Anda di halaman 1dari 26

Laporan Praktikum Dosen Pembimbing

Teknik Reaksi Kimia Dra.Yelmida, Msi

METANOLISIS MINYAK NABATI

Disusun Oleh :

Kelompok : V (Lima)
Kelas :B
Nama Kelompok : 1. Aldony Armansyah (1507037844)
2. Raini Shinta M.S (1507023618)
3. Ruth Butar-butar (1507037672)
4. Sandi Sudarsono (1507023571)

LABORATORIUM DASAR-DASAR PROSES KIMIA


PROGRAM STUDI D-III TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS RIAU
2017
Abstrak
Biodiesel merupakan sumber bahan bakar alternative pengganti solar yang
terbuat dari minyak nabati atau lemak hewani, tidak mengandung sulfur dan tidak
beraroma. Biodiesel dihasilkan dengan mereaksikan minyak nabati dengan
alkohol menggunakan basa sebagai katalis pada suhu dan komposisi tertentu atau
reaksi transesterifikasi.Percobaan ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh
waktu reaksi terhadap konversi minyak nabati menjadi biodiesel. Percobaan ini
dilakukan dengan menvariasikan waktu pemanasan yaitu 50 menit, 80 menit dan
110 menit. Berbagai analisa hasil biodiesel yaitu uji kadar air, uji densitas, uji
viskositas, uji pH dan uji nyala. Pada waktu reaksi 50 menit hasil konversi yang
dihasilkan adalah 30 %, pada waktu reaksi 80 menit hasil konversi yang
dihasilkan adalah 34 %, dan pada waktu reaksi 110 menit hasil konversi yang
dihasilkan adalah 50 %. Berat jenis biodiesel yang diperoleh pada waktu reaksi
50 menit 0,54 gr/cm3, pada waktu reaksi 80 menit 0,59 gr/cm3, dan pada waktu
reaksi 110 menit adalah 0,63 gr/cm3. viskositas biodiesel yang diperoleh pada
waktu reaksi 50 menit 6,23 mm/det, pada waktu reaksi 80 menit 6,39 mm/det, dan
pada waktu reaksi 110 menit 6,71 mm/det. kadar air biodiesel yang diperoleh
pada waktu reaksi 50 menit yaitu sebesar 0,09 %, pada waktu reaksi 80 menit
sebesar 0,09 %, dan pada waktu reaksi 110 menit sebesar 0,08 %. pH biodiesel
yang diperoleh pada waktu reaksi 50, 80 dan 110 menit adalah pH = 6. Titik
nyala biodiesel yang diperoleh pada waktu reaksi 50, 80 dan 110 menit secara
berturut-turut berada pada suhu 150 0C ; 160 0C dan 160 0C.

Kata Kunci : Biodisel, Minyak nabati, Transesterifikasi, Konversi, Kadar air,


Densitas, Viskositas, Titik nyala
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Tujuan Percobaan


Adapun tujuan dari percobaan metanolisis minyak nabati yaitu untuk
mempelajari pengaruh waktu reaksi terhadap konversi minyak nabati menjadi
biodiesel.

1.2 Landasan Teori


Biodiesel merupakan nama yang diberikan untuk bahan bakar yang terdiri
darimono-alkyl ester yang dapat terbakar dengan bersih, berasal dari berbagai minyak
tumbuhan atau lemak hewan, biasanya berupa metil ester atau etil esterdari asam
lemak. Nama biodiesel telah disetujui oleh Departemen of Energy (DOE),
Environmental Protection Agency (EPA) dan American Society of Testing Material (ASTM)
sebagai industri energi alternatif. Berasal dari asamlemak yang sumbernyarenewable
limit,dikenal sebagai bahan bakar yang ramahlingkungan dan menghasilkan emisi gas
buang yang relatif lebih bersih dibandingkan bahan bakar konvensional. Biodiesel
tidak beracun, bebas dari belerang, aplikasinya sederhana dan berbau harum.Biodiesel
dapat ditulis sebagai B100.B100 menunjukkan bahwa biodiesel tersebut murni
100% terdiri atas mono-alkyl ester. Biodiesel campuran ditandaiseperti "BXX",
dimana "BXX" menyatakan presentase komposisi biodiesel yangterdapat di
campuran tersebut, dengan kata lain B20 adalah 20% biodiesel, 80%minyak
solar(Zuhdi dkk, 2003).

