Anda di halaman 1dari 32

ASUHAN KEPERAWATAN PADA GANGGUAN SISTEM

PERNAFASAN DENGAN ASMA

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, revesible dimana trakea dan

bronchi berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu. inflamasi kronik

menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan napas yang menimbulkan gejala

episodik berulang wheezing, sesak, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama pada

waktu malam atau dini hari. Serangan asma mengakibatkan klien tidak dapat

beraktivitas melakukan kegiatan harian, sehingga menambah produktivitif menurun

serta menurunkan kualitas hidup. Asma adalah salah satu diantara beberapa penyakit

yang tidak bisa disembuhkan secara total. Kesembuhan dari satu serangan asma tidak

menjamin dalam waktu dekat akan terbebas dari ancaman serangan berikutnya.

Apalagi bila karena pekerjaan dan lingkungannya serta faktor ekonomi, penderita harus

selalu berhadapan dengan faktor yang menjadi penyebab serangan.

Asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di indonesia, hal ini

tergambar dari data studi survei kesehatan kesehatan rumah tangga ( SKRT ) di
berbagai propinsi di indonesia. Peneliti yang paling popular adalah Gregor Johan

Mandel. Pada tahun 2009 mandel mulai mengadakan penelitian, diperkirakan ada

300juta kasus penyakit asma terjadi di dunia. Menurut data WHO tahun 2011, kematian

akibat asma di indonesia mencapai 14. 624 jiwa. Angka ini berarti asma menyebabkan

kurang lebih 1% keseluruhan kematian di indonesia. Kira – kira 1.1% komunitas

indonesia menderita asma. Kuesioner ISAAC (International Study on Asthma and

Allergy in Children), mengatakan bahwa asma adalah penyebab kematian kedelapan

dari data yang ada dan di indonesia prevalensi gejala penyakit asma melonjak dari 4,2%

menjadi 5,4%. Prevalensi asma terhadap anak di indonesia lumayan tinggi, terutama di

kota-kota besar mencapai nyaris 17% sekitar 255 ribu penderita wafat dikarenakan

asma.

Maka peran perawat sangat diutamakan dan peranannya sebagai :

1. Promotif : Memberikan pendidikan kesehatan kepada penderita dan keluarganya

tentang bagaimana menghadapi serangan asma tersebut.

2. Preventif : Perawat memberikan informasi pencegahan terhadap suatu masalah.

3. kuratif : Perawat memberikan pengobatan secara teratur hasil kolaborasi dengan

dokter

4. Rehabilitatif : Perawat memberikan penyuluhan kepada masyarakat

tentang penyakit Asma. Dengan hal tersebut, maka komplikasi berkesimpulan

pentingnya pemberian asuhan keperawatan dengan Asma.

1.2 Tujuan Penulisan

1. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Definisi Asma


2. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Etiologi, Serta Patofisiologi Asma

3. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Manifestasi Klinis Asma

4. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Pemeriksaan Penunjang Asma

5. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Penatalaksanaan Asma

6. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Komplikasi Asma

7. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Asuhan Keperawatan Yang Tepat Terhadap

Pasien Dengan Asma

1.3 Manfaat Penulisan

1. Bagi Mahasiswa

Mahasiswa mendapatkan pemahaman tentang asuhan keperawatan penyakit asma

2. Bagi Institusi

Institusi dapat memotivasi mahasiswa tentang penyakit asma melalui proses

pembelajaran dan praktek di lapangan.

1.4 Metode penulisan

Dalam penulisan makalah ini untuk memperoleh referensi kelompok menggunakan

sistem metode kepustakaan dengan membaca, memahami, mempelajari buku-buku

referensi yang terkait dalam asuhan keperawatan dengan asma, dan sumber lain.

1.6 Sistematika Penulisan

Bab I : Latar Belakang, Rumusan Masalah, dan Tujuan Penulisan

Bab II : Berisi Konsep Dasar, Patofisiologi, Manifestasi Klinis,Komplikasi

Bab III : Berisi Proses Keperawatan

Bab IV : Berisi Kesimpulan dan Saran


Daftar Pustaka

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2. 1 Anatomi Saluran Pernafasan

Nares anterior adalah saluran saluran didalam lubang hidung. Saluran-saluran itu

bermuara ke dalam bagian yang di kenal sebagai vestibulum (rongga) hidung.

Vestibulum ini dilapisi epitelium bergaris yang bersambung dengan kulit. Lapisan

nares anterior memuat sejumlah kelenjar sebaseus yang ditutupi bulu kasar. Kelenjar –

kelenjar itu bermuara ke dalam rongga hidung. Rongga hidung dilapisi selaput lendir

yang sangat kaya akan pembuluh darah, bersambung dengan lapisan faring dan selaput

lendir semua pernafasan dilapisi epitelium silinder dan sel epitel berambut yang

mengandung sel cangkir atau sel lendir. Faring (tekak)adalah pipa berotot yang

berjalan dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan esofagus pada

ketinggian tulang rawan krikoid. Maka letaknya di belakang hidung (nasofaring), di

belakang mulut dan dibelakang laring.

