Dosen Pembimbing:
Edy Fachrial, S.Si.,M.Si
Disusun Oleh :
Annisa Rizqi Ramadhani Sitio
213308010009
Penulis
2
DAFTAR ISI
JUDUL 1
KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang Masalah ..................................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................................. 4
1.3 Tujuan ................................................................................................................................ 5
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
Produksi saliva oleh glandula salivarius baik mayor atau minor selain dipengaruhi ada
tidaknya stimulasi,
juga dipengaruhi oleh beberapa hal lain seperti usia dan jenis kelamin, serta keadaan fisik
seseorang yang akan dijelaskan pada bab selanjutnya (Williamson, 2012).
Williamson, dkk (2012) menambahkan bahwa kini saliva dapat berfungsi sebagai
biomarker. Saliva sebagai biomarker disini sebagai pemeriksaan penunjang dalam
menegakkan diagnosis suatu penyakit. Penggunaan saliva sebagai biomarker mulai
banyak digunakan mengingat saliva lebih mudah dan lebih aman didapatkan dibanding
komponen darah serta lebih cepat waktu pengambilannya karena dapat dilakukan oleh
pasien sendiri. Beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan dengan saliva diataranya
organisme spesifik, kadar immunoglobulin, dan komponen saliva lainnya.
1.3. Tujuan
1. Mampu memahami dan menjelaskan definisi saliva
2. Mampu menjelaskan komponen yang terkandung dalam saliva
3. Mampu memahami dan menjelaskan macam-macam saliva
4. Mampu mengetahui dan memahami kondisi normal saliva yang kemudian terkait
dengan kelainannya
5. Mampu menjelaskan faktor yang mempengaruhi sekresi saliva
6. Mampu menjelaskan mekanisme sekresi saliva
7. Mampu menjelaskan pengaruh cerebral palsy terhadap sekresi saliva
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Saliva adalah suatu cairan tidak bewarna yang memiliki konsistensi seperti lendir dan
merupakan hasil sekresi kelenjar yang membasahi gigi serta mukosa rongga mulut. Saliva
dihasilkan oleh tiga pasang kelenjar saliva mayor serta sejumlah kelenjar saliva minor yang
tersebar di seluruh rongga mulut, kecuali pada ginggiva dan palatum. Berikut adalah fungsi-
fungsi saliva.
1. Menjaga kelembaban dan membasahi rongga mulut.
2. Melumasi dan melunakkan makanan sehingga memudahkan proses menelan dan
mengecap rasa makanan.
3. Membersihkan rongga mulut dari sisa-sisa makanan, sisa sel dan bakteri, sehingga
dapat mengurangi akumulasi plak gigi dan mencegah infeksi.
4. Menghambat proses dekalsifikasi dengan adanya pengaruh buffer yang dapat
menekan naik turunnya derajat keasaman (pH). Dalam 24 jam, kelenjar-kelenjar
saliva dapat mensekresi kira-kira 1 sampai 1,5 liter. Saliva disekresi karena
adanya rangsangan, baik secara langsung oleh ujung-ujung saraf yang ada di
mukosa mulut maupun secara tidak langsung oleh rangsangan mekanis, termis,
kimiawi, psikis atau olfaktori. Rangsang mekanik merupakan rangsang utama
untuk meningkatkan sekresi saliva. Sel-sel plasma dalam kelenjar saliva
menghasilkan antibodi, terutama dari kelas Immunoglobulin A (IgA) yang
ditransportasikan ke dalam saliva. Selain antibodi, saliva juga mengandung
beberapa jenis enzim antimikrobial seperti lisozim, laktoferin dan peroksidase
serta beberapa komponen seperti growth factor, yang berguna untuk menjaga
kesehatan dari jaringan luka mulut dan dapat membantu proses pencernaan,
khususnya karbohidrat.