1.2.2 Sumber-sumber biodiesel


Biodiesel termasuk golongan alkohol dengan nama kimia alkil ester,
bersifat sama seperti solar bahkan lebih baik nilai cetanenya. Biodiesel dibuat
lewat reaksi antara SVO (Straight Vegetable Oil) atau WVO (Waste
VegetableOil) dengan metanol atau etanol dengan bantuan katalisator soda-api
(caustic-soda atau NaOH) atau KOH. Hasilnya adalah metil ester (biodiesel)
dengan produk sampingan yaitu gliserin (Prihandana & Hendroko 2008).
Biodiesel berbeda dari minyak sayur atau straight vegetable oil (SVO)
yang dapat digunakan (secara murni atau campuran) sebagai bahan bakar pada
beberapa kendaraan yang mesinnya telah dimodifikasi. Terdapat berbagai macam
minyak yang dapat diproduksi menjadi biodiesel, meliputi:
1. Bahan baku minyak nabati murni; biji kanola dan minyak kedelai yang paling
banyak digunakan. Minyak kedelai paling banyak digunakan 90% sebagai stok
bahan bakar di Amerika.
2. Minyak jelantah.
3. Lemak hewan termasuk produk turunan seperti asam lemak Omega-3 dari
minyak ikan.
4. Algae juga dapat dipergunakan sabagai bahan baku biodiesel yang dapat
dibiakkan dengan menggunakan bahan limbah seperti air selokan tanpa
menggantikan lahan untuk tanaman pangan.
5. Lemak hewani sangat terbatas dalam persediaan dan tidak efisien
meningkatkan kadar lemak dalam tubuh hewan. Walaupun demikian, produksi
biodiesel dengan lemak hewani tidak dapat diacuhkan dan dapat dijadikan
sebagai pengganti penggunaan petro-diesel dalam jumlah kecil. Hingga
sekarang, investasi senilai 5 juta dollar sedang dibuat pabrik di Amerika,
direncanakan akan memproduksi 11.4 juta liter biodiesel dari perkiraan 1
milyar kg lemak ayam setiap tahun dari peternakan ayam lokal.

1.2.3 Biodiesel dari Minyak Nabati


Biodiesel dapat dibuat dari minyak nabati maupun lemak hewan, namun
yang paling umum digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel adalah
minyak nabati. Minyak nabati dan biodiesel tergolong ke dalam kelas besar
senyawa-senyawa organik yang sama, yaitu kelas ester asam-asam lemak. Akan
tetapi, minyak nabati adalah triester asam-asam lemak dengan gliserol, atau
trigliserida, sedangkan biodiesel adalah monoester asam-asam lemak dengan
metanol. Perbedaan wujud molekuler ini memiliki beberapa konsekuensi penting
dalam penilaian keduanya sebagai kandidat bahan bakar mesin diesel :
1. Minyak nabati (yaitu trigliserida) berberat molekul besar, jauh lebih besar dari
biodiesel (yaitu ester metil). Akibatnya, trigliserida relatif mudah mengalami
perengkahan (cracking) menjadi aneka molekul kecil, jika terpanaskan tanpa
kontak dengan udara (oksigen).
2. Minyak nabati memiliki kekentalan (viskositas) yang jauh lebih besar dari
minyak diesel/solar maupun biodiesel, sehingga pompa penginjeksi bahan
bakar di dalam mesin diesel tak mampu menghasilkan pengkabutan
(atomization) yang baik ketika minyak nabati disemprotkan ke dalam kamar
pembakaran.
3. Molekul minyak nabati relatif lebih bercabang dibanding ester metil asam-asam
lemak. Akibatnya, angka setana minyak nabati lebih rendah daripada angka
setana ester metil. Angka setana adalah tolok ukur kemudahan
menyala/terbakar dari suatu bahan bakar di dalam mesin diesel.
Di luar perbedaan yang memiliki tiga konsekuensi penting di atas, minyak
nabati dan biodiesel sama-sama berkomponen penyusun utama (≥ 90 %-berat)
asam-asam lemak. Pada kenyataannya, proses transesterifikasi minyak nabati
menjadi ester metil asam-asam lemak, memang bertujuan memodifikasi minyak
nabati menjadi produk (yaitu biodiesel) yang berkekentalan mirip solar, berangka
setana lebih tinggi, dan relatif lebih stabil terhadap perengkahan.
Banyak jenis sumber bahan baku nabati atau tumbuhan di Indonesia yang
bisa diolah menjadi biodiesel yang dapat dilihat dari Tabel 1.1

Tabel 1.1 Tumbuhan Indonesia Penghasil Minyak Lemak


Kadar %-
No Nama Latin Nama Lokal Sumber P/NP
b-kr
1. Ricinus communis Jarak Kaliki Biji 45-50 NP
2. Jatropa curcas Jarak Pagar Inti Biji 40-60 NP
3. Ceiba pentandra Kapuk / Randu Biji 24-50 NP
4. Heven brasiliensis Karet Biji 40-50 NP
5. Psophocarpus tetrag Kecipir Biji 15-20 P
6. Moringa oleifera Kelor Biji 30-49 P
7. Aleurites mohiccana Kemiri Inti biji 57-69 NP
Inti Biji
8. Aleurites trisperma Kemiri Cina - NP
Daging
9. Sleichera trijuga Kusambi Biji 55-70 NP
10. Sterculia feotida Kepoh Inti Biji 45-55 NP
Callophyllum
11. Nyamplung Inti Biji 40-73 NP
inophyllum
Bombax
12. Randu Alas/ Agung Biji 18-26 NP
malabaricum
13. Ximenia americana Bidaro Inti Biji 49-61 NP
14. Cerbera odollam Bintaro Biji 43-64 NP
15. Gmelina asiatica Bulangan Biji - NP
16. Croton tiglium Cerakin/kroton Inti Biji 50-60 NP
17. Hernandia peltata Kampis Biji - NP
18. Hibiscus cannabiinus Kenaf Biji 18-20 NP
Keterangan :
Kr = kering ; P = minyak/lemak pangan ; NP = minyak/lemak non pangan.
(Sumber : adytiaputrak.blogspot.com/.../pengolahan-biji-mahoni-swietenia.html)