Laring (tenggorok) terletak di depan bagian terendah faring yang memisahkannya dari

kolumna vertebra, berjalan dari faring sampai ketinggian vertebra servikalis dan masuk

ke dalam trakea di bawahnya. Trakea atau batang tenggorok kira-kira sembilan

sentimeter panjangnya. Trakea berjalan dari laring sampai kira-kira ketinggian vertebra
torakalis kelima dan di tempat ini bercabang menjadi dua bronkus. Trakea tersusun atas

enam belas sampai dua puluh lingkaran tak lengkap berupa cincin tulang rawan yang

diikat bersama oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi lngkaran di sebelah belakang

trakea. Paru – paru ada dua, merupakan aat pernafasan utama. Paru-paru mengisi

rongga dada. Terletak di sebelah kanan dan kiri dan di tengah dipisahkan oleh jantung

beserta pembuluh darah besarnya dan struktur lainnya yang terletak di dalam

mediastinum. Paru-paru adalah organ yang berbentuk kerucut dengan apeks di atas dan

muncul sedikit lebih tinggi daripada klavikula di dalam dasar leher.

Lobus paru-paru (belahan paru-paru) dibagi menjadi beberapa belahan atau lobus oleh

fisura. Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus dan paru-paru kiri dua lobus. Setiap

lobus tersusun atas lobula. Pleura, setiap paru-paru dilapisi mebran serosa rangkap dua,

yaitu pleura. Pleura viseralis erat melapisi paru-paru, masuk ke dalam fisura dan

dengan demikian memisahkan lobus satu dari yang lain. Membran ini kemudian dilipat

kembali di sebelah tampuk paru-paru dan membentuk pleura parietaslis dan melapisi

bagian dalam dinding dada.

2.2 Fisiologi Saluran Pernafasan

Fungsi paru –paru ialah pertukaran gas oksigen dan karbondioksida. Pada pernapasan

melalui paru-paru atau pernapasan eksterna, oksigen dipungut melalui hidung dan

mulut pada waktu bernapas; oksigen masuk melalui trakea dan pipa bronkilal ke

alveoli, dan dapat berhubungan erat dengan darah di dalam darah diadalam kapiler
pulmonari. Hanya satu lapis membran, yaitu membran alveoli-kapiler yang

memisahkan oksigen dengan dari darah. Oksigen menembus membran ini dan dpungut

oleh hemoglobin sel darah. Oksigen menembus membran ini dipungut oleh

hemoglobin sel darah merah dan dibawa ke jantung. Dari sini dipompa di dakam arteri

kesemua bagian tubuh. Darah meninggalkan paru-paru pada tekanan oksigen 100

mmHg. Dan pada tingkat ini hemoglobinnya 95% persen jenuh oksigen. Di dalam

paru-paru,karbon dioksida, ialah salah satu hasil buangan metabolisme, menembus

membran alveoler- kapiler dari kapiler darah ke alveoli dan setelah melalui pipa

bronkial dan trakea, dipanaskan keluar melalui hidung dan mulut.

Empat proses yang berhubungan dengan pernapasan pulmoner atau ppernapasan

eksterna :

1. Ventilasi pulmoner, atau gerak pernapasan yang menukar udara dalam Alveoli

dengan udara luar.

2. Arus darah melalui paru-paru.

3. Distribusi arus udara dan arus darah sede,ikian sehingga dalam jumlah tepat dapat

mencapai semua bagian tubuh.

4. Difusi gas yang menembusi membran pemisah alveoli dan kapiler. CO2 Lebih

mudah berdifusi daripada oksigen.

Semua proses ini diatur sedemikian sehingga darah yang meninggalkan paru-paru

menerima jumlah tepat co2 dan O2 pada waktu gerak badan, lebih banyak darah datang

di paru-paru membawa terlalu banyak CO2 dan terlampaui sedikit O2 jumlah CO2 itu
tidak dapat dikeluarkan, maka konsentrasinya dalam otak untuk memperbesar

kecepatan dan dalamnya pernapasan. Penambahan ventilasi ini mengeluarkan CO2 dan

memungut lebih banyak O2.

2.3 Definisi Asma

Asma merupakan penyakit saluran napas yang ditandai oleh peningkatan daya

responsif percabangan trakeobronkial terhadap berbagai jenis stimulus. Penyakit asma

mempunyai manifestasi fisiologis berbentuk penyempitan yang meluas pada saluran

udara pernapasan yang dapat sembuh spontan atau sembuh dengan terapi dan secara

klinis ditandai oleh serangan mendadak dispnea, batuk, serta mengi. Penyakit ini

bersifat episodik dengan eksarsebasi akut yang diselilingi oleh periode tanpa gejala.

( Harrison )

Asma adalah penyakit jalan napas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea

dan bronkus berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu. ( smelzher

Suzanne, 2011 ).

Asma adalah suatu keadaan dimana saluran nafas mengalami penyempitan karena

hiperaktifitas pada rangsangan tertentu yang menyebabkan peradangan: penyempitan

ini bersifat sementara ( Wikipedia 2011 ).


