Anda di halaman 1dari 1

Ulasan Buku, Nyanyi Sunyi Seorang Bisu

Oleh: Andi Alfian

Buku ini adalah salah satu karya nonfiksi Pramoedya Ananta Toer yang menceritakan
kehidupan Pram ketika ditangkap oleh pemerintah pada masa Orde Barudan dibuang ke pulau
Buru, Maluku.

Perjalanan Pram menjadi pengarang besar di indonesia tidak lepas dari perjalanan kelam
hidupnya dan dukungan para tahanan politik di Pulau Buru. Terlihat dari kekuatan bahasa,
tulisan serta cerita dalam buku ini yang menggambarkan sosok Pram oleh semua kalangan.

Buku ini seperti subuah gabungan antara buku harian, curahan hati, suratnya yang tidak
terkirim dan laporan peristiwa. Ada beberapa bagian yang menurut Penulis begitu tragis dan
tidak manusiawi, termasuk ketika perpustakaan yang dimilikinya dibakar oleh angkatan darat.

Pada dasarnya gagasan yang disampaikan Pram dalam buku ini ada pada halaman 49:

”Mengharapkan kebaikan hati Orde Baru sama dengan bermimpi melihat kambing
Berkumis!”

Ini adalah ungkapan kekecewaan Pram pada Orde Baru dan melupakan upaya untuk
melawan, walaupun hanya melalui tulisan. Terlihat pada halaman 181:

“Tidak, yang mati tidak harus bisu. Energi mereka tetap hidup melalui berbagai cara,
jalan dan sarana dari saringan buru ini”

Melihat ketenaran Nama Pram di dalam buku ini, kita mengambil pelajaran bahwa
sebuah nama tidak perlu diperkenalkan untuk mendapat ketenaran, hanya perlu melakukan yang
terbaik, dengan sendirinya nama itu akan dikenal.

Membaca buku ini seperti berada pada masa Orde Baru karena Pram sangat detail
menggambarkan kejadian yang ia alami pada waktu itu.

Dan dari sini juga lah penulis tahu bahwa Pram menulikan karya-karyanya di Pulau Buru,
termasuk karya terbesarnya; Tetralogi Pulau Buru.

Anda mungkin juga menyukai