1.2.4 Komposisi Minyak Nabati


Komposisi yang terdapat dalam minyak nabati terdiri dari trigliserida-
trigliserida asam lemak (mempunyai kandungan terbanyak dalam minyak nabati,
mencapai sekitar 95%-b), asam lemak bebas (Free Fatty Acid atau biasa disingkat
dengan FFA), mono- dan digliserida, serta beberapa komponen-komponen lain
seperti phosphoglycerides, vitamin, mineral, atau sulfur. Bahan-bahan mentah
pembuatan biodiesel adalah :
a. Trigliserida-trigliserida, yaitu komponen utama aneka lemak dan minyak-
lemak, dan
b. Asam-asam lemak, yaitu produk samping industri pemulusan (refining) lemak
dan minyak-lemak.

1.2.4.1 Trigiliserida
Trigliserida adalah triester dari gliserol dengan asam-asam lemak, yaitu
asam-asam karboksilat beratom karbon 6 s/d 30. Trigliserida banyak dikandung
dalam minyak dan lemak, merupakan komponen terbesar penyusun minyak
nabati. Selain trigliserida, terdapat juga monogliserida dan digliserida. Struktur
molekul dari ketiga macam gliserid tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.1

Gambar 1.1Struktur molekul monogliserida, digliserida, dan trigliserida

1.2.4.2 Asam Lemak Bebas

Gambar 1.2Struktur molekul asam lemak bebas

Asam lemak bebas adalah asam lemak yang terpisahkan dari trigliserida,
digliserida, monogliserida, dan gliserin bebas. Hal ini dapat disebabkan oleh
pemanasan dan terdapatnya air sehingga terjadi proses hidrolisis. Oksidasi juga
dapat meningkatkan kadar asam lemak bebas dalam minyak nabati.
Dalam proses konversi trigliserida menjadi alkil esternya melalui reaksi
transesterifikasi dengan katalis basa, asam lemak bebas harus dipisahkan atau
dikonversi menjadi alkil ester terlebih dahulu karena asam lemak bebas akan
mengkonsumsi katalis. Kandungan asam lemak bebas dalam biodiesel akan
mengakibatkan terbentuknya suasana asam yang dapat mengakibatkan korosi
pada peralatan injeksi bahan bakar, membuat filter tersumbat dan terjadi
sedimentasi pada injektor. Pemisahan atau konversi asam lemak bebas ini
dinamakan tahap praesterifikasi.

1.2.5 Potensi Biodiesel yang ada di Indonesia


`Indonesia memiliki kekayaan sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan
sebagai bahan baku biodiesel, yaitu dengan memanfaatkan minyak kelapa sawit
atau crude palm oil (CPO) dan turunannya. Dari kekayaan ini Indonesia
merupakan penghasil CPO terbesar di dunia. Produksi CPO tahun 2003 telah
mencapai 9 juta ton dan mengalami kenaikan 15% per tahun.
Selain CPO, masih ada lebih dari 40 jenis minyak nabati yang potensial
sebagai bahan baku biodiesel di Indonesia, misalnya minyak jarak pagar
(jatropacurcas), minyak kelapa, minyak kedelai, dan minyak kapuk.
Dengan demikian, pengembangan biodiesel dapat menyesuaikan dengan
potensi minyak nabati setempat
Minyak nabati sebagai sumber utama biodiesel dapat dipenuhi oleh
berbagai macam jenis tumbuhan tergantung pada sumberdaya utama yang banyak
terdapat di suatu tempat/negara. Indonesia mempunyai banyak sumber daya untuk
bahan baku biodiesel, yang hingga saat ini sudah banyak penemuan yang
menemukan berbagai jenis tanaman yang memiliki potensi dalam menghasilkan
biodiesel. Tamanan penghasil biodiesel yang telah diketahui hingga kini,
diantaranya adalah alga, kemiri sunan, tamanan nyamplung, jarak, dan sawit.
Tanaman-tanaman penghasil biodiesel tersebut memiliki bagian tertentu yang
digunakan sebagai penghasil biodiesel.
Selain tanaman-tanaman yang tersebut diatas, biodiesel juga dapat
dihasilkan oleh organisme bakteri. Bakteri yang kita kenal sebagai bakteri
merugikan, menyebabkan penyakit penyakit, kini bisa dimanfaatkan dalam
pembuatan biofuel. Bakteri ikut berperan dalam menghasilkan biofuel tersebut
adalah Eschericia coli atau yang sering disebut sebagai bakteri E. coli. Namun E.
coli tidak digolongkan dalam kingdom Plantae, tetapi animalia, maka berikut ini
hanya akan diuraikan beberapa contoh tanaman penghasil biodiesel.
1.2.6 Pembuatan Biodiesel
Biodiesel dapat berupa metil ester ataupun etil ester tergantung dari jenis
alkohol yang digunakan. Tetapi yang paling sering diproduksi adalah metil ester
karena metanol mudah didapat dan tidak mahal.Kondisi proses produksi biodiesel
dengan menggunakan katalis basa adalah :
a. Reaksi berlangsung pada temperatur dan tekanan yang rendah (150°F dan 2
psi).
b. Menghasilkan konversi yang tinggi (98%) dengan waktu reaksi dan terjadinya
reaksi samping yang minimal.
c. Konversi langsung menjadi biodiesel tanpa tahap intermediate.
d. Tidak memerlukan konstruksi peralatan yang mahal.
Berdasarkan kandungan FFA dalam minyak nabati maka proses
pembuatan biodiesel secara komersial dibedakan menjadi 2 yaitu :
1. Transesterifikasi dengan katalis basa (sebagian besar menggunakan kalium
hidroksida) untuk bahan baku refined oil atau minyak nabati dengan
kandungan FFA rendah.
2. Esterifikasi dengan katalis asam (umumnya menggunakan asam sulfat) untuk
minyak nabati dengan kandungan FFA tinggi dilanjutkan dengan
transesterifikasi dengan katalis basa
Proses esterifikasi dengan katalis asam diperlukan jika minyak nabati
mengandung FFA di atas 5%. Jika minyak berkadar FFA tinggi (>5%) langsung
ditransesterifikasi dengan katalis basa maka FFA akan bereaksi dengan katalis
membentuk sabun. Terbentuknya sabun dalam jumlah yang cukup besar dapat
menghambat pemisahan gliserol dari metil ester dan berakibat terbentuknya
emulsi selama proses pencucian.
Reaksi kimia yang terjadi pada pembuatan biodiesel adalah sebagai
berikut:

Sumber : Ketaren, 1986


Gambar 1.3 Reaksi Transesterifikasi

Adapun faktor-faktor yang berpengaruh pada reaksi esterifikasi antara lain :


1. Waktu Reaksi
Semakin lama waktu reaksi maka kemungkinan kontak antar zat semakin
besar sehingga akan menghasilkan konversi yang besar. Jika kesetimbangan
reaksi sudah tercapai maka dengan bertambahnya waktu reaksi tidak akan
menguntungkan karena tidak memperbesar hasil.
2. Pengadukan
Pengadukan akan menambah frekuensi tumbukan antara molekul zat
pereaksi dengan zat yang bereaksi sehingga mempercepat reaksi dan reaksi terjadi
sempurna. Sesuai dengan persamaan Archenius :
k = A e(-Ea/RT)
dimana, T = Suhu absolut (ºK)
R = Konstanta gas umum (cal/gmol ºK)
Ea = Tenaga aktivasi (cal/gmol)
A= Faktor tumbukan (t-1)
K = Konstanta kecepatan reaksi (t-1)
Semakin besar tumbukan maka semakin besar pula harga konstanta
kecepatan reaksi.Sehingga dalam hal ini pengadukan sangat penting mengingat
larutan minyak-katalis-metanol merupakan larutan yang immiscible.
3. Katalisator
Katalisator berfungsi untuk mengurangi tenaga aktivasi pada suatu reaksi
sehingga pada suhu tertentu harga konstanta kecepatan reaksi semakin besar.Pada
reaksi esterifikasi yang sudah dilakukan biasanya menggunakan konsentrasi
katalis antara 1 - 4 % berat sampai 10 % berat campuran pereaksi.
4. Suhu Reaksi
Semakin tinggi suhu yang dioperasikan maka semakin banyak konversi
yang dihasilkan, hal ini sesuai dengan persamaan Archenius.Bila suhu naik maka
harga k makin besar sehingga reaksi berjalan cepat dan hasil konversi makin
besar.

1.2.7 Sifat Fisik Biodiesel


Adapun sifat fisik dari biodiesel dapat dilihat pada Tabel 1.2 :
Tabel 1.2 Spesifikasi Bio-diesel Sesuai Standar Indonesia RSNI EB 020551
Parameter Kualitas Alternative
Batas Test Method
dan Units Method
Density at 40 oC, kg/m3 850 – 890 ASTM D 1298 ISO 3675
Kinem. Visc. at 40 oC, ISO 3104
2,3 – 6,0 ASTM D 445
mm/s (cSt)
ISO 5165
Cetane number min. 51 ASTM D 613

Flash point (closed cup) ISO 2710


min. 100 ASTM D 93
(oC)
-
Cloud point (oC) max. 18 ASTM D 2500

Cu strip corrosion ISO 2160


max. no. 3
(3 hr, 50 oC) ASTM D 130

Carbon residue (%-b), max. 0,05


ASTM D 4530 ISO 10370
- in original sample (max. 0,3)
- in 10 % distillation residue

Water and sediment, %-vol. max. 0,05 ASTM D 2709 -


90 % distillation max. 360 -
temperature, oC ASTM D 1160
ISO 3987
Sulfated ash, %-w max. 0,02 ASTM D 874

ASTM D 5453 ISO 20884


Sulfur, ppm-w (mg/kg) max. 100
prEN
Phosphorous, ppm-w FBI-A05-03
max. 10 AOCS Ca 12-55
(mg/kg)
FBI-A01-03
Acid value, mg-KOH/g max. 0,8 AOCS Cd 3-63