Asma adalah suatu yang kompleks dari bronchial yang dikarakteristikan oleh periode

bronkospasme ( kontraksi spasme yang lama pada jalan nafas ). ( polaski, 1996 ).

2.4 Etiologi

Obstruksi jalan nafas pada asma disebabkan oleh :

a. Kontraksi otot sekitar bronkus sehingga terjadi penyempitan nafas.

b. Pembengkakan membrane bronkus

c. Bronkus terisi oleh mucus yang kental,

A. Faktor predisposisi :

a. Genetik

Diturunkannya bekat alergi dari keluarga dekat, meski belum diketahui bagaimana

penurunannya dengan jelas. Karena adanya bakat alergi ini.

Penderita sangat mudah terkena asma apabila dia terpapar dengan faktor pencetus.

B. Faktor pencetus :

b. Alergen

Adalah suatu bahan penyebab alergi dimana ini dibagi menjadi tiga yaitu :

1. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan.

( debu , bulu binatang, serbuk bunga, bakteri, polusi).

2. Ingestan, yang masuk melalui mulut.

( makanan, dan obat-obatan )

3. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit.

( perhiasan, logam, dan jam tangan ).


c. Perubahan cuaca

Cuaca lembab dan hawa yang dingin sering mempengaruhi asma, perubahan cuaca

menjadi pemicu serangan asma. Kadang serangan berhubungan asma seperti : musim

hujan, musim bunga , musim kemarau. Hal ini berhubungan dengan angin, serbuk

bunga dan debu.

d. Lingkungan kerja

Mempunyai hubunngan langsung dengan sebab terjadinya asma, hal ini berkaitan

dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di pabrik kayu, polisi lalu

lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.

e. Olahraga

Sebagian besar penderita akan mendapat serangan asma bila sedang bekerja dengan

berat/ aktivitas berat. Serangan asma karena aktivitas biasanya segera setelah aktivitas

selesai. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma.

f. Setress

Gangguan emosi dapat menjadi pencetus terjadinya serangan asma. Selain itu juga bisa

memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma harus segera

diobati penderita asma yang mengalami stress harus diberi nasehat untuk

menyelesaikan masalahnya.

2.5 Patofisiologi

Asma ditandai dengan kontraksi spastik dari otot polos bronkeolus yang menyebabkan

sulit bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersesitibilitas bronkeolus terhadap


benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan

cara sebagai berikut ; sesorang yang alergi didiuga mempunyai kecenderungan untuk

membentuk sejumlah antibody lg.E abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini

terutama melekat pada sel mast yang melekat pada interstisial paru yang berhubungan

dengan erat dengan bronkeolus dan bronkus kecil. Bila seseorang menghirup alergen

maka antibodi lg.E orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang

sudah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai

macam zat, diantaranya, histatik eosinofilik, dan bradikinin. Efek gabungan dari semua

faktor kecil maupun sekresi mukus yang kental dalam lumen bronkeolus dan spasme

otot polos bronkeolus sehingga menyebabkan tahanan saluran nafas menjadi sangat

meningkat.

2.6 Manifestasi klinis

Respirasi terdengar kasar dan suara mengi pada kedua fase respirasi semakin menonjol,

ekspirasi memanjang dan pasien sering memperlihatkan gejala takipnea, takikardia

serta hipertensi sistolik yang ringan. Paru dengan cepat mengalami overinflasi dan

diameter anteroposterior toraks meningkat. Jika serangannya berat atau berlangsung

lama, suara pernapasan adventisial mungkin menghilang dan suara mengi memiliki

nada yang sangat tinggi. Selanjutnya otot aksesorius terlihat sangat aktif dan kerap kali

timbul denyut nadi parodoksial. Kedua tanda ini ternyata sangat berguna untuk

menunjukan intensitas obstruksi. Dengan adanya salah satu dari kedua tanda diatas,
fungsi paru cenderung mengalami gangguan yang lebih bermakna jika dibandingkan

dengan keadaan tanpa kedua tanda tersebut.

Pada penderita saat mengalami serangan biasanya ditemukan gejala klinis yaitu :

a. Penderita bernafas cepat dan dalam

b. Gelisah

c. Duduk dengan menyengga kedepan, serta tampak otot-otot bantu bekerja keras.

d. Sesak nafas

e. Adanya wheezing

f. Batuk

g. Ada sebagian mengeluh nyeri dada

h. Silent chest ( tidak terlihat pergerakan dada )

i. Sinosis

j. Gangguan kesadaran

k. Takhikardi

l. Hiperinflasi dada

2.7 Pemeriksaan diagnostik

a. Pemeriksaan laboratorium

1. Pemeriksaan sputum

a. Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinopil.

b. Spiral curshman, yakni cast cell ( sel cetakan ) dari cabang bronkus.

c. Creole yang merupakan fregmen dari epitel bronkus


d. Netrofil dan eosinofil yang terdapat pada sputum umumnya bersifat mukoid dengan

viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.

