DIREKTORAT JENDERAL
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT
Tahun 2016
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016
DAFTAR ISI
C. TUJUAN .................................................................................................. 5
ii |
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016
BAB I
PENDAHULUAN
Visi dan Misi Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019 mengikuti Visi dan Misi Presiden
Republik Indonesia yaitu “Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan
Berkepribadian Berlandaskan Gotong-royong”. Upaya untuk mewujudkan visi ini adalah
melalui 7 misi pembangunan yaitu:
1. Terwujudnya keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah,
menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumber daya maritim dan
mencerminkan kepribadian Indonesia sebagai negara kepulauan.
2. Mewujudkan masyarakat maju, berkesinambungan dan demokratis berlandaskan
negara hukum.
3. Mewujudkan politik luar negeri bebas dan aktif serta memperkuat jati diri sebagai
negara maritim.
4. Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia yang tinggi, maju dan sejahtera.
5. Mewujudkan bangsa yang berdaya saing.
6. Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju, kuat dan
berbasiskan kepentingan nasional, serta
7. Mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan.
Selanjutnya terdapat 9 agenda prioritas yang dikenal dengan NAWA CITA yang ingin
diwujudkan yakni:
1|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016
B. LATAR BELAKANG
Tantangan pembangunan kesehatan semakin kompleks, Tantangan tersebut diantaranya
semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat pada pelayanan kesehatan yang bermutu
2|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016
; beban ganda penyakit (di satu sisi, angka kesakitan penyakit infeksi masih tinggi namun
di sisi lain penyakit tidak menular mengalami peningkatan yang cukup bermakna);
disparitas status kesehatan antar wilayah cukup besar, terutama di wilayah timur (daerah
terpencil, perbatasan dan kepulauan/DTPK); peningkatan kebutuhan distribusi obat yang
bermutu dan terjangkau; jumlah SDM Kesehatan kurang, disertai distribusi yang tidak
merata; adanya potensi masalah kesehatan akibat bencana dan perubahan iklim, serta
integrasi pembangunan infrastruktur kesehatan yang melibatkan lintas sektor di
lingkungan pemerintah, Pusat-Daerah, dan Swasta.
Dalam studi mengenai Beban Penyakit, Trauma dan Faktor Risiko di Indonesia tahun
2010 diketahui ada tiga besar penyakit penyebab kematian di Indonesia. Di urutan
pertama adalah stroke, tuberkulosis, dan kecelakaan lalu lintas. Kondisi ini menunjukkan
Indonesia sedang menuju pada masa transisi dari negara berkembang ke negara maju.
Dari pola penyakit, Indonesia pada transisi menuju negara maju dengan pendapatan per
kapita lebih tinggi. Pola penyakit negara maju adalah penyakit tidak menular seperti
stroke, hipertensi, jantung, kanker, dan sebagainya. Sementara penyakit menular seperti
tuberkulosis dan diare, lebih banyak terjadi di negara miskin. Sementara itu di wilayah
Indonesia Timur masalah sanitasi dan kebersihan masih jadi persoalan.
Disamping isu beban penyakit dan faktor risiko, isu lain yang muncul dalam pengendalian
penyakit dan penyehatan lingkungan adalah perubahan lingkungan strategis baik global,
regional maupun nasional. Beberapa yang kita hadapi kedepan antara lain :
1. Perkembangan Penduduk. Pertumbuhan penduduk Indonesia ditandai dengan
adanya window opportunity di mana rasio ketergantungannya positif, yaitu jumlah
penduduk usia produktif lebih banyak dari pada yang usia non-produktif, yang
puncaknya terjadi sekitar tahun 2030.
2. Berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) secara efektif pada tanggal 1
Januari 2016. Pemberlakukan ASEAN Community yang mencakup total populasi
lebih dari 560 juta jiwa, akan memberikan peluang (akses pasar) sekaligus tantangan
tersendiri bagi Indonesia. Implementasi ASEAN Economic Community, yang
mencakup liberalisasi perdagangan barang dan jasa serta investasi sektor
kesehatan.
3. Berakhirnya agenda Millennium Development Goals (MDGs) pada tahun 2015,
banyak negara mengakui keberhasilan dari MDGs sebagai pendorong tindakan-
tindakan untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan pembangunan
masyarakat. Khususnya dalam bentuk dukungan politik. Kelanjutan program ini
disebut Sustainable Development Goals (SDGs)
4. Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) merupakan respon global yang
paling kuat terhadap tembakau dan produk tembakau (rokok), yang merupakan
penyebab berbagai penyakit fatal
5. Agenda Ketahanan Kesehatan Global (Global Health Securty Agenda/GHSA)
dicanangkan di Washington DC dan Gedung PBB Genewa secara bersamaan pada
tanggal 13 Februari 2014.
3|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016
Melihat tantangan, isu dan perubahan lingkungan strategis diatas serta amanat Undang-
undang nomor 25 tahun 2004 tentang sistem perencanaan Pembangunan Nasional
(SPPN) Kementerian Kesehatan telah menyusun Rencana Strategis Kementerian
Kesehatan tahun 2015-2019 yang berisi upaya-upaya pembangunan bidang kesehatan
yang disusun dan dijabarkan dalam bentuk program, kegiatan, target, indikator termasuk
kerangka regulasi dan kerangka pendanaannya.
4|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016
Untuk mengukur tingkat pencapaian kinerja Ditjen P2P maka setiap tahun ditetapkan
perjanjian kinerja yang berisikan sasaran kinerja, indikator kinerja dan target yang ingin
dicapai. Perjanjian kinerja yang telah ditetapkan merupakan sasaran program dalam
Rencana Aksi Program dengan merujuk pada sasaran yang ditetapkan dalam RPJMN
dan Renstra serta memperhatikan tugas pokok dan fungsi Ditjen P2P. Perjanjian kinerja
yang telah ditetapkan tersebut akan dievaluasi pada tahun berikutnya melalui Laporan
Kinerja.
C. TUJUAN
Penyusunan Laporan Kinerja merupakan wujud melaksanakan Perpres No. 29 Tahun
2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dan Permenpan dan RB
Nomor 53 Tahun 2014 Tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja
Dan Tata Cara Reviu Atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah.
Tujuan penyusunan Laporan Kinerja Direktorat Jenderal P2P adalah untuk:
1. Memberikan informasi kinerja Ditjen P2P selama tahun 2016 yang telah ditetapkan
dalam dokumen perjanjian kinerja.
2. Sebagai bentuk pertanggung jawaban Ditjen P2P dalam mencapai sasaran/tujuan
strategis instansi.
3. Sebagai upaya perbaikan berkesinambungan bagi Ditjen P2P untuk meningkatkan
kinerjanya.
4. Sebagai salah satu upaya mewujudkan manajemen pemerintah yang efektif,
transparan dan akuntabel serta berorientasi pada hasil yang merupakan salah satu
agenda penting dalam reformasi pemerintah.
5|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016
6|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016
penyakit zoonotik, dan penyakit tidak menular, serta upaya kesehatan jiwa dan
Narkotika, Psikotropika, dan Zat adiktif lainnya (NAPZA);
E. STRUKTUR ORGANISASI
Selain itu, terjadi juga perubahan struktur organisasi yang mengacu pada Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 64 Tahun 2015 Tentang Organisasi Dan
Tata Kerja Kementerian Kesehatan sebagai berikut:
7|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016
Grafik 1.1
Dari jumlah pegawai di kantor Pusat, Direktorat SKK sebanyak 97 pegawai (16%),
Direktorat P2PTM sebanyak 79 orang (13%), Direktorat P2PTVZ sebanyak 98 orang
(16%), Direktorat P2PML sebanyak 103 pegawai (16%), Direktorat P2MKJN sebanyak 45
orang (7%) dan Sekretariat sebanyak 196 orang (31%)
Grafik 1.2
8|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016
G. SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika penulisasi Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit terdiri dari:
1. Kata Pengantar
2. Daftar Isi
3. Bab I. Pendahuluan
A. Visi dan Misi
B. Latar Belakang
C. Tugas Pokok dan Fungsi
D. Struktur Organisasi
E. Sumber Daya Manusia
F. Sistematika Penulisan
B. Realisasi Anggaran
Pada sub bab ini diuraikan realisasi anggaran yang digunakan untuk mewujudkan
kinerja organisasi sesuai dengan dokumen Perjanjian Kinerja termasuk efisiensi
penggunaan sumber daya.
7. Lampiran
9|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016
BAB II
PERENCANAAN KINERJA
A. PERENCANAAN KINERJA
Perencanaan Kinerja merupakan suatu proses yang berorientasi pada hasil yang
ingin dicapai selama kurun waktu satu sampai dengan lima tahun secara
sistematis dan berkesinambungan dengan memperhitungkan potensi, peluang
dan kendala yang ada atau yang mungkin timbul. Dalam sistem akuntabilitas
kinerja instansi pemerintah (SAKIP) perencanaan kinerja instansi pemerintah
terdiri atas tiga instrumen yaitu: Rencana Strategis (Renstra) yang merupakan
perencanaan 5 tahunan, Rencana Kinerja Tahunan (RKT) dan Perjanjian Kinerja
(PK). Perencanaan 5 tahunan Ditjen P2P mengacu kepada dokumen Rencana
Aksi Program Ditjen PP dan PL Tahun 2015-2019. Terkait dengan perubahan
SOTK baru sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
nomor 64 tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan
maka telah dilakukan revisi terhadap Rencana Aksi Program Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit Tahun 2015-2019.