Free glycerol, %-w max. 0,02 AOCS Ca 14-56 FBI-A02-03

Total glycerol, %-w max. 0,24 AOCS Ca 14-56 FBI-A02-03

Alkyl ester content, %-w min. 96,5 calculated FBI-A03-03

Iodine value, %-b (g-I2/100


max. 115 AOCS Cd 1-25 FBI-A04-03
g)

Halphen test negative AOCS Cb 1-25 FBI-A06-03


Sumber: T.H. Soerawidjaja, Raw Material Aspects of Biodiesel Production in Indonesia, 8 Maret
2006, BPPT

1.2.8 Macam-Macam Katalis yang digunakan


Sesuai dengan fungsinya, katalis dimanfaatkan untuk mempercepat suatu
reaksi, ikut bereaksi tetapi tidak ikut terkonsumsi menjadi produk. Percobaan
untuk menguji performa beberapa katalis telah dilakukan pada proses pembuatan
biodiesel dan disajikan pada Tabel 1.3 yang menunjukkan bahwa kandungan
silika yang banyak bersifat tidak aktif pada reaksi metanolisis dan yang sangat
aktif adalah katalis dengan kandungan senyawa komponen Kalsium dan Natrium.
Senyawa dengan nilai 10 memberi arti katalis mampu mengkonversi hingga 95%,
tetapi pada kenyataannya katalis tersebut juga banyak sekali menghasilkan sabun.
Tabel 1.3 Katalis metanolisis dan produksi metil ester asam-asam lemak relatif.
Produksi metil ester
Katalis Komposisi
asam lemak relatif
MgO 9,8 % MgO -
SiO2 93% SiO2 ; 3 % Al2O3 -
CaO 7% CaO ; 72% Al2O3 -
CaO.MgO 9,22% CaO ; 91% MgO 10
CaO. Al2O3 14,8% CaO ; 85,2%Al2O3 -
CaO.SiO2 12,6% CaO ; 87,4%SiO2 -
CaO bubuk 3
6,34% CaO ; 5,64% MgO ; 0,5
CaO.MgO. Al2O3
86% Al2O3
K2CO3.MgO 4,76% K2CO3 ; 95,2% MgO 5
K2CO3.Al2O3 14,2% K2CO3 ;85% Al2O3 4
K2CO3 bubuk 6
Na2CO3 bubuk 0,8
2,73% Fe2O3 .SiO2O; 97,3% -
Fe2O3.MgO
MgO
1,5% - 3,6% CH3ONa ; 98,5% 2
CH3ONa.SiO2
- 96,5% SiO2
Sumber : Peterson dan Scarrah, 1984 (dikutip dari Zahrina, 2000)
Katalis-katalis dengan komponen Kalsium dan Magnesium kurang baik
digunakan sebagai katalis karena cenderung membentuk sabun (memiliki sifat
ganda). Senyawa yang mengikat komponen Si, Mg dan Al cenderung berfungsi
sebagai penyangga katalis. Katalis logam seperti Cu dan Sn pada reaksi
metanolisis tidak ditemukan hasil berupa metil ester. Katalis yang bersumber dari
limbah seperti janjang sawit dan limbah sekam padi juga dapat digunakan sebagai
katalis. Sekam padi mengandung senyawa dengan komponen K dan Na, janjang
sawit banyak mengandung komponen K yang baik sebagai katalis.
BAB II
PERCOBAAN
2.1 Alat dan bahan
Alat-alat yang digunakan pada percobaan metanolisis minyak nabati
adalah heating mantel, magnetic stirrer, corong pisah, termometer, erlenmeyer,
picnometer, viskosmeter oswald, penangas air, pipet takar dan almunium foil.
Sedangkan bahan yang digunakan adalah metanol p.a, minyak goreng nabati
“sania” dan KOH p.a.

2.2 Prosedur Kerja


a. Katalis KOH pellet (0,75 gram) dilarutkan ke dalam 63,5 ml metanol
dengan menggunakan pengaduk magnetic atau agitator standar.
b. Campuran metanol dan katalis dimasukkan ke dalam reaktor tertutup,
selanjutnya ditambahkan minyak nabati sebanyak 50 ml, dan kemudian
ditambahkan lagi 20 ml metanol. Sistem dalam keadaan tertutup total
untuk menghindari penguapan metanol.
c. Campuran reaksi dipanaskan dan dijaga pada suhu sekitar titik didih
alkohol (sekitar 65-70oC) guna mempercepat reaksi. Pemanasan dilakukan
dengan variasi waktu: 50, 80, dan 110 menit. Pemberian metanol berlebih
diperlukan untuk memastikan konversi yang sempurna. Hasil reaksi
didinginkan, kemudian dimasukkan ke dalam corong pisah sampai
terbentuk lapisan.
d. Hasil pemisahan berupa ester metil (biodiesel) dan gliserol. Gliserol
dimasukkan ke dalam wadah dan disimpan, sedangkan biodiesel dibiarkan
di dalam corong pisah.
e. Biodiesel dimurnikan dengan air hangat untuk membuang sisa-sisa katalis
atau sabun.
f. Biodiesel yang didapat diukur volumenya untuk mengetahui konversinya.
g. Biodiesel yang didapat dikeringkan di dalam oven (±105 oC).
h. Sifat-sifat fisika dari biodiesel yang diperoleh diuji, berupa berat jenis,
viskositas, kadar air, pH dan uji nyala. Kemudian hasil yang didapat
dibandingkan dengan spesifikasi biodiesel.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil Percobaan