2. Pemeriksaan darah

a. Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat terjadi hipoksemia,

hipercapnia atau sianosis.

b. Empisema Kadang pada darah terdapat peningkatan SGOT dan LDH.

c. Hiponatremia dan kadar leukosit kadang di atas 15.000/mm3 yang menandakan

adanya infeksi.

d. Pemeriksaan alergi menunjukkan peningkatan lg.E pada waktu serangan dan

menurun pada saat bebas serangan asma.

b. Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan radiologi

Pada waktu serangan menunjukan gambaran hiperinflasi paru yakni radiolusen yang

bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Pada

penderita dengan komplikasi terdapat gambaran sebagai berikut:

a. Bila disertai dengan bronchitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah.

b. Bila empisema ( COPD ) gambaran radiolusen semakin bertambah.

c. Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrase paru.

d. Dapat menimbulkan gambaran atelektasis paru.

e. Bila terjadi pneumonia gambarannya adalah radiolusen pada paru.

2. Pemeriksaan tes kulit

Dilakukan untuk mencari faktor alegren yang dapat bereaksi positif pada asma.
3. Elekrokardiografi

a. Terjadi right axis deviation

b. Adanya hipertropo otot jantung right bundhe branch bock.

c. Tanda hipoksemia yaitu sinus takikardi SVES, VES atau terjadi depresi segmen

ST negatif.

4. Scaning paru

Melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama serangan asma tidak

menyeluruh pada paru-paru.

5. Spirometri

Menunjukan adanya obstruksi jalan nafas revisebel, cara tepat diagnosis asma adalah

melihat respon pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometri dilakukan

sebelum atau sesudah pemberian areosol bronkodilator ( in-heler dan nebuliser ).

Peningkatan FEV1 atau FCV sebanyak lebih dari 20% menunjukan diagnosis asma.

Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20 %. Pememriksaan ini

berfungsi untuk menegakkakkn diagnosis keperawatan, menilai berat obstruksi dan

efek pengobatan banyak penderita tanpa keluhan pada pemeriksaan ini menunjukan

adanya obstruksi.

2.8 Penatalaksanaan

Bentuk terapi yang paling mujarab untuk mengatasi serangan akut asma adalah

pemberian preparat aerosol beta-agonis. Obat ini akan memberikan kesembuhan yang

tiga hingga empat kali lebih besar daripada pemberian aminofilin intravena. Dalam
situasi emergensi obat beta agonis dapat diberikan setiap 20 menit sekali dengan

menggunakan nebulizer manual untuk pemberian tiga kali.

a. Prinsip umum dalam pengobatan asma :

1) Menghilangkan obstruksi jalan nafas

2) Menghindari faktor yang biasa menimbulkan serangan asma.

3) Menjelaskan kepada penderita dan keluarga mengenal penyakit asma,

pengobatnnya.

b. Pengobatan pada asma :

1) Pengobatan farmakologi

a. Bronkodilator : obat yang meletakkan saluran nafas. Terbagi dua golongan:

1. Andrenergik (adrenalin dan efidrin) misalnya : terbutalin/ bricasam.

Obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk tablet, sirup, suntikan, dan

semprotan (metered dose inhaler) ada yang bebentuk hirup (ventolin diskhaler dan

bricasma turbuhaler) atau cairan bronkodilator (alupent, berotec brivasma sets

ventolin) yang oleh alat khusus diubahmenjadi aerosol (partikel sangat halus) untuk

selanjutnya hirup.

2. Santin/Teofilin (aminofilin)

Cara pemakaian adalah dengan disuntikkan langsung ke pembuluh darah secara

perlahan. Karena sering merangsang lambung bentuk sirup atau tablet sebaiknya

diminum setelah makan, ada juga yang berbentuk supositoria untuk penderita yang

tidak memungkinkan untuk minum obat misalnya dalam kondisi muntah atau

lambungnya kering.
b. Kromalin

Bukan bronkodilator tetapi obat pencegah serangan asma pada penderita anak.

Kromalin biasanya diberikan bersama obat anti asma efeknya baru terlihat setelah satu

bulan.

c. Ketolifen

Mempunyai efek pencegahan terhadap asma dan diberikan dalam dosis dua kali 1

mg/hari. Keuntungannya adalah dapat diberikan secara oral.

d. Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg jika tidak ada respon maka segera

penderita diberi steroid oral.

2) Pengobatan non farmakologik

a) Memberikan penyuluhan.

b) Menghindari faktor pencetus.

c) Pemberian cairan.

d)Fisioterapi nafas (senam asma)

e) Pemberian oksigen bila perlu

2.9 Komplikasi

a. Status asmatikus : suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut yang

berat bersifat refrator terhadap pengobatan yang lazim dipakai.

b. Atelektasis : ketidakmampuan paru berkembang dan mengempis.

c. Hipoksemia
d. Pneumothoraks

e. Emfisemia

f. Deformitas thoraks

g. Gagal nafas

2.10 Asuhan keperawatan

A. Pengkajian

a. Pengumpulan data

1. Identitas klien

Pengkajian mengenai nama, umur dan jenis kelamin perlu dikaji

pada penyakit Status asmatikus. Serangan asma pada usia dini memberikan implikasi

bahwa sangat mungkin dapat status atopi. Sedangkan serangan pada usia dewasa di

mungkinkan adanya faktor non atopi. Alamat menggambarkan kondisi lingkungan

tempat klien berada, dapat mengetahui kemungkinan fakotr pencetus serangan asma.