6
merupakan kelenjar saliva terbesar kedua yang terletak pada dasar mulut di bawah korpus
mandibula. Salurannya bermuara melalui lubang yang terdapat di samping frenulum
lingualis. Kelenjar sublingualis adalah kelenjar saliva mayor terkecil dan terletak paling
dalam, pada dasar mulut antara mandibula dan otot genioglossus. Masing-masing kelenjar
sublingualis sebelah kanan dan kiri bersatu untuk membentuk massa kelenjar di sekitar
frenulum lingualis. Kelenjar saliva minor terdiri dari kelenjar lingualis, bukalis, labialis,
palatinal, dan glossopalatinal. Kelenjar-kelenjar ini berada di bawah mukosa dari bibir, lidah,
pipi, serta palatum.
7
berisi musin yang bewarna pucat. Hasil sekresi asini mukous berupa musin yang sangat
kental.
c. Asini campuran
Asini campuran mempunyai struktur asini serous serta mukous. Bagian serous yang
menempel pada bagian mukous tampak sebagai bangunan berbentuk bulan sabit.
Pada kelenjar saliva juga ditemukan struktur lain yaitu mioepitel. Mioepitel terdapat
di antara membran basalis dan sel asinus. Sel ini berbentuk gepeng, berinti gepeng, memiliki
sitoplasma panjang yang mencapai sel-sel sekretoris, dan memiliki miofibril yang kontraktil
di dalam sitoplama sehingga membantu memeras sel sekretoris mengeluarkan hasil sekresi.
Hasil sekresi kelenjar saliva akan dialirkan ke duktus interkalatus yang tersusun dari sel-sel
berbentuk kuboid dan mengelilingi lumen yang sangat kecil. Beberapa duktus interkalatus
akan bergabung dan melanjut sebagai duktus striatus atau duktus intralobularis yang tersusun
dari sel-sel kuboid tinggi dan mempunyai garis-garis di basal dan tegak lurus dengan
membrana basalis yang berfungsi sebagai transport ion. Duktus striatus dari masing–masing
lobulus akan bermuara pada saluran yang lebih besar yang disebut duktus ekskretorius atau
duktus interlobularis.
8
rendah ujung ujung saraf parasimpatis yang berakhir di kelenjar saliva berfungsi untuk
menjaga mulut dan tenggorokan tetap basah setiap waktu.
Sekresi saliva dapat ditingkatkan melalui reflek saliva terstimulasi dan refleks saliva
tidak terstimulasi. Refleks saliva terstimulasi terjadi sewaktu kemoreseptor atau reseptor
tekanan di dalam rongga mulut berespon terhadap adanya makanan. Reseptor-reseptor
tersebut memulai impuls di serat saraf aferen yang membawa informasi ke pusat saliva di
medula batang otak. Pusat saliva kemudian mengirim impuls melalui saraf otonom ekstrinsik
ke kelenjar saliva untuk meningkatkan sekresi saliva. Gerakan mengunyah merangsang
sekresi saliva walaupun tidak terdapat makanan karena adanya manipulasi terhadap reseptor
tekanan yang terdapat di mulut. Pada refleks saliva tidak terstimulasi, pengeluaran saliva
terjadi tanpa rangsangan oral. Hanya berpikir, melihat, membaui, atau mendengar suatu
makanan yang lezat dapat memicu pengeluaran saliva melalui refleks ini.
Pusat saliva mengontrol derajat pengeluaran saliva melalui saraf otonom yang
mensarafi kelenjar saliva. Stimulasi simpatis dan parasimpatis meningkatkan sekresi saliva
tetapi jumlah, karakteristik, dan mekanisme yang berperan berbeda. Rangsangan parasimpatis
berperan dominan dalam sekresi saliva, menyebabkan pengeluaran saliva encer dalam jumlah
besar dan kaya enzim. Stimulasi simpatis menghasilkan volume saliva yang jauh lebih sedikit
dengan konsistensi kental dan kaya mukus. Karena rangsangan simpatis menyebabkan
sekresi saliva dalam jumlah sedikit, mulut terasa lebih kering daripada biasanya saat sistem
simpatis dominan, misalnya pada keadaan stres.
