keseluruhan. Metoda ini
biasanya berbentuk sebuah program-program jangka panjang
dengan tujuan untuk meningkatkan efektivitas kinerja mereka.
Fokus dasamya adalah pada pembaharuan individu melalui
pembaharuan mekanisme feed-back, pembentukan tim
kerjasama, pemecahan masalah, penanganan dan pengendalian
konflik, pola-pola hubungan antar pribadi, dan semacamnya.
Metode-metode dari setiap strategi yang dipilih dapat
dikemukakan pada gambar berikut:

Teknologi Modifikasi metode Teknik


Modifikasi penggunaan Mesin-mesin
Otomatisasi dan mekanisme sistem

Struktur Pembaharuan deskripsi-deskripsi posisi


Modifikasi hubungan-hubungan otoritas dan
pertanggung jawaban Modifikasi sistem penghargaan
formal
Tugas Deskripsi dan spesifikasi tugas, simplikasi tugas, dan
pengembangan tim kerja sama

Ketenagaan Pendidikan dalam jabatan


Kursus-kursus pengembangan manajemen
Program-program pengembangan organisasi

Sumber: Yoyon Bahtiar Irianto, Pembangunan Manusia dan Pembaharuan Pendidikan, Bandung:
Laboratorium Administrasi Pendidikan UPI, 2006, ha1.74.

Gambar 2.2
Alternatif Metode Pembaharuan Pendidikan

Bab II : Kerangka Pemikiran 22


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

d. Implementasi dan Tindak Lanjut


Langkah berikut di dalam proses pembaharuan pendidikan
adalah bagaimana setiap persiapan yang dilakukan dapat
diterapkan dalam kurun waktu yang tidak terlalu lama dan
ditunda-tunda. Kemampuan utama untuk mendukung penerapan
perencanaan pembangunan pendidikan tergantung pada
seberapa baik pemerintah daerah menguatkan perilaku yang
telah dipelajari dan disiapkan selama dan setelah usaha
pembaharuan. Sebetulnya, implementasi yang efektif dalam
perencanaan pendidikan memerlukan perilaku yang sama sekali
baru. Namun, patut jadi pertimbangan, bahwa ketika perilaku baru
secara wajar diganti, masyarakat menjadi lebih mungkin untuk
mengembangkan dan memelihara pilihan untuk berperilaku dan
berpartisipasi secara baru pula.
Dalam lima tahun mendatang, pembangunan pendidikan di
daerah sudah semestinya diprioritaskan pada upaya meningkatkan
kinerja pendidikan melalui tiga pilar strategi pembangunan, yang
mencakup: (1) pemerataan dan perluasan akses pendidikan; (2)
peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing; (3) tata kelola,
akuntabilitas, dan pencitraan publik. Ketiga prioritas tersebut harus
ditunjang dengan dukungan anggaran yang rasional, realistis dan
proporsional baik dari APBN, APBD provinsi maupun APBD tingkat
kabupaten.
Pada tahap pertama, merupakan tahap perencanaan yang
dititikberatkan pada upaya meminimalkan kekuatan perlawanan
terhadap pembaharuan dengan memutuskan kapan mulainya
persiapan menentukan misi, memilih pimpinan tim dan alokasi
sumber-sumber. Dalam tahap ini mulai menentukan fungsi dan
proses atau produk dan pelayanan yang spesifik yang akan
dilakukan, termasuk menetapkan tujuan, serta tindakan-tindakan
secara lebih terperinci. Di samping itu, pada tahap ini dibutuhkan
dukungan data awal mengenai hasil-hasil identifikasi variabel
kinerja kelembagaan pendidikan berdasarkan ukuran-ukuran
kebutuhan, keinginan dan harapan-harapan stakeholders. Variabel
kinerja kelembagaan pendidikan tersebut merupakan kumpulan
yang luas dari faktor kualitatif dan kuantitatif, yang mempengaruhi
kinerja kelembagaan pendidikan.
Pada tahap kedua, merupakan tahap pergerakan, dengan
mengubah orang, individu maupun kelompok, tugas-tugas, struktur
organisasi, dan teknologi. Dapat dilakukan dengan riset terhadap

Bab II : Kerangka Pemikiran 23


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

aktivitas internal, dengan memfokuskan pada keefektifan proses


yang sedang berjalan, mengidentifikasi permasalahan yang
kemungkinan dijawab oleh upaya-upaya pembaharuan yang
diinginkan, dan mengidentifikasi organisasi dan kelembagaan
pendidikan yang terbaik di kelasnya yang layak dijadikan
pembanding. Kesimpulan-kesimpulan hasil riset ini dapat dijadikan
bahan untuk assesment lembaga yang dirumuskan dalam program
operasional. Dalam tahapan implementasinya, proses-proses
manajemen pembangunan lebih lanjut harus memberikan
dukungan politis dan membantu mengatasi berbagai perlawanan
dan hambatan.
Pada tahap terakhir, merupakan tahap penstabilan
pembaharuan, dengan upaya penguatan dampak pembaharuan,
evaluasi basil pembaharuan, dan modifikasi-modifikasi yang
bersifat konstruktif. Perlu dipertimbangkan bahwa pembaharuan
merupakan proses yang berkesinambungan. Berdasarkan
implementasi, harus direncanakan assesment secara periodik
mengenai proses atau produk yang telah ditingkatkan dan
benchmark selanjutnya; Dan berupaya mengintegrasikan
pembaharuan ke dalam program-program peningkatan mutu dan
perencanaan strategis kelembagaan pendidikan.
Langkah selanjutnya, para perencana dihadapkan pada
permasalahan dalam memutuskan apakah proses pembaharuan
sudah berhasil atau belum dicapai. Penentuan ini berupaya
mengukur kecenderungan dalam peningkatan hasil-hasil dalam
periode waktu tertentu. Dasar pertimbangannya ialah: (1) Apakah
setelah dilakukan pembaharuan ada peningkatan produktivitas
dan kepuasan dibandingkan dengan sebelum proses
pembaharuan dimulai? (2) Seberapa besar
peningkatan/kemunduran yang dihasilkan? dan (3) Berapa lama
jangka waktu yang dibutuhkan dalam peningkatan/kemunduran
yang dicapai itu?
Karena itu, di awal pembahasan telah disebutkan bahwa,
sebelum menerapkan program pembaharuan, pihak manajemen
perlu menetapkan tujuan dan sasaran internal dan eksternal untuk
mengukur keberhasilan program pembangunan pendidikan.
Upaya tersebut dapat dilaksanakan dengan regulasi proses feed-
back melalui optimalisasi Team Building. Tim building adalah suatu
metoda yang dirancang untuk membantu tim beroperasi secara
lebih efektif dengan mengevaluasi dan meningkatkan struktur,
proses, kepemimpinan, komunikasi, resolusi konflik dan kepuasan
masyarakat secara umum.

Bab II : Kerangka Pemikiran 24


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

BAB III
PENDIDIKAN DI KABUPATEN BANDUNG
TAHUN 2003-2006
(Belajar dari Pengalaman)

A. Kabupaten Bandung dalam Catatan Sejarah


Sejarah mencatat bahwa Kabupaten Bandung lahir tanggal
20 April Tahun 1641 M, di bawah kepemimpinan Bupati Pertama
Tumenggung Wiraangunangun (1641-1681 M), dengan pusat
pemerintahan (Ibukota Kabupaten) di Karapyak (Dayeuh Kolot).
Pada masa Pemerintahan Adipati Wiranatakusumah II (1794-
1829) Ibukota Kabupaten Bandung di pindahkan dari Karapyak
(Dayeuh Kolot) ke pinggir sungai Cikapundung atau Alun-alun Kota
Bandung sekarang. Pemindahan Ibukota itu atas dasar perintah
dari Gubernur Jendral Hindia Belanda Daendels tanggal 25 Mei
1810, dengan alasan karena daerah baru tersebut dinilai akan
memberikan prospek yang lebih baik terhadap perkembangan
wilayah tersebut.
Kabupaten Bandung mulai berkembang pesat setelah
kepala pemerintahan di pegang oleh Bupati Wiranatakusumah IV
(1846-1874). Beliau dikenal sebagai Dalem Bintang, karena telah
mendapat penghargaan dari Pemerintah Hindia Belanda atas jasa-
jasanya dalam membangun Kabupaten Bandung di segala
bidang, di antaranya: Bupati yang progresif dan dianggap
sebagai peletak dasar Master Plan Kabupaten Bandung, yang
disebut Negorij Bandoeng; Mendirikan Pendopo Kabupaten
Bandung dan Mesjid Agung (1850); Memprakarsai pembangunan
Sekolah Raja (Pendidikan Guru) dan mendirikan sekolah untuk para
menak (Opleiding School Voor Indische Ambtenaaren).
Pada masa pemerintahan RAA Martanegara (1893-1918),
kota Bandung sebagai Ibukota Kabupaten Bandung berubah
statusnya menjadi Gementee (Kotamadya). Kemudian pada masa
transisi kehidupan politik Orde Lama ke Orde Baru adalah Kolonel
Masturi. Pada masa Pimpinan Kolonel R.H. Lily Sumantri tercatat
peristiwa penting yaitu rencana pemindahan Ibukota Kabupaten
Bandung ke Wilayah Hukum Kabupaten Bandung yang semula
berada di Kotamadya Bandung ke Wilayah Hukum Kabupaten
Bandung yaitu daerah Baleendah. Peletakan Batu Pertamanya

Bab III : Belajar dari Pengalaman 22


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

pada tanggal 20 April 1974 yaitu pada saat Hari Jadi Kabupaten
Bandung yang ke 333.
Rencana kepindahan Ibukota tersebut berlanjut hingga
jabatan Bupati dipegang oleh Kolonel R. Sani Lupias Abdurachman
(1980 1985). Atas pertimbangan secara fisik geografis daerah
Baleendah tidak memungkinkan untuk dijadikan sebagai Ibukota
Kabupaten, maka ketika Jabatan bupati dipegang oleh Kolonel
H.D. Cherman Affendi (1985-1990), Ibukota Kabupaten Bandung
pindah ke lokasi baru yaitu Kecamatan Soreang. Dipinggir Jalan
Raya Soreang tepatnya di Desa Pamekaran inilah di Bangun Pusat
Pemerintahan Kabupaten Bandung seluas 24 Ha, dengan
menampilkan arsitektur khas gaya Priangan sehingga kompleks
perkantoran ini disebut-sebut sebagai kompleks perkantoran
termegah di Provinsi Jawa Barat. Pembangunan perkantoran yang
belum rampung seluruhnya dan dilanjutkan oleh bupati berikutnya
yaitu Kolonel H.U. Djatipermana, sehingga pembangunan tersebut
dirampungkan dalam kurun waktu 1990-1992.
PadaTahun 2007, di bawah kepemimpinan Bupati H. Obar
Sobarna, menata kembali pembangunan sumber daya manusia di
Kabupaten Bandung, seperti yang pernah dirintis pada jaman
Bupati Wiranatakusumah IV, dengan merancang kembali
pembangunan bidang pendidikan melalui Master Plan Pendidikan
Tahun 2008-2025, sebagai penguat Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Kabupaten Bandung Tahun 2008-2025.
Gambaran wilayah Kabupaten Bandung sebelum
dimekarkan dengan Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten
Bandung secara geografis terletak pada: 6o 41’ – 7o 19’ Lintang
Selatan dan diantara 107o 22’ – 108o 5’ Bujur Timur. Luas Wilayah
Kabupaten Bandung ± 307.061 Ha, terbagi ke dalam 45 wilayah
administrasi kecamatan, 431 desa dan 9 kelurahan.
Topografi sebagian besar adalah pegunungan. Di antara
puncak-puncaknya adalah: Sebelah utara terdapat Gunung
Bukittunggul (2.200 m), Gunung Tangkubanperahu (2.076m) di
perbatasan dengan Kabupaten Purwakarta. Sedangkan di selatan
terdapat Gunung Patuha (2.334 m), Gunung Malabar (2.321 m),
serta Gunung Papandayan (2.262 m) dan Gunung Guntur (2.249
m), keduanya di perbatasan dengan Kabupaten Garut.
Pencapaian Indikator Makro Kabupaten Bandung sebelum
pemekaran (Angka Harapan Hidup, Angka Melek Huruf, Angka
Rata-rata Sekolah, Daya Beli, dan Indeks Pembangunan Manusia),
sejak Tahun 2003 sampai dengan 2006 senantiasa menunjukkan
peningkatan.

Bab III : Belajar dari Pengalaman 23


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Tabel 3.1
Pencapaian Indikator Makro Kabupaten Bandung Sebelum Pemekaran

No Komponen 2003 2004 2005 2006

1 Angka Harapan Hidup (AHH) 65,4 thn 65,85 thn 66, 23 thn 66,96 thn

2 Angka Melek Huruf (AMH) 97,53 % 98,23 % 98,65 % 98,70 %

3 Rata-rata Lama Sekolah (RLS) 7,65 thn 8,03 thn 8,26 thn 8,39 thn

Rp.
4 Daya Beli Rp. 530.200 Rp. 534.320 Rp. 536.490
541.930

5 IPM 67,50 68,52 69,16 70.11

Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Tahun 2006 sebesar 5,65


persen, lebih besar dibanding Tahun 2005 sebesar 5,01 persen.

Grafik 3.1
Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Bandung Sebelum Pemekaran

Dilihat dari penghasilan yang diterima oleh penduduk yang


bekerja, maka 303.025 orang (44,35%) memperoleh gaji kurang dari
500.000; 255.058 orang (23,33%) menerima gaji antara 500.000-
749.999; 233.409 orang (23,88%) menerima gaji 750.000 – 999.999;
83.291 orang (6,46%) menerima gaji 1.000.000-1.500.000; 108.873
orang (1,97%) menerima gaji di atas 1.500.000.
Tabel 3.2
Prosentase Penduduk Kabupaten Bandung Usia 10 tahun ke Atas
yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha Utama Tahun 2006

No Jenis Lapangan Usaha Jumlah %


1 Pertanian 407.945 25,86
2 Industri 416.793 26,42
3 Perdagangan 300.656 19,06
4 Jasa 169.703 10,76
5 Lainnya 282.452 17,90
Jumlah 1.577.549 100
Sumber : Suseda 2006

Bab III : Belajar dari Pengalaman 24


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Tabel 3.3
Prosentase Penduduk Kabupaten Bandung 10 tahun ke Atas
yang Bekerja Menurut Jenis Pekerjaan Tahun 2006

No Jenis pekerjaan Jumlah %


1 Tenaga Professional 54,177 3.43
2 Tenaga Kepemimpinan dan
13,463 0.85
Ketatalaksanaan
3 Pelaksana dan Tenaga TU 76,951 4.88
4 Tenaga Usaha Penjualan 292,433 18.54
5 Tenaga Usaha Jasa 79,387 5.03
6 Tenaga Usaha Pertanian 390,652 24.76
7 Tenaga Produksi 664,123 42.10
8 Anggota TNI dan Keamanan lainnya 6,363 0.40
Jumlah 1,577,549 100
Sumber : Suseda 2006

Tabel 3.4
Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Bandung Tahun 2002-2005

Bagian Laba Pertum


Tahu Pajak Retribusi Lain-lain
Usaha PAD -buhan
n Daerah Daerah PAD
Daerah (%)
37.012.000.00 30.241.874.00
2002 1.333.000.000 7.110.820.000 75.697.694.000 20.53
0 0
38.240.500.00 37.962.840.50 10.919.254.00
2003 4.114.853.000 91.237.447.500 31.50
0 0 0
46.190.000.00 43.318.739.50 24.120.265.00
2004 6.347.000.000 119.976.004.000 13.63
0 0 0
52.310.000.00 49.093.000.00 12.610.200.00 22.318.598.00
2005 136.331.798.000 -9.22
0 0 0 0
Sumber: Diolah dari Data Seri Suseda Kabupaten Bandung, Basis Data Perencanaan Pembangunan
Daerah Kabupaten Bandung Tahun 2005.

Pasca pemekaran wilayah berdasarkan UU Nomor: 12 Tahun


2007 tentang Pembentukan Kabupaten Bandung Barat, secara
administrasi Kabupaten Bandung luas wilayah Kabupaten Bandung
menyusut menjadi ± 176.239 Ha, dengan laju pertambahan
penduduk (LPP) sebesar 3,2%, jumlah Kecamatan menjadi 30
Kecamatan, dan jumlah Desa/Kelurahan menjadi 266 Desa serta 9
Kelurahan.

Bab III : Belajar dari Pengalaman 25


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Gambar 3.1
Peta Wilayah Administratif Kabupaten Bandung Pasca Pemekaran

Adapun batas-batas administrasi Kabupaten Bandung: (1)


Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Subang, (2) Sebelah
Barat berbatasan dengan Kabupaten Bandung Barat, (3) Sebelah
Selatan berbatasan dengan Kabupaten Garut dan Cianjur bagian
Selatan, (4) Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Garut
dan Sumedang. (5) Bagian tengah terletak Kota Bandung dan Kota
Cimahi.
Sarana transportasi terdiri dari Jalan Nasional sepanjang
29.94 Km, Jalan Provinsi sepanjang 176.01 Km dan Jalan
Kabupaten sepanjang 816.07 Km. Tingkat infrastruktur jalan, 60%
kondisi baik dan 40% kondisi rusak, dan sering terjadi kemacetan
pada titik-titik tertentu.
Kebutuhan perumahan yang belum terpenuhi (backlog)
sebanyak ± 178.984 unit rumah; Jumlah timbunan sampah per hari ±
8.322 m3. Dengan kapasitas pengangkutan 11,78%; Desa yang
sudah teraliri listrik sekitar 70,9%; Kapasitas Terpasang 3.017.088 m3
dengan debit rata-rata 98 l/dt yang seluruhnya telah
dimanfaatkan; Prosentase masyarakat yang sudah menikmati air
bersih baru mencapai 55,56%.

B. Kondisi Pendidikan: Sebuah Kenyataan


Sejarah Kabupaten Bandung mencatat bahwa
perkembangan peradaban masyarakat Kabupaten Bandung mulai
berkembang pesat sejak pemerintahan Bupati Wiranatakusumah IV
(1846-1874), yaitu sejak dibukanya Sekolah Guru, sebagai lembaga

Bab III : Belajar dari Pengalaman 26


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

penyiapan tenaga pendidik masyarakat agar dapat hidup di masa


depan yang lebih bermakna.
Sesuai kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten
Bandung dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya dalam
penyelenggaraan pendidikan sejak Tahun 2003 sampai awal Tahun
2006, berikut ini.
1. Pendidikan Pra Sekolah
a. Taman Kanak-Kanak (TK)
Gambaran umum proporsi kelembagaan Taman Kanak-
kanak (TK) di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006 tertera pada
table dan grafik berikut.
Tabel 3.5
Proporsi Kelembagaan pada TK Kabupaten Bandung 2003-2006
TK
Tahun
Negeri % Swasta %
2003 1 0,33 302 99,99
2004 1 0,31 324 99,99
2005 1 0,27 367 99,99
2006 1 0,26 390 99,99
Sumber: Diolah dari Profil Pendidikan dan Statistik Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006.

Proporsi Kelembagaan TK
400

300
Jumlah

200

100

0
2003 2004 2005 2006

Negeri 1 1 1 1
Sw asta 302 324 367 390

Tahun

Grafik 3.2
Proporsi Kelembagaan TK di Kabupaten Bandung 2003-2006
Berdasarkan gambaran pada tabel dan grafik di atas,
menunjukkan bahwa perkembangan kelembagaan TK negeri dari
Tahun 2003 sampai Tahun 2006 tidak mengalami peningkatan, yaitu
hanya satu TK. Jumlah TK yang berstatus swasta setiap tahun
mengalami perubahan yang meningkat dan signifikan. Tingkat
perkembangan jumlah lembaga TK yang berstatus swasta setiap
tahunnya rata-rata mencapai 8,97%.
Pada Tahun 2003 jumlah anak usia 0-6 tahun di Kabupaten
Bandung sebanyak 506908 orang, dari jumlah tersebut yang

Bab III : Belajar dari Pengalaman 27


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

mengikuti pendidikan di TK sebanyak 13052 (2,57%) orang, dengan


daya dukung ruang kelas sebanyak 755 kelas. Sedangkan pada
Tahun 2006 dari jumlah anak usia 0-6 tahun sebanyak 553217 orang
yang mengikuti pendidikan di TK sebanyak 15569 (2,81%) dengan
daya dukung 896 ruang kelas.
Tabel 3.6
Jumlah Kelas dan Siswa TK di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

TK
Tahun Jumlah anak
Kelas Siswa %
Usia 0-6 tahun
2003 755 13051 2,57 506908
2004 749 13237 2,73 484890
2005 778 14065 2,75 510742
2006 896 15569 2,81 553217
Sumber: Diolah dari Profil Pendidikan dan Statistik Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
.

Jumlah Kelas dan Siswa TK

20000

Jumlah 15000
10000

5000

0
2003 2004 2005 2006

Kelas 755 749 778 896


Siswa 13051 13237 14065 15569

Tahun

Grafik 3.3
Jumlah Kelas dan Siswa TK di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Melihat jumlah anak usia 0-6 tahun yang demikian besar


maka dapat dikemukakan bahwa angka partisipsi di tingkat TK
masih relatif kecil. Rendahnya tingkat partisipasi perlu mendapat
perhatian, dengan komitmen pemerintah harus mendorong
masyarakat dan menyediakan pelayanan pendidikan di tingkat TK
secara lebih masif.
Pada Tahun 2003 jumlah guru TK (Negeri+Swasta) sebanyak
1138 sekolah, dari jumlah tersebut sebanyak 9 (0,79%) TK Negeri dan
1129 (99,21%) TK Swasta. Pada Tahun 2006 jumlah TK sebanyak 1217
sekolah, dari jumlah tersebut sebanyak 8 (0,66%) TK Negeri dan 1209
(99,34%) TK Swasta.
Tabel 3.7
Jumlah Guru TK Negeri dan Swasta di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Bab III : Belajar dari Pengalaman 28


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

TK
Tahun Negeri % Swasta % Jumlah
2003 9 0,79 1129 99,21 1138
2004 8 0,69 1152 99,31 1160
2005 8 0,68 1162 99,32 1170
2006 8 0,66 1209 99,34 1217
Sumber: Diolah dari Profil Pendidikan dan Statistik Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006.

Melihat data tersebut bahwa penyelengaraan TK hampir


seluruhnya oleh masyarakat/swasta dan hanya sebagian kecil saja
diselenggarakan pemerintah. Melihat fenomena ini pemerintah
harus mengambil peranan dalam pembinaan kelembagaan dan
edukasi agar penyelenggaraan TK memenuhi koridor aspek legal
dan dapat dipertanggungjawabkan secara akademik.
Tabel 3.8
Status Kepegawaian Guru TK di Kabupaten Bandung 2003-2006
TK
Tahun PNS DIKNAS PNS NON DIKNAS NON PNS Jumah
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
2003 147 12,92 26 2,28 965 84,80 1138
2004 150 12,93 26 2,24 984 84,83 1160
2005 62 5,30 0 0,00 1108 94,70 1170
2006 76 5,89 74 5,73 1141 88,38 1291
Sumber: Diolah dari Profil Pendidikan dan Statistik Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Data menunjukan bahwa secara umum status Guru TK di


Kabupaten Bandung mayoritas adalah Guru non-PNS. Data Tahun
2006 menunjukan Guru TK yang berstatus PNS Diknas berjumlah 76
(5,89%) orang dan PNS non-Diknas 74 (5,73%) orang sementara
jumlah Guru TK non-PNS sebanyak 1141 (88,38%) orang.
Tabel 3.9
Jenjang Pendidikan Guru TK di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
TK
Tahun
2003 % 2004 % 2005 % 2006 %
SLTA 386 33.92 393 33.88 276 22.90 258 21.03
SPG 362 31.81 301 25.95 308 25.56 258 21.03
D1 175 15.38 179 15.43 210 17.43 249 20.29
D2 119 10.46 165 14.22 268 22.24 300 24.45
D3 25 2.20 32 2.76 52 4.32 54 4.40
S1 67 5.89 90 7.76 91 7.55 104 8.48
S2 4 0.35 0 0.00 0 0.00 4 0.33
JUMLAH 1138 100 1160 100 1205 100 1227 100
Sumber: Diolah dari Profil Pendidikan dan Statistik Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Data pada Tahun 2006 menunjukan jumlah Guru TK sebanyak


1227 orang. Dari jumlah tersebut 258 (21,03%) berpendidikan SLTA,
258 (21,03%) berpendidikan SPG, 249 (20,29%) berpendidikan D1,
300 (24,45%) berpendidikan D2, 54 (4,40%) berpendidikan D3, 104

Bab III : Belajar dari Pengalaman 29


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

(8,48%) berpendidikan S1, 4 (0,03%) berpendidikan S2. Dari data


tersebut terlihat bahwa baru 104 (8,4%) saja yang berpendidikan S1.
Fenomena umum menunjukan trend peningkatan kualifikasi
pendidikan di atas 60% berpendidikan Diploma ke atas.

Je njang Pe ndidikan Guru TK

400
350
300
250
Jumlah

200
150
100
50
0
SLTA SP G D1 D2 D3 S1 S2

2003 386 362 175 119 25 67 4


2004 393 301 179 165 32 90 0
2005 276 308 210 268 52 91 0
2006 258 258 249 300 54 104 4

Jenjang Pendidikan

Grafik 3.4
Jenjang Pendidikan Guru TK di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa setiap tahun


jumlah Guru TK yang berpendidikan SLTA mengalami penurunan,
sedangkan jumlah guru yang berpendidikan D1, D2, D3 dan S1
setiap tahunnya mengalami peningkatan.

Tabel 3.10
Latar Belakang Pendidikan Guru TK di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Pendidikan Guru TK
Tahun Keguruan % Non-Keguruan % Jumlah
2003 684 60.58 445 39.42 1129
2004 669 57.67 491 42.33 1160
2005 806 69.36 356 30.64 1162
2006 893 73.26 326 26.74 1219
Jumlah 3052 65.35 1618 34.65 4670
Sumber: Diolah dari Profil Pendidikan dan Statistik Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun
2003-2006.

Bab III : Belajar dari Pengalaman 30


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Latar Belakang Pendidikan Guru TK

1000

Jumlah
500

0
2003 2004 2005 2006

Keguruan 684 669 806 893


Non-Keguruan 445 491 356 326

Tahun

Grafik 3.5
Latar Belakang Pendidikan Guru TK di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Tabel dan grafik di atas menunjukan gambaran bahwa dari


4670 guru TK, sebanyak 3052 (65,35%) berpendidikan keguruan,
sedangkan sisanya, 1618 (34,65%) masih berlatarbelakang
pendidikan non-keguruan.
b. Roudhotul Athfal (RA)
Gambaran umum penyelenggaraan Roudhatul Athfal (RA) di
Kabupaten Bandung, sejak Tahun 2003 sampai Tahun 2006 berikut
ini.
Tabel 3.11
Proporsi Kelembagaan RA di Kabupaten Bandung 2003-2006
RA
Tahun Jumlah
Negeri % Swasta %
2003 0 0 116 100 116
2004 0 0 234 100 234
2005 0 0 276 100 276
2006 0 0 327 100 327
Sumber: Diolah dari Profil Pendidikan dan Statistik Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006.

Proporsi Kelembagaan RA

400

300
Jumlah

200

100

0
2003 2004 2005 2006

Negeri 0 0 0 0
Sw asta 116 234 276 327

Tahun

Grafik 3.6
Kelembagaan RA di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Bab III : Belajar dari Pengalaman 31


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Data menunjukan bahwa penyelenggaraan RA seluruhnya


oleh masyarakat (swasta). Jumlah kelembagaan RA setiap
tahunnya mengalami peningkatan. Data Tahun 2006 menunjukan
jumlah RA sebanyak 327 lembaga. Hal ini berarti bahwa
pertumbuhan lembaga pendidikan RA cukup pesat seiring dengan
tinginya animo masyarakat dan kesadaran orang tua untuk
memberikan pendidikan sejak dini bagi putra-putrinya.

Tabel 3.12
Jumlah Kelas dan Siswa RA di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

RA Jumlah anak
Tahun Usia 0-6 tahun
Kelas Siswa %
2003 357 3939 0,78 506908
2004 447 7760 1,60 484890
2005 536 10641 2,08 510742
2006 676 11897 2,15 553217
Sumber: Diolah dari Profil Pendidikan dan Statistik Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Jumlah Kelas dan Siswa RA

12000
10000
8000
Jum lah

6000
4000
2000
0
2003 2004 2005 2006

Kelas 357 447 536 676


Sisw a 3939 7760 10641 11897

Tahun

Grafik 3.7
Jumlah Kelas dan Siswa RA di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Pada Tahun 2003 jumlah anak usia 0-6 tahun di Kabupaten


Bandung sebanyak 506,908 orang, dari jumlah tersebut yang
mengikuti pendidikan di RA sebanyak 3939 (0,78%) orang, dengan
daya dukung ruang kelas sebanyak 357 kelas. Sedangkan pada
Tahun 2006 jumlah anak usia 0-6 tahun sebanyak 553217 orang, dari
jumlah tersebut 11897 (2,15%) orang mengikuti pendidikan di RA

Bab III : Belajar dari Pengalaman 32


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

dengan daya dukung 676 ruang kelas. Walaupun pertumbuhan RA


cenderung mengalami peningkatan, tetapi jika dibandingkan
jumlah anak usia 0-6 tahun yang cukup besar jumlahnya maka hal
ini merefleksikan masih sangat kecilnya tingkat partisipasi
masyarakat, maupun pelayanan pendidikan anak usia dini yang
masuk RA.
Tabel 3.13
Jumlah Guru RA di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

RA
Tahun Jumlah
Negeri % Swasta %
2003 0 0 456 100 456
2004 0 0 887 100 887
2005 0 0 1059 100 1059
2006 0 0 1186 100 1186
Sumber: Diolah dari Profil Pendidikan dan Statistik Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Secara umum perkembangan jumlah guru RA di Kabupaten


Bandung mengalami peningkatan yang signifikan. Dari Tahun 2003-
2006 peningkatannya hampir mencapai dua kali lipat.
Tabel 3.14
Status Kepegawaian Guru RA di Kabupaten Bandung 2003-2006
RA
Tahun PNS PNS NON Jumlah
% % NON PNS %
DIKNAS DIKNAS
2003 7 1,54 0 0 449 98,46 456
2004 7 0,79 0 0 880 99,21 887
2005 26 2,46 0 0 1033 97,54 1059
2006 10 0,84 0 0 1176 99,16 1186
Sumber: Diolah dari Profil Pendidikan dan Statistik Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006.

Berdasarkan data jumlah status guru pada RA, disimpulkan


bahwa: (1) Mayoritas dari Guru RA adalah non PNS yang mencapai
rata-rata 98%. Hal ini mengambarkan bawah masih minimnya Guru
RA yang berstatus PNS; (2) Perkembangan Guru RA yang berstatus
non PNS setiap tahunnya mengalami peningkatan yang signifikan
sekali, hal ini terlihat dari perkembangan Tahun 2003 sampai 2006;
(3) Untuk Guru RA yang berstatus PNS Diknas mengalami
peningkatan dari Tahun 2003-2005, hanya saja pada Tahun 2006
mengalami penurunan.
Tabel 3.15
Jenjang Pendidikan Guru RA Kabupaten Bandung 2003-2006
RA
Tahun 2003 % 2004 % 2005 % 2006 %
SLTA 147 31,01 204 23,86 268 25,28 - -

Bab III : Belajar dari Pengalaman 33


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

SPG 204 43,04 138 16,14 112 10,57 - -


D1 47 9,92 165 19,30 190 17,92 - -
D2 39 8,23 193 22,57 258 24,34 - -
D3 3 0,63 152 17,78 55 5,19 - -
S1 9 1,90 3 0,35 177 16,70 - -
S2 25 5,27 0 0,00 0 0,00 - -
Jumlah 474 100.00 855 100.00 1060 100.00 0
Sumber: Diolah dari Profil Pendidikan dan Statistik Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Jenjang Pendidikan Guru RA

300

250

200
Jumlah

150

100

50

0
SLTA SP G D1 D2 D3 S1 S2
2003 147 204 47 39 3 9 25
2004 204 138 165 193 152 3 0
2005 268 112 190 258 55 177 0
2006 0 0 0 0 0 0 0

Jenjang

Grafik 3.8
Jenjang Pendidikan Guru RA di Kabupaten Bandung 2003-2006

Perkembangan guru berdasarkan latar belakang jenjang


pendidikannya dapat disimpulkan bahwa: (1) Secara umum jumlah
guru berpendidikan SLTA pada RA masih banyak, bahkan setiap
tahunnya mengalami peningkatan; (2) Guru RA yang memiliki latar
belakang pendidikan SPG setiap tahunnya terus menurun; (3) Guru
yang berlatar belakang pendidikan D1 dan D2 setiap tahunnya
mengalami peningkatan yang signifikan.
Tabel 3.16
Latar Belakang Pendidikan Guru RA di Kabupaten Bandung 2003-2006

RA
Tahun Jumlah
Guru % Non Guru %
2003 309 65,19 165 34,81 474
2004 147 17,15 710 82,85 857
2005 126 11,90 933 88,10 1059
2006 - - - - -
Sumber: Diolah dari Profil Pendidikan dan Statistik Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006.

Bab III : Belajar dari Pengalaman 34


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Gambaran umum jumlah guru berdasarkan latar pendidikan


keguruan dan non keguruan pada RA secara umum masih berlatar
belakang pendidikan keguruan pada Tahun 2003, sedangkan
Tahun 2004-2005 mayoritas gurunya bukan berasal dari pendidikan
keguruan.
c. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
Gambaran umum penyelenggaraan PAUD di Kabupaten
Bandung, sejak Tahun 2003 sampai Tahun 2006 digambarkan beikut
ini.
Tabel 3.17
Penduduk 0-6 Tahun yang Terlayani PAUD di Kabupaten Bandung Tahun 2007

Jumlah penduduk Jumlah Penduduk yg Terlayani


Usia Jumla
L % P % Jumlah L % P % h %
0-2 87779 48.06 94880 51.94 182659 2585 2.94 2965 3.13 5550 3.04

2-4 122332 48.43 130271 51.57 252603 8893 7.27 8745 6.71 17638 6.98

4-6 115137 48.77 120952 51.23 236089 17316 15.04 18817 15.56 36133 15.30
Sumber: Subdin PLSPO Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung 2007

Penduduk 0-6 Tahun yang Terlayani PAUD

20000

15000
Jumlah

10000

5000

0
0-2 4-Feb 4-6

L 2585 8893 17316


P 2965 8745 18817
Penduduk 0-6 Tahun

Grafik 3.9
Penduduk 0-6 Tahun yang Terlayani PAUD di Kabupaten Bandung Tahun 2007

Secara umum jumlah penduduk usia 0-6 tahun pada Tahun


2007 seimbang antara laki-laki dan perempuan. Penduduk usia 4-6
tahun adalah penduduk yang paling banyak terlayani oleh
pendidikan non formal, hal ini terlihat dari bagaimana laki-laki
mencapai 15% begitu juga perempuan yang terlayani dalam usia
406 tahun adalah 15% juga, sehingga jumlah total penduduk usia 4-
06 tahun yang terlayani adalah 15%. Untuk penduduk usia 0-2
ataupun 2-4 tahun yang terlayani oleh pendidikan non formal rata-
rata 3- 6% saja. Berdasarkan data tersebut sekitar 24% saja
penduduk 0-6 tahun yang terlayani oleh pendidikan non formal.

Bab III : Belajar dari Pengalaman 35


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Tabel 3.18
Penduduk 0-6 Tahun yang Tidak Terlayani PAUD
di Kabupaten Bandung Tahun 2007

Jumlah penduduk Jumlah Penduduk yg Tidak terlayani

Usia L % P % Jml L % P % Jml %

0-2 87779 48.06 94880 51.94 182659 78101 88.97 85712 90.34 163813 89.68

2-4 122332 48.43 130271 51.57 252603 107996 88.28 115373 88.56 223369 88.43

4-6 115137 48.77 120952 51.23 236089 95084 82.58 103305 85.41 198389 84.03

Sumber: Subdin PLSPO Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung 2007

Penduduk Usia 0-6 Tahun yang Tidak Terlayani PAUD

120000
100000
80000
Jumlah

60000
40000
20000
0
0-2 2-4 4-6

L 78101 107996 95084


P 85712 115373 103305

Penduduk 0-6 Tahun

Grafik 3.10
Penduduk 0-6 Tahun yang Tidak Terlayani PAUD Tahun 2007

Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa pada


Tahun 2007 di kabupaten Bandung penduduk yang tidak terlayani
sebagai berikut: Penduduk usia 0-2 tahun paling banyak tidak
terlayani oleh pendidikan non formal hampir 89%, begitu juga
dengan penduduk yang berusia 2-4, atau 4-6 tahun rata-rata 80%
ke atas penduduk yang tidak terlayani.
Tabel 3.19
Jumlah Lembaga dan Tenaga Pendidik PAUD di kabupaten Bandung 2007
Jenis PAUD
Kober % TPA % % SPS % Jumlah
Kelamin posyandu
Lembaga 305 71.43 5 1.17 55 12.88 62 14.52 427
L 88 82.24 4 3.74 3 2.80 12 11.21 107
P 973 66.51 25 1.71 250 17.09 215 14.70 1463
L+P 1061 67.58 29 1.85 253 16.11 227 14.46 1570
Sumber: Subdin PLSPO Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung 2007

Bab III : Belajar dari Pengalaman 36


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Jumlah Lembaga dan Tenaga Pendidik PAUD

1000

800

Jumlah
600

400

200

0
P A UD
Ko ber TP A SP S
po syandu

Lembaga 305 5 55 62
L 88 4 3 12
P 973 25 250 215

Lem baga non Form al

Grafik 3.11
Jumlah Lembaga dan Tenaga Pendidik PAUD di Kabupaten Bandung Tahun 2007
Gambaran umum PAUD non formal dapat terlihat sebagai
berikut: (1) Jumlah lembaga pendidikan nonformal mayoritas
adalah keompok bermain, hal ini terlihat dari jumlah lembaga
kelompok bermain hampir 71,43% dari jumlah keseluruhan lembaga
pendidikan PAUD non formal.
Jumlah tenaga pendidik pada lembaga pendidikan PAUD
non formal berdasarkan tabel di atas lebih didominasi oleh tenaga
pendidik yang berasal dari kelompok bermain. (2) Lembaga
pendidikan PAUD nonformal yang paling sedikit di Kabupaten
Bandung adalah lembaga TPA (Tempat Penitipan Anak) yaitu
hanya 5 lembaga atau 1,17% saja.
Sebagaimana gambaran yang dipaparkan di atas
menunjukkan sebuah kenyataan yang tidak bisa dipungkiri. Sampai
di penghujung Tahun 2007, jumlah anak usia 0-6 tahun di
Kabupaten Bandung yang paling banyak (tinggi) terdapat di
Kecamatan Baleendah yaitu 25.520 orang; Wilayah kecamatan
yang angka partsispasi pendidikan pra sekolah yang cukup tinggi
adalah Cileunyi, Margahayu, Rancaekek, Baleendah, Katapang.
Wilayah yang jumlah TK-nya cukup banyak adalah Cileunyi,
Margahayu, Rancaekek, Baleendah, Cimenyan, Margaasih. Jumlah
kelembagaan pendidikan pra sekolah yang cukup banyak
terdapat di Kecamatan Cileunyi, Margahayu, Margaasih,
Katapang, Rancaekek, Baleendah, Cimenyan. Sebaran guru
banyak terdapat di Kecamatan Cileunyi, Margahayu, Katapang,
Rancaekek, Baleendah. Di kecamatan tersebut APK/APM juga
relatif lebih tinggi dibandingkan wilayah lainnya (Lihat Tabel dan
Grafik Kondisi Umum Pendidikan di Kabupaten Bandung 2003-2006

Bab III : Belajar dari Pengalaman 37


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

pada lampiran). Di Kecamatan Baleendah dengan jumlah


penduduk usia 0-6 tahun paling banyak (25.520 orang), tetapi
tingkat partispasinya tergolong sangat rendah (616 orang).
Di samping gambaran kauntitatif tersebut, dari hasil survey
menunjukkan gambaran kualitatif bahwa kondisi TK/RA pada Tahun
2007 hampir 98,61 persen lembaga pendidikan pra sekolah dikelola
oleh masyarakat (swasta), dan sisanya sebesar 1,40 persen dikelola
oleh pemerintah. Jumlah lembaga pendidikan pra sekolah yang
ada paga pendidika pra sekolah adalah tercatat 430 yang
tersebar di 275 desa. Jika dirata-ratakan maka tiap desa ada 1
sampai 2 lembaga. Sebaran lembaga pendidikan pra sekolah
yang paling sedikit penyebarannya ada di Kecamatan Ibun,
Cikancung dan Cilengkrang. Dari jumlah tersebut, masih ada
lembaga yang belum memiliki ijin operasional tapi sudah
menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar. Alasannya karena
sangat rumitnya mengurus perijinan. Sehingga masalah ini
cenderung diabaikan. Namun dari dinas terkait, bagi lembaga
yang belum memiliki ijin operasional terus didorong agar mengurus
perijinannya, sehingga keberadaannya tersebut legal secara
formal.
Kondisi tenaga pengajar atau guru yang mengajar di
lembaga pendidikan pra sekolah sebagian besar berstatus sebagai
guru honorer atau guru yayasan. Hanya sebagian kecil saja guru
pendidikan pra sekolah yang berstatus sebagai PNS. Sedangkan
latar belakang pendidikan sudah cukup banyak guru
berpendidikan sampai dengan D2 PGTK. Namun banyak juga
yang berijazah SMA/Aliyah. Untuk mengatasi pendidikan guru
pendidikan pra sekolah, mereka diharapkan mengikuti program
penyetaraan atau mengikuti pembinaan yang dilakukan di gugus-
gugus secara rutin. Untuk tenaga administrasi dan kepala sekolah
di lembaga pendidikan pra sekolah kebanyakan dijabat rangkap
oleh guru.
Ketersediaan sarana dan prasarana dalam
penyelenggaraan pendidikan pra sekolah pun belum memadai.
Bahkan di beberapa kecamatan bangunan yang ada berupa
rumah yang dijadikan tempat belajar (seperti di Cilengkrang dan
Kertasari). Sehingga tempat dan alat bermain anak sangat kurang.
Ditambah dengan alat peraga yang sifatnya edukatif rata-rata
masih kurang memenuhi kebutuhan dalam proses pembelajaran.
Pembiayaan bagi operasional pendidikan pra sekolah lebih
banyak mengandalkan sumbangan dari orang tua siswa. Terutama
lembaga-lembaga yang dikelola oleh Yayasan/Swasta. Sehingga

Bab III : Belajar dari Pengalaman 38


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

pemenuhan sarana dan prasarana yang mendukung proses


pembelajaran terasa lambat. Karena itu, mereka berharap
Pemerintah Daerah melalui Dinas terkait mau peduli dengan
memberikan bantuan untuk perbaikan dan pengadaan
sarana/prasarana termasul Alat Peraga Edukatif (APE), khususnya
bagi lembaga pendidikan pra sekolah yang dikelola
yayasan/swasta, seperti BOS yang ada di SD atau SMP. Sehingga
masyarakat pun akan semakin termotivasi untuk mengikutsertakan
anaknya pada pendidikan anak usia dini.
Gambaran tersebut menunjukkan bahwa jika menilik jumlah
penduduk usia 0-6 tahun yang cukup tinggi di setiap kecamatan
tetapi angka partisipasi sekolahnya masih rendah. Hal ini amat
terkait dengan pemahaman masyarakat dan pemerintah tentang
jenis kelembagaan pendidikan pra sekolah yang dibangun di
setiap kecamatan yang masih belum proporsional dengan jumlah
penduduk usia 0-6 tahun.
2. Pendidikan Dasar
a. Sekolah Dasar (SD)
Gambaran umum tentang kelembagaan SD di Kabupaten
Bandung Tahun 2003-2006 dapat dilihat pada tabel dan grafik
sebagai berikut.

Tabel 3.20
Jumlah Kelembagaan SD di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

SD
Tahun Negeri % Swasta % jumlah
2003 2140 98,57 31 1,42 2171
2004 2138 98,29 37 1,70 2175
2005 2134 98,02 43 1,97 2177
2006 2132 98,06 42 1,93 2174
Sumber: Diolah dari Profil Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Bab III : Belajar dari Pengalaman 39


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Perkembangan Kelembagaan SD

2500

2000

Jumlah
1500

1000

500

0
2003 2004 2005 2006

Negeri 2140 2138 2134 2132


Sw asta 31 37 43 42

Tahun

Grafik 3.12
Perkembangan Kelembagaan SD di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Berdasarkan data tersebut proporsi penyelenggaraan


kelembagaan SD sebagian besar berstatus negeri (lebih dari 98%),
sementara sebagian kecil (>1%) diselenggarakan oleh
masyarakat/swasta.
Tabel 3.21
Jenis Kelamin Siswa SD di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
SD
Tahun Jumlah
L % P %
2003 250.723 50.87 242.128 49.13 492.851
2004 251.247 50.90 242.331 49.10 493.578
2005 257.941 50.98 248.073 49.02 506.014
2006 269.689 51.10 258.053 48.90 527.742
Sumber: Diolah dari Statistik Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Jenis Kelamin Siswa SD

270000

260000
Jumlah

250000

240000

230000

220000
2003 2004 2005 2006

L 250723 251247 257941 269689


P 242128 242331 248073 258053

Tahun

Grafik 3.13

Bab III : Belajar dari Pengalaman 40


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Jenis Kelamin Siswa SD di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006


Dilihat dari aspek gender, perbedaan jumlah siswa laki-laki
dan perempuan yang bersekolah di SD tidak terlalu jomplang.
Pada Tahun 2006 jumlah siswa laki-laki relatif lebih besar dari
perempuan, yaitu 269.689 (51,10%) dari 527.742 siswa SD, sementara
siswa perempuan sebanyak 258.053 (48,90%).
Tabel 3.22
Jumlah Kelas dan Siswa SD di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

SD Jumlah rata-rata siswa


Tahun setiap kelas
Siswa Kelas
2003 492851 15516 31.76
2004 493578 15368 32.12
2005 506014 15058 33.60
2006 527742 15536 33.97
Sumber: Diolah dari Statistik Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Jumlah Kelas dan Siswa SD

600000
500000
400000
Jumlah

300000
200000
100000
0
2003 2004 2005 2006

Sisw a 492851 493578 506014 527742


Kelas 15516 15368 15058 15536

Tahun

Grafik 3.14
Jumlah Kelas dan Siswa SD di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Melihat rata-rata jumlah siswa perkelas maka relatif termasuk


katagori baik jika kita mengasumsikan jumlah siswa ideal perkelas
40 orang. Tetapi hal tersebut belum menunjukan fakta aktual
kondisi kelas dan daya tampung yang senyatanya mengingat
bahwa jumlah ruang kelas yang rusak dan tidak dapat
dipergunakan jumlahnya amat besar.
Tabel 3.23
Rasio (Siswa:Sekolah), (Siswa:Kelas), (Siswa:Guru), (Siswa:RKM), (Kelas:Guru) SD
di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
SD
Tahun Siswa: Siswa: Siswa: Kelas: Kelas:
sekolah Kelas Guru RKM Guru
2003 227:1 32:1 30:1 1:1,23 1:0,77
2004 227:1 32:1 34:1 1:1,24 1:1,07

Bab III : Belajar dari Pengalaman 41


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

2005 232:1 34:1 29:1 1:1,29 1: 1,07


2006 223:1 33:1 28:1 1:1,28 1:0,86
Sumber: Diolah dari Profil Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Dengan menjadikan standar satu kelas/rombongan belajar


maksimal 40 siswa per kelas di SD maka rasio siswa/kelas di
Kabupaten Bandung termasuk kategori baik bahkan di bawah
standar maksimal yakni rata-rata 32 siswa perkelas. Demikian pula
rasio siswa/guru menunjukan angka yang cukup ideal bila asumsi
rombel 40 orang setiap kelas.
Tabel 3.24
Status Guru SD di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

SD
Tahun GT % GTT % Jumlah
2003 14366 46.87 1921 53.13 16287
2004 13308 92.87 1022 7.13 14330
2005 12548 72.49 4761 27.51 17309
2006 12839 68.40 5932 31.60 18771
Sumber: Diolah dari Statistik Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Data terakhir Tahun 2006 menunjukan jumlah guru SD di


Kabupaten Bandung sebanyak 18.771 orang. Dari jumlah tersebut
sebanyak 12.839 (68,40%) orang berstatus guru tetap (GT) dan 5.932
(31,60%) masih berstatus guru tidak tetap (GTT).
Tabel 3.25
Penugasan Guru SD di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

SD
Tahun Negeri % Swasta % Jumlah
2003 15979 98.11 308 1.89 16287
2004 13887 97.38 443 2.62 14261
2005 16711 96.55 598 3.45 17309
2006 17719 96.36 670 3.64 18389
Sumber: Diolah dari Statistik Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Data terakhir Tahun 2006 menunjukan jumlah guru SD di


Kabupaten Bandung sebanyak 18389 orang. Dari jumlah tersebut,
guru yang bertugas di SD negeri sebanyak 17719 (96,36%) dan di SD
swasta sebanyak 670 (3,64%).
Berdasarkan gambaran sebagaimana dipaparkan di muka,
dapat disimpulkan bahwa jumlah penduduk usia 7-12 tahun
sebaran yang paling banyak terdapat di kecamatan Margahayu,
Margaasih, Pangalengan, Rancaekek, Ciparay, Balendah,
Majalaya, Soreang. Sebaran jumlah SD yang paling banyak
terdapat di Dayeuhkolot, Pangalengan, Cicalengka, Rancaekek,

Bab III : Belajar dari Pengalaman 42


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Ciparay, Pacet, Kertasari, Baleendah, Majalaya, Paseh, Ibun,


Soreang.
SD yang paling sedikit di Cilengkrang dan Cangkuang.
Jumlah siswa SD usia 7-12 Tahun yang paling banyak terdapat di
wilayah Pangalengan, Rancaekek, Ciparay, Baleendah, Majalaya,
dan Soreang. Jumah siswa yang paling sedikit adalah di
Cilengkrang, Nagreg, Rancabali, dan Cangkuang. SD yang berada
di wilayah Kabupaten Bandung saat ini lebih banyak yang dikelola
pemerintah atau biasa disebut SD Negeri dari pada SD yang
dikelola pihak Yayasan/Swasta. Jumlah SD Negeri mencapai
97,08% sedangkan SD Swasta hanya mencapai 2,92% saja. Jika
dirata-ratakan maka tiap desa ada 4 sampai 5 SD. Penyebaran SD
Swasta hanya ada dibeberapa kecamatan saja. Jika
diprosentasekan sebesar 40% dari 30 kecamatan yang ada.
Penyebaran SD swasta yang paling banyak berada di kecamatan
Majalaya, dan Margahayu, selanjutnya kecamatan yang ada SD
swastanya adalah Soreang, Banjaran, Katapang, Ciparay,
Cileunyi, Bojongsoang, Cimenyan, Baleendah, Arjasari dan Ibun.
Sedangkan wilayah yang paling Banyak SDnya adalah kecamatan
Soreang, Baleendah, dan Majalaya.
Jumlah kelas yang paling banyak terdapat di Pangalengan,
Margahayu, Soreang, dan yang paling sedikit terdapat di
Cilengkrang, Nagreg, dan Cangkuang. Kondisi ruang kelas yang
rusaknya paling banyak terdapat di Cilengkrang, Dayeukolot,
Banjaran, Pangalengan, Cimaung, Nagreg, Cikancung, Ciparay,
Kertasari, Baleendah, Paseh, Soreang, Pasirjambu, Ciwidey,
Rancabali, dan Cangkuang. Sebaran jumlah guru SD yang paling
banyak terdapat di Cileunyi, Dayeuhkolot, Pangalengan,
Rancaekek, Ciparay, Baleendah, Majalaya, Soreang, dan yang
paling sedikit terdapat di Kecamaan Cilengkrang, Pameungpeuk,
Nagreg, Kertasari, Ciwidey, Rancabali, dan Cangkuang. Nilai rata-
rata UN-SD yang masuk jajaran tertinggi (≥7,00) adalah Kecamatan
Ciparay, Paseh, Pasirjambu, Cilenyi, Dayeuhkolot, Pameungpeuk,
Arjasari, Rancaekek, Majalaya, Ibun. Wilayah yang kategori paling
rendah (≤6,00) adalah kecamatan Katapang dan Cangkuang.
Kondisi bangunan SD berdasarkan hasil survey (termasuk
ruang kelas) sekitar 50,92% masih dalam keadaan baik dan layak
pakai. Tetapi ada juga gedung yang mengalami rusak ringan
namun masih layak pakai yaitu sebesar 31,89%. Namun ada juga
gedung SD yang mengalami rusak tapi sedang mengalami rehab
yaitu 2,70%. Sedangkan gedung SD yang mengalami rusak berat
cukup banyak yaitu sebesar 14,49%. Gedung atau ruang kelas

Bab III : Belajar dari Pengalaman 43


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

yang mengalami rusak berat hampir di setiap kecamatan pasti


ada. Kecamatan yang gedung atau ruang kelasnya paling
banyak mengalami kerusakan adalah Cangkuang, Pasirjambu dan
Pangalengan. Berdasarkan hasil survey ada juga kecamatan yang
SD nya tidak mengalami rusak berat yaitu, Margahayu,
Dayeuhkolot, dan Rancabali.
Ketersediaan sarana dan prasarana yang belum memadai
merupakan kendala yang menimpa hampir setiap SD.
Ketersediaan WC, ruang perpustakaan, tempat olah raga dan
ruang serbaguna menjadi sulit terwujud bagi sekolah-sekolah yang
hanya mengandalkan bantuan pemerintah saja tanpa mampu
menggali dari masyarakat. Ditambah lagi dengan alat peraga
yang sifatnya edukatif rata-rata masih kurang memenuhi tahapan
ideal. Sehingga untuk mengembangkan proses pembelajaran
yang efektif akan mengalami kesulitan.
Kondisi tenaga pengajar atau guru yang mengajar di SD
sebagian besar berstatus sebagai guru PNSD, yaitu sebesar 67,37%.
Sedangkan sisanya sebesar 32,63 berstatus sebagai guru non PNS
(guru honor, guru swasta, guru kontrak). Sehubungan adanya
peningkatan kualifikasi pendidikan bagi guru SD minimal D2 PGSD,
maka latar belakang pendidikan sudah cukup banyak guru
berpendidikan sampai dengan D2 PGSD (kurang lebih 50,69%).
Bahkan bagi guru yang masih berpendidikan SLTA (kurang lebih
20,61%), secara bertahap diikutkan dalam program penyetaraan
sampai dengan D2. Bahkan diusahakan sampai jenjang S1.
Sementara yang masih D1 berkisar 1,28%. Dan yang berijazah D3
berjumlah 2,23%. Guru yang sudah mencapai tingkat pendidikan S1
berkisar 21,12%. Yang patutu dibanggakan adalah guru SD ada
yang sudah berpendidikan sampai dengan S2 kurang lebih 0,07%.
Dengan demikian tidak ada guru SD yang tidak layak mengajar.
Guru yang ada hanya semi layak sekitar 20,15% dan yang sudah
layak sekitar 79,85%. Mengenai tenaga administrasi di SD masih
dirangkap oleh guru dan Kepala Sekolah. Di beberapa SD masih
kekurangan guru (yang berstatus PNS), terutama guru agama, guru
kesenian, guru keterampilan dan guru olah raga, seperti di
Kecamatan Cikancung, Cilengkrang, Kertasari, Majalaya,
Cicalengka dan Pacet.
b. Madrasah Ibtidaiyah (MI)
Berkenaan dengan gambaran kelembagaan pendidikan
keagamaan pada jenjang pendidikan dasar dapat dijelaskan
berikut ini.
Tabel 3.26

Bab III : Belajar dari Pengalaman 44


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Proporsi Kelembagaan MI Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006


MI
Tahun Jumlah
Negeri % Swasta %
2003 3 1.07 277 98.93 280
2004 3 1.13 262 98.87 265
2005 3 1.15 258 98.85 261
2006 3 1.16 256 98.84 259
Sumber data: diolah dari Statistik Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Proporsi Kelembagaan M I

300
250
200
Jumlah

150
100
50
0
2003 2004 2005 2006

Negeri 3 3 3 3
Sw asta 277 262 258 256

Tahun

Grafik 3.15
Proporsi Kelembagaan MI Kabupaten Bandung 2003-2006
Data menunjukan bahwa pada Tahun 2006
penyelenggaraan MI hampir seluruhnya diselenggarakan oleh
swasta (98,84%) dan hanya 3 sekolah (1,16%) yang berstatus negeri.
Setiap tahunnya MI berstatus swasta mengalami penurunan dari
Tahun 2003 sampai dengan Tahun 2006.
Tabel 3.27
Penduduk Usia 7-12 Tahun dan Jumlah Siswa MI (Negeri dan Swasta)
di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Penduduk MI
Tahun Usia 7-12 Jumlah %
Tahun Negeri % Swasta %
2003 502.092 1063 3.0 34938 97 36.001 7.17
2004 493.566 1098 3.1 34490 97 35.588 7.21
2005 494.384 1134 3.1 35750 97 36.884 7.46
2006 563.195 1194 3.0 38062 97 39.256 6.97
Sumber: diolah dari Statistik Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Bab III : Belajar dari Pengalaman 45


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Jumlah Siswa MI

40000

30000

Jumlah
20000

10000

0
2003 2004 2005 2006

Negeri 1063 1098 1134 1194


Sw asta 34938 34490 35750 38062
Tahun

Grafik 3.16
Penduduk Usia 7-12 Tahun dan Jumlah Siswa MI (Negeri dan Swasta)
di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Berdasarkan data diatas maka dari jumlah penduduk usia 7-


12 Tahun, yang bersekolah di MI tidak lebih dari 9%. Jumlah siswa
yang berada di MI negeri lebih kecil dibandingkan dengan siswa
yang berada di MI swasta.
Tabel 3.28
Jenis Kelamin Siswa MI di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

MI Jumlah
Tahun
L % P % (L+P)
2003 18.148 50 17.853 49.59 36.001
2004 17.897 50 17.691 49.71 35.588
2005 18.675 51 18.240 49.41 36.915
2006 19.706 50 19.550 49.80 39.256
Sumber: diolah dari Statistik Penddikan 2003-2006

Jenis Kelamin Siswa M I

20000

19000
Jumlah

18000

17000

16000
2003 2004 2005 2006

L 18148 17897 18675 19706


P 17853 17691 18240 19550

Tahun

Grafik 3.17
Jenis Kelamin Siswa MI di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Bab III : Belajar dari Pengalaman 46


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Data Tahun 2006 menunjukan bahwa jumlah penduduk usia


7-12 Tahun sebanyak 563.195 orang. Sementara pilihan bersekolah
ke MI baru mencapai 39.256 (8,59%) orang.
Tabel 3.29
Jumlah Kelas dan Siswa MI di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

MI
Tahun Siswa Kelas
2003 36.001 1.554
2004 35.588 1.551
2005 36.915 1.568
2006 39.256 1.593
Sumber: diolah dari Profil Pendidikan 2003-2006

Jumlah Kelas dan Siswa MI

40000

30000
Jumlah

20000

10000

0
2003 2004 2005 2006

Sisw a 36001 35588 36915 39256


Kelas 1554 1551 1568 1593

Tahun

Grafik 3.18
Jumlah Kelas dan Siswa MI di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
Tingkat pertumbuhan siswa yang masuk ke MI diimbangi
dengan semakin bertambahnya jumlah kelas, hal ini terlihat dari
tabel dan grafik peningkatan jumlah kelas dan siswa.
Tabel 3.30
Jumlah Rombel MI Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

MI
Tahun Jumlah
Negeri % Swasta %
2003 30 1.93 1.524 98.07 1.554
2004 30 1.93 1.521 98.07 1.551
2005 34 2.17 1.534 97.83 1.568
2006 36 2.26 1.557 97.74 1.593
Sumber: diolah dari Statistik Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Bab III : Belajar dari Pengalaman 47


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Jumlah Rombongan Belajar M I

2000

1500

Jumlah
1000

500

0
2003 2004 2005 2006

Negeri 30 30 34 36
Sw asta 1524 1521 1534 1557

Tahun

Grafik 3.19
Jumlah Rombel MI Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Secara umum pada Tahun 2003 rombel MI negeri ada 30


rombel (1,93%) dan rombel MI swasta sebanyak 1524 rombel
(98,07%). Sedangkan pada Tahun 2006 rombel MI negeri
mengalami kenaikan menjadi 36 (2,26%), dan rombel MI swasta
malah mengalami penurunan menjadi 1557 (97,74%).
Tabel 3.31
Rasio (Siswa:Sekolah), (Siswa:Kelas), (Siswa:Guru), (Siswa:RKM), (Kelas:Guru) MI
di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

MI
Tahun Siswa: Siswa: Siswa: Kelas: Kelas:
sekolah Kelas Guru RKM Guru
2003 129:1 23:1 23:1 1:1,22 1:0,80
2004 134:1 23:1 19:1 1:1,16 1:0,82
2005 141:1 24:1 19:1 1:1,19 1:0,82
2006 151:1 25:1 27:1 1:1,11 1:1,30
Sumber: diolah dari Profil Pendidikan 2003-2006

Melihat rasio yang ada secara keseluruhan dalam katagori


baik. Yang harus menjadi fokus kajian kedepan adalah seberapa
tingginya tingkat partisipasi sekolah penduduk usia 7-12 tahun pada
MI. Secara nyata bahwa masyarakat lebih tertarik untuk bersekolah
di SD dibandingkan di MI. Posisi MI yang selama ini hanya lembaga
alternatif dan pelengkap bagi SD. Selama ini pula bahwa perhatian
pemerintah daerah kurang signifikan terhadap pengelolaan dan
pengembangan MI. Ke depan kebijakan pembangunan
pendidikan di Kabupaten Bandung harus lebih memperhatikan
pengembangan MI mengingat secara yuridis MI memiliki posisi
yang sama dengan SD.
Tabel 3.32
Status Guru MI di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Bab III : Belajar dari Pengalaman 48


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

MI
Tahun Guru Tetap % Guru Tidak Tetap % Jumlah
2003 555 35.02 1030 64.98 1585
2004 714 37.62 1184 62.38 1898
2005 806 42.00 1113 58.00 1919
2006 413 27.51 1088 72.49 1501
Sumber: data diolah dari Statistik Pendidikan 2003-2006

Status Guru MI

1200
1000
800
Jum lah 600
400
200
0
2003 2004 2005 2006

Guru Tetap 555 714 806 413


Guru Tidak Tetap 1030 1184 1113 1088

Tahun

Grafik 3.20
Status Guru MI di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Secara keseluruhan status guru MI hampir 60% berstatus guru


tidak tetap (GTT) dan sisanya 30% guru tetap. Perkembangan guru
tetap dari Tahun 2003-2005 mengalami peningkatan, hanya pada
Tahun 2006 menurun, dan guru tidak tetap dari tahun ke tahun
mengalami pluktuasi.
Tabel 3.33
Penugasan Guru MI di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
MI
Tahun Jumlah
Negeri % Swasta %
2003 40 2.52 1545 97.48 1585
2004 47 2.48 1851 97.52 1898
2005 119 6.91 1800 93.09 1919
2006 105 7.00 1396 93.00 1501
Sumber: data diolah dari Statistik Pendidikan 2003-2006

Bab III : Belajar dari Pengalaman 49


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Penugasan Guru M I

2000

1500

Jum lah 1000

500

0
2003 2004 2005 2006

Negeri 40 47 119 105


Sw asta 1545 1851 1800 1396

Tahun

Grafik 3.21
Penugasan Guru MI di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Gambaran umum jumlah guru yang bertugas di MI negeri


jumlahnya 5% dan 95% berada di swasta. Setiap tahun
perkembangan guru yang berada di Negeri mengalami
peningkatan dari Tahun 2003 sampai dengan Tahun 2006.
Sedangkan untuk guru yang berada di swasta dari Tahun 2003-
2004 meningkat dan dari Tahun 2005 menurun, kemudian Tahun
2006 kembali naik.
Berasarkan gambaran sebagaimana dipaparkan di muka,
maka dapat ditafsirkan bahwa kondisi MI jauh lebih
memprihatinkan dari masalah yang dihadapi SD. Keadaan
bangunan rusak, perhatian pemerintah terhadap pendidikan
berbasis agama masih kurang teutama dalam hal honorarium guru,
dan kesempatan kerja bagi lulusannya belum terbuka, bantuan
bangunan dan sarana/prasarana masih kurang.
Daerah yang tingkat kerusakan ruang kelas MI yang paling
tinggi (≥ 70%) adalah Kecamatan Cimenyan, Pangalengan,
Cimaung, Nagreg, Baleendah, Soreang, Rancabali, Cangkuang.
Sedangkan jumlah guru MI negeri/tetap secara umum masih sedikit
jumlahnya, kebanyakan berstatus honorer/tidak tetap. Nilai rata-
rata UN-MI yang termasuk kateori tinggi (≥7,00) adalah Kecamatan
Cimenyan, Cilengkrang, Bojogsoang, Margasih, Pangalengan,
Rancaekek, Ciparay, Baleendah, Majalaya, Paseh, Ibun, Ciwidey,
Rancabali. Nilai UN-MI yang paling rendah (≤6,00) adalah
Kecamatan Arjasari (5,70) dan Cangkuang (5,50). Rata-rata UN
paling tinggi diraih Pangalengan (8,61) dan Kecamatan Paseh
(8,50).
c. Paket A (Setara SD)

Bab III : Belajar dari Pengalaman 50


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Berdasarkan hasil survey, keberadaan Paket A yang


dilaksanakan oleh keluarga penyelenggara (masyarakat) pada
umumnya masih rendah. Hal ini dapat dilihat banwa hanya ada 11
oleh swasta dan 3 oleh lembaga lain yang melaksanakan proses
kegiatan ini, dengan jumlah murid yang aktif adalah sebanyak 307.
Dari sejumlah warga belajar tersebut, mereka dibimbing oleh tutor
sebanyak 32 orang yang meliputi 9 orang pamong tetap dan 23
orang tidak tetap , tenaga administrasi sebanyak 33 orang dan
ketersediaan tempat belajar sebanyak 7 unit untuk ruang belajar,
dan 3 untuk tempat praktek.
Jika dilihat dari hal tersebut, penyelenggaraan Paket A ini
hanya ada 7 kecamatan yang mampu menyelenggarakan
kegiatan pembelajaran yaitu di kecamatan Katapang, ciwidey,
Cimenyan, Arjasari, Pacet, Kertasari dan Ibun. Jika dilihat dari total
kecamatan keseluruhan yang ada di Kabupaten Bandung, berarti
ada sekitar 23,3%. Namun demikian, tingkat pencapaian
pendidikan ini dapat diilustrasikan berikut.
Tabel 3.34
APK/APM SD Tahun 2003-2006
Jumlah SD
Penduduk
Tahun Siswa usia Jumlah
usia 7-12 APK APM
7-12 Tahun Siswa SD
Tahun
2003 502092 427137 492851 98.16% 85.07%
2004 493566 433472 493578 100% 87.82%
2005 494384 443737 506014 102.35% 89.76%
2006 563195 457168 527759 93.71% 81.17%
Sumber: diolah dari Profil Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Tabel 3.35
APK/APM SD + Paket A Tahun 2003-2006
SD+ Paket A
Tahun
APK APM
2003 106,13 91,26
2004 107,26 94,07
2005 109,85 96,52
2006 100,73 87,47
Sumber: Diolah dari Profil Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Bab III : Belajar dari Pengalaman 51


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

APK/APM SD + Paket A

120
100
80

Jum lah 60
40
20

0
2003 2004 2005 2006

APK 106.13 107.26 109.85 100.73


APM 91.26 94.07 96.52 87.47

Tahun

Grafik 3.22
APK/APM SD + Paket A di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Data pada Tahun 2006 dalam tabel di atas menunjukan


bahwa pencapaian APM SD+Paket A di kabupaten Bandung
mencapai 87,47%. Hal ini sudah dapat dikategorikan tuntas bila
mengacu pada parameter ketuntasan wajar 6 tahun secara
nasional yakni di atas 85% baik pada SD/MI/setara. Pencapaian
kuantitatif ini mengandung arti bahwa pemerataan pelayanan
pendidikan SD/setara sudah dapat berlangsung dengan baik.
Tabel 3.36
APK/APM SD + MI Tahun 2003-2006
SD + MI
Tahun APK APM
2003 105,33 91,21
2004 107,21 54,77
2005 109,81 96,48
2006 109,81 96,48
Sumber: Diolah dari Profil Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

APK/APM M I+SD

120
100
80
Jum lah 60
40
20
0
2003 2004 2005 2006

APK 105.33 107.21 109.81 109.81


APM 91.21 54.77 96.48 96.48

Tahun

Grafik 3.23
APK/APM MI+SD di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Melihat gambaran data APK/APM MI+SD perkembangan


Tahun 2006 telah mencapai 96,48%. Artinya penyelenggaraan
pendidikan pada jenjang MI/SD di Kabupaten Bandung dapat
dikategorikan sudah tuntas.