Status perkawinan, gangguan emosional yang timbul dalam keluarga atau lingkungan

merupakan faktor pencetus serangan asma, pekerjaan, serta bangsa perlu juga digaji

untuk mengetahui adanya pemaparan bahan elergen. Hal ini yang perlu dikaji tentang

: tanggal MRS, Nomor rekam medik, dan diagnosis keperawatan medis.

2. Riwayat penyakit sekarang

Klien dengan serangan asma datang mencaripertolongan dengan keluhan, terutama

sesak nafas yang hebat dan mendadak kemudian diikuti dengan gejala-gejala lain yaitu

: wheezing, penggunaan obat bantu pernafasan, kelelahan, gangguan kesadaran,


sianosis serta perubahan tekanan darah. Perlu juga dikaji kondisi awal terjadinya

serangan.

3. Riwayat penyakit dahulu

Penyakit yang pernah diderita pada masa-masa dahulu seperti infeksi saluran nafas

atas, sakit tenggorokan, amandel,sinusitis, polip hidung,. Riwayat serangan asma

frekuensi, waktu, alergen-alergen yang dicurugai sebagai pencetus serangan serta

riwayat pengobatan yang dilakukan untuk meringankan gejala asma. (Tjen Daniel,

1991).

4. Riwayat kesehatan keluarga

Pada klien dengan serangan status asmatikus perlu dikaji tentang riwayat penyakit

asma atau penyakit alergi yang lain pada anggota keluarga karena hipersensifitas pada

penyakit asma ini lebih ditentukan oleh faktor genetik oleh lingkungan, (Hood

Alsagaf,1993).

5. Riwayat psikososial

Gangguan emosional sering dipandang sebagai salah satu pencetus bagi serangan

asma baik gangguan itu berasal dari rumah tangga, lingkungan sekitar samapai

lingkungan kerja. Seorang yang punya beban hidup yang berat berpotensi terjadi

serangan asma. (Antory Croket,1997 dan Tjen Daniel,1991).

b. Pemeriksaan fisik

1) B1-Breath
a) Peningkatan frekuensi pernfasan., susah bernafas, perpendekan priode inspirasi,

pemanjangan ekspirasi,penggunaan otot-otot aksesori pernafasan (retraksi sternum,

pengangkatan bahu waktu bernafas).

b) Dispnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan.

c) Nafas memburuk ketika pasien berbaring terlentang ditempat tidur.

d) Pernafasan cuoing hidung.

e) Adanya mengi yang terdengar tanpa stetoskop.

f) Batuk keras, kering dan akhirnya batuk produktif.

g) Faal paru terdapat penurunan FEVI.

Masalah keperawatan :

a) Ketidak efektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan sekresi kental

peningkatan produksi mukus dan bronkospasme (Lindajual C; 1995).

b) Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan retensi CO2 , peningkatan

sekresi, peningkatan kerja pernafasan dan proses penyakit, (Susan Martin Tucker,

1993).

2) B2-Blood

a) Takikardia.

b) Tensi meningkat

c) Pulsus paradoksus (penurunan tekanan darah ) 10 mmHg pada waktuinspirasi.


d) Sianosis.

e) Diafresis.

f) Dehidrasi.

Masalah keperawatan : Gangguan perfusi jaringan perfifer berhubungan dengan

hipoksemia.

3) B3-Brain

a) Gelisah.

b) Cemas.

c) Penurunan kesadaran.

Masalah keperawatan : Gangguan perfusi jaringan cerebral.

4) B4-Bowel

Pada klien yang mengalami dispnea penggunaan otot bantu nafas maksimal kontraksi

otot abdomen meningkta sehingga menyebabkan nyeri abdomen yang mengakibatkan

menurunnya nafsu makan. Dalam keadaan hiposia juga mengakibatkan penurunan

mobilitas pada gaster sehingga memperlambat pengosongan lambung yang

menyebabkan penurunan nafsu makan.

Masalah keperawatan :

Pemenuhan nutrisi kurang darai kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan laju

metabolik tinggi, dispnea saat makan dan ansietas,(Hudak dan Gallo;1997).

5) B5-Blodder

Pada klien dengan hiperventilasi akan kehilangan cairan melalui penguapan dan tubuh

berkompensasi dengan penurunan produksi urine.


Masalah keperawatan : Tidak ada

6) B6-Bone

Pada klien yang mengalami hipoksia penggunaan otot bantu nafas yang lama

menyebabkan kelelahan. Selain itu hipoksia menyebabkan metabolisme aaerob

sehingga terjadi penurunan ATP.

Masalah keperawatan : ketidakmampuan melakukan aktivitas karena kelelahan.