10 |
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016
nasional dilakukan dengan strategi perluasan sasaran dan benefit serta kendali
mutu dan kendali biaya.
11 |
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016
TABEL 2.1
SASARAN PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT
TAHUN 2015 - 2019
TARGET
SASARAN INDIKATOR
2015 2016 2017 2018 2019
Menurunnya 1. Persentase kabupaten/kota
penyakit yang mencapai 80 persen
75 80 85 90 95
menular dan imunisasi dasar lengkap
tidak menular pada bayi
serta
2. Jumlah kab/kota dengan
meningkatnya 225 245 265 285 300
eliminasi malaria
kualitas
kesehatan 3. Jumlah kab/kota endemis
lingkungan filariasis berhasil
menurunkan angka 35 45 55 65 75
mikrofilaria <1 persen
12 |
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016
TARGET
SASARAN INDIKATOR
2015 2016 2017 2018 2019
yang melaksanakan
kebijakan kesiapsiagaan
dalam penanggulangan
kedaruratan kesehatan
masyarakat yang berpotensi
wabah sebesar 100%
B. PERJANJIAN KINERJA
Perjanjian kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
merupakan dokumen pernyataan kinerja/kesepakatan kinerja/perjanjian kinerja
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit dengan Menteri
Kesehatan untuk mewujudkan target-target kinerja sasaran Ditjen P2P pada
akhir Tahun 2016. Perjanjian Kinerja Ditjen P2P disusun berdasar Rencana
Rencana Aksi Program Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
Tahun 2015-2019. Perjanjian Kinerja merupakan Rencana Kinerja Tahunan
(RKT) dan telah mendapat persetujuan anggaran. Perjanjian Kinerja Ditjen P2P
Tahun 2016 telah disusun, didokumentasikan dan ditetapkan setelah turunnya
DIPA dan RKA-KL Tahun 2016. Target-target kinerja sasaran kegiatan yang ingin
dicapai Ditjen P2P dalam dokumen Perjanjian Kinerja Tahun 2016 adalah
sebagai berikut:
TABEL 2.2
PERJANJIAN KINERJA
PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT TAHUN 2016
NO INDIKATOR TARGET
1 Persentase kabupaten/kota yang mencapai 80 persen 80%
imunisasi dasar lengkap pada bayi
2 Jumlah kab/kota dengan eliminasi malaria 245 kab/kota
3 Jumlah kab/kota endemis filariasis berhasil menurunkan 45 kab/kota
angka mikrofilaria <1 persen
4 Jumlah provinsi dengan eliminasi kusta 23 provinsi
5 Prevalensi TB sebesar 280 per 100.000 penduduk 271 per 100.000
penduduk
6 Prevalensi HIV (persen) <0,5%
7 Prevalensi merokok pada penduduk usia ≤ 18 tahun 6,4%
13 |
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016
NO INDIKATOR TARGET
8 Persentase kabupaten/kota yang mempunyai Kebijakan 46%
kesiapsiagaan dalam penanggulangan kedaruratan
kesehatan masyarakat yang berpotensi wabah
9 Persentase respon sinyal SKD dan KLB, bencana dan 60%
kondisi matra di wilayah layanan BTKL
10 Persentase teknologi tepat guna PP dan PL yang 35%
dihasilkan BTKL meningkat 50 % dari jumlah TTG tahun
2014
11 Persentase Pelabuhan/Bandara/PLBD yang 70%
melaksanakan kebijakan kesiapsiagaan dalam
penanggulangan kedaruratan kesehatan masyarakat
yang berpotensi wabah
14 |
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016
BAB III
AKUNTABILITAS KINERJA
A. CAPAIAN KINERJA
Dalam mengukur kinerja program pencegahan dan pengendalian penyakit di tahun 2016
terdapat beberapa sasaran strategis yang tertuang dalam dokumen Rencana Aksi
Program P2P tahun 2016.
Berikut adalah target dan capaian indikator program pencegahan dan pengendalian
penyakit tahun 2016.
Tabel 3.1
Target Dan Capaian Indikator Program P2P Tahun 2016
NO INDIKATOR TARGET CAPAIAN KINERJA
1 Persentase kabupaten/kota yang 80% 80.7% 100.9%
mencapai 80 persen imunisasi dasar
lengkap pada bayi.
2 Jumlah kabupaten/kota dengan 245 kab/kota 247 kab/kota 100.8%
eliminasi malaria.
3 Jumlah kabupaten/kota endemis 45 kab/kota 46 kab/kota 102.2%
filariasis berhasil menurunkan angka
mikrofilaria <1 persen.
4 Jumlah Provinsi dengan eliminasi 23 Provinsi 23 Provinsi 100%
kusta.
5 Prevalensi TB per 100.000 penduduk 271 per 257 per 105,2%
100.000 100.000
penduduk penduduk
15 |
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016
b. Definisi Operasional
Persentase kabupaten/kota dimana minimal 80% bayi 0-11 bulan di
kabupaten/kota tersebut telah mendapat satu kali imunisasi Hepatitis B, satu kali
imunisasi BCG, tiga kali imunisasi DPT-HB (DPT-HB-Hib), empat kali imunisasi
polio, dan satu kali imunisasi campak dalam kurun waktu satu tahun.
c. Rumus/Cara perhitungan
Jumlah kabupaten/kota yang memiliki cakupan imunisasi dasar lengkap minimal
80% dari sasaran bayinya dalam kurun waktu satu tahun dibagi jumlah seluruh
kabupaten/kota selama kurun waktu yang sama dikali 100%.
Rumus:
∑K80% IDL
%K80% IDL = X 100%
∑KK
16 |
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016
Keterangan:
%K80%IDL : Persentase kabupaten/kota yang mencapai 80% imunisasi dasar
lengkap pada bayi
∑K80%IDL : Jumlah kabupaten/kota yang memiliki cakupan imunisasi dasar
lengkap minimal 80% dari sasaran bayinya dalam kurun waktu
satu tahun
∑ KK : Jumlah seluruh kabupaten/kota selama kurun waktu yang sama
d. Capaian Indikator
Grafik 3.1
Persentase kabupaten/kota yang mencapai 80 persen
Imunisasi Dasar Lengkap pada bayi tahun 2015-2016
Pada tahun 2015, sebanyak 339 (66%) kabupaten/kota telah memenuhi minimal
80% sasaran bayinya mendapatkan imunisasi dasar lengkap sehingga dari target
sebesar 75%, capaian pada tahun 2015 sebesar 88%. Pada tahun 2016,
sebanyak 415 (80.7%) kabupaten/kota telah mencapai target minimal 80%
sasaran bayinya mendapatkan imunisasi dasar lengkap sehingga capaian
sebesar 100.9% dari target 80%. Sehingga pada tahun 2016 target persentase
kabupaten/kota yang mencapai 80% imunisasi dasar lengkap telah tercapai.
17 |
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016
Grafik 3.2
Penurunan Kasus PD3I Tahun 2013 dan 2016
18 |
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016
dan LS terkait (MUI, Perdhaki, Muslimat NU, Aisyiah, Fathayat NU, PKK,
TOMA, TOGA dsb) missal keluarnya fatwa MUI tentang Imunisasi,
keterlibatan dalam kegiatan PIN sehingga mencapai target.
h. Pemecahan Masalah
- Pelaksanaan kegiatan SOS di daerah sulit (Daerah Terpencil, Perbatasan,
Terluar dan Kepulauan)
- Peningkatan kapasitas petugas pengelola imunisasi di setiap jenjang
administrasi (provinsi, kabupaten/kota dan puskesmas);
- Pengembangan sistem pencatatan dan pelaporan berbasis elektronik;
- Pemanfaatan sistem Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) Imunisasi dan
berbagai perangkat pemantauan program imunisasi (Data Quality Self-
assessment, Effective Vaccine Management dan Supervisi Suportif);
- Penyediaan peralatan cold chain secara bertahap sesuai dengan kebutuhan
program imunisasi di tingkat pelayanan primer melalui pembiayaan APBN
maupun dana hibah;
- Advokasi dan sosialisasi kepada tokoh dan kelompok masyarakat serta
penyampaian informasi melalui berbagai media bekerjasama dengan lintas
program dalam Kemenkes maupun lintas sector dan berbagai organisasi
masyarakat.