Bab III : Belajar dari Pengalaman 52


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Tabel 3.37
Angka Melanjutkan SD ke SLTP (SMP dan MTs) di Kabupaten Bandung Tahun
2003-2006
Angka Melanjutkan
Tahun
SMP MTS SMP+MTS
2003 58,14 1,88 60,02
2004 59,25 2,25 61,50
2005 65,31 2,49 67,80
2006 65,31 2,49 67,80
Sumber: Diolah dari Profil Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

100

80

60
%
40 SMP
MTS
20 SMP+MTS

0 2003 2004 2005 2006


SM P 58.14 59.25 65.31 65.31
M TS 1.88 2.25 2.49 2.49
SM P+M TS 71.24 75.14 82.75 82.75

Tahun

Grafik 3.24
Angka melanjutkan SD ke SLTP (SMP dan MTs) di Kabupaten Bandung Tahun
2003-2006
Selama kurun waktu 2003-2006 angka melanjutkan siswa SD
ke SLTP (SMP dan MTs) menunjukan angka kenaikan yang cukup
signifikan. Tahun 2006 APM SD 67,80 dan MI 96,48 dengan tingkat
melanjutkan ke SLTP mencapai 82,75%. Data menunjukan pula
bahwa siswa sebagian besar melanjutkan ke SMP dengan rata-
rata 62% dan sisanya sekitar 2% melanjutkan ke MTs.
d. Sekolah Menengah Pertama (SMP)
Dimensi pemerataan dan perluasan akses pada jenjang
Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kabupaten Bandung Tahun
2003-2006 dapat digambarkan berikut ini.
Tabel 3.38
Jumlah Kelembagaan SMP di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

SMP
Tahun Jumlah
Negeri % Swasta %
2003 77 28.10 197 71.90 274
2004 80 28.88 197 71.12 277
2005 80 28.07 205 71.93 285
2006 84 27.01 227 72.99 311
Sumber: Diolah dari Profil Pendidikan dan Statistik Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun
2003-2006

Bab III : Belajar dari Pengalaman 53


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Grafik 3.25
Jumlah Kelembagaan SMP di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Data pada tabel di atas memperlihatkan bahwa


penyelenggaraan SMP masih dominan pihak masyarakat/swasta.
Data publikasi Tahun 2006 memperlihatkan jumlah SMP negeri 84
buah (27,01% dari seluruh jumlah SMP), sementara SMP swasta
sebanyak 227 buah (72,99% dari seluruh jumlah SMP).
Perkembangan jumlah SMP swasta bahkan relatif lebih cepat dan
dinamis, jika Tahun 2003 sebanyak 197 sekolah maka Tahun 2006
mencapai 227 sekolah, atau terjadi penambahan sebanyak 30
sekolah. SMP negeri pada Tahun 2003 sebanyak 77 sekolah, Tahun
2006 sebanyak 84 sekolah, terjadi penambahan sebanyak 7
sekolah.
Tabel 3.39
Penduduk Usia 13-15 Tahun dan Siswa SMP (Negeri dan Swasta) Tahun 2003-2006
Jumlah SMP
Tahun penduduk usia Negeri % Swasta % Jumlah %
13-15 tahun
2003 228.612 72.779 59.28 49.994 40.72 122.773 53.70
2004 206.656 73.283 58.66 51.637 41.34 124.920 60.45
2005 206.988 77.864 58.27 55.761 41.73 133.625 64.56
2006 269.831 82.803 57.32 61.649 42.68 144.452 53.53
Sumber: Diolah dari Propil dan Statistik Pendidikan Kabupaten Bandung tahun 2003-2006

Bab III : Belajar dari Pengalaman 54


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Grafik 3.26
Jumlah Siswa Berdasarkan Status SMP di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Data menunjukan perkembangan terakhir Tahun 2006 dari


269.831 jumlah penduduk usia 13-15 tahun yang bersekolah di SMP
sebanyak 144.452 orang (53,53%). Siswa SMP negeri lebih banyak
dibanding dengan di SMP Swasta.
Tabel 3.40
Jenis Kelamin Siswa SMP di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
Siswa
Tahun Jumlah
L % P %
2003 60.689 49.43 62.084 50.57 122.773
2004 61.601 49.31 63.319 50.69 124.920
2005 66.196 49.54 67.429 50.46 133.625
2006 71.132 49.24 73.325 50.76 144.457
Jumlah 259.618 49.38% 266.157 50.62% 525.775
Sumber: Diolah dari Propil dan Statistik Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Grafik 3.27
Jumlah Siswa SMP Berdasarkan Jenis Kelamin di Kabupaten Bandung Tahun 2003-
2006
Pada Tahun 2006 dari 144.457 siswa SMP tercatat siswa laki-
laki sebanyak 71.132 orang (49,24%), siswa perempuan 73.325 orang
(50,76%). Total penduduk laki-laki yang bersekolah di SMP sejak
kurun waktu Tahun 2003-2006 sebanyak 259.618 (49,38%) dan
penduduk perempuan sebanyak 266.157 (50,62%).
Tabel 3.41
Guru SMP Berdasarkan Sekolah Tempat Bekerja di Kabupaten Bandung Tahun
2003-2006

Bab III : Belajar dari Pengalaman 55


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

SMP Jumlah
Tahun
Negeri % Swasta %
2003 3825 48.49 4063 51.51 7888
2004 3851 47.59 4241 52.41 8092
2005 4019 47.84 4382 52.16 8401
2006 4155 46.48 4784 53.52 8939
Sumber: Diolah dari Propil dan Statistik Pendidikan Kabupaten Bandung 2003-2006

Jumlah Guru SMP Berdasarkan Sekolah Tempat Bekerja

6000

4000
Jumlah
2000

0
2003 2004 2005 2006
Negeri 3825 3851 4019 4155
Swasta 4063 4241 4382 4784
Tahun

Grafik 3.28
Jumlah Guru SMP Berdasarkan Sekolah Tempat Bekerja di Kabupaten Bandung
Tahun 2003-2006

Sebaran guru antara SMP Negeri dan SMP Swasta pada


Tahun 2006 terdapat perbedaan yang relatif signifikan yaitu
sejumlah 4.155 orang (46,48%) : 4.784 orang (53,52%), bila
dibandingkan dengan jumlah siswa negeri dan swasta yang pada
Tahun 2006 berjumlah 82.803 (57,32%) dan 61.649 (42,68%) terdapat
ketidaksamaan rasio jumlah guru dan murid dimana pada SMP
negeri perbandingan siswa dengan guru lebih besar dibandingkan
SMP Swasta.
Tabel 3.42
Status Kepegawaian Guru SMP di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
SMP
Tahun Jumlah
GT % GTT %
2003 3313 42.00 4575 58.00 7888
2004 3271 40.42 4821 59.58 8092
2005 3202 38.11 5199 61.89 8401
2006 3207 35.88 5732 64.12 8939
2007 3116 46.75 3549 53.25 6665
Sumber: Propil dan statistik pendidikan kabupaten Bandung 2003-2006

Bab III : Belajar dari Pengalaman 56


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Bab III : Belajar dari Pengalaman 57


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Kecamatan yang paling banyak SMPnya adalah Baleendah,


Ciparay, dan Majalaya.
Disamping itu, ada juga SMP Terbuka, yang sasarannya
adalah masyarakat usia sekolah yang tidak bisa sekolah di SMP
Negeri atau SMP swasta. Jumlahnya berdasarkan hasil survey ada
22 buah. Dimana 68,18% dikelola oleh pemerintah melalui sekolah
negeri. Sementara sisanya sebesar 31,82% dikelola oleh swasta.
Kondisi kerusakan ruang yang termasuk katagori tinggi
adalah di Kecamatan Katapang, Pangalengan, Nagreg,
Rancaekek, Pacet, Baleendah. SMP yang paling rendah tingkat
kerusakannya terdapat di wilayah Kecamatan Bojongsoang,
Margasih, Cimaung, Cicalengka, Soreang. Sedangkan sebaran
jumlah guru yang termasuk tinggi adalah Kecamatan Cileunyi,
Margahayu, Dayeuhkolot, Rancaekek, Ciparay, Baleendah.
Nilai rata-rata UN/NEM/UAS SMP yang termasuk kategori
paling tinggi (≥7,00) adalah Kecamatan Cimenyan (7,03),
Margaasih (7,12), Banjaran (7,29). Sementara yang termasuk
katagori paling rendah (≤6,00) adalah Kecamatan Margahayu
(6,00), Pagalengan (5,24), Arjasari (5,64), Soreang (5,48).
e. Madrasah Tsanawiyah (MTs)
Dimensi pemerataan dan perluasan akses pendidikan pada
jenjang MTs di Kabupaten Bandung digambarkan berikut.
Tabel 3.44
Proporsi Kelembagaan MTs di kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

MTs
Tahun Jumlah
Negeri % Swasta %
2003 7 4.24 158 95.76 165
2004 7 3.98 169 96.02 176
2005 8 4.42 173 95.58 181
2006 8 4.30 178 95.70 186
Sumber: Diolah dari Profil Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Bab III : Belajar dari Pengalaman 58


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Grafik 3.30
Proporsi Lembaga MTs di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Data Tahun 2006 menunjukan dari 186 MTs yang ada di


Kabupaten Bandung sebanyak 178 (95,70%) diselenggarakan oleh
swasta dan hanya 8 (4,30%) MTs yang berstatus negeri. Dalam kurun
waktu Tahun 2003 - 2006 MTs Negeri bertambah 1 sekolah,
sedangkan MTs swasta bertambah 20 sekolah. Melihat data yang
ada maka kebijakan ke depan diperlukan pembinaan MTs yang
lebih proporsional dan tidak diskriminatif dengan sekolah umum.

Tabel 3.45
Jumlah Siswa MTs di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Anak usia MTs


Tahun Jumlah %
13-15 th Negeri % Swasta %
2003 228.612 3.621 14.09 22.079 85.91 25.700 11.24
2004 206.656 3.821 12.50 26.571 87.43 30.392 14.71
2005 206.988 4.247 12.85 28.805 87.15 33.052 15.97
2006 269.831 4.914 12.66 33.894 87.34 38.808 14.38
Sumber: Diolah dari Propil dan Statistik Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Grafik 3.31
Jumlah Siswa MTs di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Dalam kurun waktu Tahun 2003-2006 tergambarkan tingkat


partisispasi bersekolah ke MTs setiap tahunnya tidak lebih dari 16%.
Data terakhir tahun 2006 menunjukan dari 269.831 penduduk
Kabupaten Bandung berusia 13-15 tahun hanya 38.808 (14,38%)
yang melanjutkan sekolahnya ke MTs.

Tabel 3.46

Bab III : Belajar dari Pengalaman 59


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Jenis Kelamin Siswa MTs di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Penduduk MTs Jumla Jumla


Tahun usia 13-15 L % P % h h
tahun Siswa Kelas
2003 228.612 12.74 49.59 50.41 25.700
4 12.956 678
2004 206.656 15.12
0 49.75 15.272 50.25 30.392 632
2005 206.988 16.21 49.06 50.94 33.052
5 16.837 632
2006 269.831 19.04 49.08 50.92 38.807
7 19.760 632
Sumber: Profil dan Statistik Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Grafik 3.32
Jenis Kelamin Siswa MTs di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Secara umum dapat direfleksikan bahwa di MTs jumlah siswa


perempuan lebih besar dibandingkan siswa laki-laki. Dalam kurun
waktu tahun 2003-2006 jumlah siswa perempuan di atas 50% dan
siswa laki-laki di bawah 50%.
Tabel 3.47
Penugasan Guru MTs di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2004

MTS
Tahun Jumlah
Negeri % Swasta %
2003 230 9.01 2.323 90.99 2.553
2004 207 6.08 3.198 93.92 3.405
2005 271 7.42 3.382 92.58 3.653
2006 271 7.42 3.382 92.58 3.653
Sumber: Profil dan Statistik Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Bab III : Belajar dari Pengalaman 60


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Grafik 3.33
Penugasan Guru MTs di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Pada Tahun 2003 jumlah guru di kabupaten Bandung


berjumlah 2553 orang. Dari jumlah tersebut sebanyak 230 (9,01%)
bertugas di sekolah negeri dan 2323 orang bertugas di sekolah
swasata. Pada tahun 2006 jumlah guru sebanyak 3653 orang, dari
jumlah tersebut sebanyak 271 (7,42%) bertugas di sekolah negeri
dan 3882 (92,58%) bertugas di sekolah negeri.
Tabel 3.48
Status Kepegawaian Guru MTs di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
MTs
Tahun Jumlah
GT % GTT %
2003 264 10.34 2289 89.66 2553
2004 300 8.81 3105 91.19 3405
2005 327 8.95 3326 91.05 3653
2006 327 8.95 3326 91.05 3653
Sumber: Diolah dari Profil dan Statistik Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Grafik 3.34
Status Kepegawaian Guru MTs Berdasarkan di Kabupaten Bandung Tahun 2003-
2006

Bab III : Belajar dari Pengalaman 61


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Sebagian besar guru MTs berstatus GTT Tahun 2006 GTT


tercatat sebanyak 3326 (91,05%), sementara GT sebanyak 327
(8,95%).

Tabel 3.49
Rasio (Siswa:Sekolah), (Siswa:Kelas), (Siswa:Guru), (Siswa:RKM), (Kelas:Guru) MTs
di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
MTS
Tahun Siswa: Siswa: Siswa: Kelas: Kelas:
sekolah Kelas Guru RKM Guru
2003 156:1 38:1 10:1 1:1.08 1:0.27
2004 343:1 40:1 14:1 1:1.28 1:0.34
2005 358:1 41:1 14:1 1:1.24 1:0.34
2006 358:1 41:1 14:1 1:1.24 1:0.34
Sumber: Diolah dari Profil Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Melihat data diatas dapat diasumsikan bahwa fasilitas jumlah


sekolah, kelas dan ruang gerak siswa sudah relatif baik dan
proporsional.
Gambaran kuantitatif tersebut sangat berbeda dengan
kondisi riil di lapangan. Hasil survey menunjukkan bahwa sebaran
jumlah siswa MTs yang termasuk kategori paling tinggi adalah di
Kecamatan Arjasari, Ciparay, Pacet, Soreang. MTs yang termasuk
Kategori paling sedikit adalah Kecamatan Margahayu,
Dayeuhkolot, Cimaung, solokanjeruk, Ibun, Pasijambu, Rancabali,
Cangkuang.
Tingkat kerusakan gedung/ruang kelas MTs yang termasuk
kategori paling tinggi terdapat di Kecamatan Margaasih,
Dayeuhkolot, Pangalengan, Arjasari, Ciparay, Baleendah,
Solokanjeruk, Paseh, Ibun, Ciwidey. MTs yang termasuk kategori
paling rendah tingkat kerusakanya adalah Kecamatan
Margahayu, Pameungpeuk, Cicalengka, Majalaya.
Nilai rata-rata UN/UAS/NEM yang termasuk kategori paling
tinggi (≥7,00) adalah Kecamatan Cileunyi (7,95), Dayeuhkolot
(7,00), Pameungpeuk (7,00), Cikancung (8,50). Yang termasuk
kategori paling rendah (≤6,00) adalah Kecamatan Pangalengan,
Cimaung.
Sedangkan capaian APK/APM MTs yang termasuk kategori
paling tinggi adalah Kecamatan Bojongsoang, Arjasari, Pacet,
Soreang, Ciwidey. Sedangkan yang termasuk kategori paling
rendah adalah Kecamatan Cileunyi, Cimenyan, Margahayu,
Margaasih, Katapang, Dayeuhkolt, Pangalengan, Cimaung,
Rancaekek, Baleendah, Majalaya, Solokanjeruk, Paseh, Ibun,

Bab III : Belajar dari Pengalaman 62


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Pasirjambu, Rancabali, Cangkuang. Angka melanjutkan MTs yang


termasuk kategori tinggi adalah di Kecamatan Cileunyi,
Cilengkrang, Baleendah, Majalaya, Soreang, dan Cangkuang.
f. Paket B (Setara SMP)
Berdasarkan hasil survey, keberadaan Paket B yang
dilaksanakan oleh keluarga penyelenggara (masyarakat) pada
umumnya masih rendah, hal ini dapat dilihat banwa hanya ada 3
oleh Negeri, 28 oleh swasta dan 7 oleh lembaga lain yang
melaksanakan proses kegiatan ini, dengan jumlah murid yang aktif
adalah sebanyak 1227 orang se Kabupaten Bandung. Dari
sejumlah warga belajar tersebut, mereka dibimbing oleh tutor
sebanyak 214 orang yang meliputi 142 orang pamong tetap dan 72
orang tidak tetap, tenaga administrasi sebanyak 24 orang dan
ketersediaan tempat belajar untuk kegiatan ini sebanyak 36 unit
untuk ruang belajar, dan 9 untuk tempat praktek.
Jika dilihat dari hal tersebut, penyelenggaraan Paket B ini
hanya ada 18 kecamatan yang mampu menyelenggarakan
kegiatan pembelajaran yang di dalam prosesnya diberikan
pengetahuan dan keterampilan yang sesuia dengan
kebutuhannya, yaitu di kecamatan Pasirjambu, pamengpeuk,
Soreang, Katapang, Margaasih, Ciwidey, Ciparay Cileunyi,
Cimenyan, Arjasari, Rancabali, Pangalengan, Pacet, Majalaya,
Kertasari, Ibun, Cilengkrang, dan Solokanjeruk. Jika dilihat dari total
kecamatan keseluruhan yang ada di Kabupaten Bandung yaitu
sebanyak 30 kecamatan, berarti ada sekitar 60 % Kecamatan yang
menyelengarakan pendidikan ini, oleh karena itu diharapkan
pemerintah dapat memberikan bimbingan dan arahan kepada
kecamatan yang belum menyelenggarakan kegiatan Paket B agar
pada setiap kecamatan terdapat penyelenggaraan Paket B.
Secara umum, permasalahan yang muncul berkenaan
dengan kesadaran akan minat warga untuk mengikuti
pembelajaran Paket B ini masih kurang, kurangnya alat peraga
edukatif, modul yang tersedia tidak sesuai dengan kondisi,
kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap penyelenggaraan
Paket B, belum adanya pembinaan manajemen/SDM, serta
keterbatasan dana yang sangat minim bagi terciptanya proses
dan hasil pendidikan yang berkualitas.
Berdasarkan gambaran faktual dari keenam jenis
kelembagaan pendidikan dasar tersebut dapat disimpulkan
bahwa proses penyelenggaraan pendidikan dasar bagi

Bab III : Belajar dari Pengalaman 63


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

masyarakat masih memerlukan perhatian semua pihak. Tingkat


pencapaian pendidikan dasar dapat dilihat sebagai berikut.

Tabel 3.50
APK/APM/AM SLTP (SMP+MTs+ Paket B) ke SLTA

SLTP
Tahun
APK APM AM (ke SLTA)
2003 66.23 50.03 40,28
2004 76.45 54.77 40,05
2005 80.87 63.66 46,35
2006 68.87 54.06 46,35
Sumber: Diolah dari Propil Pendidikan Kabupaten Bandung 2003-2006

Grafik 3.35
APK/APM/AM SLTP (SMP+MTs+ Paket B) ke SLTA

Data Tahun 2006 menunjukan angka APK 68,87%, APM 54,06


% dan AM 46,35%. Capaian ini masih belum signifikan bila akan
mengejar target penuntasan wajar 9 tahun. Kondisi ini
mengisyaratkan belum optimalnya peningkatan partisispasi
masyarakat dalam pendidikan.

3. Pendidikan Menengah

a. Sekolah Menengah Atas (SMA)


Pemerataan dan perluasan akses pendidikan pada jenjang
SMA Tahun 2003-2006 berikut ini.
Tabel 3.51
Jumlah SMA di Kabupaten Bandung tahun 2003-2006
SMA
Tahun Jumlah
Negeri % Swasta %
2003 22 21 85 79 107
2004 23 21 89 79 112

Bab III : Belajar dari Pengalaman 64


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

2005 28 22 100 78 128


2006 32 23 107 77 139
Sumber: Diolah dari Profil Pendidikan dan Statistik Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Grafik 3.36
Jumlah SMA di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Tahun 2003 Jumlah SMU di Kabupaten Bandung sebanyak


107 sekolah, terdiri dari 22 (21%) SMU Negeri dan 85 (79%) SMU
Swasta. Sedangkan pada tahun 2006 Jumlah SMU di Kabupaten
Bandung 139 sekolah, terdiri dari 32 SMU Negeri dan 107 SMU
Swasta. Dalam periode 2003-2006 terjadi penambahan SMU
sebanyak 32 sekolah (Negeri bertambah 10 sekolah, Swasta 22
sekolah).
Tabel 3.52
Penduduk Usia 16-18 Tahun dan Jumlah Siswa SMA di Kabupaten Bandung Tahun
2003-2006

Usia 16-18 SMA


Tahun Jumlah %
Tahun Negeri % Swasta %
2003 308240 17932 45 22064 55 39996 13
2004 294739 18469 47 21016 53 39485 13
2005 311347 20849 47 23629 53 44478 14
2006 242236 22647 47 25379 53 48026 20
Sumber: Diolah dari Profil Pendidikan dan Statistik Pendidikan Kabupaten Bandung tahun 2003-2006

Grafik 3.37
Jumlah SMA di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
Tabel 3.53
Jenis Kelamin Siswa SMA di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
SMA Jumlah
Tahun
Bab III : Belajar dari Pengalaman 65
Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

L % P %
2003 19129 48 20867 52 39996
2004 18778 48 20707 52 39485
2005 21201 48 23277 52 44478
2006 22504 47 25522 53 48026
Sumber: Diolah dari Profil Pendidikan dan Statistik Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Grafik 3.38
Jenis Kelamin Siswa SMA di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Pada Tahun 2006 dari 48.026 siswa SMA tercatat siswa laki-laki
sebanyak 22.504 orang (47%), siswa perempuan 25.522 orang (53%).
Total penduduk laki-laki yang bersekolah di SMA sejak kurun waktu
Tahun 2003-2006 sebanyak 81.612 (47.45%) dan penduduk
perempuan sebanyak 90.373 (52,55%).
Tabel 3.54
Rombel SMA di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
SMA
Tahun Negeri Swasta Jumlah
2003 412 541 953
2004 440 549 989
2005 486 666 1152
2006 554 694 1248
Sumber: diolah dari Statistik Penddikan Kabupaten Bandung 2003-2006

Grafik 3.39
Rombongan Belajar Siswa SMA di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
Grafik tersebut menunjukkan gambaran bahwa romongan
belajar pada tingkat SMA memang tiap tahun ada kenaikan,

Bab III : Belajar dari Pengalaman 66


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

namun kenaikan tersebut belum begitu signifikan apabila dilihat


dari jumlah lulusan dari pendidikan dasar.
Tabel 3.55
Jumlah Kelas dan Siswa SMA di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
SMA
Tahun Kelas Siswa
2003 932 39996
2004 962 39485
2005 1133 44478
2006 1232 48026
Sumber: diolah dari Statistik Pendidikan Kabupaten Bandung 2003-2006

Grafik 3.40
Jumlah Kelas dan Siswa SMA di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Secara umum perkembangan jumlah kelas dan siswa setiap


tahun mengalami peningkatan, hal ini menunjukan tingkat
partisipasi dan angka melanjutkan ke SLTA menunjukan
kecenderungan meningkat.
Tabel 3.56
Penugasan Guru SMA di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
SMA
Tahun Jumlah
Negeri % Swasta %
2003 1180 37 2034 63 3214
2004 1206 37 2029 63 3235
2005 1407 38 2318 62 3725
2006 1503 37 2571 63 4074
Sumber: Diolah dari Profil Pendidikan dan Statistik Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Grafik 3.41
Penugasan Guru SMA di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Bab III : Belajar dari Pengalaman 67


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Dari tabel di atas bisa dicermati bahwa perkembangan


terakhir Tahun 2006 guru yang bertugas di SMA Negeri sebanyak
1503 orang, dan di SMA Swasta 2571 orang. Hal ini logis mengingat
lebih banyak SMA Swasta dibandingkan SMA Negeri.
Tabel 3.57
Status Kepegawaian Guru SMA di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Status
Tahun Jumlah
GT % GTT %
2003 1267 39 1947 61 3214
2004 1178 36 2057 64 3235
2005 1144 31 2581 69 3725
2006 1195 29 2879 71 4074
Sumber: Diolah dari Profil Pendidikan dan Statistik Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Grafik 3.42
Status Kepegawaian Guru SMA di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Berdasarkan data jumlah status kepegawaian guru pada


SMA, disimpulkan bahwa 1) Mayoritas guru SMA berstatus guru tidak
tetap (GTT). Tahun 2003 GTT sebanyak 1947 (61%) dan Tahun 2006
sebanyak 2879 (71%). Hal ini mengambarkan bawah masih
minimnya guru SMA yang berstatus guru tetap (GT). Perkembangan
guru yang berstatus GTT setiap tahunnya cenderung terus
meningkat, hal ini terlihat dari trend Tahun 2003 sampai 2006.

Tabel 3.58
Rasio (Siswa:Sekolah), (Siswa:Kelas), (Siswa:Guru), (Siswa:RKM), (Kelas:Guru) SMA
di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

SMA
Tahun Siswa: Siswa: Siswa: Kelas: Kelas:
sekolah Kelas Guru RKM Guru
2003)* 275:1 42:1 11:1 1: 0,94 1: 0,26
2004 356:1 40:1 12:1 1:1.05 1:1.06
2005 269:1 37:1 11:1 1:1.09 1:0.28
2006 340:1 38:1 12:1 1:1.01 1:0.31
Sumber: Data diolah dari Profil Pendidikan Kabupaten Bandung 2003-2006

Bab III : Belajar dari Pengalaman 68


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Ket: )*Data tahun 2003 gabungan SMA+MA

Melihat rasio siswa:kelas pada Tahun 2006 dengan rerata 340


siswa persekolah mencapai rerata 38 siswa perkelas dan 1 orang
guru melayani 12 siswa, secara kuantitatif kondisi ini cukup bagus.
Data dari hasil survey 2007 menunjukkan bahwa wilayah
kecamatan dengan jumlah penduduk usia 16-18 tahun termasuk
kategori paling tinggi (≥8000 orang) adalah Kecamatan Margaasih,
Ciparay, Pacet, Baleendah, Majalaya, Paseh. Sedangkan wilayah
kecamatan yang jumlah penduduk usia 16-18 tahun-nya termasuk
kategori paling rendah ( ≤4000 orang) adalah Kecamatan
Pameungpeuk Pangalengan, Arjasari, cimaung, Nagreg,
Cikancung, Ibun, Ciwidey, Rancabali, Cangkuang.
Jumlah siswa SMA terbanyak (≥2000) adalah di Kecamatan
Cileunyi, Margahayu, Banjaran, Cicalengka, Ciparay, Baleendah,
Majalaya. Sedangkan yang termasuk kategori sedikit (≤1000)
adalah diKecamatan Cimenyan, Cilengkrang, Bojongsoang,
Margaasih, Katapang, Pameungpeuk, Cimaung, Nagreg,
Cikancung, Pacet, Kertasari, Paseh, Ibun, Pasirjambu, Rancabali,
Cangkuang. Sedangkan kondisi tingkat kerusakan SMA yang paling
tinggi (≥40%) adalah di Kecamatan Paseh Ibun, Cangkuang.
Sedangkan kondisi tingkat kerusakan SMA yang paling rendah (≤
20%) adalah di Kecamatan Bojongsoang, Banjaran, pameungpeuk,
Arjasari, cicalengka, Rancaekek, Pacet, Majalaya, Solokanjeruk,
Soreang.
Jumlah guru SMA yang paling banyak (≥150 orang) adalah di
Kecamatan Cileunyi, Margahayu, Banajaran, Cicalengka, Ciparay,
Majalaya, Soreang. Sedangkan jumlah guru SMA yang paling
sedikit (≤50 orang) adalah di Kecamatan Cimenyan, Cilengkrang,
Bojongsoang, Margaasih, Katapang, Cimaung, Pacet, Kertasari,
Ibun, Pasirjambu, Rancabali, Cangkuang.
Rata-rata jumlah UN SMA yang termasuk kategori paling
tinggi (≥7,00) adalah Kecamatan Cileunyi , Margahayu,
Dayeuhkolot, Banjaran, Cicalengka, Ciparay, Solokanjeruk. UN SMA
yang paling rendah (≤5,00) adalah Bojongsoang (4,65), Pasirjambu
(4,56). Capaian APK/APM SMA yang termasuk kategori tertinggi
adalah di Kecamatan Cicalengka, Cileunyi, Margahayu, Bnjaran,
Arjasari. Yang paling rendah adalah Kecamatan Cimenyan,
Cilengkrang, Katapang, Margaasih, Pameungpeuk, Cimaung,
Pacet, Kertasari, Paseh, Ibun, Pasirjambu, Cangkuang.
Namun demikian, tingkat pencapaian pendidikan SMA
dalam kurun empat tahun terahir, dapat dilihat pada tabel dan
grafik di bawah ini.

Bab III : Belajar dari Pengalaman 69


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Tabel 3.59
APK/APM SMA di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
SMA SLTA
Tahun
APK APM APK APM
2003 17.94 12,63 20.77 14.95
2004 13.40 9.17 22.02 16.00
2005 14.25 9.38 22.35 15.56
2006 19.78 13.42 30.91 22.02
Sumber: Data diolah dari Profil penddikan 2003-2006

Grafik 3.43
APK/APM SMA di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Mencermati data yang ada tergambarkan bahwa APK/APM


SMA di Kabupaten Bandung masih rendah, capaian APK/APM
tertinggi Tahun 2006 yakni APK 19,78 dan APM 13,42 (dengan
pencapaian APK/APM SLTA 20.77). Kedepan harus terus
diprogramkan pencapaian minimum tingkat pendidikan bagi
warga Kabupaten Bandung, semakin tinggi partisipasi pendidikan
pada jenjang yang lebih tinggi maka akan semakin baik
keterdidikan/keterpelajaran masyarakat.
b. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
Pemerataan dan perluasan akses pendidikan pada jenjang
SMK di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006 digambarkan
sebagai berikut.
Tabel 3.60
Jumlah Kelembagaan SMK di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
SMK
Tahun Jumlah
Negeri % Swasta %
2003 5 9 51 91 56
2004 5 9 52 91 57
2005 7 11 54 89 61
2006 7 11 59 89 66
Sumber: Diolah dari Profil Pendidikan dan Statistik Pendidikan Kabupaten Bandung tahun 2003-2006

Bab III : Belajar dari Pengalaman 70


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Grafik 3.44
Perkembangan SMK di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Pada Tahun 2006 Jumlah SMK di Kabupaten Bandung 66


sekolah, 7 SMK Negeri dan 59 SMK Swasta. Selama kurun waktu
Tahun 2003 sampai Tahun 2006 terjadi pertambahan SMK yakni dari
56 SMK tahun 2003 mencapai 66 SMK atau bertambah 10 buah.
Tabel 3.61
Penduduk Usia 16-18 dan Siswa SMK di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
Penduduk Jumlah Siswa SMK
Tahun Usia 16-18 Jumlah %
Negeri % Swasta %
Tahun
2003 308240 1703 11 13646 89 15349 4.98
2004 294739 1788 12 13142 88 14930 5.07
2005 311347 2046 13 13547 87 15593 5.01
2006 242236 2455 15 13692 85 16147 6.67
Sumber: Diolah dari Profil Pendidikan dan Statistik Pendidikan Kabupaten Bandung tahun 2003-2006

Grafik 3.45
Perkembangan Siswa SMK di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Data menunjukan perkembangan terakhir tahun 2006 dari


242.236 jumlah penduduk usia 16-18 Tahun yang bersekolah di SMK
sebanyak 16.147 orang (6,67%). Yang bersekolah di negeri 2.455
(15%) di swasta 13.692 (85%). Dari data tersebut tergambar bahwa
siswa yang bersekolah di SMK negeri jauh lebih sedikit dibanding
dengan di SMK Swasta.
Tabel 3.62
Jenis Kelamin Siswa SMK di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
Tahun Jenis Kelamin Siswa SMK Jumlah

Bab III : Belajar dari Pengalaman 71


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

L % P %
2003 10015 65 5334 35 15349
2004 10116 68 4814 32 14930
2005 10385 67 5208 33 15593
2006 9911 61 6236 39 16147
Sumber: Diolah dari Profil Pendidikan dan Statistik Pendidikan Kabupaten Bandung tahun 2003-2006

Grafik 3.46
Perkembangan Jenis Kelamin Siswa SMK di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
Pada Tahun 2006 dari 16147 siswa SMK tercatat siswa laki-laki
sebanyak 9.911 orang (61%), siswa perempuan 6.236 orang (39%).
Total penduduk laki-laki yang bersekolah di SMK sejak kurun waktu
Tahun 2003-2006 sebanyak 40.427 (65,18%) dan penduduk
perempuan sebanyak 21592 (38,83%).
Tabel 3.63
Jumlah Siswa dan Kelas SMK di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
SMK
Tahun
Jumlah Siswa Jumlah Kelas
2003 15349 402
2004 14930 435
2005 15593 492
2006 16147 478
Sumber: Diolah dari Profil Pendidikan dan Statistik Pendidikan Kabupaten Bandung tahun 2003-2006

Grafik 3.47
Jumlah Kelas dan Siswa SMK di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Melihat gambaran tabel dan grafik di atas, ada penurunan


jumlah kelas dari Tahun 2005 ke Tahun 2006 sekalipun pada tahun
itu ada kenaikan.
Tabel 3.64
Penugasan Guru di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Bab III : Belajar dari Pengalaman 72


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Guru SMK
Tahun Jumlah
Negeri % Swasta %
2003 156 12 1133 88 1289
2004 172 12 1233 88 1405
2005 207 14 1302 86 1509
2006 217 14 1363 86 1580
Sumber: Diolah dari Profil Pendidikan dan Statistik Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Grafik 3.48
Penugasan Guru SMK di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
Secara umum perkembangan pertahun jumlah guru pada
sekolah negeri dan swasta mengalami peningkatan yang cukup
signifikan. Guru yang berada di negeri pada Tahun 2003-2006, dari
jumlah 156 (125) naik menjadi 217 (14%), atau mengalami
peningkatan sebesar 2%, dan guru yang berada di swasta pola
perubahannya cenderung mengalami peningkatan setiap
tahunnya.
Tabel 3.65
Status Kepegawaian Guru SMK di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2007
SMK
Tahun Jumlah
Tetap % T. Tetap %
2003 156 12 1133 88 1289
2004 168 12 1237 88 1405
2005 153 10 1356 90 1509
2006 147 9 1433 91 1580
Sumber: Diolah dari Profil Pendidikan dan Statistik Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-200

Grafik 3.49
Satus Kepegawaian Guru SMK di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Bab III : Belajar dari Pengalaman 73


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Proporsi jumlah guru tetap dan tidak tetap pada SMK selalu
didominasi oleh guru tidak tetap dimana pada perkembangan
terakhir perbandingan diantara keduanya adalah 91% berbanding
9%.
Tabel 3.66
Rasio (Siswa:Sekolah), (Siswa:Kelas), (Siswa:Guru), (Siswa:RKM), (Kelas:Guru) SMK
Di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2007

SMK
Tahun Siswa: Siswa: Siswa: Kelas: Kelas:
sekolah Kelas Guru RKM Guru
2003 278:1 38:1 12:1 1:1.03 1:0.32
2004 262:1 35:1 11:1 1:1.06 1:0.31
2005 256:1 36:1 10:1 1:1.06 1:0.30
2006 245:1 35:1 10:1 1:0.97 1:0.29
2007 307:1 30:1 11:1 1:0.89 1:1.68
Sumber: data diolah: Hasil Pengolahan dari profil penddikan Tahun 2003-2006

Melihat rasio siswa:kelas pada Tahun 2006 dengan rerata 307


siswa persekolah mencapai rerata 30 siswa perkelas dan 1 orang
guru melayani 11 siswa, secara kuantitatif kondisi ini cukup bagus.
Berdasarkan hasil survey dapat dijelaskan bahwa jumlah
siswa SMK paling tinggi adalah di kecamatan Katapang, Banjaran,
Ciparay, Baleendah. Yang masuk kategori paling sedikit adalah
Kecamatan Pangaelengan, Arjasari, Cicalengka, Solokanjeruk,
Paseh, Ibun, Soreang, Ciwidey.
Kondisi kerusakan ruang kelas yang paling banyak adalah di
Kecamatan Ibun (50%) dan yan paling rendah di kecamatan
Katapang. Jumlah guru SMK yang paling banyak terdapat di
Kecamatan Baleendah, Katapang, Margahayu. Yang paling
rendah di kecamatan Cicalengka, solokanjeryuk, Ibun, Ciwidey.
Namun demikian, dilihat dari tingkat pencapaian tujuan
pendidikan SMK dapat dijelaskan bahwa nilai rata-rata
UN/UAS/NEM SMK yang paling tinggi (≥7,00) adalah di Kecamatan
Cileunyi, Cicalenka, Majalay, Ibun. Nilai UN yang paling rendah
adalah Kecamatan Margahayu (6,00). Wilayah yang APK/APM SMK
paling tinggi adalah Kecamatan Banjaran, Margahayu, Katapang.
Yang paling rendah adalah Solokanjeruk, Paseh, Ibun.
Tabel 3.67
APK/APM SMK di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
SMK SLTA
Tahun
APK APM APK APM
2003 4.98 - 20.77 14.95
2004 5.07 3.65 22.02 16.00
2005 5.03 3.65 22.35 15.56

Bab III : Belajar dari Pengalaman 74


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

2006 6.70 4.80 30.91 22.02


Sumber data diolah: Hasil Pengolahan dari profil penddikan Tahun 2003-2006

Grafik 3.50
APK dan APM SMK di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Grafik 3.51
APK dan APM SLTA di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
Mencermati data yang ada terlihat bahwa APK/APM SMK di
Kabupaten Bandung masih rendah, capaian APK/APM tertinggi
Tahun 2006. Hal ini bisa imaklumi bila dibandingkan dengan
APK/APM SMU yang nilainya lebih tinggi dan yang menjadi pilihan
pertama untuk melanjutkan pendidikan setelah lulus SMP.

c. Madrasah Aliyah (MA)


Pemerataan dan perluasan akses pendidikan pada jenjang
MA Tahun 2003-2006 digambarkan berikut ini.
Tabel 3.68
Proporsi Kelembagaan MA di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

MA
Tahun Jumlah
Negeri % Swasta %
2003 3 4 66 96 69
2004 3 4 72 96 75
2005 3 4 76 96 79
2006 3 4 82 96 85
Sumber: Diolah Dari Profil Pendidikan Dan Statistik Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Bab III : Belajar dari Pengalaman 75


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Grafik 3.52
Proporsi Kelembagaan MA di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Pada Tahun 2006 Jumlah MA, 85 sekolah, 3 MA Negeri dan 82


MA Swasta. Selama kurun waktu 2003 sampai 2006 terjadi
pertambahan SMU yakni dari 69 MA Tahun 2003 mencapai 85 MA
atau bertambah 16 buah.
Tabel 3.69
Penduduk Usia 16-18 Tahun dan Siswa MA di Kabupaten Bandung Tahun 2003-
2006

Penduduk MA
Tahun Usia 16-18 Jumlah %
Negeri % Swasta %
Tahun
2003 308240 1680 19 7008 81 8688 3
2004 294739 1740 16 8862 84 10602 4
2005 311347 1851 20 7415 80 9266 3
2006 242236 1952 18 9157 82 11109 5
Sumber: Diolah Dari Profil Pendidikan dan Statistik Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Grafik 3.53
Jumlah Siswa MA di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Berdasarkan jumlah diatas bisa kita cermati bahwa dengan


jumlah penduduk usia 16-18 tahun, ternyata jumlah penduduk yang
sekolah pada MA dalam 4 tahun terakhir tidak bisa melebihi dari
5%.

Bab III : Belajar dari Pengalaman 76


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Tabel 3.70
Jenis Kelamin Siswa MA di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

MA
Tahun Jumlah
L % P %
2003 4144 47 4574 53 8688
2004 5186 49 5416 51 10602
2005 4372 47 4894 53 9266
2006 5159 46 5950 54 11109
Sumber: Diolah Dari Profil Pendidikan Dan Statistik Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Grafik 3.54
Jenis Kelamin Siswa MA di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Data Tahun 2006 menunjukan bahwa jumlah penduduk usia


16-18 tahun sebanyak 242.236 orang. Sementara pilihan bersekolah
ke MA baru mencapai 11.109 orang.
Tabel 3.71
Rombel MA di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
Rombel MA
Tahun Jumlah
Negeri Swasta
2003 36 162 198
2004 48 255 303
2005 51 242 293
2006 51 242 293
Sumber: Diolah dari Profil Pendidikan dan Statistik Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Bab III : Belajar dari Pengalaman 77


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Grafik 3.55
Rombel MA di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Tabel 3.72
Jumlah Kelas dan Siswa MA di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

MA
Tahun
Jumlah Kelas Jumlah Siswa
2003 295 8688
2004 572 10602
2005 289 9266
2006 307 11109
Sumber: Diolah dari Profil Pendidikan dan Statistik Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Grafik 3.56
Jumlah Kelas dan Siswa MA di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
Tabel 3.73
Penugasan Guru MA di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
MA
Tahun Jumlah
Negeri % Swasta %
2003 117 10 1074 90 1191
2004 108 8 1330 92 1438
2005 140 10 1229 90 1369
2006 140 10 1229 90 1369
Sumber: Diolah dari Profil Pendidikan dan Statistik Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Bab III : Belajar dari Pengalaman 78


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Grafik 3.57
Penugasan Guru MA di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Perkembangan terakhir Tahun 2006 guru yang bertugas di


MA Negeri sejumlah 1229 (90%), dan di SMA Swasta 140 (10%)
orang.
Tabel 3.74
Status Kepegawaian Guru MA di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Status Kepegawaian Guru


Tahun Jumlah
GT % GTT %
2003 119 10 1072 90 1191
2004 158 11 1280 89 1438
2005 164 12 1205 88 1369
2006 164 12 1205 88 1369
Sumber: Diolah dari Profil Pendidikan dan Statistik Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Grafik 3.58
Status Kepegawaian Guru MA di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Secara keseluruhan status guru MA di kabupaten Bandung


hampir seluruhnya (88%) berstatus guru tidak tetap (GTT). Pada
tahun 2006 jumlah GTT sebanyak 1205 orang (88%), dan guru tetap
(GT) sebanyak 164 orang (12%).
Tabel 3.75
Rasio (Siswa:Sekolah), (Siswa:Kelas), (Siswa:Guru), (Siswa:RKM), (Kelas:Guru) MA
Di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2007
Rasio
Tahun Siswa: Siswa: Siswa: Kelas: Kelas:
sekolah Kelas Guru RKM Guru
2003 126:1 44:1 7:1 1:0.67 1:0.17

Bab III : Belajar dari Pengalaman 79


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

2004 141:1 35:1 7:1 1:0.80 1:0.21


2005 117:1 32:1 7:1 1:1.05 1:0.21
2006 131:1 38:1 8:1 1:1.02 1:0.21
2007 172:1 35:1 8:1 1:1.44 1:0.86
Sumber Data Diolah Dari Profil Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Melihat rasio siswa:kelas pada Tahun 2006 dengan rerata 172


siswa persekolah mencapai rerata 35 siswa perkelas dan 1 orang
guru melayani 8 siswa, secara kuantitatif kondisi ini cukup bagus.
Namun demikian, gambaran tingkat keberhasilan
penyelenggaraan MA di Kabupaten Bandung dapat dilihat pada
tabel dan grafik berikut.
Tabel 3.76
APK/APM MA di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
MA SLTA
Tahun
APK APM APK APM
2003 2.83 2.33 20.77 14.95
2004 3.67 3.13 22.02 16.00
2005 2.97 2.53 22.35 15.56
2006 4.42 3.80 30.91 22.02
Sumber : Data Diolah Dari Profil Penddikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Grafik 3.59
APK/APM MA di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Melihat data yang ada terlihat bahwa APK/APM MA di


Kabupaten Bandung masih rendah, capaian APK/APM tertinggi
Tahun 2006 yakni APK 4,42 dan APM 3,80.
d. Paket C (Setara SMA)
Berdasarkan hasil hasil survey, keberadaan Paket C yang
dilaksanakan oleh keluarga penyelenggara (masyarakat) pada
umumnya masih rendah, hal ini dapat dilihat banwa hanya ada 1
oleh Negeri, 10 oleh swasta dan 2 oleh lembaga lain yang
melaksanakan proses kegiatan ini, dengan jumlah murid yang aktif
adalah sebanyak 434 orang se Kabupaten Bandung. Dari sejumlah
warga belajar tersebut, mereka dibimbing oleh tutor sebanyak 80
orang yang meliputi 62 orang pamong tetap dan 82 orang tidak
tetap , tenaga administrasi sebanyak 11 orang dan ketersediaan

Bab III : Belajar dari Pengalaman 80


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

tempat belajar untuk kegiatan ini sebanyak 13 unit untuk ruang


belajar, dan 3 untuk perpustakaan.
Jika dilihat dari hal tersebut, penyelenggaraan Paket C ini
hanya ada 11 kecamatan yang mampu menyelenggarakan
kegiatan pembelajaran yang di dalam prosesnya diberikan
pengetahuan dan keterampilan yang sesuia dengan
kebutuhannya, yaitu di kecamatan Pasirjambu, Soreang,
Katapang, Ciwidey, Cileunyi, Cimenyan, Rancabali, Majalaya,
Kertasari, Ibun, dan Solokanjeruk. Jika dilihat dari total kecamatan
keseluruhan yang ada di Kabupaten Bandung yaitu sebanyak 30
kecamatan, berarti ada sekitar 36,7% kecamatan yang
menyelengarakan pendidikan ini, oleh karena itu diharapkan
pemerintah dapat memberikan bimbingan dan arahan kepada
kecamatan yang belum menyelenggarakan kegiatan Paket C
tersebut,agar pada setiap kecamatan terdapat penyelenggaraan
Paket C, karena sangat penting bagi masyarakat yang belum
sempat memperoleh pengetahuan untuk tingkat menengah atau
bagi wajib belajar yang pernah mengikuti pendidikan formal di
tingkat menengah tetapi tidak berhasil mendapatkan ijazah/tidak
lulus.

4. Pendidikan Luar Biasa (Pendidikan Khusus)


Pemerataan dan perluasan akses pendidikan pada PLB
Pendidikan Khusus Tahun 2003-2006 digambarkan berikut ini.
Tabel 3.77
Proporsi Kelembagaan SLB di Kabupaten Bandung Tahun 2006
SLB
Tahun
Negeri Swasta
2006 2 39
Sumber: Rangkuman Kuesioner Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 2006

Tabel 3.78
Jumlah Siswa di SLB Per Jenis Ketunaan di Kabupaten Bandung Tahun 2006

Jenis Ketunaan
Siswa
A B C C1 D D1 G Autisme
L 1 22 40 40 2 4 3 27
TKLB
P - 24 32 16 2 3 1 10
L 17 114 225 130 20 4 11 45
SDLB
P 13 115 169 127 10 1 6 13
L 12 48 70 55 4 2 14 5
SMPLB
P 6 59 68 45 3 3 19 1
L 2 23 29 29 5 - 2 2
SMLB
P 2 23 29 26 1 - 5 -
Sumber: Rangkuman Kuesioner Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 2006

Bab III : Belajar dari Pengalaman 81


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Tabel 3.79
Rombongan Belajar/Jumlah Kelas SLB Pada TKLB, SDLB, SMPLB, dan SMLB
di Kabupaten Bandung Tahun 2006
Jumlah Kelas pada Jenis Ketunaan
SLB
A B C C1 D D1 G Autisme
TKLB 3 23 26 12 - 3 2 19
SDLB 20 93 129 83 21 4 6 32
SMPLB 12 45 44 26 7 3 4 3
SMLB 6 25 21 19 3 0 3 -
Sumber: Rangkuman Kuesioner Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 2006

Tabel 3.80
Tamatan Sekolah Luar Biasa Per Jenis Ketunaan di Kabupaten Bandung Tahun
2006
Jenis Ketunaan
Siswa
A B C C1 D D1 G Autisme
L 4 18 15 5 - - - -
TKLB
P 3 8 9 - - - - -
L 7 23 25 23 - 2 2 -
SDLB
P 8 20 29 11 1 - 1 -
L 4 26 35 8 5 - 1 -
SMPLB
P 3 17 26 6 - - 1 -
L 12 1 9 5 - - - -
SMLB
P 2 1 9 4 1 - - -
Sumber: Rangkuman Kuesioner Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 2006

Tabel 3.81
Status Kepegawaian Guru SLB di Kabupaten Bandung Tahun 2006
Guru Menurut Status Kepegawaian
Tahun PNS PNS DPK Guru Tetap Guru Tdk TTP Jumlah
L P L P L P L P L P
2006 998 142 - - 5 3 68 130 1071 275
Sumber: Rangkuman Kuesioner Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 2006

Tabel 3.82
Ijazah Tertinggi Guru SLB di Kabupaten Bandung Tahun 2006
Pendidikan SLB Tahun 2006
< SLTA 68
Sarjana Muda PLB 24
Sarjana Muda Lain 15
Sarjana PLB 103
Sarjana Lain 761
S2 dan S3 7
Sumber: Rangkuman Kuesioner Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 2006

Tabel 3.83
Jumlah Tenaga Administrasi SLB di Kabupaten Bandung Tahun 2006
Tenaga Administrasi SLB Tahun 2006
L 17
TU
P 4
Penjaga Sekolah L -

Bab III : Belajar dari Pengalaman 82


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

P -
Sumber: Rangkuman Kuesioner Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 2006
Tabel 3.84
Kondisi Bangunan Gedung SLB di Kabupaten Bandung Tahun 2006
SLB
Kondisi Bangunan Gedung
Tahun
Milik
Bukan Milik
Baik Rusak
2006 19 10 9
Sumber: Rangkuman Kuesioner Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 2006

Berdasarkan gambaran data sebagaimana dijelaskan pada


tabel-tabel di atas, dan hasil survey di lapangan menunjukkan
masih adanya hambatan pada pola pikir masyarakat yang
mengabaikan potensi anak cacat. Pada umumnya masyarakat
memandang kecacatan (disability) sebagai penghalang
(handicap) untuk berbuat sesuatu. Mereka tidak banyak melihat
bukti-bukti yang menunjukkan bahwa orang cacat mampu
melakukan sesuatu dengan berhasil. Masyarakatpun belum
mengerti bahwa pada hakikatnya kecacatan seseorang bukanlah
merupakan penghalang untuk melakukan sesuatu.

5. Pendidikan Berkelanjutan
a. Kelompok Belajar Usaha (KBU)
Berdasarkan hasil survey, keberadaan KBU yang dilaksanakan
oleh keluarga penyelenggara (masyarakat) pada umumnya masih
rendah, hal ini dapat dilihat banwa negeri tidak melaksanakan
untuk KBU ini, hanya ada 4 oleh swasta dan 3 oleh lembaga lain
yang melaksanakan proses kegiatan ini, dengan jumlah warga
belajar yang aktif adalah sebanyak 94 orang se Kabupaten
Bandung. Dari sejumlah warga belajar tersebut, mereka dibimbing
oleh tutor sebanyak 21 orang yang meliputi 12 orang pamong
tetap dan 9 orang tidak tetap , tenaga administrasi sebanyak 4
orang dan ketersediaan tempat belajar untuk kegiatan ini
sebanyak 6 unit untuk ruang belajar, dan 12 unit untuk ruang
praktek.
Jika dilihat dari hal tersebut, penyelenggaraan KBU ini hanya
ada 3 kecamatan yang mampu menyelenggarakan kegiatan
pembelajaran yang di dalam prosesnya diberikan pengetahuan
dan keterampilan yang sesuia dengan kebutuhannya, yaitu di
kecamatan Pasirjambu, Cimenyan, dan Ibun. Jika dilihat dari total
kecamatan keseluruhan yang ada di Kabupaten Bandung yaitu
sebanyak 30 kecamatan, berarti ada sekitar 10% Kecamatan yang
menyelengarakan pendidikan ini, oleh karena itu diharapkan

Bab III : Belajar dari Pengalaman 83


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

pemerintah dapat memberikan bimbingan dan arahan kepada


kecamatan yang belum menyelenggarakan kegiatan KBU tersebut,
agar pada setiap kecamatan terdapat penyelenggaraan KBU,
karena sangat penting bagi masyarakat untuk mengaplikasikan
keterampilannya sesuai dengan harapan yang ingin dicapainya.
Secara umum, permasalahan yang muncul adalah
berkenaan dengan tidak memadainya sarana prasarana yang
khusus untuk penyelenggaraan KBU, bantuan modal belum
ada/terbatas, jenis KBU yang ditentukan dari pusat tidak sesuai
dengan kondisi lapangan, kurangnya alat peraga edukatif, modul
yang tersedia tidak sesuai dengan kondisi, kurangnya
pengetahuan masyarakat terhadap penyelenggaraan KBU, belum
adanya pembinaan manajemen/SDM, serta keterbatasan dana
yang sangat minim bagi terciptanya proses dan hasil pendidikan
yang berkualitas dimana biaya untuk penyelenggaran pendidikan
relatif tinggi, juga kurangnya sosialisasi kepada masyarakat
tentang fungsi dan kegunaan KBU.
Hal lainnya yang menjadi kendala dalam proses
pembelajaran ini adalah minimnya kesejahteraan bagi tenaga
pendidik/tutor yang mempunyai tanggungjawab melaksanakan
kewajibannya untuk menerapkan perilaku positif bagi peserta,
sehingga proses pembelajaran tidak maksimal, karena jika
dibandingkan dengan standar UMR, pemberian kesejahteraan
untuk ketenagaan ini masih dibawah rata-rata UMR.
b. Magang
Berdasarkan hasil pengumpulan data yang disebar di
wilayah Kabupaten Bandung, keberadaan Magang yang
dilaksanakan oleh keluarga penyelenggara (masyarakat) tidak ada
pelaksanaannya, hal ini dapat dilihat dari hasil perolehan
pengumpulan data di lapangan yang terbukti tidak ada satu
kecamatan pun yang melaksanakan kegiatan magang ini.
Tetapi dapat diuraikan secara umum, bahwa kegiatan
magang ini tidak di laksanakan oleh masyarakat karena tidak
adanya peluang, bantuan, dan modal yang tersedia dari instansi
terkait untuk pelaksanaan ini. Karena di lapangan tidak ada fasilitas
atau tempat bagi wajib belajar untuk melaksanakan magang.
Oleh karena itu, diharapkan pihak pemerintah dapat memberikan
pengarahan tentang kebermanfaatan dan kegunaan praktek
magang ini bagi kepentingan warga, dan adanya pengalokasian
dana dari pemerintah yang memadai dalam melaksanakan
kegiatan Magang ini.

Bab III : Belajar dari Pengalaman 84


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

c. Kursus-Kursus
Berdasarkan hasil survey, keberadaan kursus yang
dilaksanakan oleh keluarga penyelenggara (masyarakat) pada
umumnya masih rendah, hal ini dapat dilihat banwa negeri tidak
melaksanakan untuk kursus ini, hanya ada 1 oleh swasta untuk
kursus mengemudi yaitu di kecamatan Cicalengka, dimana jumlah
warga belajar yang aktif adalah sebanyak 16 orang. Dari sejumlah
warga belajar tersebut, mereka dibimbing oleh pamong sebanyak
2 orang, tenaga administrasi sebanyak 1 orang dan ketersediaan
tempat belajar dan kantor untuk kegiatan ini sebanyak 1 unit untuk
ruang belajar.
Sedangkan untuk kursus menjahit, yang diselenggraakan oleh
keluarga penyelenggara (masyarakat) yang dikelola oleh swasta
ada 10, sedangkan oleh lembaga lainnya sebanyak 5 buah.
Kecamatan yang melaksanakan kursus menjahit ini adalah
Pasirjambu, Banjaran, Ciwidey, ciparay, Bojongsoang,
Pangalengan, Cicalengka, Kertasari, Ibun dan Solokanjeruk.
Dimana jumlah warga belajar yang aktif adalah sebanyak 170
orang. Dari sejumlah warga belajar tersebut, mereka dibimbing
oleh pamong tetap sebanyak 17 orang dan pamong tidak tetap
sebanyak 13 orang, jadi keseluruhan pamong yang bertugas
memberikan pendidikan kursus ini sebanyak 30 orang, sedangkan
untuk tenaga administrasi sebanyak 15 orang dan ketersediaan
tempat belajar sebanyak 14 unit untuk ruang belajar dan 13 unti
ruang untuk melaksanakan praktek.
Kursus tata boga, pemerintah tidak melaksanakan untuk
kursus ini, hanya ada 1 oleh swasta untuk kursus ini yaitu di
kecamatan Banjaran, dimana jumlah warga belajar yang aktif
adalah sebanyak 20 orang. Dari sejumlah warga belajar tersebut,
mereka dibimbing oleh pamong sebanyak 1 orang, tenaga
administrasi sebanyak 1 orang dan ketersediaan tempat belajar
dan kantor untuk kegiatan ini sebanyak 1 unit untuk ruang belajar.
Kursus tata buku (accounting) di tiap kecamatan tidak ada
yang menyelenggarakan kegiatan ini. Hal ini terjadi dikarenakan
kurang/tidak ada warga yang berminat untuk mengikuti jenis kursus
tersebut.
Kursus komputer, pemerintah tidak melaksanakan untuk
kursus ini, hanya ada 5 lembaga oleh swasta, adapun kecamatan
yang menyelenggarakan untuk kursus ini yaitu di kecamatan
Arjasari, Rancabali, Pangalengan, rancaekek,dan Majalaya,
dimana jumlah warga belajar yang aktif adalah sebanyak 383

Bab III : Belajar dari Pengalaman 85


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

orang. Dari sejumlah warga belajar tersebut, mereka dibimbing


oleh pamong sebanyak 13 orang, yang terdiri dari pamong tetap
10 orang dan pamong tidak tetap 3 orang, tenaga administrasi
dan nara sumber sebanyak 10 orang dan ketersediaan tempat
belajar sebanyak 5 unit, dan 3 unit untuk ruang praktek.
Kursus keterampilan lainnya, pemerintah tidak melaksanakan
untuk kursus ini, hanya ada 1 oleh swasta, dan 1 oleh lembaga
lainnya, adapun kecamatan yang menyelenggarakan untuk kursus
ini yaitu di kecamatan Dayeuhkolot dan Rancaekek, dimana
jumlah warga belajar yang aktif adalah sebanyak 120 orang. Dari
sejumlah warga belajar tersebut, mereka dibimbing oleh pamong
sebanyak 8 orang, yang terdiri dari pamong tetap 7 orang dan
pamong tidak tetap 1 orang, tenaga administrasi dan nara sumber
sebanyak 2 orang dan ketersediaan tempat belajar sebanyak 3
unit, dan 2unit untuk ruang praktek.
Secara umum, permasalahan yang muncul adalah
berkenaan dengan tidak dapat menjangkau wajib belajar yang
berada di pelosok, tidak memadainya sarana prasarana yang
khusus untuk penyelenggaraan kursus, bantuan modal belum
ada/terbatas, biaya yang dimiliki calon peserta kursus terbatas,
kurangnya alat peraga edukatif, belum adanya pembinaan
manajemen/SDM, bangunan yang tersedia relative apa adanya,
serta keterbatasan dana yang sangat minim bagi terciptanya
proses dan hasil kursus yang berkualitas dimana biaya untuk
penyelenggaran pendidikan relatif tinggi, juga kurangnya
sosialisasai kepada masyarakat tentang kegunaan kursus.
d. Bimbingan Belajar (Bimbel)
Berdasarkan hasil pengumpulan data yang disebar di
wilayah Kabupaten Bandung, keberadaan Bimbel untuk tingkat
TK-SD yang dilaksanakan oleh keluarga penyelenggara
(masyarakat) pada umumnya masih rendah. Hal ini dapat dilihat
banwa hanya terdapat 4 bimbel yang dikelola oleh swasta,
dengan jumlah murid yang aktif adalah sebanyak 46 orang se
Kabupaten Bandung. Dari sejumlah warga belajar tersebut, mereka
dibimbing oleh guru swasta sebanyak 23 orang yang meliputi 13
orang guru dari swasta dan 10 orang guru dari lembaga lain,
tenaga administrasi sebanyak 2 orang dan ketersediaan tempat
belajar untuk kegiatan ini sebanyak 12 ruang belajar, dan 4 fasilitas
gedung.
Jika dilihat dari hal tersebut, penyelenggaraan Bimbel untuk
tingkat TK-SD ini hanya ada 4 kecamatan yang mampu

Bab III : Belajar dari Pengalaman 86


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

menyelenggarakan kegiatan pembelajaran yang di dalam


prosesnya diberikan pengetahuan dan keterampilan yang sesuai
dengan kebutuhannya, yaitu di kecamatan Pasirjambu, Katapang,
Dayeuhkolot, dan Majalaya. Jika dilihat dari total kecamatan
keseluruhan yang ada di Kabupaten Bandung, berarti ada sekitar
13,3% Kecamatan yang menyelengarakan pendidikan ini, oleh
karena itu diharapkan pemerintah dapat memberikan bimbingan
dan arahan kepada kecamatan yang belum menyelenggarakan
kegiatan Bimbel tersebut, karena sangat penting bagi masyarakat
yang ingin memperoleh pengetahuan dasar.
Sedangkan penyelenggaraan Bimbel untuk tingkat SMP
hanya ada satu kecamatan yang menyelenggarakan kegiatan ini,
yaitu ada di kecamatan Dayeuhkolot, berarti penyelenggaraan
kegiatan Bimbel ini hanya sekitar 3,33% yang dilaksanakan di
tingkat kecamatan. Keberadaan Bimbel hanya dilaksanakan oleh
keluarga penyelenggara pihak swasta, dengan jumlah murid yang
ikut serta sebanyak 24 orang, , dari sejumlah murid tersebut, mereka
dibimbing oleh satu orang guru, tanpa dibantu oleh tenaga
adminitrasi. Sedangkan ruang kelas dan gedung yang digunakan
untuk pelaksanaan ini adalah menggunakan fasilitas penduduk.
6. Pendidikan Kepemudaan
a. Kelompok Usaha Pemuda Produktif (KUPP)
Berdasarkan hasil survey, keberadaan KUPP yang
dilaksanakan oleh keluarga penyelenggara (masyarakat) pada
umumnya masih rendah, hal ini dapat dilihat banwa hanya ada 2
lembaga yang dikelola oleh swasta yang melaksanakan proses
kegiatan ini, dengan kelompok sasaran sebanyak 2 kelompok,
sedangkan untuk kelompok belajar sebanyak 5 kelompok. Dari
sejumlah warga belajar tersebut, mereka dibimbing oleh guru
sebanyak 4 orang, pelaksanaan kegiatan ini menngunakan fasilitas
yang seadanya, salah satu caranya dengan menggunakan fasilitas
sarana dan prasarana sekolah formal.
Jika dilihat dari hal tersebut, penyelenggaraan KUPP ini hanya
ada tiga kecamatan yang mampu menyelenggarakan kegiatan
pembelajaran yang di dalam prosesnya diberikan pengetahuan
dan keterampilan yang sesuia dengan kebutuhannya, yaitu di
kecamatan Cimenyan, Rancabali, dan Solokanjeruk.
Jika dilihat dari total kecamatan keseluruhan yang ada di
Kabupaten Bandung, berarti ada sekitar 10 % Kecamatan yang
menyelengarakan pendidikan ini, oleh karena itu diharapkan
pemerintah dapat memberikan bimbingan dan arahan kepada

Bab III : Belajar dari Pengalaman 87


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

kecamatan yang belum menyelenggarakan kegiatan KUPP


tersebut, karena sangat penting bagi kelompok pemuda produktif
yang ingin berkreasi dan menghasilkan ide-ide untuk membangun
wilayahnya.
Secara umum, permasalahan yang muncul adalah
berkenaan dengan kegiatan sering terlambat karena factor modal
kerja yang tidak memadi, disamping itu tidak memadainya sarana
prasarana yang khusus untuk penyelenggaraan KUPP, tidak
meratanya dan tidak tepat sasaran, kurangnya alat peraga
edukatif, kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap
penyelenggaraan KUPP, serta keterbatasan dana yang sangat
minim bagi terciptanya proses dan hasil pendidikan yang
berkualitas dimana biaya untuk penyelenggaran pendidikan relatif
tinggi, waktu belajar yang relatif minim, juga kurangnya sosialisasai
kepada masyarakat tentang kegunaan KUPP.
b. Kelompok Pemuda Sebaya, SP3, dan Pertukaran Pemuda
Berdasarkan hasil survey, keberadaan kelompok pemuda ini
tidak ditemukan data tentang pelaksanaan kegiatan ini. Hal
tersebut disebabkan kondisi keadaan pendataan yang tidak
merata, kurangnya koordinasi dan informasi yang tidak jelas
tentang pelaksanaan ini.
7. Pengarusutamaan Jender (PUG) dan Pemberdayaan
Perempuan
Berdasarkan hasil survey, keberadaan program PUG dan
pemberdayaan perempuan yang dilaksanakan oleh keluarga
penyelenggara (masyarakat) pada umumnya masih rendah, hal ini
dapat dilihat banwa hanya ada 1 lembaga yang dikelola oleh
swasta yang melaksanakan proses kegiatan ini, dengan kelompok
sasaran sebanyak 20 kelompok, sedangkan untuk kelompok diskusi
sebanyak 2 kelompok. Dari sejumlah warga belajar tersebut,
mereka dibimbing oleh pendamping sebanyak 2 orang,
keberadaan pendampingan ini untuk membantu warga belajar
yang mendapat kesulitan dalam melakukan pembelajarannya,
adapun jumlah pendampingan yang disediakan oleh swasta
sebanyak 2 orang, dan dari pihak lainnya sebanyak 1 orang.
Pelaksanaan kegiatan ini menggunakan fasilitas yang seadanya,
salah satu caranya dengan menggunakan fasilitas sarana dan
prasarana sekolah formal atau rumah penduduk.
Jika dilihat dari hal tersebut, penyelenggaraan program ini
hanya ada 1 kecamatan yang mampu menyelenggarakan

Bab III : Belajar dari Pengalaman 88


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

kegiatan pembelajaran keterampilan yang sesuia dengan


kebutuhannya, yaitu di kecamatan Cimenyan. Dan bila dilihat dari
total kecamatan keseluruhan yang ada di Kabupaten Bandung,
berarti ada sekitar 6,7% Kecamatan.
8. Keaksaraan Fungsional
Berdasarkan hasil survey, keberadaan program keaksaraan
fungsional yang dilaksanakan oleh pemerintah, keluarga
penyelenggara (masyarakat) pada umumnya masih rendah. Hal ini
dapat dilihat banwa hanya ada 1 lembaga oleh pemerintah, 7
lembaga oleh swasta dan 7 lembaga oleh lembaga lain yang
melaksanakan proses kegiatan ini, dengan jumlah kelompok
belajar yang aktif adalah sebanyak 41 kober, dan 558 poksar, dan
jumlah panti yang ada sebanyak 19 buah panti se Kabupaten
Bandung. Dari sejumlah warga belajar tersebut, mereka dibimbing
oleh tutor sebanyak 82 orang yang meliputi 50 orang tutor swasta
tetap dan 32 orang dari lembaga lainnya.
Jika dilihat dari hal tersebut, penyelenggaraan program
keaksaraan fungsional ini hanya ada 8 kecamatan yang mampu
menyelenggarakan kegiatan pembelajaran yang di dalam
prosesnya diberikan pengetahuan dan keterampilan yang sesuia
dengan kebutuhannya, yaitu di kecamatan Cangkuang, Soreang,
ciwidey, Cileunyi, Cimenyan, Rancabali, Ibun, dan Solokanjeruk.
Jika dilihat dari total kecamatan keseluruhan yang ada di
Kabupaten Bandung, berarti ada sekitar 26,7% Kecamatan yang
menyelengarakan pendidikan ini.
Secara umum, permasalahan yang muncul adalah
berkenaan dengan kesadaran yang rendah dari warga belajar
buta huruf, pencatatan dan program belum terpadu, tidak
memadainya sarana prasarana yang khusus untuk
penyelenggaraan keaksaraan, minat warga untuk mengikuti
pembelajaran ini masih kurang, kurangnya alat peraga edukatif,
dan juga kurangnya sosialisasai kepada masyarakat tentang
kegunaan dari program ini.