Hasil percobaan metanolisis minyak nabati pada berbagai variasi waktu
reaksi (50, 80 dan 110 menit) disajikan pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Hasil Percobaan

Waktu Berat Viskosi Kadar Uji


Konversi
Sampel reaksi Jenis, ρ tas air nyala
(%)
(menit) (gr/cm3) (mm/s) (%) (0C)
50 30 0,54 6,23 0,09 150
Biodiesel 80 34 0,59 6,39 0,09 160
110 50 0,63 6,71 0.08 160

3.2 Pembahasan
3.2.1 Konversi biodiesel yang dihasilkan
Percobaan dilakukan dengan mereaksikan minyak goreng dengan metanol.
Reaksi antara minyak goreng dan metanol dengan menggunakan katalis KOH
adalah reaksi transesterifikasi. Percobaan ini dilakukan dengan memvariasikan
waktu yaitu 50, 80, dan 110 menit. Hasil konversi minyak nabati menjadi
biodiesel yang didapat dengan variasi waktu dapat dilihat dari grafik dibawah ini:
60
50
konversi (%)

40
30
20
10
0
0 20 40 60 80 100 120
waktu reaksi (menit)

Gambar 3.1. Kurva Hubungan antara variasi waktu reaksi dengan konversi
minyak nabati menjadi biodiesel
Dari Gambar 3.1 dapat dilihat bahwa hasil konversi minyak nabati menjadi
biodiesel semakin meningkat , dimana pada waktu reaksi 50 menit hasil konversi
yang dihasilkan adalah 30 %, pada waktu reaksi 80 menit hasil konversi yang
dihasilkan adalah 34 %, dan pada waktu reaksi 110 menit hasil konversi yang
dihasilkan adalah 50 %. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa
semakin lama waktu reaksi maka kemungkinan kontak antar zat semakin besar
sehingga akan menghasilkan konversi yang besar (Zahrina, 2000).

3.2.2 Berat Jenis biodiesel


Pada percobaan ini ada beberapa uji sifat fisika dari biodiesel yang
diperoleh, berupa berat jenis dan viskositas. Massa jenis merupakan sifat fisik
yang berkaitan dengan nilai kalori dan daya yang dihasilkan oleh mesin diesel per
satuan volume bahan bakar. Makin ringan bahan bakar semakin rendah pula
massa jenisnya dan sebaliknya makin berat bahan bakar semakin tinggi massa
jenisnya. Berat jenis biodiesel yang diperoleh pada waktu reaksi 50 menit 0,54
gr/cm3, pada waktu reaksi 80 menit 0,59 gr/cm3, dan pada waktu reaksi 110 menit
adalah 0,63 gr/cm3. Semakin lama waktu reaksi maka semakin banyak cabang
rantai karbon yang diputuskan oleh metanol, sehingga berat jenisnya juga akan
semakin berkurang. Hasil percobaan sesuai dengan teori yang ada yaitu standar
ASTM untuk massa jenis biodiesel antara 0,850 gr/cm3 – 0,890 gr/cm3.

3.2.3 Viskositas biodiesel


Viskositas merupakan tahanan yang dimiliki fluida yang dialirkan dalam
pipa kapiler terhadap gaya gravitasi yang biasanya dinyatakan dalam waktu yang
diperlukan untuk mengalir pada jarak tertentu.Viskositas yang terlalu tinggi akan
membuat bahan bakar teratomisasi menjadi tetesan yang lebih besar sehingga
akan mengakibatkan deposit pada mesin. Tetapi apabila viskositas terlalu rendah
akan memproduksi spray yang terlalu halus sehingga terbentuk daerah rich zone
yang menyebabkan terjadinya pembentukan jelaga (Prihandana, 2006).
Dari hasil pengujian, viskositas biodiesel yang diperoleh pada waktu
reaksi 50 menit 6,23 mm/det, pada waktu reaksi 80 menit 6,39 mm/det, dan pada
waktu reaksi 110 menit 6,71 mm/det. Nilai viskositas biodiesel yang dihasilkan
tidak sesuai dengan standar STM yaitu 2,3 – 6,0 mm/s.

3.2.4 Kadar air biodiesel


Pada proses pengujian kadar air biodiesel dilakukan dengan metode
pengovenan. Berdasarkan hasil percobaan, kadar air biodiesel yang diperoleh pada
waktu reaksi 50 menit yaitu sebesar 0,09 %, pada waktu reaksi 80 menit sebesar
0,09 %, dan pada waktu reaksi 110 menit sebesar 0,08 %. Hasil yang didapatkan
tersebut tidak sesuai dengan standar kadar air biodiesel ASTM yaitu maksimal
0,05%, kadar air biodiesel yang didapat sangat besar dan melebihi standar ASTM.
Hal ini menyebabkan peningkatan pembentukan sabun, dapat dibuktikan dengan
banyaknya pengulangan proses pencucian atau pemurnian biodiesel yang didapat.