9
sepanjang hari. Terdapat peningkatan laju aliran saliva saat bangun tidur hingga mencapai
tingkat maksimal pada siang hari, serta menurun drastis ketika tidur. Refleks saliva
terstimulasi melalui pengunyahan atau adanya makanan, asam dapat meningkatkan laju aliran
saliva hingga 10 kali lipat atau lebih.
kepatan aliran sekresi saliva berubah-ubah pada individu atau bersifat
kondisional sesuai dengan fungsi waktu, yaitu sekresi saliva mencapai minimal pada
saat tidak distimulasi dan mencapai maksimal pada saat distimulasi.2Saliva juga tidak
diproduksi dalam jumlah besar secara tetap, hanya pada waktu tertentu saja
sekresi saliva meningkat. Rata-rata aliran saliva 20 ml/jam pada saat istirahat, 150
ml/jam pada saat makan dan 20-50 ml selama tidur.3.Kenaikan sekresi saliva dapat
mempengaruhi susunan ion-ion dalam saliva, hal ini disebabkan saat terjadi kenaikan
kecepatan sekresi saliva, ion-ion banyak dikeluarkan menuju muara kelenjar
saliva. Komposisi saliva terdiri atas 94,0% - 99,5% air, bahan organik, dan
anorganik. Komponen anorganik saliva antara lain Na+, K+, Ca 2+, Mg 2+,Cl , SO4,
H2PO4, HPO4. Sedangkan komponen organik utama adalah protein, selain itu juga
ditemukan lipida, glukosa, asam amino, ureum, amoniak, dan vitamin.3 Apabila
terjadi perubahan susunan ion-ion dalam saliva dapat mempengaruhi fungsi dan peranannya
didalam rongga mulut, sehingga dapat menimbulkan efek yang merugikan bagi
kesehatan rongga mulut. (Tecky, 2011)
Pada orang normal, laju aliran saliva dalam keadaan tidak terstimulasi sekitar 0,3-0,4
ml/menit. Jumlah sekresi saliva per hari tanpa distimulasi adalah 300 ml. Sedangkan ketika
tidur selama 8 jam, laju aliran saliva hanya sekitar 15 ml. Dalam kurun waktu 24 jam, saliva
rata-rata akan terstimulasi pada saat makan selama 2 jam. Lalu saliva berada dalam kondisi
istirahat selama 14 jam, dengan total produksi saliva 700-1500 ml. Sisanya merupakan saliva
dalam kondisi istirahat.17 Ketika saliva distimulasi, laju aliran saliva meningkat hingga
mencapai 1,5-2,5 ml/menit. Pasien disebut xerostomia jika saat terstimulasi laju aliran saliva
kurang dari 0,7 ml/menit.21 Aliran saliva distimulasi oleh rasa dan pengunyahan, termasuk
rasa permen karet yang mengandung xylitol dan pengunyahannya. Peningkatan laju 11 aliran
saliva akan meningkatkan pH karena adanya ion bikarbonat sehingga kemampuan
mempertahankan pH saliva (kapasitas dapar) juga akan meningkat. Ion kalsium dan fosfat
juga meningkat sehingga akan terjadi keseimbangan antara demineralisasi dan remineralisasi.
10
BAB III
PEMBAHASAN
11
dari jaringan ikat yang padat. Kelenjar sublingualis mempunyai banyak duktus yang
menyalurkan ke dalam rongga mulut. Duktus kelenjar ini disebut duktus Rivinus. Duktus ini
terletak berdekatan dengan papilla dari duktus kelenjar submandibular.
Kelenjar Saliva Minor
Kebanyakan kelenjar saliva minor merupakan kelenjar kecil-kecil yang terletak di
dalam mukosa atau submukosa. Kelenjar minor hanya menyumbangkan 5% dari pengeluaran
ludah dalam 24 jam. Kelenjar-kelenjar ini diberi nama berdasarkan lokasinya atau nama
pakar yang menemukannya.