C. Mutu, Relevansi dan Daya Saing: Keprihatinan yang


Dalam
Gambaran program peningkatan mutu, relevansi dan daya
saing pendidikan di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006 sebagai
berikut.
1. Mutu, Relevansi dan Daya Saing pada SD

Bab III : Belajar dari Pengalaman 89


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Tabel 3.85
Angka Kelulusan, Putus Sekolah dan Mengulang SD di Kabupaten Bandung 2003-
2006

SD
Tahun Lulus Angka Putus Sekolah Mengulang
(%) (%) (%)
2003 95,80 0,38 2,32
2004 98,31 0,22 2,16
2005 95,26 0,18 1,95
2006 95,26 0,18 1,95
Sumber: Diolah dari Profil Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
Angka M e ngulang, Angka Putus Se kolah dan
Angka Ke lulusan SD

100

80

60
Prosentase
40

20

0
2003 2004 2005 2006

Lulus 95.8 98.31 95.26 95.26


Angka Putus Sekolah 0.38 0.22 0.18 0.18
Mengulang 2.32 2.16 1.95 1.95
Tahun

Grafik 3.60
Angka Mengulang, Angka Putus Sekolah, Angka Kelulusan SD
di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Dari data tersebut dapat diketahui bahwa tingkat kelulusan


relatif amat baik yakni rata-rata diatas 95%. Hanya persoalannya
apakah tingginya angka kelulusan dan naik kelas seiring dengan
peningkatan mutu hasil belajar (pendidikan).
Tabel 3.86
Tingkat Kelayakan Mengajar (%) Guru SD di Kabupaten Bandung Tahun 2003-
2006
SD
Tahun
Layak Semi Layak Tidak Layak
2003 80,35 19,65 0,00
2004 77,59 22,41 0,00
2005 79,85 20,15 0,00
2006 79,85 20,15 0,00

Bab III : Belajar dari Pengalaman 90


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Tingkat Ke layakan M e ngajar Guru SD (%)

100

80

60
Pr os e ntas e
40

20

0
2003 2004 2005 2006

Layak 80.35 77.59 79.85 79.85


Semi Layak 19.65 22.41 20.15 20.15
Tidak Layak 0 0 0 0

Tahun

Grafik 3.61
Tingkat Kelayakan Mengajar Guru SD (%) di Kabupaten Bandung Tahun 2003-
2006

Data menunjukan bahwa tidak ada guru di SD yang


termasuk kategori tidak layak. Kondisi terakhir Tahun 2006 guru SD
yang termasuk kategori Layak sebanyak 79,85%, dan terdapat
20,15% yang termasuk kategor Semi Layak. Tantangan kedepan
yakni mendorong semua guru untuk berkategori Layak secara
profesional. Sejalan dengan hal ini maka kebijakan pemerintah
melalui UU Nomor 14 Tahun 2005, tentang Guru dan Dosen, dimana
kualifikasi pendidikan formal guru minimal S-1 harus menjadi arah
kebijakan pengembangan kompetensi profesional guru. Secara
konseptual data tersebut patut dicermati mengingat ukuran
kelayakan mengajar guru selama ini belum memiliki stadarisasi
yang jelas. Fakta menunjukan bahwa missmacth tenaga guru di
lapangan masih cukup tinggi. Guru menjalankan tugasnya tidak
sesuai dengan latarbelakang bidang studi yang dipelajarinya.
Tabel 3.87
Kondisi Ruang Kelas SD di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

SD
Tahun
Baik Rusak Ringan Rusak Berat
2003 28,83 39,15 32,02
2004 36,16 32,27 31,57
2005 45,20 27,76 27,04
2006 45,20 27,76 27,04
Sumber: Diolah dari Profil Pendidikan dan Suseda Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Bab III : Belajar dari Pengalaman 91


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Kondisi Ruang Kela s SD

50
45
40
35
30
Pr os e ntas e 25
20
15
10
5
0
2003 2004 2005 2006

Baik 28.83 36.16 45.2 45.2


Rusak Ringan 39.15 32.27 27.76 27.76
Rusak Berat 32.02 31.57 27.04 27.04
Tahun

Grafik 3.62
Kondisi Ruang Kelas SD di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Dalam pengkatagorian kondisi ruang kelas tersebut maka


secara umum dapat tergambar bahwa kondisi kelas yang kategori
baik mencapai 45,20%, kondisi rusak ringan 27,04% dan rusak berat
27,04%. Artinya lebih dari setengah (54,08%) jumlah SD di
Kabupaten Bandung dalam kondisi tidak baik.
Tabel 3.88
Jumlah Fasilitas SD di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
SD
Fasilitas
2003 2004 2005 2006
Perpustakaan 465 155 298 355
Tempat Olah Raga 45 45 45 45
UKS 368 368 389 389
Sumber: Diolah dari Profil Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
Data terakhir Tahun 2006 menunjukan jumlah perpustakaan
sebanyak 389 unit. Jika dibandingkan dengan jumlah SD sebanyak
2174 sekolah berarti belum semua SD memiliki unit perpustakaan,
tempat olah raga dan UKS.
Tabel 3.89
Jumlah Guru SD Menurut Ijazah di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
Guru menurut ijazah Jumlah
Tahun SLTA SLTA
<SLTA D-1 D-2 D-3 S1 S2 >S2
Nonkeguruan Keguruan
2003 - - 3102 99 10.791 208 2080 7 - 16287
2004 - - 3067 144 8491 291 2332 5 - 14.330
2005 - - 3220 268 10.273 308 3210 30 - 17.309
2006 - - 3762 228 10.083 394 3943 12 - 18.424
Sumber: Diolah dari Statistik Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Data pada Tahun 2006 menunjukan dari 18.424 guru SD di


Kabupaten Bandung yang berpendidikan kualifikasi S1 baru
mencapai 3943 orang (21,40%). Sebagian besar lainnya 14457
(78,46%) masih berpendidikan di bawah S1 (Diploma 3, Dimploma 2,

Bab III : Belajar dari Pengalaman 92


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Diploma 1, bahkan SLTA keguruan masih cukup banyak (3762).


Hanya 12 orang yang berpendidikan S2 (0,06%). Melihat data yang
ada tantangan kedepan yang harus dihadapi adalah peningkatan
kualifikasi guru minimal S1 sesuai dengan UU.No.14 Tahun 2005,
tentang Guru dan Dosen. Agenda pembangunan pendidikan di
Kabupaten Bandung harus meningkatkan kualifikasi SDM guru
melalui program sertifikasi. Melihat arus kebijakan ini maka
tantangan dalam peningkatan kualifikasi dan kompetensi guru
akan menuntut strategi kebijakan yang tepat.

12000

10000

8000 2003
Jumlah

2004
6000
2005
4000 2006
2000

0
SLTA SLTA
<
Non Kegu D-1 D-2 D-3 S1 S2 >S2
SLTA
Kegu ruan
2003 0 0 3102 99 10791 208 2080 7 0
2004 0 0 3067 144 8491 291 2332 5 0
2005 0 0 3220 268 10273 308 3210 30 0
2006 0 0 3762 228 10083 394 3943 12 0
Jenjang Pendidikan

Grafik 3.63
Jumlah Guru SD Menurut Ijazah di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Melihat bobot pencapaian nilai hasul ujian (NEM/UN)


tampaknya masih belum memuaskan. Dari Tahun 2002 sampai
Tahun 2006 rata-rata pencapaian NEM/UN masih di bawah 7
(tujuh).
Tabel 3.90
Perkembangan NEM/UN SD di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
Tahun Rata-rata nilai NEM/UN
2002 6,77
2003 6,77
2004 5,89
2005 6,98
2006 6,91
Sumber: Diolah dari Profil Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Bab III : Belajar dari Pengalaman 93


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Rata-rata Nilai NEM/UN

7.5

6.5

Nilai
6

5.5

5
2002 2003 2004 2005 2006

Rata-rata nilai 6.77 6.77 5.89 6.98 6.91


NEM/UN
Tahun

Grafik 3.64
Perkembangan NEM/UN SD di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Tantangan kedepan adalah penyelengaraan pendidikan


harus berorentasi mutu proses dan mutu hasil belajar baik secara
kuantitas maupun kualitas. Tidak hanya merata dan menjangkau
seluruh warga tetapi juga bermutu. Hal inilah yang akan menjadi
pilihan kebijakan dalam pembangunan pendidikan di masa
mendatang. Untuk mengejar competitiveness maka pilihan
kebijakan kedepan bagi pemerintah daerah tidak hanya
pertimbangan equity (keadilan), equality (pemerataan), melainkan
amat penting pertimbangan untuk mengejar mutu.
2. Mutu, Relevansi dan Daya Saing pada MI
Melihat perkembangan data dari Tahun 2003-2006 maka
dapat tergambarkan rata-rata tingkat kelulusan pada MI cukup
tinggi yakni 94%. Tingkat ketidaklulusan 0,58%, dan rata-rata angka
mengulang 1,53%.
Tabel 3.91
Angka Kelulusan, Putus Sekolah dan Mengulang MI di Kabupaten Bandung 2003-
2006
MI
Tahun Lulus Angka Putus Mengulang
Sekolah
2003 91,96 0,74 1,12
2004 98,31 0,77 1,80
2005 91,68 0,41 1,60
2006 95,26 0,41 1,60
Rata-rata 94.30 0.58 1.53
Sumber: Diolah dari Profil Pendidikan Kabupaten Bandung 2003-2006

Bab III : Belajar dari Pengalaman 94


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

100
90
80
70
60
% 50
40
Lulus
30
A PS
20 Mengulang
10
0
2003 2004 2005 2006

Lulus 91.96 98.31 91.68 95.26


APS 0.74 0.77 0.41 0.41
Mengulang 1.12 1.8 1.6 1.6
Tahun

Grafik 3.65
Perkembangan NEM/UN SD di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Melihat keterkaitan antara tingginya rata-rata kelulusan


UAN/UN antara periode 2003-2006, tidak linier dengan tingginya
nilai UAN/UN, Artinya bahwa tingkat kelulusan dapat dikatakan
relatif kurang kompetitif dan relatif longgar. Pada Tahun 2003 nilai
rata-rata UN tingi tetapi pada Tahun 2004 mengalami penurunan,
baru Tahun 2005-2006 mengalami kenaikan nilai sampai pada rata-
rata 6,0.
Tabel 3.92
Rata-Rata Nilai UN MI di Kabupaten Bandung 2003-2006
Tahun Rata-rata nilai NEM/UN
2003 6.50
2004 5.89
2005 6.00
2006 6.00
Sumber : Hasil Pengolahan dari Profil Penddikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

6.6
6.4
6.2
rata-rata 6
5.8
Rata-rata
5.6 nilai
NEM/UN
5.4 2003 2004 2005 2006

Rat a-rat a nilai 6.5 5.89 6 6


NEM / UN

Tahun

Tabel 3.66
Rata-Rata Nilai UN MI di Kabupaten Bandung 2003-2006

Bab III : Belajar dari Pengalaman 95


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Gambaran umum tingkat kelayakan mengajar guru MI dapat


disimpulkan sebagai berikut: 1) secara umum rata-rata setiap tahun
tingkat kelayakan mengajaranya mencapai 46,85 %. Hal ini berarti
bahwa tingkat kelayakan mengajar guru di MI kurang begitu
optimal, sehingga perlu adanya upaya dari berbagai instansi terkait
untuk meningkatkan kualitas mengajarnya. 2) tingkat kelayakan
guru MI dengan kategori semi layak masih minim sekali yaitu sekitar
19,4 % saja. Hal ini berarti bahwa guru MI yang berada pada level
tengah antara layak dan tidak layak masih banyak, walaupun
setiap tahun mengalami penurunan.
Tabel 3.93
Prosentase Tingkat Kelayakan Mengajar Guru MI (%) di Kabupaten Bandung
Tahun 2003-2006
MI
Tahun
Layak Semi Layak Tidak Layak
2003 51,55 19,05 0,00
2004 36,63 21,40 0,00
2005 49,61 18,60 0,00
2006 49,61 18,60 0,00
Sumber : Hasil Pengolahan dari Profil Penddikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

60

40
%
20 Layak
Semi Layak
Tidak Layak
0
2003 2004 2005 2006
Layak 51.55 36.63 49.61 49.61
Semi Layak 19.05 21.4 18.6 18.6
Tidak Layak 0 0 0 0

Tahun

Grafik 3.67
Tingkat Kelayakan Mengajar Guru MI (%) di Kabupaten Bandung Tahun
2003-2006

Gambaran tingkat kondisi ruang kelas menurut kondisi dapat


disimpulkan sebagai berikut: 1) jumlah kondisi ruang kelas yang
baik, rusak ringan dan rusak berat hampir seimbang, hal ini
menggambarkan bahwa perlu adanya upaya perbaikan yang
terus menurus dari intsansi terkait. 2) Setiap tahunnya jumlah ruang
kelas yang baik mengalami penurunan. 3) Setiap tahun jumlah
kondisi ruang kelas yang mengalami rusak ringan menurun dan
cenderung pluktuatif. 4) Jumlah ruang kelas yang rusak berat setiap

Bab III : Belajar dari Pengalaman 96


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

tahun hampir mengalami penaikan, seperti halnya Tahun 2003-2004


terus mengalami kenaikan, baru pada Tahun 2005-2006 mengalami
penurunan. Hal ini berarti bahwa pada Tahun 2005-2006 ada upaya
dari pemerintah/instansi terkait untuk melakukan perbaikan ruang
kelas.
Tabel 3.94
Kondisi Ruang Kelas MI di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

MI
Tahun
Baik Rusak Ringan Rusak Berat
2003 34,59 33,10 32,31
2004 27,73 34,08 38,19
2005 33,41 31,52 35,08
2006 33,41 31,52 35,08
Sumber : Hasil Pengolahan dari Profil Penddikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

50
40
P orsentase

Baik
30
Rusak Ringan
20
Rusak Berat
10
0
2003 2004 2005 2006
Baik 34.59 27.73 33.41 33.41
Rusak Ringan 33.1 34.08 31.52 31.52
Rusak Berat 32.31 38.19 35.08 35.08
Tahun

Tabel 3.68
Kondisi Ruang Kelas MI di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Gambaran umum jumlah fasilitas MI seperti perpustakaan


setiap tahun mengalami pluktuasi dari Tahun 2003 sejumlah 49
buah, kemudian pada Tahun 2004 menurun hampir 65 % menjadi
15 buah dan pada Tahun 2005-2006 terus mengalami kenaikan
kembali. Sedangkan untuk jumlah tempat olah raga dan UKS setiap
tahunnya cenderung tetap yaitu untuk tempat olah raga hanya
berjumlah 12 dan UKS hanya 15.

Tabel 3.95
Jumlah Fasilitas MI Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Fasilitas MI

Bab III : Belajar dari Pengalaman 97


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

2003 2004 2005 2006


Perpustakaan 49 15 19 26
Tempat Olah
12 12 12 12
Raga
UKS 15 15 15 15
Sumber: data diolah dari Profil Penddikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-
2006

Tabel 3.96
Jumlah Guru MI Menurut Ijazah di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
Kualifikasi Tahun
Pendidikan 2003 2004 2005 2006
SLTA Non
- - - - - - - -
Keguruan
SLTA Keguruan 730 46.6 1144 60.12 931 48.41 858 44.14
D-1 38 2.43 62 3.26 38 1.98 37 1.90
D-2 535 34.19 443 23.28 564 29.33 598 30.76
D-3 21 1.34 34 1.79 46 2.39 50 2.57
S1 239 15.27 220 11.56 340 17.68 398 20.47
S2 2 0.13 0.00 4 0.21 3 0.15
Jumlah 1565 100 1903 100 1923 100 1944 100
Sumber : Hasil Pengolahan dari Profil Penddikan Kabupaten Bandung
Tahun 2003-2006

Berdasarkan data jumlah guru berdasarkan latar belakang


pendidikan dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) kualifikasi guru MI
yang berasal dari SLTA dan SLTA non keguruan setiap tahunnya
tidak ada. 2) pada Tahun 2003-2006 guru MI di dominasi oleh guru
yang berasal dari pendidikan SLTA keguruan. 3) Kualifikasi D2 pada
guru MI setiap tahunnya cukup banyak kedua setelah guru yang
berasal dari SLTA keguruan. 4) Untuk guru yang berpendidikan S1 di
MI berkisar setiap tahunnya antara 11-20 % saja. Hal ini, sedangkan
untuk S2 hanya berkisar 0,13-0,15 % saja. Hal ini menggambarkan
bahwa tingkat profesionalisme guru yang berdasarkan latar
belakang pendidikan pada MI di Kabupaten Bandung masih minim
sekali, hal ini memerlukan perhatian dari instansi terkait.

Bab III : Belajar dari Pengalaman 98


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

1200

1000

800

Jumlah 600

2003
400 2004
2005
2006
200

0
SLTA SLTA
<
Non Kegur D-1 D-2 D-3 S1 S2 >S2
SLTA
Kegur uan

2003 0 0 730 38 535 21 239 2 0


2004 0 0 1144 62 443 34 220 0
2005 0 0 931 38 564 46 340 4 0
2006 0 0 858 37 598 50 398 3 0

Jenjang pendidikan

Tabel 3.69
Jumlah Guru MI Menurut Ijazah di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
3. Mutu, Relevansi dan Daya Saing pada SMP
Tabel 3.97
Angka Kelulusan, Putus Sekolah dan mengulang di Kabupaten Bandung Tahun
2003-2006
SMP
Tahun
Lulus Putus sekolah Mengulang
2003 98.73 1.14 0.16
2004 99.57 0.89 0.24
2005 95.12 0.88 0.14
2006 95.12 0.88 0.14
2007 97.83 1.29 0.88
Sumber : Hasil Pengolahan dari Profil Penddikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Grafik 3.70

Bab III : Belajar dari Pengalaman 99


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Angka Kelulusan, Putus Sekolah dan mengulang di Kabupaten Bandung Tahun


2003-2006

Tingkat kelulusan dan angka mengulang siswa SMP pada


Tahun 2004 mencapai titik tertinggi dalam lima tahun terakhir yaitu
99,57% untuk angka kelulusan dan 0,24% untuk angka mengulang
0,24%, sedangkan untuk angka kelulusan terendah terjadi pada
tahun 2005 dan 2006 yaitu 95,12%, Pada tahun tersebut juga angka
putus sekolah dan angka mengulang mencapai angka terendah
0,14%. Sedangkan untuk angka putus sekolah tertiggi terjadi pada
tahun 2007 dengan angka capaian 1,29%. Meskipun terjadi
pluktuasi tetapi angka kelulusan masih berada dalam rentang 95%-
99%, untuk angka mengulang anatara 0,9%-0,1% sedangkan untuk
angka putus sekolah 0,9%-1,3%.
Tabel 3.98
Tingkat Kelayakan Mengajar SMP Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Guru SMP
Tahun
Layak Semi Layak Tidak Layak
2003 74.28 12.21 13.51
2004 77.08 12.14 10.79
2005 78.38 9.50 12.12
2006 78.38 9.50 12.12
Sumber : Hasil Pengolahan dari Profil Penddikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Grafik 3.71
Tingkat Kelayakan Mengajar SMP Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Tingkat kelayakan guru SMP dalam empat tahun terakhir


mengalami peningkatan dari 74,28% pada tahun 2003 menjadi
78,38% pada Tahun 2006 tetapi peningkatan ini juga dikuti pula oleh
peningkatan angka ketidaklayakan dari 10.79% pada Tahun 2004
menjadi 12.12% pada Tahun 2006.
Tabel 3.99
Prosentasi Kondisi ruang kelas SMP di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2007

Bab III : Belajar dari Pengalaman 100


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

SMP
Tahun Baik Rusak Rusak Berat
Ringan
2003 78.88 14.48 6.64
2004 76.76 15.46 7.77
2005 73.45 16.89 9.65
2006 73.45 16.89 9.65
2007 64,82 28,33 6,85
Sumber : Hasil Pengolahan dari Profil Penddikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Grafik 3.72
Prosentasi Kondisi ruang kelas SMP di Kabupaten Bandung Tahun 2003-
2007

Dari tahun ke tahun kondisi ruang kelas SMP dikabupaten


Bandung mengalami penurunan yang tinggi. Kondisi bangunan
yang dalam keadaan baik pada Tahun 2003 mencapai 78,88% dari
jumlah keseluruhan ruang kelas menjadi 64,82% pada Tahun 2007.
penurunan kodisi ruang kelas tampak juga pada kelas rusak ringan
yang pada Tahun 2003 mencapai 14.48% bertabah menjadi
28,33% pada Tahun 2007. hal yang sama juga terjadi pada kelas
yang rusak berat. Perbaikan dan pembangunan yang telah
dilakukan dalam kurun waktu 2003-2007 tidak mencukupi untuk
meningkatan kondisi ruang kelas untuk menjadi lebih baik.
Tabel 3.100
Jumlah Fasilitas SMP di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
SMP
Fasilitas
2003 2004 2005 2006
Perpustakaan 140 175 183 214
T. Olah Raga 135 198 191 206
Laboratorium 166 219 301 332
Sumber : Hasil Pengolahan dari Profil Penddikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Bab III : Belajar dari Pengalaman 101


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Grafik 3.73
Jumlah Fasilitas SMP di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Seiring dengan peningkatan jumlah sekolah SMP baik negeri


maupun swasta, fasilitas pendukung pendidikanpun bertambah
setiap tahunnya. Jumlah perpustakaan bertambah sebanyak 74
unit dalam kurun waktu 2003-2006, Sedangkan untuk tempat olah
raga bertambah sebanyak 71 unit, laboratorium merupakan unit
pendukung yang penambahannya paling banyak dibanding dua
fasilitas pendukung lainnya.
Tabel 3.101
Jumlah Guru Menurut Ijazah Pada SMP Tahun2003-2006
Sumber MTS
Biaya 2003 % 2004 % 2005 % 2006 %
< SLTA 494 6.19 126 1.51 435 5.01 584 6.31
D-1 572 7.17 747 8.98 583 6.71 551 5.95
D-2 658 8.24 728 8.75 590 6.79 607 6.56
D-3 17.6
1748 21.90 1824 21.93 1533 1536 16.59
5
S1 63.8
4510 56.50 4892 58.82 5546 5980 64.59
4
S2 33 0.41 35 0.42 52 0.60 55 0.59
>S2 - - - -
Jumlah 7982 100 8317 100 8687 100 9258 100
Sumber : Hasil Pengolahan dari Profil Penddikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Grafik 3.74

Bab III : Belajar dari Pengalaman 102


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Jumlah Guru Menurut Ijazah Pada SMP Tahun2003-2006

Secara umum dapat digambarkan bahwa kualifikasi guru


SMP di kabupaten Bandung rata-rata sudah mencapai jenjang S1
dengan kisara prosentase 56% yang terus meningkat sampai
dengan 65%. Untuk jenjang SMA sampai dengan D3 terjadi
perubahan yang fluktuatif antara Tahun 2003-2006. Peningkatan
juga terjadi pada guru dengan jenjang pendidikan pasca sarjana
baik dari sudut jumlah maupun dari sudut prosentasenya.

4. Mutu, Relevansi dan Daya Saing pada MTs


Tabel 3.102
Angka Mengulang, Putus Sekolah dan Kelulusan MTs di Kabupaten
Bandung Tahun 2003- 2006
MTs
Tahun
Kelulusan Putus Sekolah Mengulang
2003 85.41 1.06 0.10
2004 88.17 11.37 0.09
2005 74.90 2.53 0.13
2006 74.90 2.53 0.13
Sumber : Hasil Pengolahan dari Profil Penddikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Grafik 3.75
Angka Mengulang, Putus Sekolah dan Kelulusan MTs di Kabupaten
Bandung
Tahun 2003- 2006
Angka pertumbuhan kelulusan, putus sekolah dan
mengulang pada MTs dapat disimpulkan sebagai berikut: (1).
Angka kelulusan setiap tahun mengalami perubahan yang
pluktuasi, hal ini terlihat dari Tahun 2003 ke Tahun 2004 mengalami
peningkatan 3% dan pada Tahun 2005 mengalami penurunan -15%
sedangkan pada Tahun 2006 meningkat 30%. Rata-rata perubahan
setiap tahunnya adalah 4%, sehingga pada tahun berikutnya
diarahkan minimal mengalami peningkatan sekitar 4%. sedangkan

Bab III : Belajar dari Pengalaman 103


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

untuk rata-rata kelulusan setiap tahunnya adalah 80,84%, artinya


sekitar 80,84% siswa lulus dari MTs. (2). Angka putus sekolah setiap
tahunnya mengalami perubahan dan kecenderungannya
meningkat, seperti pada Tahun 2003 angka putus sekolah hanya
1,06% saja tetapi pada tahun 2004 meningkat menjadi 11,37% dan
tahun berikutnya 2005 dan 2006 dapat ditekan menjadi 2,53%.
Dengan kondisi tersebut memberikan gambaran bahwa pada
Tahun 2004 puncak tertinggi angka putus sekolah hampir 11%, hal
ini salah satu dampak dari upaya peningkatan standar kualitas
lulusan yang diterapkan pemerintah pusat. Kondisi pada Tahun
2004 merupakan kondisi terpuruk dibanding dengan tahun yang
lain. Untuk rata-rata angka putus sekolah setiap tahunnya adalah
4,37. (3). Angka mengulang setiap tahunnya mengalami pola
perubahan yang cenderung naik turun. Berbanding berbalik
dengan angka putus sekolah, jumlah angka mengulang pada
Tahun 2004 mengalami penurunan sedangkan Tahun 2005 dan
2006 naik kembali menjadi 0,13 sedangkan rata-rata dari angka
mengulang setap tahunnya adalah 0,1. Angka mengulang di
Kabupaten Bandung cenderung naik setiap tahunnya, hal ini harus
dapat teratasi pada tahun beriktunya agar dapat ditekan jumlah
angka mengulang dan angka putus sekolahnya, sehingga angka
kelulusan dapat mencapai 95% ke atas.
Tabel 103
Tingkat Kelayakan Mengajar Guru MTs di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
MTs
Tahun
Layak Semi Layak Tidak Layak
2003 72,42 13,42 12,89
2004 83,5 10,81 5,64
2005 76,65 12,48 10,87
2006 76,65 12,48 10,87
Sumber : Hasil Pengolahan dari Profil Penddikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Grafik 3.76
Tingkat Kelayakan Mengajar Guru MTs di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
Pada perkembangan terakhir Tahun 2006 guru MTs yang dapat
dikategorikan layak sebanyak 76,65% dan kategaori tidak layak

Bab III : Belajar dari Pengalaman 104


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

(semi layak+tidak layak) 23,35%. Secara umum setiap tahun


perkembangan tingkat kelayakan guru mengajar cenderung
pluktuasi. Deskripsi dari data diatas dapat disimpulkan sebagai
berikut: (1). Kecenderungan guru yang layak pada MTs mengalami
peningkatan dan penurunannya setiap tahunnya, seperti pada
T2003 ke Tahun 2004 mengalami peningkatan guru yang layak,
tetapi pada tahun 2004 ke Tahun 2005 mengalami penurunan dan
Tahun 2006 cenderung statis, rata-rata setiap tahunnya 77,33 %. (2).
Pola kecenderungan guru yang semi layak setiap tahunnya
mengalami pluktuasi, terlihat pada Tahun 2003 yaitu 13,42% dan
pada tahun berikutnya mengalami penurunan 10,81% dan tahun
berikutnya naik 12,65%. Rata-rata setiap tahunnya guru semi layak
adalah 12,29%. Pada Tahun 2004 tingkat kelayakan guru yang semi
layak rendah dikarenakan pada tahun yang sama tingkat
kelayakan guru yang layak paling tinggi dibandingkan dengan
tahun berikutnya. (3). Kondisi guru yang tidak layak cukup
memprihatinkan pada tahun 2003 yaitu 12,89% dan yang paling
menggembirakan terjadi pada Tahun 2004 yaitu 5,64. Dengan
kondisi tersebut prioritas pengembangan profesionalisme diarahkan
agar tahun-tahun berikutnya guru yang layak dapat mencapai
angka diatas 90%.
Tabel 104
Prosentasi Kondisi Ruang Kelas MTs di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
MTs
Tahun
Baik Rusak Ringan Rusak Berat
2003 46.43 38.51 15.06
2004 55.70 28.16 16.14
2005 55.70 28.16 16.14
2006 55.70 28.16 16.14
Sumber : Hasil Pengolahan dari Profil Penddikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Grafik 3.77
Prosentasi Kondisi Ruang Kelas MTs di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Kecenderungan kondisi ruang kelas setiap tahunnya


mengalami perubahan kearah positif. (1) Pada kondisi ruang kelas

Bab III : Belajar dari Pengalaman 105


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

yang baik setiap tahun kecenderungan grafiknya meningkat.


Presentase perubahan setiap tahunnya yaitu 4%, hanya saja pada
Tahun 2004-2006 cenderung statis. Gambaran data tersebut
mendeskripsikan bahwa di Kabupaten Bandung angka
peningkatan presentase kondisi ruang kelas pada Tahun 2004-2006
cenderung sama. Jika dirata-ratakan setiap tahunnya jumlah
bangunan yang baik adalah 53,38%. (2). Pada kondisi ruang kelas
yang rusak ringan mengalami penurunan dari Tahun 2003 ke 2004
yaitu -27%. Hal ini berarti bahwa pemerintah telah dapat menekan
angka kerusakan pada Tahun 2004, hanya saja pada Tahun 2004-
2006 cenderung statis dengan tidak adanya perubahan pada
penekanan jumlah kelas yang rusak ringan,sehingga rata-rata
presentase setiap tahun. (3) Dari 100% kondisi ruang kelas, kondisi
ruang kelas yang rusak berat masih jauh berada dibawah ruang
kelas yang baik dan rusak ringan. Pada Tahun 2003-2004 terjadi
peningkatan jumlah kondisi ruang kelas yang rusak berat, disisi lain
kondisi ruang kelas yang rusak berat dari 2004-2006 cenderung
sama.
Tabel 3.105
Prosentase Fasilitas Sekolah MTs di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
MTs
Fasilitas
2003 2004 2005 2006
Perpustakaan 60 61 61 61
T. Olah Raga 32 32 32 32
Laboratorium 15 15 15 15
Sumber : Hasil Pengolahan dari Profil Penddikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Grafik 3.78
Prosentase Fasilitas Sekolah MTs di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Data yang ada menyatakan bahwa keadaan jumlah fasilitas


penukung pendidikan MTs cenderung mengalami perubahan yang
kurang signifikan bahkan cenderung statis.
5. Mutu, Relevansi dan Daya Saing pada SMA
Tabel 3.106
Angka Mengulang, Putus Sekolah dan Kelulusan SMA Tahun 2003-2006

Bab III : Belajar dari Pengalaman 106


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

SMA
Tahun
Lulus Tidak lulus Mengulang
2003 85.41 0.93 0.18
2004 88,17 0,72 0,20
2005 74.90 0,92 0,12
2006 74,90 0,92 0,12
Sumber : Hasil Pengolahan dari Profil Penddikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Grafik 3.79
Angka Mengulang, Angka Putus Sekolah dan Kelulusan SMA
di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Dari data diatas bila kita cermati, dalam 2 tahun sebelumnya


tingkat kelulusan mengalami penurunan yang relatif cukup besar
dan perlu menjadi perhatian bagi para stakeholder. Meskipun
pada tahun terakhir (2006) tidak terjadi penurunan maupun
kenaikan, namun untuk kedepannya perlu diperhatikan kembali
secara intensif proses pembelajaraan yang terjadi di sekolah, baik
dalam rangka pencapaian peningkatan mutu belajar yang
diharapkan maupun aspek-aspek penunjang lainnya. Sehingga
prosentase ketidaklulusan maupun siswa yang mengulang dapat
mengalami pengurangan.
Tabel 3.107
Tingkat Kelayakan Mengajar Guru SMA di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
SMA
Tahun
Layak Semi Layak Tidak Layak
2003 66.45 21.03 10.52
2004 73.42 17.96 8.62
2005 75.97 17.54 6.49
2006 75.97 17.54 6.49
Sumber: Diolah dari Statistik Pendidikan Kabupaten Bandung 2003-2006

Bab III : Belajar dari Pengalaman 107


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Grafik 3.80
Tingkat Kelayakan Mengajar Guru SMA di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Melihat data yang ada bahwa secara umum guru SMA yang
masuk katagori layak mengajar semakin meningkat jumlahnya dan
guru yang tidak layak (Semi layak+tidak layak) semakin berkurang.
Dan diharapkan untuk kedepannya lagi pihak sekolah dapat lebih
menekankan akan pentingnya output pendidikan sekolah yang
bermutu yang dihasilkan dari guru-guru yang berkualitas dan layak
sesuai dengan bidangnya masing-masing.
Tabel 3.108
Kondisi Ruang Kelas SMA di Kabupaten Bandung Tahun Tahun 2003-2006
SMA
Tahun
Baik Rusak Ringan Rusak Berat
2003 90.13 6.65 3.22
2004 90.35 6.57 3.08
2005 83.97 8.73 7.29
2006 83.97 8.73 7.29
Sumber: di olah dari Statistik Penddikan Kabupaten Bandung 2003-2006

Tabel 3.81
Kondisi Ruang Kelas SMA di Kabupaten Bandung Tahun Tahun 2003-2006

Dalam pengkategorian kondisi ruang kelas tersebut, maka


secara umum dapat tergambarkan bahwa kondisi kelas yang
berkategori baik untuk tahun terakhir (2006) mencapai 83,97 %.
Kondisi rusak ringan 8,73% dan rusak berat 7,29% persen. Ruang

Bab III : Belajar dari Pengalaman 108


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

kelas yang rusak ringan dalam kenyataanya amat rentan dengan


kondisi yang terus memburuk. Dalam kaitan ini maka antisipasi
untuk perbaikan fisik gedung yang sesuai standar gedung yang
baik amat diperlukan. Perlu pula dikembangkan standar
pembangunan gedung sekolah-sekolah yang terukur masa
kekuatannya.
Tabel 3.109
Jumlah Fasilitas SMA di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2007
SMA
Fasilitas
2003 2004 2005 2006
Perpustakaan 42 75 76 86
Tempat Olah Raga 40 82 94 94
UKS 27 23 39 43
Laboratorium 55 55 149 161
Keterampilan 12 12 21 18
BP 37 37 76 75
Ruang Serbaguna 17 17 20 24
Sumber: Diolah dari Statistik Pendidikan Kabupaten Bandung 2003-2006

Grafik 3.82
Jumlah Fasilitas SMA di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2007

Bila kita cermati tabel diatas, dapat digambarkan bahwa


tiap tahunnya jumlah fasilitas sebagai penunjang pendidikan bagi
siswa-siswinya mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Hal
ini baik adanya karena dengan bertambahnya fasilitas pendukung
tersebut, menjadikan siswa-siswi belajar lebih berkreatif dan
mampu mengeksplorasi kemampuannya dalam menerima
masukan ilmu maupun mempersembahkan kemampuan yang
dimilikinya.
Tabel 3.110
Jumlah Guru Menurut Ijazah pada SMA di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
SMA
Pendidikan 200
2003 % % 2005 % 2006 %
4
SLTA 58 1.80 40 1.24 63 1.85 56 1.37
D-1 30 0.93 24 0.74 34 1 31 0.76

Bab III : Belajar dari Pengalaman 109


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

SMA
Pendidikan 200
2003 % % 2005 % 2006 %
4
D-2 36 1.12 46 1.42 36 1.06 69 1.69
D-3 346 10.77 310 9.58 294 8.62 305 7.49
Sarjana Muda 283 8.81 224 6.92 150 4.40 92 2.26
254 85.0
S1
2428 75.54 2 78.58 2785 81.70 3464 3
S2 33 1.03 49 1.51 47 1.38 57 1.40
323
Jumlah
3214 100 5 100 3409 100 4074 100
Sumber: Data Diolah dari Statistik Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-
2006

Grafik 3.83
Jumlah Guru Menurut Ijazah pada SMA di Kabupaten Bandung Tahun
2003-2006
Perkembangan data terakhir Tahun 2006 dilihat dari kualifikasi
akademiknya maka sebagian besar guru SMA di Kabupaten
Bandung berpendidikan sarjana (S1) yakni sebanyak 3464 orang
(85.03%). Sedangkan yang lainnya sebanyak 497 (12,20%) masih
berpendidikan Diploma dan sarjana muda bahkan masih ada 56
orang (1,37%) yang berpendidikan SLTA. Kedepan guru harus
memenuhi kualifikasi akademik minimal Sarjana sebagai mana
yang ditetapkan melalui UUGD.

6. Mutu, Relevansi dan Daya Saing pada MA


Tabel 3.111
Prosentase Angka Mengulang, Angka Putus Sekolah dan Kelulusan MA
di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2007

MA
Tahun
Lulus Putus Sekolah Mengulang
2003 89.42 0.92 0.27
2004 92,85 0,70 0,00

Bab III : Belajar dari Pengalaman 110


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

2005 77,33 0,58 0,01


2006 77,33 0,58 0,01
Rata-rata 89.42 0.92 0.27
Sumber: Diolah dari Profil Pendidikan dan Statistik Pendidikan Kabupaten
Bandung
Tahun 2003-2006

Grafik 3.84
Prosentase Angka Mengulang, Angka Putus Sekolah dan Kelulusan MA
di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2007

Melihat perkembangan data dari Tahun 2003-2006 maka


dapat tergambarkan rata-rata tingkat kelulusan yang cukup tinggi
yakni 89.42%. Tingkat ketidaklulusan 0,92%, dan rata-rata angka
mengulang 0.27%. yang menjadi persoalannya apakah tingginya
angka kelulusan seiring dengan peningkatan mutu hasil belajar
(pendidikan). Inilah yang harus menjadi perhatian semua
stakeholders pendidikan di Kabupaten Bandung. Kedepan evaluasi
kelulusan harus didorong semakin kredibel dan berorentasi mutu.
Tabel 3.112
Tingkat Kelayakan Mengajar Guru MA di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
MA
Tahun
Layak Semi Layak Tidak Layak
2003 65.73 27.13 13.10
2004 70.03 22.04 11.68
2005 72.83 19.65 10.59
2006 72.83 19.65 10.59
Rata-rata 70.35 22.12 11.49
Sumber: Hasil Pengolahan dari Profil dan Statistik Pendidikan 2003-2006

Bab III : Belajar dari Pengalaman 111


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Grafik 3.85
Tingkat Kelayakan Mengajar Guru MA di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Melihat data yang ada bahwa secara umum guru MA yang


masuk katagori layak mengajar bila di rata-ratakan dari Tahun
2003-2006 sebesar 70.35% dan guru yang tidak layak sebesar 11.49%
, serta 22.12 % untuk guru dalam kategori semi layak.
Tabel 3.113
Presentasi Kondisi Ruang Kelas MA di Kabupaten Bandung Tahun Tahun 2003-
2006
MA
Tahun Rusak
Baik Rusak Ringan
Berat
2003 73.56 22.37 4.07
2004 72.40 20.07 7.53
2005 72.40 20.07 7.53
2006 72.40 20.07 7.53
Sumber: Hasil Pengolahan dari Profil dan Statistik Pendidikan 2003-2006

Grafik 3.86
Presentasi Kondisi Ruang Kelas MA di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
Dalam pengkategorian kondisi ruang kelas tersebut maka
secara umum untuk Tahun 2006 dapat tergambar bahwa kondisi
kelas yang kategori baik mencapai 72,40%. Kondisi rusak ringan
20,07% dan rusak berat 7,53%. Ruang kelas yang rusak ringan dalam
kenyataanya amat rentan dengan kondisi yang terus memburuk.
Tabel 3.114
Jumlah Fasilitas MA di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2007
MA
Fasilitas
2003 2004 2005 2006

Bab III : Belajar dari Pengalaman 112


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Perpustakaan 17 17 17 17
Tempat Olah Raga 13 13 13 13
UKS 5 5 5 5
Laboratorium 6 6 6 6
Keterampilan 1 1 1 1
BP 5 5 5 5
Ruang Serbaguna 7 7 7 7
Sumber: Hasil Pengolahan dari Profil dan Statistik Pendidikan 2003-2006

Tabel 3.87
Jumlah Fasilitas MA di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2007

Perkembangan data terakhir Tahun 2006 dilihat dari kualifikasi


akademiknya maka sebagian besar guru MA di Kabupaten
Bandung berpendidikan sarjana (S1) yakni sebanyak 1111 orang
(81,15%). Sedangkan yang lainnya sebanyak 243 (17,75%) masih
berpendidikan Diploma dan sarjana muda. Pada guru yang
berpendidikan SLTA dapat dilihat dengan jumlah guru 8 orang
(0,58%), yang mana merupakan hal yang baik dan diharapkan
akan mengalami penurunan kembali untuk tahun kedepan.
Tabel 3.115
Jumlah Guru Menurut Ijazah pada MA di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
MA
Pendidikan
2003 % 2004 % 2005 % 2006 %
SLTA 39 3.27 10 0.70 8 0.58 8 0.58
D-1 31 2.60 28 1.95 24 1.75 24 1.75
D-2 71 5.96 61 4.24 49 3.58 49 3.58

Bab III : Belajar dari Pengalaman 113


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

MA
Pendidikan
2003 % 2004 % 2005 % 2006 %
D-3 113 9.49 138 9.60 114 8.33 114 8.33
Sarjana
Muda 22 1.85 59 4.10 56 4.09 56 4.09
78.9
S1
911 76.49 1135 3 1111 81.15 1111 81.15
S2 4 0.34 7 0.49 7 0.51 7 0.51
Jumlah 1191 100 1438 100 1369 100 1369 100
Sumber: Data Diolah dari Statistik Pendidikan di Kabupaten Bandung Tahun 2003-
2006

Grafik 3.88
Jumlah Guru Menurut Ijazah pada MA di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

7. Mutu, Relevansi dan Daya Saing pada SMK


Tabel 3.116
Presentase Angka Mengulang, Angka Putus Sekolah dan Kelulusan SMK
di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2007
SMK
Tahun
Lulus Putus Sekolah Mengulang
2003 99.60 1.30 0.22
2004 93,15 0,08 0,20
2005 88,05 1,45 0,15
2006 88,05 1,45 0,15

Bab III : Belajar dari Pengalaman 114


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Grafik 3.89
Presentase Angka Mengulang, Angka Putus Sekolah dan Kelulusan SMK
di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2007

Angka pertumbuhan kelulusan, putus sekolah dan mengulang


pada SMK dapat disimpulkan sebagai berikut: (1) angka kelulusan
setiap tahun mengalami perubahan yang pluktuasi, hal ini terlihat
dari Tahun 2003 ke Tahun 2004 mengalami pengurangan - 6,45 %
dan pada tahun 2005 mengalami penurunan -5,1% dan tidak
mengalami peningkatan pada tahun 2006. (2). angka putus
sekolah setiap tahunnya mengalami perubahan dan
kecenderungannya meningkat (tahun 2004-2006) sebesar 1,37%,
terkecuali pada tahun 2003 dimana angka putus sekolah dapat
ditekan sampai 1,22%. (3) Pada angka mengulang setiap tahunnya
mengalami pola perubahan yang cenderung turun. Berbanding
berbalik dengan angka putus sekolah, jumlah angka mengulang
pada Tahun 2003-2006 mengalami penurunan sebesar 0,07%. Rata-
rata dari angka mengulang setap tahunnya adalah 0,22%.
Tabel 3.117
Tingkat Kelayakan Mengajar Guru SMK Tahun Kabupaten Bandung Tahun 2003-
2006
SMK
Tahun
Layak Semi Layak Tidak Layak
2003 59.58 23.97 16.45
2004 63.35 22.14 14.52
2005 64.15 22.60 13.25
2006 64.15 22.60 13.25
Sumber: Hasil Pengolahan dari Profil dan Statistik Penddikan 2003-2006

Bab III : Belajar dari Pengalaman 115


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Grafik 3.90
Tingkat Kelayakan Mengajar Guru SMK Tahun Kabupaten Bandung Tahun 2003-
2006
Melihat data yang ada bahwa secara umum guru SMK yang
masuk katagori layak mengajar mengalami peningkatan jumlah
yang cukup baik dan guru yang tidak layak (Semi layak+tidak
layak) mengalami penurunan meskipun penurunannya dalam
kategori cukup dengan prosentase penurunan dihitung dari Tahun
2003-2006 sekitar 1,37 % untuk Semi layak dan 3,20 % untuk guru
yang tidak layak mengajar.
Tabel 3.118
Prosentasi Kondisi Ruang Kelas SMK Kabupaten Bandung Tahun Tahun 2003-2006
SMK
Tahun
Baik Rusak Ringan Rusak Berat
2003 90.13 6.65 3.22
2004 90.35 6.57 3.08
2005 83.97 8.73 7.29
2006 83.97 8.73 7.29
Sumber: Hasil Pengolahan dari Profil Penddikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-
2006

Grafik 3.91
Prosentasi Kondisi Ruang Kelas SMK Kabupaten Bandung Tahun Tahun 2003-2006

Kecenderungan kondisi ruang kelas setiap tahunnya


mengalami perubahan kearah penurunan. (1) Pada kondisi ruang
kelas yang baik setiap tahun kecenderungan grafiknya lebih
kepada penurunan. Prosentase rata-rata perubahan setiap

Bab III : Belajar dari Pengalaman 116


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

tahunnya yaitu 0,22%, hanya saja pada tahun 2004-2005


cenderung fluktuasi sebesar 6.38%. Pada Tahun 2005-2006
prosentase kondisi ruang kelas cebderung statis, gambaran data
tersebut mendeskripsikan bahwa di Kabupaten Bandung angka
peningkatan prosentase kondisi ruang kelas pada tahun 2005-2006
cenderung sama. (2) Pada kondisi ruang kelas yang rusak ringan
mengalami penurunan dari tahun 2003 ke 2004 yaitu -1.20%. Hal ini
berarti bahwa pemerintah telah dapat menekan angka kerusakan
pada tahun 2004, hanya saja pada Tahun 2004-2006 cenderung
fluktuatif dengan tidak adanya perubahan pada penekanan
jumlah kelas yang rusak ringan. (3) Pada kondisi ruang kelas yang
rusak berat mengalami penurunan dari tahun 2003 ke 2004 yaitu -
4.35%. Hal ini berarti bahwa pemerintah telah dapat menekan
angka kerusakan pada Tahun 2004, hanya saja pada tahun 2004-
2006 cenderung fluktuatif dengan tidak adanya perubahan pada
penekanan jumlah kelas yang rusak ringan. Bahkan prosentase
penurunannya meningkat sampai dengan 4.21%.
Tabel 3.119
Jumlah Fasilitas SMK di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2007
SMK
Fasilitas
2003 2004 2005 2006
Perpustakaan 36 39 40 43
Tempat Olah Raga 28 40 28 28
UKS 14 15 14 19
Laboratorium 37 58 37 82
Keterampilan 9 11 9 16
BP 25 29 25 37
Ruang Serbaguna 12 15 12 18
Bengkel 19 25 19 34
Ruang Praktek 50 50 50 47
Sumber : Hasil Pengolahan dari Profil Penddikan Kabupaten Bandung Tahun
2003-2006

Bab III : Belajar dari Pengalaman 117


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Grafik 3.92
Jumlah Fasilitas SMK di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2007

Perkembangan data terakhir tahun 2006 dilihat dari kualifikasi


akademiknya maka sebagian besar guru SMK di Kabupaten
Bandung berpendidikan sarjana (S1) yakni sebanyak 1260 orang
(80,72%). Sedangkan yang lainnya sebanyak 268 (17,17%) masih
berpendidikan Diploma dan sarjana muda. Pada guru yang
berpendidikan SLTA yang berjumlah 15 orang (0,96%), yang mana
merupakan hal yang baik dan diharapkan akan mengalami
penurunan kembali untuk tahun selanjutnya. Sehingga dapat
memenuhi kualifikasi akademik minimal Sarjana sebagai mana
yang ditetapkan melalui UUGD.
Tabel 3.120
Jumlah Guru Menurut Ijazah pada SMK di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
SMK
Pendidikan
2003 % 2004 % 2005 % 2006 %
SLTA 68 5.28 8 0.57 24 1.59 15 0.96
D-1 24 1.86 26 1.85 25 1.66 23 1.47
D-2 15 1.16 18 1.28 27 1.79 20 1.28
D-3 149 11.56 176 12.53 178 11.80 171 10.95
Sarjana Muda 103 7.99 154 10.96 96 6.36 54 3.46
126
S1 923 71.61 1015 72.24 1142 75.68 80.72
0
S2 7 0.54 8 0.57 17 1.13 18 1.15
Jumlah 1289 100 1405 100 1509 100 1561 100

Bab III : Belajar dari Pengalaman 118


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Sumber : Hasil Pengolahan dari Profil Penddikan Kabupaten Bandung Tahun


2003-2006

Grafik 3.93
Jumlah Guru Menurut Ijazah pada SMK di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

D. Tata Kelola: Akuntabilitas Publik


Pemerintah Kabupaten Bandung sejak Tahun 2003 sampai
2006 terefleksikan adanya trend kenaikan dalam anggaran
pendidikan di tingkat SD. Jika Tahun 2003 total anggaran yang
dipergunakan dari berbagai sumber mencapai Rp. 98.61 Milyar
maka Tahun 2004 meningkat menjadi Rp. 169.6 Milyar. Pada Tahun
2005 mencapai 293.91 Milyar dan tahun 2006 mencapai Rp. 148.18
Milyar. Tampak terjadi lompatan jumlah anggaran yang cukup
tinggi. Hal ini dapat dimaknai bahwa semakin besarnya sumber
daya finansial yang dikelurkan baik oleh pemerintah daerah dan
msyarakat untuk membiayai pendidikan di SD.
Hal yang menarik bahwa peranan orang tua juga amat
besar, jika tahun 2003 mencapai Rp. 98,61 Milyar, maka Tahun 2004
dan 2005 mencapai Rp. 30.24 Milyar. Tidak kalah menarik pula dan
patut dikaji lebih lanjut adalah kontribusi biaya dari sumber lain-lain
yang juga cukup besar.
Jika pada Tahun 2005 mencapai Rp. 117.7 Juta, maka pada
tahun 2006 mencapai jumlah yang cukup fantastik yaitu mencapai
Rp. 6.1 Milyar. Kesimpulan umum dari gambaran tersebut
menunjukkan bahwa kontribusi pemerintah (pusat+daerah) untuk
pembiayaan program-program pendidikan di tingkat SD relatif
tinggi.
Tabel 3.121
Besaran Biaya Sumber Pendidikan SD di Kabupaten Bandung Tahun 2004-2006
Sumber 2003 2004 2005 2006
Pembiayaan Jumlah (Ribuan rupiah)

Bab III : Belajar dari Pengalaman 119


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Pusat 44.652.000.000 46.585.843.080 45.484.815.000 123.491.628.000


Provinsi 0 0 0 0
Kabupaten 43.963.183.000 218.009.062.000 218.515.386.000 18.523.744.200
Yayasan 100.779.000 100.779.000 54.019.000 0
Orang tua 9.861.003.000 30.246.765.670 30.246.766.000 0
Lainnya 117.701.000 117.701.000 117.701.050 6.174.581.400
Jumlah Total 98.694.666.000 269.607.296.080 293.912.363.000 148.189.953.600
Sumber : Diolah dari Profil Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Tabel 3.122
Sumber Pembiayaan SD di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
2003 2004 2005 2006
Sumber Pembiayaan Jumlah (%)
Pemerintah pusat 45,24 15,79 15,48 15,43
Pemerintah provinsi)* 0 0 0 0
Pemerintah daerah 44,54 73,89 74,35 74,35
Yayasan 0,10 0,03 0,02 0,02
Orang tua 9,99 10,25 10,29 10,29
Lainnya 0,12 0,04 0,04 0,04
Biaya satuan 200.250 597.800 580.840 580.840
Sumber: Diolah dari Profil Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Dalam pembiayaan SD dapat disimpukan bahwa


pemerintah baik pusat maupun daerah masih dominan. Pada
Tahun 2006 kontribusi pemerintah pusat sebesar 15,43% dan
pemerintah daerah 74,35%. Kontribusi orang tua sebesar 10,29%,
dan pihak lain 0,04%.
Sumber Pembiayaan di SD

600

500

400 Pemerintah pusat


rosentase

Pemerintah provinsi)*
300 Pemerintah daerah
Yayasan
P

200 Orang tua


Lainnya

100 Biaya satuan

0
2003 2004 2005 2006
Tahun

Grafik 3.94
Sumber Pembiayaan di SD di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
Mencermati data yang ada, terjadi kecenderungan semakin
kecilnya kontribusi pemerintah pusat dan semakin besarnya
kontribusi peerintah daerah. Jika pada Tahun 2003 kontribusi
pemerintah pusat relatif lebih besar (45,24%) maka Tahun 2004
menjadi 15,79%, sementara kontribusi pemerintah daerah pada

Bab III : Belajar dari Pengalaman 120


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Tahun 2004 mencapai 73,89%, Tahun 2005 dan 2006 mencapai


74,35%. Kesimpulan umum bahwa kontribusi pemerintah dalam
pembiayaan SD masih dominan.
Tabel 3.123
Besaran Biaya Sumber Pendidikan MI di Kabupaten Bandung Tahun 2004-2006
Tahun
Sumber
2003 2004 2005 2006
Biaya
Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah %
Pemerintah
Pusat 1.005.560.000 27.43 1.005.560.000 26.43 1.005.560.000 26.47 9.185.978.880 83.33
Pemerintah
provinsi 0 0.00 0 0.00 0 0.00 0 0.00
Pemerintah
daerah 733.891.180 20.02 733.891.000 19.29 733.891.000 19.32 1.377.896.832 12.50
Yayasan 135.171.000 3.69 149.171.000 3.92 149.171.000 3.93 0.00
Orang tua 140.948.0850 38.44 1.534.133.000 40.32 152.7971.000 40.22 0.00
Lainnya 382.300.000 10.43 382.300.000 10.05 382.300.000 10.06 459.298.944 4.17
Jumlah 3.666.403.030 100 3.805.055.000 100 3.798.893.000 100 11.023.174.656 100
Sumber : Diolah dari Profil Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Untuk biaya satuan (unit cost) siswa pada Tahun 2003


mencapai Rp.200.250/siswa/tahun. Pada Tahun 2004 mencapai
597.800/siswa/ tahun, pada Tahun 2005 dan 2006 mencapai
580.840. Trend kenaikan unit cost merefleksikan bahwa tersirat
komitmen pemerintah semakin kuat dan positif dalam pendidikan
di SD. Namun, unit cost harus diimbangi peningkatan kepuasan
masyarakat dari capaian kinerja manajemen pendidikan baik di
tingkat birokasi maupun satuan pendidikan.
Tabel 3.124
Besaran Biaya Sumber Pendidikan SMP di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
SMP
Sumber Biaya
2003 % 2004 % 2005 % 2006 %

Pemerintah pusat 7.555.157.000 8.13 5.109.804.000 4.79 10.400.475.000 9.57 38.455.257.000 26.38

Pemerintah
- - - - - 2.957.386.000 2.03
provinsi
Pemerintah
62.240.436.000 67.00 69.418.010.000 65.12 60.788.365.000 55.96 75.736.544.000 51.95
daerah
Yayasan 1.671.201.000 1.80 1.713.770.000 1.61 4.537.871.000 4.18 2.017.159.000 1.38
Orang tua 20.708.651.000 22.29 28.841.793.000 27.05 30.922.399.000 28.47 23.252.526.000 15.95
Lainnya 719.286.000 0.77 1.524.274.000 1.43 1.982.021.000 1.82 3.375.248.000 2.32
Jumlah 92.894.730.000 100 106.607.651.000 100 108.631.131.000 100 145.794.120.000 100
Sumber : Diolah dari Profil Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
Kontribusi pembiayaan untuk MI Pada Tahun 2003 proporsi
Pemerintah (pusat+daerah) dalam pembiayaan MI sebesar 47,45%
sementara dari masyarakat 52,56%, Tahun 2004 proporsi pemerintah
45,72% dari masyarakat 54,29%, Tahun 2005 proporsi pemerintah

Bab III : Belajar dari Pengalaman 121


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

45,79 dari masyarakat 54,21, Tahun 2006 proporsi pemerintah 95,83%


dari masyarakat 4,17%. Rata-rata perbandingan proporsi
pembiayaan selam kurun waktu 4 tahun sebesar 58,70% dari
pemerintah dan 41,31% dari masyarakat.

Grafik 3.95
Sumber Pembiayaan di SMP di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Subsidi pemerintah pusat dalam penyelenggaraan bidang


pendidikan SMP terus meningkat melalaui program Bantuan
operasional sekolah, indikator nyata dari hal tersebut adalah
meningkatnya prosentase pembiayaan yang dikeluakan oleh
pemerintah pusat dari tahun ke tahun selama kurun waktu 2003-
2006 dari 8,13% menjadi 26,38%. Dengan demikian beban
pemerintah daerah dan orang tua siswa dalam pembiayaan
pendidikan menjadi berkurang.

Tabel 3.125
Besaran Biaya Sumber Pendidikan MTs di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

MTS
Sumber Biaya
2003 % 2004 % 2005 % 2006 %
Pemerintah
497.590 27.91 497.590 27.91 497.590 27.91 8.929.720 76
pusat
Pemerintah
- - - 0
provinsi
Pemerintah
96.460 5.41 96.460 5.41 96.460 5.41 2.060.704 18
daerah
Yayasan 162.625 9.12 162.625 9.12 162.625 9.12 0
Orang tua 971.000 54.46 971.000 54.46 971.000 54.46 0
Lainnya 55.430 3.11 55.430 3.11 55.430 3.11 686.901 6
Jumlah 1.783.105 100 1.783.105 100 1.783.105 100 11.677..325 100
Sumber : Diolah dari Profil Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Bab III : Belajar dari Pengalaman 122


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Grafik 3.96
Sumber Pembiayaan di MTs di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Berdasarkan tabel proporsi biaya satuan dalam prosentase


pada MTs dapat disimpulkan bahwa: 1) Pola perubahan
cenderung statis dari Tahun 2003-2005, tetapi pada Tahun 2006
mengalami perubahan. Hal ini berarti bahwa prosentase sumber
biaya yang diterima oleh MTs baik dari pemerintah pusat, daerah,
yayasan, orang tua, biaya satuan dan lainnya cenderung tetap,
hanya saja pada Tahun 2006 penerimaan difokuskan dari
pemerintah pusat dan lainnya, hal ini disebabkan oleh adanya
program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) 2) Setiap tahun
peranan orang tua memiliki peranan yang sangat peting sekali
bagi pertumbuhan MTs. Hal ini disebabkan bahwa setiap tahun
prosentase penerimaan biaya yang diterima oleh MTs dari orang
tua paling tingi, di susul oleh pemerintah pusat. Tetapi pada Tahun
2006 penerimaan biaya dari 3) keberadaan pemerintah daerah
dalam pemberian dana pada MTs belum optimal setiap tahunnya,
hal ini ditunjang oleh data yang menyatakan bahwa peran serta
pemda hanya sekitar 5,41 % saja. Dengan demikian perlu adanya
kerjasama yang sinergi antara Depag, dinas pendidikan dan
Pemda dalam menata sistem pembiayaan MTs.
Tabel 3.126
Besaran Biaya Sumber Pendidikan SMA di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
Sumber SMA
Jml %
Biaya 2003 % 2004 % 2005 % 2006 %
Pemerintah 18,6
6,772,911 4,823,368 2.41 9,790,270 17.93 2,954,959 5.10 24,341,508 12.78
Pusat 0
Pemerintah
- - - - - - 529,132 0.91 529,132 0.28
provinsi
Pemerintah 37,5
13,661,400 18,453,705 49.13 20,797,619 38.09 24,281,545 41.92 77,194,269 40.54
daerah 2
Yayasan 1,869,320 5,13 3,126,074 8.32 2,790,482 5.11 2,994,180 5.17 10,780,056 5.66
37,3
Orang tua 13,590,893 14,490,056 38.58 19,963,543 36.56 26,297,361 45.40 74,341,853 39.04
2
Lainnya 520,399 1,43 585,997 1.56 1,256,463 2.30 866,948 1.50 3,229,807 1.70

Bab III : Belajar dari Pengalaman 123


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Sumber SMA
Jml %
Biaya 2003 % 2004 % 2005 % 2006 %
Jumlah 36,415,834 100 41,480,252 100 54,599,605 100 57,925,331 100 190,416,625 100
Biaya Satuan
911 - 1,052 - 1,228 - 1,206 - 4,397 -
(Unit Cost)
Sumber: Diolah dari Profil Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Grafik 3.97
Sumber Pembiayaan di SMA di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Dari data yang ada tergambarkan bahwa proporsi biaya


untuk SMA sebagian besar berasal dari masyarakat (Yayasan,
Orang Tua, Lainnya) yakni sebesar Rp. 88,351,716 (46,40%).
Sementara kontribusi dari pemerintah (pusat+daerah+Provinsi)
sebesar Rp.102,064,909 (53,60%). Ini menunjukan bahwa peranan
masyarakat amat signifikan dan dapat disimpulkan bahwa tanpa
partispasi masyarakat pembangunan pendidikan tidak akan
berlangsung dengan optimal.
Tabel 3.127
Besaran Biaya Sumber Pendidikan MA di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
Sumber MA
Jml %
Biaya 2003 % 2004 % 2005 % 2006 %
Pusat 45600 3.99 45600 3.99 45600 3.99 45600 3.99 182400 3.99
Provinsi - - - - - - - - - -
Pemkab 78700 6.89 78700 6.89 78700 6.89 78700 6.89 314800 6.89
Yayasan 366959 32.12 366959 32.12 366959 32.11 366959 32.12 1467836 32.12
OrgTua 574189 50.26 574189 50.26 574189 50.25 574189 50.25 2296756 50.26
Lainnya 77042 6.74 77042 6.74 77042 6.74 77042 6.74 308168 6.74
Jumlah 1,142,493.958 100 1,142,490.000 100 1,142,719.840 100 1,142,592.840 100 4,569,960.000 100
Biaya
3.958 - - - 229.84 0.02 102.84 0.01 336.63 -
Satuan
Sumber: Diolah dari Profil Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Bab III : Belajar dari Pengalaman 124


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Grafik 3.98
Sumber Pembiayaan di MA di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
Mencermati data yang ada tergambarkan bahwa proporsi
biaya untuk MA sebagian besar berasal dari masyarakat (Yayasan,
Orang Tua, Lainnya) yakni sebesar Rp. 4,072,760 (89,12%).
Sementara kontribusi dari pemerintah (pusat+daerah+Provinsi)
sebesar Rp. 497,200 (10,88%). Ini menunjukan bahwa peranan
masyarakat amat signifikan.
Tabel 3.128
Besaran Biaya Sumber Pendidikan SMK di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
SMK
Sumber Biaya Jmh %
2003 2004 2005 2006

Pusat 754970 9.33 742180 6.41 454050 1.54 225068 1.47 2176268 3.38

Provinsi - - - 114210 114210 0.18


33.3
Pemkab 492534 6.09 1948893 16.83 15798115 53.72 3225912 21.04 21465454
3
Yayasan 540064 6.68 885843 7.65 1407673 4.79 1381215 9.01 4214795 6.54
52.9
Orang tua 5995665 74.11 7693615 66.43 10761802 36.59 9643269 62.91 34094351
3
Lainnya 307060 3.80 310330 2.68 986446 3.35 739286 4.82 2343122 3.64
64,408,200 100
Jumlah 8,090,293 100 11,580,861 100 29,408,086 100 15,328,960 100
. %
Jumlah
satuan (Unit 11,944 - - - 1,973.96 - 951.20 - 14869,16 -
Cost)
Sumber: Diolah dari Profil Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Bab III : Belajar dari Pengalaman 125


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Grafik 3.99
Sumber Pembiayaan di SMK di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006

Proporsi biaya untuk SMK sebagian besar berasal dari


masyarakat (Yayasan, Orang Tua, Lainnya) yakni sebesar Rp.
40,652,268 (63,12%). Sementara kontribusi dari pemerintah
(pusat+daerah+Provinsi) sebesar Rp. 23,755,932 (36,88%). Ini
menunjukan bahwa peranan masyarakat amat signifikan dan
dapat disimpulkan bahwa tanpa partispasi masyarakat
pembangunan pendidikan tidak akan berlangsung dengan
optimal.