3.2.5 Uji nyala (flash point) biodiesel


Flash point (titik nyala atau titik kilat) adalah titik suhu terendah yang
menyebabkan bahan bakar dapat menyala. Penentuan titik nyala ini berkaitan
dengan keamanan dalam penyimpanan dan penanganan bahan bakar. Pada
standart ASTM biodiesel nilai flash point minimal 100oC karena untuk
mengeliminasi kontaminasi metanol akibat proses konversi minyak nabati yang
tidak sempurna (Prihandana, 2006). Pada uji nyala biodisel yang diperoleh pada
waktu reaksi 50 menit dapat menyala pada suhu 150oC, dan pada waktu reaksi 80
menit dapat menyala pada suhu 160oC. Berdasarkan hasil percobaan, semakin
lama waktu reaksi, maka semakin tinngi suhu nyalanya. Sehingga hasil yang
didapatkan sesuai dengan teori yang ada yaitu diatas 100oC.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
1. Konversi yang dihasilkan pada waktu reaksi 50, 80 dan 110 menit secara
berturut-turut yaitu sebesar 30 %, 34 % dan 50 %.
2. Berat jenis biodiesel yang diperoleh pada waktu reaksi 50, 80 dan 110 menit
secara berturut-turut yaitu sebesar 0,54 gr/cm3; 0,59 gr/cm3; dan 0,892
gr/cm3.
3. Viskositas biodiesel yang diperoleh pada waktu reaksi 50, 80 dan 110 menit
secara berturut-turut yaitu sebesar 6,23 mm/s; 6,39 mm/s dan 6,71 mm/s.
4. Kadar air biodiesel yang diperoleh pada waktu reaksi 50, 80 dan 110 menit
secara berturut-turut yaitu sebesar 0,09 % ; 0,09 % dan 0,08 %.
5. pH biodiesel yang diperoleh pada waktu reaksi 50, 80 dan 110 menit adalah
pH = 6.
6. Titik nyala biodiesel yang diperoleh pada waktu reaksi 50, 80 dan 110 menit
secara berturut-turut berada pada suhu 150 0C ; 160 0C dan 160 0C.

4.2 Saran
Praktikan harus lebih hati-hati dalam melakukan praktikum ini ,agar hasil
yang diperoleh sesuai, dan praktikan harus menggunakan sarung tangan dan
masker agar terlindungi dari bahan-bahan kimia.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, https://www.scribd.com/doc/100886795/Makalah-Biodiesel-Kel-1
(Diakses 8 Oktober 2014)
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI Press.
Jakarta
Prihandana, Rama dan Hendroko, Roy, 2006. Energi Hijau ‘Pilihan Bijak Menuju
Negeri MandiriEnergi. PT Agromedia Pustaka, Jakarta.
Soerawidjaja, T H. 2005. Membangun Industri Biodiesel di Indonesia. Makalah
Ilmiah Forum Biodiesel Indonesia. 16 Desember 2005. Bandung Subur, S R.
2006. Pabrik Biodiesel Terintegrasi, Terobosan untuk Pengembangan
Biodiesel. www.ipart.com
Tim Penyusun. 2014. Penuntun Praktikum Teknik Reaksi Kimia. Pekanbaru :
Program Studi D-III Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau.
Zahrina. 2002. Bahan Bakar Alternatif Biodiesel. Jurusan Teknik Kimia Fakulitas
Teknik : USU. Medan
Zuhdi, MFA [2003], “Biodiesel Sebagai Alternatif Pengganti Bahan Bakar Fosil
Pada Motor Diesel” Laporan Riset, RUT VIII Bidang Teknologi, Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia, Kementrian Riset dan Teknologi RI.
LAMPIRAN A
PERHITUNGAN

A.1. Konversi (%)


 Waktu reaksi 50 menit
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑏𝑖𝑜𝑑𝑖𝑒𝑠𝑒𝑙 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙𝑘𝑎𝑛
𝑘𝑜𝑛𝑣𝑒𝑟𝑠𝑖 = 𝑥 100%
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑛𝑎𝑏𝑎𝑡𝑖 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑔𝑢𝑛𝑎𝑘𝑎𝑛
15 𝑚𝑙
= 50 𝑚𝑙 𝑥 100% = 30 %

 Waktu reaksi 80 menit


𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑏𝑖𝑜𝑑𝑖𝑒𝑠𝑒𝑙 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙𝑘𝑎𝑛
𝑘𝑜𝑛𝑣𝑒𝑟𝑠𝑖 = 𝑥 100%
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑛𝑎𝑏𝑎𝑡𝑖 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑔𝑢𝑛𝑎𝑘𝑎𝑛
17 𝑚𝑙
= 50 𝑚𝑙 𝑥 100% = 34 %

 Waktu reaksi 110 menit


𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑏𝑖𝑜𝑑𝑖𝑒𝑠𝑒𝑙 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙𝑘𝑎𝑛
𝑘𝑜𝑛𝑣𝑒𝑟𝑠𝑖 = 𝑥 100%
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑛𝑎𝑏𝑎𝑡𝑖 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑔𝑢𝑛𝑎𝑘𝑎𝑛
25 𝑚𝑙
= 50 𝑚𝑙 𝑥 100% = 50 %

A.2. Berat Jenis


a. Berat Picnometer 10 ml = 15.13 gr
b. Berat picnometer+ biodiesel 50 menit = 20,53 gr
c. Berat picnometer+ biodiesel 80 menit = 21,03 gr
d. Berat picnometer+ biodiesel 110 menit = 21,45 gr

 Waktu reaksi 50 menit


(𝐵.𝑝𝑖𝑐𝑛𝑜+𝑏𝑖𝑜𝑑𝑖𝑒𝑠𝑒𝑙)−(𝐵.𝑝𝑖𝑐𝑛𝑜 𝑘𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔)
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠 = 𝑣
20,53 𝑔𝑟−15,13 𝑔𝑟
= = 0,54 𝑔𝑟/𝑐𝑚3
10 𝑚𝑙

 Waktu reaksi 80 menit


(𝐵.𝑝𝑖𝑐𝑛𝑜+𝑏𝑖𝑜𝑑𝑖𝑒𝑠𝑒𝑙)−(𝐵.𝑝𝑖𝑐𝑛𝑜 𝑘𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔)
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠 = 𝑣
21,03 𝑔𝑟 − 15,13 𝑔𝑟
= = 0,59 𝑔𝑟/𝑐𝑚3
10 𝑚𝑙

 Waktu reaksi 110 menit


(𝐵.𝑝𝑖𝑐𝑛𝑜+𝑏𝑖𝑜𝑑𝑖𝑒𝑠𝑒𝑙)−(𝐵.𝑝𝑖𝑐𝑛𝑜 𝑘𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔)
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠 = 𝑣
21,45 𝑔𝑟 − 15,13 𝑔𝑟
= = 0,632 𝑔𝑟/𝑐𝑚3
10 𝑚𝑙

A.3. Viskositas
a. Jarak antara tanda batas atas ketanda batas bawah pada alat viscometer=
3cm= 30 mm
b. Untuk waktu 50 menit, waktunya = 4,81 detik
c. Untuk waktu 80 menit, waktunya = 4,69 detik
d. Untuk waktu 110 menit, waktunya = 4,47 detik

 Waktu reaksi 50 menit


𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 30 𝑚𝑚
𝑣𝑖𝑠𝑘𝑜𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 = 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 = 4,81 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘 = 6,23 𝑚𝑚/𝑑𝑒𝑡

 Waktu reaksi 80 menit


𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 30 𝑚𝑚
𝑣𝑖𝑠𝑘𝑜𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 = 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 = 4,69 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘 = 6,39 𝑚𝑚/𝑑𝑒𝑡

 Waktu reaksi 110 menit


𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 30 𝑚𝑚
𝑣𝑖𝑠𝑘𝑜𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 = 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 = 4,47 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘 = 6,71 𝑚𝑚/𝑑𝑒𝑡

A.4. Uji kadar air


a. kadar air biodiesel
- berat biodiesel sebelum di oven untuk 50 menit = 40,17 gr
- berat biodiesel sebelum di oven untuk 80 menit = 40,39 gr
- berat biodiesel sebelum di oven untuk 110 menit = 48,98 gr
- berat biodiesel sesudah di oven untuk 50 menit = 40,01 gr
- berat biodiesel sesudah di oven untuk 80 menit = 40,18 gr
- berat biodiesel sesudah di oven untuk 110 menit = 47,83 gr

 waktu reaksi 50 menit


𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙−𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 = 𝑥 100%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟

40,17 𝑔𝑟−40,13 𝑔𝑟
= 𝑥 100% = 0,09 %
40,13 𝑔𝑟

 waktu reaksi 80 menit


𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙−𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 = 𝑥 100%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
40,39 𝑔𝑟−40,35 𝑔𝑟
= 𝑥 100% = 0,09 %
40,35 𝑔𝑟

 waktu reaksi 110 menit


𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙−𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 = 𝑥 100%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟

48,98 𝑔𝑟−48,94 𝑔𝑟
= 𝑥 100% = 0,08 %
48,94 𝑔𝑟

A.5 Uji pH
Untuk waktu reaksi 50 menit, 80 menit dan 110 menit pH yang didapat yaitu
pH 6

A.6. Uji Nyala Biodiesel


 Untuk waktu reaksi 50 menit, dipanaskan pada suhu 150 oC → Terbakar
 Untuk waktu reaksi 80 menit, dipanaskan pada suhu 160 oC → Terbakar
 Untuk waktu reaksi 110 menit, dipanaskan pada suhu 160 oC → Terbakar
LAMPIRAN B
GAMBAR

Gambar B.1 Proses pemanasan dengan menggunakan Erlenmeyer

(a) (b)

Gambar B.2 Pemisahan biodiesel dan gliserol di dalam corong pisah


(a). Waktu reaksi 40 menit, dan (b). Waktu reaksi 50 menit
(a) (b)
Gambar B.3 Proses pemurnian biodiesel
(a). Waktu reaksi 40 menit dan, (b). Waktu reaksi 50 menit

Gambar B.4 Biodiesel yang didapat

(a) (b)
Gambar B.5 Uji nyala biodiesel
(a). Waktu reaksi 40 menit, dan. Waktu reaksi 50 menit

Anda mungkin juga menyukai