19 |
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016
b. Definisi operasional
Upaya untuk menghentikan penularan malaria setempat (indigenous) dalam satu
wilayah geografis tertentu, dan bukan berarti tidak ada kasus malaria impor serta
sudah tidak ada vektor malaria di wilayah tersebut sehingga tetap dibutuhkan
kegiatan kewaspadaan untuk mencegah penularan kembali.
c. Rumus/cara perhitungan
Akumulasi jumlah kab/kota yang mencapai eliminasi malaria.
d. Capaian indikator
Kabupaten/kota yang telah mencapai eliminasi malaria pada tahun 2016 yaitu
sebanyak 247 kabupaten/kota dari target yang ditentukan sebesar 245 kab/kota
atau pencapaian kinerja sebesar 100,8%. Terjadi peningkatan jumlah
Kabupaten/Kota yang telah mencapai eliminasi malaria dari tahun 2013
sebanyak 1 Kab/Kota, meningkat menjadi 213 Kab/Kota pada tahun 2014,
meningkat menjadi 232 Kab/Kota pada tahun 2015 dan meningkat menjadi 247
pada tahun 2016.
20 |
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016
Grafik 3.3
Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa jumlah kabupaten/kota yang telah
mencapai eliminasi Malaria semakin meningkat setiap tahunnya. Persentase
capaian eliminasi malaria per Provinsi di Indonesia dapat dilihat pada peta dan
tabel dibawah ini:
Peta 3.1
Sebaran Eliminasi Malaria Per Provinsi
21 |
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016
Tahapan eliminiasi malaria dimulai dari Kepulauan Seribu, Bali dan Batam pada
tahun 2010. Selanjutnya Jawa, Provinsi Aceh dan Provinsi Riau pada tahun
2015. Tahap ketiga adalah Sumatera kecuali Aceh dan Kepulauan Riau, NTB,
Kalimantan dan Sulawesi sampai tahun 2020. Terakhir adalah Provinsi Nusa
Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara, Papua Barat dan Papua pada tahun
2030. Pada tabel dibawah ini tersaji secara rinci jumlah Kab/Kota dengan
eliminasi malaria per Provinsi di Indonesia.
Tabel 3.2
Jumlah Kab/Kota dengan eliminasi malaria per Provinsi di Indonesia
No Provinsi Kab/ Eliminasi % No Provinsi Kab/ Eliminas %
Kota Kota i
1 Aceh 23 18 78% 18 NTB 10 3 30%
2 Sumatera Utara 33 18 55% 19 Kalimantan 13 4 31%
Selatan
3 Sumatera Barat 19 16 84% 20 Kalimantan 14 5 36%
Tengah
4 Riau 12 7 58% 21 Kalimantan Barat 14 2 14%
5 Kepulauan Riau 7 3 43% 22 Kalimantan Timur 10 3 30%
6 Jambi 11 3 27% 23 Kalimantan Utara 5 1 20%
7 Bengkulu 10 3 30% 24 Sulawesi Utara 15 3 20%
8 Sumatera Selatan 17 7 41% 25 Sulawesi 17 8 47%
Tenggara
9 Bangka Belitung 7 5 71% 26 Sulawesi Tengah 13 3 23%
10 Lampung 15 5 33% 27 Sulawesi Selatan 24 14 58%
11 DKI Jakarta 6 6 100% 28 Gorontalo 6 2 33%
12 Jawa Barat 27 23 85% 29 Sulawesi Barat 6 1 17%
13 Banten 8 6 75% 30 NTT 22 0 0%
Sampai akhir tahun 2016 beberapa kemajuan telah dicapai, antara lain:
1) Sebanyak 247 kabupaten/kota telah menerima sertifikat eliminasi malaria dan
dalam dalam tahap pemeliharaan/ bebas penularan malaria. Sesuai dengan
RPJMN 2015-2019, tahun 2016 ditargetkan sejumlah 245 kabupaten/kota
menerima sertifikat eliminasi malaria.
2) Total kabupaten/kota dengan API < 1 per 1000 penduduk meningkat dari 379
kabupaten/kota pada tahun 2015 menjadi 400 pada tahun 2016 dan telah
mencapai target Renstra sebesar 360 pada tahun 2016.
3) Kabupaten/kota dengan tingkat endemis rendah meningkat dari 143 menjadi
153 kabupaten/kota.
22 |
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016
Selain capaian target diatas, target RPJMN dan Renstra pada tahun 2016
juga telah tercapai. Ada 2 indikator RPJMN yang merupakan indikator
pemantauan Program Prioritas Janji Presiden tahun 2016 oleh KSP (Kantor
Staf Presiden) yakni 1) persentase suspek malaria yang dilakukan konfirmasi
laboratorium baik menggunakan mikroskop maupun Rapid Diagnostik Test
(RDT) dari semua suspek yang ditemukan dan 2) Persentase pengobatan
standar malaria, seperti yang terlihat dalam tabel berikut ini.
Tabel 3.4
Capaian Indikator Program Prioritas Janji Presiden/Wakil Presiden
Kriteria 2015 2016
Target
Keberhasilan Capaian Keterangan Capaian Keterangan
Jumlah suspek: Jumlah suspek:
Persentase kasus 1.599.247 921.315
suspek malaria yang jumlah sediaan jumlah sediaan
>95% 98% 97%
dikonfirmasi (dengan darah yang darah yang
mikroskop/RDT) diperiksa : diperiksa :
1.567.539 889.297
23 |
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016
Persentase kasus
Jumlah Positif Jumlah Positif
malaria positif yang
Malaria : 217,025 Malaria :
diobati dengan ACT
> 85% 91% Jumlah 94% 130.627 Jumlah
(Arthemisinin Based
Pengobatan ACT : Pengobatan
Combination
195.780 ACT : 122.892
Therapy)
Berdasarkan data pada tabel diatas ditemukan suspek yang ditemukan pada
tahun 2016 yaitu sebesar 921.315 menurun dibanding tahun sebelumnya
yaitu 1.599.247 dengan jumlah sediaan darah yang diperiksa sebesar
889.297 sehingga persentase pemeriksaan sediaan darah pada tahun 2016
sebesar 97%. Capaian tersebut masih diatas target persentase pemeriksaan
sediaan darah yang diharapkan adalah di atas 95 %. Persentase tersebut
berdasarkan laporan Januari-November 2016 dengan kelengkapan laporan
sebesar 82% sehingga presentase capaian tersebut masih dapat terjadi
perubahan kembali.
Dari tahun 2012 – 2016 pemeriksaan sediaan darah (konfirmasi laboratorium)
terhadap suspek malaria mengalami fluktuatif yaitu pada tahun 2012 sebesar
93% sedangkan pada tahun 2016 meningkat menjadi 97 % yang dapat dilihat
seperti pada grafik dibawah ini :
Grafik 3.4
pada 5 provinsi didaerah KTI dengan hasil yaitu sensitivitas sebesar 80,6%,
spesifisitas sebesar 84,2% dan akurasi spesies sebesar 60,7%. Secara
umum cukup baik hanya pada pembacaan akurasi spesies yang masih
dibawah 70%.
Grafik 3.5
Grafik 3.6
Distribusi Kelambu Tahun 2004-2016
26 |
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016
27 |
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016
28 |
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016
h. Pemecahan Masalah
1) Peningkatan akses layanan malaria yang bermutu
- Penerapan sistem jejaring public-privite mix layanan malaria.
29 |
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016
b. Definisi operasional
Jumlah kab/kota yang telah selesai melakukan Pemberian Obat Pengobatan
Massal (POPM) Filariasis selama 5 tahun berturut, kemudian 6 bulan setelahnya
pada pemeriksaan darah jari berhasil menurunkan angka mikrofilaria (mf rate)
menjadi < 1%.
c. Rumus/cara perhitungan
Akumulasi jumlah kab/kota endemis yang berhasil menurunkan angka
mikrofilaria menjadi < 1%.
30 |
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016
d. Capaian indikator
Target indikator Laporan Kinerja tahun 2016 adalah 45 kabupaten/kota berhasil
menurunkan angka mikrofilaria <1%, pada realisasi kinerja 2016 telah dicapai 46
kabupaten/kota yang berhasil menurunkan angka mikrofilaria < 1% dengan
capaian 2016 sebesar 102.2% seperti yang terlihat dalam tabel dibawah ini.
31 |
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016
32 |
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016
33 |
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016
h. Pemecahan Masalah
1) Peningkatan promosi POPM Filariasis melalui media yang efektif dengan
menggunakan pendekatan kearifan lokal.
2) Mempersiapkan SDM baik di tingkat pusat maupun daerah, konsolidasi,
koordinasi serta upaya penguatan kapasitas lainnya.
3) Melaksanakan pembinaan dan asistensi teknis program eliminasi filariasis di
tingkat provinsi, kabupaten, dan puskesmas.
b. Definisi operasional
Jumlah provinsi yang mempunyai angka prevalensi kusta kurang dari 1/10.000
penduduk pada tahun tertentu.
c. Rumus/cara perhitungan
Jumlah kumulatif provinsi yang telah mencapai eliminasi kusta (angka prevalensi
<1/10.000 penduduk) pada tahun tertentu.
Sedangkan rumus menghitung prevalensi sebagai berikut :
d. Capaian indikator
Target indikator yang ingin dicapai di tahun 2016, yakni 23 provinsi dengan
realisasi pencapaian sebesar 23 provinsi sehingga pencapaian indikator ini
sebesar 100%. Apabila dibandingkan dengan pencapaian tahun 2015 (21
provinsi), jumlah provinsi yang mencapai eliminasi di tahun 2016 meningkat
dengan penambahan pencapaian status eliminasi pada Provinsi Aceh dan
34 |
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016
Grafik 3.9
Dari hasil analisis lokal spesifik daerah, didapatkan beberapa temuan yang
mendorong teracapainya target tersebut. Di Provinsi Aceh, berbagai upaya
advokasi dan pendekatan terhadap pemegang kebijakan dilakukan. Hasilnya
program kusta berhasil masuk dalam program prioritas dan mendapat alokasi
Dana Otonomi Khusus. Melalui dukungan dana pusat dan daerah,
diselenggarakan beberapa kegiatan promosi dan penemuan kasus aktif berupa
penyebaran informasi kusta kepada masyarakat dan Rapid Village Survei (RVS)
secara intensif. Melalui kegiatan tersebut, banyak kasus-kasus tersembunyi yang
ditemukan terutama berasal dari daerah-daerah terpencil yang selama ini belum
pernah terjangkau oleh kegiatan penemuan kasus. Semakin banyak kasus yang
ditemukan, maka akan semakin banyak kasus yang mendapat pengobatan dan
tidak menjadi sumber penularan bagi masyarakat sekitar.
35 |
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016
Peta 3.2
Gambar 3.1
Wasor Kabupaten bersama-sama dengan Wasor Provinsi sedang
melakukan pemeriksaan bercak dalam kegiatan Intensifikasi Penemuan
Kasus Kusta dan Frambusia
37 |
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016
38 |
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016
g. Pemecahan Masalah
1. Meningkatkan kegiatan advokasi dan sosialisasi program terhadap pemangku
kepentingan terkait agar dapat meningkatkan komitmen dalam pencapaian
eliminasi kusta. Dengan kegiatan tersebut diharapkan pemangku kepentingan
terkait dapat merumuskan kebijakan strategis dan meningkatkan alokasi
sumberdaya daerah dalam pelaksanaan program.
2. Menganggarkan dan melaksanakan peningkatan kapasitas tenaga kesehatan
secara rutin untuk mengatasi masalah angka mutasi petugas yang tinggi, agar
pelaksanaan program pencegahan dan pengendalian kusta dapat tetap
berjalan lancar.
3. Melaksanakan intensifikasi penemuan kasus di khusus daerah remote area,
untuk meningkatkan jangkauan penemuan dan pengobatan penderita kusta.
Tujuan utama dari kegiatan ini adalah untuk memutus dan menghilangkan
sumber penularan penyakit kusta.
4. Meningkatkan promosi dan sosialisasi kepada masyarakat untuk
menghilangkan stigma kusta di masyarakat.
39 |
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016
b. Definisi operasional
Jumlah kasus TB semua kasus (berbasis mikroskopis) per seratus ribu penduduk
di wilayah tertentu dan waktu tertentu.
c. Rumus/cara perhitungan
Jumlah kasus TB semua
kasus dalam suatu wilayah
tertentu pada waktu
tertentu
x 100.000 penduduk
Jumlah penduduk dalam
suatu wilayah tertentu pada
waktu tertentu
Data ini idealnya diperoleh dari Survei Prevalensi TB (SPTB). Akan tetapi, SPTB
tidak dapat dilaksanakan setiap tahun dikarenakan biaya yang sangat besar,
sehingga Sub Direktorat (Subdit) TB melakukan pemodelan estimasi prevalensi
TB (berbasis mikroskopis) yang dibantu oleh KOMLI TB yang sudah terbentuk
pada tahun 2016 oleh Menteri Kesehatan melalui Kepmenkes No
HK.02.02/Menkes/454/2016.
d. Capaian indikator
Berdasarkan Global Report TB tahun 2015, capaian indikator prevalensi TB
tahun 2015 sebesar 647 per 100.000 penduduk. Meskipun estimasi prevalensi
TB di tahun 2015 lebih tinggi dari estimasi di tahun sebelumnya, angka ini tidak
menunjukkan peningkatan prevalensi. Metode survey dari Survey Prevalensi TB
tahun 2013-2014 menggunakan metode yang lebih sensitif dan spesifik
40 |
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016
Berdasarkan grafik di atas, capaian prevalensi kasus tahun 2014 mencapai 267
per 100.000 penduduk dengan target 272 per 100.000 penduduk, kemudian
menurun tahun 2015 menjadi 263 per 100.000 penduduk dengan target 280 per
100.000 penduduk dan tahun 2016 sebesar 257 per 100.000 penduduk dengan
target 271 per 100.000 penduduk. Indikator ini adalah indikator negatif yang
artinya jika semakin besar realisasi semakin buruk kinerjanya dan sebaliknya jika
semakin kecil realisasi maka semakin baik kinerjanya. Dengan demikian pada
tahun 2016, indikator Prevalensi TB telah mencapai target.
41 |
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016
42 |
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016
h. Pemecahan Masalah
Untuk mencapai target, Program TB melaksanakan kegiatan yang berdasarkan 6
strategi yaitu:
43 |
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016
b. Rumus/cara perhitungan
Mempergunakan perhitungan mathematic modelling
c. Capaian indikator
Perhitungan angka prevalensi di Indonesia tidak dilakukan melalui survey karena
membutuhkan sumber daya yang sangat besar, melainkan didapatkan dari hasil
pemodelan matematika. Dari hasil pemodelan tahun 2014 diketahui bahwa
prevalensi dalam populasi umum masih rendah. Namun demikian dari hasil sero
surveilans maupun Surveilens Terpadu Biologi dan Perilaku pada populasi
beresiko tahun 2015 diketahui bahwa prevalensi HIV diatas 5%. Hal ini
menunjukkan pola epidemi HIV AIDS di Indonesia masih terkonsentrasi.
Grafik 3.11
Target dan Realisasi Capaian Prevalensi HIV Tahun 2016
44 |
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016
Grafik 3.12
Target dan Realisasi Capaian Prevalensi HIV Tahun 2014-2016
Grafik 3.13. Jumlah Kasus HIV dan Kasus AIDS Tahun 2014-2016
Adanya penurunan jumlah kasus baru HIV dan AIDS pada tahun 2016
menggambarkan peningkatan dalam upaya pencegahan penularan HIV. Sejak
HIV pertama kali ditemukan di Indonesia berbagai upaya telah dilakukan untuk
menemukan ODHA, memberikan pengobatan dan perawatan ODHA, dan
mencegah penularan kepada orang yang belum terinfeksi. Berbagai kebijakan
terus dikembangkan dan diperbaharui sesuai dengan perkembangan dan
45 |
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016
46 |
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016
47 |
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016
48 |
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016
49 |
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016
g. Pemecahan Masalah
Meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalam penanggulangan HIV dan
AIDS melalui kerjasama nasional, regional, dan global dalam aspek legal,
organisasi, pembiayaan, fasilitas pelayanan kesehatan dan sumber daya
manusia;
Meningkatkan advokasi, sosialisasi, dan mengembangkan kapasitas;
Meningkatkan upaya penanggulangan HIV dan AIDS yang merata,
terjangkau, bermutu, dan berkeadilan serta berbasis bukti, dengan
mengutamakan pada upaya preventif dan promotif;
Meningkatkan jangkauan pelayanan pada kelompok masyarakat berisiko
tinggi, dengan berfokus pada daerah yang memiliki risiko tertinggi dan
beban tertinggi
Meningkatkan pembiayaan penanggulangan HIV dan AIDS melalui Adinkes
(Asosiasi Dinas Kesehatan seluruh Indonesia);
Meningkatkan pengembangan dan pemberdayaan sumber daya manusia
yang merata dan bermutu dalam penanggulangan HIV dan AIDS;
Meningkatkan ketersediaan, dan keterjangkauan pengobatan, pemeriksaan
penunjang HIV dan AIDS serta menjamin keamanan, kemanfaatan, dan
mutu sediaan obat dan bahan/alat yang diperlukan dalam penanggulangan
HIV dan AIDS; dan
Penguatan sistem logistik sebagai upaya perbaikan dalam
mendistribusikan reagen dan obat HIV AIDS dan IMS sehingga tepat guna,
serta mengurangi risiko kekosongan obat ataupun obat expired
Revitalisasi pengendalian IMS di Puskesmas dan RS,
Penguatan surveilans IMS dan HIV di kabupaten/kota prioritas,
Peningkatan keterlibatan komunitas/LSM peduli AIDS, populasi kunci dan
kader masyarakat dalam upaya penjangkauan,
Perluasan jangkauan pengobatan ARV sampai ke tingkat Puskesmas,
Perluasan kampanye tentang HIV dan AIDS, bahaya Napza, dan seks
bebas di lingkungan pendidikan formal dan non-formal.
Meningkatkan peranan KDS dan keluarga sebagai petugas pendamping
ODHA
Peningkatan kemampuan layanan dan SKPD di daerah dalam melakukan
analisis situasi berdasarkan data kuantitatif dan kualitatif yang telah
tersedia.
50 |
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016
Sekitar 78% perokok mengaku mulai merokok sebelum umur 19 tahun dan
sepertiga dari siswa sekolah mengaku mencoba menghisap rokok pertama kali
sebelum umur 10 tahun. Selain itu Indonesia sebagai negara dijuluki “baby
Smoker” karena memiliki 239.000 perokok anak dibawah 10 tahun (GYTS 2014).
Oleh karena itu untuk menggambarkan pengendalian PTM dan faktor risikonya
disusun indikator ini yang dapat menggambarkan tingkat keparahan kondisi
konsumsi rokok dimasyarakat, karena anak merupakan kelompok masyarakat
yang rentan untuk mencontoh perilaku orang dewasa dan gencarnya paparan
iklan produk di sekitarnya. Selain itu, timbulnya penyakit dampak rokok akan
semakin cepat dengan semakin mudanya seseorang memulai kebiasaan
merokok dan terkena paparan asap rokok.
b. Pengertian
- Anak perokok adalah anak yang dalam 1 bulan terakhir kadang-kadang atau
setiap hari merokok.
- Penduduk usia 10 sampai dengan 18 tahun adalah penduduk yang berusia 10
tahun (> 120 bulan) sampai dengan 18 tahun (216 bulan) pada saat
pengumpulan data dilakukan.
c. Definisi operasional
Persentase penurunan prevalensi merokok pada usia ≤ 18 tahun adalah jumlah
anak di Indonesia yang berusia 10 sampai dengan 18 tahun yang diketahui
sebagai perokok melalui pengambilan data faktor risiko baik survei atau metode
lainnya, dibandingkan dengan jumlah semua anak yang berusia 10 sampai
dengan 18 tahun di Indonesia yang terdata di tahun tersebut (data BPS).
51 |
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016
d. Rumus/cara perhitungan
e. Capaian indikator
Indikator ini merupakan indikator Renstra Kementerian Kesehatan Tahun 2015-
2019. Capaian indikator prevalensi merokok ini diperoleh melalui metode survei
indikator kesehatan nasional, November 2016, yang dilaksanakan oleh
Balitbangkes. Hasil survei prevalensi merokok pada usia ≤ 18 tahun tahun 2016
adalah sebesar 8,8%. Jika dibandingkan dengan target pada tahun 2016 adalah
sebesar 6,4% yang berarti terjadi peningkatan prevalensi merokok. Sehingga
pencapaian indikator sebesar 62,5%.
Grafik 3.14
Persentase penurunan prevalensi merokok pada usia ≤ 18 tahun
Tahun 2016
Grafik 3.15
Persentase Target dan Realisasi Kab/Kota yang memiliki Peraturan
Tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR), Tahun 2015-2016
Jika dilihat dari persentase kab/kota yang memiliki peraturan tentang Kawasan
Tanpa Rokok (KTR) tahun 2015 dengan 2016, terjadi penambahan jumlah
kab/kota yang memiliki peraturan tentang KTR. Walaupun terjadi penambahan
dan telah mencapai target yang diharapkan, namun kab/kota yang memiliki
peraturan tentang KTR masih dibawah 50%, kemungkinan hal ini berpengaruh
terhadap lingkungan dan perilaku anak usia ≤ 18 tahun dalam perilaku
merokok.
53 |
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016
Grafik 3.16
Persentase Target dan Realisasi Kab/Kota yang Melaksanakan
Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Minimal 50% Sekolah
Tahun 2015-2016
54 |
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016
i. Pemecahan Masalah
Meningkatkan komitmen daerah dalam pengembangan dan implementasi
regulasi tentang pengendalian tembakau di berbagai level pemerintahan.
Meningkatkan dukungan oleh semua pihak terkait dan masyarakat diberbagai
tatanan melalui berbagai kegiatan:
56 |
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016
57 |
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016
Untuk itu dipandang sangat penting, setiap kabupaten kota memiliki kontijensi
plan dalam menghadapi kedaruratan kesehatan yang potensial terjadi di daerah
masing masing.
b. Definisi operasional
Kab/kota yang memiliki pintu masuk internasional dalam hal ini pelabuhan,
bandar udara dan PLBDN melakukan kesiapsiagaan terhadap potensi
kedaruratan kesehatan masyarakat yang disebabkan oleh penyakit, bahan kimia,
radio nuklir dan keamanan pangan.
Upaya kesiapsiagaan tersebut termasuk menyusun dokumen kebijakan bersama
lintas program dan lintas sektor terkait (satuan ker ja perangkat daerah) untuk
penanggulangan kedaruratan kesehatan masyarakat yang berpotensi wabah.
c. Rumus/cara perhitungan
Jumlah kabupaten/kota yang mempunyai
kebijakan kesiapsiagaan dalam penanggulangan
kedaruratan kesehatan masyarakat yang
berpotensi wabah
x 100%
Jumlah kabupaten/kota yang memiliki pintu masuk
internasional
d. Capaian indikator
Indikator ini merupakan indikator Renstra Kementerian Kesehatan Tahun 2015-
2019. Pada tahun 2016, persentase kabupaten/kota dengan pintu masuk
internasional yang memiliki dokumen rencana kontinjensi penanggulangan
Kedaruratan Kesehatan Masyarakat (KKM) telah mencapai 47,2% dari target
46% sehingga pencapaian sebesar 103.7%. Sedangkan pada tahun 2015,
persentase kab/kota yang memiliki dokumen rencana kontinjensi
penanggulangan KKM sebanyak 27.35% dari target 29%.
58 |
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016
Grafik 3.17
Peta 3.3
59 |
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016
60 |
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016
h. Pemecahan Masalah
1) Mengintensifkan kegiatan sosialisasi kebijakan kesiapsiagaan terhadap
kedaruratan kesehatan masyarakat kepada pemerintah daerah sasaran
untuk menyamakan pemahaman dan rencana tindak lanjut pelaksanaan
kegiatan pembuatan dokumen rencana kontingensi. Hal ini dapat
meningkatkan komitmen daerah dalam melaksanakan program yang
disepakati.
2) Mendorong kabupaten/kota sasaran untuk menyelesaikan hambatan
administrasi agar kegiatan dapat terlaksana sesuai dengan rencana yang
telah disepakati baik melalui mekanisme pembiayaan dekonsentrasi maupun
pusat
3) Memaksimalkan potensi sumber daya manusia untuk memenuhi permintaan
narasumber dari berbagai daerah untuk memfasilitasi pembentukan dokumen
rencana kontigensi.
4) Mengoptimalisasikan potensi daerah dalam kesiapsiagaan kedaruratan
khususnya kedaruratan bencana alam untuk memperkaya dan memperkuat
substansi kedaruratan kesehatan masyarakat.
5) Menyesuaikan metode penyusunan dokumen dengan waktu yang tersedia
termasuk design kegiatan yang interaktif (diskusi, table top, simulasi) dan
penyusunan draft awal sebelum pertemuan.
9. Persentase respon sinyal SKD dan KLB, bencana dan kondisi matra di wilayah
layanan BTKL sebesar 60%
a. Penjelasan Indikator
Indikator respon Sinyal Kewaspadaan DIni (SKD) dan Kejadian Luar Biasa
(KLB), bencana dan kondisi matra di wilayah layanan B/BTKLPP dilakukan oleh
seluruh B/BTKLPP untuk kegiatan SKD KLB, kegiatan bencana dan kondisi
matra di seluruh wilayah layanan kerja B/BTKLPP.
b. Definisi operasional
Jumlah/frekuensi sinyal SKD dan KLB, bencana dan kondisi matra yang direspon
< 24 jam terhitung mulai diterimanya laporan dari stakeholders dibandingkan
dengan jumlah/frekuensi sinyal SKD dan KLB, bencana dan kondisi matra yang
dilaporkan stakeholders.
c. Pengertian
Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya kejadian kesakitan/kematian dan
atau meningkatnya suatu kejadiaan kesakitan kematian yang bermakna secara
epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu (Undang Undang
Wabah, 1984).
61 |
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016
Respon sinyal SKD dan KLB adalah respon kewaspadaan dini yang dilakukan
dalam rangka mengantisipasi terhadap terjadinya penyakit potensial KLB yang
diperoleh berdasarkan deteksi dini KLB di wilayah kerja B/BTKL-PP dan atau dari
permintaan stakeholder serta respon penanggulangan KLB sesuai dengan
pedoman.
Kondisi Matra adalah keadaan dari seluruh aspek pada matra yang serba
berubah dan berpengaruh terhadap kelangsungan hidup dan pelaksaan kegiatan
manusia yang hidup dalam lingkungan tersebut, seperti Ibadah Haji, arus mudik,
arus balik hari raya dan tahun baru, Jambore, dan lain lain.
d. Rumus/cara perhitungan
Jumlah/frekuensi sinyal SKD dan KLB, bencana dan
kondisi matra yang direspon < 24 jam terhitung
mulai diterimanya laporan dari stakeholders
x 100%
Jumlah/frekuensi sinyal SKD dan KLB, bencana dan
kondisi matra yang dilaporkan stakeholders
e. Capaian indikator
Jumlah kejadian SKD KLB, Bencana dan kondisi matra tahun 2016 sebesar 336
kejadian dan jumlah kejadian yang direspon < 24 jam sebesar 320 kejadian,
sehingga capaian indikator tahun ini adalah 95%. Capaian target ini menurun
dari tahun sebelumnya, namun jika melihat dari target yang ditetapkan tahun
2016 yaitu 60% maka realisasi capaian indikator telah mencapai target.
62 |
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016
Grafik 3.18
Persentase respon sinyal SKD dan KLB, bencana
dan kondisi matra diwilayah layanan BBTKLPP
Tahun 2015-2016
7. Pemeriksaan sampel air minum, air bersih, makanan dan sampel darah.
8. Pemantauan dan pengendalian vektor penyakit.
9. Secara periodik melihat data di website SKDR untuk wilayah layanan
B/BTKL-PP dan berita di grup media sosial SKDR Dinkes Provinsi.
10. Mengkonfirmasi wilayah bila ada peningkatan kasus penyakit/peringatan dini
dari website SKDR.
11. Melakukan pemantauan penyakit dan kejadian kecelakaan selama arus
mudik dan balik hari raya.
12. Melakukan pemeriksaan faktor risiko PTM pada pengemudi bus umum
AKAP/AKDP.
13. Pemberian bantuan logistik untuk kegiatan KLB/bencana/matra.
14. Penyuluhan kesehatan kepada masyarakat.
15. Penganggaran dana dan dukungan untuk kegiatan dalam indikator B/BTKL-
PP.
16. Penyusunan proposal kegiatan serta instrument yang diperlukan dalam
pengumpulan data kegiatan.
17. Persiapan alat dan bahan kegiatan.
18. Pembekalan pada petugas yang akan melakukan kegiatan.
19. Meningkatkan kemampuan SDM epidemiologi dalam PE KLB penyakit-
penyakit potensial KLB, PHEIC dan Emerging Infectious Disease.
20. Meningkatkan dan mengembangkan kapasitas laboratorium BBTKLPP
Jakarta dalam pengembangan metode pemeriksaan penyakit EID,
reemerging, NTD dan pengambilan spesimen KLB.
21. Evaluasi dan monitoring kegiatan B/BTKL-PP.
64 |
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016
i. Pemecahan Masalah
1. Peningkatan jejaring kerja dengan wilayah regional dan stakeholder terkait di
wilayah layanan B/BTKL-PP.
2. Mensosialisasikan kepada daerah untuk segera mengirimkan form W1
sesegera mungkin bila terjadi kasus KLB, minimal menginformasi terlebih
dahulu penyebab yang diduga sebagai sumber utama terjadinya KLB.
3. Meningkatkan kualitas SDM terutama dalam rangka kewaspadaan dini,
pengendalian penyakit re-emerging dan new-emerging, kegiatan
matra/situasi khusus, tanggap bencana dan respon cepat < 24 jam baik yang
diadakan melalui pendidikan dan pelatihan.
4. Mengupayakan pemberian bimtek penyelidikan epidemiologi oleh tenaga JFT
5. Pengembangan dan optimalisasi laboratorium penyakit dan penambahan
sarana dan prasarana untuk pemeriksaan laboratorium.
6. Menyusun bersama draft regulasi pedoman pemeriksaan spesimen penyakit
potensial KLB dan PHEIC.
7. Peningkatan kapasitas tenaga laboratorium dan tenaga teknis lainnya.
8. Pengadaan sarana dan prasarana pengendalian vektor seperti mobil vektor
kontrol dan penyediaan kendaraan bermotor kesehatan lingkungan.
9. mengusulkan biaya pengiriman logistik.
10. Pengembangan SKDR berbasis website di B/BTKLPP sehingga dapat
mengakses dan menginput dalam aplikasi untuk mengetahui indikasi
terjadinya KLB di suatu wilayah.
11. Pengembangan lebih lanjut SKDR berbasis laboratorium.
12. Melakukan revisi legal aspek untuk memasukkan peran B/BTKLPP sebagai
Unit Surveilans Regional dan Labkesmas.
13. Memberikan peran kepada semua B/BTKLPP dalam sistem kewaspadaan
dini yang terbentuk di pusat maupun daerah seperti Tim Gerak Cepat (TGC)
14. Menggunakan dana yang ada dengan efisien.
15. Menyusun indikator khusus untuk B/BTKL-PP.
65 |
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016
10. Persentase teknologi tepat guna PP dan PL yang dihasilkan BTKL meningkat
35% dari jumlah TTG tahun 2014
a. Definisi operasional
Peningkatan jumlah model dan atau jenis Teknologi Tepat Guna (TTG) bidang
P2P yang dihasilkan 10 Balai dan atau Balai Besar Teknik Kesehatan
Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (B/BBTKLPP) dalam waktu 1 tahun
dibandingkan dengan baseline jumlah model dan atau jenis TTG yang sudah
dihasilkan di tahun 2014 oleh 10 B/BBTKLPP yang kemudian dinyatakan dalam
persen. Dengan target di tahun 2019 akan meningkat sebanyak 50% dari jumlah
model dan atau jenis TTG di tahun 2014.
b. Rumus/cara perhitungan
Jumlah kumulatif TTG sampai tahun
evaluasi – Jumlah TTG pada saat
baseline
x 100%
Jumlah TTG pada saat baseline
c. Capaian indikator
Setiap tahun B/BTKLPP menghasilkan Teknologi Tepat Guna yang dapat
dimanfaatkan oleh masyarakat. Jumlah TTG yang dihasilkan B/BTKLPP pada
tahun 2014 sebanyak 40 TTG, bertambah 54 TTG pada tahun 2015 dan
bertambah lagi sebanyak 40 TTG sehingga total TTG yang dihasilkan tahun
2015 – 2016 sebanyak 83 TTG seperti yang terlihat dalam grafik berikut ini:
66 |
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016
Berikut ini Teknologi Tepat Guna yang dihasilkan oleh B/BTKLPP pada tahun
2016 antara lain:
Tabel 3.6
Teknologi Tepat Guna yang dihasilkan B/BTKLPP Tahun 2016
No BBTKLPP TTG
1 BBTKLPP Batam - Instalasi Pengolahan Air Baku menjadi Air Minum
dan Air Bersih.
- Sistem Pengolahan Tinja Daerah Pesisir
2 BBTKLPP Jakarta - Jamban pasang surut.
- Lavitrap toples bening
- Lavitrap toples hitam
3 BBTKLPP Jakarta - Lavitrap
- Breeding Trap
- Dust Lon
- Perangkap nyamuk dengan lampu LED
- Respirator sederhana
- Prototype penetralisir derajat keasaman
67 |
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016
4 BTKLPP
- Model/Teknologi Sterilisasi Alat Makan Di Pondok
Yogyakarta
Pesantren model kapasitas kecil Teknologi 2
lampu UV.
- Model/Teknologi Sterilisasi Alat Makan Di Pondok
Pesantren model kapasitas kecil dengan ozon.
- Model/Teknologi Sterilisasi Alat Makan Di Pondok
Pesantren model kapasitas kecil air drier.
- Model/Teknologi Sterilisasi Alat Makan Di Pondok
Pesantren model kapasitas besar Teknologi 3
lampu UV.
- Model/Teknologi Sterilisasi Alat Makan Di Pondok
Pesantren model kapasitas besar Teknologi ozon
dan lampu UV.
- Model/Teknologi Sterilisasi Alat Makan Di Pondok
Pesantren model kapasitas besar Teknologi air
drier dan lampu UV.
- Prototipe Pengolahan Udara Di Daerah Padat Lalu
Lintas teknologi Zigzag dengan absorber kapas
sintetis, arang aktif, zeolite.
- Prototipe Pengolahan Udara Di Daerah Padat Lalu
Lintas teknologi Spray dengan absorber kapas
sintetis, pasir kuarsa, arang aktif.
- Prototipe Pengolahan Udara Di Daerah Padat Lalu
Lintas teknologi Vertikal dengan absorber zeolit,
arang aktif, aktivated clay.
- Prototipe Alat Penangkap Dan Pemusnah Bakteri
Tahan Asam Dan Bakteri Patogen di Udara.
5 BBTKLPP - Pembuatan clorin diffuser
Banjarbaru
- Prototype pengembangan teknologi pengolahan
air gambut
- Uji efektifitas kelambu berinsektisida
- Pembuatan alat penyaring udara sederhana
- Pembuatan alat penyaring partikel untuk ventilasi
udara ruang
- Teknologi pengendalian vektor
- Prototype pengembangan teknologi pengolahan
air payau
68 |
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016
69 |
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016
g. Pemecahan Masalah
1) Peningkatan kompetensi dan kapasitas SDM terkait TTG Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit melalui pendidikan dan pelatihan.
2) Mengusulkan penambahan jumlah SDM sesuai keahlian yang dibutuhkan ke
eselon I.
3) Meningkatkan jejaring kerja lintas sektor untuk mencegah doubling bantuan
alat yang ditempatkan di masyarakat.
4) Memberdayakan masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi penempatan alat
TTG.
5) Meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat dan advokasi kepada
pemerintah daerah maupun institusi terkait lainnya dalam penerapan TTG
P2P.
70 |
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016
b. Definisi Operasional
Jumlah pelabuhan/bandar udara/PLBDN internasional yang memiliki kebijakan
kesiapsiagaan berupa dokumen rencana kontijensi penanggulangan kedaruratan
kesehatan masyarakat yang berpotensi wabah.
c. Rumus/Cara perhitungan
Jumlah pelabuhan/bandar udara/PLBDN internasional yang memiliki kebijakan
kesiapsiagaan dalam penanggulangan kedaruratan kesehatan masyarakat yang
berpotensi wabah dibagi jumlah pelabuhan/bandar udara/PLBDN internasional
dikali 100 persen
d. Capaian Indikator
Pada tahun 2016, persentase pelabuhan/bandar udara/PLBDN internasional
yang memiliki dokumen rencana kontinjensi penanggulangan Kedaruratan
Kesehatan Masyarakat (KKM) telah mencapai 70,75% dari target 70%.
Sedangkan pada tahun 2015, persentase pelabuhan/bandar udara/PLBDN
internasional yang memiliki dokumen rencana kontinjensi penanggulangan KKM
sebanyak 64,15% dari target 60% seperti dalam grafik dan tabel dibawah ini:
71 |
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016
Grafik 3.21
Persentase pelabuhan/bandar udara/PLBDN internasional
yang memiliki dokumen rencana kontijensi
Peta 3.4
72 |
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016
g. Pemecahan Masalah
Tetap mengintensifkan kegiatan sosialisasi dan advokasi kebijakan
kesiapsiagaan penanggulangan kedaruratan kesehatan masyarakat kepada
stakeholder di lingkungan pelabuhan/bandar udara/PLBDN serta lintas sektor
terkait sasaran, dengan tujuan untuk meningkatkan komitmen daerah dalam
melaksanakan program yang disepakati, serta menjadikan penyusunan/reviu
rencana kontinjensi sebagai salah satu prioritas kegiatan.
Selain 11 indikator tersebut yang telah dijelaskan diatas, terdapat 3 indikator yang
merupakan indikator Renstra Kementerian Kesehatan tahun 2015-2019 yakni:
73 |
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016
Dari ketiga indikator tersebut diatas yang belum digambarkan secara jelas adalah
indikator Persentase penurunan kasus penyakit yang dapat dicegah dengan
imunisasi (PD3I) tertentu seperti yang dijelaskan berikut ini:
12. Persentase penurunan kasus penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
(PD3I) tertentu
a. Penjelasan indikator
Beberapa penyakit yang saat ini menjadi perhatian dunia dan merupakan
komitmen global wajib diikuti oleh semua negara salah satunya adalah Penyakit
yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I). Penyakit PD3I dapat dicegah
dengan pemeberian imunisasi. Imunisasi merupakan salah satu intervensi
kesehatan masyarakat yang terbukti sangat cost efektif. Penyakit yang dapat
dicegah dengan imunisasi (PD3I) yang saat ini menjadi program prioritas
pemerintah adalah Tuberculosis, Hepatitis B, Polio, Difteri, Pertusis, Tetanus,
Hemophilus influenza type B serta campak, yang beberapa diantaranya sering
menyebabkan kejadian luar biasa (KLB) dibeberapa daerah.
Surveilans yang berkualitas ditujukan untuk mengukur beban penyakit,
mendeteksi wabah dan mengevaluasi dampak imunisasi untuk penyakit dapat
dicegah dengan imunisasi, termasuk polio, campak, rubella, kongenital rubella
syndrome (CRS), Difteri, Tetanus Neonatorum, Hepatitis B dan Pertusis.
PD3I merupakan komitmen global yang semua Negara mengikutinya termasuk
Indonesia yaitu eradikasi Polio (ERAPO), Eliminasi Campak, Maternal Neonatal
Tetanus Elimination (MNTE) serta kontrol Rubella/CRS. Eradikasi polio
merupakan kesepakatan internasional yang ditetapkan sebagai salah satu
resolusi dalam sidang WHA Mei 1988 untuk dicapai secara global pada tahun
2020. Sejalan dengan target global tersebut Indonesia telah melaksanakan
berbagai upaya untuk membebaskan setiap wilayahnya dari keberadaan virus
polio, melalui pemberian imunisasi polio secara rutin, pemberian imunisasi
tambahan (PIN, Sub PIN, Mopping-up) pada anak balita, surveilans AFP (Acute
Flaccid Paralysis), dan pengamanan virus polio di laboratorium (Laboratory
Containtment). Pada tanggal 27 Maret 2014 Regio Asia Tenggara telah
mendeklarasikan pernyataan bebas polio dimana Indonesia termasuk salah satu
negara yang menerima sertifikat tersebut.
Selain pencapaian dalam hal eradikasi polio, Indonesia kini juga sedang bersiap
menuju eliminasi campak pada tahun 2020 dan kontrol rubella/CRS tahun 2020.
Pemerintah Indonesia telah menetapkan target untuk eliminasi campak dan
control rubella/CRS tahun 2020 sesuai dengan target global yaitu: mencapai
cakupan imunisasi campak dosis pertama lebih dari 95% di tingkat nasional dan
Kota/Kota, menurunkan angka insiden campak menjadi kurang dari 5 per
1.000.000 penduduk setiap tahun dan mempertahankannya, menurunkan angka
kematian campak minimal 95%, dan melakukan konfirmasi laboratorium campak
100% terhadap kasus-kasus klinis dari seluruh Kota/Kota.
Pada tahun 2016 Indonesia di validasi oleh Tim WHO dan Unicef dalam rangka
pencapaian Eliminasi Tetanus Maternal Neonatal. Hasil dari validasi Indonesia di
74 |
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016
b. Definisi Operasional
Penurunan kasus penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) tertentu
adalah penurunan Kasus PD3I tertentu di seluruh provinsi dalam satu tahun dari
baseline data tahun 2013, dinyatakan dalam persen. Yang dimaksud dengan
PD3I tertentu yaitu Difteri, Campak Klinis, Tetanus Neonatorum dan Pertusis.
c. Rumus/cara perhitungan
Jumlah kasus PD3I tertentu pada baseline tahun
2013 - jumlah kasus PD3I tertentu pada tahun
berjalan
x 100%
d. Capaian Indikator
Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) tertentu meliputi difteri,
tetanus neonatorum, campak, dan pertusis. Presentase penurunan kasus
dihitung dati baseline data jumlah kasus tahun 2013, yaitu difteri 775 kasus,
tetanus neonatorum 78 kasus, campak 11.521 kasus dan pertussis 4.681 kasus
(per Desember 2014). Tahun 2016 (per 31 Desember 2017) tercatat kejadian
difteri sebanyak 340 kasus, Tetanus neonatorum 14 kasus, campak 6.890 kasus
dan pertusis 1.240 kasus. Pada tahun 2015 tercatat kajadian Penyakit yang
Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) tertentu sebesar 8.484 kasus. Terjadi
penurunan kasus sebesar 8.571 kasus dengan presentase penurunan sebesar
50,26% dibandingkan angka kasus tahun 2013.
75 |
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016
Grafik 3.22
Indikator Dan Realisasi Persentase Penurunan Kasus PD3I Tertentu
Tahun 2016
e. Analisa Keberhasilan
Tercapainya target ini antara lain didukung dengan adanya penguatan imunisasi
rutin, penguatan surveilans PD3I, penguatan jejaring dan koordinasi mekanisme
kerja antar lintas program dan sektor, peningkatan kapasitas petugas surveilans
PD3I dan evaluasi pelaksanaan program surveilans PD3I di daerah dengan
melakukan monitoring, pertemuan evaluasi dan melakukan feedback kinerja.
76 |
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016
77 |
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016
B. REALISASI ANGGARAN
1. Realiasi Anggaran
Pagu Awal Anggaran Ditjen P2P Tahun Anggaran 2016 adalah Rp.
4.098.559.756.000 dan pada akhir Tahun Anggaran menjadi Rp. 4.580.562.750.000
yang terdiri dari:
Sesuai dengan Inpres 8 Tahun 2016 dilakukan self blocking sebesar Rp.
964.343.791.000. Adapun pagu dan realisasi terlihat dalam tabel berikut ini:
Tabel 3.7
Pagu Dan Realisasi Anggaran Program Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit
Tahun 2016
No Sumber Dana Pagu Realisasi % Self Blocking (Inpres 8 Th 2016) % Setelah Self Blocking
1 RUPIAH MURNI 3.849.427.184.000 2.778.022.280.837 72,17 954.822.786.000 95,97
2 PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK 122.148.572.000 100.267.093.013 82,09 9.521.005.000 89,03
3 HIBAH LANGSUNG LUAR NEGERI 608.986.994.000 598.171.862.791 98,22 - 98,22
Jumlah 4.580.562.750.000 3.476.461.236.641 75,90 964.343.791.000 96,14
Realisasi anggaran Ditjen P2P sebelum self blocking sebesar 75.9% tetapi setelah
self blocking menjadi 96.14%
78 |
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016
Sesuai dengan kewenangan, pagu anggaran terbagi antara Kantor Pusat sebesar
Rp. 3.086.277.739.000, KKP sebesar Rp. 831.461.823.000, B/BTKL-PP sebesar
Rp. 300.332.565.000 dan Dekonsentrasi sebesar Rp. 362.490.623.000.
Tabel 3.8
Pagu Dan Realisasi Anggaran Program Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit
Berdasarkan Kewenangan
Tahun 2015-2016
TA 2015 TA 2016
NO KEWENANGAN
PAGU BELANJA % PAGU BELANJA %
1 KANTOR PUSAT 1.667.006.919.000 1.400.459.123.650 84,01 3.086.277.739.000 2.368.333.020.051 76,74
2 KANTOR DAERAH 693.090.694.000 588.147.970.257 84,86 1.131.794.388.000 893.477.381.294 78,94
1). KKP 529.142.550.000 460.558.542.328 87,04 831.461.823.000 668.379.212.858 80,39
2). B/BTKL-PP 163.948.144.000 127.589.427.929 77,82 300.332.565.000 225.098.168.436 74,95
3 DEKONSENTRASI 221.063.331.000 157.009.384.277 71,02 362.490.623.000 214.650.835.296 59,22
4 TUGAS PEMBANTUAN 116.165.495.000 99.836.393.306 85,94 - - 0,00
JUMLAH 2.697.326.439.000 2.245.452.871.490 83,25 4.580.562.750.000 3.476.461.236.641 75,90
Pagu Ditjen P2P mengalami peningkatan dari tahun 2015 sebesar Rp.
2.697.326.439.000 menjadi Rp. 4.580.562.750.000 pada tahun 2016. Meskipun
demikian realisasi tahun 2015 lebih besar pada tahun 2015 (83.25%)
dibandingkan dengan tahun 2016 (75.9%).
Tabel 3.9
Pagu Dan Realisasi Anggaran Program Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit
Berdasarkan Satuan Kerja
Tahun 2016
Realisasi tahun 2016 masih rendah dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai
berikut:
79 |
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016
Dari hasil pemantauan e Monev Bappenas tahun 2016 dapat dibandingkan antara
realisasi kinerja dengan realisasi anggaran sebagaimana tabel berikut ini:
80 |
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016
Tabel 3.10
Realisasi Anggaran dan Realisasi Kinerja Ditjen P2P Tahun 2016
Dari tabel tersebut diatas dapat dilihat beberapa hal antara lain:
1. Realisasi anggaran Ditjen P2P tahun 2016 sebesar 81.04% sedangkan realisasi
kinerja sebesar 105.92% dengan efisiensi sebesar 25%
2. Efisiensi tertinggi berada di Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak
Menular sebesar 94%. Hal ini disebabkan perhitungan capaian kinerja diukur dari 2
indikator RKP yaitu Persentase puskesmas yang melaksanakan Pengendalian PTM
terpadu dan persentase kab/kota yang melaksanakan kebijakan kawasan tanpa rokok
(KTR) minimal 50% sekolah. Pencapaian kinerja Persentase puskesmas yang
melaksanakan Pengendalian PTM terpadu sebesar 247% dan pencapaian persentase
kab/kota yang melaksanakan kebijakan kawasan tanpa rokok (KTR) minimal 50%
sekolah sebesar 106%.
3. Realisasi kinerja terendah berada di Direktorat Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit Tidak Menular dimana anggaran yang direalisasikan lebih besar (71.07%)
dari pada kinerja yang dihasilkan (65.77%)
81 |
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Pencapaian kinerja Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit telah
berjalan baik sesuai dengan Perjanjian Kinerja yang telah ditetapkan.
2. Berdasarkan pengukuran indikator kinerja dalam Perjanjian Kinerja Tahun 2016,
dari 11 Indikator kinerja sasaran Program Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit Tahun 2016, sebanyak 10 indikator telah mencapai target yang
ditetapkan, sedangkan 1 indikator tidak mencapai target dengan pencapaian
diatas 60%.
3. Berdasarkan penyerapan dan pengukuran kinerja anggaran tahun 2016 diketahui
bahwa kinerja anggaran Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
sebesar 75,9%.
4. Mengingat penyakit tidak mengenal batas wilayah administrasi, pemerintahan,
maupun negara, maka penyelenggaraan penanggulangan penyakit secara
nasional dilakukan dengan prinsip konkuren, yaitu dilakukan bersama-sama
antara unsur pemerintahan di pusat dan pemerintah daerah. Dengan demikian,
setiap permasalahan penyakit dan faktor risikonya yang timbul di suatu wilayah
perlu ditangani secara bersama antara unsur pusat dan daerah, sedangkan untuk
pintu masuk negara dilakukan upaya khusus melalui upaya kekarantinaan
kesehatan dalam rangka cegah tangkal penyakit antar negara sebagai bentuk
komitmen kesehatan dalam menjaga kedaulatan negara.
5. Pada laporan kinerja ini belum bisa dihitung realisasi anggaran untuk masing-
masing indikator karena belum adanya instrumen untuk mempermudah
perhitungan realisasi.
B. TINDAK LANJUT
1. Perlu dilakukan review terhadap Rencana Aksi Program Tahun 2015-2019 dalam
rangka memastikan semua indikator dapat dicapai pada akhir tahun evaluasi.
2. Perlu dikembangkan teknologi dalam memantau pencapaian kinerja secara
berkala.
3. Kementerian Kesehatan perlu mengembangkan suatu instrumen berbasis
teknologi untuk memantau realisasi anggaran setiap sasaran indikator.
4. Penetapan penanggungjawab laporan kinerja disusun dari awal tahun setelah
Perjanjian Kinerja ditandatangani.
82 |
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016
Direktorat Jenderal P2P selalu berupaya untuk memberikan alternatif solusi terhadap
seluruh masalah penyakit guna mencegah, mengendalikan berbagai penyakit menular
dan penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik yang
bersifat endemis, potensial menimbulkan wabah, maupun antisipasi terhadap munculnya
penyakit baru.
83 |
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016
GRAFIK
Grafik 1.2 Distribusi Pegawai di lingkungan Kantor Pusat Ditjen P2P ............... 8
Grafik 3.2 Penurunan kasus PD3I Tahun 2013 dan 2015 ................................. 18
Grafik 3.9 Target dan capaian indikator Provinsi dengan eliminiasi kusta
tahun 2014-2016 .............................................................................. 35
Grafik 3.11 Target dan realisasi capaian prevalensi HIV Tahun 2016 ................. 44
Grafik 3.12 Target dan realisasi capaian prevalensi HIV Tahun 2014-2016........ 45
Grafik 3.13 Jumlah Kasus HIV dan Kasus AIDS Tahun 2014-2016 .................... 45
Grafik 3.15 Persentase target dan realisasi Kab/Kota yang memiliki peraturan
tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Tahun 2015-2016 ................ 53
iv |
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016
Grafik 3.18 Persentase Persentase respon sinyal SKD dan KLB, bencana dan
kondisi matra di wilayah layanan BBTKLPP ..................................... 63
Grafik 3.19 Jumlah TTG yang dihasilkan BBTKLPP Tahun 2014-2016 .............. 66
Grafik 3.23 Distribusi Anggaran Berdasarkan Sumber Dana Tahun 2016 ......... 78
v|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016
TABEL
Tabel 2.1 Sasaran Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2015
– 2019 ...................................................................................................... 12
Tabel 3.1 Target dan Capaian Indikator Program P2P Tahun 2016 ......................... 15
Tabel 3.2 Jumlah Kab/Kota dengan eliminasi malaria per Provinsi di Indonesia ...... 22
Tabel 3.4 Capaian Indikator Program Prioritas Janji Presiden/Wakil Presiden ......... 23
Tabel 3.5 Kab/Kota endemis filariasi berhasil menurunkan angka mikrofilaria ......... 32
Tabel 3.6 Teknologi Tepat Guna yang dihasilkan B/BTKL-PP Tahun 2016 .............. 67
Tabel 3.7 Pagu dan realisasi anggaran Program Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit ................................................................................................... 78
Tabel 3.8 Pagu dan realisasi anggaran Program Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit Berdasarkan Kewenangan ......................................................... 79
Tabel 3.9 Pagu dan realisasi anggaran Program Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit Berdasarkan Satuan Kerja ......................................................... 79
iii |