Bab III : Belajar dari Pengalaman 126


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

BAB IV
ARAH KEBIJAKAN UMUM PENDIDIKAN
KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2008-2025

A. Masalah yang Perlu Dibenahi


1. Pendidikan Formal
Beberapa catatan dari hasil survey menunjukkan bahwa
penyelenggaraan pendidikan di Kabupaten Bandung sampai
Tahun 2007, antara lain:
Pertama, kalau melihat data versi Dinas Pendidikan
Kabupaten Bandung, sesungguhnya ada keberhasilan yang telah
dicapai, umpamanya dalam hal peningkatan angka partisipasi
murni (APM) SD/MI sederajat dari 97,29% pada Tahun 2005 menjadi
97,45% pada Tahun 2006 dan target 2010 adalah 100%;
Meningkatnya APM SMP/MTs sederajat dari 65,07% pada 2005
menjadi 69,38% pada 2006 dan target di 2010 adalah 90%.
Demikian juga APM SMA/SMK sederajat dari 24,95% pada 2005
menjadi 25,36% pada 2006 dan target 2010 adalah 60%. Dilaporkan
juga tentang meningkatnya angka partisipasi kasar (APK) SD/MI
sederajat dari 110,03% pada 2005 menjadi 110,14% pada 2006 dan
target 2010 adalah 120 %. Di samping itu, meningkatnya APK
SMP/MTS sederajat dari 84,32% pada 2005 menjadi 89,12% pada
2006 dan target pada 2010 adalah 100%. Demikian juga
meningkatnya APK SMA/SMK sederajat dari 30,77% pada 2005
menjadi 31,25% pada 2006 dan target pada 2010 menjadi 70%.
Peningkatan RLS (rata-rata lama sekolah) dari 8,26 tahun pada
2005 menjadi 9,53 tahun pada 2006. Lalu meningkatnya AMH
(angka melek hurup) dari 98,23% pada 2005 menjadi 98,26% pada
2006. Target 2010 adalah 99,59%.
Kedua, kenaikan APK/APM dan AM di jalur pendidikan formal
tersebut, jika dilihat sebarannya masih bervariasi di antara masing-
masing wilayah kecamatan; Sehingga pencapaian target wajar
dikdas 9 tahun, yang keadaannya tidak sama. Ada kecamatan
yang hampir mencapai 100% , tetapi ada pula kecamatan yang
kurang dari 70%. Pada jalur pendidikan nonformal pun, masih
rendahnya jumLah warga belajar yang mengikuti layanan program
pendidikan kesetaraan (Paket A, B, dan Paket C); Di samping itu,
masih rendahnya jumlah anak luar biasa (ALB) yang membutuhkan
layanan pendidikan yang setara dengan pendidikan formal;

Bab IV : Arah Kebijakan Umum 115


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Ketiga, di samping keberhasilan tersebut di sisi lain masih


ditemukan ketimpangan dari mutu pendidikan, seperti berikut:
a. Masih tingginya jumlah ruang kelas yang rusak bukan hanya
terjadi di SD/MI dan SMP/MTs, SMA/SMK/MA, termasuk juga
pada Kantor Dinas Pendidikan Kantor Kecamatan, sehingga
Kabupaten Bandung masih menduduki peringkat kedua
terbanyak jumlah sekolah yang rusak di Jawa Barat;
b. Pengadaan, distribusi, penertiban, perbaikan, dan
pemeliharaan tanah, gedung, perabot dan alat peraga
sekolah yang bervariasi, tidak berdasarkan standarisasi.
c. Masih ada tanah dan bangunan sekolah yang digugat
masyarakat lalu disegel oleh pihak-pihak yang mengaku
keluarga dari pemilik sah atas tanah yang dipakai bangunan
sekolah tersebut, sehingga murid-murid terpaksa belajar tidak
semestinya;
d. Masih banyaknya sekolah yang kekurangan buku paket dan
alat peraga edukatif sehingga menyulitkan guru dalam
melaksanakan pembelajaran;
e. Masih lemahnya sistem manajemen SDM guru dan tenaga
pengelola kependidikan, terutama dalam pola rekruitmen,
seleksi, penempatan dan pendistribusian, pembinaan karier,
kesejahteraan dan remunerasi, serta pemberhentian tenaga
guru, kepala sekolah, pengawas sekolah dan tenaga
kependidikan lainnya yang sering keliru;
f. Masih belum meratanya distribusi guru SD di wilayah Kabupaten
Bandung. Jika dilihat dari rasio murid per guru masih terdapat
kelebihan guru di beberapa kecamatan dan kekurangan guru
kecamatan lainnya;
g. Masih kurangnya guru untuk beberapa mata pelajaran, yaitu di
tingkat SLTP dan SLTA kekurangan guru mata pelajaran Bahasa
Indonesia, Matematika dan BP; di tingkat SMU/SMK kekurangan
guru untuk mata pelajaran Matematika, Fisika, Biologi,
Lingkungan Hidup dan BP;
h. Masih banyak guru yang belum sarjana dan relevan dengan
bidang studi yang diajarkannya, sehingga mempersulit dalam
mengembangkan kariernya;
i. Masih rendahnya tingkat kesejahteraan guru dan tenaga
kependidikan lainnya;
j. Kurikulum pendidikan yang terlalu teoritis, kurang praktis, kurang
kontekstual, sehingga kurang memberikan makna yang berarti
bagi bekal kehidupan murid di masa depan, baik yang

Bab IV : Arah Kebijakan Umum 116


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

berkenaan dengan nilai-nilai religius, bekal kecakapan hidup


(life skills), tata pergaulan, budi-pekerti, seni budaya lokal,
kesehatan dan lingkungan hidup, serta aspek-aspek
pembentuk karakter bangsa sering terabaikan;
k. Masih sulitnya mengembangkan Sekolah Kejuruan di daerah
yang berorientasi pada potensi daerah setempat untuk
memenuhi peluang pasar kerja tingkat daerah, nasional
maupun untuk pasar kerja internasional;
l. Masih tingginya angka putus sekolah pada beberapa
kecamatan yang tingkat geografisnya sulit untuk dijangkau,
sehingga turut menyebabkan perilaku destruktif dan gangguan
keamanan dan ketertiban;
m. Masih belum difahaminya tentang perlunya layanan
pendidikan bagi anak-anak yang berkebutuhan khusus, baik
bagi anak karena ketunaan, kenakalan, maupun kebutuhan
khusus lainnya.
n. Masih berkembang anggapan bahwa anak luar biasa
merupakan anak ‘sakit’ sehingga pemberian layanan
pendidikan masih menggunakan pendekatan medis, bukan
melalui pendekatan pendidikan kekhususan;
o. Masih rendahnya perhatian masyarakat dan pemerintah
terhadap pentingnya kelembagaan pendidikan keagamaan,
karena masih tumpang tindih kewenangan dengan instansi
vertikal Departemen Agama. Akibatnya, perkembangan jumlah
dan kualitas lembaga-lembaga pendidikan keagamaan,
khususnya di jalur nonformal masih merana;
p. Pembiayaan dan anggaran penyelenggaraan satuan
pendidikan masih didasarkan pada asumsi-asumsi teoritis, tidak
didasarkan pada perhitungan satuan biaya operasional (SBO)
secara faktual;
q. Mekanisme sistem penganggaran pun tidak didasarkan pada
sistem pemetaan alokasi (budget mapping alocation) untuk
kebutuhan setiap penyelenggaraan satuan program
pendidikan. Sekalipun sudah dibantu dengan adanya BOS,
masih tetap saja belum dapat mengangkat persoalan-
persoalan pembiayaan penyelenggaraan pendidikan pada
tingkat satuan pendidikan;
r. Masih lemahnya kemampuan administratif dan manajerial para
pengelola satuan pendidikan (kepala sekolah, tata usaha
sekolah, pengawas sekolah, dan komite sekolah);

Bab IV : Arah Kebijakan Umum 117


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

s. Partisipasi dunia usaha terhadap pembiayaan program-


program pendidikan yang disalurkan melalui pemerintah masih
rendah. Partisipasi yang baru dilakukan hanya disalurkan sendiri
terhadap lembaga-lembaga ‘binaan’ dunia usaha itu sendiri.
2. Pendidikan Nonformal (PNF)
Berkenaan dengan problema pendidikan di jalur pendidikan
nonformal di Kabupaten Bandung sampai Tahun 2007 masih
ditemukan gambaran bahwa:
a. Eksistensi PNF masih dianggap belum mendapat perhatian yang
profesional dari pemerintah maupun masyarakat dalam sistem
pembangunan daerah, baik berkenaan dengan peraturan
perundangan maupun dukungan anggaran;
b. Upaya memformalkan pendidikan kesetaraan (Paket A, B dan
C) dengan pola pembelajaran, penyelenggaraan ujian yang
harus menunggu waktu ujian dengan sertifikasi/ijasah yang
mengikuti pola pendidikan formal, turut merugikan dan
menyurutkan minat masyarakat untuk mengikuti program
pendidikan kesetaraan;
c. Kurikulum dan proses pembelajaran keaksaraan masih belum
benar-benar berdasarkan kebutuhan nyata masyarakat,
sehingga hasil pembelajaran yang diberikan pada warga
belajar belum fungsional dalam meningkatkan taraf hidup
masyarakat;
d. Masih terbatasnya jumlah dan mutu tenaga profesional pada
instansi PNF mulai tingkat kabupaten sampai ke tingkat desa
dalam mengelola, mengembangkan dan melembagakan PNF;
e. Masih terbatasnya sarana dan prasarana edukatif PNF baik
yang menunjang penyelenggaraan maupun proses
pembelajaran PNF dalam rangka memperluas kesempatan,
peningkatan mutu dan relevansi hasil program PNF dengan
kebutuhan pembangunan daerah;
f. Terselenggaranya kegiatan PNF di lapangan masih
mengandalkan tenaga sukarela yang tidak ada kaitan
struktural dengan pemerintah sehingga tidak ada jaminan
kesinambungan pelaksanaan program PNF;
g. Perhatian dan pengembangan pendidikan kesetaraan jender,
pemberdayaan wanita dan sebagai ibu rumah tangga yang
turut menopang ekonomi keluarga, dan kader-kader wanita
pelayan pembangunan masyarakat di pedesaan, masih relatif
sangat rendah; Pada beberapa daerah tertentu di Kabupaten

Bab IV : Arah Kebijakan Umum 118


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Bandung, masih ada budaya yang berpandangan bahwa


perempuan tidak diwajibkan untuk sekolah lebih tinggi
dibanding laki-laki. Hal tersebut menyebabkan satu
kesenjangan tingkat pendidikan antara laki-laki dengan
perempuan;
h. Masih belum terjadinya koordinasi yang terpadu antara Dinas
Pendidikan dan Dinas Tenaga Kerja, terhadap Lembaga
Latihan Luar Sekolah (LLLS) dan LKK (Latihan Keterampilan Kerja)
sehingga kedua jenis lembaga tersebut kurang berkembang;
i. Masih rendahnya jumlah, sebaran pelayanan perpustakaan
masyarakat, taman bacaan masyarakat, dan pusat-pusat
kegiatan belajar masyarakat (PKBM) sebagai media dan
sumber belajar dan pembelajaran masyarakat;
j. Masih rendahnya pelayanan pendidikan kepemudaan, baik
yang menyangkut pelayanan pendidikan kepribadian, budi
pekerti, kecakapan hidup, maupun yang bersifat kebangsaan.
Kesepuluh problema tersebut, dapat kita nyatakan bahwa
sasaran PLS merupakan sasaran yang sangat besar dan multi
segmen. Peserta didik dalam program PLS merentang mulai
penduduk usia dini hingga penduduk lanjut usia, dari mulai putus
sekolah hingga mereka yang berkeinginan untuk meningkatkan
pengetahuan, keterampilan praktis untuk bekerja dan memperoleh
penghasilan. Dengan kata lain, garapan pendidikan luar sekolah
melebihi garapan pendidikan sekolah dengan latar belakang dan
segmen masyarakat yang beragam. Berdasarkan pemikiran
tersebut maka pada era baru ke depan, PLS perlu terus dibina dan
dikembangkan agar memiliki peran yang sama pentingnya
dengan pendidikan sekolah dalam mengembangkan kualitas SDM.
Untuk itu PLS perlu ditata dan dikembangkan sehingga menjadi
komponen yang integral, saling membangun dan saling
melengkapi dengan komponen persekolahan.
3. Pendidikan Informal
Masyarakat belum begitu memahami tentang eksistensi
pendidikan informal yang telah dijamin oleh undang-undang,
sehingga layanan pendidikan informal masih dianggap tidak
penting bagi pendidikan anak. Di samping itu, pemerintah pun,
baik pemerintah pusat, provinsi, maupun pemerintah kabupaten
belum dapat merumuskan peraturan perudang-undangan
termasuk pedoman penyelenggaraan pendidikan informal bagi
masyarakat. Sehingga, kecenderungan pendidikan informal yang
berkembang sekarang ini lebih mirip layanan pendidikan nonformal

Bab IV : Arah Kebijakan Umum 119


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

yang diselenggarakan oleh keluarga yang tidak percaya dengan


pendidikan formal maupun nonformal.
4. Administrasi dan Manajemen
Berita-berita keprihatinan terkait dunia pendidikan di atas,
mau tidak mau seolah menafikan keberhasilan sisi lainnya di sektor
pendidikan di Kabupaten Bandung. Jika pada Tahun 2008 secara
nasional termasuk Kabupaten Bandung harus tuntas madia yang
dicirikan dengan APM antara 86-90% dan APK mencapai angka
98%, maka Kabupaten Bandung harus mengejar point standar
tersebut dalam kurun waktu yang tersisa tinggal 1 tahun berjalan.
Problema-problema pokok dalam aspek manajerial
kelembagaan berkaitan dengan:
Pertama, perencanaan pembangunan pendidikan masih
bersifat terpusat dan belum komprehensif. Pendidikan hanya
dipandang sebagai sekolah. Padahal, jenis-jenis kelembagaan
satuan pendidikan yang sering terabaikan dan banyak berperan
ialah lembaga satuan pendidikan luar biasa, luar sekolah
(nonformal), dan keagamaan. Hal ini disebabkan oleh masih
lemahnya kapasitas pemahaman, apresiasi dan keterampilan dari
aparat pemerintah dan masyarakat tentang karakteristik
kelembagaan pendidikan pada setiap jalur, jenjang dan jenis-jenis
kelembagaan satuan pendidikan. Sehingga menyebabkan pula
kurangnya perhatian pemerintah terutama dalam sistem
penganggaran dan pembinaannya;
Kedua, elemen-elemen penopang pelaksanaan kebijakan
otonomi manajemen pemerintahan berdasarkan UU.No.32/2004
belum memberikan keleluasaan penuh dalam manajemen
pembangunan pendidikan di Kabupaten Bandung. Struktur
Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) setiap SKPD masih berubah-ubah,
kurang berorientasi pada tugas, fungsi dan tujuan. Sehingga
otoritas dan kewenangan dalam melaksanakan pembinaan
pendidikan pun sering tumpang tindih, baik di lingkungan instansi
horizontal (beberapa SKPD seperti Bidang Kesejahteraan Rakyat,
Dinas Pendidikan, Dinas Tenaga Kerja, Badan Diklat, serta SKPD
lainnya yang menyelenggarakan satuan pendidikan), maupun
dengan instansi vertikal (Departemen teknis seperti halnya
Departemen Agama dan departemen lain yang
menyelenggarakan pendidikan).
Ketiga, masih lemahnya sistem pengawasan mutu
pendidikan, baik yang menyangkut kerangka acuan dan instrumen
yang yang digunakan, maupun dalam aspek prosedur

Bab IV : Arah Kebijakan Umum 120


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

pelaksanaannya. Sistem pengawasan yang dilakukan cenderung


bersifat administratif, temporer, dan kurang berkelanjutan, bahkan
lebih mengarah pada pelaksanaan pola-pola pengawasan
pembangunan di bidang di luar kependidikan yang lebih bersifat
mencari-cari kesalahan. Sehingga membuat ketidaknyamanan
dalam melaksanakan tugas-tugas pengelolaan dalam pendidikan;
Keempat, masih lemahnya sistem evaluasi pendidikan, baik
evaluasi hasil belajar maupun evaluasi program, sehingga sering
diintervensi oleh pemerintah provinsi dan pemerintah pusat.
Kebijakan UAN yang merugikan peserta didik merupakan bukti
masih adanya ketidakpercayaan pemerintah pusat terhadap
pemerintah daerah dalam penyelenggaraan evaluasi pendidikan.
Kelima, bahwa data tentang pendidikan, kesehatan dan
perekonomian (mulai input, proses, dan output) di Kabupaten
Bandung juga sangat miskin. Masih sering ditemukan data
pendidikan yang kurang terintegrasi secara terpadu, banyak
versinya, ada versi pemerintah pusat, ada versi pemerintah provinsi,
dan ada versi pemerintah kabupaten. Di lingkungan pemerintah
Kabupaten Bandung pun, ada data versi Dinas Pendidikan, versi
Dinas Kependudukan, versi Dinas Tenaga Kerja, dan versi Badan
Perencana Daerah (Bapeda). Di samping itu, akses masyarakat
dan pemerintah untuk mendapatkan data yang akurat sangat sulit
didapat. Sehingga setiap kebijakan tentang pembangunan
pendidikan kurang menyentuh permasalahan sebenarnya.
Di samping itu, komitmen “ragu-ragu” terhadap amanat
Forum Pendidikan Dunia (Dakar, Sinegal 26-28 April 2000) tentang
Education for All (EFA) atau Pendidikan Untuk Semua (PUS) yang
meminta pemerintah di seantero negara agar memastikan bahwa
tujuan-tujuan PUS dapat tercapai pada Tahun 2015, disadari atau
tidak turut menyebabkan munculnya problema-problema
pendidikan di Kabupaten Bandung. Problema-problema itu
semakin memilukan bila melihat pendidikan di desa-desa terpencil.
Namun itulah kenyataannya, hal-hal yang sudah dapat
dikatakan ada kemajuan tersebut telah menurunkan ‘citra’ para
pengelola pendidikan di mata publik. “Karena nila setitik rusak susu
sebelanga”, citra yang baik begitu saja tenggelam karena satu
kekurangan/keteledoran dalam aspek tata kelola.
Dari gambaran di atas, kebijakan tentang (1) pemerataan
dan perluasan akses pendidikan, (2) peningkatan mutu, relevansi
dan daya saing, (3) peningkatan kualitas tata kelola, akuntabilitas
dan pencitraan publik, hanya sekedar komoditas politik, dan

Bab IV : Arah Kebijakan Umum 121


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

kalaupun dipaksakan dengan setengah-setengah, tetap akan


‘berjalan di tempat’.
Sebenarnya kebijakan yang ke-3 itulah akar
permasalahannya. Karena salah satu diantaranya tak pernah
(sedikit) dijamah, yaitu meningkatkan efisiensi dan efektifitas
manajemen (tata kelola). Saya menganggap bahwa bila
kebijakan keempat ini memperoleh perhatian serius, maka ketiga
kebijakan lainnya akan dapat diselenggarakan dengan baik.
Perlu diketahui bahwa organisasi kependidikan yang dikelola
oleh bukan instansi Pemerintah, adalah wadah kegiatan yang
dibentuk oleh masyarakat, dari masyarakat dan untuk masyarakat.
Pemerintah hanya memberikan bantuan berbentuk “Technical
Assistance” yang pelakunya adalah Pengawas/Penilik dan atau
Tenaga Lapangan Dikmas (TLD), dan mungkin juga bantuan lain
yang berupa barang dan atau dana. Bila unit kerja operasional
yang menyusun rencana, maka pemimpin unit kerja tersebut perlu
dibekali dengan kemampuan untuk menyusun rencana, dan
mengelola unit kerjanya dengan semestinya.
Di samping keenam problema dalam manajemen
pendidikan di Kabupaten Bandung, perlu diperhatikan dua kondisi
sosial yang sangat berpengaruh terhadap pembangunan
pendidikan di Kabupaten Bandung, yaitu:
Pertama, kondisi umum kehidupan masyarakat Kabupaten
Bandung dari sisi kesehatannya sangat memprihatinkan. Persoalan
gizi buruk, tingginya AKI (angka kematian ibu) dan AKB (angka
kematian bayi), penyakit lama yang menghinggapi masyarakat,
menjangkitnya penyakit baru seperti HIV AIDS, Flu Burung, serta
penyakit endemis lainnya. Jumlah yang rawan terkena penyakit
juga bisa jadi masih akan bertambah jika melihat masih banyaknya
jumlah keluarga yang tinggal di rumah tidak layak huni dan masih
banyaknya keluarga miskin (Gakin).
Kedua, daya beli masyarakat yang masih rendah. Disadari
atau tidak, sekalipun komoditi perekonomian masyarakat semakin
sempit, karena terdesak usaha-usaha konglomerasi kaum ‘borjuis’,
tetapi pada saat masyarakat Kabupaten Bandung dilanda krisis
ekonomi, golongan merekalah yang paling dapat bertahan hidup.
Persoalannya ialah, seberapa besar tingkat perhatian pemerintah
daerah terhadap golongan masyarakat seperti itu. Kebijakan-
kebijakan perekonomian khususnya yang menyangkut
perlindungan dan pengembangan usaha-usaha kecil dan
menengah sering digulirkan, namun kebijakan tersebut sering
tergeser oleh kebijakan subsidi terhadap kaum pemilik modal yang

Bab IV : Arah Kebijakan Umum 122


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

nyata-nyatanya telah meluluhlantahkan sistem perekonomian


nasional, sehingga kebijakan terhadap pengembangan usaha
kecil dan menengah ini sering dituding sebagai kebijakan “lain di
mulut lain di hati”.
Ketiga, diakui atau tidak bahwa dalam melaksanakan
pembangunan pendidikan di Kabupaten Bandung terkadang
masih ditemukan fakta yang saling bertentangan antara dimensi
konsumtif dengan dimensi investatif. Dimensi konsumtif berkaitan
dengan kebutuhan untuk memproduksi barang dan jasa,
sedangkan dimensi investatif berkenaan dengan kebutuhan untuk
menciptakan kemampuan menghasilkan barang dan jasa di masa
depan. Pilihan terhadap kedua tujuan tersebut pada
kenyataannya harus melalui ‘debat politik’ dan pertimbangan-
pertimbangan politis dan ekonomis. Pertimbangan politis
didasarkan kepada tujuan masyarakat secara menyeluruh, dan
pertimbangan ekonomis didasarkan pada kemampuan fiskal
otoritas penentu anggaran pembangunan daerah.
Apabila Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung betul-betul
ingin mengelola sistem pendidikan dengan sebaik-baiknya, maka
status atau fungsi pengelola pendidikan di setiap jenjang, jalur dan
jenis pendidikan yang ada di lingkungan pemerintahan kabupaten
memerlukan perangkat hukum dan perundang-undangan yang
dapat memberikan keleluasaan untuk merubah pola pikir, apresiasi,
dan kebiasaan dalam mengelola pendidikan yang lebih akuntabel.
Sehingga, mengelola sistem pendidikan yang dilakukan baik oleh
SKPD (Dinas Pendidikan) maupun unit kerja yang ditugasi (Satuan
Pendidikan) terutama pada jalur pendidikan formal, non formal
dan informal berada dalam satuan sistem tata kelola, bukannya
terpisah seperti yang sekarang ini.
Investasi dalam bidang pendidikan secara dini akan
menjamin terwujudnya pemenuhan hak asasi manusia,
meningkatnya kualitas SDM, pertumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan, terwujudnya masyarakat sejahtera, mempunyai
kemampuan mengelola teknologi, mempunyai keunggulan
kompetitif yang tinggi, dan menjamin kelangsungan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

B. Tantangan ke Depan
Globalisasi dalam tatanan kehidupan masyarakat
Kabupaten Bandung pengaruhnya sungguh luar biasa, seluruh
tatanan hidup dan kehidupan masyarakat berubah ke arah yang

Bab IV : Arah Kebijakan Umum 123


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

tidak menentu. Secara tidak disadari, globalisasi bukan saja


membawa kehidupan masyarakat ke arah persaingan yang begitu
berat, tetapi juga telah melunturkan sendi-sendi keimanannya.
Pengaruh yang paling berbahaya dari pengaruh globalisasi
bagi masyarakat kabupaten Bandung ialah lunturnya keimanan
sebagai masyarakat yang agamis. Terjadinya dekadensi moral
atau penurunan budi pekerti (akhlakul karimah) di kalangan anak-
anak dan kelompok pemuda sebaya, maraknya penyalahgunaan
narkoba, meningkatnya kriminalitas di kalangan remaja serta
meningkatnya jumlah anak jalanan dan anak terlantar,
meningkatnya keluarga miskin, meningkatnya angka putus sekolah
dan angka mengulang, meningkatnya wanita tuna susila, dan
derajat kesehatan masyarakat yang buruk, turut mempengaruhi
kualitas kehidupan dan jati diri sebagai manusia hati, manusia
rasional, dan manusia spiritual, yang mengemban amanat
kelangsungan peradaban masyarakat Kabupaten Bandung di
masa depan.
Misalnya, berkenaan dengan rendahnya kemampuan anak
dalam mengikuti pendidikan lebih lanjut, lulusan yang tidak
diterima di dunia kerja, moral dan budi pekerti yang ‘amburadul’,
sehingga setelah masuk dunia kerja pun bukan menunjukkan
kinerja yang dapat memperbaiki proses-proses pembangunan,
malahan terbawa arus, bahkan lebih korup dibanding para
pendahulunya. Bagaimana mungkin proses pembangunan dapat
menghasilkan tujuan dengan efektif dan efisien bila para pengelola
pembangunan sendiri dalam keadaan tidak dapat memberikan
keteladanan. Sekalipun visi, misi, prinsip, tujuan, strategi, program
pembangunan dirumuskan dengan sangat hebat, namun tidak
ada maknanya manakala para pengelolanya dihasilkan dari
lulusan-lulusan pendidikan yang tidak berkualitas. Apabila proses-
proses pembangunan pendidikan dilaksanakan seperti itu terus-
menerus, maka bangsa ini selamanya tidak akan mendapat
hidayah untuk bangkit menuju kehidupan yang lebih baik. Bahkan
akan hancur sebagaimana bangsa-bangsa terdahulu yang
‘durhaka’ terhadap Alloh SWT.
Gambaran di atas bukan hanya sekedar cerita, bahwa
permasalahan mendasar bagi pemerintah dan masyarakat
Kabupaten Bandung dalam pengembangan sumber daya
manusia (SDM) sekarang ini ialah bagaimana mendayagunakan
segala potensi yang dimiliki untuk mencapai berbagai tujuan hidup
dan kehidupan yang dicita-citakan. Potensi-potensi tersebut terdiri
dari para tenaga kerja, modal, teknologi dan sumber-sumber alam

Bab IV : Arah Kebijakan Umum 124


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

lainnya. Tenaga kerja dapat dikategorikan menurut pengetahuan,


kemampuan dan keterampilannya, dan sumber-sumber lainnya
dapat dikategorikan menurut jumlah dan tingkatan kualitasnya.
Di samping itu, disadari pula bahwa dalam peranan
pembangunan sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) yang berkecimpung dalam dunia internasional,
pembangunan SDM di Kabupaten Bandung pun tidak terlepas dari
kebijakan pembangunan nasional maupun regional (provinsi). Dan
telah menjadi kesepakatan pula bahwa penyelenggaraan
pendidikan di daerah merupakan tanggung jawab bersama
antara pihak orang tua, masyarakat, dan pemerintah kabupaten.
Dengan demikian, dalam rangka upaya pencapaian target
IPM berikutnya perlu dilakukan upaya-upaya yang lebih terfokus
pada pencapaian komponen-komponen pembentuknya yaitu
indeks pendidikan, dengan merujuk pada:
Pertama, amanat Pembukaan UUD 1945, yaitu: “Kemudian
daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia
yang melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial, …dan teknologi, seni dan budaya, demi
meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat
manusia”. Kemudian, pada pasal 31 ayat (1) mengamanatkan
pula bahwa: “Setiap warga negara berhak mendapat
pendidikan”, pasal 31 ayat (2): “Setiap warga negara wajib
mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”.
Pasal 31 ayat (3): “Pemerintah mengusahakan dan
menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang
meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan
undang-undang”. Pasal 31 ayat (4): “Negara memprioritaskan
anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran
pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan
dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan
pendidikan nasional”.
Kedua, amanat UU.No.20/2003 Bab II pasal 3, yang
menegaskan bahwa “Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang

Bab IV : Arah Kebijakan Umum 125


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, berakhlaq mulia,


sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara
yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Ketiga, deklarasi Hak Asasi Manusia (HAM), mengamanatkan
bahwa: “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh
dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan
dan diskriminasi”. Pasal 28C ayat 1: “Setiap orang berhak
mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya,
berhak mendapat pendidikan dan manfaat dari ilmu
pengetahuan.
Keempat, amanat Kerangka Aksi Dakkar (KAD) tentang
‘Pendidikan Untuk Semua’ (PUS), yang harus diupayakan oleh
bangsa-bangsa di dunia, yaitu:
(1) Memperluas dan memperbaiki keseluruhan perawatan dan
pendidikan anak dini usia, terutama bagi anak-anak yang
sangat rawan dan kurang beruntung;
(2) Menjamin bahwa menjelang Tahun 2015 semua anak,
khususnya anak perempuan, anak-anak dalam keadaan sulit
dan mereka yang termasuk minoritas etnik, mempunyai akses
dan menyelesaikan pendidikan dasar yang bebas dan wajib
dengan kualitas baik;
(3) Menjamin bahwa kebutuhan belajar semua manusia muda dan
orang dewasa terpenuhi melalui akses yang adil pada program-
program belajar dan kecakapan hidup (life skills) yang sesuai;
(4) Mencapai perbaikan 50% pada tingkat keniraksaraan orang
dewasa menjelang Tahun 2015, terutama bagi kaum
perempuan, dan akses yang adil pada pendidikan dasar dan
berkelanjutan bagi semua orang dewasa;
(5) Menghapus disparitas gender dalam pendidikan dasar dan
menengah menjelang Tahun 2005 dan mencapai persamaan
gender dalam pendidikan menjelang tahun 2015 dengan suatu
fokus jaminan bagi perempuan atas akses penuh dalam
pendidikan dengan kualitas yang baik;
(6) Memperbaiki semua aspek kualitas pendidikan dan menjamin
keunggulannya, sehingga hasil-hasil belajar yang diakui dan
terukur dapat diraih oleh semua, terutama dalam keaksaraan,
angka dan kecakapan hidup (life skills) yang penting
Kelima, amanat masyarakat Kabupaten Bandung
sebagaimana yang dirumuskan dalam visi dan misi pembangunan
daerah, yaitu ingin mewujudkan “masyarakat Kabupaten Bandung
yang repeh, rapih, kertaraharja melalui akselerasi pembangunan

Bab IV : Arah Kebijakan Umum 126


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

partisipatif yang berbasis religius, kultural dan berwawasan


lingkungan dengan berorientasi pada peningkatan kinerja
pembangunan desa”. Visi tersebut ingin diupayakan melalui lima
butir misi pembangunan, yaitu: (1) Peningkatan pemahaman nilai-
nilai luhur agama dan budaya serta penerapannya dalam
kehidupan bermasyarakat dan berpemerintahan; (2) Peningkatan
akses masyarakat terhadap pendidikan yang berkualitas melalui
peningkatan kualitas pelayanan pendidikan, peningkatan
kualitas dan kesejahteraan tenaga kependidikan, peningkatan
sarana/prasarana pendidikan dan penuntasan wajar dikdas 9
tahun; (3) Peningkatan perekonomian daerah, melalui
pemberdayaan ekonomi masyarakat (UMKM), revitalisasi pertanian,
pengembangan industri manufaktur dan pengembangan iklim
usaha yang kondusif; (4) Peningkatan derajat kesehatan
masyarakat, melalui peningkatan kesadaran budaya sehat,
peningkatan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan
yang berkualitas, peningkatan sarana/prasarana kesehatan, dan
perbaikan gizi masyarakat; dan (5) Peningkatan ketersediaan dan
kualitas infrastruktur sebagai upaya mendukung percepatan
pembangunan, peningkatan keterpaduan pemanfaatan ruang
kota dan pusat pertumbuhan, peningkatan gairah investasi serta
aktivitas ekonomi lainnya.
Keenam, keinginan mencapai target IPM sampai 80%
merupakan sesuatu yang berat, sangat memerlukan komitmen dan
keberanian politik yang sungguh-sunggung antara Pemerintah
Kabupaten dan DPRD), untuk memberi peluang dan keleluasaan
untuk menyiapkan SDM yang memadai, terutama yang berkenaan
dengan pola hidup, lingkungan dan pelayanan yang sehat,
tumbuh-kembang anak secara dini, perlindungan anak dari
eksploitasi dan kekerasan, penanggulangan HIV-AIDS, serta
pelayanan pendidikan yang bermakna bagi kehidupan keluarga,
masyarakat dan negara.

C. Sumber Daya Manusia (SDM) yang Dibutuhkan


Keenam amanat sebagaimana dijelaskan di atas, diperlukan
kerja keras semua pihak, terutama terhadap program-program
yang memiliki kontribusi besar terhadap Indeks Pendidikan harus
benar-benar dioptimalkan untuk mengejar ketimpangan antara
target dengan realisasinya. Untuk sampai pada kondisi tersebut
memerlukan dukungan potensi insan-insan yang memiliki
kemampuan untuk berkiprah pada jaman tertentu yang sesuai

Bab IV : Arah Kebijakan Umum 127


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

dengan gambaran kondisi yang dicita-citakan masyarakat


Kabupaten Bandung di masa depan.
Secara teoritis, untuk melihat gambaran masyarakat yang
dicita-citakan oleh Pemerintah Kabupaten Bandung, sebaiknya
merujuk konsep yang pernah diilustrasi Hartanto (lihat: Mengelola
Perubahan di Era Pengetahuan, 1999).
Hartanto menganalisis kondisi masyarakat yang dimulai dari
kondisi apa yang disebutnya masyarakat peramu sampai pada
akhirnya menjadi masyarakat pengetahuan. Pada kondisi
masyarakat peramu, untuk kelangsungan hidupnya cukup hanya
mengandalkan daya tahan fisik dan naluri. Pada masyarakat
pertanian tujuan hidupnya hanya untuk kebutuhan fisiologik dan
cukup dengan mengandalkan kemampuan dan energi fisik. Pada
masyarakat industri, masih berorientasi pada kebutuhan fisiologi
dari orde yang sedikit lebih meningkat, dan cukup hanya
mengandalkan keterampilan dan kecekatan dalam bekerja. Pada
masyarakat pelayanan, orientasi kehidupan sudah mengarah
pada kebutuhan hidup yang nyaman, dan cukup hanya
mengandalkan kemampuan bekerja secara cerdas. Dan pada
masyarakat golongan terakhir yaitu masyarakat berpengetahuan,
orientasi hidupnya sudah berada pada tingkatan yang lebih tinggi,
yaitu kehidupan yang harus serba bermakna, dan tidak cukup
hanya mengandalkan berbagai kemampuan dan keterampilan
pada masyarakat-masyarakat sebelumnya, tetapi harus dibarengi
dengan kemampuan bekerja sama dengan orang lain secara
cerdas.

DAYA TAHAN FISIK MASYARAKAT KELANGSUNGAN


DAN NALURI

KEMAMPUAN DAN MASYARAKAT KEBUTUHAN


ENERGI FISIK PERTANIAN FISIOLOGIK

KETERAMPILAN DAN MASYARAKAT KEBUTUHAN FISIK


KECEKATAN KERJA INDUSTRI DARI ORDE LEBIH
TINGGI

KEMAMPUAN MASYARAKAT KEHIDUPAN YANG


BEKERJA CERDAS PELAYANAN NYAMAN

KEMAMPUAN MASYARAKAT KEHIDUPAN YANG


BEKERJA SAMA PENGETAHUAN BERMAKNA
CERDAS
Hartanto, Mengelola Perubahan di Era Pengetahuan, 1999

Gambar 4.1

Bab IV : Arah Kebijakan Umum 128


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Gambaran Kondisi Masyarakat yang Dicita-citakan

Gambaran masyarakat seperti yang dikemukakan Hartanto


tadi, pada dasarnya berkenaan dengan aspek-aspek kehidupan
yang hakiki, yaitu aspek perilaku (psiko-sosial), budaya dan politik,
serta mata pencaharian. Ketiga aspek tersebut saling
mempengaruhi sehingga akan berpengaruh pula terhadap tingkat
kesiapan masyarakat untuk dapat menyesuaikan diri dalam
persaingan global.
Merujuk pada makna dasar dan dimensi yang hakiki
kehidupan masyarakat, maka tidak ada pilihan lain bagi
masyarakat dan Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung untuk
secepatnya mempersiapkan kondisi masyarakat yang diinginkan
tersebut, sehingga akan muncul kondisi masyarakat yang serba
siap dalam menghadapi segala tantangan kehidupan di masa
depan.
Masyarakat Kabupaten Bandung yang serba siap tersebut,
dapat diamati dari indikator-indikator sebagai berikut:
(1) Besarnya Rasa memiliki dari warga masyarakat Kabupaten
Bandung (termasuk kelembagaannya) terhadap program-
program yang dirancang atau diluncurkan oleh pemerintah,
baik pemerintah kabupaten dan pemerintah provinsi, maupun
pemerintah pusat;
(2) Kepercayaan diri yang mapan dari masyarakat dan pemerintah
Kabupaten Bandung terhadap potensi, sumber daya dan
kemampuan untuk membangun diri, masyarakat, bangsa dan
negaranya.
(3) Besarnya Kemandirian atau keswadayaan masyarakat
Kabupaten Bandung baik sebagai penggagas, pelaksana
maupun pemanfaat hasil-hasil pembangunan;
Untuk meraih kondisi masyarakat yang dicita-citakan tersebut
diperlukan SDM yang memiliki ketangguhan dalam keilmuan,
keimanan, dan perilaku shaleh, baik secara pribadi maupun sosial.
Keshalehan pribadi dan keshalehan sosial dibentuk dari
keseimbangan antara ilmu, iman dan amal seseorang, yang
diwujudkan dalam bentuk perilaku. Insan-insan yang shaleh ini
sangat diperlukan, bukan hanya sekedar untuk kepentingan politik
dalam mendongkrak IPM, tetapi yang lebih utama adalah
membentuk ‘kader-kader tenaga pembangunan’ yang siap
‘berjihad’ membangun kembali masyarakat dan bangsanya untuk
bangkit dari keterpurukan.

Bab IV : Arah Kebijakan Umum 129


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Dimensi-dimensi keshalehan pribadi seseorang mencakup


shaleh dalam aqidah, ibadah, ahlak, dan keluarga. Keshalehan
dalam aqidah adalah jiwa yang berwujud dalam motivasi untuk
hidup lebih baik, dan semangat kejuangan ke arah yang lebih
bermakna. Keshalehan dalam ibadah merupakan konsistensi
terhadap tujuan hidup yang berwujud dalam disiplin, komitmen,
kekeluargaan, dan kemasyarakatan. Keshalehan dalam akhlak
ialah perilaku sehari-hari sebagai perwujudan dari aqidah dan
ibadah. Dan kesalehan dalam keluarga merupakan perwujudan
dari ketiganya (Solihin Abu Izzudin, Zero to Hero, 2006).
Potret individu yang memiliki keshalehan pribadi ialah orang-
orang yang: (1) Suka mengajak kebaikan kepada orang lain,
dengan contoh, teladan dan fasilitasi terhadap orang lain; (2)
Berorientasi sebagai pemberi kontribusi, bukan sebagai peminta-
minta; (3) Lapang dada terhadap perbedaan dan keragaman; (4)
Respek terhadap keunikan orang lain.
Sedangkan potret individu yang memiliki keshalehan sosial
ialah:
a. Orang yang paling kokoh sikapnya (atsbatuhum mauqiifan),
mencakup kekokohan dalam: maknawiyah, fikriyah, da’awiyah,
jasadiyah, dan kemandirian finansial;
b. Orang yang paling lapang dadanya (arhabuhum shadran),
mengandung arti mampu menahan diri dan emosi ketika
marah, menguasai keadaan, selalu berfikir positif dan
mendoakan orang lain pada kebaikan, lapang dada dengan
kebodohan orang lain, tidak mudah menyalahkan, tetapi
membimbing dan mengarahkan, dan selalu berharap pada
kebaikan;
c. Orang yang paling dalam pemikirannya (a’maquhum fikran),
berfikir alternatif dan berbeda sehingga menghasilkan solusi
yang cerdas, memandang persoalan tidak dari kulitnya, tetapi
mendalami hingga ke akarnya, berfikir visioner jauh ke depan,
di luar ruang, lebih cepat dan lebih cerdas dari masanya,
menggunakan momentum keburukan untuk dijadikan
kebaikan, mengasah pengalaman dan penderitaan untuk
melahirkan sikap bijak dan empati, sensitif, luwes dan antisipatif;
d. Orang yang paling luas cara pandangnya (aus’uhum
nazharan), belajar sepanjang hayat secara serius dalam
menguatkan spesialisasinya, mau menekuni sebuah keahlian
sebagai amal unggulan, melakukan pembelajaran agar ahli di
bidang yang ditekuninya, menghasilkan karya sebagai bukti

Bab IV : Arah Kebijakan Umum 130


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

meski sederhana, mau belajar menguasai ilmu kontemporer


untuk menguatkan dan mengembangkan ilmu yang
ditekuninya, mampu menghubungkan data global menjadi
sebuah kekuatan, bersiap selalu agar mampu berpindah dari
suatu keadaan ke keadaan lain dengan keahlian-keahlian
yang dimilikinya, dan mampu bekerjasama untuk
memberdayakan potensi dirinya;
e. Orang yang paling rajin amal-amalannya (ansyatuhum
‘amalan), berdisiplin tinggi, bersemangat, konsisten, kontinyu,
pantang menyerah, dan berusaha memberikan yang terbaik
bagi orang lain;
f. Orang yang paling solid penataan organisasinya (aslabuhum
tanzhiman), rajin membangun rasa kebersamaan
(cohesiveness) dan memunculkan gerakan kolektif (collective
movement), selalu berpartisipasi pada kepentingan bersama
sebab kontribusi yang paling besar ialah partisipasi;
g. Orang yang paling banyak manfaatnya (aktsaruhum naf’an),
berfikir, bertindak dan berkarya menghasilkan manfaat bukan
saja bagi dirinya pribadi tetapi bermanfaat bagi orang lain,
seperti halnya pepatah lama, “gajah mati meninggalkan
gading, harimau mati meninggalkan belang”, manusia mati
meninggalkan amal shaleh yang bermanfaat bagi sesamanya.
Keshalehan pribadi dan keshalehan sosial akan tercermin
dalam kehidupan keluarga, karena keluarga merupakan wujud
konkrit unit organisasi masyarakat yang paling sederhana, tetapi
memiliki kekuatan pengaruh yang sangat besar. Keluarga yang
shaleh merupakan keluarga dambaan setiap orang. Keluarga yang
memiliki keshalehan pribadi dan keshalehan sosial merupakan
tiang-tiang yang kokoh masyarakat dan bangsanya. Karena itu,
bangsa yang berkualitas terdiri dari golongan masyarakat yang
berkualitas, dan masyarakat yang berkualitas merupakan
kumpulan keluarga-keluarga yang shaleh, dan keluarga yang
berkualitas terdiri dari individu-individu yang memiliki keshalehan
pribadi dan keshalehan sosial.

D. Tujuan dan Arah Kebijakan Pendidikan


Pendidikan pada hakikatnya berlangsung seumur hidup, dari
sejak dalam kandungan, kemudian melalui seluruh proses dan
siklus kehidupan manusia. Oleh karenanya secara hakiki
pembangunan pendidikan merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dalam upaya pembangunan manusia. Upaya-upaya

Bab IV : Arah Kebijakan Umum 131


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

pembangunan di bidang pendidikan pada dasarnya diarahkan


untuk mewujudkan kesejahteraan manusia itu sendiri. Dalam
kontek kehidupan berbangsa dan bernegara pembangunan
pendidikan merupakan wahana dan alat untuk mencerdaskan
dan mensejahterakan kehidupan warga negara.
Karena pendidikan merupakan hak setiap warga negara,
maka di dalamnya mengandung makna bahwa pemberian
layanan pendidikan kepada individu, masyarakat, dan warga
Negara adalah tanggungjawab bersama antara pemerintah,
masyarakat dan keluarga. Karena itu manajemen sistem
pembangunan pendidikan harus didesain dan dilaksanakan secara
terpadu dan diarahkan pada peningkatan akses pelayanan yang
seluas-luasnya bagi warga masyarakat, bermutu, efektif dan efisien
dari perspektif manajemn.
Pemerintah Kabupaten Bandung memiliki tugas dalam
memberikan pelayanan pembangunan pendidikan bagi warganya
sebagai hak warga yang harus dipenuhi dalam pelayanan
pemerintahan. Visi Kabupaten Bandung yaitu gemah ripah
lohjinawi, repeh rapih kertaraharja secara etis merupakan
kehendak, harapan, komitmen yang menjadi arah kolektif
pemerintah bersama seluruh warga Kabupaten Bandung dalam
mencapai tujuan pembangunnya.
Demikian pula bahwa pembangunan pendidikan
merupakan fondasi pertama dan utama untuk pelaksanaan
pembangunan Kabupaten Bandung dalam berbagai bidang
lainnya. Pembangunan pendidikan merupakan dasar bagi
pembangunan bidang-bidang lainnya mengingat secara hakiki
upaya pembangunan pendidikan adalah untuk membangun
potensi manusianya yang kelak akan menjadi pelaku
pembangunan diberbagai bidang pembangunan lainnya.
Dalam setiap upaya pembangunan, maka penting untuk
senantiasa mempertimbangkan karakteristik dan potensi setempat.
Dalam kontek ini, masyarakat Kabupaten Bandung yang mayoritas
suku Sunda memiliki potensi, budaya dan karakteristik tersendiri.
Secara sosiologis-antropologis falsafah kehidupan masyarakat
Sunda yang telah diakui memili makna yang mendalam adalah
Cageur, Bageur, Bener, Pinter, Singer. Dalam kaitan ini filosofis
tersebut harus dijadikan pedoman dalam mengimplementasikan
setiap rencana pembangunan termasuk dibidang pendidikan.
Cageur mengandung makna sehat jasmani dan rohani. Bageur
berperilaku baik, sopan santun, ramah tamah bertatakrama. Bener

Bab IV : Arah Kebijakan Umum 132


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

yaitu jujur, amanah, penyayang dan taqwa. Pinter artinya memiliki


ilmu pengetahuan. Singer artinya kreatif dan inovatif.
Sebagai sebuah upaya untuk mewujudkan pembangunan
pendidikan yang berfalsafahkan Cageur, Bageur, Bener, Pinter,
Singer tersebut maka ditempuh pendekatan social cultural heritage
approach. Melalui pendekatan ini diharapkan akan lahir peran aktif
masyarakat dalam mensukseskan program pembangunan
pendidikan yang digulirkan pemerintah.
Aspek yang harus disadari oleh segenap komponen
masyarakat dan pemerintah di Kabupaten Bandung adalah kondisi
dan kenyataan pahit sebagai gambaran ‘prestasi’ pembangunan
pendidikan yang dilaksanakan dewasa ini, berimplikasi luas
terhadap kehidupan masyarakat Kabupaten Bandung baik yang
terkait dengan masalah kehidupan agama, sosial, budaya, politik
maupun ekonomi. Dengan kata lain, kualitas pelayanan
pendidikan yang rendah, rendahnya akses masyarakat terhadap
pendidikan, buruknya manajemen sistem pendidikan akan menjadi
bagian dari problema yang berkepanjangan dalam menghadapi
tantangan dan persaingan kehidupan di masa mendatang.
Mencermati realitas tersebut, diperlukan berbagai langkah
inovasi dan penguatan strategi pembangunan pendidikan di
setiap kecamatan dengan tidak hanya mengandalkan sumber
daya yang dimiliki oleh pemerintah (baik daerah maupun pusat),
melainkan menggali keterlibatan aktif dari seluruh komponen
masyarakat. Peningkatan peranserta masyarakat dalam
pembangunan pendidikan tersebut diharapkan menjadi salah satu
akselerator untuk menuntaskan berbagai permasalahan
pendidikan di disetiap kecamatan dan pedesaan.
Pembangunan pendidikan sebagai wahana pembangunan
SDM yang berkualitas, tetap menjadi prioritas utama baik dalam
pembangunan jangka pendek, menengah maupun jangka
panjang. Hal tersebut dibuktikan dengan diprioritaskannya
pembangunan pendidikan dalam dokumen-dokumen
perencanaan baik di tingkat pemerintah pusat, pemerintah
provinsi, maupun pemerintah kabupaten, untuk jangka waktu
tahunan, lima tahunan, maupun dua puluh tahun ke depan. Hal ini
menunjukkan betapa pendidikan memegang peranan yang
sangat penting dalam proses pembangunan suatu negara
maupun suatu daerah.
Secara umum dalam lingkup kebijakan daerah,
pemerintahan daerah Kabupaten Bandung berpedoman pula
kedalam lingkup kebijakan makro pembangunan Provinsi Jawa

Bab IV : Arah Kebijakan Umum 133


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Barat yang mengagendakan akselerasi dalam berbagai bidang


pembangunan termasuk di dalamnya pembangunan bidang
pendidikan. Upaya tersebut diaktualisasikan dalam lima misi
sebagai Agenda Prioritas Pembangunan untuk kurun waktu lima
tahun ke depan sebagaimana tertuang dalam Renstra Pemerintah
Provinsi Jawa Barat Tahun 2004-2009. Kelima agenda tersebut
meliputi: (1) meningkatkan Kualitas dan Produktivitas Sumber Daya
Manusia. (2) mengembangkan struktur Perekonomian Daerah yang
tangguh. (3) memantapkan kinerja Pemerintah Daerah, (4)
meningkatkan implementasi pembangunan berkelanjutan. (5)
meningkatkan kualitas kehidupan sosial yang berlandaskan agama
dan budaya daerah.
Ada pun misi yang diemban Pemerintah Kabupaten
Bandung telah pula dituangkan dalam RPJP 2008-2025 Bidang
Pendidikan yaitu: (1) meningkatkan kualitas iman dan taqwa
masyarakat, dan (2) meningkatnya kecerdasan kreativitas,
keterampilan, produktivitas, dan kemandirian masyarakat
berdasarkan iman dan taqwa.
Selain itu berbagai wacana pendidikan yang berkembang di
masyarakat melalui berbagai media juga perlu mendapatkan
respon positif dari pemerintah. Wacana-wacana tersebut
diantaranya desakan dari berbagai stakeholders pendidikan
tentang pemenuhan anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari
total APBN maupun APBD, pelaksanaan Ujian Nasional (UN) dan
berbagai kendala yang dihadapi, tindak kekerasan yang terjadi di
kalangan pelajar, moralitas dan akhlak para pelajar yang sering
menimbulkan instabilitas.
Hal lain yang perlu mendapatkan kajian mendalam yaitu
terdapatnya keberagaman potensi sumber daya yang dimiliki dan
ketimpangan antara realitas dan kebutuhan telah memberikan
warna terhadap pengelolaan pendidikan di Kabupaten Bandung.
Di samping itu potensi yang dimiliki antara satu kecamatan dengan
kecamatan lainnya tidak sama. Satu kecamatan memiliki
keunggulan potensi, namun daerah lain memiliki berbagai
keterbatasan. Kondisi ini menuntut perlakuan yang tidak sama agar
pada akhirnya semua daerah bisa mencapai tujuan yang sama
dalam waktu relatif sama.
Dalam garis kebijakan nasional seiring dengan diterbitkannya
PP.No:19 Tahun 2004, tentang Standar Nasional Pendidikan, maka
target pelayanan pembangunan pendidikan harus semakin
ditingkatkan demi penyediaan pelayanan pembangunan
pendidikan yang semakin berkualitas dan berkeadilan. Seluruh garis

Bab IV : Arah Kebijakan Umum 134


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

kebijakan tersebut dipola dalam target kebijakan nasional yang


menyangkut pelayanan pembangunan pendidikan yakini: (1)
Pemerataan dan Perluasan akses, (2) Peningkatan Mutu, Relevansi
dan Daya Saing, (3) Tata Kelola, Akuntabilitas dan Pencitraan
Publik.
1. Pemerataan dan Perluasan Kesempatan Pendidikan
Tujuan dan sasaran dalam aspek pemerataan dan perluasan
kesempatan pendidikan, sebaiknya tidak hanya sekedar diarahkan
pada upaya memberikan kesempatan kepada semua penduduk
usia sekolah untuk memperoleh pendidikan dengan hanya sekedar
mewajibkan kepada masyarakat, akan tetapi harus disertai
dengan tanggungjawab dalam memberikan konsekuensi yang
harus ditanggung pemerintah, serta memberikan keadilan bagi
seluruh lapisan masyarakat yang pluralistik.
Tidak dapat dipungkiri bahwa pada umumnya semakin tinggi
jenjang pendidikan semakin besar biaya pendidikan yang
dibutuhkan, maka tidak heran jika jumlah masyarakat yang mampu
menyekolahkan anaknya pada jenjang lebih rendah, jauh lebih
banyak dibandingkan dengan masyarakat yang mampu
menyekolahkan pada jenjang pendidikan lebih tinggi. Makin
tingginya biaya pendidikan sejalan dengan makin tingginya
jenjang pendidikan merupakan konsekuensi logis dari peta sebaran
lembaga pendidikan terhadap persebaran penduduk, karena
materi dan proses pembelajaran yang membutuhkan alat dan
sumber belajar yang lebih kompleks bahkan tidak jarang
berteknologi tinggi, serta metode yang variatif dan inovatif
memerlukan media yang variatif pula.
Berdasarkan persoalan-persoalan terbut, maka tujuan jangka
panjang dalam pembangunan pendidikan di Kabupaten Bandung
dalam bidang ini ialah:
a. Tercapainya keseimbangan jumlah dan kapasitas pelayanan
kelembagaan PAUD dengan jumlah populasi PAUD yang
ada pada setiap RW;
b. Tercapainya kesimbangan kesempatan dan pemerataan
pelayanan jenis satuan Pendidikan Dasar formal maupun
nonformal dengan populasi anak usia wajib belajar sampai
ke tingkat pedesaan;
c. Tercapainya keseimbangan kesempatan dan pemerataan
pelayanan jenis satuan Pendidikan Menengah formal
maupun nonformal dengan populasi Aanak Usia Wajib
Belajar (AUWB) Dikmen 12 tahun;

Bab IV : Arah Kebijakan Umum 135


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

d. Terpenuhinya rasio ruang kelas terhadap rombongan belajar


lembaga satuan pendidikan; dengan rasio rombel dan kelas
berbanding 1:1;
e. Tingginya dukungan dan peranserta masyarakat, dunia
usaha, dan komunitas pemerhati pendidikan, baik yang
bersifat materiil, maupun non material dalam setiap
perumusan, pelaksanaan, dan pengendalian program
pendidikan;
Untuk mewujudkannya minimal dibutuhkan 2 kondisi, yaitu:
Pertama, bahwa diperlukan daya tampung yang seimbang
dengan populasi anak usia sekolah pada setiap jenjang
pendidikan; dan kedua, masyarakat harus memiliki kemampuan
untuk menyekolahkan anaknya.
2. Peningkatan Mutu, Relevansi dan Daya Saing
Peningkatan pemerataan dan perluasan akses berbarengan
dengan peningkatan mutu menjadi suatu keniscayaan. Mutu,
relevansi dan daya saing sebagai karakter yang melekat pada
komponen input, proses dan output. Artinya output yang bermutu,
memiliki relevansi dengan kebutuhan pembangunan dan pangsa
pasar, dan sangat berarti pula dengan kepemilikan daya saing
tinggi lebih banyak dihasilkan dari input dan proses yang bermutu
pula.
Input pendidikan berkenaan dengan kondisi dan karakteristik
peserta didik, muatan kurikulum, tenaga guru dan kependidikan,
dana, tenaga pendidik dan kependidikan, sarana dan prasarana,
serta suasana lingkungan pembelajaran. Ketersediaan komponen-
komponen input tersebut pada kenyataannya belum memenuhi
standar yang telah ditentukan secara nasional karena berbagai
alasan.
Proses pendidikan adalah pemanfaatan sumber daya yang
tersedia diramu dalam satu metode pembelajaran. Orientasi
kurikulum pada dewasa ini menuntut kreativitas dan inovasi yang
tinggi pada saat terjadi proses pembelajaran. Sejalan dengan
kualifikasi tenaga pendidik dan kependidikan, kreativitas dan
inovasi belum sepenuhnya memenuhi harapan. Masih sering terjadi
tenaga pendidik dan kependidikan terjebak pada rutinitas yang
sudah nyaman dijalani. Pembinaan professional, diklat dan
reorientasi yang diberikan pemerintah pun belum ditata dan
dilaksanakan secara terencana, terorganisasi, terkendali dan
berkelanjutan.

Bab IV : Arah Kebijakan Umum 136


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Jika hasil Ujian Nasional jadi salah satu standar ukuran mutu
pendidikan yang dicapai, dapat dikatakan bahwa mutu lulusan
pendidikan pada setiap jalur, jenis dan jenjang pendidikan belum
menggembirakan. Rata-rata nilai untuk mata pelajaran yang
diujikan dengan batas minimal kelulusan yang hanya 4,25 (Tahun
2006) sama sekali belum menggambarkan ketuntasan belajar.
Padahal menurut seharusnya seorang peserta didik dapat
melanjutkan ke materi berikutnya jika sudah tuntas pada materi
sebelumnya. Mutu output proses pembelajaran tersebut relatif lebih
mudah diamati dampaknya pada level jenjang pendidikan
menengah ketika memasuki perguruan tinggi dan atau bersaing
dalam meraih pasar kerja pada berbagai sektor baik di dalam
maupun di luar negeri.
Oleh karena itu, tujuan dan sasaran dalam peningkatan
mutu proses pembelajaran, bukan hanya ditujukan pada
banyaknya jumlah pembaharuan yang harus diterapkan dalam
proses pembelajaran, namun diarahkan juga pada regulasi
tuntutan perubahan yang dinamis dan akseleratif. Ujian kelulusan
program pendidikan harus diserahkan kepada lembaga lembaga
satuan pendidikan, dan Ujian Nasional harus diarahkan pada
upaya mendiagnosa pencapaian standarisasi pendidikan yang
ditetapkan pemerintah, bukan dimaksudkan untuk menghalangi
kesempatan peserta didik untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang
yang lebih tinggi. Di samping itu, perubahan tersebut bukan
semata-mata menjadi kewajiban dan tanggungjawab para
pendidik secara formal di lingkungan lembaga satuan pendidikan,
keluarga dan para peserta didik sebagai bagian dari subjek
pembelajaran, tetapi juga harus menjadi bagian yang dinamis,
adaptif, dan penuh inisiatif.
Berdasarkan persoalan-persoalan terbut, maka tujuan jangka
panjang dalam pembangunan pendidikan di Kabupaten Bandung
dalam bidang ini ialah:
a. Meningkatnya kualitas sumber daya tenaga pendidikan
keagamaan dan meningkatnya motivasi masyarakat
terhadap pendidikan keagamaan;
b. Tercapainya target-target pencapaian SNP pada setiap
jenis satuan pendidikan baik yang berkenaan dengan
penerapan kurikulum berbasis nilai-nilai religius (keimanan,
ketaqwaan, dan amal shaleh), tata pergaulan/budi-pekerti,
teknologi dasar, olahraga dan seni budaya, kesehatan dan
lingkungan hidup, serta aspek-aspek pembentuk karakter
kehidupan berbangsa dan bernegara;

Bab IV : Arah Kebijakan Umum 137


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

c. Meningkatnya kompetensi dan kemampuan dan


profesionalitas guru/ tutor/pamong bejlajar, dan tenaga
kependidikan lainnya sesuai dengan tugas pokoknya pada
setiap lembaga satuan pendidikan. Rasio siswa SD terhadap
kelas 1:30;
d. Terpenuhinya kebutuhan tentang sarana dan prasarana
(Sapras) dan sumber-sumber belajar yang relevan dalam
pendukung penerapan kurikulum berbasis budaya daerah
dan kearifan lokal, budi pekerti, kecakapan hidup (life skills)
dan jiwa entrepreneur, teknologi dasar, serta lingkungan
hidup yang sesuai dengan Standar Internasional;
e. Meningkatnya lembaga satuan pendidikan (sekolah model)
berbasis keunggulan dalam kecakapan hidup (life-skills), nilai-
nilai religius (keimanan, ketaqwaan, dan amal shaleh), tata
pergaulan/budi-pekerti, teknologi dasar, olahraga dan seni
budaya, kesehatan dan lingkungan hidup, serta aspek-aspek
pembentuk karakter kebangsaan, yang memiliki daya saing
internasional;
f. Makin banyaknya murid, guru dan tenaga kependidikan
lainnya yang memiliki kemampuan teruji untuk bersaing baik
pada tingkat lokal, nasional, regional maupun internasional.
Dan Makin banyaknya murid, guru dan tenaga kependidikan
lainnya mendapat penghargaan yang memadai;
g. Meningkatnya sekolah-sekolah kejuruan berbasis potensi
wilayah dan berorientasi pasar tenaga kerja lokal, nasional
dan internasional. Rasio SMA:SMK 60:40;
h. Tercapainya proses pembelajaran berbasis TIK di seluruh
mata pelajaran di setiap jenis kelembagaan satuan
pendidikan. Terselenggaranya proses pembelajaran berbasis
TIK sebesar 50% pada setiap jenis satuan pendidikan;
Untuk mengatasi ketiga komponen mutu tersebut dibutuhkan
beberapa kondisi, antara lain: (1) Adanya standarisasi untuk setiap
komponen pendidikan baik yang menyangkut, input, proses, dan
output pada setiap jalur, jenis dan jenjang satuan pendidikan; (2)
Adanya regulasi sosialisasi, pembinaan dan fasilitasi yang
berkesinambungan dalam peningkatan kapasitas pengelolaan
pendidikan pada setiap tingkatan kelembagaan pendidikan, baik
yang menyangkut perencanaan dan program, pengorganisasian,
pelaksanaan, pengendalian dan pengawasan, evaluasi dan
pelaporan, serta akuntabilitas dalam penyelenggaraan
pendidikan; (3) Adanya kebijakan yang mengatur standarisasi

Bab IV : Arah Kebijakan Umum 138


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

prosedur operasional tentang kerjasama kelembagaan satuan


pendidikan dengan stakeholders pendidikan (masyarakat, dunia
usaha dan kelembagaan masyarakat lainnya);
3. Tata Kelola, Akuntabilitas dan Pencitraan Publik
Tata kelola, akuntabilitas dan pencitraan publik merupakan
satu rangkaian yang memiliki hubungan sebab-akibat. Pengelolaan
yang baik menjadikan proses dan output dapat
dipertanggungjawabkan dan diterima oleh masyarakat dan
secara organisasi tujuan tercapai dengan efektif dan efisien.
Memperhatikan fenomena dan kecenderungan di
masyarakat, masalah utama yang dihadapi berkaitan pula dengan
etos dan budaya kerja yang masih lemah pada sebagian tingkatan
pengelolaan pendidikan. Etos kerja berkaitan dengan sikap mental
yang sudah menjadi karakter kepribadian. Budaya kerja berkenaan
dengan pikiran, perasaan, dan kebiasaan). Etos kerja dan budaya
kerja akan membentuk sikap mental yang akan diwujudkan pula
dalam perilaku yang nampak pada saat melaksanakan tugas.
Kemauan untuk berubah dari kebiasaan lama sepertinya sulit
ditumbuhkan pada pengelola pendidikan. Apabila kolusi, korupsi,
dan nepotisme (KKN) telah menjadi perilaku para pengelola
pendidikan, maka untuk mencapai tujuan tata kelola, akuntabilitas
dan pencitraan publik sangat sulit dilaksanakan
Di sisi lain, arus informasi dan komunikasi pada era otonomi
daerah menjadi kurang intensif, kurang dapat dipercaya, kurang
akurat, dan susah didapat. Pemanfaatan dan optimalisasi fungsi
teknologi Sistem Informasi dan Komunikasi (SIK) ternyata tidak
semudah yang dibayangkan. Kenyataan menunjukkan bahwa di
Kabupaten Bandung beberapa kali diupayakan membangun SIK
yang koneksitasnya menjangkau hingga tingkat kecamatan, akan
tetapi tidak berhasil mengkomunikasikan informasi yang akurat,
bahkan imprastruktur yang telah diadakan saja cenderung
digunakan untuk kepentingan yang lain.
Bukan hanya itu, perhatian para pengambil kebijakan dalam
mengalokasikan dana operasional dan pemeliharaan untuk
pengembangan SIK pun menjadi sangat menentukan untuk hidup
tumbuh dan berkembangnya sistem yang dibangun. Namun
demikian, kesadaran akan pentingnya teknologi informasi dan
komunikasi sebetulnya masih terus hidup bahkan tumbuh dan
berkembang, dengan munculnya kegiatan yang berhubungan
dengan pembangunan teknologi SIK, baik pada berbagai SKPD
maupun komunitas-komunitas masyarakat. Namun sungguh

Bab IV : Arah Kebijakan Umum 139


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

disesalkan, terkesan sangat parsial, insidental, dan tidak


terkoordinasikan, serta cenderung hanya sekedar menyikapi
masalah yang bersifat kebutuhan jangka pendek, tidak sampai
menyentuh kepentingan utama yang lebih luas.
Berdasarkan persoalan-persoalan terbut, maka tujuan jangka
panjang dalam pembangunan pendidikan di Kabupaten Bandung
dalam bidang ini ialah:
a. Meningkatnya kualitas Perencanan Pembangunan
Pendidikan yang dapat dijadikan arah dan pedoman oleh
para pengelola dan pelaksana penyelenggaraan
pembangunan pendidikan yang berkenaan dengan
substansi pendidikan (bidang garapan) pada setiap satuan
kelembagaan pendidikan, baik yang bersifat jangka pendek,
jangka menengah dan jangka panjang, maupun tingkatan
rencana induk, rencana/program strategis dan aktivitas-
aktivitas program;
b. Terciptanya regulasi, ontensitas dan konsistensi pengawasan,
pengendalian, evaluasi, pelaporan dan
pertanggungjawaban baik internal dan eksternal, maupun
administratif, termasuk spesifikasi (norma, instrumen dan
prosedur) pengukurannya, sehingga dapat diterima dengan
wajar tanpa syarat;
c. Meningkatnya kompetensi dan kemampuan dan
profesionalitas pengawas satuan pendidikan yang sesuai
dengan tugas pokoknya pada setiap lembaga satuan
pendidikan sertifikasi diklat reguler, studi lanjut ke perguruan
tinggi ke luar negeri;
d. Meningkatnya besaran anggaran untuk membiayai
penyelenggaraan pendidikan dengan alokasi yang lebih
proporsional berdasarkan karakteristik kelembagaan satuan
pendidikan pada setiap jalur, jenis, dan jenjang pengelolaan
pendidikan;
e. Adanya regulasi peningkatan kesejahteraan bagi
guru/tutor/pamong belajar/TLD, kepala satuan pendidikan,
pengawas, tenaga administrasi dan tenaga kependidikan
lainnya yang sesuai dengan kemampuan anggaran daerah
dan kelayakan taraf hidup, pada setiap kelembagaan
satuan pendidikan, sehingga ada peningkatan motivasi dan
kenyamanan dalam melaksanakan pekerjaannya, tanpa
diskriminasi terhadap status kepegawaiannya;

Bab IV : Arah Kebijakan Umum 140


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

f. Terciptanya konsistensi kebijakan dan peraturan perundang-


undangan tentang penyelenggaraan pendidikan, baik yang
menyangkut bidang garapan maupun proses-proses
manajemen yang dapat dijadikan pedoman dalam
penyelenggaraan pendidikan;
g. Meningkatnya regulasi dan intensitas pelaksanaan sistem
transparansi melalui mekanisme komunikasi dan sosialisasi
perencanaan, pelaksanaan dan hasil-hasil program
pendidikan kepada masyarakat;
h. Meningkatnya kualitas data dan informasi pendidikan yang
cepat, akurat dan dapat dipercaya dalam upaya
mendukung sistem pembuatan kebijakan dan keputusan
yang menyangkut manajemen pembangunan daerah;
Oleh karena itu, untuk mencapai tatakelola, akuntabilitas
dan pencitraan publik dalam pembangunan pendidikan di
Kabupaten Bandung diperlukan beberapa kondisi: (1) Adanya
kebijakan yang mengatur standarisasi kinerja baik yang
menyangkut standarisasi kinerja kelembagaan maupun standarisasi
kinerja individu; (2) Adanya regulasi pemantauan dan evaluasi
pencapaian kinerja, baik individu maupun kelembagaan; (3)
Adanya regulasi, fasilitasi, dan pendampingan dalam
meningkatkan kompetensi individu dalam melaksanakan tugas
pokok dan fungsinya dalam struktur kelembagaan, baik yang
menyangkut kepribadian, professional, dan hubungan sosial; (4)
Adanya regulasi penguatan kapasitas dalam mengelola organisasi
pendidikan, baik yang menyangkut pemahaman tentang
kebijakan dan perundang-undangan pendidikan, pemahaman
tentang perencanaan dan program pendidikan, pemahaman
tentang pengawasan, monitoring dan evaluasi program
pendidikan, dan akuntabilitas/ pertanggungjawaban terhadap
program-program yang telah dihasilkannya; (5) Tersedianya data
dan informasi pendidikan yang akurat, dapat dipercaya dan dapat
diakses secara mudah dan cepat oleh semua lapisan masyarakat
yang membutuhkannya.