3.2 Diagnosis keperawatan

a. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan sekresi kental

peningkatan produksi mukus dan bronkospasme

b. Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan retensi CO2 peningkatan

sekresi, peningkatan kerja pernafasan dan proses penyakit

c. Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan laju

metabolik tinggi, dispnea saat makan dan ansietas

d. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuat imunitas

e. Risiko tinggi kelelahan yang berhubungan dengan retensi CO2 hypoksemia, emosi

yang terfokus pada pernafasan dan apnea tidur

f. Risiko tinggi ketidak patuhan yang berhubungan dengan kurangnya pengetahuan

tentang kondisi dan perawatan diri pada saat pulang

3.3 Intervensi keperawatan


1. Kefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan sekresi kental

peningkatan produksi mukus dan bronkospasme.

Tujuan : jalan nafas menjadi efektif

Kriteria hasil :

a. Mempertahankan jalan nafas pasien dengan bunyi bersih

b. Dapat mendemonstrasikan batuk efektif

c. Dapat menyatakan strategi untuk menurunkan sekresi kental

d. Tidak ada suara nafas tambahan

e. Instruksikan klien pada metode yang tepat dalam mengontrol batuk

1. Tempatkan posisi yang nyaman pada pasien, contoh : meninggikan kepala tempat

tidur, duduk pada sandaran tempat tidur.

Rasional : Peninggian kepala tempat tidur memudahkan fungsi pernafasan dengan

menggunakan gravitasi

2. Tingkatkan masukan cairan sampai dengan 3000ml/hari sesuai indikasi,

memberikan dengan air hangat.

Rasional : Hidrasi membantu menurunkan kekentalan sekret penggunaan cairan

hangat dapat menurunkan kekentalan sekret dan dapat menurunkan spasme bronkus.

3. Lakukan fisioterapi dada dengan tekhnik drainase postural, perkusi fibrasi dada.

Rasional : Fisioterapi dada merupakan strategi untuk mengeluarkan sekret.

4. Evaluasi frekuensi pernafasan, bunyi, irama nafas catat rasio inspirasi/ekspirasi.


Rasional : Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan

dapat/tidak dimanifestasikan adanya advertisius

5. Berikan obat sesuai dengan indikasi bronkodilator dan oksigenasi.

Rasional : Merelaksasikan otot halus dan menurunkan spasme jalan nafas, wheezing

dan produksi mukosa.

2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen.

Tujuan : klien akan mempertahankan pertukaran gas dan oksigenasi adekuat

Kriteria hasil :

a. Frekuensi nafas 16-20kali/menit

b. Frekuensi nadi 60-100kali/menit

c. Warna kulit normal, tidak ada dispnea, tidak penggunaan otot bantu nafas

d. AGDA dalam batas normal

Ph : 7,35-7,45 PCO2 : 35-45mmHg BE : +1

PO2 : 75-100mmHg HCO3 : 20-26 mEq/l SaO2 : 95-98%

1. Awasi secara rutin kulit dan membran mukosa

Rasional : Sianosis mungkin perifer atau sentral ke abu-abuan dan sianosis sentral

mengindikasikan beratnya hipoksia.

2. Palpasi fremitus

Rasional : Penurunan getaran fibrasi diduga adanya pengumpulan cairan/udara.

3. Awasi tanda vital dan irama jantung.


Rasional : Takikardi,disritmia, dan perubahan tekanan darah dapat menunjukkan

efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.

4. Berikan oksigen tambahan sesuai dengan indikasi AGDA dan toleransi pasien.

Rasional : Dapat memperbaiki atau mencegah memburuknya hipoksia.

3. Pemenuhan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan laju

metabolik tinggi, dipsnea saat makan dan ansietas.

Tujuan : Pemenuhan kebutuhan nutrisi terpenuhi.

Kriteria hasil :

a. Klien menghabiskan porsi makan dirumah sakit.

b. Meliputi Kriteria Antoprometri, Biochemical, Clinical, Diet.

1. Mengidentifikasi faktor yang dapat menimbulkan nafsu makan menurun misalnya

muntah dengan ditemukannya sputum yang banyak ataupun dipsnea.

Rasional : Merencanakan tindakan yang dipilih berdasarkan penyebab masalah.

2. Sering lakukan perawatan oral, buang secret, berikan wadah khusus untuk sekali

pakai.

Rasional : Rasa tidak enak, bau menurunkan nafsu makan dan dapat menyebabkan

mual/muntah dengan peningkatkan kesulitan nafas.

3. Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat kerusakan makanan.

Rasional : Pasien distress pernafasan akut sering anoreksi karena dispnea.

4. Berikan oksigen tambahan selama makan sesuai indikasi.


Rasional : Menurunkan dipsnea dan meningkatkan energi untuk makan,

meningkatkan masukan.

4. Risiko tinggi terhadap infeksi b/d tidak adekuat imunitas.

Tujuan : Klien tidak mengalami infeksi nosokomial.

Kriteria hasil : Tidak ada tanda-tanda infeksi meliputi Rubor, Tumor, Dolor,

Calor, Leokosit (4000-11000), suhu 36,50 C-37,50 C.

1. Monitor tanda-tanda infeksi.

Rasional : Demam dapat terjadi kerena infeksi dan dehidrasi.