Kelenjar labial (glandula labialis) terdapat pada bibir atas dan bibir bawah dengan
asinus-asinus seromukus. Kelenjar bukal (glandula bukalis) terdapat pada mukosa pipi,
dengan asinus-asinus seromukus. Kelenjar Bladin-Nuhn (Glandula lingualis anterior) terletak
pada bagian bawah ujung lidah. Kelenjar Von Ebner (Gustatory Gland = albuminous gland)
dan Kelenjar Weber terletak pada pangkal lidah. Kelenjar Von Ebner dan Weber disebut juga
glandula lingualis posterior.
12
3. Rodanida dan Thiosinat
Rodanida dan thiosinat berperan sebagai agen antibakterial yang sistem
kerjanya bekerja sama dengan sistem laktoperosidase.
4. Bikarbonat
Bikarbonat memiliki fungsi dan peranan sebagai buffer terpenting. Peran
buffer tersebut ialah dapat mengembalikan pH saliva kembali mendekati normal saat
keadaan terlalu asam maupun terlalu basa (Hashim, 2010).
b. Komponen Organik
Komponen organik penyusun saliva ini secara umum terdiri dari protein, lipid, glukosa,
asam lemak, asam amino, amoniak, dan vitamin. Komponen organik utamanya ialah protein
yang memiliki kuantitaf pentingnya yaitu enzim α-amilase. Protein yang terkandung tersebut
merupakan protein yang kaya prolin, musin, dan imunoglobulin. Protein juga mampu untuk
meningkatkan ketebalan acquired pellicle, sehingga mampu untuk menghambat pengeluaran
ion fosfat dan kalsium dari enamel. Produksi dari protein ini berasal dari lapisan luar epitel
glandula salivarius (Hashim, 2010).
Macam-macam komponen organik pada saliva terkait fungsi, antara lain :
1) α-amilase
Enzim α-amilase ini merupakan penggerak awal mula terjadinya pencernaan
karbohidrat di dalam mulut. Enzim tersebut merupakan kesatuan karbohidrat kecil
yang dapat memecahkan polisakarida menjadi monosakarida, sehingga lebih mudah
dicerna (Hashim, 2010).
2) Lisozim
Lisozim memiliki peranan penting sebagai agen antibakterial yang dapat
melisiskan bakteri dengan cara merusak dinding selnya dan membilas bahan makanan
yang berperan sebagai pertumbuhan bakteri (Hashim, 2010).
3) Kalikren
Kalikren merupakan protein tertentu didalam saliva yang merupakan faktor
pembekuan darah XII, VII, IX, dan platelet (Hashim, 2010).
4) Laktoperosidase
Latoperosidase berfungsi untuk mengkatalis oksidasi CNS (thiosinat)
menjadi OSCN (hypothiosinat), sehingga dapat menghambat pertukaran dan
pertumbuhan zat bakteri (Hashim, 2010).
5) Mucin
13
Kandungan mucin didalam rongga mulut memiliki peranan dan fungsi
penting dalam mencegah terjadinya kekeringan didalam rongga mulut, membentuk
makanan menjadi bolus, dan sebagai agen antibakteri serta antivirus. Terlibatnya
mucin sebagai agen antibakteri dan antivirus tersebut disebabkan oleh kandungan IgA
di dalam saliva (Hashim, 2010).
6) Gustin
Komponen gustin dalam saliva memiliki pernanan dalam proses pengecapan,
karena gustin tersebut mampu untuk memaksimalkan fungsi dari kuncup kecap
(Hashim, 2010).
7) Immunoglobulin
Immunoglobulin A berpartisipasi dalam integritas permukaan mulut (enamel
dan selaput lendir) dan melewati perbatasan adhesi mikroba, menjadi bagian dari garis
pertahanan pertama. Antibodi S-IgA bersifat independen, kompleks, dan
berpartisipasi dalam reaksi antigenantibodi dalam membran mukosa (dan juga
sebagian dalam enamel), sehingga membatasi penetrasi bakteri dan racun. Jumlah
terbesar (90%) dari S-IgA diproduksi oleh kelenjar parotid dan submandibular
(Majalah Saintekes, 2021)
14
menyebabkan iritasi lokal. Sedangkan hipersalivasi mayor akan mengakibatkan
angular cheilitis
Ketika ada rangsangan, reseptor sensorik akan mengirimkan signal yang akan
ditangkap oleh korteks serebri. Lalu korteks akan menstimulasi medulla oblongata yang
kemudian medulla oblongata merangsang saraf simpatik dan parasimpatik. Kedua saraf ini
termasuk saraf otonom semua tetapi kerjanya mempengaruhi kelenjar saliva yang berbeda.
15
Ketika ada rangsang, parasimpatik yang lebih dominan bekerja sehingga saliva yang
keproduksi cenderung banyak dan encer karena diproduksi oleh kelenjar parotis dan
submandibula yang mayoritas sekretnya berupa serous. Sedangkan ketika tidak ada rangsang
yang dominan bekerja adalah saraf simpatik yang akan menstimulasi kelenjar sublingual
memproduksi sekret berupa mukous dan volumenya sedikit.
Selain stimulasi sekresi yang bersifat konstan, sekresi saliva dapat ditingkatkan
melalui dua jenis refleks saliva yang berbeda, yaitu:
1) Refleks saliva sederhana, atau tidak terkondisi
Refleks saliva sederhana terjadi saat baroreseptor di dalam rongga mulut merespons
adanya makanan. Saat diaktifkan, reseptor-reseptor tersebut memulai impuls di serabut saraf
afferen yang membawa informasi ke pusat saliva di medula spinalis. Pusat saliva kemudian
mengirim impuls melalui saraf otonom ekstrinsik ke kelenjar saliva untuk meningkatkan
sekresi saliva. Gerakan gigi juga mendorong sekresi saliva walaupun tidak terdapat makanan
karena adanya manipulasi terhadap baroreseptor yang terdapat di mulut.
2) Refleks saliva didapat, atau terkondisi.
Pada refleks saliva didapat, sekresi saliva dihasilkan tanpa rangsangan oral. Hanya
dengan berpikir, melihat, membaui, atau mendengar suatu makanan yang lezat dapat memicu
pengeluaran saliva melalui refleks ini.
Pusat saliva di medula mengontrol derajat pengeluaran saliva melalui saraf-saraf
otonom. Baik stimulasi simpatis maupun parasimpatis berfungsi meningkatkan sekresi saliva,
tetapi jumlah, karakteristik, dan mekanisme yang berperan berbeda. Stimulasi parasimpatis
berperan dominan dalam sekresi saliva, menyebabkan pengeluaran saliva encer dalam jumlah
besar dan kaya enzim, sedangkan stimulasi simpatis menghasilkan volume saliva yang jauh
lebih sedikit dengan konsistensi kental dan kaya mukous.
16
d. Parkinson’s disease. Penyakit tersebut dapat menyebabkan hipofungsi dari
glandula salivarius (Bradley, 2010).
e. Kanker. Kemoterapi dan Radioterapi yang digunakan dalam pengobatan kanker
dapat mengakibatkan xerostomia dan disfungsi kelenjar saliva (Sllm dan Thomas,
2012).
f. HIV/AIDS. Xerostomia dapat muncul pada HIV/AIDS, Selain itu HIV/AIDS
juga sering menyebabkan pembengkakan pada glandula salivarius major (Sllm
dan Thomas, 2012).
g. Hepatitis A, B, C. Hepatitis dapat menyebabkan xerostomia (Janjua, dkk., 2012).
h. Diabetes merupakan penyakit cndokrin yang menyehabkan abnormalitas
metabolik. Xerostomia dan hipofungsi kelenjar saliva dapat ditemui pada
penderita diabetes yang tidak terkontrol. Diabetes dapat mempengarıhl laju aliran
dan komposisi saliva
i. Keadaan psikoemosional seperti depresi dan stress emosional dapat menurunkan
laju aliran saliva (ektrom, 2012)
3.7 Kapasitas Dapar dan pH saliva
Kapasitas dapar dan pH saliva dapat dipengaruhi oleh susunan kuantitatif dan
kualitatif elektrolit dalam saliva itu sendiri. Perbandingan antara asam dan konjugasi
basanya, terutama konsentrasi bikarbonat saliva, akan menentukan nilai pH dan
kapasitas dapar saliva. Pengaturan keasaman saliva meliputi beberapa hal yaitu sistem
protein, bikarbonat dan fosfat. Konsentrasi bikarbonat di dalam saliva dan pH saliva
sangat di pengaruhi oleh kadar laju salivasi. Konsentrasi bikarbonat didalam saliva
dan pH saliva akan meningkat jika kadar laju salivasi meningkat dan begitu juga
sebaliknya. Terbukti dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Kanwar dkk tahun 2013
yang menunjukan bahwa ketika kadar laju saliva menurun maka pH
http://repository.unimus.ac.id 13 saliva akan menjadi lebih asam. Dalam keadaan
tidak terstimulasi, bikarbonat dan fosfat berperan dalam pengaturan keasaman saliva.
Sedangkan dalam keadaan terstimulasi, bikarbonat memiliki peran hampir 90% dalam
pengaturan derajat keasaman saliva. Sedangkan dalam keadaan pH saliva yang sangat
rendah atau dibawah 5, peran utama dalam pengaturan keasaman saliva yaitu protein
dan derivatnya (Almeida, 2008). Saliva menjadi salah satu komponen yang
mempengaruhi terjadinya karies karena saliva selalu berguna dalam membasahi gigi
geligi sehingga mempengaruhi lingkungan dalam rongga mulut. Saliva juga
mempunyai komposisi dan konsentrasi yang berbeda-beda yang dapat mempengaruhi
17
kondisi sekresi saliva sehingga lingkungan rongga mulut pada setiap individu
berbeda. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi komposisi dan konsentrasi saliva
antara lain laju aliran saliva, volume, pH, dan kapasitas buffer saliva. Sekresi saliva
dapat dipengaruhi oleh rangsangan yang diterima oleh kelenjar saliva. Rangsangan
tersebut dapat terjadi melalui rangsangan mekanis seperti mengunyah permen karet
ataupun makanan yang keras dan rangsangan kimiawi seperti rasa asam, manis, asin,
pahit dan juga pedas (Pradanta, 2016).
Komposisi kimia air ludah amat bervariasi, biasanya terdiri dari: 99,0- 99,5 air, musin
(glikoprotein air ludah), putih telur, mineralmineral (seperti K, Na, dll),epitel, leukosit,
limposit, bakteri dan enzim. Di dalam air ludah dijumpai enzim belaamilase, fosfatase,
oksidase, glikogenase, kolagenase, lipase, protease dll. Enzim ini berasal bakteri- bakteri,
epithel, serta granulasit dan limfosit. Secara kimiawi, dengan adanya unsure Ca dan ion
fosfat, akan membantu penggantian mineralisasi terhadap email atau menetralisasi keadaan
asam dan basa dari ludah. Enzim enzim mucine, zidene dan lisosim yang terdapat dalam air
ludah mempunyai sifat bakteriostatis yang dapat membuat beberapa bakteri mulut menjadi
tidak berbahaya (Tarigan, 2016 ).
18
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Saliva merupakan cairan oral yang merupakan hasil sekresi dari kelanjar saliva.
Komponen terbesar saliva adalah air (hampir 99%) dan sisanya merupakan bahan organik
dan bahan anorganik. Baik bahan organik maupun anorganik tersebut ada yang berbentuk
mikromolekul maupun makromolekul. Bahan organik saliva antara lain protein, asam
lemak dan lipid, serta glukosa. Sedangkan bahan anorganik antara lain bikarbonat, kalium
kalsium, natrium, klorida, fosfat dan thiosianat.
Saliva normal memiliki rata-rata laju sekresi 0,3 – 0,4 ml/menit tanpa stimulasi,
sedangkan apabila distimulasi dapat mencapai 1-3 ml/menit. Nilai pH normal saliva
adalah 6,0 – 7,4 dengan rata-rata 6,8 pada semua kondisi tanpa stimulasi. Kemudian
saliva juga memiliki nilai-nilai ambang normal tertentu untuk setiap komponennya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi curah saliva sangat beragam, seperti posisi, aktivitas,
jenis rangsangan yang diterima. konsumsi obat-obatan serta beberapa siklus seperti siklus
sirkadian dan sirkanual.
Sekresi saliva dipengaruhi oleh kinerja dari saraf otonom parasimpatis dan simpatis.
Berbagai penyakit sistemik maupun penyakit lokal dapat menyerang saliva. Beberapa
penyakit sistemik yang erat kaitannya dengan saliva adalah Diabetes Melitus, HIV, serta
Hepatitis .
4.2. Saran
Kebanyakan orang beranggapan bahwa air liur atau saliva tidak mempunyai arti apa-
apa dan ia sering dilihat sebagai suatu benda yang menjijikkan. Sebaliknya tanpa kita
19
sadari, cairan di dalam rongga mulut ini bukan saja penting untuk pencernaan makanan
tetapi juga dapat memberi informasi tentang kondisi tubuh dan digunakan secara meluas
untuk mendiagnosa penyakit lokal dan sistemik. Untuk itu diharapkan mahasiswa dapat
memahami lebih dalam mengenai saliva baik kondisi normalnya maupun fungsinya.
DAFTAR PUSTAKA
Indriana, 2011, Perbedaan Laju Aliran Saliva dan pH Karena Pengaruh Stimulus Kimiawi
dan Mekanis, Jurnal Kedokteran Meditek 44(17) : 2
Bradley, P., J., 2010, Otorhinolaryngology, Head & Neck Surgery, Springer-Verlag,
Heidelberg
Hashim, A. B., 2010, Saliva Sebagai Media Diagnosa, Tesis, Fakultas Kedokteran Gigi,
Universitas Sumatera Utara, Medan
Dinarti F., 2019, Hubungan antara ph saliva dengan indeks dmf-t, Skripsi Tesis, 2 : 7-8
Tecky I., 2011, Perbedaan Laju Aliran Saliva dan pH Karena Pengaruh Stimulus Kimiawi
dan Mekanis, Journal Kedokteran Meditek , 44 (17) : 2
Alves, C., Brandao, M., Andion, J.,&. Menezes, R. 2010, Use of graduated syringes for
measuring salivary flow rate: a pilot study. Braz Dent Journal, 21(5), pp. 401-404.
Greenberg er, al 2008 Evaluation of Salivary Glucose, IgA and Flow Rate in Diabetic
Patients: A Case-Control Study, Journal Of Dentistry
20
Almeida, 2008 Saliva Composition and Functions A Comprehensive Review, The Journal of
comtemporary dental practice, 9(3) : 7-8
Ekstrom 2012, Saliva and the Control of Its Secretion nysphagia, Medical Radiology.
Diagnustic Imaging Springer-Verlag Rerlin Heidclherg
Janjua, O., S., Manzoor, A., Syed, M., Jamil, R., Abbas, T., dan Amjad, A., 2012, Frequency
of Xerostomia in Patients Suffering From Hepatitis B and C, Pakistan Oral & Dental
Journal, 32(1): 42-45
Sherwood, L., 2011, Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sistem, (diterjemahkan oleh: Bhram U.
Pendit), Ed. 6, EGC, Jakarta
21