Bab IV : Arah Kebijakan Umum 141


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

BAB V
PENDEKATAN DAN METODOLOGI
PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN BANDUNG
TAHUN 2008-2025

A. Pendekatan Strategis
Pembangunan pendidikan di daerah menurut UU.No.32/2004
bukan lagi suatu konsep tetapi mulai diimplementasikan pada
semua tingkatan manajemen, tidak terkecuali pada tatanan
kelembagaan SKPD (Dinas Pendidikan) maupun pada satuan
pendidikan di jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal.
Implementasi pada tatanan kelembagaan pendidikan sungguh
sangat berarti, karena fungsi dan peranan kelembagaan tersebut
sangat strategis dalam pembangunan peradaban masyarakan
Kabupaten Bandung. Sejarah mencatat bahwa pada organisasi
pendidikanlah kreativitas kultural kader-kader masyarakat
Kabupaten Bandung dapat dikembangkan.
1. Hakekat Otonomi Pengelolaan Pendidikan bagi Pemerintah
dan Masyarakat Kabupaten Bandung
Tiga persoalan mendasar yang patut diantisipasi dalam
otonomi pengelolaan pendidikan, yaitu: Apakah pemberian
otonomi pengelolaan pendidikan akan menjamin setiap anggota
masyarakat Kabupaten Bandung memperoleh haknya dalam
pendidikan? Apakah dengan pemberian kewenangan
pengelolaan pendidikan kepada lembaga satuan pendidikan
dapat menjamin peran serta masyarakat akan meningkat? Apakah
pengelolaan pendidikan yang dilakukan di setiap lembaga satuan
pendidikan dapat mencapai hasil-hasil pendidikan yang bermutu?
Untuk menjawab ketiga pertanyan tersebut, perlu merujuk
sistem perundang-undangan tentang penyelenggaraan otonomi
pendidikan. Karakteristik yang melekat pada UU.No.32/2004 telah
membawa implikasi terhadap manajemen pendidikan nasional,
regional dan lokal. Implikasi tersebut diantaranya bahwa setiap
proses pengelolaan pendidikan harus pula berlandaskan bottom
up approach, karena pengelolaannya harus acceptable dan
accountable dalam melayani masyarakat terhadap kebutuhan
pendidikan. Secara teknis, pengelolaan pendidikan tingkat
kabupaten eksistensinya tidak terlepas dari rekomendasi kebutuhan
Bab V : Pendekatan dan Metodologi 138
Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

pada tingkat satuan pendidikan. Artinya, bidang garapan, proses,


dan konteks pengelolaan pendidikan pada tingkat satuan
pendidikan tidak mutlak sama, baik dengan daerah lainnya yang
sederajat maupun dengan antar daerah kabupaten/kota. Secara
teoritis, keragaman itu akan memunculkan sinergisme yang
didukung oleh keunggulan komparatif dan kompetitif masing-
masing daerah dalam mencapai tujuan-tujuan pendidikan.
Dengan demikian, bahwa besar dan luasnya kewenangan
dalam pengelolaan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan
akan tergantung kepada sistem politik dalam memberikan
keleluasaan tersebut. Akan tetapi, sekalipun keleluasaan itu
diberikan tidak dapat diartikan sebagai pemberian kebebasan
mutlak tanpa mempertimbangkan kepentingan pemerintah
daerah, sehingga menimbulkan konflik kepentingan antara
pengelola pendidikan pada tingkat kabupaten dengan pengelola
pendidikan di tingkat kelembagaan satuan pendidikan.
Sesungguhnya konflik kepentingan tersebut tidak perlu terjadi
apabila para pengelola tingkat kabupaten memahami hakekat
dan urgensi perlunya otonomi dalam pengelolaan pendidikan.
Walaupun terjadi tarik menarik kepentingan, harus berdasarkan
pada prinsip saling ketergantungan untuk menghasilkan sinergitas
bagi tujuan-tujuan pembangunan pendidikan yang lebih luas.
Dalam konsepnya, otonomi mengandung dua makna, yaitu
makna politik (otonomi politik) dan makna administratif (otonomi
administrasi). Membedakan kedua istilah ini sangat penting dalam
praktek pengelolaan pendidikan, karena pelayanan pemerintah
kepada masyarakat dalam bidang pendidikan secara politik harus
dapat menjamin hak dan masyarakat untuk memperoleh
pendidikan yang berkualitas, dan pelaksanaannya menyangkut
banyak pihak yang berkepentingan, sehingga memerlukan
kesepakatan-kesepakatan politik. Sedangkan pelayanan
pemerintah kepada masyarakat dalam bidang garapan, proses,
dan konteks penyelenggaraan pendidikan secara administrasi dan
manajerial tidak memerlukan konsensus dengan pihak-pihak di luar
kelembagaan pendidikan, karena otonomi administrasi merupakan
bagian dari strategi manajemen yang memungkinkan sangat
variatif sesuai karakteristik jalur, jenjang dan jenis kelembagaan
satuan pendidikan di masing-masing daerah.
Otonomi pengelolaan pendidikan berusaha untuk
mengurangi campur tangan atau intervensi pejabat atau unit
tingkat atas terhadap persoalan-persoalan manajemen pendidikan
yang sepatutnya bisa diputuskan dan dilaksanakan oleh unit di
Bab V : Pendekatan dan Metodologi 139
Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

tataran bawah, sehingga diharapkan terjadi pemberdayaan peran


unit di tingkat bawah. Akan tetapi, walaupun begitu luasnya
otonomi dalam pengelolaan pendidikan yang diberikan kepada
lembaga satuan pendidikan, tetap harus konsisten dengan sistem
konstitusi.
Atas dasar alasan-alasan itu, otonomi merupakan sarana
untuk mengembangkan organisasi satuan pendidikan untuk dapat
bergerak lebih luwes dan alur informasi lebih bebas sesuai dengan
karakteristik pembuatan keputusannya. Di samping itu untuk
memenuhi kebutuhan pembangunan daerah, otonomi adalah
pola yang paling tepat dan relevan dengan tuntutan otonomi
tersebut.
Sesuai tuntutan reformasi dalam pembangunan, tampaknya
pelaksanaan otonomi dalam pengelolaan pendidikan di
Kabupaten Bandung merupakan suatu keharusan, di samping
memang sejumlah peraturan perundang-undangan yang sudah
ditetapkan menuntut untuk segera dilaksanakan. Juga, untuk
melaksanakan otonomi pengelolaan pendidikan secara nasional di
seluruh wilayah Indonesia tampaknya bukanlah hal yang mudah,
termasuk penyerahan seluruh urusan pendidikan kepada tingkat
lembaga satuan pendidikan, bukanlah hal yang gampang,
dibutuhkan waktu, dan tahapan-tahapan dalam pelaksanaannya,
karena menyangkut sejumlah masalah dan kendala perlu diatasi,
termasuk kesiapan sumber pembiayaan, SDM, dan sumber-sumber
pendukung lainnya.
Karena itu, pelaksanaan otonomi manajemen pendidikan
sampai ke tingkat lembaga satuan pendidikan berdasarkan
jenjang pendidikan yang selama ini kita anut, yakni meliputi jenjang
pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
Diperlukan pola-pola otonomi yang sesuai dengan karakteristik
kelembagaan satuan pendidikan dan karakteristik masyarakat di
masing-masing daerah. Otonomi jenjang pendidikan bisa dipilih
apakah semua jenjang pendidikan bisa ditangani oleh pemerintah
daerah, atau hanya terbatas jenjang pendidikan tertentu sesuai
dengan kemampuan pemerintah di daerah.
2. Ruang Lingkup Otonomi Pengelolaan Pendidikan yang Perlu
Dikembangkan di Kabupaten Bandung
Secara teoritis terdapat tiga model otonomi dalam
pengelolaan pendidikan, yaitu: (1) Manajemen berbasis lokasi (site-
based management), (2) Pengurangan administrasi pusat, dan (3)
Inovasi kurikulum. Model manajemen berbasis lokasi ialah model
Bab V : Pendekatan dan Metodologi 140
Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

yang dilaksanakan dengan meletakan semua urusan


penyelenggaraan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan
(sekolah). Model pengurangan administrasi pusat merupakan
konsekuensi dari model pertama. Pengurangan administrasi pusat
diikuti dengan peningkatan wewenang dan urusan pada masing-
masing sekolah. Model ketiga, inovasi kurikulum menekankan pada
inovasi kurikulum sebesar mungkin untuk meningkatkan kualitas dan
persamaan hak bagi semua peserta didik. Kurikulum ini disesuaikan
benar dengan kebutuhan peserta didik di sekolah-sekolah dan
tersebar pada daerah yang bervariasi.
Akan tetapi, otonomi pengelolaan pendidikan bisa
mencakup seluruh bidang garapan pengelolaan pendidikan, dan
dapat juga hanya salah satu atau beberapa bidang garapan saja,
antara lain kurikulum, tenaga kependidikan, keuangan, dan
sarana-prasarana pendidikan. Otonomi kurikulum dapat dibedakan
dari aspek jenis dan muatannya, antara kurikulum bermuatan
internasional, nasional, regional dan lokal. Otonomi manajemen
tenaga kependidikan, dapat dibedakan dari aspek rekrutmen,
pendayagunaan, pembinaan profesional, penggajian dan
pengembangan kariernya. Otonomi keuangan dapat dibedakan
dari aspek alokasi kebutuhan dan penganggaran,
pendayagunaan, dan pertanggungjawabannya. Otonomi sarana-
prasarana pendidikan juga dapat dibedakan dari aspek
pengadaan, pendayagunaan dan pemeliharaannya. Namun
demikian, bidang-bidang garapan manajemen yang diotonomikan
akan ditentukan oleh isi dan luas kewenangan yang diberikan,
karena tidak setiap kewenangan yang diberikan disertai dengan
sumber pembiayaan, sarana dan prasarananya.
Terlepas dari bidang garapan mana yang diotonomikan,
sebetulnya aspek utama yang perlu disiapkan ialah adanya
deregulasi peraturan perundang-undangan sebagai produk dari
kebijakan pemerintah daerah yang dijadikan perangkat kendali
sistem pengelolaan pendidikan, sekaligus yang mengatur isi dan
luas kewenangan setiap bidang garapan yang diotonomikan.
Aspek inilah yang akan memberi corak, jenis dan bentuk otonomi
pengelolaan pendidikan.
Bidang hukum dan perundang-undangan dalam konteks
otonomi pengelolaan pendidikan, merupakan perangkat kendali
manajemen yang akan menentukan isi dan luas wewenang dan
tanggung jawab untuk melaksanakan setiap bidang tugas yang
diotonomikan. Setiap penataan organisasi sebagai konsekuensi
dari wewenang yang diterima, tidak terlepas dari adanya asas
Bab V : Pendekatan dan Metodologi 141
Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

legalitas sebagai landasan berpijak dalam membangun


perangkat-perangkat operasional organisasi yang accountable
bagi kepentingan masyarakat, sekaligus untuk memenuhi
kebutuhan masyarakatnya. Dengan demikian, maka salah satu
keberhasilan dalam otonomi pengelolaan pendidikan sangat
tergantung pada dukungan peraturan perundang-undangan
tersebut.
Peraturan perundang-undangan tersebut terdiri dari dua
sumber, yaitu:
Pertama, komitmen politik yang bersumber dari amanat
masyarakat Kabupaten Bandung. Komitmen ini mencakup
komitmen internal dan eksternal. Komitmen internal berkaitan
dengan segala aktivitas pemenuhan kebutuhan, keinginan dan
harapan masyarakat untuk kesejahteraan. Sedangkan komitmen
eksternal berkaitan dengan segala aktivitas masyarakat Kabupaten
Bandung dalam percaturan regional, nasional dan global.
Kedua, political will (kemauan politik) para pembuat
kebijakan baik pada tatanan manajemen Pemerintah Daerah
Kabupaten Bandung dan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat,
maupun Pemerintah Pusat. Kemauan politik ini harus konkrit dalam
wujud peraturan perundang-undangan dengan segala akibat
hukum yang menyertainya secara konsisten.
Ahirnya sampai pada kesimpulan bahwa dalam upaya
pelaksanaan otonomi pengelolaan pendidikan di Kabupaten
Bandung diperlukan prasyarat:
a. Kebijakan Umum Pengelolaan Pendidikan
Kerangka kebijakan umum ini diwujudkan dalam bentuk
Rencana Induk Pembangunan Pendidikan, sebagai kerangka
acuan yang memungkinkan para pengelola satuan pendidikan
beserta stakeholders serta masyarakat daerah menempatkannya
sebagai acuan bersama untuk mengarahkan potensi daerah
sesuai target dari tujuan-tujuan pendidikan yang diinginkan.
Kehadiran master plan tersebut diarahkan untuk dapat
menjadi pedoman para pengelola dan penyelenggara pendidikan
di daerah, sebetulnya bukanlah sebuah dokumen yang akan
menduplikasi dokumen perncanaan daerah yang ada saat ini,
melainkan akan menjadi penguat bagi pelaksanaan agenda
pembangunan pendidikan di daerah yang secara eksplisit telah
dijadikan ketentuan hukum daerah, karena perumusannya akan
dikonsentrasikan pada pendayagunaan elemen-elemen dasar

Bab V : Pendekatan dan Metodologi 142


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

yang menopang pengelolaan pendidikan di daerah. Dengan


demikian kehadiran kebijakan umum tersebut seharusnya menjadi
acuan perangkat daerah dalam mendayagunakan sumber daya
daerah sehingga mampu melakukan perannya di dalam
mencapai target-target yang telah tertuang dalam dokumen
perncanaan pembangunan daerah.
b. Restrukturisasi Organisasi Pengelola Pendidikan
Bentuk dan struktur organisasi pengelolaan pendidikan yang
mencerminkan jiwa otonomi, antara lain:
(1) Struktur organisasinya lebih gemuk ke bawah, berbentuk piramid
dengan kerucut ke atas;
(2) Tidak banyak banyak unit-unit khusus, pokja, tim kerja, staf ahli
yang tidak jelas eselonisasinya;
(3) Beban tugas organisasi lebih banyak pada unit organisasi
tingkatan bawah, tetapi tidak disertai dengan imbalan yang
memadai sesuai dengan beban pekerjaannya;
(4) Setiap tugas pokok dan fungsi unit-unit organisasi ditata dan
diatur secara lengkap dan dituangkan dalam peraturan
perundang-undangan tertulis;
(5) Mekanisme pelaksanaan kerja, tugas, kebijakan, keputusan
yang menyangkut mekanisme sistem pelaksanaan tugas pokok
dan fungsi setiap unit kerja, selalu diagendakan dan dibuat
secara tertulis serta disampaikan kepada seluruh anggota
organisasi;
(6) Mempunyai rencana strategis yang berjenjang dengan target,
acuan, alat, mekanisme pengendalian dan evaluasi serta
akuntabilitas yang jelas;
(7) Ada transparansi dalam setiap pengelolaan sumber-sumber
pembiayaan organisasi;
(8) Ada perimbangan penbiayaan dan profit sharing antara unit-
unit pusat dengan unit-unit pelakana pada tingkat bawah
c. Revitalisasi Muatan Kurikulum Pendidikan
Persyaratan utama dalam bobot muatan kurikulum harus
mendasar, kuat, dan lebih luas. Mendasar, dalam arti terkait
dengan pemberian kemampuan dalam upaya memenuhi
kebutuhan mendasar peserta didik sebagai individu maupun
anggota masyarakat. Kuat, dalam arti terkait dengan isi dan proses
pembelajaran atau penyiapan peserta didik untuk menguasai
pengetahuan, sikap dan keterampilan yang kuat, sehingga
memiliki kemampuan untuk mandiri dalam meningkatkan kualitas

Bab V : Pendekatan dan Metodologi 143


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

pemenuhan kebutuhan mendasarnya. Luas, dalam arti terkait


dengan pemanfaatan dan pendayagunaan potensi dan peluang
yang ada dan dapat dijangkau oleh peserta didik. Potensi dan
peluang tersebut didayagunakan baik pada saat proses
pembelajaran maupun pada saat penerapan hasil pembelajaran.
Ketiga aspek tersebut secara bersama-sama memberikan
kemampuan kepada peserta didik untuk dapat menyesuaikan diri
terhadap berbagai kemungkinan kondisi, potensi dan peluang
yang ada di lingkungannya.
Kompetensi yang dituntut ialah bekal pengetahuan,
keterampilan, dan kemampuan fungsional praktis serta perubahan
sikap untuk bekerja dan berusaha secara mandiri, membuka
lapangan kerja dan lapangan usaha serta memanfaatkan peluang
yang dimiliki, sehingga dapat meningkatkan kualitas
kesejahteraannya.
Penggunaan pendekatan dalam merumuskan kurikulum
harus memiliki cakupan yang luas, dapat mengitegrasikan
pengetahuan dengan keterampilan yang diyakini sebagai unsur
penting untuk hidup lebih mandiri.
Strategi pembelajaran dirancang untuk membimbing,
melatih dan membelajarkan peserta didik agar mempunyai bekal
dalam menghadapi masa depannya, dengan memanfaatkan
peluang dan tantangan yang ada. Metodologi pengajaran
berpegang pada prinsip belajar untuk memperoleh pengetahuan
(learning to learn), belajar untuk dapat berbuat atau bekerja
(learning to do), belajar untuk menjadi orang yang berguna
(learning to be) dan belajar untuk dapat hidup bersama dengan
orang lain (learning to live together).
Pengembangan kurikulum pendidikan ini harus didasarkan
pada perkembangan kehidupan masyarakat, pengembangan jati
diri manusia (insan kamil), yang dibutuhkan serta mampu hidup dan
menghidupi orang lain sesuai dengan fitrahnya sebagai pengelola
alam beserta isinya. Isi dan muatan kurikulum pendidikan harus
berorientasi pada dimensi-dimensi penguasaan bidang
keterampilan, keahlian dan kemahiran berkiprah sebagai anggota
keluarga yang hidup bermasyarakat bangsa dan negara, dan
mampu pula berkiprah dalam persingan global.
d. Profesionalisasi Tenaga Pengelola Kependidikan
Para pengelola pendidikan pada tingkatan pengelola sistem
pendidikan nasional adalah seorang policy maker bagi segala
kegiatan yang harus dilakukan oleh orang-orang yang terlibat
Bab V : Pendekatan dan Metodologi 144
Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

dalam kegiatan pendidikan, baik di lingkungan organisasi sistem


pendidikan, maupun pada lingkungan organisasi satuan
pendidikan. Demikian pula kegiatan-kegiatan yang menyangkut
substansi (bidang garapan) manajemen pendidikan sangat
tergantung kepada putusan-putusan yang ditetapkan oleh para
pengelola pendidikan sebagai pimpinan dan penanggung jawab
kegiatan manajemen.
Dengan demikian, upaya pencapaian tujuan pendidikan di
Kabupaten Bandung maupun tujuan kelembagaan sekolah akan
banyak dipengaruhi oleh keterampilan-keterampilan (skills) dan
wawasan (vision) yang dimiliki oleh pengelola pendidikan dalam
melaksanakan tugas, peranan dan fungsinya sebagai pengelola
pendidikan. Apabila para pengelola pendidikan memiliki visi,
wawasan, dan kemampuan-kemampuan profesional yang
dibutuhkan dalam pelaksanaan tugasnya sebagai pimpinan dan
penanggung jawab penyelenggaraan pendidikan di daerah, akan
memungkinkan tercapainya tujuan yang diharapkan secara efektif.
Setiap tugas yang harus dilaksanakan para pengelola pendidikan
sebagai pimpinan satuan pendidikan menuntut sejumlah
keterampilan (skills) khusus yang memungkinkan dapat
melaksanakan tugas atau peranannya secara efektif.
Kebutuhan tenaga-tenaga pengelola kependidikan
potensial yang secara umum mempunyai kualitas tertentu tersebut
dikelompokkan ke dalam tiga katagori utama, yaitu: (1) Tenaga
pengelola kependidikan berkualifikasi kemampuan berbasis
pendidikan tinggi di bidang administrasi dan pengelolaan
pembangunan pendidikan bagi unsur-unsur pimpinan pada semua
tingkatan jabatan struktural. Tenaga pengelola kependidikan ini
sangat diperlukan untuk menduduki jabatan pada eselon yang
bersifat strategis; (2) Tenaga pengelola kependidikan berkualifikasi
kemampuan manajerial berbasis pendidikan tinggi dalam bidang-
bidang keilmuan tertentu sesuai persyaratan tugasnya. Tenaga
manajemen kependidikan ini diperlukan untuk menduduki jabatan
pada eselon yang bersifat koordinatif; (3) Tenaga pengelola
kependidikan berkualifikasi kemampuan teknis operasional pada
eselon taktis operasional.
Basis pendidikan tinggi dalam bidang administrasi dan
pengelolaan pendidikan bagi tenaga kependidikan ini, dalam
perananannya sebagai orang profesional sangat diperlukan untuk
dapat mengembangkan management of educational services.
Penguasaan yang tinggi tentang sistem manajemen seperti itu
akan meningkatkan efisiensi dan responsiveness pemerintah
Bab V : Pendekatan dan Metodologi 145
Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

daerah dalam mengemban tugas dalam bidang pelayanan


pendidikan. Di samping itu, dalam peranannya sebagai aparatur
pemerintah, diharapkan mampu berkerjasama dengan pihak
swasta atau organisasi kemasyarakatan lainnya. Karena itu,
diperlukan pula basis pendidikan tinggi dalam bidang manajemen
pelayanan umum (management of public service delivery).
e. Pemetaan Alokasi Anggaran Pembiayaan Pendidikan
Ada empat kategori yang dapat dijadikan indikator dalam
menentukan tingkat keberhasilan pendidikan yaitu: (1) Dapat
tidaknya seorang lulusan melanjutkan ke pendidikan yang lebih
tinggi. (2) Dapat tidaknya seseorang memperoleh pekerjaan. (3)
Besarnya penghasilan/gaji yang diterima. (4) Sikap perilaku dalam
konteks sosial, budaya dan politik.
Apabila telah sepakat dengan perlunya otonomi dalam
bidang manajemen pembiayaan pendidikan, maka setiap
lembaga pendidikan perlu diberi peluang dan kemampuan untuk
mengelola anggaran penerimaan dan pengeluaran biaya
pendidikan di lingkungan sistemnya masing-masing. Dengan asumsi
bahwa upaya dan hasil pemerataan pendidikan adalah
merupakan hak dan kewajiban bersama, partisipasi masyarakat,
pemerintah, orang tua dan dunia usaha dalam pembiayaan
pendidikan harus dipandang sebagai aset yang harus digali,
sehingga tidak sepenuhnya menjadi beban pemerintah.
Upaya-upaya dalam meningkatkan efisiensi pembiayaan
pendidikan perlu diarahkan pada hal-hal pokok berikut ini: (1)
Pemerataan kesempatan memasuki sekolah (equality of access);
(2) Pemerataan untuk bertahan di sekolah (equality of survival); (3)
Pemerataan untuk memperoleh keberhasilan dalam belajar
(equality of output); (4) Pemerataan kesempatan menikmati
manfaat pendidikan dalam kehidupan masyarakat (equality of
outcome). Konsep peningkatan efisiensi pembiayaan pendidikan
akan mempunyai makna jika dihubungkan dengan konsep efisiensi,
baik secara internal maupun secara eksternal.
Berkenaan dengan jenis dan tingkatan biaya untuk
penyelenggaran pendidikan, pada dasarnya dapat dikatagorikan
ke dalam enam kategori, yaitu biaya langsung (direct cost), biaya
tidak langsung (indirect cost), biaya pribadi (private cost), biaya
sosial (social cost), biaya moneter (monetary cost), dan biaya
bukan moneter (non monetary cost). Biaya langsung adalah biaya
yang langsung menyentuh aspek dan proses pendidikan, misalnya
gaji guru dan pegawai, pengadaan fasilitas belajar (ruang tingkat,
Bab V : Pendekatan dan Metodologi 146
Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

kantor, WC, sarana ibadah, gudang, laboratorium), ATK, buku


rujukan guru dan buku pegangan siswa. Biaya tidak langsung
adalah biaya yang dikeluarkan oleh siswa, orangtua atau
masyarakat untuk menunjang keperluan yang tidak langsung,
seperti: biaya hidup, pakaian, kesehatan, gizi, transportasi,
pemondokan, dan biaya kesempatan yang hilang selama
pendidikan. Biaya tidak langsung ini memiliki sifat kepentingan dan
tempat pengeluaran yang berbeda serta dikeluarkan dalam waktu
yang tidak terbatas dan jenis pengeluaran yang tidak pasti, seperti
hilangnya pendapatan peserta didik karena sedang mengikuti
pendidikan atau forgone earning. Di samping itu, biaya tidak
langsung dapat pula tercermin dari bebasnya pajak bagi sekolah
karena sifat sekolah yang tidak mencari laba.
Biaya pribadi adalah biaya yang dikeluarkan oleh keluarga
untuk membiayai sekolah anaknya, di dalamnya termasuk biaya
kesempatan yang hilang (forgone opportunities). Biaya ini meliputi:
uang sekolah, ongkos, dan pengeluaran lainnya yang dibayar
secara pribadi. Biaya sosial adalah biaya yang dikeluarkan oleh
masyarakat untuk membiayai sekolah, termasuk di dalamnya biaya
yang dikeluarkan oleh keluarga secara perorangan (biaya pribadi).
Namun, tidak semua biaya sosial dapat dimasukkan ke dalam
biaya pribadi. Menurut Jones, biaya sosial dapat dikatakan sebagai
biaya publik, yaitu sejumlah biaya sekolah yang ditanggung
masyarakat.
f. Standarisasi Kelengkapan Fasilitas Pendidikan Bertaraf
Internasional
Aspek fasilitas berkenaan dengan sarana dan prasarana
pendidikan dan kemudahan-kemudahan dalam pelaksanaan
pendidikan yang tersedia. Sarana dan prasarana pendidikan masih
sangat tergantung pengadaannya dari pemerintah, sementara
pendistribusiannya belum terjamin merata sampai ke tujuannya
sehingga kemandirian dan rasa turut bertanggung jawab semua
pihak masih dirasakan kurang maksimal.
Fasilitas pendidikan ini, erat kaitannya dengan kondisi tanah,
bangunan dan perabot yang menjadi penunjang terlaksananya
proses pendidikan. Dalam aspek tanah, berkaitan dengan status
hukum kepemilikan tanah yang menjadi tempat pendidikan,
letaknya yang kurang memenuhi persyaratan lancarnya proses
pendidikan (sempit, ramai, terpencil, kumuh, labil, dan lain-lain).
Aspek bangunan berkenaan dengan kondisi gedung sekolah yang
kurang memadai untuk lancarnya proses pendidikan (lembab,

Bab V : Pendekatan dan Metodologi 147


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

gelap, sempit, rapuh, bahkan banyak yang sudah ambruk, dan


lain-lain) sampai membahayakan keselamatan. Aspek perabot
berkenaan dengan sarana yang kurang memadai seperti meja-
kursi yang reyot, alat peraga yang tidak lengkap, buku paket yang
tidak cukup, sarana kesehatan termasuk fasilitas kebutuhan
ekstrakurikuler.
Berdasarkan pokok-pokok pikiran tersebut, maka perlu
ditegaskan kembali bahwa Pemerintah Kabupaten Bandung dapat
menentukan perkiraan-perkiraan kebutuhan dalam menopang
pengembangan pembangunan pendidikan di wilayahnya.
Perkiraan-perkiraan tersebut memerlukan asumsi-asumsi yang
didasarkan pada akurasi data mengenai:
(1) Kecenderungan tingkat pertumbuhan penduduk untuk 5-20
tahun ke depan;
(2) Kecenderungan jumlah enrollment atau anak usia masuk
lembaga pendidikan, untuk 5-20 tahun ke depan;
(3) Kecenderungan tingkat penghasilan perkapita masyarakat,
PDRB berdasarkan harga konstan, dan laju inflasi untuk 5-20
tahun ke depan;
(4) Kecenderungan penyusutan kondisi existing kelembagaan
pendidikan, baik dari aspek sarana dan prasarana, ketenagaan
dan proporsi kemampuan masyarakat dalam membiayai
pendidikan;
(5) Kecenderungan kemampuan anggaran pemerintah daerah
dalam mengalokasikan biaya pendidikan melalui APBD di luar
gaji pegawai dan pendidikan kedinasan pegawai untuk 5-20
tahun ke depan;
(6) Kecenderungan tuntutan perubahan masyarakat yang
dituangkan dalam pembaharuan kurikulum yang relevan untuk
5-20 tahun ke depan;
(7) Komitmen politik dan keberanian politik dan perhatian
pemerintah, masyarakat dan dunia swasta terhadap
pendidikan untuk membantu biaya dan prasarana pendidikan.
Ke-7 kecenderungan tersebut merupakan pekerjaan besar
yang harus dilakukan oleh Badan Perencana Pembangunan
Daerah yang menangani bidang pendidikan dan sosial budaya.
Permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan pasalah
pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan, peningkatan
mutu dan relevansi, efisiensi manajemen dan akuntabilitas
manajemen, sudah cukup dijadikan dasar untuk menghitung
proyeksi kebutuhan pembangunan pendidikan untuk 5-20 tahun ke
depan.
Bab V : Pendekatan dan Metodologi 148
Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

B. Pengembangan Model
Di muka telah dibahas bahwa saat ini, dunia pendidikan di
Kabupaten Bandung sedang dihadapkan pada tantangan
“kebermaknaan”. Hasil-hasil yang selama ini diupayakan melalui
proses pendidikan, dianggap tidak memberikan manfaat nyata
bagi kehidupan. Apalagi bila hasil pendidikan tersebut
dibandingkan dengan di daerah lain, hasil pendidikan di
Kabupaten Bandung dianggap masih ‘terpuruk’. Keterpurukan itu
sebetulnya sangat beralasan, karena di Kabupaten Bandung masih
dihadapkan pada persoalan-persoalan yang sangat mendasar,
yaitu kemiskinan dan kesehatan yang buruk. Di samping itu juga,
masih terdapat anak usia sekolah yang ke luar dari sistem
pendidikan persekolahan, masih banyak lulusan SD, SLTP, SLTA yang
tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi, masih banyaknya
jumlah penduduk angkatan kerja yang menganggur karena tidak
mampu bersaing dalam pasar kerja.
Berbagai kebijakan dan pembaharuan telah banyak
dilakukan, dengan berbagai model dan kemasan, namun tetap
saja belum dapat menyelesaikan persoalan-persoalan khusus
dalam dunia pendidikan. Kebijakan pembaharuan pada
prakteknya bukan hanya sekedar isu, atau hanya sekedar merubah
aspek-aspek tertentu, tetapi dengan melihat kepentingan yang
lebih besar dan pandangan jauh ke depan. Posisi dan peran pihak-
pihak yang terkena pembaharuan (masyarakat) bukan lagi hanya
sekedar objek dari suatu kebijakan, akan tetapi berperan sebagai
mitra pemerintah dalam pembangunan. Tuntutan reformasi
pembangunan pendidikan yang diamanatkan melalui
UU.No.32/2004 dan peraturan perundang-undangan yang
menyertainya, menuntut pula perubahan-perubahan mendasar
dalam pendekatan dan metodologi pembangunan dalam
pendidikan.
Salah satu pilihan dalam pendekatan pembangunan
dewasa ini ialah Community Based Development (CBD).
Pendekatan ini dianggap mempunyai kemampuan dalam
mendorong masyarakat ke arah pemberdayaan dan kemandirian.
Sehingga masyarakat dapat meningkatkan prakarsa dan
partisipasi, peningkatan kemampuan kelembagaan yang selama
ini berakar di masyarakat, serta menjalin sinergi penanggulangan
kemiskinan yang berkelanjutan melalui kemitraan antar
kelembagaan masyarakat. Masyarakat yang demikian itu
diharapkan akan mengetahui pentingnya keputusan yang harus

Bab V : Pendekatan dan Metodologi 149


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

diambil masyarakat dan memahami apa saja konsekuensi, hak dan


kewajiban dari keputusan yang diambilnya itu. Paling tidak,
masyarakat pada tingkatan bawah semakin peduli akan
persoalan-persoalan yang dihadapinya.
Pendekatan CBD dewasa ini, sering dijadikan alternatif
pendekatan pembangunan yang menekankan pada pentingnya
keberlanjutan (sustainability), baik pada hasil-hasil pembangunan
itu sendiri maupun dampaknya terhadap sistem alam dan
kehidupan sosial secara lebih luas. Oleh karena itu, CBD dilakukan
dengan mengagungkan pilar-pilar yang dapat mengembangkan
semua sumber daya, menjamin keberlanjutan, sehingga
pendekatannya lebih bottom up dan partisipatif. Pilar-pilar tersebut
antara lain: equality dan equity (kesamaan dan keadilan),
partnership (kemitraan), participatory (partisipasi), empowerment
(pemberdayaan), dan democracy (demokrasi).
Menurut konsepnya, kelima pilar tersebut diharapkan akan
menjadi tenaga pendorong dalam meningkatkan imprastruktur
dasar yang ada di masyarakat, peningkatan perekonomian
masyarakat, dan kualitas sumber daya manusia. Infrastruktur dasar
yang menjadi tenaga pendorong tersebut, akan mendorong pula
upaya-upaya yang nyata, sehingga menjadi senjata-senjata
ampuh untuk keberlanjutan (sustainability) proses-proses
pembangunan dalam mencapai aktivitas-aktivitas kesejahteraan
masyarakat. Secara skematik pola pikir pendekatan CBD ini dapat
dilihat pada Gambar 5.1.

CBD

Equality/ Equity Partnership Participatory Empowerment Democracy

Economic Improvement Improvement of


Improvement of Basic human
imprastucture

Income Generating, job


Improvement / New Community/
creation, small business, developmen of Institutional
redistribution of growth infrastructure Capacity building

SUSTAINABILITY

Community Activities and Welfare

Sumber: Yoyon Bahtiar Irianto, Pembangunan Manusia dan Pembaharuan Pendidikan, Bandung:
Laboratorium Administrasi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonsia, 2006, hal 130.

Bab V : Pendekatan dan Metodologi 150


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Gambar 5.1
Strategi dan Pola Pikir Community Based Development

Salah satu kelebihan otonomi dalam manajemen pendidikan


berkenaan dengan peranserta dan otoaktivitas masyarakat,
demokratisasi, pemberdayaan masyarakat, pelayanan kepada
masyarakat, keanekaragaman daerah, pemahaman terhadap
nilai-nilai dan aspirasi lokal, dan keputusan yang cepat dan tepat.
Namun, kelemahan yang patut dicermati berkenaan dengan
disparity antar daerah, pertumbuhan antar daerah tidak seimbang,
tidak ada standarisasi dan pengendalian, dan potensial untuk
disintegrasi semakin kuat.
Pada saat terjadi pelibatan masyarakat pada suatu program
intervensi dalam konteks pembangunan masyarakat, senantiasa
didasarkan pada dua alasan berikut. Pertama, upaya
menempatkan masyarakat sebagai pelaku utama yang peka dan
aktif pada seluruh kegiatan yang terkait dengan substansi program
pendidikan berdasarkan: kondisi, sumber daya yang dimiliki dan
potensi sumber daya yang dapat dikuasainya. Kedua, upaya
memposisikan peran pemerintah sebagai fasilitator bagi
masyarakat pendidikan agar peka dan aktif dapat terwujud.
Kedua alasan tersebut beranjak dari pandangan bahwa suatu
program intervensi dari pihak pemerintah yang benar-benar
melibatkan masyarakat akan mengarahkan kepada keberhasilan
program dan sekaligus membangun masyarakat kelompok
sasarannya.
Masyarakat sebagai pelaku utama dalam pembangunan
mengandung arti bahwa seluruh aspek pengelolaan program
pendidikan pada dasarnya dilakukan oleh masyarakat. Sehingga
konteks pelibatan masyarakat dalam program pendidikan tersebut
bukan untuk mengarahkan masyarakat sebagai pelaksana tetapi
memberikan kondisi agar masyarakat dapat melakukan
pengembangan aspek program-program pendidikan yang
dibutuhkannya, dan sekaligus memberikan perspektif terhadap
kepentingan pembangunan yang lebih luas. Fasilitasi yang
dilakukan pemerintah kabupaten seyogyanya dalam kerangka
penguatan kemampuan dan potensi masyarakat (pembelajaran
dan pemberdayaan serta perubahan ke arah pembaharuan
masyarakat). Artinya, masyarakat dihadapkan pada suatu proses
yang terbuka bagi pemikiran dan ketrampilan-keterampilan baru.
Sehingga, proses pelibatan masyarakat yang dilakukan merupakan

Bab V : Pendekatan dan Metodologi 151


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

media untuk terjadinya proses penerimaan dan pengalihan


kemampuan masyarakat dalam mengelola aspek program yang
dibutuhkannya.
Upaya pembangunan SDM senantiasa berkenaan dengan
tiga komponen utama, yaitu: pendidikan, kesehatan dan
perekonomian. Ketiga komponen ini merupakan sokoguru dalam
upaya pemberdayaan. Masyarakat terdidik akan menentukan
tingkat kesehatan dan perekonomian, begitu juga sebaliknya.
Karena itu sangatlah wajar apabila ukuran IPM menurut UNDP
bertumpu pada indikator-indikator tersebut. Di samping itu juga,
pelibatan masyarakat dilihat sebagai upaya pendidikan,
kesehatan dan perekonomian, bila dikaji dari unsur di luar
masyarakat, akan terkait dengan dimensi-dimensi yang menjadi
motor pemberdayaan, yaitu: dimensi perilaku (psiko-sosial), budaya
dan politik, dan mata pencaharian. Ketiga dimensi tersebut saling
mempengaruhi sehingga baik secara sendiri-sendiri maupun
bersama-sama akan berpengaruh terhadap tingkat kesiapan
masyarakat untuk dilibatkan dalam program pembangunan.
Merujuk pada makna dasar dan dimensi yang terkandung di
dalamnya maka hasil akhir dari proses pelibatan masyarakat dalam
kerangka pembangunan yang berperspektif pemberdayaan
adalah tumbuhnya:
(1) Rasa memiliki dari warga masyarakat termasuk
kelembagaannya terhadap program intervensi yang
dirancang atau diluncurkan oleh sektor;
(2) Kemandirian atau keswadayaan masyarakat baik sebagai
penggagas, pelaksana maupun pemanfaat pembangunan,
dan
(3) Kepercayaan diri yang mapan terhadap potensi, sumber
daya dan kemampuan yang dimiliki untuk membangun dirinya
sendiri.
Apabila kebijakan pembangunan lebih menekankan kepada
terwujudnya peranserta dan pemberdayaan masyarakat menjadi
satu-satunya pilihan, maka persoalan sangat mendasar yang perlu
diantisipasi adalah perbedaan persepsi antara para disainer
program (pemerintah dan konsultan) dengan keinginan,
kebutuhan dan harapan masyarakat. Dengan demikian, program
pembangunan yang berbasis kemasyarakatan harus bercirikan:
(1) Ada kebijakan yang menjamin hak dan kewajiban
masyarakat;

Bab V : Pendekatan dan Metodologi 152


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

(2) Ada sistem informasi yang melembaga dalam masyarakat


dalam bentuk community coalitions atau semacamnya;
(3) Ada transparansi keterpaduan visi dan misi serta akuntabilitas
program;
(4) Ada upaya penguatan kapasitas atau kemampuan aparat
dan masyarakat dalam pelaksanaan program;
(5) Ada lembaga yang menjadi mitra kerja pelaksanaan program.
Keenam ciri tersebut akan muncul apabila: (1) Masyarakat
mengetahui akan kebutuhan, keinginan dan harapannya; (2)
Masyarakat mempunyai kesempatan dan keleluasaan untuk
memutuskan keinginan, kebutuhan dan harapannya; (3)
Masyarakat memahami visi, misi, prinsip, dan tujuan program; (4)
Masyarakat mengetahui tugas dan perannya; (5) Masyarakat
mempunyai penggerak baik bersifat individual maupun
kelembagaan; (6) Masyarakat diberi kepercayaan untuk
melaksanakan program bahwa mereka mempunyai potensi.
Guna tercapai keadaan masyarakat seperti itu, menurut saya
perlu menempuh dua tahapan kegiatan sebagai berikut:
Pertama, proses objectiveness. Pada tahap ini kelompok
masyarakat sasaran program difasilitasi untuk mengetahui dan
memahami permasalahan mendasar yang mereka hadapi beserta
sumber daya yang dikuasainya. Berdasarkan pemahaman
terhadap hal tersebut, masyarakat kelompok sasaran program
dipraanggapkan memiliki cukup bahan masukan untuk
memutuskan sendiri kebutuhan atau tujuan program yang akan
dilakukannya.
Kedua; action objectives. Berdasarkan keputusan tahap
pertama selanjutnya masyarakat kelompok sasaran program
difasilitasi untuk menetapkan sendiri peranannya dan pelaksanaan
pemenuhan kebutuhannya. Hal utama yang harus dicapai pada
tahap ini adalah masyarakat kelompok sasaran program
pembangunan ialah bagaimana ia dapat memahami dan
menghayati secara jelas manfaat yang akan diperoleh dari
kegiatan yang dilaksanakannya sendiri terhadap peningkatan
tarap hidup dan kehidupannya.
Persenyawaan antara intervensi pemerintah dengan
kemauan masyarakat melahirkan sinergi harapan (expecation)
yang diwujudkan dalam berbagai kegiatan. Kegiatan tersebut
diantaranya:

Bab V : Pendekatan dan Metodologi 153


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

(1) Menjadikan musyawarah untuk menjalin ikatan sosial dan


kekompakan serta kebersamaan bagi perkembangan
kehidupan masyarakat;
(2) Memprogramkan setiap aktivitas, khususnya yang berkaitan
dengan penguatan kelembagaan usaha dan peningkatan
keterampilan sumber daya manusia (SDM);
(3) Memprogramkan setiap aktivitas pembelajaran dan
pemberdayaan masyarakat untuk berpartisipasi dalam
melaksanakan program-program intervensi pembangunan.
Dengan demikian, memperhatikan beberapa tantangan
sebagaimana dipaparkan di muka dan kedua persyaratan kondisi
dalam pembangunan pendidikan, diperlukan suatu pendekatan
yang mempertimbangkan berbagai kemungkinan, baik yang
menyangkut aspek politik, ekonomi, dan waktu, serta keterampilan
mengenai pemahaman terhadap metoda keilmuan dan
pengetahuan tentang nilai-nilai kontemporer, serta peka terhadap
kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi. Langkah-langkah
pengimplementasian pendekatan CBD disederhanakan dalam
Gambar 5.2.

TOP

Masyarakat Sivil
DOWN
Organisasi
Pendekatan
Diskusi
Grup

Program CBD
Intervensi
PEMERINTAH

Program Kelompok
SWASTA ANALISIS POSISI Aksi Sasaran
Masyarakat Sivil
Organisasi

MASYARAKAT Rasa
Gerak-

Kebersama Rasa
kan

Kesatuan
BOTTOM
UP

Sumber: Yoyon Bahtiar Irianto, Pembangunan Manusia dan Pembaharuan Pendidikan, Bandung:
Laboratorium Administrasi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonsia, 2006, hal 134.

Gambar 5.2
Implementasi Konsep Community Based Development

Berdasarkan kepada kerangka konseptual tersebut, maka


strategi operasional program pendidikan, sebagai berikut:

Bab V : Pendekatan dan Metodologi 154


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Pertama, aktivitas fasilitasi langsung sebagai modus intervensi


dari pihak sentra-sentra pemberdayaan masyarakat, dilakukan
terhadap pelaksanaan tugas sebagai fasilitator. Hal ini dilakukan
untuk memberikan keleluasaan mendorong kemandirian
masyarakat untuk menjamin sustainability proses pemberdayaan
masyarakat. Monitoring dan evaluasi dilakukan oleh kader-kader
komunitas, diarahkan kepada standarisasi proses dan hasil
kelembagaan pendidikan yang ada di masyarakat.
Kedua, menempatkan posisi kelembagaan pendidikan
sebagai agen kuat dalam penciptaan kemandirian dan
keswadayaan satuan program pendidikan. Oleh karena itu
recruitment individu-individu atau lembaga-lembaga yang menjadi
fasilitator dilakukan dengan berorientasi kepada: (1) Pemahaman
terhadap karakteristik sosial-ekonomi masyarakat; (2) Penyiapan
kompetensi untuk mendukung pelaksanaan tugas; (3) Transformasi
teknologi kepada kelembagan pendidikan yang dilakukan dalam
kerangka penyiapan kemampuan (enabling) melaksanakan
program lebih lanjut. Secara skematik strategi operasional ini dapat
dilihat pada Gambar 5.3.
SUKSES MANAJEMEN PEMBANGUNAN MASYARAKAT
Fasilitator
Sekses

Sekses Kader

Teknologi
Program
Komunitas
Keberlanjutan
Sekses
Kelompok Satuan
Program Sekses Program
Pendidikan
Sekses Koordinasi
dan Penguatan

Sekses
Pemerintah

Manajemen

Kelembagaan
Program

Sekses Sentra
Pendidikan
Pemberdayaan
Masyarakat

SUKSES SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

Sumber: Yoyon Bahtiar Irianto, Pembangunan Manusia dan Pembaharuan Pendidikan, Bandung:
Laboratorium Administrasi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonsia, 2006, hal 135.

Gambar 5.3
Indikator Sukses Pembangunan Berbasis Masyarakat

C. Metode dan Teknik


Dalam Renstra Pendidikan Nasional 2005-2025 dirumuskan
bahwa pembangunan Pendidikan Nasional terbagi ke dalam
empat tahapan strategis, yaitu (1) tahap penguatan kapasitas dan

Bab V : Pendekatan dan Metodologi 155


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

modernisasi (2005-2010), (2) penguatan pelayanan (2011-2015), (3)


pengembangan daya saing regional (2016-2020), dan (4)
pengembangan daya saing internasional (2021-2025). Keempat
tahapan strategis tersebut harus menjadi rujukan bagi pemerintah
daerah, baik pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten.

1. Penguatan Kapasitas dan Modernisasi Kelembagaan


Pendidikan
Mengingat kompleksitas permasalahan, luas sasaran dan
keberagaman kebutuhannya masyarakat, maka pendekatan-
pendekatan pembangunan yang diarahkan pada penguatan
masyarakat sivil (civil society organization) merupakan rujukan
utama yang perlu dikedepankan. Pendekatan pembangunan ini
selanjutnya akan melahirkan pendekatan pembangunan yang
berbasis masyarakat (community based development). Dari
pendekatan inilah muncul pula pilihan-pilihan model untuk tingkat
kelembagaan, seperti halnya School Based Management (SBM)
dan Community Learning Center (CLC). Kedua model ini pada
dasarnya adalah model manajemen pembangunan masyarakat
yang diimplementasikan pada dunia pendidikan, suatu model
yang dianggap mempunyai fleksibilitas tinggi, dan merupakan
model yang paling dianggap demokratis.
Model-model seperti di atas sebetulnya dapat dilembagakan
oleh prakarsa dan partisipasi bersama, tanggungjawab bersama,
untuk produktivitas dan kepentingan bersama, secara perorangan
atau berkelompok. Model manajemen pembangunan seperti ini
dapat menunjukkan jati dirinya sebagai manajemen yang
kontekstual dengan kebutuhan pasar, kebutuhan dunia kerja,
kebutuhan dunia industri, kebutuhan pembangunan. Program-
programnya dapat disusun sesuai dengan jenis kebutuhan nyata
masyarakat dan lingkungannya.
Di Indonesia dewasa ini, pembangunan pendidikan melalui
model SBM atau CLC secara bertahap terus dipacu dan diperluas
guna memenuhi kebutuhan belajar masyarakat yang tidak
mungkin dapat terlayani apabila hanya mengandalkan
pendekatan-pendekatan dan model-model konvensional. Model
SBM memberi kesempatan kepada lembaga pendidikan di jalur
formal lebih kreatif dan mandiri dalam mencapai relevansi
pendidikan. Model CLC menopang sasaran didik yang tidak
tertampung di jalur formal, dan diimplementasikan dalam bentuk
PKBM yang memprioritaskan kepada warga masyarakat yang
tidak pernah sekolah, putus sekolah, penganggur, miskin dan
Bab V : Pendekatan dan Metodologi 156
Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

warga masyarakat lainnya yang ingin belajar untuk meningkatkan


pengetahuan, kemampuan dan keterampilannya untuk dapat
hidup lebih layak.
Merujuk pada hal tersebut, maka pendekatan strategis
pembangunan pendidikan sudah selayaknya memprioritaskan
pada penguatan sistem penyelenggaraan pendidikan berbasis
pada masyarakat. Program-program pelayanan pendidikan,
jaringan informasi, kemitraan, pembinaan, evaluasi dan
kesekretariatan untuk kemajuan masyarakat minimal di sekitar
lingkungan lokasi lembaga satuan pendidikan, serta mekanisme
koordinasi berikut peran-pemerannya dalam mendukung semua
aktivitas yang telah direncanakan oleh para pengelola
kelembagaan satuan pendidikan.
Model pendekatan dan metodologi pembangunan
pendidikan ini lebih mengutamakan pada mekanisme kerja
stakeholders sesuai tuntutan manajemen perubahan pendidikan,
dan kejelasan posisi kelembagaan satuan pendidikan dalam sistem
penyelenggaraan pendidikan di daerah. Inisiatif mengembangkan
jaringan informasi dan kemitraan memungkinkan lebih dominan
diperlukan oleh para pengelola kelembagaan satuan pendidikan.
Sedangkan pada aspek pembinaan lebih banyak diperankan oleh
pihak pemerintah.
Berdasarkan paparan tadi, maka pendekatan
pembangunan pendidikan yang berbasis masyarakat pada
hakekatnya diarahkan pada upaya membekali masyarakat dalam
bidang keterampilan, keahlian dan kemahiran dalam menggali,
memanfaatkan peluang untuk meningkatkan taraf kehidupan ke
arah yang lebih baik. Seperti apa yang dikemukakan Hartanto di
muka, yaitu masyarakat pengetahuan, yang dapat siap dan
mampu menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang
terjadi di lingkungan kehidupannya. Indikator masyarakat seperti
itu, secara sederhana ialah:
(1) Memiliki motivasi dan etos kerja yang tinggi serta dapat
menghasilkan karya-karya yang unggul dan mampu bersaing di
pasar global;
(2) Memiliki kesadaran yang tinggi tentang pentingnya pendidikan
untuk dirinya sendiri maupun untuk anggota keluarganya;
(3) Senantiasa mencari kesempatan untuk memperoleh pendidikan
dalam rangka mewujudkan kebutuhan, keinginan dan
harapan-harapannya.

Bab V : Pendekatan dan Metodologi 157


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Untuk sampai pada masyarakat seperti itu, diperlukan


serangkaian kemampuan dasar yang harus diupayakan melalui
proses-proses pendidikan, yaitu:
(a) Kemampuan memahami potensi (kelebihan dan
kekurangan diri sendiri, orang lain dan lingkungannya);
(b) Kemampuan membaca dan menulis secara fungsional baik
dalam bahasa Indonesia maupun bahasa asing yang
menjadi pengantar bahasa internasional, atau salah satu
bahasa asing lainnya;
(c) Kemampuan merumuskan dan memecahkan masalah
yang diproses lewat pembelajaran berpikir ilmiah; penelitian
(explorative), penemuan (discovery) dan penciptaan
(inventory);
(d) Kemampuan menghitung dengan atau tanpa bantuan
teknologi guna mendukung kedua kemampuan tersebut di
atas;
(e) Kemampuan bekerja dalam tim/kelompok baik dalam
sektor informal maupun formal;
(f) Kemampuan untuk terus menerus menjadi manusia belajar;
(g) Kemampuan memanfaatkan beraneka ragam teknologi
diberbagai lapangan kehidupan (pertanian, perikanan,
peternakan, kerajinan, kerumahtanggaan, kesehatan,
komunikasi-informasi, manufaktur dan industri,
perdagangan, kesenian, pertunjukkan dan olahraga);
(h) Kemampuan mengelola sumberdaya alam, sosial, budaya
dan lingkungan;
2. Fasilitasi dan Pendampingan Pelayanan
Model-model pembaharuan pendidikan yang patut
diupayakan ialah mereformasi basis pendidikan yang berorientasi
pada prioritas pendidikan investatif tanpa meninggalkan
pendidikan yang bersifat konsumtif. Sebagaimana kita ketahui,
bahwa pendidikan dalam kehidupan masyarakat modern
merupakan kebutuhan dasar manusia. Dengan demikian
pelayanan pendidikan dan pelatihan pada setiap jenis, jenjang
dan jalur pendidikan, sudah semestinya meliputi seluruh komponen
kebutuhan, keinginan dan harapan bangsa dan menyentuh
langsung sendi-sendi kehidupan masyarakat. Dari sudut pandang
pembangunan ekonomi, boleh saja dibedakan antara pendidikan
yang menambah kemampuan berproduksi (investasi) dengan
pendidikan yang tidak (konsumtif). Keduanya sangat dibutuhkan
dalam pembangunan masyarakat. Namun dalam prtakteknya,

Bab V : Pendekatan dan Metodologi 158


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

pada saat kebutuhan, keinginan dan harapan bangsa ditarik


dengan “Kereta Pendidikan” sangat sulit dipisahkan antara
kepentingan seseorang sebagai produsen dari kepentingannya
sebagai konsumen. Memang benar, pada umumya orang
memandang pendidikan sebagai jembatan ke jenjang pekerjaan
atau karier. Artinya, tekanan-tekanan sosial-politik terhadap
pendidikan itu didorong oleh motivasi ekonomi. Karena itu, dari
sudut pandang pembaharuan, pendidikan untuk maksud-maksud
produksi boleh saja dianggap mempunyai prioritas yang lebih
tinggi.
Akan tetapi, dalam setiap upaya pembaharuan pendidikan
tersebut, pertimbangannya harus didasarkan pada data dan
informasi yang benar-benar akurat. Terlebih-lebih pada model
pembaharuan yang berkaitan dengan kurikulum. Satu kesalahan
atau kekeliruan dalam konsep dan penerapannya berakibat
kepada ‘kegagalan generasi’.
Setiap kegagalan implementasi dari sebuah pembaharuan
terletak pada aspek lemahnya pemberdayaan para implementor.
Lemahnya pemberdayaan tersebut berkaitan dengan kualitas
pembekalan (pelatihan), pengawasan (monitoring dan suvervisi),
serta pendampingan program-program lanjutan pasca pelatihan.
Lemahnya kualitas pelatihan-pelatihan bagi para
implementor dapat ditunjukkan dengan model penyelenggaraan
pelatihan yang tidak ‘bernuansa’ pelatihan. Lebih banyak
mengarah pada ‘doktrinasi’ harus ini, harus itu, tidak boleh begini,
tidak boleh begitu. Atau hanya sekedar ‘parade ceramah’ dengan
makalah yang tebal, konseptual dan tidak praktis. Dan juga
penyelenggaraannya pun terpisah-pisah dan terkotak-kotak.
Misalkan ada pelatihan untuk guru, ada pelatihan untuk
kepala sekolah, ada pelatihan untuk pengawas/penilik. Bahkan
pelatihan untuk pelatihan pengawas/penilik di ke belakangkan
atau ditiadakan. Jarang diadakan pelatihan mengenai salah satu
implementasi kebijakan (misalkan kurikulum) diadakan pelatihan
pengawas/penilik, kepala sekolah, guru, dan tata usaha
dilaksanakan dalam satu waktu, satu tempat satu kelompok,
dengan membahas satu materi, yaitu “bagaimana menerapkan
kebijakan pembaharuan di tingkat sekolah”, dengan berbagi
peran, mana bagian pengawas, mana bagian kepala sekolah,
mana bagian guru, dan mana bagian tata usaha.
Di samping itu, anggapan para perumus kebijakan tentang
‘ketidakbecusan’ para implementor dalam melaksanakan rumusan

Bab V : Pendekatan dan Metodologi 159


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

kebijakan yang dihasilkannya, seyogyanya dihilangkan. Pengawas,


kepala sekolah, guru dan staf tata usaha, komite sekolah, pada
dasarnya sudah memahami apa yang disebut Standar Minimal
Manajemen (SMM), Standar Minimal Pelayanan Program (SMPP)
dan Standar Minimal Kompetensi Tenaga Kependidikan (SMTK).
Sudah waktunya para implementor dianggap mempunyai
kapasitas yang sederajat dengan para konsultan, perumus
kebijakan, atau pemikir pembaharu. Hanya saja, bagaimana
mereka dapat mengetahui, mempunyai kemauan, memiliki rasa
malu bila tidak melaksanakan pembaharuan sebagaimana yang
telah dirumuskan dengan upaya-upaya fasilitatif.
Karena itu, dalam metodologi proses pembekalan atau
pelatihan yang bersifat fasilitatif bagi para implementor
pembaharuan, berkaitan dengan metode dan teknik untuk: (1)
Memberikan pengetahuan mengenai substansi, proses dan konteks
pembaharuan; (2) Membangkitkan kemauan untuk melaksanakan
pembaharuan; (3) Menerampilkan kemampuan melaksanakan
pembaharuan; (4) Menumbuhkan rasa malu apabila tidak mau
atau menolak melaksanakan pembaharuan.
Cara-cara tersebut dapat merujuk model pelatihan
penguatan kapasitas, yang betul-betul menggunakan para
fasilitator atau trainer yang menguasai konsep, proses dan teknis
capacity building. Misalkan, dalam implementasi kebijakan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), harus dilakukan secara
integratif dengan karakteristik kelembagaan satuan pendidikan
dan keterpaduan para pelaksana (pengawas/penilik, kepala
sekolah, guru dan tata usaha). Dalam kasus ini, ada dua substansi
yang harus mendapat penguatan, yaitu: (1) Penguatan kapasitas
pada pengembangan manajemen berbasis sekolah; (2)
Penguatan kapasitas pada pengembangan manajemen
implementasi KTSP dalam kerangka penguatan manajemen
berbasis sekolah.
Kedua strategi tersebut saling berkaitan melalui capacity
building team antar unsur pengawas, kepala sekolah, guru dan
tata usaha. Bila tidak mampu secara serentak, kedua strategi
tersebut diarahkan pada sekolah model (modelling) dengan
maksud untuk melahirkan model reflika untuk didesiminasikan pada
sekolah-sekolah di luar sekolah model.
Untuk melaksanakan proses fasilitasi dan bimbingan dalam
upaya menemukan dan melaksanakan alternatif pemecahan
masalah dan hambatan yang ditemui, dapat menggunakan Teknik

Bab V : Pendekatan dan Metodologi 160


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Daur Pengalaman Berstruktur, yang dimulai dengan upaya


mengalami, mengungkapkan, mengolah, menyimpulkan dan
kemudian menerapkannya.
Mengalami

Menerapkan Mengungkapkan

Menyimpulkan Mengolah

Sumber: Yoyon Bahtiar Irianto, Pembangunan Manusia dan Pembaharuan Pendidikan, Bandung:
Laboratorium Administrasi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonsia, 2006, hal 141.

Gambar 5.4
Daur Pengalaman Berstruktur

Merujuk strategi operasional sebagaimana diilustrasikan pada


bagan di atas, proses supervisi dan pendampingan pelaksanaan
pembaharuan, maka program Pendampingan, berupa supervisi
klinis dan bimbingan teknis, melalui metode dan teknik “applied
approach”, mengenai: (1) Intensitas penerapan keterampilan teknis
pasca pelatihan; (2) Tingkat kesulitan dan hambatan dalam
melaksanakan hasil-hasil pelatihan; (3) Tindakan fasilitasi,
pembimbingan dan pendampingan dalam mengatasi persoalan
dan hambatan dalam setiap implementasi kebijakan
pembangunan pendidikan.
Tekniknya sangat sederhana, yaitu dapat menggunakan
“Teknik Daur 3T” (tinjau, telaah dan tindak), yaitu: (1) Tinjau, bahwa
pada para pendamping dapat mengajak orang-orang yang
didampingi untuk dapat melihat, mengamati dan mempelajari
situasi, kondisi, perkembangan atau permasalahan yang
dihadapinya. (2) Telaah, bahwa para pendamping harus dapat
mengajar orang yang didampingi untuk berfikir kritis dan dapat
mengidentifikasi, menganalisis, menemukan penyebab dan
alternatif pemecahan masalah-masalah yang dihadapinya. (3)
Tindak, bahwa para pendamping harus dapat memberikan
motivasi dan membangkitkan kemauan serta keberanian untuk
melaksanakan atau melakukan tindakan-tindakan pemecahan
masalah yang dihadapinya.
3. Pengembangan Daya Saing Regional dan Internasional

Bab V : Pendekatan dan Metodologi 161


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Kelembagaan pendidikan secara konvensional telah


dianggap sebagai institusi dimana masyarakat dapat menemukan
serangkaian kemampuan yang dibutuhkan tadi. Persoalannya
ialah masih mampukan kelembagaan satuan pendidikan yang
ada di masyarakat memenuhi kebutuhan, keinginan dan harapan-
harapan masyarakatnya?
Dari beberapa kasus yang telah dipaparkan menunjukkan
bahwa hasil-hasil kelembagaan satuan pendidikan dewasa ini
banyak dianggap belum menghasilkan manusia-manusia yang
dibutuhkan, diinginkan dan diharapkan masyarakat dan bangsa,
yang memiliki pengetahuan yang relevan dengan kebutuhan
dirinya sendiri, masyarakat dan bangsanya. Atau dalam konsep link
and match diartikan belum mempunyai relevansi dengan
kemampuan menumbuhkan kegiatan ekonomi masyarakat dan
bangsa.
Abad ke-21 yang dikenal dengan era globalisasi memiliki ciri:
(1) perubahan yang sangat cepat dalam kehidupan masyarakat;
(2) perkembangan teknologi informasi yang sangat cepat dan
berdampak pada hubungan antar negara di dunia tanpa batas.
Perubahan yang sangat mendasar tersebut berdampak pada
perubahan besar dan cepat dalam tata kehidupan masyarakat,
persaingan sangat ketat antar bangsa baik didalam maupun luar
negeri.
Perubahan-perubahan yang sangat mungkin terjadi antara lain:
(1) Membanjirnya tenaga kerja asing yang lebih berkualitas
terutama dalam kemampuan berbahasa Inggris dan keterampilan
khusus dari Negara-negara ASEAN; (2) Seluruh pelajar dari lima
Negara ASEAN akan dapat belajar di berbagai sekolah dan
universitas di Negara-negara ASEAN; (3) Akan terjadi kompetisi
silang antar bangsa ASEAN dalam bidang ekonomi, jasa,
pendidikan, dan profesi-profesi lain; (4) Sulitnya lapangan kerja bagi
tenaga kerja dengan titel sarjana sekalipun; (5) Meleburnya
budaya ASEAN membentuk budaya regional; (6) Perkembangan
komunikasi dan transportasi akan mempercepat proses perubahan
sosial budaya, warga masyarakat akan memilih status ganda
sebagai warga dunia dan warga nasional.
Adanya berbagai perubahan tersebut menuntut perlunya
peningkatan kualitas SDM Indonesia yang siap berkompetisi untuk
merebut pendidikan yang bermutu, menjadi tenaga kerja yang
dapat merebut profesi-profesi yang strategis, menjadi pelajar yang
siap berkompetisi tingkat regional maupun internasional dalam

Bab V : Pendekatan dan Metodologi 162


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

bidang ilmu pengetahuan, teknologi dan seni-budaya, dan olah


raga, serta dapat berkompetisi dalam arena pertukaran pelajar
tingkat regional maupun internasional. Semua tuntutan itu menjadi
tantangan berat untuk dapat menyediakan lembaga pendidikan
yang mampu mempersiapkan SDM Indonesia sejajar dengan SDM
negara-negara lain di dunia.
Berbagai upaya peningkatan mutu pendidikan, baik pada
jalur formal maupun nonformal telah ditempuh pemerintah. Hal ini
terbukti lahir program-program peningkatan mutu melalui program
Sekolah Berstandar Nasional, Sekolah Unggulan, SD-SMP satu atap,
dan masih banyak program-program peningkatan mutu yang lain,
termasuk rintisan pengembangan model Sekolah Bertaraf
Internasional (SBI). Namun, program-program peningkatan mutu
yang telah ditempuh tersebut ternyata masih harus dikejar untuk
dapat menyesuaikan dengan perkembangan iptek dan arus
kesejagatan.
Munculnya Program SBI pada dasarnya bertujuan untuk
menghasilkan SDM yang berkualitas yaitu Warga Negara yang
unggul secara intelektual, moral, kompeten dalam IPTEKS, produktif,
dan memiliki komitmen yang tinggi dalam berbagai peran sosial,
ekonomi dan kebudayaan, serta mampu bersaing dengan bangsa
lain.
Terkait dengan tujuan SBI tersebut, dalam pasal 50 ayat (3)
UU.No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
mengamanatkan bahwa pemerintah dan/atau pemerintah
daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan
pendidikan pada semua jenjang untuk dikembangkan menjadi
satuan pendidikan bertaraf internasional.
Lebih lanjut dikemukakan pula dalam PP.No.19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) pasal 61 ayat (1) yang
menyebutkan bahwa pemerintah bersama-sama pemerintah
daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan
pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan sekurang-
kurangnya satu satuan pendidikan pada jenjang pendidikan
menengah untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan
bertaraf internasional.
Di samping itu, dalam Renstra Depdiknas 2005-2009 Bab V
dikemukakan pula bahwa pembangunan SBI dimaksudkan untuk
meningkatkan daya saing bangsa perlu dikembangkan SBI pada
tingkat Kabupaten/Kota melalui kerjasama yang konsisten antara
pemerintah dengan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, untuk

Bab V : Pendekatan dan Metodologi 163


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

mengembangkan SD, SMP, SMA dan SMK yang bertaraf


Internasional sebanyak 112 di seluruh Indonesia.

Bab V : Pendekatan dan Metodologi 164


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

BAB VI
AGENDA DAN PRIORITAS PROGRAM PENDIDIKAN
KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2008-2025

Untuk menyusun agenda pembangunan pendidikan yang


dituangkan dalam prioritas program diperlukan kesepahaman
tentang substansi, proses dan konteks kelembagaan pendidikan
yang menjadi kewenangan pemerintah daerah untuk
mengurusnya.
Secara substantif, pembangunan pendidikan di Kabupaten
Bandung akan berkenaan dengan tugas-tugas pengelolaan dalam
bidang: (1) pengembangan dan implementasi kurikulum; (2)
pengelolaan peserta didik; (3) pengelolaan ketenagaan; (4)
pengelolaan tanah, bangunan/gedung/sarana/prasarana dan
fasilitas serta sumber belajar; (5) pengelolaan anggaran dan
pembiayaan pendidikan; (6) pengelolaan kerjasama
kelembagaan pendidikan dengan masyarakat; (7) pengelolaan
bidang-bidang khusus lainnya yang sesuai dengan jenis dan
karakteristik kelembagaan pendidikan.
Pemahaman tentang proses-proses pendidikan di Kabupaten
Bandung akan berkenaan dengan serangkaian prosedur
manajerial, antara lain: (1) proses pembuatan keputusan yang
dituangkan dalam bentuk-bentuk produk kebijakan; (2) proses
perencanaan yang disertai dengan dokumen-dokumen rencana
dan program; (3) pengorganisasian dan mengkomunikasikan
program-program pendidikan; (4) pelaksanaan, pengendalian dan
evaluasi program pendidikan; (5) pelaporan dan tindak lanjut dari
setiap pencapaian program pendidikan.
Pemahaman tentang konteks kelembagaan pendidikan di
Kabupaten Bandung tidak dipandang hanya terbatas pada
kelembagaan persekolahan di jalur pendidikan formal semata.
Tetapi, memandang bahwa kelembagaan pendidikan di
Kabupaten Bandung ternyata dapat dipandang dari aspek jalur,
jenjang dan jenisnya. Jalur pendidikan di Kabupaten Bandung,
ternyata terdapat di jalur pendidikan formal, pendidikan nonformal
dan pendidikan informal; Jenjang pendidikan di Kabupaten
Bandung ternyata merentang sejang pendidikan prasekolah,
pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi;
Jenis pendidikan di Kabupaten Bandung ternyata ada pendidikan
umum, pendidikan kejuruan, pendidikan keagamaan, dan

Bab VI : Agenda dan Prioritas Program 160


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

pendidikan khusus (pendidikan luar biasa). Dengan demikian, jenis


kelembagaan satuan pendidikan yang secara eksis nyata di
Kabupaten Bandung sangat variasi, antara lain:
(1) Jenis kelembagaan satuan pendidikan formal umum pada
jenjang pendidikan prasekolah terdiri dari: Taman kanak-kanak
(TK);
(2) Jenis kelembagaan satuan pendidikan umum keagamaan
Islam pada jenjang pendidikan prasekolah terdiri dari:
Roudhatul Athfal (RA);
(3) Jenis kelembagaan satuan pendidikan nonformal pada jenjang
pendidikan prasekolah terdiri dari: Kelompok Bermain (Kober),
Tempat Penitipan Anak (TPA), dan Posyandu terintegrasi
dengan PAUD (Pos PAUD);
(4) Jenis kelembagaan satuan pendidikan formal umum pada
jenjang pendidikan dasar terdiri dari: Sekolah Dasar (SD) dan
Sekolah Menengah Pertama (SMP);
(5) Jenis kelembagaan satuan pendidikan formal umum
keagamaan Islam pada jenjang pendidikan dasar terdiri dari:
Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs);
(6) Jenis kelembagaan satuan pendidikan nonformal keagamaan
Islam pada jenjang pendidikan dasar terdiri dari: Madrasah
Diniyah Awaliyah (MDA) dan Madrasah Diniyah Wustho (MDW);
(7) Jenis kelembagaan satuan pendidikan formal khusus pada
jenjang pendidikan dasar terdiri dari: Sekolah Dasar Luar Biasa
(SDLB) dan Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB);
(8) Jenis kelembagaan satuan pendidikan nonformal pada jenjang
pendidikan dasar disebut pendidikan kesetaraan, yaitu Paket A
setara SD dan Paket B setara SMP;
(9) Jenis kelembagaan satuan pendidikan formal umum pada
jenjang pendidikan menengah terdiri dari: Sekolah Menengah
Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK);
(10) Jenis kelembagaan satuan pendidikan formal umum pada
jenjang pendidikan menengah dasar terdiri dari: Madrasah
Aliyah (MA) dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK);
(11) Jenis kelembagaan satuan pendidikan nonformal pada
jenjang pendidikan menengah yaitu pendidikan kesetaraan
Paket C setara SMA;
(12) Jenis kelembagaan satuan pendidikan nonformal
keagamaan pada jenjang pendidikan menengah terdiri dari:
Madrasah Diniyah Ulya (MDU);
(13) Jenis kelembagaan satuan pendidikan formal umum pada
jenjang pendidikan tinggi terdiri dari: Akademi, Sekolah Tinggi,
Institut dan Universitas;
Bab VI : Agenda dan Prioritas Program 161
Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

(14) Jenis kelembagaan satuan pendidikan nonformal


keagamaan pada jenjang pendidikan sering disebut Mualimin;
Jenis kelembagaan satuan pendidikan akan lebih variasi lagi
apabila dilihat secara faktual diselenggarakan pada jalur
pendidikan nonformal, terutama bila melihat eksistensi pendidikan
berkelanjutan, seperti halnya Kelompok Belajar Usaha (Kejar
Usaha/KBU), kursus-kursus, magang, pendidikan kepemudaan
(kelompok pemuda sebaya), pemberdayaan wanita/
pengarusutamaan jender, kelompok wanita usaha, kader
pembangunan dan sejenisnya, dan pusat-pusat kegiatan belajar
masyarakat (PKBM), Sanggar Kebiatan Belajar (SKB) dan Pesantren-
pesantren yang secara nyata telah lebih dahulu melaksanakan
program-program pendidikan nonformal keagamaan, baik secara
individu maupun kelompok, yang merentang dari jenjang MDA
sampai ke jenjang Mualimin.
Di samping itu, kelembagaan lain yang secara eksis telah
menggali, melestarikan, memlihara dan mengembangan nilai-nilai
sosial budaya melalui pendidikan nonformal ialah lembaga-
lembaga atau kelompok-kelompok kesenian dan kebudayaan,
seperti halnya padepokan seni-budaya, lingkung seni budaya
daerah, taman/cagar budaya, sejarah dan kepurbakalaan, dan
jenis-jenis kelembagaan lainnya yang bergerak dalam penggalian,
pelestarian dan pengembangan nilai-nilai kebudayaan masyarakat
daerah.
Merujuk agenda Pembangunan Nasional sebagaimana telah
ditetapkan dalam Rencana Strategis Pendidikan Nasional, maka
agenda pembangunan pendidikan di Kabupaten Bandung
ditetapkan dalam empat periode, yaitu (1) peningkatan kapasitas
dan modernisasi (2008-2010); (2) penguatan pelayanan
kelembagaan (2011-2015); (3) pengembangan ke arah daya saing
regional (2016-2020); dan (4) pengembangan ke arah daya saing
internasional (2021-2025).
Kemudian, dengan merujuk misi dan tujuan pembangunan
pendidikan jangka panjang (RPJP bidang Pendidikan) di
Kabupaten Bandung Tahun 2008-2025, maka misi, tujuan, sasaran,
kebijakan dan program pendidikan dan kebudayaan di
Kabupaten Bandung Tahun 2008-2025, dapat diuraikan sebagai
berikut.

A. Agenda Pembangunan Pendidikan Tahun 2008-2025


1. Pemerataan Kesempatan Memperoleh Pendidikan

Bab VI : Agenda dan Prioritas Program 162


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Pemerataan kesempatan untuk memperoleh pendidikan


bagi masyarakat Kabupaten Bandung, sasarannya merentang dari
golongan usia dini sampai usia dewasa, melalui peningkatan dan
pengembangan pelayanan kelembagaan pendidikan dan
kebudayaan yaitu:
a. Pendidikan Anak Usia Dini
Misinya ialah menumbuhkembangkan potensi dasar
keimanan, ketaqwaan, kecerdasan, kreativitas, keterampilan,
produktivitas, dan kemandirian masyarakat melalui pemerataan
dan perluasan pendidikan sejak usia dini. Tujuannya ialah
memperluas kesempatan kepada seluruh anak usia dini (usia 0-6
tahun) untuk memperoleh PAUD, agar anak dapat
mengembangkan potensinya sehingga memiliki kesiapan untuk
mengikuti Pendidikan Dasar.
Target yang harus dicapai pada tahun 2025 ialah: (1) Seluruh
anak usia dini (0-6 tahun) di pelosok pedesaan dapat mengikuti
PAUD, baik pada Tempat Penitipan Anak (TPA), Taman Kanak-
kanak (TK), Taman Kanak-kanak Al-Qur’an (TKA) Roudhatul Athfal
(RA), Kelompok Bermain (Kober), Pos PAUD (PAUD terintegrasi
dengan POSYANDU); (2) Sebaran kelembagaan PAUD
berkembang dengan merata pada setiap pelosok pedesaan; (3)
Jumlah dan sebaran kelembagaan PAUD Terpadu berbasis
keunggulan bertaraf internasional berkembang sampai ke pelosok
pedesaan.

b. Pendidikan Dasar
Misi yang diemban ialah menumbuh-kembangkan potensi
dasar keimanan, ketaqwaan, kecerdasan, kreativitas,
keterampilan, produktivitas, dan kemandirian masyarakat melalui
pemerataan dan perluasan pendidikan dasar; Tujuannya ialah
memperluas kesempatan bagi seluruh anak usia wajib belajar
(AUWB) untuk memperoleh pelayanan Pendidikan Dasar (usia 7-15
tahun) yang berkeadilan agar anak dapat mengembangkan
potensinya, sehingga memiliki bekal pengetahuan, keterampilan
dan kemampuan dasar untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang
yang lebih tinggi atau kehidupan di masyarakat; Seluruh anak usia
wajib belajar (7-15 tahun) dapat menamatkan pendidikan dasar
baik melalui Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama
(SMP), Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs)
Madrasah Diniyah Awaliyah (MDA) dan Madrasah Diniyah Wusto

Bab VI : Agenda dan Prioritas Program 163


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

(MDW), Pendidikan Kesetaraan Paket A (setara SD) dan Paket B


(setara SMP).
Target yang harus dicapai pada tahun 2025 ialah: (1) Seluruh
anak putus sekolah dan anak jalanan usia wajib belajar dapat
menamatkan pendidikan dasar melalui Program Paket A dan B; (2)
Seluruh anak luar biasa dapat menamatkan pendidikan pada
Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), Sekolah Menengah Pertama Luar
Biasa (SMPLB), dan SLB Autis; (3) Seluruh anak korban narkoba usia
wajib belajar dapat menamatkan pendidikan dasar pada pusat-
pusat rehabilitasi yang menyelenggarakan pendidikan dasar; (4)
Jumlah dan sebaran kelembagaan pendidikan dasar terpadu
berbasis keunggulan bertaraf internasional berkembang dengan
merata sampai ke tingkat pedesaan.
c. Pendidikan Menengah
Misi yang dieman ialah menumbuh-kembangkan keimanan,
ketaqwaan, kecerdasan, kreativitas, keterampilan, produktivitas,
dan kemandirian masyarakat melalui pemerataan dan perluasan
pendidikan menengah; Tujuannya ialah memperluas kesempatan
bagi seluruh anak usia wajib belajar (AUWB) untuk memperoleh
pelayanan Pendidikan Menegah (usia 16-18 tahun) yang
berkeadilan, sehingga memiliki bekal pengetahuan, keterampilan
dan kemampuan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang
lebih tinggi atau untuk memperoleh pekerjaan tingkat menengah
dalam lingkungan masyarakat.
Target yang harus dicapai pada Tahun 2025 ialah: (1) Seluruh
anak usia wajib belajar (16-18 tahun) dapat menamatkan
pendidikan menengah, baik pada Sekolah Menengah Atas (SMA)
dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Madrasah Aliyah (MA),
Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), dan Madrasah Diniyah Ulya
(MDU), Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB) Pendidikan
kesetaraan Paket C; (2) Jumlah dan sebaran kelembagaan
pendidikan menengah umum dan kejuruan berkembang dengan
seimbang sesuai dengan tuntutan masyarakat; (3) Jumlah dan
sebaran kelembagaan pendidikan menengah terpadu berbasis
keunggulan bertaraf internasional berkembang sampai ke tingkat
kecamatan.
d. Pendidikan Tinggi
Misi yang diemban ialah menumbuhkembangkan keimanan,
ketaqwaan, kecerdasan, kreativitas, keterampilan, produktivitas,
dan kemandirian masyarakat melalui pemerataan dan perluasan
pendidikan; Tujuannya ialah Memperluas kesempatan bagi seluruh

Bab VI : Agenda dan Prioritas Program 164


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

anak lulusan pendidikan menengah untuk memperoleh pelayanan


Pendidikan Tinggi, sehingga memiliki kemampuan profesional
dalam kehidupan masyarakat.
Target yang harus dicapai pada tahun 2025 ialah: (1) Seluruh
lulusan pendidikan menengah memiliki akses lebih mudah untuk
mengikuti pendidikan tinggi, baik pada kelembagaan pendidikan
tinggi lokal regional; (2) Masyarakat dapat mengembangkan
perguruan tinggi yang memiliki keunggulan keahlian sesuai dengan
tuntutan masyarakat.
e. Pendidikan Berkelanjutan
Misi yang diemban ialah menumbuhkembangkan keimanan,
ketaqwaan, kecerdasan, kreativitas, keterampilan, produktivitas,
dan kemandirian masyarakat melalui pemerataan dan perluasan
pendidikan berkelanjutan; Tujuannya ialah memperluas
kesempatan bagi seluruh masyarakat untuk memperoleh
pelayanan Pendidikan Berkelanjutan, sehingga memiliki bekal
keterampilan teknis untuk memperoleh pekerjaan dalam
lingkungan kehidupan di masyarakat.
Target yang harus dicapai pada tahun 2025 ialah: (1) Seluruh
masyarakat dapat meningkatkan keterampilan melalui Pendidikan
Berkelanjutan; (2) Jumlah Kelompok Belajar Usaha (Kejar
Usaha/KBU), Magang, dan kursus-kursus/pelatihan dan bimbingan
belajar dapat berkembang merata sampai ke tingkat pedesaan.
f. Pendidikan Keaksaraan
Misi yang diemban ialah menumbuhkembangkan keimanan,
ketaqwaan, kecerdasan, kreativitas, keterampilan, produktivitas,
dan kemandirian masyarakat melalui pemerataan dan perluasan
pendidikan keaksaraan; Tujuannya ialah memperluas kesempatan
bagi seluruh masyarakat untuk memperoleh pelayanan Pendidikan
Keaksaraan Fungsional, sehingga memiliki bekal pengetahuan dan
keterampilan untuk dapat meningkatkan penghasilan keluarga.
Target yang harus dicapai pada Tahun 2025 ialah seluruh
masyarakat usia dewasa sudah terbebas dari buta huruf, baik huruf
latin maupun huruf arab. Bahkan untuk membebaskan masyarakat
dari buta huruf latin, harus dicapai pada ahir Tahun 2010.
g. Pendidikan Kepemudaan
Misi yang diemban ialah menumbuhkembangkan keimanan,
ketaqwaan, kecerdasan, kreativitas, keterampilan, produktivitas,
dan kemandirian masyarakat melalui pemerataan dan perluasan
pendidikan kepemudaan; Tujuannya ialah memperluas

Bab VI : Agenda dan Prioritas Program 165


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

kesempatan bagi seluruh masyarakat golongan pemuda untuk


memperoleh pelayanan Pendidikan Kepemudaan, sehingga dapat
mengembangkan bakat, minat, kreativitas dan inovasi sebagai
kader pembangunan dalam bidang kehidupan sosial, ekonomi
dan politik.
Target yang harus dicapai tahun 2025 ialah: (1) Seluruh
masyarakat golongan pemuda dapat mengikuti Pendidikan
kepemudaan, baik di lingkungan sekolah formal maupun
nonformal; (2) Organisasi-organisasi kepemudaan (seperti OSIS,
PMR, Kepramukaan, keprajuritan, kelompok-kelompok pemuda
sebaya, pertukaran remaja/pemuda, karang taruna/taruna karya,
ikatan remaja/pemuda mesjid, dan kader pemuda
penggerak/fasilitator pembangunan), dan lainnya yang sejenis)
dapat berkembang sampai ke tingkat pedesaan.
h. Pendidikan Kewanitaan dan Kesetaraan Jender
Misi yang diemban ialah menumbuhkembangkan keimanan,
ketaqwaan, kecerdasan, kreativitas, keterampilan, produktivitas,
dan kemandirian masyarakat melalui pemerataan dan perluasan
pendidikan kewanitaan dan kesetaraan jender; Tujuannya ialah
memperluas kesempatan bagi seluruh masyarakat golongan
perempuan untuk memperoleh pelayanan Pendidikan Kewanitaan
dan kesetaraan jender.
Target yang harus dicapai pada tahun 2025 ialah: (1) Seluruh
kaum perembuan/wanita memiliki akses yang lebih mudah untuk
mengikuti pendidikan kewanitaan, sehingga memiliki tingkat
pendidikan yang setara dengan kaum laki-laki; (2) Jumlah dan jenis
layan program pendidikan kewanitaan (Kelompok-kelompok
pemberdayaan wanita, kelompok wanita usaha, kelompok wanita
kader pembangunan, dan pendidikan kewanitaan lain sejenis)
dapat berkembang dengan merata sampai ke tingkat pedesaan.
i. Taman Bacaan dan Perpustakaan Masyarakat
Misinya ialah menumbuhkembangkan keimanan,
ketaqwaan, kecerdasan, kreativitas, keterampilan, produktivitas,
dan kemandirian masyarakat melalui pemerataan dan perluasan
TBM dan Perpustakaan Masyarakat; Tujuannya ialah memperluas
kesempatan bagi seluruh masyarakat untuk memperoleh sumber-
sumber informasi dan sumber belajar.
Target yang harus dicapai tahun 2025 ialah: (1) Masyarakat
memiliki kesempatan yang lebih luas untuk memperoleh sumber-
sumber informasi dan sumber belajar melalui Taman Bacaan
Masyarakat (TBM) dan Perpustakaan Masyarakat; (2) Jumlah

Bab VI : Agenda dan Prioritas Program 166


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Taman Bacaan Masyarakat (TBM) dan Perpustakaan Masyarakat


dapat berkembang sampai ke tingkat RW di pelosok pedesaan.
j. Pendidikan Keluarga
Misi yang diemban ialah membina keimanan, ketaqwaan
dan kemandirian masyarakat melalui pendidikan keluarga;
Tujuannya ialah memberikan fasilitasi kepada seluruh masyarakat
agar supaya memahami tentang eksistensi pendidikan informal.
Target yang harus dicapai pada tahun 2025 ialah seluruh
masyarakat dapat mehamami tentang eksistensi Pendidikan
informal (homeschooling);
k. Kesenian dan Kebudayaan Daerah
Misi yang diemban ialah menumbuhkembangkan keimanan,
ketaqwaan, kecerdasan, kreativitas, keterampilan, produktivitas,
dan kemandirian masyarakat melalui pengem-bangan seni-
budaya daerah dan nasional; Tujuannya ialah memperluas
kesempatan bagi masyarakat untuk mengembangkan wawasan
dan apresiasi tentang seni-budaya daerah dan nasional yang
perlu dilestarikan dan dikembangkan.
Target yang harus dicapai pada tahun 2025 ialah: (1) Seluruh
masyarakat memiliki wawasan dan apresiasi terhadap seni-budaya
daerah dan nasional; (2) Kesenian dan kebudayaan daerah dapat
digali dilestarikan dan dikembangkan melalui padepokan seni
budaya, musium, taman-taman budaya daerah dan nasional; (3)
Jumlah dan jenis kelembagaan seni-budaya dapat berkembang
sampai ke pelosok pedesaan.

2. Peningkatan Mutu, Relevansi dan Daya Saing Pendidikan


Peningkatan mutu, relevansi dan daya saing pendidikan
berkenaan dengan hasil-hasil pendidikan yang belum memberikan
makna yang berarti bagi kehidupan peserta didik/warga belajar,
baik dalam aspek kehidupan beragama, bekal dan kecakapan
hidup, dan hubungan kemasyarakatan. Namun demikian, dimensi-
dimensi mutu, relevansi dan daya saing pendidikan sangat
ditentukan oleh banyak faktor, seperti halnya muatan kurikulum,
ketersediaan sarana dan prasarana, kemampuan tenaga
pengelola dan pelaksana, ketersediaan dana yang memadai,
hubungan kemitraan dengan stakeholders pendidikan, dan
lingkungan hidup yang mendukung proses pendidikan.
Karena itu, misi dan tujuan serta sasaran yang harus dicapai
dalam jangka panjang ialah sebagai berikut:

Bab VI : Agenda dan Prioritas Program 167


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

a. Pendidikan Anak Usia Dini


Misi yang diemban ialah meningkatkan potensi dasar
kecerdasan, kreativitas, keterampilan, produktivitas, dan
kemandirian masyarakat berdasarkan keimanan dan ketaqwaan
melalui peningkatan mutu, relvansi dan daya saing pendidikan
anak usia dini; Tujuannya ialah meningkatkan mutu, relevansi dan
daya saing seluruh penyelenggaraan Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD) agar dapat menumbuh-kembangkan potensi seluruh anak
usia dini sehingga memiliki kesiapan untuk mengikuti pendidikan
dasar.
Target yang harus dicapai pada tahun 2025 ialah: (1) Seluruh
program layanan pendidikan pada Tempat Penitipan Anak (TPA),
Taman Kanak-kanak (TK), Taman Kanak-kanak Al-Qur’an (TKA),
Roudhatul Athfal (RA), Kelompok Bermain (Kober), Pos PAUD, dapat
menghasilkan lulusan yang relevan dengan kebutuhan, sehingga
anak usia dini memiliki kesiapan untuk mengikuti pendidikan dasar;
(2) Program layanan pada kelembagaan PAUD Terpadu berbasis
keunggulan memiliki kemampuan untuk bersaing pada tingkat
internasional.
b. Pendidikan Dasar
Misi yang diemban ialah meningkatkan kecerdasan,
kreativitas, keterampilan, produktivitas, dan kemandirian
masyarakat berdasarkan keimanan dan ketaqwaan melalui
peningkatan mutu, relvansi dan daya saing pendidikan dasar;
Tujuannya ialah meningkatkan mutu, relevansi dan daya saing
seluruh penyelenggaraan Pendidikan Dasar, agar dapat
menanamkan dan menguatkan dasar-dasar pengetahuan, sikap
dan keterampilan, baik untuk bekal dalam melanjutkan pendidikan
ke jenjang pendidikan tingkat menengah, maupun sebagai bekal
hidup di masyarakat.
Target yang harus dicapai pada tahun 2025 ialah: (1) Seluruh
program pada Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah
Pertama (SMP), Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan Madrasah
Tsanawiyah (MTs) Madrasah Diniyah Awaliyah (MDA) dan
Madrasah Diniyah Wusto (MDW), Pendidikan Kesetaraan Paket A
(setara SD) dan Paket B (setara SMP); Sekolah Dasar Luar Biasa
(SDLB), Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB), dan
sekolah bagi anak korban narkoba dan anak berkebutuhan khusus,
sangat relevan dengan kebutuhan masyarakat, sehingga
lulusannya memiliki pengetahuan, sikap dan keterampilan, baik
untuk bekal dalam melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan
tingkat menengah, maupun sebagai bekal hidup di masyarakat; (2)

Bab VI : Agenda dan Prioritas Program 168


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Seluruh kelembagaan satuan pendidikan dasar berbasis


keunggulan memiliki kemampuan untuk dapat bersaing pada
tingkat internasional, sehingga lulusannya dapat melanjutkan
pendidikan pada lembaga-lembaga pendidikan bertaraf
internasional.
c. Pendidikan Menengah
Misi yang diemban ialah meningkatkan kecerdasan,
kreativitas, keterampilan, produktivitas, dan kemandirian
masyarakat berdasarkan keimanan dan ketaqwaan melalui
peningkatan mutu, relvansi dan daya saing pendidikan menengah;
Tujuannya ialah meningkatkan mutu, relevansi dan daya saing
seluruh penyelenggaraan Pendidikan Menengah agar dapat
menumbuh-kembangkan dan menguatkan pengetahuan, sikap
dan keterampilan, baik untuk bekal dalam melanjutkan pendidikan
ke jenjang pendidikan tingkat tinggi, maupun sebagai bekal untuk
mendapatkan pekerjaan yang layak di lingkungan masyarakat.
Target yang harus dicapai pada tahun 2025 ialah: (1) Seluruh
program yang diselenggarakan Sekolah Menengah Atas (SMA)
dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Madrasah Aliyah (MA),
Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), dan Madrasah Diniyah Ulya
(MDU), Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB), dan
Pendidikan kesetaraan Paket C sangat selevan dengan kebutuhan
masyarakat, sehingga lulusannya memiliki pengetahuan, sikap dan
keterampilan, baik untuk bekal dalam melanjutkan pendidikan ke
jenjang pendidikan tinggi, maupun untuk mendapatkan pekerjaan
yang layak di lingkungan masyarakat; (2) Seluruh kelembagaan
pendidikan menengah berbasis keunggulan memiliki kemampuan
untuk bersaing pada tingkat internasional, sehingga lulusannya
banyak melanjutkan ke pendidikan tinggi bertaraf internasional,
dan banyak bekerja pada lembaga-lembaga perusahaan bertaraf
internasional.
d. Pendidikan Tinggi
Misi yang diemban ialah meningkatkan kecerdasan,
kreativitas, keterampilan, produktivitas, dan kemandirian
masyarakat berdasarkan keimanan dan ketaqwaan melalui
peningkatan mutu, relvansi dan daya saing tingkat pendidikan
masyarakat; Tujuannya ialah meningkatkan mutu, relevansi dan
daya saing seluruh penyeleggaraan Pendidikan Tinggi yang
berdomisili di Kabupaten Bandung agar dapat memberikan
manfaat yang berarti dalam meningkatkan mutu tingkat
pendidikan tinggi masyarakat.

Bab VI : Agenda dan Prioritas Program 169


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Target yang harus dicapai pada tahun 2025 ialah


kelembagaan pendidikan tinggi yang ada di wilayah Kabupaten
Bandung memberikan sumbangan yang signifikan dalam
meningkatkan mutu tingkat pendidikan masyarakat.
e. Pendidikan Berkelanjutan
Misi yang diemban ialah meningkatkan kecerdasan,
kreativitas, keterampilan, produktivitas, dan kemandirian
masyarakat berdasarkan keimanan dan ketaqwaan melalui
peningkatan mutu, relvansi dan daya saing pendidikan
berkelanjutan; Tujuannya ialah meningkatkan mutu, relevansi dan
daya saing penyelenggaraan Pendidikan Berkelanjutan agar
dapat nguatkan sikap dan keterampilan sebagai bekal untuk
mendapatkan pekerjaan yang layak di lingkungan masyarakat.
Target yang harus dicapai pada tahun 2025 ialah: (1) Seluruh
program Pendidikan Berkelanjutan pada Kelompok Belajar Usaha
(Kejar Usaha/KBU), Magang, dan Kursus-kursus/pelatihan sangat
relevan dengan kebutuhan masyarakat, sehingga lulusannya
dapat bekerja baik pada sektor formal maupun informal; (2) Seluruh
program pendidikan berkelanjutan berbasis keunggulan memiliki
kemampuan untuk bersaing pada tingkat internasional, sehingga
lulusannya dapat bekerja pada perusahaan-perusahaan
multinasional.
f. Pendidikan Keaksaraan
Misi yang diemban ialah meningkatkan kecerdasan,
keterampilan, kemandirian masyarakat berdasarkan keimanan dan
ketaqwaan melalui peningkatan mutu dan relvansi pendidikan
keaksaraan; Tujuannya ialah membebaskan seluruh masyarakat
dari buta huruf latin agar dapat membaca dan menulis, sehingga
mendapat kesempatan untuk mengikuti perkembangan iptek yang
fungsional bagi kehidupannya.
Target pada tahun 2025 ialah seluruh program pendidikan
keaksaraan fungsional bagi kelompok masyarakat usia dewasa
sangat relevan dengan kebutuhan, sehingga lulusannya memiliki
pengetahuan dan keterampilan fungsional dalam meningkatkan
penghasilan keluarganya (income generating).
g. Pendidikan Kepemudaan
Misi yang diemban ialah meningkatkan kecerdasan,
kreativitas, keterampilan, produktivitas, dan kemandirian
masyarakat berdasarkan keimanan dan ketaqwaan melalui
peningkatan mutu, relvansi dan daya saing pendidikan
kepemudaan; Tujuannya ialah meningkatkan mutu, relevansi dan

Bab VI : Agenda dan Prioritas Program 170


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

daya saing seluruh penyelenggaraan Pendidikan Kepemudaan


agar seluruh masyarakat golongan pemuda dapat menumbuh-
kembangkan bakat dan minat sebagai bekal kehidupan sosial,
ekonomi dan politik di masyarakat.
Target yang harus dicapai pada tahun 2025 ialah seluruh
program Pendidikan kepemudaan (OSIS, PMR, Kepramukaan,
keprajuritan, kelompok-kelompok pemuda sebaya, pertukaran
remaja/pemuda, karang taruna/taruna karya, ikatan
remaja/pemuda mesjid, dan kader pemuda penggerak/fasilitator
pembangunan), sangat relevan dengan kebutuhan, sehingga
lulusannya memiliki kemampuan untuk berkiprah dalam dunia
sosial, ekonomi dan politik lokal, regional, nasional maupun
internasional.
h. Pendidikan Kewanitaan dan Kesetaraan Jender
Misi yang diemban ialah meningkatkan kecerdasan,
kreativitas, keterampilan, produktivitas, dan kemandirian
masyarakat berdasarkan keimanan dan ketaqwaan melalui
peningkatan mutu, relvansi dan daya saing pendidikan kewanitaan
dan kesetaraan jender; Tujuannya ialah meningkatkan mutu,
relevansi dan daya saing penyelenggaraan seluruh Pendidikan
Kewanitaan agar dapat memberdayakan potensi, bakat dan
minat kaum wanita/perempuan memiliki kesetaraan dengan kaum
laki-laki dalam kehidupan sosial, ekonomi dan politik di masyarakat.
Target yang harus dicapai pada tahun 2025 ialah seluruh
program Pendidikan kewanitaan dan kesetaraan jender
(kelompok-kelompok pemberdayaan wanita, kelompok wanita
usaha, kelompok wanita kader pembangunan, dan pendidikan
kewanitaan lainnya yang sejenis) sangat relevan dengan
kebutuhan, sehingga lulusannya memiliki kesetaraan dengan kaum
pria dalam kehidupan sosial, ekonomi dan politik lokal, regional,
nasional, maupun internasional.
i. Taman Bacaan dan Perpustakaan Masyarakat
Misi yang diemban ialah meningkatkan kecerdasan,
kreativitas, keterampilan, masyarakat berdasarkan keimanan dan
ketaqwaan melalui peningkatan mutu, relvansi dan daya saing TBM
dan Perpustakaan Masyarakat; Tujuannya ialah meningkatkan
mutu, relevansi dan daya saing penyelenggaraan seluruh Taman
Bacaan Masyarakat (TBM) dan Perpustakaan Masyarakat agar
dapat menumbuh-kembangkan kebiasan membaca dan
mengikuti perkembangan iptek dan informasi lainnya dalam
kehidupan.

Bab VI : Agenda dan Prioritas Program 171


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Target yang harus dicapai pada tahun 2025 ialah seluruh


Taman Bacaan Masyarakat (TBM) dan Perpustakaan Masyarakat
sangat relevan dengan kebutuhan masyarakat, sehingga
keberadaannya betul-betul dapat meningkatkan minat baca,
pengetahuan dan keterampilan masyarakat setempat.
j. Pendidikan Keluarga
Misi yang diemban ialah meningkatkan kecerdasan,
kreativitas dan kemandirian masyarakat melalui peningkatan
mutu, relvansi dan daya saing pendidikan keluarga; Tujuannya
ialah Meningkatkan mutu penyelenggaraan pendidikan informal
agar peserta didik memiliki pengetahuan, sikap dan keterampilan
yang sederajat dengan hasil persekolahan; Dan target pada tahun
2025 ialah seluruh masyarakat dapat memahami tentang eksistensi
pendidikan keluarga, sehingga keluarga-keluarga penyelenggara
homeschooling dapat menghasilkan lulusan yang setara dengan
pendidikan formal.
k. Kesenian dan Kebudayaan Daerah
Misi yang diemban ialah meningkatkan mutu keimanan,
ketaqwaan, kecerdasan, kreativitas, keterampilan, produktivitas,
dan kemandirian masyarakat melalui pengem-bangan mutu seni-
budaya daerah dan nasional; Tujuannya ialah memperdalam
wawasan dan apresiasi masyarakat terhadap nilai-nilai kesenian
dan kebudayaan daerah dan nasional, sehingga dapat
menumbuh-kembangkan rasa kebanggaan sebagai anggota
masyarakat dan bangsanya.
Target yang harus dicapai pada tahun 2025 ialah seluruh
padepokan seni budaya, musium, taman-taman budaya daerah
dan nasional dapat berfungsi sebagai lembaga penggali, pelestari
dan pengembang kesenian dan kebudayaan, sehingga seluruh
nilai-nilai kebudayaan daera dapat diapresiasi dan dikembangkan
dalam kehidupan sehari-hari masyarakat, dan diakui dunia
internasional sebagai kekayaan kesenian dan kebudayaan milik
masyarakat dan Bangsa Indonesia.
3. Meningkatkan Kualitas Tata Kelola, Akuntabilitas dan
Pencitraan Publik
Aspek ini berkenaan dengan efektivitas, efisiensi, dan
produktivitas administrasi dan manajemen pembangunan
pendidikan, yang didukung oleh perangkat sistem yang memadai.
Perangkat sistem administrasi dan manajemen tersebut berkenaan
dengan ketersediaan: (1) perundang-undangan sebagai
perangkat kendali organisasi dan penyelenggaraan pendidikan; (2)

Bab VI : Agenda dan Prioritas Program 172


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

prosedur operasional standar (POS) sebagai perangkat operasional


penyelenggaraan pendidikan; (3) sumber-sumber material dan non
material sebagai perangkat pendukung penyelenggaraan
pendidikan.
Oleh karena itu, misi, tujuan dan target yang harus dicapai
pada tahun 2025 dalam upaya meningkatkan mutu tata-kelola,
akuntabilitas dan pencitraan publik pembangunan pendidikan dan
kebudayaan di Kabupaten Bandung ialah sebagai berikut:
a. Perencanaan dan Program
Misi yang diemban ialah meningkatkan mutu keimanan,
ketaqwaan kecerdasan, kreativitas, keterampilan, masyarakat
melalui tatakelola, akuntabilitas dan pencitraan publik sistem
perencanaan pendidikan dan kebudayaan; Tujuannya ialah
meningkatkan mutu sistem perencanaan pendidikan agar
pelaksanaan pendidikan memiliki pedoman dan arah yang jelas,
baik bagi para pengelola dan pelaksana, maupun bagi
masyarakat pengguna pendidikan dan kebudayaan dalam
pencapaiannya.
Sasaran yang harus dicapai pada tahun 2025 ialah bahwa
tata kelola perencanaan dan program-program pembangunan
pendidikan dan kebudayaan di Kabupaten Bandung dapat
dilaksanakan dengan efektif berdasarkan prinsip, struktur, bidang
garapan, pendekatan dan metodologi, prosedur dan media
komunikasi dan sosialisasi perencanaan pembangunan pendidikan
dan kebudayaan, sehingga fungsi dan peran sistem perencanaan
pembangunan pendidikan dan kebudayaan dapat lebih aspiratif,
partisipatif, transparan dan akuntabel.
b. Kinerja Organisasi
Misi yang diemban ialah meningkatkan mutu keimanan,
ketaqwaan kecerdasan, kreativitas, keterampilan, masyarakat
melalui tatakelola, akuntabilitas dan pencitraan publik kinerja
kelembagaan pendidikan dan kebudayaan; Tujuannya ialah
meningkatkan mutu kinerja seluruh lembaga satuan program
pendidikan dan kebudayaan agar dapat melaksanakan
pembangunan pendidikan sesuai dengan tugas pokok, fungsi,
wewenang, tanggungjawab, dan target-target pencapaian
hasilnya, baik secara individu maupun kelompok.
Target sasaran yang harus dicapai pada tahun 2025 ialah
bahwa tatakelola organisasi pendidikan dan kebudayaan di
Kabupaten Bandung didasarkan pada standar dan spesifikasi
kinerja yang jelas dan kualifikasi tugas pokok dan fungsi setiap

Bab VI : Agenda dan Prioritas Program 173


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

kelembagaan satuan organisasi dan program pendidikan dan


kebudayaan.
c. Sistem Pengawasan dan Pengendalian
Misi yang diemban ialah meningkatkan mutu keimanan,
ketaqwaan kecerdasan, kreativitas, keterampilan, masyarakat
melalui tatakelola, akuntabilitas dan pencitraan publik sistem
pengawasan pendidikan dan kebudayaan; Tujuannya ialah
meningkatkan mutu sistem pengawasan pendidikan agar seluruh
pelaksanaan pembangunan pendidikan dan kebudayaan tidak
terdapat penyimpangan dan penyalahgunaan, sehingga
mendapat kepercayaan dan citra yang baik di hadapan
masyarakat.
Target sasaran pada tahun 2025 ialah bahwa tatakelola
pengawasan pembangunan pendidikan dan kebudayaan di
Kabupaten Bandung didasarkan pada norma, instrumen, dan
prosedur pengawasan administratif dan pengawasan fungsional,
pengawasan internal dan pengawasan eksternal, sehingga peran
para pengawas, supervisor dan auditor dapat lebih produktif dan
bermutu, transparan dan akuntabel.
d. Sistem Penilaian
Misi yang diemban ialah meningkatkan mutu keimanan,
ketaqwaan kecerdasan, kreativitas, keterampilan, masyarakat
melalui tatakelola, akuntabilitas dan pencitraan publik sistem
penilaian pendidikan dan kebudayaan; Tujuannya ialah
meningkatkan mutu sistem penilaian pendidikan agar seluruh
tujuan dan sasaran pembangunan pendidikan dan kebudayaan
dapat dicapai dengan efektif, efisien dan lebih produktif.
Target sasaran yang harus dicapai pada tahun 2025 ialah
bahwa tatakelola evaluasi pembangunan pendidikan di
Kabupaten Bandung didasarkan pada evaluasi input, proses,
produk dan dampak program pendidikan dan kebudayaan
secara menyeluruh, sehingga peran dan fungsi para penilai dan
asesor pendidikan dan kebudayaan yang lebih efektif transparan
dan akuntabel;
e. Sistem Pelaporan dan Pertanggungjawaban
Misi yang diemban ialah meningkatkan mutu keimanan,
ketaqwaan kecerdasan, kreativitas, keterampilan, masyarakat
melalui tatakelola, akuntabilitas dan pencitraan publik sistem
pelaporan dan pertanggung-jawaban pendidikan dan
kebudayaan; Tujuannya ialah meningkatkan mutu laporan dan
pertanggung-jawaban, agar setiap penyelenggaraan program

Bab VI : Agenda dan Prioritas Program 174


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

pembangunan pendidikan dan kebudayaan dapat diketahui dan


dipercaya sesuai dengan fakta sebenarnya, sehingga mendapat
kepercayaan dan citra yang baik di masyarakat.
Target sasaran pada tahun 2025 ialah bahwa tatakelola
pelaporan dan pertanggungjawaban pendidikan dan
kebudayaan di Kabupaten Bandung didasarkan pada norma,
instrumen, prosedur, media pelaporan dan pertanggungjawaban
setiap aktivitas penyelenggaraan program pendidikan dan
kebudayaan pada setiap jenjang kelembagaan satuan organisasi
dan program pendidikan dan kebudayaan, sehingga setiap sistem
pelaporan dan pertanggung-jawaban pelaksanaan program
pendidikan dan kebudayaan senantiasa dapat diterima tanpa
syarat.
f. Sistem Penganggaran Biaya
Misi yang diemban ialah meningkatkan mutu keimanan,
ketaqwaan kecerdasan, kreativitas, keterampilan, masyarakat
melalui tatakelola, akuntabilitas dan pencitraan publik sistem
penganggaran pendidikan dan kebudayaan; Tujuannya ialah
meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembiayaan
penyelenggaraan pendidikan dan kebudayaan, agar sesuai
dengan tingkat kebutuhan dan karakteristik satuan program dan
peruntukkannya.
Target sasaran pada tahun 2025 ialah bahwa tatakelola
penganggaran pendidikan dan kebudayaan di Kabupaten
Bandung didasarkan pada standar komponen dan aktivitas biaya
modal dan biaya operasional administrasi dan manajemen pada
setiap jenis, jalur dan jenjang kelembagaan satuan organisasi dan
program pendidikan dan kebudayaan, sehingga pembiayaan
program-program pendidikan dan kebudayaan dapat lebih efektif
dan efisien.
g. Kerjasama Kemitraan dengan Masyarakat
Misi yang diemban ialah meningkatkan mutu keimanan,
ketaqwaan kecerdasan, kreativitas, keterampilan, masyarakat
melalui tatakelola, akuntabilitas dan pencitraan publik sistem
kerjasama dengan masyarakat pendidikan dan kebudayaan;
Tujuannya ialah meningkatkan peranserta masyarakat, dunia
perusahaan, dan stakeholders pendidikan lainnya sehingga seluruh
masyarakat memiliki rasa kebersamaan dalam memikul
tanggungjawab sebagai bagian dari subjek pembangunan
pendidikan dan kebudayaan.

Bab VI : Agenda dan Prioritas Program 175


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Target sasaran pada tahun 2025 ialah bahwa tatakelola


kerjasama kemitraan dengan masyarakat dalam pembangunan
pendidikan dan kebudayaan di Kabupaten Bandung didasarkan
pada norma, instrumen dan prosedur operasional proses kerjasama
kelembagaan antar satuan pendidikan dan kebudayaan,
kerjasama kelembagaan satuan pendidikan dan kebudayaan
dengan dunia usaha, kerjasama kelembagaan satuan pendidikan
dan kebudayaan dengan perguruan tinggi, kerjasama
kelembagaan satuan pendidikan dan kebudayaan dengan
masyarakat lainnya, sehingga terjalin sistem kerjasama
kelembagaan pendidikan dan kebudayaan dengan stakeholder
yang lebih erat dan harmonis.
h. Sistem Informasi Manajemen
Misi yang diemban ialah meningkatkan mutu keimanan,
ketaqwaan kecerdasan, kreativitas, keterampilan, masyarakat
melalui tatakelola, akuntabilitas dan pencitraan publik sistem
informasi manajemen pendidikan dan kebudayaan; Tujuannya
ialah meningkatkan fungsi dan peran TIK dalam penyediaan dan
pemrosesan data yang cepat, akurat sehingga setiap perumusan
keputusan, kebijakan dan program pendidikan dan kebudayaan
lebih fektif, efisien dan produktif.
Target sasaran pada tahun 2025 ialah bahwa tatakelola
infromasi pendidikan dan kebudayaan di Kabupaten Bandung
didasarkan pada norma, instrumen dan prosedur operasional
proses pengelolaan data dan informasi dari seluruh bidang
garapan pembangunan pendidikan dan kebudayaan secara
komprehensif dan integratif, sehingga fungsi dan peran sistem
informasi manajemen (SIM) pendidikan dan kebudayaan dapat
lebih cepat, akurat dalam mendukung keputusan-keputusan
strategis.

i. Sistem Manajemen Sumber Daya Manusia


Misi yang diemban ialah meningkatkan mutu keimanan,
ketaqwaan kecerdasan, kreativitas, keterampilan, masyarakat
melalui tatakelola, akuntabilitas dan pencitraan publik sistem
manajemen SDM pendidikan dan kebudayaan; Tujuannya ialah
meningkatkan mutu tata-kelola SDM kependidikan dan
kebudayaan serta kepegawaian daerah agar memiliki pedoman
yang terarah, sehingga dapat melaksanakan tugasnya dengan
aman dan nyaman.

Bab VI : Agenda dan Prioritas Program 176


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Target sasaran tahun 2025 ialah bahwa tatakelola


ketenagaan pendidikan dan kebudayaan di Kabupaten Bandung
didasarkan pada norma, instrumen dan prosedur operasional
proses pengelolaan seluruh bidang garapan kepegawaian
pendidikan dan kebudayaan, baik dalam jabatan struktural
maupun jabatan fungsional, sehingga fungsi dan peran sistem
manajemen pengembangan sumber daya manusia (PSDM)
pendidikan dan kebudayaan dapat lebih efektif, transparan,
akuntabel dan berkeadilan.
j. Sistem Administrasi Sarana Perlengkapan
Misi yang diemban ialah meningkatkan mutu keimanan,
ketaqwaan kecerdasan, kreativitas, keterampilan, masyarakat
melalui tatakelola, akuntabilitas dan pencitraan publik sistem
pengelolaan sarana dan prasarana pendidikan dan kebudayaan;
Tujuannya ialah meningkatkan mutu tata-kelola sarana, prasarana,
perlengkapan, barang, dan aset-aset pendidikan milik
negara/daerah agar dapat digali, digunakan dan dimanfaatkan
lebih efektif dan efisien untuk kepentingan pembangunan
pendidikan dan kebudayaan di daerah.
Target sasaran pada tahun 2025 ialah bahwa tatakelola
sarana perlengkapan pendidikan dan kebudayaan di Kabupaten
Bandung didasarkan pada norma, instrumen dan prosedur
operasional proses pengelolaan seluruh sarana perlengkapan dan
barang-barang milik negara/daerah dalam pembangunan
pendidikan dan kebudayaan, sehingga fungsi dan peran sistem
manajemen sarana prasarana administrasi dan manajemen
pendidikan dan kebudayaan milik negara dan daerah dapat lebih
efektif dan efisien.

B. Kebijakan dan Program Tahun 2008-2010


Strategi program pembangunan pendidikan tahun 2010
pada tingkat nasional ialah peningkatan kapasitas dan
modernisasi. Namun demikian, di Kabupaten Bandung masih
dihadapkan kepada prioritas penuntasan Wajar Dikdas 9 Tahun.
Oleh karena itu, mulai Tahun 2008 sampai Tahun 2010,
pembangunan pendidikan dan kebudayaan di Kabupaten
Bandung, di samping harus menuntaskan target pencapaian Wajar
Dikdas, juga harus pula memprioritaskan pada peningkatan
kapasitas dan modernisasi pendidikan dan kebudayaan, terutama:
(1) Peningkatan kapasitas, daya tampung dan modernisasi
lembaga-lembaga satuan program pendidikan dan kebudayaan;
(2) Peningkatan kapasitas dan modernisasi kurikulum, ketenagaan,

Bab VI : Agenda dan Prioritas Program 177


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

sarana dan prasarana pendidikan dan kebudayaan serta sarana


penunjang lainnya, pada setiap satuan program pendidikan dan
kebudayaan; (3) Peningkatan kapasitas dan modernisasi proses-
proses administrasi dan manajemen pembanguan pendidikan dan
kebudayaan, baik pada tingkatan SKPD pengelola pembangunan
pendidikan, maupun pada tingkatan satuan program pendidikan
dan kebudayaan.
1. Pemerataan Kesempatan Memperoleh Pendidikan
Pada aspek pemerataan, harus diprioritaskan pada
peningkatan dan perluasan kapasitas daya tampung bagi anak
usia dini, penuntasan wajar dikdas 9 tahun, dan pendidikan
menengah pada setiap jenis kelembagaan satuan program
pendidikan dan kebudayaan, yang dapat diakses oleh seluruh
lapisan masyarakat sampai ke tiap pelosok daerah.
a. Pendidikan Anak Usia Dini
Kebijakan dalam pendidikan prasekolah/PAUD, diprioritaskan
pada peningkatan kapasitas dan daya tampung
kelembagaan PAUD sampai ke tingkat RW di seluruh pedesaan,
melalui pengembangan program yang berkenaan dengan:
1) Perluasan daya tampung kelembagaan PAUD nonformal
dan berbasis keagamaan (TKA , RA, Kober, dan Pos PAUD);
2) Peningkatan jumlah gedung/ kelas, dan sarana
perlengkapan bermain pada TK/ TKA/RA, dan PKBM, SKB,
dan Pesantren penyelenggara TPA/Kober/Pos PAUD;
3) Peningkatan jumlah alat peraga edukatif (APE) proses
pembelajaran PAUD;
4) Peningkatan jumah guru/pengasuh/pembimbing pada
kelembagaan PAUD;
5) Penyediaan fasilitas beasiswa bagi anak tidak mampu untuk
medapatkan PAUD;
b. Pendidikan Dasar
Kebijakan dalam pendidikan dasar, diprioritaskan pada
peningkatan kapasitas dan daya tampung dalam rangka
percepatan penuntasan wajar dikdas 9 tahun, melalui
pengembangan program yang berkenaan dengan:
1) Peningkatan jumlah dan daya tampung SD/MI, SMP/MTs,
SDLB/SMPLB, SLB Autis, SD-SMP satu atap, SDLB-SMPLB satu
atap, pusat pendidikan anak korban narkoba, atau MI-MTs
satu atap dan SMP-MTs Terbuka sampai ke tingkat
pedesaan;

Bab VI : Agenda dan Prioritas Program 178


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

2) Perluasan program pendidikan MDA/MDW, Paket A/B, bagi


anak putus sekolah, pekerja anak dan anak jalanan usia
wajib belajar;
3) Peningkatan jumlah UGB/RKB dan sarana perlengkapan
pada sekolah-sekolah, PKBM/SKB dan Pesantren
penyelenggara satuan pendidikan dasar;
4) Peningkatan jumlah peralatan laboratorium, workshop,
perpustakaan dan sumber belajar/berlatih, serta sarana
peribadatan yang mendukung proses pembelajaran
pendidikan dasar;
5) Peningkatan jumlah guru/pelatih/ustadz/tutor/pamong
belajar, laboran, pustakawan dan tenaga administrasi
kantor pada satuan program pendidikan dasar;
6) Penyediaan biaya operasional manajemen dan reward
bagi sekolah, pemerintah desa dan kecamatan yang
berprestasi dalam penuntasan wajar dasar;
7) Penyediaan beasiswa bagi anak tidak mampu untuk
medapatkan pendidikan dasar dan anak berprestasi untuk
melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
c. Pendidikan Menengah
Kebijakan dalam pendidikan menengah, diprioritaskan pada
peningkatan kapasitas dan daya tampung kelembagaan
satuan pendidikan menengah dalam melayani pendidikan
bagi anak usia 16-18 tahun, melalui pengembangan program
yang berkenaan dengan:
1) Perintisan dan mengembangkan jumlah sekolah-sekolah
menengah kejuruan (SMK/MAK) modern, atau satuan
program pendidikan menengah terpadu berbasis
keunggulan;
2) Pembangunan UGB/RKB dan sarana perlengkapan
pendidikan menengah formal (sekolah-sekolah), maupun
pendidikan nonformal (PKBM, SKB dan Pesantren
penyelenggara pendidikan menengah);
3) Peningkatan jumlah peralatan laboratorium, workshop,
perbustakaan dan sumber belajar/berlatih serta sarana
peribadatan yang mendukung pembelajaran pendidikan
menengah;
4) Peningkatan jumlah guru/pelatih/ustadz/tutor/pamong
belajar, laboran, pustakawan dan tenaga administrasi
kantor pada satuan pendidikan menengah;

Bab VI : Agenda dan Prioritas Program 179


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

5) Pemerataan biaya operasional manajemen dan reward


bagi sekolah, pemerintah desa dan kecamatan berprestasi
dalam perintisan wajar pendidikan menengah;
6) Penyediaan fasilitas beasiswa bagi anak berprestasi dan
anak tidak mampu untuk medapatkan layanan pendidikan
menengah.
d. Pendidikan Tinggi
Kebijakan dalam pendidikan tinggi, diprioritaskan pada
pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan tinggi bagi
masyarakat Kabupaten Bandung, melalui pengembangan
program yang berkenaan dengan:
1) Memfasilitasi aspirasi masyarakat untuk memiliki perguruan
tinggi berbasis keunggulan dalam seni-udaya,
keolahragaan, kecakapan hidup dan entreupreneur;
2) Penyediaan fasilitas beasiswa bagi anak lulusan pendidikan
menengah yang berprestasi untuk medapatkan layanan
pendidikan tinggi.
e. Pendidikan Berkelanjutan
Kebijakan dalam program pendidikan berkelanjutan,
diprioritaskan pada peningkatan kapasitas dan daya tampung
program pendidikan berkelanjutan yang relevan dengan
kebutuhan ketenagakerjaan, melalui pengembangan program
yang berkenaan dengan:
1) Peningkatan jumlah kelompok-kelompok sasaran program
Kejar Usaha/KBU, magang dan kursus-kursus yang relevan
dengan kebutuhan ketenagakerjaan;
2) Peningkatan jumlah peralatan workshop, dan sumber
belajar/berlatih pada satuan program pendidikan
berkelanjutan;
3) Peningkatan jumlah tutor/pelatih/fasilitator dan TLD pada
satuan program pendidikan menengah.
f. Pendidikan Keaksaraan
Kebijakan dalam pendidikan keaksaraan, diprioritaskan pada
percepatan penuntasan program keaksaraan bagi kelompok
masyarakat golongan dewasa, melalui pengembangan
program yang berkenaan dengan:
1) Peningkatan jumlah kelompok-kelompok sasaran program
keaksaraan fungsional sampai ke pelosok pedesaan;
2) Peningkatan jumlah sarana peralatan dan sumber
belajar/berlatih serta sarana peribadatan pada satuan
program pendidikan keaksaraan fungsional;

Bab VI : Agenda dan Prioritas Program 180


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

3) Peningkatan jumlah tutor/pelatih/fasilitator dan TLD pada


program keaksaraan fungsional.
g. Pendidikan Kepemudaan
Kebijakan pada pendidikan kepemudaan, diprioritaskan pada
peningkatan kapasitas dan perluasan program pendidikan
kepemudaan sampai ke tingkat RW pada setiap pedesaan,
melalui pengembangan program yang berkenaan dengan:
1) Peningkatan jumlah kelompok-kelompok kepemudaan
sampai ke tingkat pedesaan;
2) Peningkatan jumlah sarana peralatan dan sumber
belajar/berlatih, media dan saluran komunikasi dialogis
antar generasi pada satuan program kepemudaan;
3) Peningkatan jumlah pembina/pelatih/fasilitator pada
program kepemudaan.
h. Pendidikan Kewanitaan dan Kesetaraan Jender
Kebijakan pada pendidikan kewanitaan, diprioritaskan pada
peningkatan kapasitas dan modernisasi program pendidikan
kewanitaan dan kesetaraan jender sampai ke tingkat RW pada
setiap pedesaan, melalui pengembangan program yang
berkenaan dengan:
1) Peningkatan jumlah kelompok-kelompok pemberdayaan
wanita dan kesetaraan jender sampai ke tingkat pedesaan;
2) Peningkatan jumlah sarana peralatan, sumber belajar/
berlatih, media dan saluran komunikasi antar kelompok
kewanitaan;
3) Peningkatan jumlah pembina/fasilitator dan TLD pada
satuan program kewanitaan.
i. Taman Bacaan dan Perpustakaan Masyarakat
Kebijakan pada Taman bacaan dan Perpustakaan Masyarakat,
diprioritaskan pada peningkatan kapasitas dan perluasan TBM
dan Perpustakaan Masyarakat sampai ke tingkat pedesaan,
melalui pengembangan program yang berkenaan dengan:
1) Peningkatan jumlah TBM dan perpustakaan masyarakat
sampai ke tingkat pedesaan;
2) Peningkatan jumlah buku-buku bacaan, sarana dan fasilitas
TBM dan Perpustakaan masyarakat;
3) Peningkatan jumlah pustakawan bagi TBM dan
Perpustakaan Masyarakat;
j. Pendidikan Informal

Bab VI : Agenda dan Prioritas Program 181


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Kebijakan pada pendidikan informal, diprioritaskan pada


penataan sistem dan prosedur operasional penyelenggaraan
pendidikan informal.
k. Kesenian dan Kebudayaan
Kebijakan dalam bidang kesenian dan kebudayaan,
diprioritaskan pada peningkatan kapasitas dan modernisasi
program pengembangan seni budaya sampai ke tingkat
pedesaan, melalui pengembangan program yang berkenaan
dengan:
1) Peningkatan jumlah lembaga pelestasi, pemelihara dan
pengembang seni budaya daerah sampai ke tingkat
kecamatan dan pedesaan;
2) Peningkatan jumlah gedung dan sarana peralatan
belajar/berlatih dan media pentas seni-budaya daerah
dan nasional;
3) Peningkatan jumlah pembina/pelatih/fasilitator dan
pengembang kesenian dan kebudayaan.