2. Diskusi kebutuhan nutrisi adekuat.

Rasional : Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan

tahanan terhadap infeksi.

3. Dapatkan specimen sputum dengan batuk atau penghisapan untuk pewarnaan

gram, kultur/ sensitifitas.

Rasional : Untuk mengidetifikasi organism penyebab dan kerentanan terhadap

berbagai anti microbial.

5. Kurang pengetahuan b/d kurang informasi salah mengerti.

Tujuan : Klien menyatakan pemahaman kondisi penyakit dan tindakan.

Kriteria Hasil :

a. Klien dapat menyebutkan 3 dari 5 faktor pencetus asma.


b. Klien dapat melakukan pengobatan non farmakologik dan farmakologik sesuai

advice dokter.

1. Berikan Health education tetang faktor pencetus asma untuk menghidari faktor

pencetus (mis: asap rokok, debu, makanan, aktivitas, cuaca).

Rasional : Menurunkan intensitas serangan asma.

2. Diskusikan obat pernafasan, efek samping dan reaksi yang tidak diingin-kan.

Rasional : Penting bagi pasien mengerti perbedaan antara efek samping

mengganggu dan merugikan.

3. Tujuan tehnik penggunaan inhaler.

Rasional : Penggunaan obat yang tepat meningkatkan keefektifannya.

6. Risiko tinggi kelelahan yang berhubungan dengan retensi CO2, hypoksemia,

emosi yang terfokus pada pernafasan dan apnea tidur.

Tujuan : Klien akan terpenuhi kebutuhan istrahat untuk mempertahankan tingkat energi

saat terbangun.

Kriteria hasil :

a. Mampu mendiskusikan penyebab keletihan

b. Klien dapat tidur dan istrahat sesuai dengan kebutuhan tubuh.

c. Klien dapat rileks dan wajahnya cerah.

1. Jelaskan sebab-sebab keletihan individu.


Rasional : Diketahuinya faktor-faktor penyebab maka diharapkan menghindarinya.

2. Hindari gangguan saat tidur

Rasional : Tidur merupakan upaya memulihkan kondisi yang telah menurun setelah

aktivitas.

3. Menganalisa bersama-bersama tingkat kelelahan dengan menggunakan skala

Rhoten (1982)

Rasional : Skala Rhoten untuk megetahui tingkat kelelahan yang dialami klien

4. Indentivikasi aktivitas-aktivitas penting dan sesuaikan antara aktivitas dengan

istirahat.

Rasional : Kelelahan terjadi karena ketidak seimbangan antara kebutuhan instrahat.

5. Ajarkan teknik pernafasan yang efektif

Rasional : Pernafasan efektif membatu terpenuhnya O2 dijaringan

6. Pertahankan tambahan O2 bila latihan.

Rasional : O2 digunakan untuk pembakaran glukosa menjadi energi.

7. Hindarkan penggunaan sedatif dan hipnotif.

Rasional : Sedatif dan hipnotik melemahkan otot-otot khususnya otot.

7. Risiko tinggi ketidak patuhan yang berhubungan dengan kurangnya pengetahuan

tentang ondisi dan perawatan diri pada saat pulang.

Tujuan : klien mampu mendemontrasikan keinginan untuk mengikuti rencana

pngobatan.

Kriteria hasil :
a. Klien mampu menyampaikan pengertian tentang kondisi dan perawatan diri pada

saat pulang.

b. Menggunakan alat-alat pernafasan yang tepat.

1. Bantu mengidentifikasi faktor-faktor pencetus serangan asma.

Rasional : Diketahuinya faktor pencetus mempermudah cara menghindari serangan

asma.

2. Ajarkan tindakan untuk mengatasi asma dan mencegah perawatan dirumah sakit.

Rasional : Tindakan preventif merupakan salah satu upaya yang dilakukan untuk

memberikan pelayanan secara komprehensif.

3. Anjurkan dan beri alternative untuk menghindari faktor pencetus.

Rasional : Salah satu upaya preventif adalah menghindarkan klien dari faktor

pencetus.

4. Ajarkan dan biarkan klien mengemontrasikan latihan pernafasan.

Rasional : Klien dengan asma sering mengalami kecemasan yang mengakibatkan

ola nafas tidak efektif sehingga perlu dilakukan latihan pernafasan

5. Jelaskan dan anjurkan untuk menghindari penyakit infeksi.

Rasional : Infeksi terutama ISPA menjadi fakor peyebab yang terjadi.

6. Instruksikan klien untuk melaporkan bisa ada perubahan karakteristik sputum,

peningkatan suhu, batuk, kelemahan nafas pendek ataupun peningkatan berat badan

atau bengkak pada telapak kaki.


Rasional : Perubahan yang terjadi menunjukan perlunya penanganan segera agar tidak

mengalami komplikasi.

3.4 Implementasi

Implementasi tindakan perawatan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk

mencapai tujuan yang spesifik. Tahap ini merupakan tahap keempat dalam proses

keperawatan, oleh karena itu pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan dirumuskan

dan mengacu pada rencana tindakan sesuai skala sangat urge, urgen dan tidak urgen.