2. Peningkatan Mutu, Relevansi dan Daya Saing Pendidikan


Pada aspek peningkatan mutu, relevansi dan daya saing,
harus diprioritaskan pada penguatan pendalaman, perluasan dan
pengembangan seluruh komponen dan bidang garapan
kelembagaan satuan program pendidikan, sehingga memiliki
keunggulan komparatif dan kompetitif serta memiliki relevansi
dengan tuntutan kebutuhan masyarakat.

a. Pendidikan Anak Usia Dini


Kebijakan dala PAUD, diprioritaskan pada modernisasi
penerapan kurikulum pada setiap satuan program PAUD,
melalui pengembangan program yang berkenaan dengan:
1) Peningkatan kedalaman muatan kurikulum PAUD berbasis
iman dan taqwa, budi-pekerti, lingkungan hidup, dan
kebangsaan;
2) Modernisasi mutu alat peraga edukatif (APE) dan sarana
proses belajar/ bermain PAUD;
3) Fasilitasi dan bimbingan teknis pemeliharaan sarana
prasarana dan perlengkapan PAUD;
4) Meningkatkan kualifikasi, kompetensi dan kapasitas
kemampuan ketenagaan PAUD yang sesuai dengan
tuntutan kurikulum;
5) Penerapan TIK dalam proses pembelajaran PAUD;

Bab VI : Agenda dan Prioritas Program 182


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

6) Peningkatan kreativitas dan inovasi anak dan


guru/pembimbing pada satuan program PAUD;
7) Penyediaan biaya operasional peningkatan mutu
manajemen kelembagaan PAUD;
8) Peningkatan kesejahteraan ketenagaan pendidikan pada
kelembagaan PAUD.
b. Pendidikan Dasar
Kebijakan dalam pendidikan dasar, diprioritaskan pada
modernisasi penerapan kurikulum pada setiap satuan program
pendidikan dasar, melalui program-program yang berkenaan
dengan:
1) Pendalaman muatan kurikulum pendidikan dasar berbasis
religius, budi-pekerti, kecakapan hidup dan kewirausahaan,
seni-budaya dan keolahragaan, teknologi dasar,
lingkungan hidup, dan kebangsaan;
2) Modernisasi mutu sarana pelaksanaan kurkulum pendidikan
dasar;
3) Fasilitasi dan bimbingan teknis pemeliharaan sarana
perlengkapan pendidikan dasar;
4) Peningkatan kualifikasi, kompetensi
guru/ustadz/tutor/pamong belajar, laboran, pustakawan
dan tenaga administrasi pada satuan program pendidikan
dasar;
5) Penerapan TIK dalam proses pembelajaran pendidikan
dasar;
6) Peningkatan kreativitas, inovasi dan daya nalar peserta didik
dan guru/ustadz/tutor/TLD/pustakawan/laboran pada
satuan program pendidikan dasar;
7) Penyediaan biaya operasional peningkatan mutu
manajemen kelembagaan pendidikan dasar;
8) Peningkatan kesejahteraan ketenagaan pendidikan pada
kelembagaan pendidikan dasar.
c. Pendidikan Menengah
Kebijakan dalam pendidikan menengah, diprioritaskan pada
peningkatan kapasitas dan relevansi muatan kurikulum satuan
pendidikan menengah, melalui pengembangan program-
program yang berkenaan dengan:
1) Peningkatan kapasitas dan relevansi muatan kurikulum
sekolah-sekolah menengah kejuruan (SMK/MAK) modern,
atau satuan program pendidikan menengah terpadu;

Bab VI : Agenda dan Prioritas Program 183


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

2) Modernisasi sarana perlengkapan pendidikan menengah


formal (sekolah-sekolah), maupun pendidikan nonformal
(PKBM, SKB dan Pesantren penyelenggara pendidikan
menengah);
3) Moderniasi peralatan laboratorium, workshop, perbustakaan
dan sumber belajar/berlatih serta sarana peribadatan yang
mendukung pembelajaran pendidikan menengah;
4) Fasilitasi dan bimbingan teknis pemeliharaan sarana
prasarana dan perlengkapan pendidikan menengah;
5) Peningkatan kualifikasi, kompetensi dan kemampuan
guru/pelatih/ ustadz/tutor/pamong belajar, laboran,
pustakawan dan tenaga administrasi kantor pada satuan
program pendidikan menengah;
6) Peningkatan kreativitas, inovasi dan daya nalar peserta
didik dan tenaga kependidikan pada satuan program
pendidikan menengah;
7) Penyediaan biaya operasional peningkatan mutu
manajemen kelembagaan pendidikan menengah;
8) Peningkatan kesejahteraan ketenagaan pendidikan pada
kelembagaan pendidikan menengah;
d. Pendidikan Tinggi
Kebijakan dalam pendidikan tinggi, diprioritaskan pada fasilitasi
terhadap kelembagaan pendidikan yang ada di Kabupaten
Bandung untuk melakukan kolaborasi dengan beberapa
perguruan tinggi standar nasional maupun bertaraf
internasional, melalui pengembangan program school-sisters,
melalui pengembangan program yang berkenaan dengan:
1) Fasilitasi dalam memberikan payung hukum dalam
mengembangkan pola school-sisters dengan perguruan
tinggi sejenis;
2) Bantuan operasional manajemen peningkatan mutu SDM;
e. Pendidikan Berkelanjutan
Kebijakan dalam pendidikan berkelanjutan, diprioritaskan pada
peningkatan kapasitas muatan kurikulum program pendidikan
berkelanjutan yang relevan dengan kebutuhan
ketenagakerjaan, melalui pengembangan program-program
yang berkenaan dengan:
1) Peningkatan relevasi muatan kurikulum program Kejar
Usaha/KBU, magang dan kursus-kursus yang relevan dengan
kebutuhan ketenagakerjaan;

Bab VI : Agenda dan Prioritas Program 184


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

2) Moderniasi peralatan laboratorium, workshop, perbustakaan


dan sumber belajar/berlatih yang mendukung
pembelajaran pendidikan berkelanjutan;
3) Fasilitasi dan bimbingan teknis pemeliharaan sarana
prasarana dan perlengkapan pendidikan berkelanjutan;
4) Peningkatan kualifikasi, kompetensi dan kemampuan
pelatih/tutor/ pamong belajar, TLD, tenaga administrasi
pada satuan program pendidikan berkelanjutan;
5) Peningkatan kreativitas, inovasi dan daya nalar warga
belajar dan pelatih/tutor/TLD pada satuan program
pendidikan berkelanjutan;
6) Penyediaan biaya operasional peningkatan mutu
manajemen kelembagaan pendidikan berkelanjutan;
7) Peningkatan kesejahteraan ketenagaan pendidikan pada
satuan program pendidikan berkelanjutan.
f. Pendidikan Keaksaraan
Kebijakan dalam pendidikan keaksaraan, diprioritaskan pada
peningkatan efektivitas dan relevansi program keaksaraan
fungsional dengan aktivitas kehidupan sehari-hari masyarakat,
melalui pengembangan program-program yang berkaitan
dengan:
1) Peningkatan relevansi muatan kurikulum keaksaraan
fungsional;
2) Peningkatan mutu sarana sarana peralatan dan sumber
belajar/berlatih pada satuan program pendidikan
keaksaraan fungsional;
3) Fasilitasi dan pendampingan penerapan keterampilan
fungsional;
4) Penyediaan biaya operasional mutu penuntasan
pendidikan keaksaraan;
5) Peningkatan kesejahteraan ketenagaan pendidikan pada
satuan program pendidikan keaksaraan.
g. Pendidikan Kepemudaan
Kebijakan dalam pendidikan kepemudaan, diprioritaskan pada
peningkatan kapasitas muatan kurikulum program pendidikan
kepemudaan yang relevan dengan kebutuhan pembangunan
masyarakat, melalui:
1) Peningkatan relevasi muatan kurikulum program
kepemudaan yang relevan dengan kebutuhan
pembangunan masyarakat;
2) Moderniasi peralatan dan sumber belajar/berlatih yang
mendukung pembelajaran pendidikan kepemudaan;

Bab VI : Agenda dan Prioritas Program 185


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

3) Fasilitasi dan bimbingan teknis pemeliharaan sarana


prasarana dan perlengkapan pendidikan kepemudaan;
4) Peningkatan kualifikasi, kompetensi dan kemampuan
fasilitator pada satuan program pendidikan kepemudaan;
5) Peningkatan kreativitas/inovasi pemuda dan fasilitator
pada satuan program pendidikan kepemudaan;
6) Penyediaan biaya operasional peningkatan mutu
manajemen kelembagaan pendidikan kepemudaan;
7) Peningkatan kesejahteraan ketenagaan pendidikan pada
satuan program pendidikan kepemudaan.
h. Pendidikan Kewanitaan dan Kesetaraan Jender
Kebijakan dalam pendidikan kewanitaan, diprioritaskan pada
peningkatan evektivitas dan relevansi program pendidikan
kewanitaan dan kesetaraan jender, melalui pengembangan
program-program yang berkenaan dengan:
1) Peningkatan relevasi muatan kurikulum program pendidikan
kewanitaan yang relevan dengan kebutuhan masyarakat;
2) Moderniasi peralatan dan sumber belajar/berlatih
pendidikan kewanitaan;
3) Fasilitasi dan bimbingan teknis pemeliharaan sarana
perlengkapan pendidikan kewanitaan;
4) Peningkatan kualifikasi, kompetensi dan kemampuan
fasilitator pada satuan program pendidikan kewanitaan;
5) Peningkatan kreativitas/inovasi wanita dan fasilitator pada
satuan program pendidikan kewanitaan;
6) Penyediaan biaya operasional peningkatan mutu
manajemen kelembagaan pendidikan kewanitaan;
7) Peningkatan kesejahteraan ketenagaan pendidikan pada
satuan program pendidikan kewanitaan.
i. Taman Bacaan dan Perpustakaan Masyarakat
Kebijakan dalam Taman Bacaan dan Perpustakaan
Masyarakat, diprioritaskan pada peningkatan eksistensi dan
relevansi TBM dan Perpustakaan Masyarakat dalam kehidupan
masyarakat, melalui pengembangan program-proram yang
berkenaan dengan:
1) Peningkatan mutu layanan TBM dan perpustakaan
masyarakat bagi masyarakat pedesaan;
2) Modernisasi buku-buku bacaan, sarana dan fasilitas TBM
dan Perpustakaan masyarakat;
3) Peningkatan kualifikasi dan kompetensi pustakawan TBM
dan Perpustakaan Masyarakat;

Bab VI : Agenda dan Prioritas Program 186


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

4) Peningkatan kreativitas, inovasi dan daya nalar


pustakawan TBM dan perpustakaan masyarakat;
5) Penyediaan biaya operasional peningkatan mutu
manajemen kelembagaan TBM dan Perpustakaan
Masyarakat;
6) Peningkatan kesejahteraan ketenagaan pendidikan pada
TBM dan Perpustakaan Masyarakat.
j. Pendidikan Informal
Kebijakan dalam pendidikan informal, diprioritaskan pada
intensitas monitoring penyelenggaraan pendidikan informal.

k. Kesenian dan Kebudayaan Daerah


Kebijakan dalam kesenian dan kebudayaan, diprioritaskan
pada peningkatan wawasan dan apresiasi tentang nilai-nilai
seni budaya daerah di lingkungan daerah setempat, melalui
pengembangan program-program yang berkenaan dengan:
1) Peningkatan mutu gedung dan sarana peralatan
belajar/berlatih serta media pentas seni-budaya daerah;
2) Peningkatan regulasi media pentas dan pameran seni-
budaya daerah;
3) Peningkatan kualifikasi dan kompetensi
pembina/pelatih/fasilitator dan pengembang kesenian dan
kebudayaan;
4) Penyediaan biaya operasional peningkatan mutu
manajemen kelembagaan pengembang seni-budaya
daerah;
5) Peningkatan kesejahteraan ketenagaan pada
kelembagaan penggali, pemelihara dan pelestari, serta
pengembang seni-budaya daerah.

3. Tata Kelola, Akuntabilitas dan Pencitraan Publik


Aspek tatakelola, akuntabilitas dan pencitraan publik pada
dasarnya berkenaan dengan efektivitas, efisiensi, dan produktivitas
administrasi dan manajemen pembangunan pendidikan, yang
didukung oleh perangkat sistem yang memadai. Dalam periode
tahun 2008-2010, harus diprioritaskan pada program-program yang
bersifat fundamental, yaitu ketersediaanya perangkat sistem yang
dijadikan pedoman untuk meningkatkan mutu tatakelola,
akuntabilitas dan pencitraan publik penyelenggaraan
pembangunan pendidikan.
a. Perencanaan dan Program

Bab VI : Agenda dan Prioritas Program 187


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Kebijakan dalam perencanaan dan penyusunan program


pendidikan dan kebudayaan, diprioritaskan pada peningkatan
kapasitas dan modernisasi sistem perencanaan pembangunan
pendidikan dan kebudayaan, melalui pengembangan
program yang berkenaan dengan:
1) Perumusan dan penetapan Peraturan Bupati tentang
Rencana Induk (Master Plan) Pendidikan dan kebudayaan;
2) Pengembangan Master Plan Pendidikan ke sejumlah
rencana-rencana strategis pada setiap bidang garapan
pendidikan dan kebudayaan;
3) Peningkatan kualifikasi, kompetensi dan kemampuan
perencana program pendidikan dan kebudayaan;
4) Peningkatan kesejahteraan ketenagaan pendidikan pada
unit program perencana program pendidikan dan
kebudayaan.
b. Organisasi Pelaksanaan
Kebijakan dalam organisasi pelaksanaan pendidikan dan
kebudayaan, diarahkan pada peningkatan kapasitas kinerja
dan produktivitas organisasi pendidikan dan kebudayaan,
melalui pengembangan program yang berkenaan dengan:
1) Penyusunan Standar Kinerja pelayanan publik kelembagaan
setiap jenis satuan dan program pendidikan dan
kebudayaan;
2) Penyusunan Standar Kinerja individu setiap jenis tenaga
kependidikan dan kebudayaan;
3) Perumusan dan penetapan Peraturan Bupati tentang
Standar Kinerja Individu dan Kelembagaan satuan
pendidikan dan kebudayaan;
4) Peningkatan kualifikasi dan kompetensi dan aparatur
pelaksana program pendidikan dan kebudayaan;
5) Peningkatan kesejahteraan ketenagaan pendidikan pada
unit pelaksana program pendidikan pendidikan dan
kebudayaan.
c. Pengawasan dan Pengendalian Program
Kebijakan dalam pengawasan dan pengendalian program
pendidikan dan kebudayaan, diprioritaskan pada peningkatan
kapasitas dan modersinasi sistem pengawasan dan
pengendalian pembangunan pendidikan dan kebudayaan,
melalui pengembangan program yang berkenaan dengan:
1) Penyusunan Prosedur Operasional Standar (POS)
pengawasan dan pengendalian program-program
pendidikan dan kebudayaan;

Bab VI : Agenda dan Prioritas Program 188


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

2) Perumusan dan penetapan Peraturan Bupati tentang


Prosedur Operasional Standar (POS) pengawasan dan
pengendalian program-program pendidikan dan
kebudayaan;
3) Peningkatan kualifikasi, kompetensi dan kemampuan
pengawas program pendidikan dan kebudayaan;
4) Peningkatan kesejahteraan ketenagaan pendidikan pada
unit pengawasan program pendidikan dan kebudayaan.
d. Evaluasi Program
Kebijakan dalam evaluasi program pendidikan dan
kebudayaan, diprioritaskan pada peningkatan kapasitas dan
modersinasi sistem penilaian pembangunan pendidikan dan
kebudayaan, melalui pengembangan program yang
berkenaan dengan:
1) Penyusunan Prosedur Operasional Standar (POS) penilaian
program-program pendidikan dan kebudayaan;
2) Perumusan dan penetapan Peraturan Bupati tentang
Prosedur Operasional Standar (POS) penilaian pendidikan
dan kebudayaan;
3) Peningkatan kualifikasi dan kemampuan aparatur penilaian
program-program pendidikan dan kebudayaan;
4) Peningkatan kesejahteraan ketenagaan pendidikan pada
unit penilaian program pendidikan dan kebudayaan.
e. Pelaporan dan Pertanggungjawaban Program
Kebijakan dalam pelaporan dan pertanggungjawaban
program pendidikan dan kebudayaan, diprioritaskan pada
peningkatan kapasitas dan modersinasi sistem pelaporan dan
pertanggungjawaban, melalui:
1) Penyusunan Prosedur Operasional Standar (POS) pelaporan
dan pertanggung-jawaban program-program
pembangunan pendidikan dan kebudayaan;
2) Perumusan dan penetapan Peraturan Bupati tentang POS
pelaporan dan pertanggungjawaban program pendidikan
dan kebudayaan;
3) Peningkatan kualifikasi, kompetensi tenaga penyusun
laporan pertanggungjawaban program pendidikan dan
kebudayaan;
4) Peningkatan kesejahteraan ketenagaan pada unit
pelaporan dan pertanggung-jawaban.
f. Anggaran Biaya Program

Bab VI : Agenda dan Prioritas Program 189


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Kebijakan dalam penganggaran biaya program pendidikan


dan kebudayaan, diprioritaskan pada peningkatan kapasitas
pendayagunaan anggaran biaya pendidikan dan
kebudayaan, melalui pengembangan program:
1) Penyusunan Pemetaan Alokasi Anggaran Biaya Pendidikan
(Budget Mapping Allocation) pembangunan pendidikan
dan kebudayaan;
2) Perumusan dan penetapan Peraturan Bupati tentang
Standar Anggaran Biaya pendidikan dan kebudayaan;
3) Peningkatan kualifikasi, kompetensi tenaga kependidikan
dalam menyusun anggaran dan kebudayaan;
4) Peningkatan kesejahteraan ketenagaan pendidikan pada
unit penganggaran program pendidikan dan kebudayaan.
g. Peranserta Masyarakat
Kebijakan dalam peran serta masyarakat dalam pembangunan
pendidikan dan kebudayaan, diprioritaskan pada peningkatan
kapasitas peranserta masyarakat, dunia perusahaan, dan
stakeholders pendidikan pembangunan pendidikan, melalui
pengembangan program yang berkenaan dengan:
1) Penyusunan Pedoman Operasional Standar (POS)
kerjasama kelembagaan dengan stakeholders pendidikan
dan kebudayaan;
2) Perumusan dan penetapan Peraturan Bupati POS
kerjasama kelembagaan dengan stakeholders;
3) Peningkatan kualifikasi, kompetensi dan kemampuan
tenaga hubungan masyarakat;
4) Peningkatan kesejahteraan ketenagaan pada unit
hubungan dengan masyarakat.
h. Sistem Informasi Manajemen Pendidikan dan Kebudayaan
Kebijakan dalam sistem informasi manajemen pendidikan dan
kebudayaan, diprioritaskan pada peningkatan kapasitas dan
modernisasi Sistem Informasi Manajemen Pendidikan dan
Kebudayaan (SIMPK) yang terintegrasi, melalui pengembangan
program yang berkenaan dengan:
1) Penyusunan Pedoman Operasional Standar (POS) tentang
Disain SIM Pendidikan dan kebudayaan berbasisk TIK;
2) Modernisasi sarana prasarana perlengkapan TIK Pendidikan
dan kebudayaan;
3) Peningkatan kualifikasi, kompetensi tenaga bidang SIM dan
TIK;
4) Peningkatan kesejahteraan ketenagaan pada unit
pemrosesan data.

Bab VI : Agenda dan Prioritas Program 190


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

i. Manajemen Ketenagaan Pendidikan dan Kebudayaan


Kebijakan dalam manajemen ketenagaan pendidikan dan
kebudayaan, diprioritaskan pada peningkatan kapasitas dan
modernisasi Manajemen SDM pendidikan dan kebudayaan,
melalui pengembangan program yang berkenaan dengan:
1) Penyusunan Pedoman Operasional Standar (POS)
Rekrutmen Tenaga Kependidikan dan kebudayaan;
2) Penyusunan Pedoman POS Pendayagunaan, Promosi dan
Pola Karier Tenaga Pendidikan dan kebudayaan;
3) Penyusunan POS Kesejahteraan (penggajian, remunerasi,
advokasi dan penghargaan) Tenaga Pendidikan dan
kebudayaan;
4) Penyusunan POS Pemberhentian dan Pemensiunan Tenaga
Kependidikan dan kebudayaan.;
5) Perumusan dan penetapan Peraturan Bupati tentang
Grand Design Manajemen SDM kependidikan dan
kebudayaan;
6) Peningkatan kualifikasi, kompetensi tenaga Manajemen
SDM kependidikan dan kebudayaan;
7) Peningkatan kesejahteraan ketenagaan pendidikan dan
kebudayaan pada unit pengelola kepegawaian.
j. Administrasi Sarana Perlengkapan Pendidikan dan Kebudayaan
Kebijakan dalam administrasi sarana perlengkapan pendidikan
dan kebudayaan, diprioritaskan pada peningkatan kapasitas
dan modernisasi sarana prasarana pendukung operasional
administrasi dan manajemen pembangunan pendidikan dan
kebudayaan, melalui pengembangan program yang
berkenaan dengan:
1) Penyusunan POS pengadaan sarana prasarana administrasi
dan manajemen pendidikan dan kebudayaan milik negara
dan daerah;
2) Penyusunan POS pendayagunaan dan pemeliharaan
sarana prasarana pendidikan dan kebudayaan milik negara
dan daerah;
3) Penyusunan POS penghapusan sarana prasarana
pendidikan dan kebudayaan milik negara dan daerah;
4) Perumusan dan penetapan Peraturan Bupati tentang POS
tentang manajemen sarana prasarana milik negara dan
daerah;
5) Peningkatan kualifikasi, kompetensi tenaga administrasi dan
manajemen sarana prasarana pendidikan dan
kebudayaan;

Bab VI : Agenda dan Prioritas Program 191


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

6) Peningkatan kesejahteraan ketenagaan pendidikan dan


kebudayaan pada unit pengelola sarana, prasarana dan
barang milik negara/daerah.

C. Kebijakan dan Program Tahun 2011-2015


Strategi program pembangunan pendidikan tahun 2011-2015
pada tingkat nasional ialah penguatan pelayanan kelembagaan.
Oleh karena itu, mulai Tahun 2011 sampai Tahun 2015,
pembangunan pendidikan di Kabupaten Bandung, diarahkan
pada penguatan kelembagaan pendidikan dalam memberikan
pelayanan pendidikan, di samping harus sudah berani merintis
wajib belajar pendidikan menengah (Wajar Dikmen 12 tahun).
Penguatan kelembagaan pendidikan dalam memberikan
pelayanan, diharapkan akan menjadi modal dalam menyiapkan
pendidikan yang bermakna bagi masyarakat, sehingga memiliki
keunggulan kompetitif pada tingkat lokal dan regional, terutama
dalam: (1) Penguatan pelayanan lembaga-lembaga satuan
program pendidikan dan kebudayaan; (2) Penguatan pelayanan
kurikulum, ketenagaan, sarana dan prasarana pendidikan serta
sarana penunjang lainnya, pada setiap satuan program
pendidikan dan kebudayaan; (3) Penguatan pelayanan
administrasi dan manajemen pembanguan pendidikan, baik pada
tingkatan SKPD pengelola pembangunan pendidikan, maupun
pada tingkatan satuan program pendidikan dan kebudayaan.
1. Pemerataan Kesempatan Memperoleh Pendidikan
Pada aspek pemerataan, harus diprioritaskan pada
penguatan pelayanan bagi anak usia dini, perintisan wajar dikmen
12 tahun, dan pendidikan menengah pada setiap jenis
kelembagaan satuan program pendidikan, yang dapat diakses
oleh seluruh lapisan masyarakat sampai ke tiap pelosok daerah.
a. Pendidikan Anak Usia Dini
Kebijakan dalam PAUD, diprioritaskan pada pemerataan
pelayanan kelembagaan PAUD pada tingkat RW, melalui
program:
1) Pemerataan pelayanan kelembagaan PAUD nonformal
dan berbasis keagamaan (TKA , RA, Kober, dan Pos PAUD)
berbasis keunggulan dalam budi-pekerti, lingkungan hidup,
dan nilai-nilai keagamaan dan kebangsaan;
2) Pemerataan gedung/kelas dan meubeler TK/ TKA/RA, dan
PKBM, SKB, Pesantren penyelenggara TPA/Kober/ Pos PAUD
berbasis keunggulan;

Bab VI : Agenda dan Prioritas Program 192


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

3) Pemenerataan peralatan edukatif (APE) proses


pembelajaran PAUD berbasis keunggulan;
4) Pemerataan guru/pengasuh /pembimbing pada
kelembagaan PAUD berbasis keunggulan;
5) Pemerataan fasilitas beasiswa bagi anak tidak mampu
untuk medapatkan PAUD.
b. Pendidikan Dasar
Kebijakan dalam pendidikan dasar, diprioritaskan pada
pemerataan pelayanan kelembagaan pendidikan dasar
dalam rangka merintis wajib belajar 12 tahun, melalui
pengembangan program yang berkenaan dengan:
1) Pemerataan pelayanan SD/MI, SMP/MTs, SDLB/SMPLB, SLB
Autis, SD-SMP satu atap, SDLB-SMPLB satu atap, pusat
pendidikan anak korban narkoba, MI-MTs satu atap dan
SMP-MTs Terbuka menjadi lembaga pendidikan dasar
terpadu berbasis keunggulan dalam seni-udaya,
keolahragaan, kecakapan hidup dan entreupreneur, serta
penerapan teknologi dasar;
2) Pemerataan pelayanan pendidikan MDA/MDW, Paket A/B,
bagi anak putus sekolah, pekerja anak dan anak jalanan
usia wajib belajar secara terpadu;
3) Pemerataan UGB/RKB dan sarana perlengkapan pada
sekolah, PKBM/SKB dan Pesantren penyelenggara satuan
pendidikan dasar berbasis keunggulan;
4) Pemerataan peralatan laboratorium, workshop,
perpustakaan dan sumber belajar/berlatih serta sarana
peribadatan yang mendukung proses pembelajaran
pendidikan dasar berbasis keunggulan;
5) Pemerataan guru/pelatih/ustadz/tutor/pamong belajar,
laboran, pustakawan dan tenaga administrasi kantor pada
satuan program pendidikan dasar berbasis keunggulan;
6) Penyediaan biaya operasional manajemen dan reward
bagi sekolah, pemerintah desa dan kecamatan yang
berprestasi dalam perintisan wajar dikmen;
7) Penyediaan beasiswa bagi anak tidak mampu untuk
medapatkan pendidikan dasar dan anak berprestasi untuk
melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
c. Pendidikan Menengah
Kebijakan dalam pendidikan menengah, diprioritaskan pada
pemerataan pelayanan kelembagaan satuan pendidikan
menengah dalam rangka rintisan wajib belajar 12 tahun,
melalui pengembangan program yang berkenaan dengan:

Bab VI : Agenda dan Prioritas Program 193


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

1) Pemerataan pelayanan SMK/MAK, dan atau satuan


SMA/MA, SMALB, Paket C, MDU, satuan program pendidikan
menengah terpadu yang berbasis keunggulan;
2) Pemerataan UGB/RKB dan sarana perlengkapan
pendidikan menengah formal (sekolah-sekolah), maupun
pendidikan nonformal (PKBM, SKB dan Pesantren
penyelenggara pendidikan menengah) berbasis
keunggulan dalam seni-budaya, keolahragaan,
kecakapan hidup dan entreupreneur, serta penerapan
teknologi menengah;
3) Pemerataan peralatan laboratorium, workshop,
perbustakaan dan sumber belajar/berlatih serta sarana
peribadatan yang mendukung pembelajaran pendidikan
menengah berbasis keunggulan;
4) Pemerataan guru/pelatih/ustadz/tutor/pamong belajar,
laboran, pustakawan dan tenaga administrasi kantor pada
satuan pendidikan menengah berbasis keunggulan;
5) Pemerataan biaya operasional manajemen dan reward
bagi sekolah, pemerintah desa/kecamatan berprestasi
dalam perintisan wajar dikmen;
6) Pemerataan fasilitas beasiswa bagi anak berprestasi dan
anak tidak mampu untuk medapatkan pendidikan
menengah berbasis keunggulan.
d. Pendidikan Tinggi
Kebijakan dalam pendidikan tinggi, diprioritaskan pada
pemerataan dan perluasan pelayanan kelembagaan
pendidikan tinggi yang ada di wilayah Kabupaten Bandung,
melalui pengembangan program yang berkenaan dengan:
1) Memfasilitasi masyarakat dalam pendirian kelembagaan
satuan pendidikan tinggi ke arah pengembangan
pendidikan berbasis keunggulan dalam seni-udaya,
keolahragaan, kecakapan hidup dan entreupreneur;
2) Pemerataan fasilitas beasiswa bagi anak lulusan pendidikan
menengah yang berprestasi untuk medapatkan layanan
pendidikan tinggi.
e. Pendidikan Berkelanjutan
Kebijakan dalam pendidikan berkelanjutan, diprioritaskan pada
pemerataan pelayanan program pendidikan berkelanjutan,
bagi masyarakat, melalui pengembangan program yang
berkenaan dengan:
1) Pemerataan kelompok-kelompok sasaran program Kejar
Usaha/KBU, magang dan kursus-kursus berbasis keunggulan

Bab VI : Agenda dan Prioritas Program 194


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

dalam seni-udaya, keolahragaan, kecakapan hidup dan


entreupreneur, penerapan teknologi dasar/menengah;
2) Pemerataan peralatan workshop, dan sumber
belajar/berlatih pada satuan program pendidikan
berkelanjutan berbasis keunggulan;
3) Pemerataan tutor/pelatih/fasilitator dan TLD pada satuan
program pendidikan menengah berbasis keunggulan.
f. Pendidikan Kepemudaan
Kebijakan dalam pendidikan kepemudaan, diprioritaskan pada
pemerataan pelayanan program pendidikan kepemudaan
yang komprehensif, melalui pengembangan program yang
berkenaan dengan:
1) Pemerataan aktivitas kelompok-kelompok kepemudaan
berbasis keunggulan dalam seni-udaya, keolahragaan,
kecakapan hidup dan entreupreneur, penerapan teknologi
dasar, serta nilai-nilai kebangsaan;
2) Pemerataan sarana peralatan dan sumber belajar/berlatih,
media dan saluran komunikasi dialogis antar generasi pada
satuan program kepemudaan berbasis keunggulan;
3) Pemerataan pembina/pelatih/fasilitator pada program
kepemudaanl berbasis keunggulan.
g. Pendidikan Kewanitaan dan Kesetaraan Jender
Kebijakan dalam pendidikan kewanitaan, diprioritaskan pada
pemerataan pelayanan program pendidikan kewanitaan dan
kesetaraan jender sampai ke tingkat RW pada setiap
pedesaan, melalui pengembangan program yang berkenaan
dengan:
1) Pemerataan aktivitas kelompok-kelompok pemberdayaan
wanita dan kesetaraan jender secara terpadu pada satuan
pendidikan formal maupun nonformal berbasis keunggulan
dalam seni-udaya, keolahragaan, kecakapan hidup dan
entreupreneur, serta nilai-nilai kebangsaan;
2) Pemerataan sarana peralatan, sumber belajar/berlatih,
media dan saluran komunikasi antar kelompok kewanitaan
berbasis keunggulan;
3) Pemerataan pembina/fasilitator dan TLD pada satuan
program kewanitaan berbasis keunggulan.
h. Taman Bacaan dan Perpustakaan Masyarakat
1) Kebijakan dalam Taman Bacaan dan Perpustakaan
Masyarakat, diprioritaskan pada pemerataan pelayanan
TBM dan Perpustakaan Masyarakat pada tingkat

Bab VI : Agenda dan Prioritas Program 195


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

pedesaan, melalui pengembangan program yang


berkenaan dengan:
2) Pemerataan pelayanan TBM dan perpustakaan masyarakat
berbasis keunggulan;
3) Pemerataan buku-buku bacaan, sarana dan fasilitas TBM
dan Perpustakaan masyarakat berbasis keunggulan;
4) Pemerataan pustakawan bagi TBM dan Perpustakaan
Masyarakat berbasis keunggulan.
i. Pendidikan Informal
Kebijakan dalam pendidikan informal diprioritaskan pada
fasilitasi dan pendampingan penyelenggaraan pendidikan
informal.
j. Kesenian dan Kebudayaan Daerah
Kebijakan dalam kesenian dan kebudayaan daerah,
diprioritaskan pada pemerataan pelayanan program
pengembangan kesenian dan kebudayaan sampai ke tingkat
pedesaan, melalui pengembangan program yang berkenaan
dengan:
1) Pemerataan aktivitas kelompok-kelompok pemberdayaan
kesenian dan kebudayaan daerah berbasis keunggulan;
2) Peningkatan jumlah gedung dan sarana peralatan
belajar/berlatih dan media pentas seni-budaya daerah
berbasis keunggulan;
3) Peningkatan jumlah pembina/pelatih/fasilitator dan
pengembang seni-budaya dan kebudayaan berbasis
keunggulan.
2. Peningkatan Mutu, Relevansi dan Daya Saing Pendidikan
Pada aspek peningkatan mutu, relevansi dan daya saing,
harus diprioritaskan pada penguatan pelayanan dalam proses
pembelajaran dan pelatihan pada setiap kelembagaan satuan
program pendidikan dan kebudayaan, sehingga memiliki lebih
banyak keunggulan kompetitif serta memiliki relevansi yang tinggi
dengan tuntutan kebutuhan masyarakat.
a. Pendidikan Anak Usia Dini
Kebijakan dalam PAUD, diprioritaskan pada penguatan
relevansi kurikulum pada setiap satuan program PAUD, melalui
pengembangan program yang berkenaan dengan:
1) Penguatan relevansi kurikulum PAUD berbasis iman dan
taqwa, budi-pekerti, lingkungan hidup, dan nilai-nilai
kebangsaan;

Bab VI : Agenda dan Prioritas Program 196


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

2) Penguatan intensitas pendayagunaan alat peraga edukatif


(APE) dan sarana proses belajar/bermain PAUD berbasis
keunggulan;
3) Peningkatan intensitas pemeliharaan sarana prasarana dan
perlengkapan PAUD;
4) Penguatan kompetensi ketenagaan PAUD berbasis
keunggulan;
5) Penguatan mutu proses pembelajaran PAUD berbasis TIK;
6) Penguatan kreativitas dan inovasi peserta didik dan
guru/pembimbing pada satuan PAUD berbasis keunggulan;
7) Penyediaan biaya operasional peningkatan mutu
manajemen kelembagaan PAUD berbasis keunggulan;
8) Peningkatan kesejahteraan ketenagaan pendidikan pada
kelembagaan PAUD.
b. Pendidikan Dasar
Kebijakan dalam pendidikan dasar, diprioritaskan pada
penguatan relevansi kurikulum pada setiap satuan program
pendidikan dasar, melalui program:
1) Penguatan relevansi muatan kurikulum pendidikan dasar
berbasis religius, budi-pekerti, kecakapan hidup dan
kewirausahaan, seni-budaya dan keolahragaan, teknologi
dasar, lingkungan hidup, dan kebangsaan;
2) Penguatan intensitas pendayagunaan sarana pendidikan
dasar berbasis keunggulan;
3) Peningkatan kemampuan dan intensitas pemeliharaan
sarana perlengkapan pendidikan dasar;
4) Penguatan kualifikasi, kompetensi
guru/ustadz/tutor/pamong belajar, laboran, pustakawan
dan tenaga administrasi pada satuan program pendidikan
dasar berbasis keunggulan;
5) Penguatan penerapan TIK dalam proses pembelajaran
pendidikan dasar berbasis keunggulan;
6) Penguatan kreativitas, inovasi dan daya nalar peserta didik
dan guru/ustadz/tuto/TLD/laboran/pustakawan pada
satuan program pendidikan dasar berbasis keunggulan;
7) Penyediaan biaya operasional peningkatan mutu
manajemen kelembagaan pendidikan dasar berbasis
keunggulan;
8) Peningkatan kesejahteraan ketenagaan pendidikan pada
kelembagaan pendidikan dasar.
c. Pendidikan Menengah

Bab VI : Agenda dan Prioritas Program 197


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Kebijakan dalam pendidikan menengah, diprioritaskan pada


penguatan dan pendalaman relevansi muatan kurikulum
satuan pendidikan menengah, melalui pengembangan
program yang berkenaan dengan:
1) Penguatan dan pendalaman muatan kurikulum SMK/MAK,
dan atau satuan SMA/MA, SMALB, Paket C, MDU, satuan
program pendidikan menengah terpadu unggulan;
2) Penguatan intensitas pendayagunaan sarana
perlengkapan pendidikan menengah formal (sekolah-
sekolah), maupun pendidikan nonformal (PKBM, SKB dan
Pesantren penyelenggara pendidikan menengah) berbasis
keunggulan;
3) Penguatan intensitas pendayagunaan peralatan
laboratorium, workshop, perbustakaan dan sumber
belajar/berlatih serta sarana peribadatan yang mendukung
pembelajaran berbasis keunggulan;
4) Peningkatan kemampuan dan intensitas pemeliharaan
sarana prasarana dan perlengkapan pendidikan
menengah;
5) Penguatan kualifikasi, kompetensi dan kemampuan
guru/pelatih/ ustadz/tutor/pamong belajar, laboran,
pustakawan dan tenaga administrasi kantor pada
pendidikan menengah berbasis keunggulan;
6) Penguatan kreativitas, inovasi dan daya nalar peserta didik
dan tenaga kependidikan pada satuan program
pendidikan menengah berbasis keunggulan;
7) Penyediaan biaya operasional peningkatan mutu
manajemen kelembagaan pendidikan menengah berbasis
keunggulan;
8) Peningkatan kesejahteraan ketenagaan pendidikan pada
kelembagaan pendidikan menengah.
d. Pendidikan Tinggi
Kebijakan dalam pendidikan tinggi, masih diprioritaskan pada
fasilitasi untuk meningkatkan program school-sisters dengan
beberapa perguruan tinggi standar nasional maupun bertaraf
internasional, melalui:
1) Bantuan operasional manajemen pengembangan
pendidikan;
2) Penyediaan beasiswa peningkatan mutu SDM.
e. Pendidikan Berkelanjutan
Kebijakan dalam pendidikan berkelanjutan, diprioritaskan pada
penguatan relevansi muatan kurikulum program pendidikan

Bab VI : Agenda dan Prioritas Program 198


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

berkelanjutan berbasis keunggulan, melalui pengembangan


program yang berkenaan dengan:
1) Penguatan relevansi muatan kurikulum program Kejar
Usaha/KBU, magang dan kursus-kursus berbasis keunggulan;
2) Penguatan intensitas pendayagunaan peralatan
laboratorium, workshop, perbustakaan dan sumber
belajar/berlatih yang mendukung pembelajaran
pendidikan berkelanjutan berbasis keunggulan;
3) Peningkatan kemampuan dan intensitas pemeliharaan
sarana prasarana dan perlengkapan pendidikan
berkenajutan;
4) Penguatan kualifikasi, kompetensi dan kemampuan
pelatih/tutor/ pamong belajar, TLD, dan tenaga administrasi
pada satuan program pendidikan berkelanjutan berbasis
keunggulan;
5) Penguatan kreativitas, inovasi dan daya nalar warga
belajar dan tuto/pelatih/TLD pada satuan program
pendidikan berkelanjutan;
6) Penyediaan biaya operasional peningkatan mutu
manajemen kelembagaan pendidikan berkenaljutan
berbasis keunggulan;
7) Peningkatan kesejahteraan ketenagaan pendidikan pada
satuan program pendidikan berkelanjutan.
f. Pendidikan Kepemudaan
Kebijakan dalam pendidikan dan kepemudaan, diprioritaskan
pada penguatan relevansi muatan kurikulum program
pendidikan kepemudaan, melalui pengembangan program
yang berkenaan dengan:
1) Penguatan relevansi muatan kurikulum program
kepemudaan berbasis keunggulan;
2) Penguatan intensitas pendayagunaan peralatan dan
sumber belajar/berlatih pendidikan kepemudaan berbasis
keunggulan;
3) Peningkatan kemampuan dan intensitas pemeliharaan
sarana perlengkapan pendidikan kepemudaan unggulan;
4) Penguatan kemampuan fasilitator pada satuan program
pendidikan kepemudaan berbasis keunggulan;
5) Penguatan kreativitas/inovasi pemuda dan fasilitator pada
satuan program pendidikan kepemudaan;
6) Penyediaan biaya operasional peningkatan mutu
manajemen kelembagaan pendidikan kepemudaan
berbasis keunggulan;

Bab VI : Agenda dan Prioritas Program 199


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

7) Peningkatan kesejahteraan ketenagaan pendidikan pada


satuan program pendidikan kepemudaan.
g. Pendidikan Kewanitaan dan Kesetaraan Jender
Kebijakan dalam pendidikan kewanitaan, diprioritaskan pada
penguatan relevansi muatan kurikulum program pendidikan
kewanitaan dan kesetaraan jender, melalui pengembangan
program yang berkenaan dengan:
1) Penguatan relevansi muatan kurikulum program kewanitaan
dan kesetaraan jender berbasis keunggulan;
2) Penguatan intensitas pendayagunaan peralatan dan
sumber belajar/berlatih pendidikan kewanitaan berbasis
keunggulan;
3) Peningkatan kemampuan dan intensitas pemelihara-an
sarana perlengkapan pendidikan kewanitaan;
4) Penguatan kompetensi fasilitator pada satuan program
pendidikan kewanitaan berbasis keunggulan;
5) Penguatan kreativitas/inovasi wanita dan fasilitator pada
satuan program pendidikan kewanitaan;
6) Penyediaan biaya operasional peningkatan mutu
manajemen pendidikan kewanitaan berbasis keunggulan;
7) Peningkatan kesejahteraan ketenagaan pendidikan pada
satuan program pendidikan kewanitaan.
h. Taman Bacaan dan Perpustakaan Masyarakat
Kebijakan dalam aspek ini, diprioritaskan pada penguatan
pelayanan TBM dan Perpustakaan Masyarakat bagi aktivitas
kehidupan masyarakat pedesaan, melalui pengembangan
program yang berkenaan dengan:
1) Penguatan intensitas pemeliharaan buku-buku bacaan,
sarana dan fasilitas TBM dan Perpustakaan masyarakat
berbasis keunggulan;
2) Peningkatan kualifikasi dan kompetensi pustakawan TBM
dan Perpustakaan Masyarakat berbasis keunggulan;
3) Penguatan kreativitas, inovasi dan daya nalar pustakawan
TBM dan perpustakaan masyarakat berbasis keunggulan;
4) Penyediaan biaya operasional peningkatan mutu
manajemen kelembagaan TBM dan Perpustakaan
Masyarakat berbasis keunggulan;
5) Peningkatan kesejahteraan ketenagaan pendidikan pada
TBM dan Perpustakaan Masyarakat.
i. Pendidikan Informal

Bab VI : Agenda dan Prioritas Program 200


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Kebijakan dalam pendidikan informal, diprioritaskan pada


pengembangan sistem evaluasi efektivitas penyelenggaraan
pendidikan informal.
j. Kesenian dan Kebudayaan Daerah
Kebijakan dalam kesenian dan kebudayaan daerah,
diprioritaskan pada penguatan wawasan dan apresiasi
tentang nilai-nilai seni budaya unggulan daerahnya, melalui
pengembangan program yang berkenaan dengan:
1) Penguatan aktivitas pemberdayaan kesenian dan
kebudayaan daerah berbasis keunggulan;
2) Penguatan mutu gedung dan sarana peralatan
belajar/berlatih serta media pentas seni-budaya daerah
berbasis keunggulan;
3) Penguatan regulasi media pentas seni-budaya unggulan
daerah;
4) Penguatan kompetensi dan kemampuan
pembina/pelatih/fasilitator dan pengembang kesenian dan
kebudayaan berbasis keunggulan;
5) Penyediaan biaya operasional peningkatan mutu
manajemen kelembagaan pengembang seni-budaya
daerah berbasis keunggulan;
6) Peningkatan kesejahteraan ketenagaan pada
kelembagaan penggali, pemelihara dan pelestari, serta
pengembang seni-budaya daerah.
3. Tata Kelola, Akuntabilitas dan Pencitraan Publik
Aspek ini masih berkenaan dengan efektivitas, efisiensi, dan
produktivitas administrasi dan manajemen pembangunan
pendidikan, yang diharapkan telah memiliki perangkat sistem yang
memadai. Dalam periode tahun 2011-2015, harus sudah
diprioritaskan pada program-program yang bersifat
pengembangan dan peningkatan mutu tata-kelola, akuntabilitas
dan pencitraan publik penyelenggaraan pembangunan
pendidikan dan kebudayaan.
a. Perencanaan dan Program
Kebijakan dalam perencanaan dan program, diprioritaskan
pada penguatan pelayanan sistem perencanaan
pembangunan pendidikan dan kebudayaan yang lebih
aspiratif dan partisipatif, melalui pengembangan program yang
berkenaan dengan:

Bab VI : Agenda dan Prioritas Program 201


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

1) Penguatan Peraturan Bupati menjadi Peraturan Daerah


tentang Rencana Induk (Master Plan) Pendidikan dan
kebudayaan;
2) Penguatan rencana-rencana strategis pada setiap bidang
garapan pendidikan pada setiap satuan pendidikan dan
kebudayaan;
3) Penguatan kualifikasi, kompetensi dan kemampuan
perencana pendidikan dan kebudayaan;
4) Peningkatan kesejahteraan ketenagaan pendidikan pada
unit perencana program pendidikan dan kebudayaan.
b. Organisasi Pelaksanaan Program
Kebijakan dalam organisasi pelaksanaan program,
diprioritaskan pada peningkatan kinerja dan produktivitas
pelayanan organisasi pendidikan dan kebudayaan, melalui
pengembangan program yang berkenaan dengan:
1) Penguatan Peraturan Bupati menjadi Peraturan Daerah
tentang Standar Kinerja Individu dan Kelembagaan satuan
program pendidikan dan kebudayaan;
2) Penguatan kompetensi dan kemampuan aparatur
pelaksana program pendidikan dan kebudayaan;
3) Peningkatan kesejahteraan ketenagaan pendidikan pada
unit pelaksana program pendidikan pendidikan dan
kebudayaan.
c. Pengawasan dan Pengendalian Program
Kebijakan dalam pengawasan dan pengendalian program,
diprioritaskan pada peningkatan efektivitas dan produktivitas
sistem pengawasan dan pengendalian pendidikan dan
kebudayaan, melalui pengembangan program yang
berkenaan dengan:
1) Penguatan Peraturan Bupati menjadi Peraturan Daerah
tentang Prosedur Operasional Standar (POS) pengawasan
dan pengendalian program pendidikan dan kebudayaan;
2) Penguatan kualifikasi, kompetensi dan kemampuan
pengawas program pendidikan dan kebudayaan;
3) Peningkatan kesejahteraan ketenagaan pendidikan pada
unit pengawasan program pendidikan dan kebudayaan.
d. Evaluasi Program
Kebijakan dalam evaluasi program, diprioritaskan pada
peningkatan efektivitas dan produktivitas sistem penilaian
pembangunan pendidikan dan kebudayaan, melalui
pengembangan program yang berkenaan dengan:

Bab VI : Agenda dan Prioritas Program 202


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

1) Penguatan Peraturan Bupati menjadi Peraturan Daerah


tentang Prosedur Operasional Standar (POS) penilaian
program-program pembangunan pendidikan dan
kebudayaan;
2) Penguatan kompetensi dan kemampuan aparatur penilaian
program-program pendidikan dan kebudayaan;
3) Peningkatan kesejahteraan ketenagaan pendidikan pada
unit penilaian program pendidikan dan kebudayaan.
e. Pelaporan dan Pertanggungjawaban Program
Kebijakan dalam pelaporan dan pertanggungjawaban
program, diprioritaskan pada peningkatan pelayanan sistem
pelaporan dan pertanggung-jawaban pembangunan
pendidikan dan kebudayaan, melalui pengembangan
program yang berkenaan dengan:
1) Penguatan Peraturan Bupati menjadi Peraturan Daerah
tentang POS pelaporan dan pertanggungjawaban program
pendidikan dan kebudayaan;
2) Penguatan kualifikasi, kompetensi tenaga penyusun laporan
pertanggungjawaban program pendidikan dan
kebudayaan;
3) Peningkatan kesejahteraan ketenagaan pada unit
pelaporan dan pertanggung-jawaban.
f. Penganggaran Biaya Program
Kebijakan dalam penganggaran biaya program, diprioritaskan
pada peningkatan efektivitas dan efisiensi pendayaguna-an
anggaran biaya pendidikan dan kebudayaan, melalui
pengembangan program yang berkenaan dengan:
1) Penguatan Peraturan Bupati menjadi Peraturan Daerah
tentang Standar Anggaran Biaya pendidikan dan
kebudayaan;
2) Penguatan kompetensi dan kemampuan tenaga
kependidikan dalam menyusun anggaran dan
kebudayaan;
3) Peningkatan kesejahteraan ketenagaan pendidikan pada
unit penganggaran program pendidikan dan
kebudayaan.
g. Partisipasi Masyarakat
Kebijakan dalam partisipasi masyarakat dalam pendidikan,
diprioritaskan pada peningkatan peranserta masyarakat, dunia
usaha, dan stakeholders pendidikan pembangunan pendidikan

Bab VI : Agenda dan Prioritas Program 203


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

dan kebudayaan, melalui pengembangan program yang


berkenaan dengan:
1) Penguatan Peraturan Bupati menjadi Peraturan Daerah
tentang POS kerjasama kelembagaan dengan stakeholders;
2) Penguatan kualifikasi, kompetensi dan kemampuan tenaga
hubungan masyarakat;
3) Peningkatan kesejahteraan ketenagaan pada unit
hubungan dengan masyarakat.
h. Sistem Informasi Manajemen
Kebijakan dalam pengembangan sistem informasi manajemen,
diprioritaskan pada peningkatan efektivitas dan produktivitas
Sistem Informasi Manajemen Pendidikan (SIMP) pendidikan dan
kebudayaan, melalui pengembangan program yang
berkenaan dengan:
1) Penguatan fungsi dan peran Sistem Informasi Manajemen
(SIM) Pendidikan berbasisk TIK;
2) Penguatan intensitas pemeliharaan sarana TIK Pendidikan
dan kebudayaan;
3) Penguatan kompetensi dan kemampuan tenaga bidang
SIM dan TIK;
4) Peningkatan kesejahteraan ketenagaan pada unit SIM dan
pemrosesan data.
i. Manajemen Sumber Daya Manusia
Kebijakan dalam manajemen SDM, diprioritaskan pada
peningkatan efektivitas dan produktivitas manajemen SDM
kependidikan dan kebudayaan, melalui pengembangan
program yang berkenaan dengan:
1) Penguatan Peraturan Bupati menjadi Peraturan Daerah
tentang Grand Design Manajemen SDM pendidikan dan
kebudayaan;
2) Penguatan kompetensi dan kemampuan tenaga bidang
Manajemen SDM kependidikan dan kebudayaan;
3) Peningkatan kesejahteraan ketenagaan pendidikan dan
kebudayaan pada unit pengelola kepegawaian.
j. Administrasi Sarana Perlengkapan
Kebijakan dalam administrasi sarana perlengkapan,
diprioritaskan pada peningkatan efektivitas dan efisiensi
pemanfaatan dan pemeliharaan sarana prasarana
pendukung operasional administrasi dan manajemen
pembangunan pendidikan dan kebudayaan, melalui
pengembangan program yang berkenaan dengan:

Bab VI : Agenda dan Prioritas Program 204


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

1) Penguatan Peraturan Bupati menjadi Peraturan Daerah


tentang POS manajemen sarana prasarana milik negara
dan daerah;
2) Penguatan kompetensi dan kemampuan tenaga
administrasi dan manajemen sarana pendidikan dan
kebudayaan;
3) Peningkatan kesejahteraan ketenagaan pendidikan dan
kebudayaan pada unit pengelola sarana, prasarana dan
barang milik negara/daerah.

D. Kebijakan dan Program Tahun 2016-2020


Strategi program pembangunan pendidikan tahun 2016-2020
pada tingkat nasional ialah pencapaian hasil-hasil pendidikan yang
mampu bersaing pada tingkat regional. Oleh karena itu, mulai
Tahun 2016 sampai Tahun 2020, pembangunan pendidikan dan
kebudayaan di Kabupaten Bandung, harus diarahkan pada
keunggulan-keunggulan kompetitif pada tingkat regional, di
samping harus konsisten dalam meningkatkan pelayanan dalam
pelaksanaan wajib belajar pendidikan menengah (Wajar Dikmen).
Pencapaian target pendidikan dan kebudayaan yang memiliki
daya saing regional ini diharapkan akan menjadi modal dalam
menyiapkan pendidikan dan kebudayaan yang bermakna bagi
masyarakat, sehingga memiliki keunggulan kompetitif, baik secara
regional maupun internasional, terutama dalam: (1) Daya saing
lembaga-lembaga satuan program pendidikan pada setiap satuan
program pendidikan dan kebudayaan; (2) Daya saing pelayanan
kurikulum, ketenagaan, sarana dan prasarana pendidikan serta
sarana penunjang lainnya, pada setiap satuan program
pendidikan dan kebudayaan; (3) Daya saing pelayanan
administrasi dan manajemen pembanguan pendidikan, baik pada
tingkatan SKPD pengelola pembangunan pendidikan, maupun
pada tingkatan satuan program pendidikan pada setiap satuan
program pendidikan dan kebudayaan.
1. Pemerataan Kesempatan Memperoleh Pendidikan
Pada aspek pemerataan, harus tetap diprioritaskan pada
peningkatan pelayanan bagi anak usia dini, percepatan wajar
dikmen 12 tahun, dan pendidikan menengah yang dapat diakses
oleh seluruh lapisan masyarakat sampai ke tiap pelosok daerah.
a. Pendidikan Anak Usia Dini
Kebijakan dalam PAUD, diprioritaskan pada pemeratan dan
perluasan kelembagaan PAUD di tingkat RW yang mampu

Bab VI : Agenda dan Prioritas Program 205


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

bersaing pada tingkat regional, melalui pengembangan


program yang berkenaan dengan:
1) Pemerataan dan perluasan pelayanan TK/TKA, TPA, RA,
Kober dan Pos PAUD berbasis keunggulan dalam budi-
pekerti, lingkungan hidup, dan nilai-nilai keagamaan dan
kebangsaan standar nasional;
2) Pemerataan dan perluasan gedung/kelas dan meubeler TK/
TKA/RA, dan PKBM, SKB, Pesantren penyeleng-gara
TPA/Kober/Pos PAUD berbasis keunggulan standar nasional;
3) Pemerataan dan perluasan peralatan edukatif (APE) proses
pembelajaran PAUD standar nasional;
4) Pemerataan guru/pengasuh /pembimbing pada
kelembagaan PAUD standar nasional;
5) Pemerataan fasilitas beasiswa bagi anak tidak mampu
untuk medapatkan PAUD unggul standar nasional.
b. Pendidikan Dasar
Kebijakan dalam pendidikan dasar, diprioritaskan pada
pemerataan dan perluasan kelembagaan pendidikan dasar
yang mampu bersaing ke tingkat regional, melalui
pengembangan program yang berkenaan dengan:
1) Pemerataan dan perluasan pelayanan SD/MI, SMP/MTs,
SDLB/SMPLB, SLB Autis, SD-SMP satu atap, SDLB-SMPLB satu
atap, pusat pendidikan dan rehabilitasi anak korban
narkoba, atau MI-MTs satu atap dan SMP-MTs Terbuka serta
lembaga pendidikan dasar terpadu dalam seni-udaya,
keolahragaan, kecakapan hidup dan entreupreneur, serta
penerapan teknologi dasar standar nasional;
2) Pemerataan dan perluasan pelayanan MDA/MDW, Paket
A/B, bagi anak putus sekolah, pekerja anak dan anak
jalanan usia wajib belajar secara terpadu standar nasional;
3) Perluasan UGB/RKB dan perlengkapan pada sekolah,
PKBM/SKB dan Pesantren penyelenggara pendidikan dasar
berbasis keunggulan standar nasional;
4) Perluasan peralatan laboratorium, workshop, perpustakaan
dan sumber belajar/berlatih serta sarana peribadatan yang
mendukung proses pembelajaran pendidikan dasar berbasis
keunggulan standar nasional;
5) Pemerataan guru/pelatih/ ustadz/tutor/ pamong belajar,
laboran, pustakawan, dan tenaga administrasi kantor pada
satuan program pendidikan dasar berbasis keunggulan
standar nasional;

Bab VI : Agenda dan Prioritas Program 206


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

6) Penyediaan biaya operasional manajemen dan reward


bagi sekolah, pemerintah desa dan kecamatan yang
berprestasi dalam pelaksanaan wajar dikmen;
7) Pemerataan fasilitas dan beasiswa bagi anak berprestasi
dan anak tidak mampu untuk medapatkan pendidikan
dasar berbasis keunggulan standar nasional;
c. Pendidikan Menengah
Kebijakan dalam pendidikan menengah, diprioritaskan pada
pemerataan dan perluasan kelembagaan satuan pendidikan
menengah yang mampu bersaing ke tingkat regional, melalui
pengembangan program yang berkenaan dengan:
1) Pemerataan dan perluasan SMK/MAK, dan atau SMA/MA,
SMALB, Paket C, MDU, satuan program pendidikan
menengah terpadu yang berbasis keunggulan standar
nasional;
2) Pemerataan dan perluasan UGB/RKB dan sarana
perlengkapan pendidikan menengah formal (sekolah-
sekolah), maupun pendidikan nonformal (PKBM, SKB dan
Pesantren penyelenggara pendidikan menengah) berbasis
keunggulan dalam seni-budaya, keolahragaan,
kecakapan hidup dan entreupreneur, serta penerapan
teknologi menengah standar nasional;
3) Perluasan peralatan laboratorium, workshop, perbustakaan
dan sumber belajar/berlatih serta sarana peribadatan yang
mendukung pembelajaran pendidikan menengah berbasis
keunggulan;
4) Pemerataan guru/pelatih/ ustadz/tutor/ pamong belajar,
laboran, pustakawan dan tenaga administrasi kantor pada
satuan pendidikan menengah berbasis keunggulan standar
nasional;
5) Peningkatan biaya operasional manajemen dan reward
bagi sekolah, pemerintah desa dan kecamatan berprestasi
dalam pelaksanaan wajar dikmen;
6) Pemerataan fasilitas beasiswa bagi anak berprestasi dan
anak tidak mampu untuk medapatkan pendidikan
menengah berbasis keunggulan standar nasional.
d. Pendidikan Tinggi
Kebijakan dalam pendidikan tinggi, masih diprioritaskan pada
pemerataan dan perluasan pelayanan pendidikan tinggi yang
mampu bersaing bersaing ke tingkat regional, melalui
pengembangan program yang berkenaan dengan:

Bab VI : Agenda dan Prioritas Program 207


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

1) Memfasilitasi kelembagaan satuan pendidikan tinggi ke


arah pengembangan pendidikan berbasis keunggulan
dalam seni-udaya, keolahragaan, kecakapan hidup dan
entreupreneur standar nasional;
2) Pemerataan fasilitas beasiswa bagi anak lulusan pendidikan
menengah yang berprestasi untuk medapatkan pendidikan
tinggi standar nasional.
e. Pendidikan Berkelanjutan
Kebijakan dalam pendidikan berkelanjutan, diprioritaskan pada
pemerataan dan perluasan daya saing satuan program
pendidikan berkelanjutan yang mampu bersaing ke tingkat
regional, melalui pengembangan program yang berkenaan
dengan:
1) Pemerataan dan perluasan kelompok-kelompok sasaran
program Kejar Usaha/KBU, magang dan kursus-kursus
berbasis keunggulan dalam seni-udaya, keolahragaan,
kecakapan hidup dan entreupreneur, penerapan teknologi
dasar/menengah standar nasional;
2) Perluasan peralatan workshop, dan sumber belajar/berlatih
pada satuan program pendidikan berkelanjutan berbasis
keunggulan standar nasional;
3) Pemerataan tutor/pelatih/fasilitator dan TLD pada satuan
program pendidikan menengah berbasis keunggulan
standar nasional.
f. Pendidikan Kepemudaan
Kebijakan dalam pendidikan kepemudaan, diprioritaskan pada
pemerataan dan perluasan daya saing satuan program
pendidikan kepemudaan yang mampu bersaing ke tingkat
regional, melalui pengembangan program yang berkenaan
dengan:
1) Pemerataan dan perluasan aktivitas kelompok-kelompok
kepemudaan berbasis keunggulan dalam seni-udaya,
keolahragaan, kecakapan hidup dan entreupreneur,
penerapan teknologi dasar, serta nilai-nilai kebangsaan
standar nasional;
2) Pemerataan dan perluasan sarana peralatan dan sumber
belajar/berlatih, media dan saluran komunikasi dialogis
antar generasi pada program kepemudaan berbasis
keunggulan standar nasional;
3) Pemerataan pembina/pelatih/fasilitator pada program
kepemudaan berbasis keunggulan standar nasional.

Bab VI : Agenda dan Prioritas Program 208


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

g. Pendidikan Kewanitaan dan Kesetaraan Jender


Kebijakan dalam pendidikan kewanitaan, diprioritaskan pada
pemerataan dan perluasan daya saing program pendidikan
kewanitaan dan kesetaraan jender yang mampu bersaing ke
tingkat regional, melalui pengembangan program yang
berkenaan dengan:
1) Pemerataan dan perluasan aktivitas kelompok-kelompok
pemberdayaan wanita dan kesetaraan jender secara
terpadu pada satuan pendidikan formal maupun nonformal
berbasis keunggulan dalam seni-udaya, keolahragaan,
kecakapan hidup dan entreupreneur, serta nilai-nilai
kebangsaan standar nasional;
2) Pemerataan sarana peralatan, sumber belajar/berlatih,
media dan saluran komunikasi antar kelompok kewanitaan
berbasis keunggulan standar nasional;
3) Pemerataan pembina/fasilitator dan TLD pada satuan
program kewanitaan berbasis keunggulan standar nasional.
h. Taman Bacaan dan Perpustakaan Masyarakat
Kebijakan dalam pengembangan Taman Bacaan dan
Perpustakaan Masyarakat, diprioritaskan pada pemerataan
dan perluasan daya saing TBM dan Perpustakaan Masyarakat
yang mampu bersaing pada tingkat regional, melalui
pengembangan program yang berkenaan dengan:
1) Pemerataan dan perluasan pelayanan TBM dan
perpustakaan masyarakat berbasis keunggulan standar
nasional;
2) Pemerataan dan perluasan buku-buku bacaan, sarana
dan fasilitas TBM dan Perpustakaan masyarakat berbasis
keunggulan standar nasional;
3) Pemerataan pustakawan bagi TBM dan Perpustakaan
Masyarakat unggul standar nasional.
i. Pendidikan Informal
Kebijakan dalam pendidikan informal, masih diprioritaskan
pada fasilitasi dan pendampingan penyelenggaraan
pendidikan informal, agar memiliki kesetaraan dengan
pendidikan formal.
j. Kesenian dan Kebudayaan Daerah
Kebijakan dalam pengembangan kesenian dan kebudayaan
daerah, diprioritaskan pada pemerataan dan perluasan daya
saing kesenian dan kebudayaan yang mampu bersaing ke

Bab VI : Agenda dan Prioritas Program 209


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

tingkat regional, melalui pengembangan program yang


berkenaan dengan:
1) Pemerataan dan perluasan aktivitas kelompok-kelompok
pemberdayaan kesenian dan kebudayaan berbasis
keunggulan standar nasional;
2) Pemerataan jumlah gedung dan sarana peralatan
belajar/berlatih dan media pentas seni-budaya daerah
unggulan standar nasional;
3) Pemerataan pembina/pelatih/fasilitator dan pengembang
kesenian dan kebudayaan unggulan standar nasional.
2. Peningkatan Mutu, Relevansi dan Daya Saing Pendidikan
Pada aspek peningkatan mutu, relevansi dan daya saing,
masih tetap diprioritaskan pada penguatan dan peningkatan
pelayanan dalam proses pembelajaran pada setiap kelembagaan
satuan program pendidikan dan kebudayaan, sehingga memiliki
lebih banyak keunggulan kompetitif serta memiliki relevansi yang
tinggi dengan tuntutan kebutuhan masyarakat pada tingkat
regional.
a. Pendidikan Anak Usia Dini
Kebijakan dalam PAUD, diprioritaskan pada pengembangan
daya saing regional kurikulum pada setiap satuan program
PAUD, melalui pengembangan program yang berkenaan
dengan:
1) Pengembangan relevansi kurikulum PAUD berbasis iman
dan taqwa, budi-pekerti, lingkungan hidup, dan nilai-nilai
kebangsaan;
2) Pengembangan mutu alat peraga edukatif (APE) dan
sarana proses belajar/ bermain PAUD unggul standar
nasional;
3) Peningkatan kemandirian pemeliharaan sarana prasarana
dan perlengkapan PAUD standar nasional;
4) Pengembangan kualifikasi, kompetensi dan kapasitas
kemampuan ketenagaan PAUD berbasis keunggulan
standar nasional;
5) Pengembangan mutu proses pembelajaran PAUD berbasis
TIK standar nasional;
6) Pengembangan kreativitas dan inovasi anak dan
guru/pembimbing pada satuan PAUD berbasis keunggulan
standar nasional;
7) Peningkatan biaya operasional peningkatan mutu
manajemen kelembagaan PAUD berbasis keunggulan
standar nasional;

Bab VI : Agenda dan Prioritas Program 210


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

8) Peningkatan kesejahteraan ketenagaan pendidikan pada


PAUD.
b. Pendidikan Dasar
Kebijakan dalam pendidikan dasar, diprioritaskan pada
pengembangan daya saing regional kurikulum pada setiap
satuan program pendidikan dasar, melalui pengembangan
program yang berkenaan dengan:
1) Pengembangan relevansi kurikulum pendidikan dasar
berbasis religius, budi-pekerti, kecakapan hidup dan
kewirausahaan, seni-budaya dan keolahragaan, teknologi
dasar, lingkungan hidup, dan kebangsaan standar nasional;
2) Pengembangan mutu sarana pendidikan dasar berbasis
keunggulan standar nasional;
3) Peningkatan kemandirian pemeliharaan sarana
perlengkapan pendidikan dasar standar nasional;
4) Pengembangan kualifikasi, kompetensi
guru/ustadz/tutor/pamong belajar, laboran, pustakawan
dan tenaga administrasi pada satuan program pendidikan
dasar berbasis keunggulan standar nasional;
5) Pengembangan penerapan TIK dalam proses pembelajaran
pendidikan dasar berbasis keunggulan standar nasional;
6) Pengembangan kreativitas, inovasi dan daya nalar peserta
didik dan guru/tutor/ustadz/TLD/laboran/pustakawan pada
satuan program pendidikan dasar berbasis keunggulan
standar nasional;
7) Peningkatan biaya operasional peningkatan mutu
manajemen kelembagaan pendidikan dasar berbasis
keunggulan standar nasional;
8) Peningkatan kesejahteraan ketenagaan pendidikan pada
kelembagaan pendidikan dasar.
c. Pendidikan Menengah
Kebijakan dalam pendidikan menengah, diprioritaskan pada
pengembangan daya saing relevansi muatan kurikulum satuan
pendidikan menengah ke tingkat regional, melalui
pengembangan program yang berkenaan dengan:
1) Pengembangan dan perluasan muatan kurikulum SMK/MAK,
dan atau SMA/MA, SMALB, Paket C, MDU, satuan program
pendidikan menengah terpadu unggulan standar nasional;
2) Pengembangan dan perluasan pendayagunaan sarana
perlengkapan pendidikan menengah formal (sekolah-
sekolah), maupun pendidikan nonformal (PKBM, SKB dan

Bab VI : Agenda dan Prioritas Program 211


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Pesantren penyelenggara pendidikan menengah) unggulan


standar nasional;
3) Pengembangan dan perluasan pendayagunaan peralatan
laboratorium, workshop, perbustakaan dan sumber
belajar/berlatih serta sarana peribadatan yang mendukung
pembelajaran pendidikan menengah berbasis keunggulan;
4) Peningkatan kemandirian pemeliharaan sarana prasarana
dan perlengkapan pendidikan menengah standar nasional;
5) Pengembangan kualifikasi, kompetensi dan kemampuan
guru/pelatih/ ustadz/tutor/pamong belajar, laboran,
pustakawan dan tenaga administrasi kantor pada satuan
program pendidikan menengah berbasis keunggulan
standar nasional;
6) Pengembangan kreativitas, inovasi dan daya nalar peserta
didik dan tenaga kependidikan pada satuan program
pendidikan menengah berbasis keunggulan standar
nasional;
7) Peningkatan biaya operasional peningkatan mutu
manajemen kelembagaan pendidikan menengah berbasis
keunggulan standar nasional;
8) Peningkatan kesejahteraan ketenagaan pendidikan pada
kelembagaan pendidikan menengah.
d. Pendidikan Tinggi
Kebijakan dalam pendidikan tinggi, masih diprioritaskan pada
peningkatan intensitas fasilitasi dan pendampingan terhadap
kelembagaan pendidikan yang ada di Kabupaten Bandung
untuk meningkatkan program school-sisters dengan beberapa
perguruan tinggi standar nasional maupun bertaraf
internasional, sehingga memiliki kemandirian manajemen
dalam meningkatkan mutu pelayanan pendidikan, melalui:
1) Pengembangan program studi yang relevan dengan
kebutuhan ketenagakerjaan berdaya saing regional;
2) Bantuan operasional peningkatan mutu SDM.
e. Pendidikan Berkelanjutan
Kebijakan dalam program pendidikan berkelanjutan,
diprioritaskan pada pengembangan dan perluasan daya saing
relevansi muatan kurikulum satuan program pendidikan
berkelanjutan yang mampu bersaing ke tingkat regional,
melalui pengembangan program yang berkenaan dengan:
1) Pengembangan dan perluasan relevansi muatan kurikulum
program Kejar Usaha/KBU, magang dan kursus-kursus
berbasis keunggulan standar nasional;

Bab VI : Agenda dan Prioritas Program 212


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

2) Pengembangan dan perluasan pendayagunaan peralatan


laboratorium, workshop, perbustakaan dan sumber
belajar/berlatih yang mendukung pembelajaran pendidikan
berkelanjutan berbasis keunggulan;
3) Peningkatan kemandirian pemeliharaan sarana prasarana
dan perlengkapan pendidikan berkelanjutan standar
nasional;
4) Pengembangan kualifikasi, kompetensi dan kemampuan
pelatih/tutor/pamong belajar, TLD dan tenaga administrasi
pada satuan program pendidikan berkelanjutan unggulan
standar nasional;
5) Pengembangan kreativitas, inovasi dan daya nalar warga
belajar tutor/pelatih/TLD pada satuan program pendidikan
berkelanjutan standar nasional;
6) Peningkatan biaya operasional peningkatan mutu
manajemen kelembagaan pendidikan berkelanjutan
unggulan standar nasional;
7) Peningkatan kesejahteraan ketenagaan pendidikan pada
satuan program pendidikan berkelanjutan.
f. Pendidikan Kepemudaan
Kebijakan dalam pendidikan dan kepemudaan, diprioritaskan
pada pengembangan dan perluasan daya saing relevansi
muatan kurikulum satuan program pendidikan kepemudaan
yang mampu bersaing ke tingkat regional, melalui
pengembangan program yang berkenaan dengan:
1) Pengembangan dan perluasan relevansi muatan kurikulum
program pendidikan kepemudaan nggulan standar
nasional;
2) Pengembangan dan perluasan pendayagunaan peralatan
dan sumber belajar/berlatih pendidikan kepemudaan
unggulan standar nasional;
3) Peningkatan kemandirian pemeliharaan sarana
perlengkapan pendidikan kepemudaan unggulan standar
nasional;
4) Pengembangan kualifikasi dan kompetensi fasilitator pada
satuan program pendidikan kepemudaan unggulan
standar nasional;
5) Pengembangan kreativitas/inovasi pemuda dan fasilitator
program pendidikan kepemudaan standar nasional;
6) Peningkatan biaya operasional peningkatan mutu
manajemen kelembagaan pendidikan kepemudaan
unggulan standar nasional;

Bab VI : Agenda dan Prioritas Program 213


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

7) Peningkatan kesejahteraan ketenagaan pendidikan pada


satuan program pendidikan kepemudaan.
g. Pendidikan Kewanitaan dan Kesetaraan Jender
Kebijakan dalam pendidikan kewanitaan, diprioritaskan pada
pengembangan dan perluasan daya saing relevansi muatan
kurikulum satuan program pendidikan kepemudaan yang
mampu bersaing ke tingkat regional, melalui pengembangan
program yang berkenaan dengan:
1) Pengembangan relevansi muatan kurikulum program
pendidikan kewanitaan dan kesetaraan jender unggulan
standar nasional;
2) Pengembangan pendayagunaan peralatan dan sumber
belajar/berlatih pendidikan kewanitaan unggulan standar
nasional;
3) Peningkatan kemandirian pemeliharaan perlengkapan
pendidikan kewanitaan unggulan standar nasional;
4) Pengembangan kualifikasi, dan kemampuan fasilitator pada
satuan program pendidikan kewanitaan unggulan standar
nasional;
5) Pengembangan kreativitas/inovasi wanita dan fasilitator
pada satuan program pendidikan kewanitaan standar
nasional;
6) Peningkatan biaya operasional peningkatan mutu
manajemen pendidikan kewanitaan unggulan standar
nasional;
7) Peningkatan kesejahteraan ketenagaan pendidikan pada
satuan program pendidikan kewanitaan.
h. Pendidikan Informal
Kebijakan dalam pendidikan informal, masih tetap diprioritaskan
pada pengembangan sistem evaluasi penyelenggaraan
pendidikan informal, sehingga setiap penyelenggaraan
pendidikan yang dilakukan keluarga-keluarga memiliki
kemampuan dalam meningkatkan mutu hasil pendidikannya.
i. Taman Bacaan dan Perpustakaan Masyarakat
Kebijakan dalam pengembangan Taman Bacaan dan
Perpustakaan Masyarakat, diprioritaskan pada pengembangan
daya saing TBM dan Perpustakaan Masyarakat yang memiliki
keunggulan ke tingkat regional, melalui pengembangan
program yang berkenaan dengan:
1) Pengembangan pelayanan TBM dan perpustakaan
masyarakat unggul standar nasional;

Bab VI : Agenda dan Prioritas Program 214


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

2) Pengembangan intensitas pemeliharaan buku-buku


bacaan, sarana dan fasilitas TBM dan Perpustakaan
masyarakat unggulan standar nasional;
3) Pengembangan kualifikasi dan kompetensi pustakawan
TBM dan Perpustakaan Masyarakat berbasis keunggulan
standar nasional;
4) Pengembangan kreativitas, inovasi dan daya nalar
pustakawan TBM dan perpustakaan masyarakat standar
nasional;
5) Peningkatan biaya operasional peningkatan mutu
manajemen kelembagaan TBM dan Perpustakaan
Masyarakat berbasis keunggulan standar nasional;
6) Peningkatan kesejahteraan ketenagaan pendidikan pada
TBM dan Perpustakaan Masyarakat.
j. Kesenian dan Kebudayaan Daerah
Kebijakan dalam pengembangan kesenian dan kebudayaan
daerah, diprioritaskan pada pengembangan apresiasi tentang
nilai-nilai seni budaya unggulan daerah ke tingkat regional,
melalui pengembangan program yang berkenaan dengan:
1) Pengembangan mutu gedung dan sarana peralatan
belajar/berlatih serta media pentas seni-budaya daerah
unggulan standar nasional;
2) Pengembangan regulasi media pentas seni-budaya
unggulan standar nasional;
3) Pengembangan kompetensi dan kemampuan
pembina/pelatih/ fasilitator dan pengembang kesenian dan
kebudayaan unggulan standar nasional;
4) Peningkatan biaya operasional peningkatan mutu
manajemen kelembagaan pengembang seni-budaya
daerah unggulan standar nasional;
5) Peningkatan kesejahteraan ketenagaan pada
kelembagaan penggali, pemelihara dan pelestari, serta
pengembang seni-budaya daerah.

3. Tata Kelola, Akuntabilitas dan Pencitraan Publik


Aspek ini masih berkenaan dengan peningkatan efektivitas,
efisiensi, dan produktivitas administrasi dan manajemen
pembangunan pendidikan, yang diharapkan bahwa perangkat
sistem tatakelola telah kokoh. Dalam periode tahun 2016-2020,
harus sudah diprioritaskan pada program-program yang bersifat
evaluasi dan pengembangan dalam mendukung pencapaian
pendidikan yang memiliki daya saing regional.

Bab VI : Agenda dan Prioritas Program 215


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

a. Perencanaan dan Program


Kebijakan dalam perencanaan dan program, diprioritaskan
pada pengembangan sistem perencanaan pembangunan
pendidikan dan kebudayaan yang lebih aspiratif, partisipatif,
transparan dan akuntabel, melalui pengembangan program
yang berkenaan dengan:
1) Evaluasi dan strategi pelaksanaan Peraturan Daerah
tentang Rencana Induk Pendidikan dan kebudayaan;
2) Evaluasi dan strategi implementasi Rencana Induk (Master
Plan) Pembangunan Pendidikan dan kebudayaan;
3) Evaluasi dan strategi pengembangan kemampuan
perencana pendidikan dan kebudayaan;
4) Peningkatan kesejahteraan ketenagaan pendidikan pada
unit perencana program pendidikan dan kebudayaan.
b. Organisasi Pelaksanaan Program
Kebijakan dalam pelaksanaan program, diprioritaskan pada
pengembangan dan pencapaian standar kinerja pendidikan
dan kebudayaan yang lebih produktif dan bermutu, melalui
pengembangan program:
1) Evaluasi dan strategi pelaksanaan Peraturan Daerah
tentang Standar Kinerja Individu dan satuan program
pendidikan dan kebudayaan;
2) Evaluasi dan strategi pengembangan kemampuan aparatur
pelaksana program pendidikan dan kebudayaan;
3) Peningkatan kesejahteraan ketenagaan pendidikan pada
unit pelaksana program pendidikan dan kebudayaan.
c. Pengawasan dan Pengendalian Program
Kebijakan dalam pengawasan dan pengendalian program,
diprioritaskan pada pengembangan sistem pengawasan
pendidikan dan kebudayaan yang lebih produktif dan bermutu,
transparan dan akuntabel, melalui pengembangan program
yang berkenaan dengan:
1) Evaluasi dan strategi pelaksanaan Peraturan Daerah
tentang Prosedur Operasional Standar (POS) pengawasan
dan pengendalian program pendidikan dan kebudayaan;
2) Evaluasi dan strategi pengembangan kompetensi dan
kemampuan pengawas program pendidikan dan
kebudayaan;
3) Peningkatan kesejahteraan ketenagaan pendidikan pada
unit pengawasan program pendidikan dan kebudayaan.
d. Evaluasi Program

Bab VI : Agenda dan Prioritas Program 216


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Kebijakan dalam evaluasi program, diprioritaskan pada


pengembangan sistem penilaian pendidikan yang lebih terukur
dengan efektif, transparan, partisipatif dan akuntabel, melalui
pengembangan program yang berkenaan dengan:
1) Evaluasi dan strategi pelaksanaan Peraturan Daerah
tentang Prosedur Operasional Standar (POS) penilaian
program-program pembangunan pendidikan dan
kebudayaan;
2) Evaluasi dan strategi pengembangan kemampuan aparatur
penilaian program-program pendidikan dan kebudayaan;
3) Peningkatan kesejahteraan ketenagaan pendidikan pada
unit penilaian program pendidikan dan kebudayaan.
e. Pelaporan dan Pertanggungjawaban Program
Kebijakan dalam pelaporan dan pertanggungjawaban
program, diprioritaskan pada pengembangan sistem
pelaporan dan pertanggung-jawaban pelaksanaan program
pendidikan yang lebih cepat, akurat dan diterima tanpa
syarat, melalui pengembangan program:
1) Evaluasi dan strategi pelaksanaan Peraturan Daerah
tentang POS pelaporan dan pertanggung-jawaban
program pendidikan dan kebudayaan;
2) Evaluasi dan strategi pengembangan kompetensi tenaga
penyusun laporan pertanggungjawaban program
pendidikan dan kebudayaan;
3) Peningkatan kesejahteraan ketenagaan pada unit
pelaporan dan pertanggung-jawaban.
f. Penganggaran Biaya Program
Kebijakan dalam penganggaran biaya program, diprioritaskan
pada pengembangan sistem pengganggaran pelaksanaan
program pendidikan dan kebudayaan yang lebih efektif dan
efisien, melalui pengembangan program yang berkenaan
dengan:
1) Evaluasi dan strategi pelaksanaan Peraturan Daerah
tentang Standar Anggaran Biaya pendidikan dan
kebudayaan;
2) Evaluasi dan strategi pengembangan kemampuan tenaga
kependidikan dalam menyusun anggaran;
3) Peningkatan kesejahteraan ketenagaan pendidikan pada
unit penganggaran program pendidikan dan
kebudayaan.
g. Partisipasi Masyarakat

Bab VI : Agenda dan Prioritas Program 217


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Kebijakan dalam partisipasi masyarakat, diprioritaskan pada


pengembangan sistem kerjasama kelembagaan pendidikan
dengan stakeholder yang lebih erat dan harmonis, melalui
pengembangan program yang berkenaan dengan:
1) Evaluasi dan strategi pelaksanaan Peraturan Daerah
tentang POS kerjasama kelembagaan dengan stakeholders;
2) Evaluasi dan strategi pengembangan kemampuan tenaga
hubungan masyarakat;
3) Peningkatan kesejahteraan ketenagaan pada unit
hubungan dengan masyarakat.
h. Sistem Informasi Manajemen
Kebijakan dalam sistem informasi manajemen, diprioritaskan
pada pengembangan sistem informasi manajemen (SIM)
pendidikan dan kebudayaan yang lebih cepat, akurat dalam
mendukung keputusan-keputusan strategis, melalui
pengembangan program:
1) Evaluasi dan strategi pengembangan Sistem Informasi
Manajemen (SIM) Pendidikan berbasisk TIK;
2) Evaluasi dan strategi pengembangan sarana TIK
Pendidikan dan kebudayaan berbasis TIK;
3) Evaluasi dan strategi pengembangan kemampuan tenaga
bidang SIM dan TIK;
4) Peningkatan kesejahteraan ketenagaan pada unit SIM dan
pemrosesan data.
i. Manajemen SDM
Kebijakan dalam manajemen SDM, diprioritaskan pada
pengembangan sistem manajemen pengembangan sumber
daya manusia (PSDM) pendidikan dan kebudayaan yang lebih
efektif, transparan, akuntabel dan berkeadilan, melalui
pengembangan program yang berkenaan dengan:
1) Evaluasi dan strategi pelaksanaan Peraturan Daerah
tentang Grand Design Manajemen SDM pendidikan dan
kebudayaan;
2) Evaluasi dan strategi pengembangan kemampuan tenaga
bidang Manajemen SDM kependidikan dan kebudayaan;
3) Peningkatan kesejahteraan ketenagaan pendidikan dan
kebudayaan pada unit pengelola kepegawaian.
j. Administrasi Sarana Perlengkapan
Kebijakan dalam admnistrasi sarana perlengkapan,
diprioritaskan pada pengembangan sistem manajemen sarana
prasarana administrasi dan manajemen pendidikan dan

Bab VI : Agenda dan Prioritas Program 218


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

kebudayaan milik negara dan daerah yang lebih efektif dan


efisien, melalui pengembangan program yang berkenaan
dengan:
1) Evaluasi dan strategi pelaksanaan Peraturan Daerah
tentang POS manajemen sarana prasarana milik negara
dan daerah;
2) Evaluasi dan strategi pengembangan kemampuan tenaga
administrasi dan manajemen sarana pendidikan dan
kebudayaan;
3) Peningkatan kesejahteraan ketenagaan pendidikan dan
kebudayaan pada unit pengelola sarana, prasarana dan
barang milik negara/daerah.

E. Kebijakan dan Program Tahun 2021-2025


Strategi program pembangunan pendidikan tahun 2021-2025
pada tingkat nasional ialah pencapaian hasil-hasil pendidikan yang
memiliki daya saing internasional. Oleh karena itu, mulai Tahun 2021
sampai Tahun 2025, pembangunan pendidikan dan kebudayaan di
Kabupaten Bandung, harus diarahkan pada keunggulan-
keunggulan kompetitif pada tingkat internasional, di samping harus
mampu menuntaskan Wajar 12 tahun. Pencapaian target daya
saing internasional ini akan menjadi modal dalam meningkatkan
harkat dan martabat bangsa dan negara pada tingkat
internasional.
1. Pemerataan Kesempatan Memperoleh Pendidikan
Pada aspek pemerataan, harus tetap diprioritaskan pada
peningkatan pelayanan bagi anak usia dini, penuntasan wajar
dikmen 12 tahun, dan pendidikan menengah yang dapat diakses
oleh seluruh lapisan masyarakat sampai ke tiap pelosok daerah.
a. Pendidikan Anak Usia Dini
Kebijakan dalam PAUD, diprioritaskan pada pemerataan dan
perluasan kelembagaan PAUD di tingkat RW yang mampu
bersaing pada tingkat internasional, melalui pengembangan
program yang berkenaan dengan:
1) Pemerataan dan perluasan TK/TKA, TPA, RA, Kober dan Pos
PAUD berbasis keunggulan dalam budi-pekerti, lingkungan
hidup, dan nilai-nilai keagamaan dan kebangsaan bertaraf
internasional;
2) Pemerataan dan perluasan gedung/kelas dan meubeler TK/
TKA/RA, dan PKBM, SKB, Pesantren penyeleng-gara

Bab VI : Agenda dan Prioritas Program 219


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

TPA/Kober/Pos PAUD berbasis keunggulan standar


internasional;
3) Pemerataan dan perluasan peraalatan edukatif (APE)
proses pembelajaran PAUD bertaraf internasional;
4) Pemerataan guru/pengasuh /pembimbing pada
kelembagaan PAUD bertaraf internasional;
5) Pemerataan fasilitas beasiswa bagi anak tidak mampu
untuk medapatkan PAUD unggul bertaraf internasional.
b. Pendidikan Dasar
Kebijakan dalam pendidikan dasar, diprioritaskan pada
pemerataan dan perluasan kelembagaan pendidikan dasar
yang mampu bersaing ke tingkat internasional, melalui
pengembangan program yang berkenaan dengan:
1) Pemerataan dan perluasan SD/MI, SMP/MTs, SDLB/SMPLB,
SLB Autis, SD-SMP satu atap, SDLB-SMPLB satu atap, pusat
pendidikan dan rehabilitasi anak korban narkoba, atau MI-
MTs satu atap dan SMP-MTs Terbuka serta pendidikan dasar
terpadu dalam seni-udaya, keolahragaan, kecakapan
hidup dan entreupreneur, serta penerapan teknologi dasar
bertaraf internasional;
2) Pemerataan dan perluasan pelayanan MDA/MDW, Paket
A/B, bagi anak putus sekolah, pekerja anak dan anak
jalanan usia wajib belajar secara terpadu bertaraf
internasional;
3) Perluasan UGB/RKB dan perlengkapan pada sekolah,
PKBM/SKB dan Pesantren penyelenggara pendidikan dasar
berbasis keunggulan bertaraf internasional;
4) Perluasan peralatan laboratorium, workshop, perpustakaan
dan sumber belajar/berlatih serta sarana peribadatan yang
mendukung proses pembelajaran pendidikan dasar berbasis
keunggulan bertaraf internasional;
5) Pemerataan guru/pelatih/ustadz/tutor/pamong belajar,
laboran, pustakawan, dan tenaga administrasi kantor pada
satuan program pendidikan dasar berbasis keunggulan
bertaraf internasional;
6) Penyediaan biaya operasional manajemen dan reward
bagi sekolah, pemerintah desa dan kecamatan yang
berprestasi dalam perintisan wajar dikmen;
7) Pemerataan fasilitas beasiswa bagi anak berprestasi dan
anak tidak mampu untuk medapatkan pendidikan dasar
berbasis keunggulan bertaraf internasional.
c. Pendidikan Menengah

Bab VI : Agenda dan Prioritas Program 220


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Kebijakan dalam pendidikan menengah, diprioritaskan pada


pemerataan dan perluasan kelembagaan pendidikan
menengah yang mampu bersaing ke tingkat internasional,
melalui pengembangan program yang berkenaan dengan:
1) Pemerataan dan perluasan SMK/MAK, dan atau SMA/MA,
SMALB, Paket C, MDU, satuan program pendidikan
menengah terpadu yang berbasis keunggulan bertaraf
internasional;
2) Pemerataan dan perluasan UGB/RKB dan sarana
perlengkapan pendidikan menengah formal (sekolah-
sekolah), maupun pendidikan nonformal (PKBM, SKB dan
Pesantren penyelenggara pendidikan menengah) berbasis
keunggulan dalam seni-budaya, keolahragaan,
kecakapan hidup dan entreupreneur, serta penerapan
teknologi menengah bertaraf internasional;
3) Peningkatan peralatan laboratorium, workshop,
perbustakaan dan sumber belajar/berlatih serta sarana
peribadatan yang mendukung pembelajaran pendidikan
menengah berbasis keunggulan bertaraf internasional;
4) Pemerataan guru/pelatih/ustadz/tutor/pamong belajar,
laboran, pustakawan dan tenaga administrasi kantor pada
satuan pendidikan menengah berbasis keunggulan
bertaraf internasional;
5) Peningkatan biaya operasional manajemen dan reward
bagi sekolah, pemerintah desa dan kecamatan berprestasi
dalam pelaksanaan wajar dikmen;
6) Pemerataan fasilitas beasiswa bagi anak berprestasi dan
anak mampu untuk medapatkan pendidikan menengah
berbasis keunggulan bertaraf internasional.
d. Pendidikan Tinggi
Kebijakan dalam pendidikan tinggi, masih diprioritaskan pada
pemerataan dan perluasan pelayanan pendidikan tinggi yang
mampu bersaing ke tingkat internasional, melalui
pengembangan program yang berkenaan dengan:
1) Memfasilitasi kelembagaan satuan pendidikan tinggi ke
arah pengembangan pendidikan berbasis keunggulan
dalam seni-udaya, keolahragaan, kecakapan hidup dan
entreupreneur standar internasional;
2) Pemerataan fasilitas beasiswa bagi anak lulusan pendidikan
menengah yang berprestasi untuk medapatkan pendidikan
tinggi bertaraf internasional.
e. Pendidikan Berkelanjutan

Bab VI : Agenda dan Prioritas Program 221


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Kebijakan dalam pendidikan berkelanjutan, diprioritaskan pada


pemerataan dan perluasan daya saing satuan program
pendidikan berkelanjutan yang mampu bersaing ke tingkat
internasional, melalui pengembangan program yang
berkenaan dengan:
1) Pemerataan dan perluasan kelompok-kelompok sasaran
program Kejar Usaha/KBU, magang dan kursus-kursus
keterampilan berbasis keunggulan dalam seni-udaya,
keolahragaan, kecakapan hidup dan entreupreneur,
teknologi bertaraf internasional;
2) Perluasan peralatan workshop, dan sumber belajar/berlatih
pada satuan program pendidikan berkelanjutan berbasis
keunggulan bertaraf internasional;
3) Pemerataan tutor/pelatih/fasilitator dan TLD pada satuan
program pendidikan menengah berbasis keunggulan
bertaraf internasional.
f. Pendidikan Kepemudaan
Kebijakan dalam kepemudaan, diprioritaskan pada
pemerataan dan perluasan daya saing satuan program
pendidikan kepemudaan yang mampu bersaing ke tingkat
internasional, melalui pengembangan program yang
berkenaan dengan:
1) Pemerataan dan perluasan aktivitas kelompok-kelompok
kepemudaan berbasis keunggulan dalam seni-udaya,
keolahragaan, kecakapan hidup dan entreupreneur,
penerapan teknologi dasar, serta nilai-nilai kebangsaan
bertaraf internasional;
2) Pemerataan dan perluasan sarana peralatan dan sumber
belajar/berlatih, media dan saluran komunikasi dialogis
antar generasi pada satuan program kepemudaan
berbasis keunggulan bertaraf internasional;
3) Pemerataan pembina/pelatih/fasilitator pada program
kepemudaan berbasis keunggulan bertaraf internasional.
g. Pendidikan Kewanitaan dan Kesetaraan Jender
Kebijakan dalam pendidikan kewanitaan, diprioritaskan pada
pemerataan dan perluasan daya saing program pendidikan
kewanitaan dan kesetaraan jender yang mampu bersaing ke
tingkat internasional, melalui pengembangan program yang
berkenaan dengan:
1) Pemerataan dan perluasan aktivitas kelompok-kelompok
pemberdayaan wanita dan kesetaraan jender secara
terpadu pada satuan pendidikan formal maupun nonformal

Bab VI : Agenda dan Prioritas Program 222


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

berbasis keunggulan dalam seni-udaya, keolahragaan,


kecakapan hidup dan entreupreneur, serta nilai-nilai
kebangsaan bertaraf internasional;
2) Pemerataan sarana peralatan, sumber belajar/berlatih,
media dan saluran komunikasi dialogis antar kelompok
kewanitaan berbasis keunggulan bertaraf internasional;
3) Pemerataan pembina/fasilitator dan TLD pada satuan
program kewanitaan berbasis keunggulan bertaraf
internasional.
h. Taman Bacaan dan Perpustakaan Masyarakat
Kebijakan dalam pengembangan TBM dan Perpustakaan
Masyarakat, diprioritaskan pada pemerataan dan perluasan
daya saing TBM dan Perpustakaan Masyarakat yang mampu
bersaing pada tingkat internasional, melalui pengembangan
program yang berkenaan dengan:
1) Pemerataan dan perluasan TBM dan perpustakaan
masyarakat berbasis keunggulan bertaraf internasional;
2) Pemerataan dan perluasan buku-buku bacaan, sarana
dan fasilitas TBM dan Perpustakaan masyarakat berbasis
keunggulan bertaraf internasional;
3) Pemerataan pustakawan bagi TBM dan Perpustakaan
Masyarakat unggul bertaraf internasional.
i. Pendidikan Informal
Kebijakan dalam pendidikan informal, diprioritaskan pada
fasilitasi dan pendampingan penyelenggaraan pendidikan
informal.
j. Kesenian dan Kebudayaan Daerah
Kebijakan dalam pengembangan kesenian dan kebudayaan
daerah, diprioritaskan pada Pemerataan dan perluasan daya
saing kesenian dan kebudayaan yang mampu bersaing ke
tingkat internasional, melalui pengembangan program yang
berkenaan dengan:
1) Pemerataan dan perluasan aktivitas kelompok-kelompok
pemberdayaan kesenian dan kebudayaan bertaraf
internasional;
2) Peningkatan jumlah gedung dan sarana peralatan
belajar/berlatih dan media pentas seni-budaya unggul- an
bertaraf internasional;
3) Peningkatan pembina/pelatih/fasilitator dan pengembang
kesenian dan kebudayaan bertaraf internasional.
2. Peningkatan Mutu, Relevansi dan Daya Saing Pendidikan

Bab VI : Agenda dan Prioritas Program 223


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Pada aspek peningkatan mutu, relevansi dan daya saing,


masih tetap diprioritaskan pada penguatan dan peningkatan
pelayanan dalam proses pembelajaran pada setiap kelembagaan
satuan program pendidikan, sehingga memiliki lebih banyak
keunggulan kompetitif serta memiliki relevansi yang tinggi dengan
tuntutan kebutuhan masyarakat, baik pada tingkat lokal, regional,
nasional maupun pada tingkat internasional.
a. Pendidikan Anak Usia Dini
Kebijakan dalam PAUD, diprioritaskan pada peningkatan daya
saing internasional kurikulum pada setiap satuan program
PAUD, melalui pengembangan program yang berkenaan
dengan:
1) Peningkatan relevansi kurikulum PAUD berbasis iman dan
taqwa, budi-pekerti, lingkungan hidup, dan nilai-nilai
kebangsaan;
2) Peningkatan mutu alat peraga edukatif (APE) dan sarana
proses belajar/ bermain PAUD unggul bertaraf internasional;
3) Peningkatan kemandirian pemeliharaan sarana prasarana
PAUD bertaraf internasional;
4) Peningkatan kualifikasi, kompetensi dan kapasitas
kemampuan ketenagaan PAUD berbasis keunggulan
bertaraf inter nasional;
5) Peningkatan mutu proses pembelajaran PAUD berbasis TIK
bertaraf internasional;
6) Peningkatan kreativitas dan anak dan guru/pembibing
pada satuan PAUD berbasis keunggulan bertaraf
internasional;
7) Peningkatan biaya operasional peningkatan mutu
manajemen kelembagaan PAUD berbasis keunggulan
bertaraf nasional;
8) Peningkatan kesejahteraan ketenagaan pendidikan pada
kelembagaan PAUD.
b. Pendidikan Dasar
Kebijakan dalam pendidikan dasar, diprioritaskan pada
peningkatan daya saing internasional kurikulum pada setiap
satuan program pendidikan dasar, melalui pengembangan
program yang berkenaan dengan:
1) Peningkatan relevansi kurikulum pendidikan dasar berbasis
religius, budi-pekerti, kecakapan hidup dan kewirausahaan,
seni-budaya dan keolahragaan, teknologi dasar, lingkungan
hidup, dan kebangsaan bertaraf internasional;

Bab VI : Agenda dan Prioritas Program 224


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

2) Peningkatan mutu sarana pendidikan dasar berbasis


keunggulan bertaraf internasional;
3) Peningkatan kemandirian pemeliharaan sarana prasarana
pendidikan dasar bertaraf internasional;
4) Peningkatan kualifikasi, kompetensi
guru/ustadz/tutor/pamong belajar, laboran, pustakawan
dan tenaga administrasi pada satuan program pendidikan
dasar berbasis keunggulan bertaraf internasional;
5) Peningkatan penerapan TIK dalam proses pembelajaran
pendidikan dasar berbasis keunggulan bertaraf
internasional;
6) Peningkatan kreativitas, inovasi dan daya nalar peserta didik
dan guru/tutor/ustadz/laboran/pustakawan pada satuan
program pendiidkan dasar berbasis keunggulan bertaraf
internasional;
7) Peningkatan biaya operasional peningkatan mutu
manajemen kelembagaan pendidikan dasar berbasis
keunggulan bertaraf nasional;
8) Peningkatan kesejahteraan ketenagaan pendidikan pada
kelembagaan pendidikan dasar.
c. Pendidikan Menengah
Kebijakan dalam pendidikan menengah, diprioritaskan pada
peningkatan daya saing relevansi muatan kurikulum satuan
pendidikan menengah ke tingkat internasional, melalui
pengembangan program yang berkenaan dengan:
1) Peningkatan relevansi muatan kurikulum SMK/MAK, dan
atau SMA/MA, SMALB, Paket C, MDU, satuan program
pendidikan menengah terpadu unggulan bertaraf
internasional;
2) Peningkatan intensitas pendayagunaan sarana
perlengkapan pendidikan menengah formal (sekolah-
sekolah), maupun pendidikan nonformal (PKBM, SKB dan
Pesantren penyelenggara pendidikan menengah) unggulan
bertaraf internasional;
3) Peningkatan intensitas pendayagunaan peralatan
laboratorium, workshop, perbustakaan dan sumber
belajar/berlatih serta sarana peribadatan yang mendukung
pembelajaran pendidikan menengah berbasis keunggulan
bertaraf internasional;
4) Peningkatan kemandirian pemeliharaan sarana prasarana
dan perlengkapan pendidikan menengah bertaraf
internasional;

Bab VI : Agenda dan Prioritas Program 225


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

5) Peningkatan kualifikasi, kompetensi dan kemampuan


guru/pelatih/ ustadz/tutor/pamong belajar, laboran,
pustakawan dan tenaga administrasi kantor pada satuan
program pendidikan menengah berbasis keunggulan
standar internasional;
6) Peningkatan kreativitas, inovasi dan daya nalar peserta didik
dan tenaga kependidikan pada satuan program
pendiidkan menengah berbasis keunggulan bertaraf
internasional;
7) Peningkatan biaya operasional peningkatan mutu
manajemen kelembagaan pendidikan menenga berbasis
keunggulan bertaraf nasional;
8) Peningkatan kesejahteraan ketenagaan pendidikan pada
kelembagaan pendidikan menengah.
d. Pendidikan Tinggi
Kebijakan dalam pendidikan tinggi, masih tetap diprioritaskan
pada peningkatan intensitas fasilitasi dan pendampingan
terhadap kelembagaan pendidikan yang ada di Kabupaten
Bandung untuk meningkatkan program school-sisters dengan
beberapa perguruan tinggi standar nasional maupun bertaraf
internasional, sehingga memiliki kemandirian manajemen
dalam meningkatkan mutu pelayanan pendidikan kepada
masyarakat, melalui:
1) Pembinaan program studi yang relevan dengan kebutuhan
ketenagakerjaan berdaya saing internasional;
2) Bantuan operasional peningkatan mutu SDM.
e. Pendidikan Berkelanjutan
Kebijakan dalam pendidikan berkelanjutan, diprioritaskan pada
peningkatan dan perluasan daya saing relevansi muatan
kurikulum satuan program pendidikan berkelanjutan yang
mampu bersaing ke tingkat internasional, melalui
pengembangan program yang berkenaan dengan:
1) Peningkatan dan perluasan relevansi muatan kurikulum
program Kejar Usaha/KBU, magang dan kursus-kursus
berbasis keunggulan bertaraf internasional;
2) Peningkatan intensitas pendayagunaan peralatan
laboratorium, workshop, perbustakaan dan sumber
belajar/berlatih yang mendukung pembelajaran pendidikan
berkelanjutan berbasis keunggulan bertaraf internasional;

Bab VI : Agenda dan Prioritas Program 226


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

3) Peningkatan kemandirian pemeliharaan sarana prasarana


dan perlengkapan pendidikan berkelanjutan bertaraf
internasional;
4) Peningkatan kualifikasi, kompetensi dan kemampuan
pelatih/tutor/ pamong belajar, TLD dan tenaga administrasi
pada satuan program pendidikan berkelanjutan unggulan
standar internasional;
5) Peningkatan kreativitas, inovasi dan daya nalar warga
belajar dan tutor/ TLD/pelatih pada satuan program
pendiidkan berkelanjutan bertaraf internasional;
6) Peningkatan biaya operasional peningkatan mutu
manajemen kelembagaan pendidikan berkelanjutan
unggulan bertaraf nasional;
7) Peningkatan kesejahteraan ketenagaan pendidikan pada
satuan program pendidikan berkelanjutan.
f. Pendidikan Kepemudaan
Kebijakan dalam pendidikan kepemudaan, diprioritaskan pada
peningkatan dan perluasan daya saing relevansi muatan
kurikulum satuan program pendidikan kepemudaan yang
mampu bersaing ke tingkat internasional, melalui
pengembangan program yang berkenaan dengan:
1) Peningkatan dan perluasan relevansi muatan kurikulum
program pendidikan kepemudaan unggulan bertaraf
internasional;
2) Peningkatan intensitas pendayagunaan peralatan dan
sumber belajar/berlatih pembelajaran pendidikan
kepemudaan unggulan bertaraf internasional;
3) Peningkatan kemandirian pemeliharaan sarana
perlengkapan pendidikan kepemudaan unggulan bertaraf
internasional;
4) Peningkatan kemampuan fasilitator pada satuan program
pendidikan kepemudaan unggulan standar internasional;
5) Peningkatan kreativitas/inovasi pemuda dan fasilitator
program pendiidkan kepemudaan bertaraf internasional;
6) Peningkatan biaya operasional peningkatan mutu
manajemen kelembagaan pendidikan kepemudaan
unggulan bertaraf nasional;
7) Peningkatan kesejahteraan ketenagaan pendidikan pada
satuan program pendidikan kepemudaan.
g. Pendidikan Kewanitaan dan Kesetaraan Jender
Kebijakan dalam kewanitaan, diprioritaskan pada peningkatan
dan perluasan daya saing relevansi muatan kurikulum satuan

Bab VI : Agenda dan Prioritas Program 227


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

program pendidikan kewanitaan yang mampu bersaing ke


tingkat internasional, melalui pengembangan program yang
berkenaan dengan:
Peningkatan dan perluasan relevansi muatan kurikulum
program pendidikan kewanitaan unggulan bertaraf
internasional;
1) Peningkatan intensitas pendayagunaan peralatan dan
sumber belajar/berlatih pendidikan kewanitaan eunggulan
bertaraf internasional;
2) Peningkatan kemandirian pemeliharaan perlengkapan
pendidikan kewanitaan unggulan bertaraf internasional;
3) Peningkatan kemampuan fasilitator pada satuan program
pendidikan kewanitaan unggulan bertaraf internasional;
4) Peningkatan kreativitas/inovasi wanita dan fasilitator pada
satuan program pendidikan kewanitaan bertaraf
internasional;
5) Peningkatan biaya operasional peningkatan mutu
manajemen pendidikan kewanitaan unggulan bertaraf
nasional;
6) Peningkatan kesejahteraan ketenagaan pendidikan pada
satuan program pendidikan kewanitaan.
h. Taman Bacaan dan Perpustakaan Masyarakat
Kebijakan dalam pengembangan TBM dan Perpustakaan
Masyarakat, diprioritaskan pada peningkatan daya saing TBM
dan Perpustakaan Masyarakat yang memiliki keunggulan ke
tingkat internasional, melalui:
1) Peningkatan pelayanan TBM dan perpustakaan masyarakat
unggul bertaraf internasional;
2) Peningkatan intensitas pemeliharaan buku-buku bacaan,
sarana dan fasilitas TBM dan Perpustakaan masyarakat
unggulan bertaraf internasional;
3) Peningkatan kualifikasi dan kompetensi pustakawan TBM
dan Perpustakaan Masyarakat berbasis keunggulan
bertaraf internasional;
4) Peningkatan kreativitas, inovasi dan daya nalar pustakawan
TBM dan perpustakaan masyarakat bertaraf internasional;
5) Peningkatan biaya operasional peningkatan mutu
manajemen kelembagaan TBM dan Perpustakaan
Masyarakat berbasis keunggulan bertaraf nasional;
6) Peningkatan kesejahteraan ketenagaan pendidikan pada
TBM dan Perpustakaan Masyarakat;
i. Pendidikan Informal

Bab VI : Agenda dan Prioritas Program 228


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Kebijakan dalam pendidikan informal, diprioritaskan pada


pengembangan sistem evaluasi penyelenggaraan pendidikan
informal yang jelas, terukur, transparan dan akuntabel.
j. Kesenian dan Kebudayaan Daerah
Kebijakan dalam pengembangan kesenian dan kebudayaan
daerah, diprioritaskan pada peningkatan apresiasi tentang
nilai-nilai seni budaya unggulan daerah ke tingkat internasional,
melalui:
1) Peningkatan mutu aktivitas kelompok-kelompok
pemberdayaan kesenian dan kebudayaan berbasis
keunggulan bertaraf internasional;
2) Peningkatan mutu gedung dan sarana peralatan
belajar/berlatih serta media pentas seni-budaya daerah
unggulan bertaraf internasional;
3) Peningkatan regulasi pentas seni-budaya unggul bertaraf
internasional;
4) Peningkatan kualifikasi dan kemampuan
pembina/pelatih/fasilitator dan pengembang kesenian dan
kebudayaan unggulan bertaraf internasional;
5) Peningkatan biaya operasional peningkatan mutu
manajemen lembaga pengembang seni-budaya daerah
unggulan bertaraf nasional;
6) Peningkatan kesejahteraan ketenagaan pada
kelembagaan penggali, pemelihara dan pelestari, serta
pengembang seni-budaya daerah.
3. Tata Kelola, Akuntabilitas dan Pencitraan Publik
Aspek ini masih tetap berkenaan dengan peningkatan
efektivitas, efisiensi, dan produktivitas administrasi dan manajemen
pembangunan pendidikan, yang diharapkan telah memiliki
perangkat sistem yang sangat stabil dan solid. Dalam periode
tahun 2021-2025, harus sudah diprioritaskan pada program-
program yang bersifat akselerasi dan peningkatan mutu tata-
kelola, akuntabilitas dan pencitraan publik dalam mendukung
pencapaian pendidikan yang memiliki daya saing internasional.
a. Perencanaan dan Program
Kebijakan dalam perencanaan program, diprioritaskan pada
peningkatan fungsi dan peran sistem perencanaan
pembangunan pendidikan dan kebudayaan yang lebih
aspiratif, partisipatif, transparan dan akuntabel, melalui
pengembangan program yang berkenaan dengan:

Bab VI : Agenda dan Prioritas Program 229


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

1) Peningkatan peran dan fungsi Peraturan Daerah tentang


Rencana Induk Pendidikan dan kebudayaan;
2) Peningkatan fungsi dan peran rencana-rencana strategis
pada setiap organisasi satuan pendidikan dan kebudayaan;
3) Peningkatan kemampuan aparatur perencana program
pendidikan;
4) Peningkatan kesejahteraan ketenagaan pendidikan pada
unit perencana program pendidikan dan kebudayaan.
b. Organisasi Pelaksanaan Program
Kebijakan dalam organisasi pelaksanaan program,
diprioritaskan pada peningkatan peran standar kinerja
pendidikan dan kebudayaan yang lebih produktif dan bermutu,
melalui:
1) Peningkatan fungsi dan peran Peraturan Daerah tentang
Standar Kinerja Individu dan Kelembagaan satuan program
pendidikan dan kebudayaan;
2) Peningkatan kemampuan aparatur pelaksana program
pendidikan dan kebudayaan;
3) Peningkatan kesejahteraan ketenagaan pendidikan pada
unit pelaksana program pendidikan dan kebudayaan.
c. Pengawasan dan Pengendalian Program
Kebijakan dalam pengawasan dan pengendalian program,
diprioritaskan pada peningkatan fungsi dan peran sistem
pengawasan pendidikan dan kebudayaan yang lebih
produktif, transparan dan akuntabel, melalui:
1) Peningkatan fungsi dan peran Peraturan Daerah tentang
Prosedur Operasional Standar (POS) pengawasan dan
pengendalian program pendidikan dan kebudayaan;
2) Peningkatan kemampuan aparatur pengawasan dan
pengendalian program pendidikan dan kebudayaan;
3) Peningkatan kesejahteraan ketenagaan pendidikan pada
unit pengawasan program pendidikan dan kebudayaan.
d. Evaluasi Program
Kebijakan dalam evaluasi program, diprioritaskan pada
peningkatan fungsi dan peran sistem penilaian pendidikan
dan kebudayaan yang lebih efektif transparan dan akuntabel,
melalui:
1) Peningkatan fungsi dan peran Peraturan Daerah tentang
Prosedur Operasional Standar (POS) penilaian program-
program pembangunan pendidikan dan kebudayaan;

Bab VI : Agenda dan Prioritas Program 230


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

2) Peningkatan kemampuan aparatur penilaian program-


program pendidikan dan kebudayaan;
3) Peningkatan kesejahteraan ketenagaan pendidikan pada
unit penilaian program pendidikan dan kebudayaan.
e. Pelaporan dan Pertanggungjawaban Program
Kebijakan dalam pelaporan dan pertanggungjawaban
program, diprioritaskan pada peningkatan fungsi dan peran
sistem pelaporan dan pertanggung-jawaban pelaksanaan
program pendidikan dan kebudayaan yang diterima tanpa
syarat, melalui:
1) Peningkatan fungsi dan peran Peraturan Daerah tentang
POS pelaporan dan pertanggungjawaban program
pendidikan dan kebudayaan;
2) Peningkatan kemampuan tenaga kependidikan dalam
menyusun laporan pertanggungjawaban program
pendidikan dan kebudayaan;
3) Peningkatan kesejahteraan ketenagaan pada unit
pelaporan dan pertanggungjawaban.
f. Penganggaran Biaya Program
Kebijakan dalam penganggaran biaya program, diprioritaskan
pada peningkatan fungsi dan peran sistem pengganggaran
pelaksanaan program pendidikan dan kebudayaan yang
lebih efektif dan efisien, melalui:
1) Peningkatan fungsi dan peran Peraturan Daerah tentang
Standar Anggaran Biaya pendidikan dan kebudayaan;
2) Peningkatan kemampuan tenaga kependidikan dalam
menyusun anggaran program pendidikan dan
kebudayaan;
3) Peningkatan kesejahteraan ketenagaan pendidikan pada
unit penganggaran program pendidikan dan
kebudayaan.
g. Partisipasi Masyarakat
Kebijakan dalam partisipasi masyarakat, diprioritaskan pada
peningkatan fungsi dan peran sistem kerjasama kelembagaan
pendidikan dan kebudayaan dengan stakeholder yang lebih
erat dan harmonis, melalui:
1) Peningkatan fungsi dan peran Peraturan Daerah tentang
POS kerjasama kelembagaan dengan stakeholders
2) Peningkatan kemampuan tenaga hubungan masyarakat.
3) Peningkatan kesejahteraan ketenagaan pada unit
hubungan dengan masyarakat.

Bab VI : Agenda dan Prioritas Program 231


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

h. Sistem Informasi Manajemen


Kebijakan dalam sistem informasi manajemen, diprioritaskan
pada peningkatan fungsi dan peran sistem informasi
manajemen (SIM) pendidikan yang lebih cepat, akurat dalam
mendukung keputusan-keputusan strategis, melalui:
1) Peningkatan fungsi dan peran Sistem Informasi Manajemen
(SIM) Pendidikan berbasisk TIK;
2) Peningkatan fungsi perlengkapan modern TIK Pendidikan
dan kebudayaan berbasis TIK;
3) Peningkatan kemampuan tenaga bidang SIM dan TIK;
4) Peningkatan kesejahteraan pada unit SIM dan pemrosesan
data.
i. Manajemen SDM
Kebijakan dalam manajemen SDM, diprioritaskan pada
peningkatan fungsi dan peran sistem manajemen
pengembangan sumber daya manusia (PSDM) pendidikan dan
kebudayaan yang lebih efektif, transparan, akuntabel dan
berkeadilan, melalui:
1) Peningkatan fungsi dan peran Peraturan Daerah tentang
Grand Design Manajemen SDM pendidikan dan
kebudayaan.
2) Peningkatan kemampuan tenaga bidang Manajemen SDM
kependidikan dan kebudayaan;
3) Peningkatan kesejahteraan ketenagaan pendidikan dan
kebudayaan pada unit pengelola kepegawaian.
j. Administrasi Sarana Perlengkapan
Kebijakan dalam administrasi sarana perlengkapan,
diprioritaskan pada peningkatan fungsi dan peran sistem
manajemen sarana prasarana administrasi dan manajemen
pendidikan dan kebudayaan milik negara dan daerah yang
lebih efektif dan efisien, melalui pengembangan program yang
berkenaan dengan:
1) Peningkatan fungsi dan peran Peraturan Daerah tentang
POS manajemen sarana prasarana milik negara dan
daerah;
2) Peningkatan kemampuan tenaga administrasi dan
manajemen sarana prasarana pendidikan dan
kebudayaan;
3) Peningkatan kesejahteraan ketenagaan pendidikan dan
kebudayaan pada unit pengelola sarana, prasarana dan
barang milik negara/daerah.

Bab VI : Agenda dan Prioritas Program 232


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Pengembangan strategi dan program tahunan secara lebih


rinci dapat dilihat pada Tabel 6.1 dan 6.2 di halaman berikut.
Komponen-komponen kebijakan dan program sebagaimana
diuraikan di atas, merupakan bidang garapan yang perlu
dilaksanakan dalam pembangunan pendidikan dan kebudayaan
di Kabupaten Bandung. Dalam pelaksanaannya akan banyak
dipengaruhi oleh tarik-menarik dan konfigurasi sistem pembagian
kekuasaan dan kewenangan antara pemerintah pusat, pemerintah
Provinsi Jawa Barat, dan pemerintah Kabupaten Bandung. Ada
bidang garapan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat,
ada bidang garapan yang menjadi kewenangan pemerintah
provinsi, dan ada bidang garapan yang sepenuhnya menjadi
urusan Pemerintah Kabupaten Bandung. Namun demikian, bagi
masyarakat Kabupaten Bandung, tidak terlalu mempersoalkan
bidang garapan yang menjadi kewenangan untuk
melaksanakannya, yang paling penting ialah seluruh bidang
garapan pendidikan dapat dilaksanakan sesuai dengan
peruntukannya.

Bab VI : Agenda dan Prioritas Program 233


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

BAB VII
CATATAN PENUTUP
(Rekomendasi)

“Kefakiran terbesar adalah kebodohan, dan karenanya


tantangan terbesar dalam pembangunan pendidikan di
Kabupaten Bandung ialah, bagaimana pemerintah dan
masyarakat Kabupaten Bandung dapat mencegah
masyarakatnya tidak menjadi kufur”.
Itulah sederet kalimat yang harus disadari sepenuhnya oleh
segenap elemen pemerintahan dan masyarakat Kabupaten
Bandung, bahwa sesungguhnya kekayaan yang paling berharga
bagi manusia adalah budi-akal, karenanya, setiap kebijakan yang
menyangkut pembaharuan pendidikan di Kabupaten Bandung
harus dapat mencegah terjadinya musibah besar bagi
masyarakatnya, yaitu keputusasaan. Kebijakan tentang
pembaharuan yang dirancang Pemerintah Daerah Kabupaten
Bandung sebetulnya tidak akan menjadi persoalan bagi
masyarakat, sepanjang kebijakan tersebut memberikan solusi dan
manfaat nyata bagi perbaikan dan peningkatan kualitas SDM
Kabupaten Bandung. Oleh karena itu tidak ada pilihan,
pembangunan manusia di Kabupaten Bandung harus
dititikberatkan pada aspek-aspek yang menjadi sumber kekuatan
masyarakat dan bangsa, yaitu SDM yang memiliki ilmu
pengetahuan dan teknologi, beriman dan beramal shaleh, dan
dilandasi pedoman hidup yang bersumber dari wahyu Tuhan TME,
serta diwujudkan dalam perilaku kehidupan berkeluarga,
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Bab VII : Catatan Penutup 273


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Bagian penghujung naskah ini, Tim Perumus ingin


menegaskan kembali bahwa pembangunan bangsa yang harus
kita upayakan, pada hakekatnya harus merujuk pada proses
rekontruksi strutur kehidupan yang memberikan pengaruh timbal
balik, baik secara kuantitatif maupun kualitatif menuju kehidupan
mansyarakat yang lebih baik. Pembangunan yang baik ialah
pembangunan yang dapat membatu individu atau masyarakat
dalam memecahkan setiap problema kebutuhan, keinginan dan
harapan masyarakat yang lebih besar dan menyeluruh. Karena itu,
pembangunan manusia seyogyanya diupayakan dalam rangka
proses-proses penyesuaian diri setiap anggota masyarakat
terhadap lingkungan sosial masyarakat pada umumnya.
Tantangan mengerikan yang dihadapi bangsa dewasa ini,
seperti ancaman disintegrasi bangsa, krisis kepercayaan yang
diperparah lagi dengan musibah di mana-mana, seperti gempa
bumi, gunung meletus, sapuan ombak tsunami, belum lagi
kriminalitas dan teror-teror yang membuat hidup ini tidak nyaman,
telah mengakibatkan ‘lunturnya’ jatidiri sebagai bangsa yang
besar, bermartabat, dan berbudi luhur. Mengapa Bandung yang
indah dan subur ini mengalami krisis seperti itu?
Kita sering berbangga hati dengan bangsa yang besar, dan
mampu membangun negara kesatuan dengan tebusan tetesan
darah dan nyawa para pejuang kemerdekaan; serta mampu
mengalahkan para penjajah dengan revolusi heroik yang tidak
ditemukan bandingannya dengan proses kemerdekaan negara-
negara lain, dan kemerdekaan itu merupakan perwujudan
keberanian bangsa serta merupakan karunia dari Tuhan YME.
Namun kita pun sering melupakan, bahwa sesuatu yang paling keji
adalah sikap ujub, riya dan takabur, serta selalu membanggakan

Bab VII : Catatan Penutup 274


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

diri sendiri. Padahal kalau kita dapat menyadari bahwa karunia


yang terbesar adalah keshalehan anak-anak bangsa, serta
keberanian terbesar adalah kesabaran anak-anak bangsa dalam
memperjuangkan kemerdekaan; Masyarakat Kabupaten Bandung
pun terkadang selalu berbangga hati dengan potensi kekayaan
alam yang subur, dan potensi sumber daya insani yang begitu
pluralistik, yang dapat dijadikan modal utama untuk kesejahteraan
masyarakatnya. Namun sering melupakan, bahwa kekayaan yang
paling berharga dan mulia bagi masyarakat dan bangsa adalah
budi-akal dan akhlaq dari anak-anak masyarakat Kabupaten
Bandung sendiri, dan modal terbesar adalah kemandirian
masyarakat sendiri; Di samping itu, kita sering merasa berbangga
hati, karena masyarakat Kabupaten Bandung merupakan
masyarakat yang mempunyai martabat dan kehormatan di
hadapan masyarakat lain di lingkungan Provinsi Jawa Barat dan
Bangsa Indonesia, bahkan di mata masyarakat dunia internasional,
sehingga terkadang sering menerima berbagai tekanan bangsa
lain demi pergaulan internasional. Padahal sesungguhnya,
kehormatan terbesar dan paling berharga bagi masyarakat adalah
kesetiaan terhadap masyarakatnya Kabupaten Bandung sendiri.
Masyarakat Kabupaten Bandung patut bersyukur pada
Tuhan YME karena telah memberikan karunia, keberanian,
kekayaan, kemuliaan, modal, dan kehormatan yang terbesar-Nya,
yaitu keshalehan, kesabaran, akal dan akhlaq, kemandirian, dan
kesetiaan anak-anak bangsa; Namun, semua yang diberikan Tuhan
YME tersebut tidak akan berarti apa-apa, bila tidak dikelola dan
dimanfaatkan untuk pembangunan masyarakatnya sendiri, bahkan
potensi-potensi yang diberikan Tuhan YME tersebut akan menjadi
‘petaka’ bila masyarakat Kabupaten Bandung masih terbelenggu

Bab VII : Catatan Penutup 275


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

dengan ‘kebodohan’ alias tidak tahu bagaimana cara bersyukur


kepada Tuhan YME. Pengalaman sejarah menunjukkan, banyak
bangsa besar di dunia terpuruk karena ‘kebodohan’ atau
ketidaktahuan dalam bersyukur kepada Tuhannya. Masih tidak
cukupkah Tuhan YME memberikan potensi-potensi yang berlimpah
kepada masyarakat kita? Ataukah masyarakat kita tidak cukup
ilmu dan keimanan dalam mengelola dan memanfaatkan
sejumlah potensi yang diberikan Tuhan YME?
Tim Perumus berkeyakinan, bahwa kunci permasalahan
semua yang kita hadapi karena masyarakat dan bangsa kita tidak
cukup ilmu, alias ‘bodoh’ alias ‘fakir’ dan masih berada dalam
keimanan yang rendah, sehingga menyebabkan proses-proses
pembangunan dilaksanakan dengan salah dan keliru, karena
bukan merupakan suatu proses rekontruksi struktur kehidupan yang
memberikan pengaruh timbal balik, baik secara kuantitatif maupun
kualitatif menuju kehidupan masyarakat yang lebih baik.
Masyarakat yang bertambah ilmunya, harus senantiasa
dapat meningkatkan keimanannya, dan kemudian diwujudkan
dalam bentuk perilaku amal shaleh sehari-hari, baik shaleh
terhadap diri, keluarga, masyarakat, alam dan Tuhannya. Ilmu
dalam pandangan Islam diperoleh dari hasil ‘belajar membaca’
tentang alam dan dari Al-Qur’an sebagai pedoman hidupnya.
Motivasi dan semangat masyarakat dalam mencari ilmu, hanya
dapat diperoleh apabila masyarakat itu mempunyai kesempatan,
kemauan dan selalu berusaha meningkatkan keimanannya. Begitu
pula sebaliknya, masyarakat yang mempunyai keimanan, bukan
hanya karena mendapat hidayah dan karunia secara tiba-tiba,
tetapi dihasilkan dari sebuah proses ‘ikhtiar’ dan ‘ijtihad’ yang
mustahil tidak mendapatkan suatu hidayah dan karunia dari Tuhan

Bab VII : Catatan Penutup 276


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

YME. Ketiga unsur ini, yaitu ilmu, iman dan amaliah, menurut
pandangan Tim Perumus merupakan aspek-aspek yang patut
diupayakan dalam mencapai insan-insan yang berkualitas dan
mempunyai daya saing tinggi. Dan upaya tersebut sesungguhnya
harus ada wujudnya serta tergambar dengan jelas dalam wujud
Master Plan Pendidikan untuk jangka pendek, jangka menengah
dan jangka panjang.
Ahirnya kita sampai pada kesimpulan bahwa, Master Plan ini
hanyalah gambaran dari suatu keinginan, cita-cita dan harapan
yang dikemas dalam bentuk rencana jangka panjang. Master Plan
ini dapat dijadikan sebagai pedoman dan arah bagi para
pengelola pendidikan dalam melaksanakan pembangunan
pendidikan di Kabupaten Bandung, baik pengelola pada tingkat
satuan pendidikan, maupun pengelola pada tingkat Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD) dan pemangku kepentingan lainnya
yang terkait dalam Pembangunan Pendidikan di Kabupaten
Bandung. Namun sebaliknya, Master Plan Pendidikan ini akan
menjadi sebuah dokumen yang tidak akan memberikan makna
apa-apa, jika tidak ditindaklanjuti dengan pelaksanaannya.
Kebijakan dan program sebagaimana diuraikan di muka,
merupakan bidang garapan yang perlu dilaksanakan dalam
pembangunan pendidikan dan kebudayaan di Kabupaten
Bandung. Dalam pelaksanaannya akan banyak dipengaruhi oleh
tarik-menarik dan konfigurasi sistem pembagian kekuasaan dan
kewenangan antara pemerintah pusat, pemerintah Provinsi Jawa
Barat, dan pemerintah Kabupaten Bandung. Ada bidang garapan
yang menjadi kewenangan pemerintah pusat, ada bidang
garapan yang menjadi kewenangan pemerintah provinsi, dan ada
bidang garapan yang sepenuhnya menjadi urusan Pemerintah

Bab VII : Catatan Penutup 277


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Kabupaten Bandung. Namun demikian, bagi masyarakat


Kabupaten Bandung, tidak terlalu mempersoalkan bidang garapan
yang menjadi kewenangan untuk melaksanakannya, yang paling
penting ialah seluruh bidang garapan pendidikan dapat
dilaksanakan sesuai dengan peruntukannya.
Dalam kesempatan ini Tim Perumus memandang perlu
memberikan rekomendasi, bahwa agar supaya Master Plan
Pendidikan ini memberikan makna yang optimal, diperlukan
perangkat pendukung seperti berikut:
1. Kebijakan dan program sebagaimana diuraikan di muka,
merupakan bidang garapan yang perlu dilaksanakan dalam
pembangunan pendidikan dan kebudayaan di Kabupaten
Bandung. Dalam pelaksanaannya akan banyak dipengaruhi
oleh tarik-menarik dan konfigurasi sistem pembagian kekuasaan
dan kewenangan antara pemerintah pusat, pemerintah Provinsi
Jawa Barat, dan pemerintah Kabupaten Bandung. Ada bidang
garapan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat, ada
bidang garapan yang menjadi kewenangan pemerintah
provinsi, dan ada bidang garapan yang sepenuhnya menjadi
urusan Pemerintah Kabupaten Bandung. Namun demikian, bagi
masyarakat Kabupaten Bandung, tidak terlalu mempersoalkan
bidang garapan yang menjadi kewenangan untuk
melaksanakannya, yang paling penting ialah seluruh bidang
garapan pendidikan dapat dilaksanakan sesuai dengan
peruntukannya.
2. Diperlukan keputusan dan keberanian politik dari Pemerintah
Daerah untuk menjadikan Marter Plan Pendidikan ini sebagai
produk kebijakan yang mempunyai ketetapan hukum yang
mengikat bagi seluruh aparatur pengelola, pelaksana,

Bab VII : Catatan Penutup 278


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

masyarakat dan stakeholder pendidikan di Kabupaten


Bandung. Oleh karena itu, Master Plan Pendidikan ini semestinya
segera ditindaklanjuti menjadi Peraturan Daerah atau
serendah-rendahnya ditetapkan sebagai Peraturan Bupati.
3. Namun demikian, sebagaimana pernyataan pada butir
pertama di atas, konfigurasi politik pemerintahan akan
berpengaruh pada adanya sejumlah bidang garapan,
terutama dengan masuknya bidang kesenian dan kebudayaan
ke dalam satu naung pengelolaan di bawah SKPD Pendidikan
dan Kebudayaan, merupakan langkah maju dalam
pembaharuan pembangunan pendidikan. Kesenian dan
kebudayaan daerah akan semakin maju dan berkembang,
seiring kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan
bersatunya kembali bidang kesenian dan kebudayaan, akan
mencegah aset kesenian dan kebudayaan milik masyarakat
dan bangsa diakui negara lain. Oleh karena itu, Bapeda
(sebagai pihak perencana), SKPD Pengelola Pendidikan/Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan(sebagai pengelola), dan Dewan
Pendidikan (sebagai representasi masyarakat dan
stakeholders), agar segera berkoordinasi dengan ‘duduk satu
meja’ untuk membahas berbagai penyesuaian, dan
menyiapkan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) atau
Rancangan Peraturan Bupati (Raperbup), yang kemudian
dibahas bersama DPRD; Siapa pun yang menjadi pimpinan
perencana di Bapeda, siapa pun yang menjadi pimpinan di
SKPD pengelola pendidikan, dan siapa pun yang menjadi
pimpinan Dewan Pendidikan, senantiasa mempunyai gerakan
yang sama terhadap misi yang tertuang dalam Master Plan
Pendidikan; Dengan demikian, tidak ada lagi istilah ‘ganti

Bab VII : Catatan Penutup 279


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

pimpinan’ ganti kebijakan, atau sistem dan kebijakan sudah


ditata dan dilaksanakan dengan baik malah berantakan
kembali akibat berubahnya kebijakan pimpinan baru.
4. Setelah Master Plan ini mempunyai ketetapan hukum, pihak
SKPD Pengelola Pendidikan berkoordinasi kembali dengan
pihak Bapeda dan Dewan Pendidikan untuk melakukan
peninjauan ulang terhadap rencana strategis yang telah
dibuatnya dengan merujuk pada Master Plan Pendidikan yang
telah mempunyai ketetapan hukum;
5. Setelah melakukan penyesuaian terhadap rencana strategis
pada SKPD pengelola pendidikan, kemudian harus segera pula
disosialisasikan dan dipublikasikan kepada seluruh pengelola
satuan pendidikan (baik formal maupun nonformal, lembaga-
lembaga keswadayaan masyarakat pengelola kelembagaan
satuan pendidikan, dan komunitas-komunitas stakeholders
pendidikan di Kabupaten Bandung;
6. Pihak Bapeda sebagai instansi perencana masih mempunyai
kewajiban untuk pengamanan dan pengendalian Master Plan
Pendidikan, melalui penyusunan dan penyiapan perangkat
sistem pendukung. Oleh karena itu, pihak Bapeda seharusnya
menyiapkan pula Prosedur Operasional Standar (norma,
instrument, dan prosedur) pengendalian dan evaluasi setiap
butir-butir program yang termaktub dalam rumusan Master Plan
Pendidikan tersebut, dan dalam pelaksanaanya didampingi
oleh tenaga ahli atau konsultan dalam bidang administrasi dan
manajemen kependidikan.
7. Komitmen bersama antara pemerintah daerah dan masyarakat
Kabupaten Bandung untuk menumbuhkan kekuatan kolektif
(collective power) dengan senantiasa menjadikan Master Plan

Bab VII : Catatan Penutup 280


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Pendidikan sebagai rujukan utama dalam merumuskan,


melaksanakan, mengendalikan dan mengevaluasi program-
program strategis pendidikan dan kebudayaan sesuai dengan
posisi, peran dan kewenangannya.

Demikian sebuah refleksi yang dapat Tim Penulis sampaikan,


mudah-mudahan sekecil apa pun naskah ini kami buat,
merupakan sumbangan terbesar sebagai salah satu perwujudan
partisipasi kami dalam membangun pendidikan di Kabupaten
Bandung.

Bab VII : Catatan Penutup 281


Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

REFERENSI

Ace Suryadi, 2002, Pendidikan, Investasi SDM, dan Pembangunan:


Isu, Teori dan Aplikasi, Jakarta: Balai Pustaka.
Alfred, Richard L. & Patricia Carter, 1995, Building the Future:
Comprehensive Educational Master Planning Report 1995-2005,
University of Alabama & Community College Consortium.
BPKB Jayagiri, 2002, Kumpulan Makalah Vocational Educational,
Bandung: BPKB Jayagiri.
Cresswell, J.W., 1994, Research Design: Qualitative and Quantitative
Approach, London: SAGE Publication, International
Educational and Professional.
Davey, K.J., 1988, Pembiayaan Pemerintahan Daerah: Praktek dan
Relevansi bagi Dunia Ketiga, Jakarta: Universitas Indonesia.
Departemen Pendidikan Nasional, 2006, Rencana Strategis
Pendidikan Nasional: Konferensi Nasional Revitalisasi
Pendidikan, Jakarta: Sesjen Depdiknas.
Fasli Jalal, 2003, “Problematik Pendidikan Luar Sekolah/Dikmas di
Indonesia”, Makalah, Pertemuan V Sentra Pemberdayaan dan
Pembelajaran Masyarakat (SPPM), Lembang-Jawa Barat, 27-31
Januari 2003.
Grindle, Merilee S., 1990, Politics and Policy Implementation in the
Third World, NJ: Priceton Press.
Gubbels, Peter & Chateryn Koss, 2001, Dari Akar Rumput: Buku
Panduan Pengembangan Kapasitas (Memperkuat Kapasitas
Organisasi Melalui Proses Penilaian Diri Terpadu), Bandung:
Studio Driya Media.
Ibtisam Abu-Duhou, 2003, School-Based Management (Manajemen
Berbasis Sekolah), Terjem: Noryamin Aini, Suparto & Abas Al-
Jauhari, Jakarta: Logos Wacana Ilmu dan Pemikiran.
Maswood, Javed, 2000, International Political Economy and
Globalization, London: World Scientific Publishing Co.
Nataatmadja, Hidajat, 1982, Krisis Global Ilmu Pengetahuan dan
Penyebuhannya (Al-Furqon), Bandung: Penerbit Iqro.
Obsborne, David and Ted Gaebler, 1992, Reinventing Government:
How The Enterpreneurial Spirit is Transforming the Public Sector,
Mass: Addison-Wesley Publishing.

Referensi 280
Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Patton, Carl V. & Sawicki, David S., 1986, Basic Methods of Policy
Analysis and Planning, New Jersey: Prentice-Hall Englewood
Cliffs.
Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat, 2007, Perencanaan
Pendidikan Dasar dan Menengah Provinsi Jawa Barat,
Bandung: Bapeda Provinsi Jawa Barat.
Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung, 2006, Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
Kabupaten Bandung Tahun 2006-2010), Bandung: Badan
Perencanaan Daerah Kabupaten Bandung.
--------, 2007, Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten
Bandung, Bandung: Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung.
--------, 2007, Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten
Bandung Tahun 2007-2026, Bandung: Badan Perencanaan
Daerah Kabupaten Bandung.
--------, 2007, Rancangan Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Bandung Tahun 2007,
Bandung: Badan Perencanaan Daerah Kabupaten Bandung.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor: 22 Tahun 2006
tentang Standar Isi Kurikulum untuk Satuan Pendidikan Dasar
dan Menengah.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor: 23 Tahun 2006
tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan
Dasar dan Menengah.
Petunjuk Pelaksanaan Sistem Pendidikan Nasional 2003, Jakarta:
CV. Ekajaya.
Sepandji, Kosasih Taruna, 2000, Manajemen Pemerintahan Daerah:
Era Reformasi Menuju Pembangunan Otonomi Daerah,
Bandung: Penerbit Universal.
Solihin Abu Izzudin, 2006, Zero to Hero, Yogyakarta: Pro U-Media.
SPPM, 2003, Membangun Masyarakat Pembelajar: Panduan
Metodologi Pendidikan Non-Formal untuk Fasilitator Lapang,
Bandung: Studio Driya Media.
Stewart, M. Aileen, 1994, Empowering People, Singapore: Pitman
Publishing.

Referensi 281
Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-
2008-2025
Daerah

Sweeney, Paul D., & Dean B. McFarlin, 2002, Organizational


Behavior: Solution for Management, International Edition,
Boston: McGraw-Hill Higher Education.
Tim BBE Depdiknas, 2001, Konsep Pendidikan Kecakapan Hidup (Life
Skills Education), Buku I, Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan
Dasar dan Menengah.
UNESCO, 2001, EFA Planing Guide: Southeast and East Asia,
Bangkok: Unesco.
Undang-Undang Nomor: 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional.
Wolf Greinert, D., 1992, The Dual System of Vocational Training in The
Federal Republic of Germany, Eschborn: Holland-Josenhouse,
GT2.
World Bank. 2002, Globalization, Growth and Poverty: Building and
Inclusive World Economy, New York: A Publication of the World
Bank and Oxford University Press.
Yin Cheong CHENG, 2003, “New Principalship for Globalization,
Localization and Individualization: Paradigm Shift”, The
International Conference on Principalship and School
Management Practice in the Era of Globalization: Issues and
Challenges, The University of Malaya City Campus, Kuala
Lumpur, 22-24 April 2003, http://www.ied.edu.hk/cric/
Yoyon Bahtiar Irianto, 2000, “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Pelaksanaan Percontohan Otonomi Daerah dan Implikasinya
terhadap Manajemen Pendidikan: Studi Deskriptif-Analitik di
Kabupaten Bandung”, Tesis, Bandung: PPS UPI.
--------, 2006, Pembangunan Manusia dan Pembaharuan
Pendidikan, Bandung: Laboratorium Administrasi Pendidikan
Universitas Pendidikan Indonesia.
---------, 2006, Otonomi dan Desentralisasi Pembangunan
Pendidikan, Bandung: Laboratorium Administrasi Pendidikan
Universitas Pendidikan Indonesia.
Yoyon Bahtiar Irianto & Uyu Wahyudin, 2003, “Pendekatan dan
Metodologi Pembelajaran dan Pemberdayaan Masyarakat”,
Visi: Media kajian Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda,
Nomor: 14/TH.XI/2003.

Referensi 282

Anda mungkin juga menyukai