Dalam pelaksanaan tindakan ada tiga tahapan yang harus dilalui yaitu: persiapan,

perencanaan, dan pendokumentasian.

a. Fase persiapan meliputi :

1. Review antisipasi tindakan keperawatan

2. Menganalisa pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan

3. Mengetahui komplikasi yang mungkin timbul

4. Persiapan alat

5. Persiapan lingkungan yang kondusif

6. Mengidentifikasi aspek hukum dan etik

b. Fase intervensi terdiri atas :

1. Independen : tindakan yang dilakukan oleh perawat tanpa petunjuk atau perintah

dokter atau tim kesehatan lainnya

2. Interdependen : tindakan perawat yang memerlukan kerjasama dengan kesehatan

lainnya (gizi,dokter,lab dll)


3. Dependen : berhubungan dengan tindakan medis atau menandakan dimana

tindakan medis dilakukan.

c. Fase dokumentasi

Merupakan suatu catatan lengkap dan akurat dari tindakan yang telah dilaksanakan.

Dalam pelaksanaan tindakan asuhan keperawatan pada klien dengan Asma, perawat

dapat berperan sebagai pelaksana keperawatan, pemberi support, pendidik, advokasi,

konselor dan pencatat/penghimpun data.

3.5 Evaluasi

Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan yang digunakan sebagai

alat untuk menilai keberhasilan dari asuhan keperawatan dan proses ini berlangsung

terus menerus yang diarahkan pada pencapaian tujuan yang diinginkan. Ada empat

yang dapat terjadi pada tahap evaluasi, yaitu :

1. Masalah teratasi seluruhnya

2. Masalah teratasi sebagian

3. Masalah tidak teratasi

4. Timbul masalah baru

Dalam hal ini evaluasi yang diharapkan pada klien dengan gangguan dengan sistem

pernafasan Asma Bronkial adalah:

a. Jalan nafas bersih

b. Pertukaran gas berjalan dengan baik atau normal

c. Nutrisi terpenuhi sesuai dengan kebutuhan tubuh


d. Infeksi tidak terjadi atau dapat dicegah

e. Pengetahuan klien dan keluarga tentang kondisi penyakitnya bertambah.

(marilyn E, Doengoes, 1999)

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Sistem pernafasan meliputi: rongga hidung, laring, trakea, dua bronkus, dan paru-paru

. Fungsi paru –paru ialah pertukaran gas oksigen dan karbondioksida. Pada pernapasan

melalui paru-paru atau pernapasan eksterna, oksigen dipungut melalui hidung dan

mulut pada waktu bernapas; oksigen masuk melalui trakea dan pipa bronkilal ke

alveoli, dan dapat berhubungan erat dengan darah di dalam darah diadalam kapiler

pulmonari.

Asma merupakan penyakit saluran napas yang ditandai oleh peningkatan daya

responsif percabangan trakeobronkial terhadap berbagai jenis stimulus. Penyakit asma

mempunyai manifestasi fisiologis berbentuk penyempitan yang meluas pada saluran


udara pernapasan yang dapat sembuh spontan atau sembuh dengan terapi dan secara

klinis ditandai oleh serangan mendadak dispnea, batuk, serta mengi. Penyakit ini

bersifat episodik dengan eksarsebasi akut yang diselilingi oleh periode tanpa gejala. (

Harrison )

Penyakit asma mempunyai manifestasi fisiologis berbentuk penyempitan yang meluas

pada saluran udara pernapasan yang dapat sembuh spontan atau sembuh dengan terapi

dan secara klinis ditandai oleh serangan mendadak dispnea, batuk, serta mengi.

Penyakit ini bersifat episodik dengan eksarsebasi akut yang diselilingi oleh periode

tanpa gejala. (Harrison)

Pengkajian pada penderita asma yaitu meliputi pengkajian data dasar identitas klien,

riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat kesehatan sekarang,

riwayat psikososial, dan pemeriksaan fisik. Diagnosa keperawatan pada penderita asma

adalah Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan sekresi kental

peningkatan produksi mukus dan

bronkospasme, Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan retensi CO2

peningkatan sekresi, peningkatan kerja pernafasan dan proses penyakit, Pemenuhan

nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan laju metabolik tinggi,

dispnea saat makan dan ansietas, Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan

tidak adekuat imunitas, Risiko tinggi kelelahan yang berhubungan dengan retensi CO2

hypoksemia, emosi yang terfokus pada pernafasan dan apnea tidur, Risiko tinggi
ketidak patuhan yang berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang kondisi dan

perawatan diri pada saat pulang.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul, Wahid. Keperawatan Medikal Bedah, Asuhan Keperawatan Pada Gangguan

Sistem Respirasi. 2013. Jakarta: TIM

Harrison. 2000. Prinsip-prinsip Ilmu penyakit Dalam. Jakarta : EGC

Limited Communication Cambridge.1999.Sistem Pernapasan dan Sistem

Kardiovaskular.Jakarta: EGC

Pearce C. Evelyn. Anatomi dan fisiologi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama

Smeltzer C. Suzanne, Brunner& Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan

Medikal Bedah.jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai